Friday 20 May 2016

CONTOH MAKALAH TAFSIR AL QUR'AN TENTANG Evaluasi Pendidikan Dalam Al-Qur’an





Evaluasi Pendidikan Dalam Al-Qur’an
MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Ilmu Tafsir
Dosen Pengampu: Zaglul Fitrian Djalal, Lc M.A
 


Disusun Oleh:
Abd.Hamid
(1820150102001)
Firdatur Rif’ah
(18201501020018)
Masruroh
(18201501020028)
Prodi: Pendidikan Bahasa Arab
Jurusan: Tarbiyah

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) PAMEKASAN
2016



KATA PENGANTAR
Puji  syukur  kita  panjatkat  kepada  Allah  s.w.t. yang  telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelelesaikan makalah ini. Solawat dan salam semoga tetap trcurah limpahkan kepda junjungan kita Nabi Muhammad Saw, sahabat,tabiin dan kita semua sebagai ummat yang taat dan patuh kepada ajaran-Nya.
Saya ucapkan banyak terima kasih kepada dosen pengampu, Bapak Zghlul Fitrian Dzalal Lc M.A yang  telah membimbing saya dalam membuat makalah ini, sehingga dapat diselesaikan.
Saya menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karenanya saya mengharap kritik dan saran yang membangun demi menuju kearah yang lebih baik.
Harapan saya sebagai penulis semoga makalah ini bisa bermanfaat kepada teman-teman dan masyarakat. 









Pamekasan,  18Mei 2016
penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL
KATA PENGANTAR…………………………………………...    i          
DAFTAR ISI…………………………………………………….     ii
BAB I:
PENDAHULUAN..……………...……………………………….   1
Penafsiran surat An-nisaa ayat 95-96………..……………………   4         
Kosa Kata…………………………………………………………   4
Munasabah……………………………………………………….     5.
Nilai Tarbiyah…………………………………………………….    5
Penafsiran Ayat………………………………………………….     5
Penafsiran surat An-naml Ayat 40…..………..………………….     6
Asbabun Nuzul……………………………………………………   6
Kosa Kata…………………………………………………………   7
Munasabah………………………………………………………..    7
Nilai Tarbiyah…………………………………………………….    8
Penafsiran Ayat………………………………………………….     8
Penafsiran surat Muhammad Ayat 31…..………..………………    9
Asbabun Nuzul…………………………………………………       9
Kosa Kata………………………………………………………       9
Munasabah……………………………………………………..        9
Nilai Tarbiyah…………………………………………………..       9
Penafsiran Ayat…………………………………………………      9
Penafsiran surat Al-Ankabut Ayat 2-3…..…………………......       10
Asbabun Nuzul……………………………………………………   10
Kosa Kata…………………………………………………………   12
Munasabah……………………………………………………….     12
Nilai Tarbiyah……………………………………………………     13
Penafsiran Ayat………………………………………………….     13
Penafsiran surat Al-Fajr Ayat 15-16…..………………………....     14
Asbabun Nuzul…………………………………………………..     14       
Kosa Kata……………………………………………………….      15
Munasabah……………………………………………………….     15
Nilai Tarbiyah……………………………………………………     16
Penafsiran Ayat………………………………………………….     16
BAB III: PENUTUP
Kesimpulan……………………………………………………….    18
Saran……………………….……………………………………..    19
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………….   20





BAB I
PENDAHULUAN
Al-Quran memandang bahwa pendidikan merupakan persoalan pertama dan utama dalam membangun dan memperbaiki kondisi umat manusia di muka bumi ini. Ajaran yang terkandung di dalamnya berupa akidah tauhid,akhlak mulia,dan aturan-aturan mengenai hubungan vertical dan horizontal ditanamkannya melalui pendidikan tersebut. Hal itu ditandai dengan gagasan awal Al-Qur’an mengenai pendobrakannya terhadap tabir kebodohan dan keterbelakangan melalui perintah membaca, di mana membaca itu merupakan aktivitas belajar yang tentu saja bagian dari kegiatan pendidikan. Dengan demikian,pendidikan kata kunci untuk kemajuan bangsa,pendidikan yang ditawarkan Al-Qur’an memperlihatkan perbedaan yang cukup berarti jika di bandingkan dengan pendidikan konvensional. Perbedaan  itu terlihat jelas pada prinsip dasar bagunan pendidikan tersebut,pendekatan belajar,orientasi penyelenggaraannya,dan juga evaluasi terhadap suatu pendidikan, yang mana disini kami akan menjabarkan bagaimana evaluasi pendidikan yang terdapat dalam Al-Qur’an, evaluasi merupakan komponen yang penting dalam pembelajaran. Jika pembelajaran di artikan kepada aktivitas pencarian dan transfer ilmu pengetahuan dan informasi yang bertjuan agar terjadi perubahan pada diri siswa dalam bentuk penambahan ilmu pengetahuan dan perubahan prilaku,maka evaluasi merupakan komponen yang akan mengukur penambahan dan perubahan prilaku tersebut.
Berhasil tidaknya suatu pembelajaran tidak dapat diabaikan dalam proses pembeljaran. Karena begitu pentingnya evaluasi,maka Al-Qur’an banyak mengulang ini tidak hanya menggunakan satu istilah dalam perbincangan mengenai evaluasi,tetapi ia menggunakan banyak istilah. Di antara istilah itu adalah[1]
·         Bala dan fatana
Kata bala ,terulang 38 kali dalam berbgai sighat (bentuk kata). Demikian pula kata fatana,istilah ini dalam berbagai kata terulang 60 kali. Selain kedua kata tersebut terdapat pula kata
·         Hasiba
Yang secara harfiyah dapat pula diartikan kepada mengira atau menghitung.
·         Secara etimologi, bala semakna dengan ikhtibar dan imtahana yang berarti menguji atau mencoba dari kata bala terbentuk kata bala’ yang berarti cobaan.
·         Dan fatana semakna dengan a’jaba yang membingungkan atau mengherankan. Selain itu Luis Ma’luf mengartikan pula fatana itu kepada “adhabahu bi al-butaqah liyubayyin al-jayyida min al-radi’I”(mencairkan sesuatu pada bejana agar dapat dibedakan antara yang baik dengan yang jelek). Al-Isfihani mengartikan fatana itu pula kepada”memasukan emas kedalam api agar jelas perbedaan mana emas yang baik dan mana pula yang buruk”[2]. Dari kata fatana terbentuk pula kata al-fitnah, yang sering diartikan kepada musubah atau bencana,karna memang bencana yang Allah timpakankepada manusia merupakan ujian atau evaluasi darinya sehingga dapat dibedakan antara manusia yang baik dan yang jahat. Jadi, tujuan dari adanya al-fitnah dan al-bala’ untuk mengetahui dengan jelas perbedaan karakteristik keberimanan atau ketaatan manusia. Sebagai juga evaluasi dalam pembelajran bertujuan untuk mengetahui siswayang menguasai materi pembelajaran dengan yang tidak.Jadi evaluasi dalam suatu pembelajaran sangat penting diadakan. Dalam surah Muhammad (31)
Dan sugguh, kami benar-benar akan menguji kamu sehingga kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar di antara kamu; dan akan kami uji perihalmu”
bahwa Allah benar-benar akan mengevaluasi orang-orang yang beriman guna untuk mengetahui siapa di antara mereka yang benar-benar sabar dan mau berjihad di jalan Allah.
Dengan demikian dapat ditegaskan,bahwa terdapat dua bentuk evaluasi Allah terhadap manusia. Pertama, evaluasi yang sangat tidak meyenangkan para peserta didik yaitu manusia, dan kedua evaluasi yang sangat menyenangkan para peserta didik yang mengikuti evaluasi tersebut, Atau dengan kata lain,berdasarkan analisis di atas bahwa evaluasi pendidikan dalam Al-Qur’an dapat di kategorikan menjadi dua bentuk, sulit dan mudah. Dan tidak dapat di pungkiri bahwa perjalan hidup yang ditempuh manusia dan venomena kematian yang selalu terlihat dalam kesehariannya penuh dengan ujian dan evaluasi Allah terhadap manusia; semuanya diukur dan diberi penilaian sehingga dapat diketahui amal perbuatan siapa saja yang lebih baik atau berkualitas tinggi. Maka interaksi atau pergaulan yang penuh dengan ujian dan penilaian-Nya.


















BAB II
PEMBAHASAN
A.  Penafsiran QS.An-nisaa’:95-96
لا يَسْتَوِي الْقَاعِدُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ غَيْرُ أُولِي الضَّرَرِ وَالْمُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فَضَّلَ اللَّهُ الْمُجَاهِدِينَ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ عَلَى الْقَاعِدِينَ دَرَجَةً وَكُلا وَعَدَ اللَّهُ الْحُسْنَى وَفَضَّلَ اللَّهُ الْمُجَاهِدِينَ عَلَى الْقَاعِدِينَ أَجْرًا عَظِيمًا (٩٥)
 (٩٦)دَرَجَاتٍ مِنْهُ وَمَغْفِرَةً وَرَحْمَةً وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak ikut berperang) yang tidak mempunyai ‘uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk satu derajat. Kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar,(95) “(Yaitu)beberapa derajat daripada-Nya serta ampunan dan rahmat Allah Maha pengampun,Maha penyayang.(96)

1.      Asbabun Nuzul
2.      Kosa Kata
الْقَاعِدُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ   : Antara orang yang beriman yang Duduk (Yang tidak ikut berperang)
غَيْرُ أُولِي الضَّرَرِ        : Tanpa mempunyai Udzur
بِأَمْوَالِهِمْ                             : Dengan Harta
وَأَنْفُسِهِمْ                    : Dan Jiwa
دَرَجَات                     : Beberapa derajat
وَمَغْفِرَةً                     : Dan Ampunan
غَفُورًا                       : Maha Pengampun

3.      Munasabah
Korelasi pada ayat berikutnya yaitu merupakan ancaman peringatan bagi mereka yang menetap di dar al kufr padahal mereka secara akidah dan keagamaan memiliki kesanggupan untuk hijrah mereka telah mendzalimi diri mereka sendiri hingga tempat mereka kelak berupa jahannam.
Ayat berikutnya merupakan jaminan dari Allah swt. Bagi mereka yang ikhlas hijrah berupa obat dari segala macam ketakutan yang sudah barang tentu dari segala macam beban yang dihadapi.

