Friday 7 October 2016

MAKALAH SUMBER-SUMBER AJARAN ISLAM


MAKALAH

SUMBER-SUMBER AJARAN ISLAM

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengantar Studi Islam
Dosen Pengampu: Putri Alfia Halida, Lc., M. Th.I.






Disusun Oleh:
ARYADI
NASRULLAH
YULI RAHMATUL ANIFAH



PROGRAM STUDI AKUNTANSI SYARI’AH
JURUSAN EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PAMEKASAN

2016



KATA PENGANTAR
  
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur kehadirat Ilahi Rabbi, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan inayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah mata kuliah Pengantar Studi Islam dengan judul “SUMBER-SUMBER AJARAN ISLAM”.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.  
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan pendengar.


Pamekasan, 28 Maret 2016
Penyusun



DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL...............................................................................              i
KATA PENGANTAR ...............................................................................             ii
DAFTAR ISI ..............................................................................................            iii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................             1
A.    Latar Belakang ......................................................................................             1
B.     Rumusan Masalah .................................................................................             2
C.     Tujuan ...................................................................................................             2
BAB II PEMBAHASAN............................................................................             3
A.    Al-Qur’an ..............................................................................................             3
1.      Pengertian Al-Qur’an.......................................................................             3
2.      Cara Al-Qur’an Diwahyukan...........................................................             4
3.      Al-Qur’an Sebagai Mukjizat............................................................             5
4.      Isi dan pesan-pesan Al-Qur’an.........................................................             7
5.      Fungsi Al-Qur’an.............................................................................             8
6.      Bukti-bukti Otentisitas Al-Qur’an...................................................           10
B.     Hadis......................................................................................................           12
1.      Pengertian Hadis .............................................................................           13
2.      Kedudukan Hadis Sebagai Sumber Ajaran Islam............................           13
3.      Kehujjahan Hadis ............................................................................           16
4.      Fungsi Hadis terhadap Al-Qur’an....................................................           17
BAB III PENUTUP....................................................................................           19
A.    Kesimpulan............................................................................................           19
B.     Saran......................................................................................................           20
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................           21



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Sumber ajaran Islam pada intinya tidak terlepas dari wahyu Allah SWT. yang dituangkan dalam Al-Qur’an. Al-Qur’an diturunkan dalam waktu 22 tahun 2 bulan 22 hari, yaitu mulai malam ke-17 Ramadhan tahun 41 dari kelahiran Nabi sampai 9 Dzulhijjah haji Wada’ tahun 63 dari kelahiran Nabi atau tahun 10 Hijriyah. Al-Qur’an diturunkan dalam dua fase, yaitu 13 tahun pada fase sebelum hijrah ke Madinah (Makkiyah), dan 10 tahun pada fase sesudah hijrah ke Madinah ( Madaniyah). Isi Al-Qur’an terdiri atas 114 surat, 6.236 ayat, 74.437 kalimat dan 325.345 huruf. Proporsi masing-masing fase tersebut adalah 19/30(86 surat) untuk ayat-ayat Makkiyah, dan 11/30(28 surat) untuk ayat-ayat Madaniyah. Al-Qur’an diturunkan dengan menggunakan bahasa Arab, bukan berarti Al-Qur’an hanya diperuntukkan untuk bangsa Arab, melainkan diperuntukkan untuk seluruh umat manusia, tanpa mengenal ras atau suku, keturunan, warna kulit, bangsa dan bahasa. [1]
    Oleh karena itu, tidak seluruh ayat Al-Qur’an bersifat rinci dan jelas. Banyak ayat Al-Qur’an yang bersifat global (mujmal), yang memerlukan penjelasan dan penafsiran yang bersifat kontekstual. Nabi Muhammad SAW.disamping bertugas untuk menyampaikan wahyu (Al-Qur’an) kepada seluruh umat manusia, sekaligus untuk memberi penjelasan tentang berbagai ayat yang belum jelas atau masih bersifat mujmal. Penjelasan Nabi Muhammad SAW.terhadap  ayat-ayat Al-Qur’an inilah yang kemudian disebut hadis dan menjadi sumber pemikiran Islam. [2]

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa saja sumber-sumber ajaran islam ?
2.      Bagaimana Al-Qur’an sebagai sumber hukum islam yang pertama ?
3.      Bagaimana hadis sebagai sumber hukum islam yang kedua?

C.    Tujuan Masalah
1.      Mengetahui umber-sumber ajaran islam.
2.      Menjelaskan bagaimana Al-Qur’an sebagai sumber hukum islam yang pertama.
3.      Menjelaskan bagaimana hadis sebagai sumber hukum islam yang kedua.




