Wednesday, 18 May 2016

Contoh Makalah Fiqih tentang PUASA Sunnah dan Puasa di bulan Ramadhan


MAKALAH
PUASA
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah “Fiqih
DosenPengampu:Bapak Abbadi Ishomudin




DisusunOleh:
Moh. Husnul Huluq
(18201501020032)
Ayyinatul Hasanah
(18201501020012)
Kholilah
(182015010








PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) PAMEKASAN
2016/2017
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim.....
            Segala puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayahNya kepada semua hambaNya.
            Shalawat beserta salam semoga senantiasa tercurah limpahkan kepada revolusioner kita Nabi Muhammad SAW, karena beliau yang telah menuntun  kita dari alam jahiliyah menuju kealam yang penuh dengan ilmu pengetahuan seperti yang saat ini kita rasakan bersama. Dan semoga kesejahteraan juga terlimpahkan kepada keluarga, sahabat-sahabat, serta pengikutnya yang senantiasa setia mengikuti ajarannya.
            Alhamdulillah berkat pertolongaNya walaupun dengan terbatasnya waktu dan kemampuan akhirnya kami bisa menyelesaikan makalah ini tepat waktu. Dengan penuh rasa takdzim penulis haturkan pula rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua jajaran dosen terutama kepada pengajar dan juga semua pihak yang telah ikut serta memberikan motivasi terhadap penyelesaian makalah ini.
            Penulis yakin dalam penyusunan makalah ini, masih banyak terdapat kekurangan dan ketidaksempurnaa. Hal ini harap dimaklumi karena kemampuan penulis cukup terbatas dan kodat penulis yang tidak lepas dari kesalahan. Oleh sebab itu, kritikan yang bersifat konstruktif sangat penulis harapkan sebagai cambuk untuk mengarungi langkah-langkah yang lebih maju terhadap masa depan selanutnya.

Pamekasan, 12 April 2016
Penulis
DAFTAR ISI
KATA  PENGANTAR.....................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................ii
BABI PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang.......................................................................................1
B.     Rumusan Masalah..................................................................................2
C.    Tujuan Masalh........................................................................................2
BABII PEMBAHASAN
A.    Pengertian Puasa.....................................................................................3
B.     Dasar hukum pelaksanaan Puasa Ramadhan..........................................3
C.     Waktu pelaksanaan puasa.......................................................................5
D.    Syarat-Syarat Puasa................................................................................6
E.     Rukun Puasa...........................................................................................7
F.      Adab berpuasa........................................................................................7
G.    Hal-Hal yang mmembatalkan puasa......................................................10
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan ..........................................................................................13
B.     Saran.....................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................14




BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Puasa adalah rukun Islam yang ketiga. Karena itu setiap orang yang beriman, setiap orang islam yang mukallaf wajib melaksanakannya. Melaksanakan ibadah puasa ini selain untuk mematuhi perintah Allah adalah juga untuk menjadi tangga ke tingkat takwa, karena takwalah dasar keheningan jiwa dan keluruhan budi dan akhlak.
Untuk ini semua, perlu diketahui segala sesuatu yang berkenaan dengan puasa, dari dasar hukum, syarat-syarat, rukun puasanya dan lain sebagainya.
Makalah ini kami sajikan sebagai suatu sumbangan kecil kepada para pembaca dengan maksud tersebut di atas dengan harapan kita bisa mengambil faedahnya.
Tegur sapa, kritik dan saran dalam usaha menyempurnakan makalah ini kami ucapkan terima kasih. Semoga Allah Swt. mengiringi kita semua dengan taufik dan hidayah-Nya. Aamiin.
