4.      Nilai Tarbiyah
Menjelaskan keutamaan  berjihad dan berhijrah di jalan Allah dan beberapa hal yang terkait dengannya.  Allah menganugerahkan derajat yang agung bagi orang yang berjihad di jalanNya. Bagi kaum mukmin yang tidak berjihad, tidak akan mendapatkan derajat  tersebut. Namun, mereka tetap lebih mulia di sisi Allah ketimbang orang kafir dan  munafik.
Allah menjamin orang-orang berhijrah  di jalan-Nya kebaikan yang banyak dan kelapangan hidup. Jika kita mati dalam berhijrah di jalan Allah dan Rasul-Nya maka  Allah menjamin pahala yang besar. Allah  Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
5.      Penafsiran Ayat
الْقَاعِدُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ       (Antara orang yang beriman yang Duduk (Yang tidak ikut berperang) Jihad merupakan ajaran Allah swt. yang harus dilalui oleh kaum muslimin dalam menggapai surga Allah swt.  Tentunya, jihad dalam konsep surah al nisa’ ini merupakan pengorbanan, baik berupa harta benda maupun jiwa yang sangat dicintai, dan ini bila dijalani dengan kesungguhan merupakan nikmat yang tiada taranya, nikmat yang didapat dari naungan dhilal al-Qur'an.          
غَيْرُ أُولِي الضَّرَرِ                  (Tanpa mempunyai Udzur) Allah memberikan kepada orang-orang yang berjihad derajat yang lebih tinggi di atas orang-orang yang tidak ikut perang, kecuali bila ada uzur yang menghalangi mereka untuk berperang. Sebab, uzur itu membebaskan mereka dari celaan. Meskipun orang-orang yang berjihad mempunyai keutamaan dan derajat khusus, namun Allah tetap menjanjikan kepada masing-masing kelompok itu kedudukan dan balasan yang baik.
B.  Penafsiran Surat An-Naml : 40
قَالَ الَّذِي عِندَهُ عِلْمٌ مِّنَ الْكِتَابِ أَنَا آتِيكَ بِهِ قَبْلَ أَن يَرْتَدَّ إِلَيْكَ طَرْفُكَ فَلَمَّا رَآهُ مُسْتَقِرًّا عِندَهُ قَالَ هَذَا مِن فَضْلِ رَبِّي لِيَبْلُوَنِي أَأَشْكُرُ أَمْ أَكْفُرُ وَمَن شَكَرَ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ رَبِّي غَنِيٌّ كَرِيمٌ ﴿٤٠﴾
“Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari Al Kitab: "Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip". Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di hadapannya, iapun berkata: "Ini termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya). Dan barangsiapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia".
1.      Asbabun Nuzul
Sulaiman mengucapkan yang demikian itu karena telah yakin seyakin yakinnya bahwa Sulaiman belum puas dengan kesanggupan Ifrit itu, ia ingin agar singgasana itu sampai dalam waktu yang lebih singkat lagi, maka ia meminta lagi kesanggupan hadirin yang lain. Maka menjawablah seorang yang telah memperoleh ilmu dari Al Kitab, yaitu malaikat Jibril. Menurut pendapat yang lain, orang itu ialah Al Khidir: "Aku akan membawa singgasana itu kepadamu dalam waktu sekejap mata saja". [3]
Dan apa yang dikatakan orang itu terjadilah, dan singgasana ratu Balqis itu telah berada di hadapan Sulaiman. [4]
Melihat peristiwa yang terjadi hanya dalam sekejap mata, maka Nabi Sulaiman berkata: "Ini termasuk karunia yang telah dilimpahkan Tuhan kepadaku. Dengan karunia itu aku diujinya, apakah aku termasuk orang-orang yang mensyukuri karunia Tuhan atau termasuk orang-orang yang mengingkarinya". Dari sikap Nabi Sulaiman as itu nampak kekuatan iman dan kewaspadaannya, ia tidak mudah diperdaya oleh siapapun yang datang kepadanya, karena semua yang datang itu baik berupa kebahagiaan atau kesengsaraan, semuanya merupakan ujian Tuhan kepada hamba-hamba Nya. 
2.      Kosa kata
أَنَا آتِيكَ بِهِ           : Aku Akan Membawakan mu (Singga Sana Itu)
قَبْلَ أَن يَرْتَدَّ          : Sebelum Berkedip
لِيَبْلُوَنِي               : Untuk mengujiku
أَأَشْكُرُ أَمْ أَكْفُرُ      : Apakah Bersyukur Atau Kufur

3.      Munasabah
Ayat sebelum ini menjelaskan kesedian dan kesanggupan jin untuk menghadirkan singgasana Ratu Saba’ dalam tempo setengah hari. Ayat itu tidak mengemukakan tanggapan Nabi Sulaiman As atas ucapan sang ifrit. Rupa.a ada tanggapan spontan dari seorang manusia yang selama ini mengasah kalbunya dan yang di anugrahi oleh Allah SWT ilmu. Ayat di atas menjelakan bahwa: Berkatalah seseorang yang memiliki ilmu dari Al-Kitab:”Aku akan datang kepadamu dengannya yakni dengan membawa singgasana itu kemari sebelum matamu berkedip.”Maka serta merta,tanpa menunggu tanggapan dari siapapun,singgasana itu hadir di hadapan Nabi Sulaiman as. Dan tatkala dia melihtnya terletak dan benar-benar mantap di hadapannya bukan berada jauh darinya,diapaun berkata: Ini yakni kehadiran singgasana sesuai keinginanku termasuk karunia tuhanku dari sekian banyak karunia yang telah dilimpahkan-Nya kepadaku. Krunia itu untuk menguji aku apakah aku bersyukur dengan mengakuinya sebagai anugrah atau kufur yakni mengingkari nikmat-Nya.[5]
4.      Nilai Tarbiyah
barangsiapa yang mensyukuri nikmat Allah, maka faedah mensyukuri nikmat Allah itu akan kembali kepada dirinya sendiri, karena Allah akan menambah lagi nikmat-nikmat itu, sebaliknya orang yang mengingkari nikmat Allah maka dosa pengingkarannya itu juga akan kembali kepadanya. Dia akan disiksa oleh Allah karena pengingkarannya itu.
5.      Penafsiran Ayat
أَنَا آتِيكَ بِهِ قَبْلَ أَن يَرْتَدَّ إِلَيْكَ      (Aku Akan Membawakan mu (Singga Sana Itu)
Sebelum Berkedip) Dan tatkala dia melihtnya terletak dan benar-benar mantap di hadapannya bukan berada jauh darinya,dia paun berkata: Ini yakni kehadiran singgasana sesuai keinginanku termasuk karunia tuhanku dari sekian banyak karunia yang telah dilimpahkan-Nya kepadaku.
لِيَبْلُوَنِي أَأَشْكُرُ أَمْ أَكْفُرُ             (Krunia itu untuk menguji aku apakah aku bersyukur dengan mengakuinya sebagai anugrah atau kufur yakni mengingkari nikmat-Nya.[6]







C. Penafsiran Surat Muhammad : 31
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ حَتَّى نَعْلَمَ الْمُجَاهِدِينَ مِنكُمْ وَالصَّابِرِينَ وَنَبْلُوَ أَخْبَارَكُمْ ﴿٣١﴾
“Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji kamu agar Kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar di antara kamu, dan agar Kami menyatakan (baik buruknya) hal ihwalmu.”
1.      Asbabun Nuzul
Allah SWT ,Menyebutkan ujian paling besar yang Allah Uji dengannya(hamba-hamba-Nya), yaitu jihad fi sabilillah
2.      Kosa kata
وَلَنَبْلُوَنَّكُم         : Dan Sungguh , Kami Benar-Benar Akan Menguji Kamu
الْمُجَاهِدِين       : Orang-orang Yang Benar-Benar  Berjihad
وَالصَّابِرِين      : Dan Bersabar
وَنَبْلُو             : Dan Akan Kami Uji
أَخْبَارَكُمْ          : Perihal Kamu              
3.      Nilai Tarbiyah
Yang mana kita sebagai hamba haruslah mempunyai rasa sabar dalam ujian Allah dalam( berjihad di jalan Allah SWT) dan juga dalam hal lainnya

4.      Penafsiran Ayat
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ حَتَّى نَعْلَمَ الْمُجَاهِدِينَ:  (Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji kalian) mencoba kalian dengan berjihad dan lainnya (agar Kami mengetahui) dengan pengetahuan yang tampak)
وَالصَّابِرِينَ وَنَبْلُوَ أَخْبَارَكُمْ :              ((orang-orang yang berjihad dan bersabar di antara kalian) dalam berjihad dan lainnya (dan agar Kami menyatakan) menampakkan (hal ikhwal kalian) tentang ketaatan kalian dan kedurhakaan kalian di dalam masalah jihad dan masalah-masalah lainnya.
D.Penafsiran Surat Al-Ankabut : 2-3

أَحَسِبَ النَّاسُ أَن يُتْرَكُوا أَن يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ ﴿٢﴾ وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ ﴿٣﴾
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi?(2) Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.(3)

