Tuesday 12 December 2017

MAKALAH RAJA’



MAKALAH
RAJA’
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Hadist
yang diampu oleh Dosen Akh. Rijal, S.Th.I, M.Pd.I



Oleh:
    
                                                                        

PROGRAM STUDI TADRIS BAHASA INGGRIS
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PAMEKASAN
2017
KATA PENGANTAR
            Puji syukur Alhamdulillah kami penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT. yang telah memberikan rahmat-Nya kepada kami, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul Raja’ (mengharapkan ridha Allah).sebagai tugas mata kuliah Hadits.
            Makalah ini telah penulis susun dengan maksimal dan mendapatkan  bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada  semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembua
            Terlepas dari semua itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam makalah ini masih ada kekurangan, baik dari segi susunan kalimat maupun  tatanan  bahasanya. Oleh karena itu dengan sangat mengharap kami menerima  segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
            Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.                
                                                                
                                                                              Pamekasan, 25 November 2017.

                                                                                                       Penulis






 

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB 1 PENDAHULUAN 1
A.    Latar Belakang 1
B.     Rumusan Masalah 2
C.     Tujuan 2
BAB 2 PEMBAHASAN 3
A.    Identifikasi Hadits3
B.     Pemaknaan Hadits3
C.     Biografi Perawi4
D.    Pemahaman Hadits8
BAB 3 PENUTUP11
A.    Kesimpulan11
B.     Saran11
DAFTAR PUSTAKA12









                       BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Manusia menjalani beberapa proses perjalanan kehidupan. Perjalanan pertamanya adalah kelahiran, kedua adalah kematian, berikutnya dibangkitkan untuk hidup kembali, dan kemudian sesudahnya adalah perhitungan amal (hisab). Kelak ada manusia yang beruntung dan tempat kembalinya adalah syurga, tetapi ada pula manusia yang yang rugi sehingga tempatnya adalah di neraka. Manusia yang beriman dan beramal shaleh yang mendapatkan jaminan kebahagian kehidupan diakhirat kelak. Dalam menjalani kehidupan seseorang tentu harus mempersiapkan bekal untuk hari kemudian, beklanya iman ,ilmu dan amal shaleh. Keimanan yang disertai amal shaleh akan membawa keselamatan dan kesejahteraan, baik di dunia maupun di akhirat. Apalagi ditambah dengan perilaku Raja’ (menunjukkan sikap keridhaan Allah) .
Akhlak adalah sikap yang melahirkan perbuatan dan tingkah laku manusia. Karena itu selain dengan Akidah, akhlak tidak dapat di ceraipisahkan dengan syariah. Raja’ termasuk Akhlak terpuji yaitu suatu Akhlak yang dapat berguna untuk mempertebal iman dan taqwa kepada Allah. Sebagai ummat muslim tentunya mengharapkan kebahagian dunia dan akhirat. Supaya harapan tersebut dapat tercapai maka harus menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.[1]  
B.       Rumusan Masalah
Adapun perumusan masalah yang akan dibahas adalah sebagai berikut.
1.    Bagaimana identifikasi hadits yang menjelaskan tentang Roja’?
2.    Bagaimana makna yang terkandung dalam hadits tersebut?
3.    Bagaimana biografi dari tokoh-tokoh perawi hadits tersebut?
4.    Bagaimana pemahaman tentang hadits tersebut?
C.      Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.    Untuk mengetahui hadits yang menjelaskan tentang materi Raja’.
2.    Untuk mengetahui makna yang terkandung dalam hadits tersebut.
3. Untuk mengetahui biografi singkat dari tokoh-tokoh perawi hadits tersebut.
4. Untuk mengetahui tentang pemahaman hadits tersebut.




















BAB II
PEMBAHASAN
A.    Identifikasi Hadits
وَعَن عُبَادَةْ بِنْ اَلصَّا مِتْ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ:قَالَ رَسُوْلُ اَللهُ (صَلَّى اَللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ) مَنْ شَهِدَ أَنْ لَا ِﺇلَهَ اِلَّا اَللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَنْ مُحَمَّدُا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ  وَاَنْ عِيْسَ عَبْدِ اللهِ وَرَسُوْلُهُ وَكَلِمَتَهُ أَلْقَاهَا ﺇِلَى مَرْيَمَ وَرُوْحُ مِنْهُ وَالْجَنَّةُ حَقُّ أَدْخَلَهُ اَللهُ اَلْجَنَّةُ عَلَى مَا كَا نَ مِنْ العَمَلِ مُتَفَقٌ
عَلَيْهِ [2]                                                                           
  B. Pemaknaan Hadits
1.    Pemaknaan Lafal
           مَنْ               
Barang siapa
وَكَلِمَتَهُ      
Kalimat
شَهِدَ         
Menyaksikan
أَلْقَاهَا            
Berikan
شَرِيْكَ        
Menyekutukan
وَاْلجَنَّلةُ                
Surga
وَالنَّارُ        
Neraka
حَقُّ              
Benar
أَدْخَلَهُ         
Dimasukkan
مَاكَانَ            
Perbuatan
عَمَلِ         
Amal