B.       Rumusan Masalah
1.      Bagaimana pengertian Puasa?
2.      Bagaimana dasar hukum pelaksanaan Puasa?
3.      Kapan waktu pelaksanaan Puasa?
4.      Apa saja syarat-syarat Puasa?
5.      Apa saja rukun Puasa?
6.       Bagaimana adab berpuasa?
7.      Apa saja hal-hal yang membatalkan puasa?
C.Tujuan Masalah
1.      Untuk mengetahui pengertian Puasa.
2.      Untuk mengetahui dasar hukum pelaksanaan Puasa.
3.      Untuk mengethui  waktu pelaksanaan Puasa.
4.      Untuk mengetahui syarat-syarat Puasa.
5.      Untuk mengetahui rukun Puasa.
6.      Untuk mengetahui adab berpuasa.
7.      Untuk mengetahui hal-hal yang membatalkan puasa.




BAB II
PEMBAHASAN
A.      Pengertian Puasa
Puasa adalah terjemahan dari Ash-Shiyam. Menurut istilah bahasa berarti menahan diri dari sesuatu dalam pengertian tidak terbatas. Arti ini sesuai dengan firman Allah dalam surat Maryam ayat 26:
إِنِّي نَذَرْتُ لِلرَّحْمنِ صَوْمًا.
“sesungguhnya aku bernazar shaum ( bernazar menahan diri dan berbiacara ).”
“Saumu” (puasa), menurut bahasa Arab adalah “menahan dari segala sesuatu”, seperti makan, minum, nafsu, menahan berbicara yang tidak bermanfaat dan sebagainya.
Menurut istilah agama Islam yaitu “menahan diri dari sesuatu yang membatalkannya, satu hari lamanya, mulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari dengan niat dan beberapa syarat.”
Menahan diri dari berbicara dahulu disyariatkan dalam agama Bani Israil. Menurut Syara’ (istilah agama Islam) arti puasa adalah sebagaimana tersebut dalam kitab Subulus Salam. Yaitu :
اَلْإِمْسَاكُ عَنِ اْلأَكْلِ وَالشُّرْبِ وَالْجِمَاعِ وَغَيْرِهَا مِمَّا وَرَدَ بِهِ٬ فيِ النَّهَارِ عَلَي الْوَجْهِ الْمَشْرُوْعِ٬ وَيَتْبَعُ ذلِكَ الْإِمْسَاكُ عَنِ الَّلغْوِ وَالرَّفَثِ وَغَيْرِهَا مِنَ الْكَلَامِ الْمُحَرَّمِ وَالْمَكْرُوْهِ فِي وَقْتٍ مَخْصُوْصٍ٬ بِشَرَا ئِطَ مَخْصُوْصَةٍ۰
“Menahan diri dari makan, minum, jima’ (hubungan seksual) dan lain-lain yang diperintahkan sepanjang hari menurut cara yang disyariatkan, dan disertai pula menahan diri dari perkataan sia-sia, perkataan yang diharamkan pada waktu-waktu tertentu dan menurut syarat-syarat yang ditetapkan.