1.      Asbabun Nuzul
Ibnu Abbas menerangkan ayat ini diturunkan karena peristiwa yang dialami oleh keluarga muslim yang masih tinggal di Mekkah, dimana Rasulullah telah berhijrah ke Madinah. Orang-orang lemah dari keluarga orang yang beriman itu adalah Salamah ibnu Hisyam, ‘Iyasy ibnu Abi Rabi’ah, Walid ibnu Walid dan lain-lain dimana mereka mendapat siksaan-siksaan mental dan fisik dari orang-orang yang tidak senang kepadanya karena menjadi pengikut nabi Muhammad SAW yang setia. Maka untuk mengokohkan iman mereka kepada Allah SWT maka dihiburlah mereka dengan menurunkan ayat-ayat di atas. Muqati meriwayatkan pula bahwa ayat itu diturunkan pada seorang sahabat yang bernama Mihya’ Maulana Umar bin Khattab, yang mana dialah yang pertama kali syahid di medan perang Badar dimana seorang anggota pasukan musuh bernama Amir ibnu al-Hadhrami berhasil menombaknya dengan tombak beracun sehingga Mihya’ tewas bermandikan darah. Rasulullah selain mengetahui tewasnya Mihya’ sebagai syuhada pertama dihari itu mak beliau segera menyatakan pemimpin syuhada adalah Mihya’ karena dialah orang pertama yang dipanggil masuk syurga di antara umat ini. Berita tentang tewasnya Mihya’ diterima oleh kedua orang tuanya dengan hati sedih dan pilu begitu pula dengan isterinya yang tercinta, maka untuk menghibur kelurga Mihya’ yang ditinggalkan Allah menurunkan ayat di atas.[7] Ibnu Abbas menerangkan ayat ini diturunkan karena peristiwa yang dialami oleh keluarga muslim yang masih tinggal di Mekkah, dimana Rasulullah telah berhijrah ke Madinah. Orang-orang lemah dari keluarga orang yang beriman itu adalah Salamah ibnu Hisyam, ‘Iyasy ibnu Abi Rabi’ah, Walid ibnu Walid dan lain-lain dimana mereka mendapat siksaan-siksaan mental dan fisik dari orang-orang yang tidak senang kepadanya karena menjadi pengikut nabi Muhammad SAW yang setia. Maka untuk mengokohkan iman mereka kepada Allah SWT maka dihiburlah mereka dengan menurunkan ayat-ayat di atas. Muqati meriwayatkan pula bahwa ayat itu diturunkan pada seorang sahabat yang bernama Mihya’ Maulana Umar bin Khattab, yang mana dialah yang pertama kali syahid di medan perang Badar dimana seorang anggota pasukan musuh bernama Amir ibnu al-Hadhrami berhasil menombaknya dengan tombak beracun sehingga Mihya’ tewas bermandikan darah. Rasulullah selain mengetahui tewasnya Mihya’ sebagai syuhada pertama dihari itu mak beliau segera menyatakan pemimpin syuhada adalah Mihya’ karena dialah orang pertama yang dipanggil masuk syurga di antara umat ini. Berita tentang tewasnya Mihya’ diterima oleh kedua orang tuanya dengan hati sedih dan pilubegitu pula dengan isterinya yang tercinta, maka untuk menghibur kelurga Mihya’ yang ditinggalkan Allah menurunkan ayat di atas.[8]
Imam ibn Hakim telah mengetengahkan sebuah hadits melalui Asy Sya’bi telah menceritakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang yang tinggal di Mekkah, mereka telah berikrar masuk islam. Kemudian para sahabat Rasulullah saw. Berkirim surat kepada mereka dari Madinah, bahwasanya Islam kalian tidak akan diterima melainkan kalian berhijrah. Maka mereka pada akhirnya berangkat dengan tujuan Madinah, kemudian orang-orang musyrik mengejar mereka sehingga tersusul, lalu mereka dikembalikan lagi ke mekkah. Setelah peristiwa itu turunlah Firman-Nya yaitu ayat yang telah disebutkan di atas, lalu para sahabat menulis surat kepada mereka bahwasanya telah diturunkan Firman Allah yang berkenaan dengan peristiwa yang alian alami.
Mereka yang berada di Mekkah berkata: kami harus keluar berhijrah, jika ada seseorang mengejar kami, niscaya kami akan memeranginya, lalu mereka keluar dan orang-orang musyrik mengejar mereka, akhirnya terjadilah pertempuran dai antara kedua belah pihak. Sebagian kaum muslimin Mekkah gugur dan sebagiannya lagi selamat, sehubungan dengan perihal mereka maka Allah menurunkan Firman-Nya. Sedangkan Abu Khatim telah mengetengahkan hadits lainnya melalui qatadah yang menceritakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Ammar ibn Yazir, sebab ia disiksa oleh kaum musyrikin demi karena Allah.[9]
Bahwasanya cobaan itu perlu untuk menguji keimanan seseorang dan usaha manusia itu manfaatnya untuk dirinya sendiri. Dan sudah menjadi Sunnatullah bahwasanya setiap manusia yang beriman itu belum akan tercapai hakekat iman yang sebenarnya kecuali dengan adanya cobaan-cobaan dan ujian-ujian dari Allah yang diberikan kepada kita dan dapat menempuh cobaan-cobaan yang ditimpakan kepada kita, karena semakin tinggi tingkat kesabaran ketika menmpuh cobaan-cobaan itu maka semakin besar pila kemenangan dan ganjaran yang akan diperoleh.

2.      Kosa kata
أَحَسِبَ النَّاسُ        : Apakah Manusia Mengira
أَن يُتْرَكُوا            : Mereka Akan Dibiarkan
لَا يُفْتَنُونَ             : Tidak Diuji
وَلَقَدْ فَتَنَّا             : Dan Sungguh,Kami Telah Menguji
فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ         : Maka Allah Pasti Mengetahui
صَدَقُوا                : Benar
وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ   : Dan Pasti Mengetahui Orang-Orang Yang Dusta

3.      Munasabah
أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تُتْرَكُوا وَلَمَّا يَعْلَمِ اللَّهُ الَّذِينَ جَاهَدُوا مِنْكُمْ وَلَمْ يَتَّخِذُوا مِنْ دُونِ اللَّهِ وَلا رَسُولِهِ وَلا الْمُؤْمِنِينَ وَلِيجَةً وَاللَّهُ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ {١٦}
Artinya:                                                 
Apakah kamu mengira bahwa kamu akan dibiarkan (begitu saja), sedang Allah belum mengetahui (dalam kenyataan) orang-orang yang berjihad di antara kamu dan tidak mengambil menjadi teman yang setia selain Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman. Dan Allah maha tahu apa yang kamu kerjakan (Q.S. At-Taubah ayat 16).
Bahwasanya setiap orang yang mengaku beriman tidak akan mencapai hakekat iman yang sebenarnya sebelum ia menempuh berbagai macam ujian yakni dengan kewajiban-kewajiban fisik, kewajiban dalam memanfaatkan harta benda, Hijrah, Berjihad dijalan Allah, membayar zakat kepada Fakir miskin, menolong orang yang sedang dalam kesusahan dan menolong orang yang sedang dalam kesulitan.[10]

 وَكَأَيِّنْ مِنْ نَبِيٍّ قَاتَلَ مَعَهُ رِبِّيُّونَ كَثِيرٌ فَمَا وَهَنُوا لِمَا أَصَابَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَمَا ضَعُفُوا وَمَا اسْتَكَانُوا وَاللَّهُ يُحِبُّ الصَّابِرِينَ
Artinya:
Dan beberapa banyaknya Nabi-Nabi yang berperang bersama-sama mereka, sejumlah besar dari pengikut-pengikutnya yang bertaqwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka dijalan Allah, dan tidak lesu dan tidak pula menyerah (kepada musuh), Allah menyukai orang-orang yang sabar” (Q.S. Ali-Imran ayat 146).
Dalam hal ini Allah melarang manusia berprasangka bahwa ia diciptakan dengan percuma begitu saja. Justru Allah akan menguji masing-masing kita untuk menentukan siapakah yang paling tinggi derajatnya disisi Allah, derajat tersebut tidak mungkin diperoleh kecuali dengan menempuh ujian yang berat, karena hidup ini penuh dengan ujian baik kita enggan ataupun senang untuk menghadapinya. Semakin tinggi tingkat kesabaran maka semakin besar pula kemenangan dan ganjaran yang kita peroleh. Itulah satu sunnah Tuhan yang berlaku bagi umat terdahulu dan sekarang.
4.      Nilai Tarbiyah
Dan sudah menjadi Kehendak Allah SWT bahwasanya setiap manusia yang beriman itu belum tercapai hakekat iman yang sebenarnya kecuali dengan adanya cobaan-cobaan dan ujian-ujian dari Allah yang diberikan kepada kita dan dapat menempuh cobaan-cobaan yang ditimpakan kepada kita, karena semakin tinggi tingkat kesabaran ketika menempuh cobaan-cobaan itu maka semakin besar pila kemenangan dan ganjaran yang akan diperoleh.
5.      Penafsiran Ayat
أَحَسِبَ النَّاسُ أَن يُتْرَكُوا      (Apakah manusa itu mengira bahwa mereka dibiarkan saja) Setiap orang beriman harus diuji terlebih dahulu sehingga dapat diketahui sampai dimanakah mereka sabar dan tahan menerima ujian tersebut. Ujian yang mesti mereka tempuh itu bermacam-macam misalnya perintah berjihad (meninggalkan kampung halaman demi menyelamatkan iman dan keyakinan). [11]
لَا يُفْتَنُونَ                            (Tidak di uji) Semua cobaan itu dimaksudkan untuk menguji siapakah di antara mereka yang sungguh-sungguh beriman dengan ikhlas dan siapa pula yang berjiwa munafik serta untuk mengetahui apakah mereka termasuk orang yang kokoh pendiriannya atau orang yang masih bimbang dan ragu-ragu sehingga iman mereka masih rapuh.
فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا               ( maka sesungguhnya Allah mengetahui orang yang benar)
(Orang-orang beriman dan berpegang teguh dengan keimanannya akan menghadapi berbagai macam penderitaan dan kesulitan, mereka sabar dan tabah menahan penderitaan itu dan sesungguhnya Allah Maha mengetahui )
                                                                                                                                         
E.Penafsiran Surat Al-Fajr
فَأَمَّا الْإِنسَانُ إِذَا مَا ابْتَلَاهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَكْرَمَنِ ﴿١٥﴾ وَأَمَّا إِذَا مَا ابْتَلَاهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَهَانَنِ ﴿١٦﴾
“Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu dia dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia akan berkata: "Tuhanku telah memuliakanku"(15). Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rezekinya maka dia berkata: "Tuhanku menghinakanku"(16).