BAB II
PEMBAHASAN

A.    Al-Qur’an
1.      Pengertian Al-Qur'an
Menurut Manna Khalil Al-Qaththan secara etimologis, berasal dari kata “qara’a, yaqra’u, qira atan, atau qur anan” yang berarti mengumpulkan (al-jam’u) dan menghimpun (adh-dhommu) hururf serta kata-kata dari satu bagian ke bagian lain secara teratur. Dikatakan Al-Qur’an karena ia berisikan intisari semua kitabullah dan intisari dari ilmu pengetahuan.[3]
Di kalangan para ulama terdapat perbedan di sekitar pengertian Al-Qur’an, baik dari segi bahasa maupun istilah.
a.       Asy-Syafi’i (150-204 H) mengatakan bahwa Al-Qur’an bukan berasal dari akar kata apapun, dan pula ditulis dengan memakai hamzah. lafazh tersebut  sudah lazim digunakan dalam pegertian kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW., sebagaimana kitab injil dan taurat dipakai khusus untuk kitab-kitab Tuhan yang diberikan kepada Nabi Isa dan Musa.
b.      Subhi As-Shalih menyamakan kata Al-Qur’an dengan al-qira’ah sebagaimana disebutkan dalam Q.S. Al-Qiyamah ayat 17-18.[4]
Pengertian kebahasaan yang berkaitan dengan Al-Qur’an tersebut sungguhpun berbeda, masih dapat ditampung oleh sifat dan karakteristik Al-Qur’an itu sendiri, yang ayat-ayatnya saling berkaitan satu dan lainnya.
Adapun pengertian dari segi istilah adalah sebagai berikut :
a.       Manna Al-Qaththan menyatakan bahwa Al-Qur’an adalah firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW., dan bernilai ibadah bagi yang membacanya.
b.      Az-Zarqani menyatakan bahwa Al-Qur’an adalah lafazh yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW., mulai awal surat Al-Fatihah, sampai akhir surat An-Nas.
c.       Abdul Wahab Khallaf memberikan pengertian Al-Qur’an secara lebih lengkap. Menurutnya, Al-Qur’an adalah firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW., melalui malikat Jibril dengan menggunakan lafazh bahasa Arab, isinya dijamin kebenarannya dan sebagai hujjah kerasulannya, undang-undang bagi seluruh umat manusia, memberi petunjuk kepada mereka dan menjadi saran untuk melakukan pendekatan diri dan ibadah kepada Allah dengan membacanya. Ia terhimpun dalam mushaf, dimulai dari surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat An-Nas, disampaikan kepada kita secara mutawatir dari generasi ke generasi, baik secara lisan maupun tulisan serta terjaga dari perubahan dan pergantian.[5]
Dari beberapa definisi tersebut di atas, kita dapat mengetahui bahwa Al-Qur’an    adalah kitab suci yang isinya mengandung firman Allah SWT, turunnya secara bertahap melalui malaikat Jibril, pembawanya Nabi Muhammad SAW., susunannya dimulai dari surat Al-Fatihahdan diakhiri dengan surat An-Nas, bagi yang membacanya bernilai ibadah, fungsinya antara lain menjadi hujjah atau bukti yang kuat atas kerasulan Nabi Muhammad SAW., keberadaannya hingga kini masih tetap terpelihara dengan baik, dan pemasyarakatannya dilakukan secara berantai dari satu generasi ke generasi lain dengan tulisan maupun lisan. [6]
Dengan definisi ini, kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi-Nabi selain Nabi Muhammad SAW., tidak dinamakan Al-Qur’an seperti Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa As.,atau Injil yang diturunkan kepada Nabi Isa As.,demikian pula kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad yang berupa hadis Qudsi yang membacanya tidak bernilai ibadah, tidak pula dinamakan Al-Qur’an.

2.      Cara-cara Al-Qur’an Diwahyukan
Nabi Muhammad SAW. dalam hal menerima wahyu mengalami bermacam-macam cara dan keadaan, diantaranya :
a.       Malaikat memasukkan wahyu itu ke dalam hatinya. Dalam hal ini Nabi Muhammad SAW., tidak melihat sesuatu apapun, hanya beliau merasa bahwa itu sudah berada saja dalam kalbunya. Mengenai hal ini Nabi mengatakan: “ Ruhul Qudus mewhyukan ke dalam kalbuku”. (Q.S. Asy Syuraa : 51).
b.      Malaikat menampakkan dirinya kepada Nabi berupa seorang laki-laki yang mengucapkan kata-kata kepadanya sehingga beliau mengetahui dan hafal benar akan kata-kata itu.
c.       Wahyu datang kepadanya seperti gemerincingnya lonceng. Cara inilah yang amat berat dirasakan oleh Nabi. Kadang-kadang pada keningnya berpancaran keringat, meskipun turunnya wahyu itu di musim dingin yang sangat. Kadang-kadang unta Beliau terpaksa berhenti dan duduk karena merasa amat berat, bila wahyu itu turun ketika beliau sedang mengendarai unta. Diriwayatkan oleh Zaid bin Tsabit: “ Aku adalah penulis wahyu yang diturunkan kepada Rasulullah. Aku lihat Rasulullah ketika turunnya wahyu itu seakan-akan diserang oleh demam yang keras dan keringatnya bercucuran seperti permata. Kemudian setelah selesai turunnya wahyu, barulah beliau kembali seperti biasa”.
d.      Malaikat menampakkan dirinya kepada Nabi, tidak seperti keadaan nomer dua, tetapi benar-benar seperti rupanya yang asli. Hal ini tersebut dalam Al-Qur’an surat An-Najm ayat 13 dan 14.[7]