B.       Dasar Hukum Pelaksanaan Puasa Ramadhan
Puasa Ramadhan adalah salah satu dari rukun Islam yang diwajibkan kepada tiap mukmin. Sebagai dalil atau dasar yang menyatakan bahwa puasa Ramadhan itu ibadat yang diwajibkan Allah kepada tiap mukmin, umat Muhammad Saw., ialah:
a.     Firman Allah Swt., :
يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَي الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ۰
Artinya : Wahai mereka yang beriman, diwajibkan kepadamu berpuasa (Ramadhan) sebagaimana diwajibkan kepada orang-orang yang sebelum kamu, agar kamu bertaqwa.(QS. Al-Baqarah-183).
b.    Sabda Nabi Saw., :
بُنِيَ اْلإِسْلَامُ عَلَي خَمْسٍ : شَهَادَةِ أَنْ لآاِلهَ اِلَّا اللهُ٬ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ٬ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ٬ وَإِيْتَاءِ الزَّكَاةِ٬ وَصَوْمِ رَمَضَانَ٬ وَحَجِّ الْبَيْتِ۰
“Didirikan Islam atas lima sendi: mengakui bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, berpuasa Ramadhan dan naik haji ke Baitullah.” (H.R Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar).
Berdasarkan ketetapan Alquran, ketetapan hadis tersebut, puasa diwajibkan atas umat Islam sebagaimana diwajibkan atas umat yang terdahulu. Ayat itu menerangkan bahwa orang yang berada di tempat dalam keadaan sehat, di waktu bulan Ramadhan, wajib dia berpuasa. Seluruh Ulama Islam sepakat menetapkan bahwasanya puasa, salah satu rukun Islam yang lima, karena itu puasa  di bulan Ramadhan adalah wajib dikerjakan.
Yang diwajibkan berpuasa itu adalah orang yang beriman (muslim) baik laki-laki maupun perempuan (untuk perempuan suci dari haid dan nifas), berakal, baligh (dewasa), tidak dalam musafir (perjalanan) dan sanggup berpuasa.
Orang yang tidak beriman ada pula yang mengerjakan puasa sekarang dalam rangka terapi pengobatan. Meskipun mereka tidak beriman namun mereka mendapat manfaat juga dari puasanya yaitu manfaat jasmaniah.
Kecuali itu dalam ilmu kesehatan ada orang yang berpuasa untuk kesehatan. Walaupun orang ini berpuasa sesuai dengan ketentuan-ketentuan ajaran Islam, namun mereka puasanya tanpa niat ibadah kepada Allah yaitu dengan niat berpuasa esok hari karena Allah dan mengharapkan ridho-Nya, maka puasanya adalah puasa sekuler. Orang ini mendapat manfaat jasmaniah, tetapi tidak mendapat manfaat rohaniah.

C.      Waktu Pelaksanaan Puasa Ramadlan
Puasa Ramadhan lamanya sebulan yaitu 29 atau 30 hari, yang dimulai setiap harinya sejak terbit matahari hingga terbenam matahari.
Puasa Ramadhan dimulai dengan salah satu sebab sebagai berikut :
a.       Melihat bulan Ramadhan setelah terbenam matahari pada tanggal  29 (akhir) Sya’ban.
b.      Penetapan Hakim Syar’i akan awal bulan Ramadhan berdasarkan keterangan saksi, sekurang-kurangnya seorang laki-laki, bahwa ia melihat bulan.
c.       Penetapan awal bulan Ramadhan dengan perhitungan ahli hisab (perhitungan) ; a. Apabila bulan tidak terlihat, maka bulan Sya’ban disempurnakan 30 hari. ; b. Keterangan orang yang dapat dipercaya kebenarannya oleh penerima berita, bahwa ia melihat bulan Ramadhan.
d.      Dengan hisab sebagaimana firman Allah. Swt. :
هُوَ الَّذِي جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاءً وَالْقَمَرَ نُوْرًا وَقَدَّرَهُ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوْا عَدَدَ السِّنِيْنَ وَالْحِسَابَ٬ مَاخَلَقَ اللهُ ذلِكَ إِلَّا بِالْحَقِّ٬ يُفَصِّلُ الْآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُوْنَ۰
Artinya: “Allah yang telah menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya serta diaturnya tempat perjalanan, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan hitungan (hisabnya). Tuhan tidak menjadikan semuanya itu kecuali dengan pasti. Tuhan menerangkan segalanya (tandaan) dengan ayat-ayat-Nya bagi semua orang yang berpengatahuan. (QS. Yunus-5).