1.      Asbabun Nuzul
Allah SWT Memberi tahukan tentang tabi’at manusia, yaitu bahwa dia bodoh dan zalim, tidak mengetahui akibat dan kesudahan sesuatu. [12]Dia mengira bahwa keadaan yang ada padanya akan berlanjut dan tidak hilang, dan menyangka bahwa kemuliaan yang diberikan Allah kepadanya di dunia dan pemberian nikmat kepadanya menunjukkan kedudukannya di sisi Allah dan kedekatannya kepadanya (15) Dia juga menyangka bahwa jika Allah menyempitkan rizkinya, sehingga hanya cukup untuk makan dan tidak ada lebihnya, itu menunjukan bahwa Allah menghinakannya(16) Maka Allah membantah anggapan dan keyakinan itu dengan firman-Nya;”Sekali-kali tidak demikian, yakni tidak setiap orang yang aku beri nikmat di dunia itu berarti dia mulia disisi-Ku, dan tidak setiap orang yang aku sempitkan rizkinya itu hina disisi-Ku. Kaya dan miskin, kelonggaran dan kesempitan hanyalah ujian dari Allah kepada hamba-Nya untuk melihat siapa yang bersyukur dan bersabar dan lalu diberi pahala, dan siapa yang tidak demikian, lalu disiksa.
2.      Kosa kata
إِذَا مَا ابْتَلَاهُ رَبُّهُ    : Apabila Tuhan Mengujinya
فَأَكْرَمَهُ               : Lalu Memuliakannya
            وَنَعَّمَهُ                : Dan Memberinya Kesenangan
وَأَمَّا إِذَا مَا ابْتَلَاهُ   : Namun Apabila Tuhan Mengujinya
فَقَدَرَ                  : Lalu Mebatasi
 أَهَانَنِ                :Telah Menghinaku
3.      Munasabah
Jika saja seorang hamba berprasangka buruk terhadap Allah SWT yaitu jika saja seorang hamba yang di sempitkan rizkinya telah Allah hinakan ia maka Allah SWT tidak demikian Kaya dan miskin, kelonggaran dan kesempitan hanyalah ujian dari Allah kepada hamba-Nya untuk melihat siapa yang bersyukur dan bersabar dan lalu diberi pahala, dan siapa yang tidak demikian, lalu disiksa.



4.      Nilai Tarbiyah
1.      Jangan menduga ujian yakni kenikmatan dan harta benda atau kepedihan dan keterbatasan harta sebagai bukti cinta atau murka Allah.
2.      Jika tidak dapat memberi sesuatu yang bermanfaat, maka paling tidak tampillah menganjurkan pihak lain untuk memberi.
3.      Yang dikecam adalah yang mencintai harta secara berlebihan, karena ini mengantar kepada pengabaian selainnya, sehingg bila yang bersangkutan dihadapkan pada dua pilihan, walau salah satunya adalah nilai-nilai agama, maka yang mencintai harta secara berlebihan pasti akan memilih harta dan materi.
4.      Melupakan Allah ketika bergelimang nikmat atau menggerutu ketika dalam kekurangan bukanlah sifat seorang Mukmin.

5.      Penafsiran Ayat
فَأَمَّاآلْاِنْسَانُ                       (Adapun Manusia) Yang berada dalam kebimbangan di antara kebaikan dan ke kufuran[13]
اِذَامَا آبْتَلَاهُ رَبُّهُ                   (Ketika Rabbnya menguji) dan mencoba dengan kekayaan dan kemudahan
فَأَكْرَمَهُ                            ({Lalu dimuliakan-Nya} dengan pangkat dan kekayaan)
وَنَعَّمَهُ                             (Dan diberinya kesenangan) dengan harta dan Anak-anak
فَيَقُولُ                             (Maka ia berkata) sebagai bentuk rasa syukur atas kenikmatan dan kemuliaan yang diraihnya
رَبِّي أَكْرَمَنِ                      (Rabbku telah memuliakanku) dan menganugrahiku dengan kebaikan dan kelembutan[14]
 وَأَمَّا إِذَا مَا ابْتَلَاهُ                            (Adapun ketika Rabbnya mengujinya) dengan
 kefakiran dan kesulitan setelah sebelumnya diberi kemudahan
فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ                 (Lalu membatasi rizkinya) dan mengurang bahan makanan yang di butuhkannya di mana Allah SWT tidak menambahi kebutuhan hidupnya
فَيَقُولُ                             (Maka ia berkata) dengan nada mengeluh yang mengobarkan kemarahan-Nya
رَبِّي أَهَانَنِ                       (Rabbku menghinakanku) dan merendahkanku,karena Dia tidak memberikan kepadaku sesuatu yang Dia berikan kepada si fulan dan si fulanah.”padahal kefakiran lebih baik dari kekayaan. Sebab seandainya kefakiran diiringi dengan perasaan menerima dengan lapang dada dan ridho,maka sikap semacam itu akan mengantarkan pelakunya menuju ke surga Ma’wa dan kekuasaan yang tidak akan pernah usam. Sebaliknya, kekayaan yang tidak diiringi dengan rasa syukur, berinfaq, dan berbuat baik, maka sikap semacam itu akan mengantarkan pelakunya menuju lapisan neraka terbawah,yakni neraka jahim.[15]







BAB III
PENUTUP
A.KESIMPULAN                                                                                                            
evaluasi merupakan komponen yang penting dalam pembelajaran. Jika pembelajaran di artikan kepada aktivitas pencarian dan transfer ilmu pengetahuan dan informasi yang bertjuan agar terjadi perubahan pada diri siswa dalam bentuk penambahan ilmu pengetahuan dan perubahan prilaku,maka evaluasi merupakan komponen yang akan mengukur penambahan dan perubahan prilaku tersebut.
Berhasil tidaknya suatu pembelajaran tidak dapat diabaikan dalam proses pembeljaran. Karena begitu pentingnya evaluasi,maka Al-Qur’an banyak mengulang ini tidak hanya menggunakan satu istilah dalam perbincangan mengenai evaluasi,tetapi ia menggunakan banyak istilah. Di antara istilah itu adalah Bala dan fatana
Kata bala ,terulang 38 kali dalam berbgai sighat (bentuk kata). Demikian pula kata fatana,istilah ini dalam berbagai kata terulang 60 kali. Selain kedua kata tersebut terdapat pula kata
·         Hasiba
Yang secara harfiyah dapat pula diartikan kepada mengira atau menghitung.
·         Secara etimologi, bala semakna dengan ikhtibar dan imtahana yang berarti menguji atau mencoba dari kata bala terbentuk kata bala’ yang berarti cobaan.
Dan fatana semakna dengan a’jaba yang membingungkan atau mengherankan.
Dengan demikian dapat ditegaskan,bahwa terdapat dua bentuk evaluasi Allah terhadap manusia. Pertama, evaluasi yang sangat tidak meyenangkan para peserta didik yaitu manusia, dan kedua evaluasi yang sangat menyenangkan para peserta didik yang mengikuti evaluasi tersebut, Atau dengan kata lain,berdasarkan analisis di atas bahwa evaluasi pendidikan dalam Al-Qur’an dapat di kategorikan menjadi dua bentuk, sulit dan mudah. Dan tidak dapat di pungkiri bahwa perjalan hidup yang ditempuh manusia dan venomena kematian yang selalu terlihat dalam kesehariannya penuh dengan ujian dan evaluasi Allah terhadap manusia; semuanya diukur dan diberi penilaian sehingga dapat diketahui amal perbuatan siapa saja yang lebih baik atau berkualitas tinggi. Maka interaksi atau pergaulan yang penuh dengan ujian dan penilaian-Nya.
B. SARAN
Maka tidak dapat di pungkiri bahwa perjalan hidup yang ditempuh manusia dalam kesehariannya penuh dengan ujian dan evaluasi Allah terhadap manusia; semuanya diukur dan diberi penilaian sehingga dapat diketahui amal perbuatan siapa saja yang lebih baik atau berkualitas tinggi,atau pergaulan yang penuh dengan ujian dan penilaian-Nya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca Amiin.
















DAFTAR PUSTAKA

Jaelani Abdul Qadir, Tafsir jaelani,(Bekasi:Sahara,2011),Cet. II.
Al-Maally Imam Jalaluddin dkk, Tafsir Jalalin Asbabunnuzul (Bandung: Sinar Baru, 1990).

Muhammad Al Owaid Yusuf ,Tafsir sederhana,(Saudi:Buraidah,2003)

Departemen Agama Republik Iindonesia Al-Qur’an dan Tafsir Jilid VII, (Yoyakarta: Dep.Agama RI 1990)

Shihab M.Quraish , Tafsir Al-Misbah ,(Tangeraang:Lemtera Hati,2010) .

Al-Raihib Al-Istihani,  Al-Mufradat fi Gharib al-Qur’an, (Bairut: Dar al-Ma’rifah.2001,).