3.      Al-Qur’an sebagai Mukjizat
Nabi Musa berhadapan dengan kaum yang terkenal pandai dalam ilmu sihir. Maka mukjizat Nabi Musa berupa kepandaian yang dapat mengalahkan sihir pada waktu itu, yakni di antaranya tongkay dapat menjadi ular yang dapat menelan segala ular yang terjadi karena sihir. [8]
Nabi Isa berhadapan dengan kaum yang terkenal pandai dalam ilmu ketabiban. Maka mukjizat beliau dapat menyembuhkan penyakit-penyakit yang biasanya tidak dapat disembuhkan, bahkan dapat menghidupkan orang yang sudah mati.
Semuanya bukanlah hal yang mustahil. Karena semua itu terjadi karena kodrat dan iradat Allah SWT. yang mengatasi segala kekuatan manusia, guna membuktikan bahwa yang membawa mukjizat itu, bukan dari kehendak dan kekuatan sendiri, tetapi semata-mata dari Allah SWT.
Ahli sihir pada jaman Nabi Musa, dan ahli tabib pada jaman Nabi Isa yang melihat kejadian itu mengaku dan percaya bahwa itu bukan kekuatan manusia. Ahli sihir kaum Nabi Musalah yang berhak untuk mengatakan sedemikian itu, sedang yang bukan ahli sihir telah merasa cukup sebagai bukti kebenaran Nabi Musa itu, dengan kekalahan ahli sihir tadi. Demikian juga ketabiban pada zaman Nabi Isa, orang-orang yang bukan ahli ketabiban telah cukup baginya untuk mempercayai kebenaran Nabi Isa itu dengan kekalahan ahli tabib tadi. Adapun Nabi Muhammad, sejak mulai diutus oleh Allah berhadapan engan kaum yang bermegah-megah dalam kesusateraan dan kepujanggaan.
Untuk menghadapi mereka itu, Al-Qur’an-lah mukjizatnya. Para ahli kesusateraan Arab waktu itu akhirnya sangat kagum akan Al-Qur’an , lebih-lebih setelah mendapat tantangan sendiri dari Al-Qur’an yang berbunyi:
وإن كنتم في ريب مما نز لنا على عبد نا فآ توا بسو رة من مثله واد عوا شهداء كم من دون الله ان كنتم   صادقين
Artinya:           “Apabila kamu sekalian ragu akan apa-apa yang Kami wahyukan kepada hambaKu (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang sebanding Al-Qur’an itu, dan ajaklah penolong-penolong kamu selain Allah, jika kamu memang orang-orang yang benar.” (Al-Baqarah 23).

Untuk orang yang bukan ahli kesusateraan Arab, tentu telah cukup baginya sebagai alasan, kekalahan orang-oranng yang ahli itu sendiri. Al-Qur’an telah tersiar ke seluruh penjuru alam, entah berapa ribu atau juta kali dicetak. Namun demikian apabila ada satu hurfpun kesalahan atau perubahan dalam mencetak, bangkitlah umatnya untuk mengembalikan kepada aslinya. Tetap terpelihara dan dihafal dalam hati berjuta-juta orang, dan beribu-ribu juta naskah.
Semua itu adalah bukti yang nyata bahwa Al-Qur’an bukanlah karangan Nabi Muhammad, melainkan wahyu dari Allah SWT. yang diturunkan kepada beliau.  Sejak dari zaman Nabi Muhammad sampai sekarang bahkan sampai masa yang akan datang, tidak ada seorangpun yang cakap menyusun kitab yang menyamai Al-Qur’an.  Dalam masa hanya dua puluh tiga tahun Nabi Muhammad dengan Al-Qur’annya dapan mengadakan perubahan besar pada kaumnya.
Seorang yang melarat, tidak bersenjata, tidak berharta dapat merubah masyarakat yang biadab menjadi suatu masyarakat yang berbudi tinggi,dari menyembah berhala menjadi menyembah Tuhan, dari memperekutukan Tuhan menjadi meng-Esakan Tuhan, dari umat yang bermusuh-musuhan, menjadi umat yang berkasih-kasihan. Belum pernah terjadi perubahan sebesr itu yang diadakan 0leh seseorang dalam waktu yang sesingkat itu.
Dengan keterang tersebut, nyatalah dan yakinlah bahwa Al-Qur’an adalah mukjizat Nabi Muhammad yang terbesar dan kekal, dan lagi nyatalah pula bahwa Nabi Muhammad itu utusan Allah SWT. dan percayalah kita akan segala apa yang diterangkan oleh Al-Qur’an.[9]

4.      Isi dan Pesan-pesan Al-Qur’an
1.      Prinsip-prinsip keimanan kepada Allah, malaikat, kitab, rasul, hari akhir, qadha, dan qadhar dan sebagainya.
2.      Prinsip-prinsip syariat, tentang ibadah khas (sholat, zakat, puasa, haji) dan ibadah yang umum (perekonomian, pernikahan, hukum, dan sebagainya).
3.      Masalah janji dan ancaman.
4.      Jalan menuju kebahagiaan dunia akhirat, berupa ketentuan dan aturan-aturan yang harus dipenuhi untuk mencapai keridhaan Allah.
5.      Riwayat dan cerita, yaitu sejarah orang-orang terdahulu, baik bangsa, tokoh maupun nabi dan rasul Allah.
6.      Ilmu pengetahuan mengenai ilmu ketuhanan dan agama, hal-hal yang menyangkut manusia, masyarakat, dan yang berhubungan dengan alam.[10]
Selanjutnya Abdul Wahab Khalaf memperinci pokok-pokok kandungan (pesanpesan) Al-Qur’an  ke dalam 3 kategori, yaitu:
a.       Masalah kepercayaan (i’tiqadiyah), yang berhubungan dengan rukun iman (iman kepada Allah, malaikat, kitabullah, rasul-rasul, hari kebangkitan, dan takdir).
b.      Masalah etika (khuluqiyah), berkaitan dengan hal-hal yang dijadikan perhiasan bagi seseorang untuk berbuat keutamaan dan meninggalkan kehinaan.
c.       Masalah perbuatan dan ucapan (amaliyah), yang terbagi ke dalam dua macam, yaitu:
1)      Masalah ibadah, yang berkaitan dengan rukun islam, nadzar, sumpah, dan ibadah-ibadah lain yang mengatur hubungan antara manusia dan Allah SWT.
2)      Masalah muamalah, seperti akad, pembelanjaan, hukuman, jinayat, dan sebagainya yang mengatur hubungan manusia dengan manusia lain, baik perseorangan maupun kelompok. Masalah muamalah ini berkembang menjadi tujuh bagian, yaitu:
a)      Masalah individu.
b)      Masalah perdata.
c)      Masalah pidana.
d)     Masalah perundang-umdangan.
e)      Masalah hukum acara.
f)       Masalah ketatanegaraan.
g)      Masalah ekonomi dan keuangan.[11]