Sabda Rasulullah Saw. :
عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّي اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِذَا رَأَيْتُمُوْهُ فَصُوْمُوْا٬ إِذَا رَأَيْتُمُوْهُ فَافْطِرُوْا۰ فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوْا لَهُ.
Artinya: “Dari ‘Umar ra., Rasulullah Saw., bersabda : Apabila kamu melihat bulan Ramadhan, hendaklah berpuasa dan apabila kamu melihat bulan Syawal hendaklah kamu berbuka. Maka jika tidak tampak olehmu, maka hendaklah kamu perhitungkanlah jumlahnya hari dalam satu bulan”. (HR. Bukhari, Muslim, Nasa’i dan Ibnu Majah).
D.    Syarat-syarat Puasa
Adapun syarat-syarat puasa terbagi menjadi dua yaitu syarat sah puasa dan syarat wajib puasa. Syarat sah secara garis besar merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk sahnya puasa Ramadhan adalah:
1.      Tetap dalam islam sepanjang hari
Apabila seseorang kafir, baik asli atau kafir murtad berniat puasa, tidaklah sah puasanya. Apabila seorang muslim yang berpuasa menjadi murtad karena mencela agama islam, atau mengingkari sesuatu hukum Islam yang diijma’I oleh ummat atau dia mengerjakan sesuatu yang merupakan penghinaan bagi al-Quran atau memaki seorang Nabi, niscaya keluarlah ia dari Islam dan puasanya batal.
2.      Suci dari haid, nifas dan wiladah (bersalin)
Puasa wanita yang mendapat haid, nifas dan ataupun bersalin (wiladah), pada saat darah keluar baik banyak, ataupun sedikit, baik anak yang lahir itu sempurna, ataupun yang dilahirkan itu segumpal darah atau daging.
3.       Tam-yiz
Tam-yiz yaitu dapat membedakan antara yang baik dan yang tidak baik.
4.       Berpuasa pada waktunya
Berpuasa harus dilakukan pada waktunya yang tepat. Karenanya tidak sah puasa jika dikerjakan diwaktu-waktu yang tidak dibenarkan berpuasa, seperti hari raya Idul Fitri, Idul Adha dan hari-hari Tasyriq.
Syarat –syarat diatas berlaku pula untuk puasa-puasa lain, baik fardlu, maupun puasa qadla, nazar, ataupun puasa sunnah, seperti puasa ‘Arafah, ‘Asyura dan lain-lain.
Adapun syarat wajib puasa sebagai berikut:
1.      Berakal. Orang yang gila tidak wajib berpuasa,
2.      Balig (umur 15 tahun ke atas ) atau tanda yang lain. Anak-anak tidak wajib puasa
 Sabda Rasulullah saw: “ tiga orang yang terlepas dari hukum:
a.       Orang yang sedang tidur hingga ia bangun,
b.      orang gila sampai ia sembuh,
c.       kanak-kanak sampai ia baligh. “ ( Riwayat Abu Dawud dan Nasaih)
3.       Kuat berpuasa, orang yang tidak kuat, misalnya karna sudah tua atau sakit, tidak wajib puasa.
E.       Rukun Puasa
1.    Niat
Kedudukan niat dalam ajaran islam penting sekali, karena ia menyangkut dengan kemauan. Hadits Nabi saw yang diriwayatkan oleh Bukhari menyatakan:
Artinya :“ sesungguhnya segala amal perbuatan itu tergantung kepada niat, dan setiap manusia hanya memperoleh menurut apa yang diniatkannya.”
Banayak terjadi salah pengertian tentang niat dalam berpuasa ini. Kata niat itu sebenarnya berarti kehendak atau maksud untuk mengerjakan sesuatu dengan sadar dan sengaja. Tetapi banyak orang mengartikan seoalah-olah niat itu berarti mengucapkan atau melafalkan serangkaian  kata-kata yang menjelaskan bahwa yang bersangkutan akan berbuat ini atau itu.
Niat bermakna gerak kemauan yang timbul dari hati nurani. Gerak kemauan inilah yang dinilai dan merupakan cerminan asli dari hati seseorang untuk berbuat sesuatu.
Sebagai suatu amalan hati, maka orang yang berniat untuk berpuasa adalah orang yang mulai mengarahkan hatinya dengan tekad akan melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam puasa, baik yang bersifat anjuran maupun yang bersifat larangan untuk mendapat ridha-Nya. Karena itu maka yang berniat itu adalah hati. Hal ini tidak berarti bahwa melafalkan niat tidak boleh, tetapi yang dinilai adalah niat yang ada didalam hati tiap-tiap hambanya.