Dr. Kadar M. Yusuf, Tafsir Tarbawi,(Jakarta: Amzah,2012).,




















[1]  Dr. Kadar M. Yusuf, Tafsir Tarbawi,(Jakarta: Amzah).,hlm.140                                                                 
[2] Al-Istihani, al-Raihib, Al-Mufradat fi Gharib al-Qur’an, Bairut: Dar al-Ma’rifah.2001., hlm.373-374
[3] M.Quraish shihab, Tafsir Al-Misbah ,(Tangeraang:Lemtera Hati) ,.hlm.225

[4] Ibid,.hlm 227

[6]  Ibid,. hlm.229
[7] Depag RI, Al-Qur’an dan Tafsir Jilid VII, (Yoyakarta: Depag Agama RI), Hlm.123

 [8] Ibid ., hlm. 127
[9] Imam Jalaluddin al-Maally dkk, Tafsir Jalalin Asbabunnuzul (Bandung: Sinar Baru).,hlm 97

[10] Ibid,.hlm101
[11] Syekh Abdul Qadir Jaelani, Tafsir Jaelani,(Bekasi:Sahara),.hlm.126


[12] Yusuf bin Muhammad Al Owaid,Tafsir sederhana,(Saudi:Buraidah),hlm,.77
[13] Ibid,.hlm.171

[15] Ibid,.hlm.172









Evaluasi Pendidikan Dalam Al-Qur’an
MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Ilmu Tafsir
Dosen Pengampu: Zaglul Fitrian Djalal, Lc M.A
 

Disusun Oleh:
Abd.Hamid
(1820150102001)
Firdatur Rif’ah
(18201501020018)
Masruroh
(18201501020028)
Prodi: Pendidikan Bahasa Arab
Jurusan: Tarbiyah

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) PAMEKASAN
2016



KATA PENGANTAR
Puji  syukur  kita  panjatkat  kepada  Allah  s.w.t. yang  telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelelesaikan makalah ini. Solawat dan salam semoga tetap trcurah limpahkan kepda junjungan kita Nabi Muhammad Saw, sahabat,tabiin dan kita semua sebagai ummat yang taat dan patuh kepada ajaran-Nya.
Saya ucapkan banyak terima kasih kepada dosen pengampu, Bapak Zghlul Fitrian Dzalal Lc M.A yang  telah membimbing saya dalam membuat makalah ini, sehingga dapat diselesaikan.
Saya menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karenanya saya mengharap kritik dan saran yang membangun demi menuju kearah yang lebih baik.
Harapan saya sebagai penulis semoga makalah ini bisa bermanfaat kepada teman-teman dan masyarakat. 









Pamekasan,  18Mei 2016
penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL
KATA PENGANTAR…………………………………………...    i          
DAFTAR ISI…………………………………………………….     ii
BAB I:
PENDAHULUAN..……………...……………………………….   1
Penafsiran surat An-nisaa ayat 95-96………..……………………   4         
Kosa Kata…………………………………………………………   4
Munasabah……………………………………………………….     5.
Nilai Tarbiyah…………………………………………………….    5
Penafsiran Ayat………………………………………………….     5
Penafsiran surat An-naml Ayat 40…..………..………………….     6
Asbabun Nuzul……………………………………………………   6
Kosa Kata…………………………………………………………   7
Munasabah………………………………………………………..    7
Nilai Tarbiyah…………………………………………………….    8
Penafsiran Ayat………………………………………………….     8
Penafsiran surat Muhammad Ayat 31…..………..………………    9
Asbabun Nuzul…………………………………………………       9
Kosa Kata………………………………………………………       9
Munasabah……………………………………………………..        9
Nilai Tarbiyah…………………………………………………..       9
Penafsiran Ayat…………………………………………………      9
Penafsiran surat Al-Ankabut Ayat 2-3…..…………………......       10
Asbabun Nuzul……………………………………………………   10
Kosa Kata…………………………………………………………   12
Munasabah……………………………………………………….     12
Nilai Tarbiyah……………………………………………………     13
Penafsiran Ayat………………………………………………….     13
Penafsiran surat Al-Fajr Ayat 15-16…..………………………....     14
Asbabun Nuzul…………………………………………………..     14       
Kosa Kata……………………………………………………….      15
Munasabah……………………………………………………….     15
Nilai Tarbiyah……………………………………………………     16
Penafsiran Ayat………………………………………………….     16
BAB III: PENUTUP
Kesimpulan……………………………………………………….    18
Saran……………………….……………………………………..    19
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………….   20



BAB I
PENDAHULUAN
Al-Quran memandang bahwa pendidikan merupakan persoalan pertama dan utama dalam membangun dan memperbaiki kondisi umat manusia di muka bumi ini. Ajaran yang terkandung di dalamnya berupa akidah tauhid,akhlak mulia,dan aturan-aturan mengenai hubungan vertical dan horizontal ditanamkannya melalui pendidikan tersebut. Hal itu ditandai dengan gagasan awal Al-Qur’an mengenai pendobrakannya terhadap tabir kebodohan dan keterbelakangan melalui perintah membaca, di mana membaca itu merupakan aktivitas belajar yang tentu saja bagian dari kegiatan pendidikan. Dengan demikian,pendidikan kata kunci untuk kemajuan bangsa,pendidikan yang ditawarkan Al-Qur’an memperlihatkan perbedaan yang cukup berarti jika di bandingkan dengan pendidikan konvensional. Perbedaan  itu terlihat jelas pada prinsip dasar bagunan pendidikan tersebut,pendekatan belajar,orientasi penyelenggaraannya,dan juga evaluasi terhadap suatu pendidikan, yang mana disini kami akan menjabarkan bagaimana evaluasi pendidikan yang terdapat dalam Al-Qur’an, evaluasi merupakan komponen yang penting dalam pembelajaran. Jika pembelajaran di artikan kepada aktivitas pencarian dan transfer ilmu pengetahuan dan informasi yang bertjuan agar terjadi perubahan pada diri siswa dalam bentuk penambahan ilmu pengetahuan dan perubahan prilaku,maka evaluasi merupakan komponen yang akan mengukur penambahan dan perubahan prilaku tersebut.
Berhasil tidaknya suatu pembelajaran tidak dapat diabaikan dalam proses pembeljaran. Karena begitu pentingnya evaluasi,maka Al-Qur’an banyak mengulang ini tidak hanya menggunakan satu istilah dalam perbincangan mengenai evaluasi,tetapi ia menggunakan banyak istilah. Di antara istilah itu adalah[1]
·         Bala dan fatana
Kata bala ,terulang 38 kali dalam berbgai sighat (bentuk kata). Demikian pula kata fatana,istilah ini dalam berbagai kata terulang 60 kali. Selain kedua kata tersebut terdapat pula kata
·         Hasiba
Yang secara harfiyah dapat pula diartikan kepada mengira atau menghitung.
·         Secara etimologi, bala semakna dengan ikhtibar dan imtahana yang berarti menguji atau mencoba dari kata bala terbentuk kata bala’ yang berarti cobaan.
·         Dan fatana semakna dengan a’jaba yang membingungkan atau mengherankan. Selain itu Luis Ma’luf mengartikan pula fatana itu kepada “adhabahu bi al-butaqah liyubayyin al-jayyida min al-radi’I”(mencairkan sesuatu pada bejana agar dapat dibedakan antara yang baik dengan yang jelek). Al-Isfihani mengartikan fatana itu pula kepada”memasukan emas kedalam api agar jelas perbedaan mana emas yang baik dan mana pula yang buruk”[2]. Dari kata fatana terbentuk pula kata al-fitnah, yang sering diartikan kepada musubah atau bencana,karna memang bencana yang Allah timpakankepada manusia merupakan ujian atau evaluasi darinya sehingga dapat dibedakan antara manusia yang baik dan yang jahat. Jadi, tujuan dari adanya al-fitnah dan al-bala’ untuk mengetahui dengan jelas perbedaan karakteristik keberimanan atau ketaatan manusia. Sebagai juga evaluasi dalam pembelajran bertujuan untuk mengetahui siswayang menguasai materi pembelajaran dengan yang tidak.Jadi evaluasi dalam suatu pembelajaran sangat penting diadakan. Dalam surah Muhammad (31)
Dan sugguh, kami benar-benar akan menguji kamu sehingga kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar di antara kamu; dan akan kami uji perihalmu”
bahwa Allah benar-benar akan mengevaluasi orang-orang yang beriman guna untuk mengetahui siapa di antara mereka yang benar-benar sabar dan mau berjihad di jalan Allah.
Dengan demikian dapat ditegaskan,bahwa terdapat dua bentuk evaluasi Allah terhadap manusia. Pertama, evaluasi yang sangat tidak meyenangkan para peserta didik yaitu manusia, dan kedua evaluasi yang sangat menyenangkan para peserta didik yang mengikuti evaluasi tersebut, Atau dengan kata lain,berdasarkan analisis di atas bahwa evaluasi pendidikan dalam Al-Qur’an dapat di kategorikan menjadi dua bentuk, sulit dan mudah. Dan tidak dapat di pungkiri bahwa perjalan hidup yang ditempuh manusia dan venomena kematian yang selalu terlihat dalam kesehariannya penuh dengan ujian dan evaluasi Allah terhadap manusia; semuanya diukur dan diberi penilaian sehingga dapat diketahui amal perbuatan siapa saja yang lebih baik atau berkualitas tinggi. Maka interaksi atau pergaulan yang penuh dengan ujian dan penilaian-Nya.


















BAB II
PEMBAHASAN
A.  Penafsiran QS.An-nisaa’:95-96
لا يَسْتَوِي الْقَاعِدُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ غَيْرُ أُولِي الضَّرَرِ وَالْمُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فَضَّلَ اللَّهُ الْمُجَاهِدِينَ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ عَلَى الْقَاعِدِينَ دَرَجَةً وَكُلا وَعَدَ اللَّهُ الْحُسْنَى وَفَضَّلَ اللَّهُ الْمُجَاهِدِينَ عَلَى الْقَاعِدِينَ أَجْرًا عَظِيمًا (٩٥)
 (٩٦)دَرَجَاتٍ مِنْهُ وَمَغْفِرَةً وَرَحْمَةً وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak ikut berperang) yang tidak mempunyai ‘uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk satu derajat. Kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar,(95) “(Yaitu)beberapa derajat daripada-Nya serta ampunan dan rahmat Allah Maha pengampun,Maha penyayang.(96)

1.      Asbabun Nuzul
2.      Kosa Kata
الْقَاعِدُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ   : Antara orang yang beriman yang Duduk (Yang tidak ikut berperang)
غَيْرُ أُولِي الضَّرَرِ        : Tanpa mempunyai Udzur
بِأَمْوَالِهِمْ                             : Dengan Harta
وَأَنْفُسِهِمْ                    : Dan Jiwa
دَرَجَات                     : Beberapa derajat
وَمَغْفِرَةً                     : Dan Ampunan
غَفُورًا                       : Maha Pengampun

3.      Munasabah
Korelasi pada ayat berikutnya yaitu merupakan ancaman peringatan bagi mereka yang menetap di dar al kufr padahal mereka secara akidah dan keagamaan memiliki kesanggupan untuk hijrah mereka telah mendzalimi diri mereka sendiri hingga tempat mereka kelak berupa jahannam.
Ayat berikutnya merupakan jaminan dari Allah swt. Bagi mereka yang ikhlas hijrah berupa obat dari segala macam ketakutan yang sudah barang tentu dari segala macam beban yang dihadapi.