5.      Fungsi Al-Qur’an.
Al-Qur’an sebagai kitab Allah yang terakhir diturunkan laksana mata air yang tidak pernah kering. Semakin digali, semakin memancarkan airnya. Pra sahabat, tabiin, tabi’ tabiin dan para salafussalih kita, laksana orang yang meminum air lautan. Semakin mereka banyak membaca dan mengamalkan Al-Qur’an, semakin mereka merasa dahaga. [12]
Al-Qur’an memiliki sekian banyak fungsi, baik bagi Nabi Muhammad SAW. maupun bagi kehidupan manusia secara keseluruhan. Diantara fungsi Al-Qur’an adalah :
a.       Bukti kerasulan Muhammad SAW. dan kebenaran ajarannya.
b.      Petunjuk (al-huda). Dalam Al-Qur’an terdapat tiga kategori tentang posisi Al-Qur’an sebagai petunjuk. Pertama, petunjuk bagi manusia secara umum. Allah berfirman,
شهر ر مضا ن ا لذ ى أ نزل فيه ا لقر أ ن هد ى للنا س وبينت من الهدى والفر قا ن ... (البقرة ؛185)
Artinya:   "Bulan Ramadhan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu ... (Q.S. Al-Baqarah [2] : 185)
Kedua, Al-Qur’an adalah petunjuk nagi orang- orang yang bertakwa. Allah berfirman,
ذلك الكتب لا ريب فيه هد ى للمتقين (البقرة :2)
Artinya:   "Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya ; petunjuk bagi mereka yang bertakwa. (Al-Baqarah [2] :2)
Ketiga, petunjuk bagi orang-orang beriman. Allah berfirman,
....قل هو للذ ين أ منواهدى و شفاء... (فصلت :44)
Artinya:   " ... katakanlah, “Al-Qur’an adalah petunjuk dan penyembuh bagi orang-orang yang beriman ..... (Q.S. Fushshilat [41] : 44)
c.       Al-Furqan (pemisah). Karena Al-Qur’an berfungsi sebagai petunjuk, ia menjadi penjelas dari petunjuk-ptunjuk tersebut sekaligus berfungsi sebagai Al-Furqan : pembeda dan bahkan pemisah antara yang hak dan yang bathil, atau antara yang benar dan yang salah.
d.      Asy-Syifa (obat). Al-Qur’an juga kaya dengan syifa )penawar). Penyakit yang ada di dalam dada, seperti dengki, iri hati, sombong, cinta dunia, dan sebagainya tidak memiliki tempat dalam dada para ahli Al-Qur’an.
e.       Al-Mauizhah (nasihat). Dalam Al-Qur’an dikatakan bahwa ia berfungsi sebagai nasihat bagi orang-orang yang bertakwa. Allah berfirman dalam surat Ali Imran ayat 138 yang artinya “inilah (Al-Qur’an) suatu keterangan yang jelas untuk semua manusia, dan menjadi petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa.”[13]
Lebih dari itu fungsi Al-Qur’an adalah sebagai hujjah umat manusia yang merupakan sumber nilai objektif, universal dan abadi karena ia diturunkan dari Dzat yang maha tinggi. Demikian juga Al-Qur,an berfungsi sebagai hakim yang memberikan keputusan terakhir mengenai perselisihan di kalangan para pemimpin dan lain-lain. sekaligus sebagai korektor yang mengoreksi ide, kepercayaan, undang-undang yang salah di kalangan umat beragama. [14]