2.      Menahan diri dari segala yang membatalkan puasa sejak terbit fajar sampai terbenam matahari.
F.       Adab Berpuasa
Adab-adab dalam melaksanakan puasa adalah sebagai berikut:
1.      Makan sahur
Para ulama bersepakat bahwa makan sahur adalah sunnah (tidak wajib tetapi dianjurkan) bagi oaring yang akan berpuasa. Al-Bukhari dan Muslim merawikan dari Anas r.a bahwa Nabi Saw. Pernah bersabda, “bersahurlah kamu, sebab didalam makanan sahur terkandung berkah (yakni kebaikan yang banyak).
Sahur dapat dilaksanakan dengan makan atau minum, sedikit atau banyak (meskipun hanya seteguk air); waktunya mulai pertengahan malam sampai terbitnya fajar (yakni masuknya waktu untuk shalat subuh).
Walaupun demikian, sebaiknya ber-ihtiyath ( bersikap hati-hati) dengan berhenti dari makan dan minum kira-kira sepuluh menit sebelum masuk waktu subuh, yaitu pada waktu yang biasa disebut ‘waktu imsak’.
2.      Menyegerakan Buka Puasa
Dianjurkan bagi yang berpuasa untuk berbuka, segera setelah meyakini terbenamnya matahari. Tentang hal ini, Bukhari dan Muslim merawikan dari Sahl bin Sa’ad, bahwa Nabi Saw. Pernah bersabda, “ Manusia masih dalam keadaan baik sepanjang mereka masih menyegerakan buka puasa.” 
Dianjurkan pula untuk berbuka dengan satu atau tiga butir kurma, atau boleh juga dengan sesuatu yang manis, atau air walaupun hanya seteguk. Kemudian heendaknya melaksanakan shalat maghrib sebelum makan malamnya. Kecuali jika makan malamnya telah tesedia, maka tak ada salahnya mendahulukannya sebelum shalat magrib.
Telah dirawikan dari Anas r.a bahwa Nabi Saw, biasa berbuka dengan beberapa butir rutbab (kurma yang setengah masak) sebelum shalat. Kalau tidak ada, dengan kurma biasa, dan kalau tidak ada juga, dengan minum air beberapa teguk. (HR Abu Daud dan Tirmidzi).
3.      Doa setelah Berbuka
Dianjurkan bagi orang yang sedang berpuasa agar memperbanyak bacaa zikir dan doa sepanjang hari, terutama setelah berbuka.
Diriwayatkan oleh tirmidzi, bahwa Nabi Saw. Pernah bersabda, “ tiga orang takan tertolak doanya: seorang yang sedang berpuasa sampai ia berbuka, penguasa negri yang adil, dan seoarang Mazhlum ( yakni yang tertimpa kedzaliman).” Diantara doa-doa yang dianjurkan membacanya berulang-ulang, terutama disore hari menjelang saat berbuka.
4.      Banyak bersedekah dan tadarus Al-Quran
Banyak bersedekah dan mendaras (membaca bersama-sama atau sendiri-sendiri)  serta mempelajari Al-Quran adalah perbuatan yang sangat dianjurkan pada setiap saat. Namun lebih dianjurkan lagi pada bulan Ramadhan. Telah dirawikan dari Ibnu Abbas r.a. bahwa Rasulullah Saw. Adalah yang paling dermawan diantara semua dermawan. Lebih-lebih lagi pada bulan Ramadhan, ketika jibril menemuinya pada setiap malam, lalu mendaras Al-Quran bersama beliau. (HR Bukhari).
5.      Bersungguh –sungguh dalam beribadat dan beramal shaleh
Telah disebutkan sebelum hal ini, bahwa ibadah dan amal kebaikan pada bulan Ramadhan memperoleh pahala berlipat ganda disbanding pada bulan-bulan lainnya. Karenanya, dianjurkan untuk menggunakan kesempatan ini sebaik-baikya., dengan memperbanyak ibadah dan amal shaleh, baik disiang hari maupun dimalam hari Ramadhan, terlebih lagi pada sepuluh malam terakhir.
Bukhari dan muslim merawikan dari Aisyah r.a bahwa “ telah menjadi kebiasaan Nabi Saw apabila berada disepuluh malam terakhir bulan Ramadhan, menghidupkan malam-malamnya (dengan bersungguh-sungguh dalam beribadah), sambil membangunkan istrinya(agar beribadah bersamanya).”