4.      Nilai Tarbiyah
Menjelaskan keutamaan  berjihad dan berhijrah di jalan Allah dan beberapa hal yang terkait dengannya.  Allah menganugerahkan derajat yang agung bagi orang yang berjihad di jalanNya. Bagi kaum mukmin yang tidak berjihad, tidak akan mendapatkan derajat  tersebut. Namun, mereka tetap lebih mulia di sisi Allah ketimbang orang kafir dan  munafik.
Allah menjamin orang-orang berhijrah  di jalan-Nya kebaikan yang banyak dan kelapangan hidup. Jika kita mati dalam berhijrah di jalan Allah dan Rasul-Nya maka  Allah menjamin pahala yang besar. Allah  Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
5.      Penafsiran Ayat
الْقَاعِدُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ       (Antara orang yang beriman yang Duduk (Yang tidak ikut berperang) Jihad merupakan ajaran Allah swt. yang harus dilalui oleh kaum muslimin dalam menggapai surga Allah swt.  Tentunya, jihad dalam konsep surah al nisa’ ini merupakan pengorbanan, baik berupa harta benda maupun jiwa yang sangat dicintai, dan ini bila dijalani dengan kesungguhan merupakan nikmat yang tiada taranya, nikmat yang didapat dari naungan dhilal al-Qur'an.          
غَيْرُ أُولِي الضَّرَرِ                  (Tanpa mempunyai Udzur) Allah memberikan kepada orang-orang yang berjihad derajat yang lebih tinggi di atas orang-orang yang tidak ikut perang, kecuali bila ada uzur yang menghalangi mereka untuk berperang. Sebab, uzur itu membebaskan mereka dari celaan. Meskipun orang-orang yang berjihad mempunyai keutamaan dan derajat khusus, namun Allah tetap menjanjikan kepada masing-masing kelompok itu kedudukan dan balasan yang baik.
B.  Penafsiran Surat An-Naml : 40
قَالَ الَّذِي عِندَهُ عِلْمٌ مِّنَ الْكِتَابِ أَنَا آتِيكَ بِهِ قَبْلَ أَن يَرْتَدَّ إِلَيْكَ طَرْفُكَ فَلَمَّا رَآهُ مُسْتَقِرًّا عِندَهُ قَالَ هَذَا مِن فَضْلِ رَبِّي لِيَبْلُوَنِي أَأَشْكُرُ أَمْ أَكْفُرُ وَمَن شَكَرَ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ رَبِّي غَنِيٌّ كَرِيمٌ ﴿٤٠﴾
“Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari Al Kitab: "Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip". Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di hadapannya, iapun berkata: "Ini termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya). Dan barangsiapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia".
1.      Asbabun Nuzul
Sulaiman mengucapkan yang demikian itu karena telah yakin seyakin yakinnya bahwa Sulaiman belum puas dengan kesanggupan Ifrit itu, ia ingin agar singgasana itu sampai dalam waktu yang lebih singkat lagi, maka ia meminta lagi kesanggupan hadirin yang lain. Maka menjawablah seorang yang telah memperoleh ilmu dari Al Kitab, yaitu malaikat Jibril. Menurut pendapat yang lain, orang itu ialah Al Khidir: "Aku akan membawa singgasana itu kepadamu dalam waktu sekejap mata saja". [3]
Dan apa yang dikatakan orang itu terjadilah, dan singgasana ratu Balqis itu telah berada di hadapan Sulaiman. [4]
Melihat peristiwa yang terjadi hanya dalam sekejap mata, maka Nabi Sulaiman berkata: "Ini termasuk karunia yang telah dilimpahkan Tuhan kepadaku. Dengan karunia itu aku diujinya, apakah aku termasuk orang-orang yang mensyukuri karunia Tuhan atau termasuk orang-orang yang mengingkarinya". Dari sikap Nabi Sulaiman as itu nampak kekuatan iman dan kewaspadaannya, ia tidak mudah diperdaya oleh siapapun yang datang kepadanya, karena semua yang datang itu baik berupa kebahagiaan atau kesengsaraan, semuanya merupakan ujian Tuhan kepada hamba-hamba Nya. 
2.      Kosa kata
أَنَا آتِيكَ بِهِ           : Aku Akan Membawakan mu (Singga Sana Itu)
قَبْلَ أَن يَرْتَدَّ          : Sebelum Berkedip
لِيَبْلُوَنِي               : Untuk mengujiku
أَأَشْكُرُ أَمْ أَكْفُرُ      : Apakah Bersyukur Atau Kufur

3.      Munasabah
Ayat sebelum ini menjelaskan kesedian dan kesanggupan jin untuk menghadirkan singgasana Ratu Saba’ dalam tempo setengah hari. Ayat itu tidak mengemukakan tanggapan Nabi Sulaiman As atas ucapan sang ifrit. Rupa.a ada tanggapan spontan dari seorang manusia yang selama ini mengasah kalbunya dan yang di anugrahi oleh Allah SWT ilmu. Ayat di atas menjelakan bahwa: Berkatalah seseorang yang memiliki ilmu dari Al-Kitab:”Aku akan datang kepadamu dengannya yakni dengan membawa singgasana itu kemari sebelum matamu berkedip.”Maka serta merta,tanpa menunggu tanggapan dari siapapun,singgasana itu hadir di hadapan Nabi Sulaiman as. Dan tatkala dia melihtnya terletak dan benar-benar mantap di hadapannya bukan berada jauh darinya,diapaun berkata: Ini yakni kehadiran singgasana sesuai keinginanku termasuk karunia tuhanku dari sekian banyak karunia yang telah dilimpahkan-Nya kepadaku. Krunia itu untuk menguji aku apakah aku bersyukur dengan mengakuinya sebagai anugrah atau kufur yakni mengingkari nikmat-Nya.[5]
4.      Nilai Tarbiyah
barangsiapa yang mensyukuri nikmat Allah, maka faedah mensyukuri nikmat Allah itu akan kembali kepada dirinya sendiri, karena Allah akan menambah lagi nikmat-nikmat itu, sebaliknya orang yang mengingkari nikmat Allah maka dosa pengingkarannya itu juga akan kembali kepadanya. Dia akan disiksa oleh Allah karena pengingkarannya itu.
5.      Penafsiran Ayat
أَنَا آتِيكَ بِهِ قَبْلَ أَن يَرْتَدَّ إِلَيْكَ      (Aku Akan Membawakan mu (Singga Sana Itu)
Sebelum Berkedip) Dan tatkala dia melihtnya terletak dan benar-benar mantap di hadapannya bukan berada jauh darinya,dia paun berkata: Ini yakni kehadiran singgasana sesuai keinginanku termasuk karunia tuhanku dari sekian banyak karunia yang telah dilimpahkan-Nya kepadaku.
لِيَبْلُوَنِي أَأَشْكُرُ أَمْ أَكْفُرُ             (Krunia itu untuk menguji aku apakah aku bersyukur dengan mengakuinya sebagai anugrah atau kufur yakni mengingkari nikmat-Nya.[6]







C. Penafsiran Surat Muhammad : 31
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ حَتَّى نَعْلَمَ الْمُجَاهِدِينَ مِنكُمْ وَالصَّابِرِينَ وَنَبْلُوَ أَخْبَارَكُمْ ﴿٣١﴾
“Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji kamu agar Kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar di antara kamu, dan agar Kami menyatakan (baik buruknya) hal ihwalmu.”
1.      Asbabun Nuzul
Allah SWT ,Menyebutkan ujian paling besar yang Allah Uji dengannya(hamba-hamba-Nya), yaitu jihad fi sabilillah
2.      Kosa kata
وَلَنَبْلُوَنَّكُم         : Dan Sungguh , Kami Benar-Benar Akan Menguji Kamu
الْمُجَاهِدِين       : Orang-orang Yang Benar-Benar  Berjihad
وَالصَّابِرِين      : Dan Bersabar
وَنَبْلُو             : Dan Akan Kami Uji
أَخْبَارَكُمْ          : Perihal Kamu              
3.      Nilai Tarbiyah
Yang mana kita sebagai hamba haruslah mempunyai rasa sabar dalam ujian Allah dalam( berjihad di jalan Allah SWT) dan juga dalam hal lainnya

4.      Penafsiran Ayat
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ حَتَّى نَعْلَمَ الْمُجَاهِدِينَ:  (Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji kalian) mencoba kalian dengan berjihad dan lainnya (agar Kami mengetahui) dengan pengetahuan yang tampak)
وَالصَّابِرِينَ وَنَبْلُوَ أَخْبَارَكُمْ :              ((orang-orang yang berjihad dan bersabar di antara kalian) dalam berjihad dan lainnya (dan agar Kami menyatakan) menampakkan (hal ikhwal kalian) tentang ketaatan kalian dan kedurhakaan kalian di dalam masalah jihad dan masalah-masalah lainnya.
D.Penafsiran Surat Al-Ankabut : 2-3

أَحَسِبَ النَّاسُ أَن يُتْرَكُوا أَن يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ ﴿٢﴾ وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ ﴿٣﴾
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi?(2) Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.(3)