2.  Pemaknaan Keseluruhan
Dari Ubadah bin ash-shamit r.a katanya: “Rasulullah bersabda” “Barang siapa yang menyaksikan bahwasanya tiada Tuhan selain Allah dan tiada
satupun yang menyekutukannya, dan bahwasanya Muhammad adalah hamba-Nya serta Rasul-Nya, dan bahwasanya Isa adalah hamba Allah dan Rasululnya serta kalimat-Nya di berikan kepada Maryam karena wujudnya tanpa Ayah, juga sebagai ruh dari padanya karena dapat menghidupkan orang yang mati dengan izin Allah, menyaksikan pula bahwa surga dan neraka itu benar adanya. Maka orang yang sedemikian itu orang di masukkan oleh Allah kedalamsyurga sesuai dengan amalan yang dilakukan olehnya .” (muttafaq’alaih)
C. Biografi Perawi
a)   Perawi Hadits dari Kalangan Sahabat
a.    Ubadah ash-shamit
Salah satu tokoh karismatik dari kalangan sahabat kali ini adalah salah seorang Anshar yang bernama Ubadah ash-shamit radhiyallahu ‘anhu. Nama panjang beliau Ubadah bin ash shamit bin Qais bin Ashram bin Fihr bin Tsa’labah bin Ghunm bin Salim bin Auf bin Amr bin Auf bin Alkhazraj Al anshari As salami. Beliau berkuniah Abdul Walid. Beliau adalah seorang berperawakan tinggi dengan postur tubuh yang bagus. Ibunya adalah Qurratul ‘Ain bintu ‘Ubadah bin nadhlah bin malik bin’Ajlan Al Anshariyah dari Bani Auf bin Al-khazraj. Saudara laki laki  beliau adalah Aus bin shamit Al Anshari, Tsabit bin Shamit Al khazraji, sedang saudari beliau Umamah bin Shamit Al Anshariyyah. Mereka termasuk kaum Anshar ynag berIslam bersama Ubadah.
Beliau menikah dengan jamilah bintu Abi Sha’ sha’ah Amr bin Zaid bin Auf bin mabdzul seorang wanita yang ikut berbai’at kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Darinya lahirlah Al Walid. Beliau juga menikah dengan Ummu Haram pada saat itu telah menjanda dan memiliki anak yang bernama Abdullah bin Amr bin Qaiz bin Zaid, yang lebih terkenal dengan nama Abu Ubay. Nama panjangnya adalah Ummu Haram bintu Milhan bin Khalid bin Al Walid bin Haram bin Jundub bin ‘Amir bin Ghunm bin ‘Ady bin Najjar. Ia adalah saudari perempuan Ummu Sulaim dan bibi Anas bin Malik. Ummu Haram memiliki kedudukan di sisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam begitu menghormatinya, juga sering mengunjunginya dan bahkan ia di doakan oleh Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam dengan syahadah (meninggal sebagai syahid). Maka bersama suami beliau, Ubadah, beliau mengikuti peperangan pertama kali di atas perahu di bawah kepemimpinan Muawiyah dan mendapatkan syahid di sana. Saat itu Utsman bin Affan lah yang menjadi Khalifah. Anak-anak beliau di antaranya adalah Al Walid, Abdullah, Dawud dan lainnya. Ubadah ash shamit adalah salah satu kaum Anshar pada peristiwa Baiatul Aqabah pertama, kedua, dan ketiga.oleh karena itu beliau termasuk Assabiqunal Awwalun(yang pertama masuk Islam) dari kalangan Anshar. Dalam perjalan Beliau sungguh penuh dengan perjuangan dan pengorbanan. Tak satu pun peperangan di situ ada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kecuali beliau selalu serta di dalamnya. Perang badar, uhud, khandaq, dan seluruh pertempuran beliau ikuti. Beliau juga salah satu sahabat utama yang mampu yang menjadi sumber ilmu di zamannya. Banyak hadits yang beliau dapatkan dari Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam. Oleh karena banyak, di antara para sahabat yang utama dan menimba ilmu dan meriwayatkan hadits hadis dari beliau. Di antara sahabat yang meriwayatkan hadits dari beliau adalah Anas bin Malik Jabir bin Abdillah, Fadhlah bin ‘Ubaid, Miqdam bin Ma’dikarib, Abu Umama bin Al Bahili, Rifa’ah bin Rafi’, Aus bin Abdillah Ats Tsaqafi Syarahbil bin Hasanah, Mahmud bin Ar Rabi’. Adapun dari kalangan tabiin tercatat sebaris nama-nama masyhur dikalangan mereka yang belajar kepada beliau semisal Abdurrahman bin ‘Asilah As Shanabihi, Abu Idris Al Khaulani, Abu Muslim Al Khaulani, Haththan Ar Raqasyi, Abu Asy’ats As Shan’ani, Jubair bin Nufair, Janadah bin Ummayah, dan banyak lagi di antara tabi’in.termasuk dari keutamaan beliau adalah sikap beliau yang saat terjadinya peperangan antara kaum muslimin dengan Bani Qainuqa, salah satu kelompok yahudi di Madinah. Di masa lalu beliau punya hubungan yang dekat dengan mereka. Tetapi dikarenakan sikap Bainuqa’ yang buruk dan memusuhi Allah dan Rasul-Nya, beliau pun memutuskan hubungan tersebut dan lebih memilih Allah dan Rasul-Nya. Dengan sebab ini turunlah firman-Nya:
يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَتَّخِذُوا۟ ٱلْيَهُودَ وَٱلنَّصَـٰرَىٰٓ أَوْلِيَآءَ ۘ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَآءُ بَعْضٍ ۚ وَمَن يَتَوَلَّهُم مِّنكُمْ فَإِنَّهُۥ مِنْهُمْ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَهْدِى ٱلْقَوْمَ ٱلظَّـٰلِمِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, jaganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpi-pemimpin (mu. Sebagian mereka adalah pemimpin yang sebagian yang lain. Barang siapa di antara kamu yang mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang dzalim.” [Q.S. Al-Maidah: 51]