6.      Bukti-bukti Otentisitas Al-Qur’an
Al-Qur’an memperkenalkan dirinya dengan berbagai ciri dan sifat. Salah satu di antaranya adalah bahwa ia merupaan kitab yag keontetikannya dijamin oleh Allah, dan ia adalah kitab yang selalu dipelihara. [15]
Untuk menunjukkan bukti-bukti otentisitas Al-Qur’an dapat digunakan berbagai pendekatan, yaitu dengan melihat aspek kesejarahannya dan melihat ciri-ciri dan sifat dari Al-Qur’an itu sendiri.
a.       Otentisitas Al-Qur’an dilihat dari aspek kesejarahan
Menurut Quraish Shihab, ada beberapa faktor yang mendukung pembuktian otentisitas Al-Qur’an dilihat dari aspek kesejarahannya, yaitu bahwa:
1)      Masyarakat Arab, yang hidup pada masa turunnya Al-Qur’an, adalah masyarakat yang tidak mengenal baca tulis. Karena itu, satu-satunya andalan mereka adalah hafalan. Dalam hal hafalan, orang Arab bahkan sampai kini dikenal sangat kuat.
2)      Masyarakat Arab khususnya pada masa turunnya Al-Qur’an dikenal sebagai masyarakat sederhana dan bersahaja. Kesederhanaan ini menjadikan mereka memiliki waktu luang yang cukup, di samping menambah ketajaman pikiran dan hafalan.
3)      Al-Qur’an mencapai tingkat tertinggi dari segi keindahan bahasanya dan sangat mengagumkan, bukan saja bagi orang-orang mukmin, tetapi juga orang kafir. Berbagai riwayat menyatakan bahwa tokoh-tokoh kaum musyrik sering secara bersembunyi-sembunyi mendengarkan ayat-ayat Al-Qur’an yang dibaca oleh kaum muslimin. Kaum muslimin, di samping mengagumi keindahan bahasa AL-Qur’an, juga mengagumi kandungannya, serta meyakini bahwa ayat-ayat Al-Qur’an adalah petunjuk kebahagiaan dunia dan akhirat.
4)      Al-Qur’an, demikian pula Rasulullah SAW, menganjurkan kepada kaum muslim untuk memperbanyak membaca dan mempelajari al-Qur’an dan anjuran tersebut mendapat sambutan yang hangat.[16]
b.      Otentisitas Al-Qur’an dilihat dari aspek keunikan redaksi Al-Qur’an dan kemukjizatan Al-Qur’an
1)      Keunikan redaksi Al-Qur’an
Sistematika redaksi Al-Qur’an telah ditata Allah sedemikian rupa sehingga ditemukan adanya munasabah (keserasian yang ditemukan dalam ayat-ayat dan surah-surah Al-Qur’an), yaitu keserasian antara satu kalimat dan kalimat lain dalam satu ayat, antara satu ayat dan ayat lain dalam banyak ayat, antara fashilah dengan kandungan surat, antara satu surah dan surah lainnya, antara mukaddimah satu surat dan akhir surah, antara akhir satu surah dan awal surah berikutnya, dan atau antar nama surah dan kandungan surah.[17]
2)      Kemukjizatan Al-Qur’an
Segi-segi kemukjizatan Al-Qur’an setidak-tidaknya dapat dilihat dari tiga aspek, yaitu:
a.       Aspek keindahan dan ketelitian redaksi-redaksinya yakni aspek susunan redaksinya yang mencapai puncak tertinggi dari sastra bahasa Arab.
b.      Isyarat-isyarat ilmiahnya, yakni aspek ilmu pengetahuan dari berbagai disiplin yang diisyaratkannya.
c.       Aspek pemberitaan-pemberitaan ghaibnya, termasuk di dalamnya ramalan-ramalan yang diungkapkan sebagian telah terbukti kebenarannya. [18]

B.     Hadis
Kedudukan as-Sunnah sebagai sumber ajaran islam, selain didasarkan pada keterangan ayat Al-Qur’an dan hadis, juga didasarkan pada pendapat kesepakatan para sahabat. Seluruh sahabat sepakat untuk menetapkan wajib mengikuti hadis, baik pada masa Rasulullah masih hidup maupun setelah beliau wafat. [19]
Sebagai sumber ajaran islam yang kedua setelah Al-Qur’an, hadis memiliki fungsi yang pada intinya sejalan dengan Al-Qur’an. Keberadaan hadis tidak dapat dilepaskan dari adanya sebagian ayat Al-Qur’an yang bersifat:
1.      Global yang memerlukan perincian.
2.      Umum (menyeluruh) yang meghendaki pengecualian.
3.      Mutlak (tanpa batas) yang menghendaki pembatasan.
4.      Ada pula isyarat Al-Qur’an yang mengandung makna lebih dari satu (musytarak) yang menghendaki penetapan makna yang akan dipakai dari dua makna tersebut. Bahkan, terdapat sesuatu yang secara khusus tidak dijumpai keterangannya dalam Al-Qur’an yang selanjutnya diserahkan kepada Nabi SAW. Selain itu, adapula yang sudah dijelaskan dalam Al-Qur’an, tetapi hadis memberikan keterangan sehingga masalah tersebut menjadi jelas.
1.      Pengertian Hadis
Hadis atau al-Hadits menurut bahasa al-jadid yang artinya sesuatu yang baru lawan dari al-qadim ( lama) artinya yang berarti menunjukkan kepada waktu yang dekat atau waktu yang singkat seperti haditsul ‘ahdi fil islam (orang yang baru masuk/memeluk gama islam). Hadis juga sering disebut dengan al-khobar, yang berarti berita, yaitu sesuatu yang dipercakapkan dan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain, sama maknanya dengan hadis. [20]
Menurut para Muhaddisin, hadis menurut istilah adalah segala sesuatu yang bersumber dari Nabi SAW. baik ucapan, perbuatan maupun ketetapan yang berhubungan dengan hukum atau ketentuan-ketentuan Allah yang disyariatkan kepada manusia. [21]