1.      Asbabun Nuzul
Ibnu Abbas menerangkan ayat ini diturunkan karena peristiwa yang dialami oleh keluarga muslim yang masih tinggal di Mekkah, dimana Rasulullah telah berhijrah ke Madinah. Orang-orang lemah dari keluarga orang yang beriman itu adalah Salamah ibnu Hisyam, ‘Iyasy ibnu Abi Rabi’ah, Walid ibnu Walid dan lain-lain dimana mereka mendapat siksaan-siksaan mental dan fisik dari orang-orang yang tidak senang kepadanya karena menjadi pengikut nabi Muhammad SAW yang setia. Maka untuk mengokohkan iman mereka kepada Allah SWT maka dihiburlah mereka dengan menurunkan ayat-ayat di atas. Muqati meriwayatkan pula bahwa ayat itu diturunkan pada seorang sahabat yang bernama Mihya’ Maulana Umar bin Khattab, yang mana dialah yang pertama kali syahid di medan perang Badar dimana seorang anggota pasukan musuh bernama Amir ibnu al-Hadhrami berhasil menombaknya dengan tombak beracun sehingga Mihya’ tewas bermandikan darah. Rasulullah selain mengetahui tewasnya Mihya’ sebagai syuhada pertama dihari itu mak beliau segera menyatakan pemimpin syuhada adalah Mihya’ karena dialah orang pertama yang dipanggil masuk syurga di antara umat ini. Berita tentang tewasnya Mihya’ diterima oleh kedua orang tuanya dengan hati sedih dan pilu begitu pula dengan isterinya yang tercinta, maka untuk menghibur kelurga Mihya’ yang ditinggalkan Allah menurunkan ayat di atas.[7] Ibnu Abbas menerangkan ayat ini diturunkan karena peristiwa yang dialami oleh keluarga muslim yang masih tinggal di Mekkah, dimana Rasulullah telah berhijrah ke Madinah. Orang-orang lemah dari keluarga orang yang beriman itu adalah Salamah ibnu Hisyam, ‘Iyasy ibnu Abi Rabi’ah, Walid ibnu Walid dan lain-lain dimana mereka mendapat siksaan-siksaan mental dan fisik dari orang-orang yang tidak senang kepadanya karena menjadi pengikut nabi Muhammad SAW yang setia. Maka untuk mengokohkan iman mereka kepada Allah SWT maka dihiburlah mereka dengan menurunkan ayat-ayat di atas. Muqati meriwayatkan pula bahwa ayat itu diturunkan pada seorang sahabat yang bernama Mihya’ Maulana Umar bin Khattab, yang mana dialah yang pertama kali syahid di medan perang Badar dimana seorang anggota pasukan musuh bernama Amir ibnu al-Hadhrami berhasil menombaknya dengan tombak beracun sehingga Mihya’ tewas bermandikan darah. Rasulullah selain mengetahui tewasnya Mihya’ sebagai syuhada pertama dihari itu mak beliau segera menyatakan pemimpin syuhada adalah Mihya’ karena dialah orang pertama yang dipanggil masuk syurga di antara umat ini. Berita tentang tewasnya Mihya’ diterima oleh kedua orang tuanya dengan hati sedih dan pilubegitu pula dengan isterinya yang tercinta, maka untuk menghibur kelurga Mihya’ yang ditinggalkan Allah menurunkan ayat di atas.[8]
Imam ibn Hakim telah mengetengahkan sebuah hadits melalui Asy Sya’bi telah menceritakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang yang tinggal di Mekkah, mereka telah berikrar masuk islam. Kemudian para sahabat Rasulullah saw. Berkirim surat kepada mereka dari Madinah, bahwasanya Islam kalian tidak akan diterima melainkan kalian berhijrah. Maka mereka pada akhirnya berangkat dengan tujuan Madinah, kemudian orang-orang musyrik mengejar mereka sehingga tersusul, lalu mereka dikembalikan lagi ke mekkah. Setelah peristiwa itu turunlah Firman-Nya yaitu ayat yang telah disebutkan di atas, lalu para sahabat menulis surat kepada mereka bahwasanya telah diturunkan Firman Allah yang berkenaan dengan peristiwa yang alian alami.
Mereka yang berada di Mekkah berkata: kami harus keluar berhijrah, jika ada seseorang mengejar kami, niscaya kami akan memeranginya, lalu mereka keluar dan orang-orang musyrik mengejar mereka, akhirnya terjadilah pertempuran dai antara kedua belah pihak. Sebagian kaum muslimin Mekkah gugur dan sebagiannya lagi selamat, sehubungan dengan perihal mereka maka Allah menurunkan Firman-Nya. Sedangkan Abu Khatim telah mengetengahkan hadits lainnya melalui qatadah yang menceritakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Ammar ibn Yazir, sebab ia disiksa oleh kaum musyrikin demi karena Allah.[9]
Bahwasanya cobaan itu perlu untuk menguji keimanan seseorang dan usaha manusia itu manfaatnya untuk dirinya sendiri. Dan sudah menjadi Sunnatullah bahwasanya setiap manusia yang beriman itu belum akan tercapai hakekat iman yang sebenarnya kecuali dengan adanya cobaan-cobaan dan ujian-ujian dari Allah yang diberikan kepada kita dan dapat menempuh cobaan-cobaan yang ditimpakan kepada kita, karena semakin tinggi tingkat kesabaran ketika menmpuh cobaan-cobaan itu maka semakin besar pila kemenangan dan ganjaran yang akan diperoleh.

2.      Kosa kata
أَحَسِبَ النَّاسُ        : Apakah Manusia Mengira
أَن يُتْرَكُوا            : Mereka Akan Dibiarkan
لَا يُفْتَنُونَ             : Tidak Diuji
وَلَقَدْ فَتَنَّا             : Dan Sungguh,Kami Telah Menguji
فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ         : Maka Allah Pasti Mengetahui
صَدَقُوا                : Benar
وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ   : Dan Pasti Mengetahui Orang-Orang Yang Dusta

3.      Munasabah
أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تُتْرَكُوا وَلَمَّا يَعْلَمِ اللَّهُ الَّذِينَ جَاهَدُوا مِنْكُمْ وَلَمْ يَتَّخِذُوا مِنْ دُونِ اللَّهِ وَلا رَسُولِهِ وَلا الْمُؤْمِنِينَ وَلِيجَةً وَاللَّهُ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ {١٦}
Artinya:                                                 
Apakah kamu mengira bahwa kamu akan dibiarkan (begitu saja), sedang Allah belum mengetahui (dalam kenyataan) orang-orang yang berjihad di antara kamu dan tidak mengambil menjadi teman yang setia selain Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman. Dan Allah maha tahu apa yang kamu kerjakan (Q.S. At-Taubah ayat 16).
Bahwasanya setiap orang yang mengaku beriman tidak akan mencapai hakekat iman yang sebenarnya sebelum ia menempuh berbagai macam ujian yakni dengan kewajiban-kewajiban fisik, kewajiban dalam memanfaatkan harta benda, Hijrah, Berjihad dijalan Allah, membayar zakat kepada Fakir miskin, menolong orang yang sedang dalam kesusahan dan menolong orang yang sedang dalam kesulitan.[10]

 وَكَأَيِّنْ مِنْ نَبِيٍّ قَاتَلَ مَعَهُ رِبِّيُّونَ كَثِيرٌ فَمَا وَهَنُوا لِمَا أَصَابَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَمَا ضَعُفُوا وَمَا اسْتَكَانُوا وَاللَّهُ يُحِبُّ الصَّابِرِينَ
Artinya:
Dan beberapa banyaknya Nabi-Nabi yang berperang bersama-sama mereka, sejumlah besar dari pengikut-pengikutnya yang bertaqwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka dijalan Allah, dan tidak lesu dan tidak pula menyerah (kepada musuh), Allah menyukai orang-orang yang sabar” (Q.S. Ali-Imran ayat 146).
Dalam hal ini Allah melarang manusia berprasangka bahwa ia diciptakan dengan percuma begitu saja. Justru Allah akan menguji masing-masing kita untuk menentukan siapakah yang paling tinggi derajatnya disisi Allah, derajat tersebut tidak mungkin diperoleh kecuali dengan menempuh ujian yang berat, karena hidup ini penuh dengan ujian baik kita enggan ataupun senang untuk menghadapinya. Semakin tinggi tingkat kesabaran maka semakin besar pula kemenangan dan ganjaran yang kita peroleh. Itulah satu sunnah Tuhan yang berlaku bagi umat terdahulu dan sekarang.
4.      Nilai Tarbiyah
Dan sudah menjadi Kehendak Allah SWT bahwasanya setiap manusia yang beriman itu belum tercapai hakekat iman yang sebenarnya kecuali dengan adanya cobaan-cobaan dan ujian-ujian dari Allah yang diberikan kepada kita dan dapat menempuh cobaan-cobaan yang ditimpakan kepada kita, karena semakin tinggi tingkat kesabaran ketika menempuh cobaan-cobaan itu maka semakin besar pila kemenangan dan ganjaran yang akan diperoleh.
5.      Penafsiran Ayat
أَحَسِبَ النَّاسُ أَن يُتْرَكُوا      (Apakah manusa itu mengira bahwa mereka dibiarkan saja) Setiap orang beriman harus diuji terlebih dahulu sehingga dapat diketahui sampai dimanakah mereka sabar dan tahan menerima ujian tersebut. Ujian yang mesti mereka tempuh itu bermacam-macam misalnya perintah berjihad (meninggalkan kampung halaman demi menyelamatkan iman dan keyakinan). [11]
لَا يُفْتَنُونَ                            (Tidak di uji) Semua cobaan itu dimaksudkan untuk menguji siapakah di antara mereka yang sungguh-sungguh beriman dengan ikhlas dan siapa pula yang berjiwa munafik serta untuk mengetahui apakah mereka termasuk orang yang kokoh pendiriannya atau orang yang masih bimbang dan ragu-ragu sehingga iman mereka masih rapuh.
فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا               ( maka sesungguhnya Allah mengetahui orang yang benar)
(Orang-orang beriman dan berpegang teguh dengan keimanannya akan menghadapi berbagai macam penderitaan dan kesulitan, mereka sabar dan tabah menahan penderitaan itu dan sesungguhnya Allah Maha mengetahui )
                                                                                                                                         
E.Penafsiran Surat Al-Fajr
فَأَمَّا الْإِنسَانُ إِذَا مَا ابْتَلَاهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَكْرَمَنِ ﴿١٥﴾ وَأَمَّا إِذَا مَا ابْتَلَاهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَهَانَنِ ﴿١٦﴾
“Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu dia dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia akan berkata: "Tuhanku telah memuliakanku"(15). Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rezekinya maka dia berkata: "Tuhanku menghinakanku"(16).