Beliau juga termasuk sahabat utama yang mengumpulkan Al- Quran di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ini menunjukkan keahlian beliau dalam ilmu Al- Quran. Saat pada masa ke khalifahan Umar, penduduk Syam membutuhkan orang-orang yang dapat mengajari ilmu agama kepada mereka, maka Umar pun mengutus beliau beserta Muad bin Jabal dan Abu ‘Darda. Adapun ubadah, maka beliau di angkat menjadi hakim dan pengajar di Hims daerah Syam, lalu berpindah ke palestina dan menjadi hakim pertama di sana. Ini menunjukkan kefakihan dan kecerdasan beliau dalam memutuskan perkara. Tentang kefakihan beliau ini, telah di akui oleh para sahabat semisal Muawiyah, Junadah, dan lainnya.
Ubadah wafat di Palestina tepatnya di daerah Ramalah. Beliau  dikubur di daerah Baitul Maqdis. Namun sebagian ulama yang ahli sejarah berpendapat beliau meninggal di Madinah, namun pendapat pertama lebih kuat. Beliau meninggal pada tanggal 34 hijriyah dengan umur 72 tahun radhiyallahu ‘anhu.[3]
b)   PerawiHaditsTerakhir
a.    Imam Muslim[4]
Nama lengkap Imam Muslim adalah Abu Husain Muslim ibn Al-Hajjaj Al-Qusyairy. Beliau dinisbatkan kepada Naisabury karena beliau adalah putera kelahiran Naisabur, pada tahun 204 H (820 M), yakni kota kecil di Iran bagian Timur Laut. Beliau juga dinisbatkan kepada nenek moyangnya Qusyair ibn Ka’ab ibn Rabi’ah ibn Sha-sha’ah beliau merupakan keluarga bangsawan besar.
Imam Muslim salah seorang muhad disini, hafidh lagi terpercaya terkenal sebagai ulama yang gemar bepergian mencari hadits. Ia mulai belajar hadits pada tahun 218 H saat berusia kurang lebih lima belas tahun. Beliau mengunjungi kota Khurasan untuk belajar hadits kepada Yahya ibn Yahya dan Ishaq ibn Rahawaih. Kemudian beliau berpindah tempat ke kota Rey untuk belajar hadits kepada Muhammad ibnMahran, Abu Hassan dan lainnya. Di Irak beliau belajar hadits pada Ibnu Hanbal, Abdullah ibn Maslamah dan lainnya; di Hijaz pada Yazid ibn Mansur dan Abu Mas’ad, dan di Mesir beliau berguru kepada ‘Amir ibnSawad, Harmalah ibn Yahya dan kepada ulama hadits yang lain.Selain itu, Qatadah ibn Sa’id, Al-Qa’naby, Ismail ibn Abi Uwais, Muhammad ibn Al-Mutsanna, Muhammad ibn Rumhi, dan lain-lainnya juga pernah menjadi guru beliau.
Ulama-ulama besar, ulama-ulama yang sederajat dengan beliau dan para hafidh, banyak yang berguru kepada beliau seperti Abu Hatim, Musa ibn Harran, Abu Isa Al-Tirmidzi, Yahya ibnSa’id, Ibnu Khuzaimah, dan ‘Awwanah, Ahmad ibn Al-Mubarak, dan lain sebagainya.
Karya-karya Imam Muslim antara lain:
1.        Shahih Muslim yang judul aslinya yaituAl-Musnad Al-Shahih, Al-Mukhtashar min Al-Sunan bi Naql Al-‘Adl’an Al-‘Adl’anRasul Allah.
2.        Al-Musnad Al-Kabir.
3.        Al-Jami’ Al-Kabir.
4.        KitabI’lalwa Kitabu Auhamil Muhadditsin.
5.        Kitab Al-Tamyiz.
6.        Kitabu man LaisalahuIllaRawin Wahidun.
7.        Kitab Al-Thabaqat Al-Tabi’in.
8.        Kitab Muhadlaramin.
9.        Al-Asma’ wa al-Kuna.
10.    Irfad Al-Syamiyyin, dan kitab lainnya yaitu Al-Aqran, Al-Intifa’ bi Julus Al-Shiba’, Aulad Al-Shahabah, Al-Tarikh, Hadits ‘Amr ibn Syu;aib, Rijal ‘Urwah, Sha-lawatuh Ahmad ibn Hanbal, Masyayikh Al-Tsauri, Masyayikh Malik, dan Al-Wuhdan. 
Menurut laporan Ibrahim ibn Muhammad ibnSufyan, Imam Muslim
juga telah menyusun tiga kitab musnad, yaitu:
a.       Musnad yang beliau bacakan kepada masyarakat adalah shahih.
b.      Musnad yang memuat hadits-hadits, walaupun dari perawi yang lemah.
c.       Musnad yang memuat hadits-hadits, walaupun sebagian hadits itu berasal dari perawi yang lemah.
Dari sekian banyak karangan Imam Muslim, Shahih Muslim ini berada satu tingkat di bawah Shahih Bukhari.Menurut para jumhur ulama, bahwa Shahih Bukhari adalah sesahih-sahih Kitab hadits dan sebesar-besar pemberi faidah, sedangkan Shahih Muslim adalah secermat-cermati sanadnya dan sekurang-kurang perulangannya, sebab sebuah hadits yang telah beliau letak kan pada satu maudhu’, tidak lagi diletakkan di maudhu’ lain. Kitab Shahih Muslim ini berisikan sebanyak 7.273 buah hadits, termasuk dengan yang terulang. Jika dikurangi dengan hadits-hadits yang terulang tinggal 4.000 buah. Ada sejumlah kitab syaah yang mengomentari kitab hadits tersebut, salah satunya yaitu Kitab Imam Nawawi (w. 676 H), yang diberijudul Al-Manhaj fi Syarh Shahih Muslim ibn Al-Hajjaj.
Imam Muslim wafat pada hari Ahadbulan Rajab 261 H (875 M), dan dikebumikan pada hari Senin di Naisabur.