2.      Kedudukan Hadis Sebagai Sumber Hukum Islam
Seluruh umat islam telah sepakat bahwa hadis Rasul merupakan sumber dan dasar hukum islam setelah Al-Qur’andan umat islam diwajibkan mengikuti hadis sebagaimana diwajibkan mengikuti Al-Qur’an. Ajaran-ajaran islam yang tidak ditegaskan ketentuan hukumnya, tidak dirinci menurut petunjuk dalil yang masih utuh, tidak diterangkan cara pengamalanna dan atau dikhususkan menurut petunjuk ayat yang masih mutlak dalam Al-Qur’an, hendaknya dicarikan penyelesaiaannya dalam Hadis.
Al-Qur’an dan hadis merupakan dua sumber hukum syariat islam yang tetap, yang orang islam tidak mungkin memahami syariat islam secara mendalam dan lengkap dengan tanpa kembali kepada kedua sumber islam tersebut. Seorang mujtahid dan seorang alimpun tidak diperbolehkan hanya mencukupkan diri dengan salah satu dari keduanya.[22]
Banyak ayat Al-Qur’an dan hadis yang memberikan pengertian bahwa hadis itu merupakan sumber hukum islam selain Al-Qur’an yang wajib diikuti, baik dalam bentuk perintah maupun larangannya.
Adapun kedudukan hadis sebagai sumber hukum islam sebagai sumber hukum islam, dengan melihat beberapa dalil, baik naqli maupun aqli.
a.       Dalil Al-Qur’an
Banyak ayat Al-Qur’an yang menerangkan tentang kewajiban mempercayai dan menerima segala yang disampaikan oleh Rasul kepada umatnya untuk dijadikan pedoman hidup di antara ayat-ayat yang dimaksud. [23]
Dalam Q.S Ali Imran ayat 179, Allah memisahkan antara orang-orang mukmin dengan orang-orang yang munafik, dan akan memperbaiki keadaan orang-orang mukmin dan memperkuat iman mereka. Oleh karena itulah, orang mukmin dituntut agar tetap beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Sedangkan pada Q,S.Al-Nisa, Allah menyeru kaum muslimin agar mereka tetap beriman kepada Allah, Rasul-Nya, Al-Qur’an, dan kitab yang diturunkan sebelumnya. Kemudian pada akhir ayat, Allah mengancam orang-orang yang mengingkari seruan-Nya. [24]
Selain Allah memerintahkan umat islam agar percaya kepada Rasul SAW. juga meyerukan agar menaati segala bentuk perundang-undangan dan peraturan yang dibawanya, baik berupa perintah maupun larangan. Tuntutan taat dan patuh kepada Rasul SAW ini sama halnya tuntutan taat dan patuh kepada Allah SWT.
Dari beberapa pejelasan ayat di atas tergambar bahwa setiap ada perintah taat kepada Allah dalam Al-Qur’an selalu diiringi dengan perintah taat kepada Rasul-Nya. Demikian pula mengenai peringatan(ancaman) karena durhaka kepada Allah, sering disejajarakan dengan ancaman karena durhaka kepada Rasul SAW.
Bentuk-bentuk ayat seperti ini menunjukkan betapa pentingnya kedudukan penetapan kewajiban taat terhadap semua yang disampaikan oleh Rasul SAW. cara-cara penyajian Allah seperti ini hanya diketahui oleh orang yang menguasai bahasa Arab dan memahami ungkapan-ungkapan serta pemikiran-pemikiran yang terkandung di dalamnya, yang akan memberi masukan dalam memahami maksud ayat tersebut.
b.      Dalil al-Hadis
Dalam salah satu pesan Rasulullah berkenaan dengan keharusan menjadikan hadis sebagai pedoman hidup, di samping Al-Qur’an sebagai pedoman utamanya. Beliau bersabda:
تركت فيكم أمرين لن تضلوا ما تمسكتم بهما كتاب الله وسنة نبيه (رواه ما لك)                       
     Artinya:   "Aku tinggalkan dua pusaka untukmu sekalian, yang kalian tidak akan tersesat selagi kamu berpegang teguh pada keduanya, yaitu berupa kitab Allah dan sunnah Rasul-Nya. (HR. Malik).[25]
Dalam hadis lain Rasul bersabda:
...فعليكم بسنتي وسنة الخلفاء الراشدين المهديين تمسكوا بها وعضوا عليها ...(رواه ابو داود وابن ماجه)
Artinya:   "Wajib bagi sekalian berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah khulafaur Rasyidin (khalifah yang mendapat petunjuk), berpegang teguhlah kamu sekalian dengannya. (HR. Abu Daud dan Ibn Majah)[26]
Hadis-hadis tersebut di atas, menunjukkan kepada kita bahwa berpegang teguh kepada hadis / menjadikan hadis sebagai pegangan dan pedoman hidup itu adalah wajib, sebagaimana wajibnya berpegang teguh kepada Al-Qur’an.
3.      Kehujjahan As-Sunnah / Hadis
Nabi Muhammad SAW. adalah seorang Rasul yang ma’shum (terjaga dari segala perbuatan hina, dosa, dan maksiat), sehingga sunnah-sunnah beliau selalu dipelihara oleh Allah dari segala apa yang menurunkan citranya sebagai seorang Rasul. Dalam Q.S. An-Najm: 3-4 dinyatakan:
وما ينطق عن الهوى .ان هو الا وحي يو حى. (النجم :3-4)
Artinya:          "Dan tidaklah yang diucapkannya itu (Al-Qur’an) menurut keinginannya. Tidak lain (Al-Qur’an itu) adalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya). (Q.S. An-Najm [53]:3-4)[27]
Sebagian ulama menyatakan bahwa ayat tersebut turun berkaitan dengan Al-Qur’an, bukan As-Sunnah. Ketika orang-orang kafir mengingkari terhadap Al-Qur’an ebagai wahyu dan dianggap sebagai buatan Muhammad SAW. Allah menurunkan ayat-ayat tersebut sebagai tambahan terhadap pengingkaran mereka akan kewahyuan Al-Qur’an. Atas dasar itu, ayat-ayat tersebut tidak bisa dijadikan sebagai landasan bahwa As-Sunnh termasuk wahyu Ilahi.[28]
Namun demikian, alan ulama tersebut dibantah oleh ulama yang lainnya, yaitu bahwa walaupun ayat itu diturunkan untuk membela Al-Qur’an, dalam mafhum-nya As-Sunnah termasuk di dalamnya.
Sebagian ulama mendudukkan Nabi SAW. ke dalam dua posisi: Pertama, posisinya sebagai manusia biasa atau al-basyar (Q.S. Al-Kahfi: 110; Fushshilat: 6), sehingga beliau diperbolehkan melakukan ijtihad walau tanpa berkonsultasi dengan firman Allah melalui wahyu-Nya.      Kedua, posisinya sebagai Rasulullah SAW. sehingga apa pun yang diucapkan, diperbuat, dan ditetapkan, merupakan bagian integral dari wahyu Allah.
Menetapkan dan memperkuat hukum-hukum yang telah ditentukan oleh l-Qur’an. Dalam hal ini, kedua-duanya bersama-sama menjadi sumber hukum.
4.      Fungsi Hadis Terhadap Al-Qur’an
Al-Qur’an dan hadis sebagai pedoman hidup, sumber hukum dan ajaran dalam islam, antara satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. Keduanya merupakan satu kesatuan. Al-Qur’an sebagai sumber pertama dan utama banyak memuat ajaran-ajaran yang bersifat umum dan global. Oleh karena itu kehaditan hadis, sebagai sumber ajaran kedua tampil umtuk menjelaskan (bayan) keumuman isi Al-Qur’an tersebut. Agar lebih jelas, maka di bawah ini akan diuraikan satu persatu.
a.      Bayan At-Taqrir
Bayan Taqrir ialah menetapkan dan memperkuat apa yang telah diterangkan di dalam Al-Qur’an. Fungsi hadis dalam hal ini hanya memperkokoh isi kandungan Al-Qur’an. Suatu contoh hadis yang diriwayatkan Muslim dari Ibnu Umar :
فا ذا ر أيتم الهلا ل فصوموا واذا ر أيتمو ه فأ فطروا (رواه مسلم)
Artinya:     "Apabila kalian melihat (ru’yah) bulan, maka berpuasalah, juga apabila mehilat (ru’yah) itu maka berbukalah. (HR, Muslim).
Hadis ini datang men-taqrir ayat Al-Qur’an di bawah ini:
فمن شهد منكم الشهر فليصمه (البقرة:185)  
Artinya:     "Maka barangsiapa yang mempersaksikan pada waktu itu bulan, hendaklah ia berpuasa. (Q.S. Al-Baqarah [2]: 185).[29]
b.      Bayan al-Tafsir
Bayan tafsir adalah bahwa kehadiran hadis berfungsi untuk memberikan rincian dan tafsiran terhadap ayat-ayat Al-Qur’an yang masih bersifat global(mujmal), memberikan persyaratan/batasan (taqyid) ayat-ayat Al-Qur’an yang bersifat mutlak, dan mengkhususkan (takhsish) terhadap ayat-ayat Al-Qur’an yang masih bersifat umum. Di antara contoh tentang ayat Al-Qur’an yang masih mujmal adalah perintah mengerjakan sholat, puasa, zakat, disyariatkannya jual beli, nikah, qishas, hudud dan sebagainya. Ayat-ayat Al-Qur’an tentang masalah ini bersifat mujmal, baik mengenai cara mengerjakan, sebab-sebabnya, syarat-syarat, atau halangan-halangannya. Oleh karena itu, Rasulullah melalui hadis-hadisnya menafsirkan dan menjelaskan masalah-masalah tersebut. [30]
c.       Bayan at-Tasyri’
Bayan Tasyri’ adalah mewujudkan suatu hukum atau ajaran-ajaran yang tidak didapati dalam Al-Qur’an, atau dalam Al-Qur’an hanya terdapat pokok-pokoknya saja. Hadis Rasul yang termasuk ke dalam kelompok ini, diantaranya hadis tentang penetapan haramnya mengumpulkan dua wanita bersaudara (antara istri dengan bibinya), hukum syuf’ah, hukum merajam pezina wanita yang masih perawan, dan hukum tentang hak waris bagi seorang anak. [31]
d.      Bayan al-Nasakh
Ketentuan yang datang kemudian tersebut menghapus ketentuan yang datang terdahulu, karena yang terakhir dipandang lebih luas dan lebih cocok dengan nuansanya. Ketidakberlakuan suatu hukum (naskh wa al-mansukh) harus memenuhi syarat-syaratnya yang ditentukan, terutama syarat/ ketentuan adanya naskh dan mansukh. Pada akhirnya, hadis sebagai ketentuan yang datang kemudian daripada Al-qur’an dapat menghapus ketentuan dan isi kandungan Al-Qur’an. Kelompok yang membolehkan adanya nasakh jenis ini adalah golongan Mu’tazilah, Hanafiyah, dan Mazhab Ibn Hazm Al-Dhahiri.sementara yang menolak naskh jeis ini adalah Imam Syafi’i dan sebagian besar pengikutny, meskipun naskh tersebut dengan hadis yang mutawatir. Kelompok lain yang menolak adalah sebagian besar pengikut madzhab Zhahiriyah dan kelompok Khawarij.[32]




BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
1.      Sumber ajaran islam pada intinya tidak terlepas dari wahyu Allah SWT. yang dituangkan dalam Al-Qur’an. Tidak semua ayat Al-Qur’an bersifat rinci dan jelas. Banyak ayat Al-Qur’an bersifat global (mujmal) yang memerlukan penjelasa, penafsiran yang bersifat kontekstual. Dan hadis yang disabdakan Rasulullah adalah jawabannya.
2.      Al-Qur’an adalah firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad melalui malaikat Jibril dengan menggunakan lafazh bahasa Arab, isinya dijamin kebenarannya dan sebagai hujjah kerasulannya, undang-undang bagi seluruh umat manusia, memberi petunjuk kepada mereka dan menjadi saran untuk melakukan pendekatan diri dan ibadah kepada Allah dengan membacanya.
3.      Cara-cara Al-Qur’an diwahyukan
a.       Malaikat memasukkan wahyu itu ke dalam hatinya.
b.      Malaikat menampakkan dirinya berupa seorang laki-laki yang mengucapkan kata-kata kepadanya sehingga beliau mengetahui dan hafal benar akan kata-kata itu.
c.       Wahyu datang kepadanya seperti gemerincingnya lonceng.
d.      Malaikat menampakkan dirinya berupa rupa aslinya.
4.      Al-Qur’an adalah mukjizat terbesar Nabi Muhammad SAW.
5.      Isi dan pesan-pesan Al-Qur’an
·         Prinsip-prinsip keimanan
·         Prinsip-prinsip syariat
·         Masalah janji dan ancaman
·         Jalan menuju kebahagiaan dunia dan akhirat
·         Riwayat dan cerita
·         Ilmu pengetahuan
6.      Fungsi Al-Qur’an
·         Bukti kerasulan Muhammad dan kebenaran ajarannya.
·         Petunjuk.
·         Pemisah(al-Furqan).
·         As-Syifa(obat).
·         Al-Mauizah (nasihat).
7.      Bukti-bukti otentisitas Al-Qur’an
·         Dilihat dari aspek kesejarahan
·         Dilihat dari keunikan redaksi dan kemukjizatan Al-Qur’an
8.      Dilihat dari semua pemaparan diatas sudah jelas bahwa Al-Qur’an adalah sumber ajaran islam yang pertama dan sudah tidak bisa diragukan lagi ajarannya,
9.      Hadis adalah segala sesuatu yang bersumber dari Nabi SAW. baik ucapan, perbuatan maupun ketetapan yang berhubungan dengan hukum atau ketentuan-ketentuan Allah yang disyariatkan kepada manusia.
10.  Hadis merupakan sumber hukum islam yang kedua, dapat dilihat dari dalil Al-Qur’an dan dalil hadis.
11.  Fungsi hadis terhadap Al-Qur’an
·         Bayan at-Taqrir
·         Bayan at-tafsir
·         Bayan at-Tasyri’
·         Bayan an-Nasakh
12.  Dari pemaparan tersebut sudah jelas bahwa hadis merupakan sumber ajaran islam yang kedua, karena kedudukan hadis disini untuk menjelaskan dan menafsirkan ayat Al-Qur’an yang beum jelas atau masih bersifat mujmal.
B.     Saran
Setelah membaca pemaparan di atas yang sudah cukup jelas diharapkan kita semua dapat memantapkan keimanan dan keyakinan bahwa islam itu agama yang damai karena sumber ajarannya adalah Al-Qur’an dan hadis. Sudah wajib kiranya kita sebagai umat islam untuk mempercayai dua hal tersebut karena pada dasarnya Al-Qur’an dan hadis adalah satu kesatuan. Semoga pembaca dan pendengar mendapatkan wawasan dan pengetahuan dan semoga bermanfaat.
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Agama RI, Al-Qur’an Terjemah. Surabaya: CV. Pustaka Setia, 2008.
Munzier Suparta, Ilmu Hadis. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2010.
Rosihon Anwar, Pengantar Studi Islam. Bandung: Pustaka Setia, 2009.
Rosihon Anwar, Pengantar Studi Islam. Bandung: Pustaka setia, 2009.
Zarkasyi, Usuluddin. Ponorogo: Trimurti Press, 1994.