1.      Asbabun Nuzul
Allah SWT Memberi tahukan tentang tabi’at manusia, yaitu bahwa dia bodoh dan zalim, tidak mengetahui akibat dan kesudahan sesuatu. [12]Dia mengira bahwa keadaan yang ada padanya akan berlanjut dan tidak hilang, dan menyangka bahwa kemuliaan yang diberikan Allah kepadanya di dunia dan pemberian nikmat kepadanya menunjukkan kedudukannya di sisi Allah dan kedekatannya kepadanya (15) Dia juga menyangka bahwa jika Allah menyempitkan rizkinya, sehingga hanya cukup untuk makan dan tidak ada lebihnya, itu menunjukan bahwa Allah menghinakannya(16) Maka Allah membantah anggapan dan keyakinan itu dengan firman-Nya;”Sekali-kali tidak demikian, yakni tidak setiap orang yang aku beri nikmat di dunia itu berarti dia mulia disisi-Ku, dan tidak setiap orang yang aku sempitkan rizkinya itu hina disisi-Ku. Kaya dan miskin, kelonggaran dan kesempitan hanyalah ujian dari Allah kepada hamba-Nya untuk melihat siapa yang bersyukur dan bersabar dan lalu diberi pahala, dan siapa yang tidak demikian, lalu disiksa.
2.      Kosa kata
إِذَا مَا ابْتَلَاهُ رَبُّهُ    : Apabila Tuhan Mengujinya
فَأَكْرَمَهُ               : Lalu Memuliakannya
            وَنَعَّمَهُ                : Dan Memberinya Kesenangan
وَأَمَّا إِذَا مَا ابْتَلَاهُ   : Namun Apabila Tuhan Mengujinya
فَقَدَرَ                  : Lalu Mebatasi
 أَهَانَنِ                :Telah Menghinaku
3.      Munasabah
Jika saja seorang hamba berprasangka buruk terhadap Allah SWT yaitu jika saja seorang hamba yang di sempitkan rizkinya telah Allah hinakan ia maka Allah SWT tidak demikian Kaya dan miskin, kelonggaran dan kesempitan hanyalah ujian dari Allah kepada hamba-Nya untuk melihat siapa yang bersyukur dan bersabar dan lalu diberi pahala, dan siapa yang tidak demikian, lalu disiksa.



4.      Nilai Tarbiyah
1.      Jangan menduga ujian yakni kenikmatan dan harta benda atau kepedihan dan keterbatasan harta sebagai bukti cinta atau murka Allah.
2.      Jika tidak dapat memberi sesuatu yang bermanfaat, maka paling tidak tampillah menganjurkan pihak lain untuk memberi.
3.      Yang dikecam adalah yang mencintai harta secara berlebihan, karena ini mengantar kepada pengabaian selainnya, sehingg bila yang bersangkutan dihadapkan pada dua pilihan, walau salah satunya adalah nilai-nilai agama, maka yang mencintai harta secara berlebihan pasti akan memilih harta dan materi.
4.      Melupakan Allah ketika bergelimang nikmat atau menggerutu ketika dalam kekurangan bukanlah sifat seorang Mukmin.

5.      Penafsiran Ayat
فَأَمَّاآلْاِنْسَانُ                       (Adapun Manusia) Yang berada dalam kebimbangan di antara kebaikan dan ke kufuran[13]
اِذَامَا آبْتَلَاهُ رَبُّهُ                   (Ketika Rabbnya menguji) dan mencoba dengan kekayaan dan kemudahan
فَأَكْرَمَهُ                            ({Lalu dimuliakan-Nya} dengan pangkat dan kekayaan)
وَنَعَّمَهُ                             (Dan diberinya kesenangan) dengan harta dan Anak-anak
فَيَقُولُ                             (Maka ia berkata) sebagai bentuk rasa syukur atas kenikmatan dan kemuliaan yang diraihnya
رَبِّي أَكْرَمَنِ                      (Rabbku telah memuliakanku) dan menganugrahiku dengan kebaikan dan kelembutan[14]
 وَأَمَّا إِذَا مَا ابْتَلَاهُ                            (Adapun ketika Rabbnya mengujinya) dengan
 kefakiran dan kesulitan setelah sebelumnya diberi kemudahan
فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ                 (Lalu membatasi rizkinya) dan mengurang bahan makanan yang di butuhkannya di mana Allah SWT tidak menambahi kebutuhan hidupnya
فَيَقُولُ                             (Maka ia berkata) dengan nada mengeluh yang mengobarkan kemarahan-Nya
رَبِّي أَهَانَنِ                       (Rabbku menghinakanku) dan merendahkanku,karena Dia tidak memberikan kepadaku sesuatu yang Dia berikan kepada si fulan dan si fulanah.”padahal kefakiran lebih baik dari kekayaan. Sebab seandainya kefakiran diiringi dengan perasaan menerima dengan lapang dada dan ridho,maka sikap semacam itu akan mengantarkan pelakunya menuju ke surga Ma’wa dan kekuasaan yang tidak akan pernah usam. Sebaliknya, kekayaan yang tidak diiringi dengan rasa syukur, berinfaq, dan berbuat baik, maka sikap semacam itu akan mengantarkan pelakunya menuju lapisan neraka terbawah,yakni neraka jahim.[15]







BAB III
PENUTUP
A.KESIMPULAN                                                                                                            
evaluasi merupakan komponen yang penting dalam pembelajaran. Jika pembelajaran di artikan kepada aktivitas pencarian dan transfer ilmu pengetahuan dan informasi yang bertjuan agar terjadi perubahan pada diri siswa dalam bentuk penambahan ilmu pengetahuan dan perubahan prilaku,maka evaluasi merupakan komponen yang akan mengukur penambahan dan perubahan prilaku tersebut.
Berhasil tidaknya suatu pembelajaran tidak dapat diabaikan dalam proses pembeljaran. Karena begitu pentingnya evaluasi,maka Al-Qur’an banyak mengulang ini tidak hanya menggunakan satu istilah dalam perbincangan mengenai evaluasi,tetapi ia menggunakan banyak istilah. Di antara istilah itu adalah Bala dan fatana
Kata bala ,terulang 38 kali dalam berbgai sighat (bentuk kata). Demikian pula kata fatana,istilah ini dalam berbagai kata terulang 60 kali. Selain kedua kata tersebut terdapat pula kata
·         Hasiba
Yang secara harfiyah dapat pula diartikan kepada mengira atau menghitung.
·         Secara etimologi, bala semakna dengan ikhtibar dan imtahana yang berarti menguji atau mencoba dari kata bala terbentuk kata bala’ yang berarti cobaan.
Dan fatana semakna dengan a’jaba yang membingungkan atau mengherankan.
Dengan demikian dapat ditegaskan,bahwa terdapat dua bentuk evaluasi Allah terhadap manusia. Pertama, evaluasi yang sangat tidak meyenangkan para peserta didik yaitu manusia, dan kedua evaluasi yang sangat menyenangkan para peserta didik yang mengikuti evaluasi tersebut, Atau dengan kata lain,berdasarkan analisis di atas bahwa evaluasi pendidikan dalam Al-Qur’an dapat di kategorikan menjadi dua bentuk, sulit dan mudah. Dan tidak dapat di pungkiri bahwa perjalan hidup yang ditempuh manusia dan venomena kematian yang selalu terlihat dalam kesehariannya penuh dengan ujian dan evaluasi Allah terhadap manusia; semuanya diukur dan diberi penilaian sehingga dapat diketahui amal perbuatan siapa saja yang lebih baik atau berkualitas tinggi. Maka interaksi atau pergaulan yang penuh dengan ujian dan penilaian-Nya.
B. SARAN
Maka tidak dapat di pungkiri bahwa perjalan hidup yang ditempuh manusia dalam kesehariannya penuh dengan ujian dan evaluasi Allah terhadap manusia; semuanya diukur dan diberi penilaian sehingga dapat diketahui amal perbuatan siapa saja yang lebih baik atau berkualitas tinggi,atau pergaulan yang penuh dengan ujian dan penilaian-Nya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca Amiin.
















DAFTAR PUSTAKA

Jaelani Abdul Qadir, Tafsir jaelani,(Bekasi:Sahara,2011),Cet. II.
Al-Maally Imam Jalaluddin dkk, Tafsir Jalalin Asbabunnuzul (Bandung: Sinar Baru, 1990).

Muhammad Al Owaid Yusuf ,Tafsir sederhana,(Saudi:Buraidah,2003)

Departemen Agama Republik Iindonesia Al-Qur’an dan Tafsir Jilid VII, (Yoyakarta: Dep.Agama RI 1990)

Shihab M.Quraish , Tafsir Al-Misbah ,(Tangeraang:Lemtera Hati,2010) .

Al-Raihib Al-Istihani,  Al-Mufradat fi Gharib al-Qur’an, (Bairut: Dar al-Ma’rifah.2001,).

Dr. Kadar M. Yusuf, Tafsir Tarbawi,(Jakarta: Amzah,2012).,




















[1]  Dr. Kadar M. Yusuf, Tafsir Tarbawi,(Jakarta: Amzah).,hlm.140                                                                 
[2] Al-Istihani, al-Raihib, Al-Mufradat fi Gharib al-Qur’an, Bairut: Dar al-Ma’rifah.2001., hlm.373-374
[3] M.Quraish shihab, Tafsir Al-Misbah ,(Tangeraang:Lemtera Hati) ,.hlm.225

[4] Ibid,.hlm 227

[6]  Ibid,. hlm.229
[7] Depag RI, Al-Qur’an dan Tafsir Jilid VII, (Yoyakarta: Depag Agama RI), Hlm.123

 [8] Ibid ., hlm. 127
[9] Imam Jalaluddin al-Maally dkk, Tafsir Jalalin Asbabunnuzul (Bandung: Sinar Baru).,hlm 97

[10] Ibid,.hlm101
[11] Syekh Abdul Qadir Jaelani, Tafsir Jaelani,(Bekasi:Sahara),.hlm.126


[12] Yusuf bin Muhammad Al Owaid,Tafsir sederhana,(Saudi:Buraidah),hlm,.77
[13] Ibid,.hlm.171

[15] Ibid,.hlm.172