D. Pemahaman Hadits
        Raja’ adalah berharap sedangkan menurut istilah senang hati menunggu   yang dicintai setelah syarat-syarat mampu diusahakan terpenuhi. Raja’ berarti mengharapkan dari Allah swt. Dengan kata lain mengharapkan sesuatu yang mungkin dicapai dengan berusaha untuk memenuhi syarat-syarat. Ketika berdo’a maka kita harus penuh harap bahwa do’a kita akan di kabul oleh Allah swt. Raja’ (harapan) tidaklah menjadikan pelakunya terpuji kecuali bila disertai amalan. Berkata ibnu qayyim dalam “madarijus-salikin” bahwa raja’ tidak akan sah kecuali jika di barengi dengan amalan. Oleh karena itu, tidaklah seseorang dianggap mengharap apabila tidak beramal. Khusnudzon adalah sifat yang terpuji yaitu sifat yang menunjukkan prasangka yang baik. Sifat kebalikannya adalah su’udzan yaitu suatu prasangka buruk. Seseorang yang besifat raja’ akan selalu berprasangka baik terhadap Allah swt.[5]
Termasuk perkara yang seharusnya diketahui, yaitu jika seorang mengharapkan sesuatu, maka sebagai konsekuensinya harapan tersebut mengandung tiga perkara:
1.      Rasa cinta terhadap apa yang diharapkan
2.      Kekhawatiran tidak mendapat apa yang diharapkan
3.      Usaha untuk memperoleh apa yang diharapkan sesuai kemampuan
Maka dari itu, harapan yang tidak disertai dengan salah satu dari ketiga syarat ini hanyalah akan menjadi angan-angan. Harapan dan angan-angan adalah dua hal yang berbeda. Setiap orang yang berharap adalah orang yang khawatir. Andai kekhawatiran tersebut menimpa orang yang sedang berjalan, tentulah ia akan mempercepat jalannya disebabkan takut kehilangan sesuatau. Sebagaimana Allah memberikan harapan untuk orang-orang yang beramal shalih, maka Dia juga menyertakan rasa takut bagi mereka. Berdasarkan hal ini, diketahui bahwa rasa harap dan takut yang bermanfaat adalah yang teriringi oleh amal shalih. Allah menyifati orang yang bahagia dengan perbuatan baik yang disertai dengan rasa takut, sedangkan Dia menyifati orang yang sengsara dengan perbuatan buruk yang di sertai dengan rasa aman.
Ali bin Abi Thalib sahabat yang banyak yang banyak menangis dan sangat takut kepada Allah. Ia sangat takut terhadap dua perkara: panjang angan-angan dan mengikuti hawa nafsu. Beliau menjelaskan: “panjang angan-angan akan melalaikan akhirat,sedangkan mengikuti hawa nafsu   akan mencegah dari kebenaran. Ingatlah, dunia telah berbalik pergi dan akhirat sedang datang menghadap. Masing-masing dari keduanya mempunyai anak. Maka jadilah anak-anak akhirat ; jangan menjadi anak-anak dunia. Sesungguhnya hari ini adalah amal tanpa hisab dan besok adalah amal tanpa hisab.[6] 




























BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Raja’ berarti mengharapkan sesuatu dari Allah swt. Ketika berdo’a kita harus penuh harap bahwa do’a kita akan dikabul oleh Allah swt. Dimana hal tersebut telah diperintahkan Allah kepada orang-orang beriman agar selalu berdo’a kepada-Nya dan berharap Allah swt akan mengabulkan doanya. Penuh harap  
B.       Saran
Makalah ini dapat digunakan oleh mahasiswa yang ingin mengetahui tentang hadits yang berkaitan dengan materi pokok pendidikan Islam. Oleh karena keterbatasan pengetahuan, maka penulis menyarankan kepada pembaca untuk mencari hadits-hadits tersebut di kitab hadits aslinya. Selain itu, penulis mengharapkan saran dan kritik membangun dari pembaca untuk menyempurnakan dalam penulisan makalah ini.


















DAFTAR PUSTAKA
Ali, Daud. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Rajawali Pers. 2013.
Ali, Baydoun, Riyadhusshalihin. Lebanon: Dar Al-Kotob Al-Ilmiyah, 1971.
Qayyim, Ibnu.  Ad-Da’wa Ad-Dawa’. Pustaka. Imam asry-Syafi’i. 2009.
Suparta, Munzier. Ilmu Hadits. Jakarta: Rajawali Pers. 2014.
shentiald.blogspot.co.id/2013/10/makalah-agama-perilaku-terpuji-roja.html?m=1



















[1] Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), hlm. 356.
[2] Ahmad Ali Baydoun, Riyadhusshalihin, (Lebanon: Dar Al-Kotob Al-Ilmiyah, 1971), hal.157    
[3] shentiald.blogspot.co.id/2013/10/makalah-agama-perilaku-terpuji-roja.html?m=1
[4]Munzier Suparta,  Ilmu Hadits, (Jakarta: RajawaliPers, 2014), hlm. 240-242.
[5] shentiald.blogspot.co.id/2013/10/makalah-agama-perilaku-terpuji-roja.html?m=1
[6]Ibnu Qayyim,  Ad-da’wa Ad-da’wa,( Pustaka. Imam asry-Syafi’i. 2009), hlm. 94-99.