[1] Rosihon Anwar, Pengantar Studi Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2009), hlm. 161.
[2] Ibid, hlm. 162.
[3] Ibid, hlm. 162.
[4] Ibid, hlm. 163.
[5] Ibid, hlm. 164.
[6] Ibid, hlm. 164.
[7] Al-Qur’an terjemah.
[8]  Zarkasyi, Usuluddin (Ponorogo: Trimurti Press, 1994), hlm. 71.
[9] Ibid, hlm. 71.
[10] Rosihon Anwar, Pengantar Studi Islam (Bandung:Pustaka setia, 2009), hlm. 166.
[11] Ibid, hlm. 167.
[12] Ibis, hlm. 168.
[13] Ibid, hlm .170.
[14] Ibid, hlm. 170.
[15] Ibid, hlm. 171.
[16] Ibid, hlm. 173.
[17] Ibid, hlm. 176.

[18] Ibid, hlm. 179.
[19] Ibid, hlm. 182.
[20] Munzier Suparta, Ilmu Hadis (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2010), hlm. 1.
[21] Ibid, hlm. 4.
[22] Ibid, hlm. 49.
[23] Ibid, hlm. 50.
[24] Ibid, hlm. 51.
[25] Ibid, hlm. 54.
[26] Ibid, hlm. 55.
[27] Rosihon Anwar, Pengantar Studi Islam(Bandung: Pustaka Setia, 2009), hlm. 191.
[28] Ibid, hlm. 192.
[29] Ibid, hlm. 59.
[30] Ibid, hlm. 61.
[31] Ibid, hlm. 64.
[32] Ibid, hlm. 66.