6.      Menjauhkan diri dari perbuatan dan ucapan tidak senonoh
Puasa adalah ibadah yang bertujuan mendekatkan diri kepada Allah, dan melatih jiwa agar selalu bertakwa kepada-Nya. Oleh sebab itu, seorang yang sedang berpuasa hendaknya tidak hanya menahan dirinya dari makan, minum serta perbuatan terlarang lainnya, tetapi harus pula mencangkup perbaikan jiwa dengan akhlak mulia dan menjauh dari segala perbuatan tercela. Sabda Nabi Saw: “ puasa bukan hanya menahan diri dari makan dan minum, tetapi harus pula menahan diri dari perbutan sia-sia dan ucapan tidak senonoh. Maka apabila orang lain menunjukan cercaan atau keajaiban terhadapmu, janganlah membalasnya dengan perbuatan seperti itu, tetapi katakanlah: “ Aku sedang berpuasa; aku sedang berpuasa!” (HR Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban  dan Al-Hakim).
Diriwayatkan pula bahwa Nabi Saw, pernah bersabda:
“ Barangsiapa tidak meninggalkan ucapan dan perbuatan keji, maka tak ada sedikitpun kehendak Allah untuk menerima puasanya dari makan dan minum.” (HR Al-Jama’ah kecuali Muslim).
G.      Hal-Hal Yang Membatalkan Puasa
1.    Makan dan minum.
Makan dan minum yang membatalkan puasa ialah apabila dilakukan dengan sengaja. Kalu tidak sengaja, misalnya lupa, tidak membatalkan puasa.sebagaimana sabda Rasulullah Saw: “ Barang siapa lupa, sedangkan ia dalam keadaan puasa, kemudian ia makan atau minum, maka hendaklah puasanya disempurnakan, karena sesungguhnya Allah-lah yang memberinya maka dan minum.”( Riwayat Bukhari dan Muslim).
Memasukkan seuatu kedalam lubang yang ada pada badan, seperti lubang telinga, hidung, dan sebagainya, menurut sebagian ulama sama dengan makan dan minum; artinya membatalkan puasa. Mereka mengambil alas an dengan Qias, diqiaskan (disamakan) dengan makan dan minum. Ulama yang lain berpendapat bahwa hal itu tidak membatalkan karena tidak dapat diqiaskan dengan makan dan minum. Menurut pendapat yang kedua itu, kemasukan air sewaktu mandi tidak membatalkan puasa, begitu juga memasukan obat melalui lubang badan selain mulut, suntik, dan sebagainya, tidak membatalkan puasa karena yang demikian tidak dinamakn makan dan minum.
2.    Muntah yang disengaja, sekalipun tidak ada yang kembali kedalam.
Muntah yang tidak disengaja tidaklah membatalkan puasa.
Sabda Rasulullah Saw: “ Dari Abu Hurairah. Rasulullah Saw telah berkata,” barangsiapa terpasksa muntah, tidaklah wajib mengqada puasanya;dan barang siapa yang mengusahakan muntah, maka hendaklah dia mengqada puasanya.” (Riwayat Abu Dawud, Tirmizi, dan Ibnu Hibban)
3.    Bersetubuh
Firman Allah Swt:
“Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan istri-istrimu.” (Al-Baqarah: 187).
Laki-laki membatalkan puasanya dengan bersetubuh diwaktu siang hari dibulan Ramadhan, sedangkan dia berkewajiban puasa, maka ia wajib membayar kafarat.
4.    Keluar darah Haid (kotoran atau nifas (darah sehabis melahirkan). Dari Aisyah. Ia berkata,” kami disuruh oleh Rasulullah Saw. Mengqada puasa, dan tidak disuruhnya untuk mengqada salat.”
5.    Gila. Jika gila itu datang waktu siang hari, maka puasanya batal.
6.    Keluar mani dengan sengaja (karena bersentuhan dengan perempuan /istri atau lainnya). Karena keluar mani itu adalah puncak yang dituju orang pada persetubuhan, maka hukumnya disamakan dengan bersetubuh. Adapun keluar mani karena bermimpi tidak membatalkan puasa.



BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan

Puasa adalah terjemahan dari Ash Shiyam. Menurut istilah bahasa berarti menahan diri dari sesuatu dalam pengertian tidak terbatas. “Saumu” (puasa), menurut bahasa Arab adalah “menahan dari segala sesuatu”, seperti makan, minum, nafsu, menahan berbicara yang tidak bermanfaat dan sebagainya.
Menurut istilah agama Islam yaitu “menahan diri dari sesuatu yang membatalkannya, satu hari lamanya, mulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari dengan niat dan beberapa syarat.
Berdasarkan ketetapan Alquran surat Al-Baqarah ayat 183 dan ketetapan hadis yang telah disebutkan diatas, puasa diwajibkan atas umat Islam sebagaimana diwajibkan atas umat yang terdahulu. Ayat itu menerangkan bahwa orang yang berada di tempat dalam keadaan sehat, di waktu bulan Ramadhan, wajib dia berpuasa. Seluruh Ulama Islam sepakat menetapkan bahwasanya puasa, salah satu rukun Islam yang lima, karena itu puasa  di bulan Ramadhan adalah wajib dikerjakan.
Yang diwajibkan berpuasa itu adalah orang yang beriman (muslim) baik laki-laki maupun perempuan (untuk perempuan suci dari haid dan nifas), berakal, baligh (dewasa), tidak dalam musafir (perjalanan) dan sanggup berpuasa.
Puasa Ramadhan lamanya sebulan yaitu 29 atau 30 hari, yang dimulai setiap harinya sejak terbit pagi hingga terbenam matahari.


B.       Saran
Dalam penyusunan karya tulis ini tentu terdapat berbagai kekeliruan dan kekurangan sebagaimana fitrah kami sebagai manusia, tempat salah dan lupa.
Oleh karena itu, dengan setulus hati kami mengharapkan apresiasi pembaca sekalian untuk menyampaikan saran dan kritik demi perbaikan di masa mendatang.


C.      
DAFTAR PUSTAKA

Bahreisj, Hussein, Pedoman Fiqih Islam. Surabaya: Al-Ikhlas, 1980.

Latif, M. Djamil, Puasa dan Ibadah Bulan Ramadhan. Jakarta: Ghalia Indonesia, 2001.

Rifa’i, Moh., Ilmu Fiqih Islam Lengkap. Semarang: PT Karya Toha Putra, 1978.

Rasjid, Sulaiman., Fiqih Islam. Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2012.

Sabiq, Sayyid., Fikih Sunnah 3. Bandung: Al- Ma’arif, 1993.

MAKALAH
PUASA
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah “Fiqih
DosenPengampu:Bapak Abbadi Ishomudin



DisusunOleh:
Moh. Husnul Huluq
(18201501020032)
Ayyinatul Hasanah
(18201501020012)
Kholilah
(182015010








PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) PAMEKASAN
2016/2017
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim.....
            Segala puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayahNya kepada semua hambaNya.
            Shalawat beserta salam semoga senantiasa tercurah limpahkan kepada revolusioner kita Nabi Muhammad SAW, karena beliau yang telah menuntun  kita dari alam jahiliyah menuju kealam yang penuh dengan ilmu pengetahuan seperti yang saat ini kita rasakan bersama. Dan semoga kesejahteraan juga terlimpahkan kepada keluarga, sahabat-sahabat, serta pengikutnya yang senantiasa setia mengikuti ajarannya.
            Alhamdulillah berkat pertolongaNya walaupun dengan terbatasnya waktu dan kemampuan akhirnya kami bisa menyelesaikan makalah ini tepat waktu. Dengan penuh rasa takdzim penulis haturkan pula rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua jajaran dosen terutama kepada pengajar dan juga semua pihak yang telah ikut serta memberikan motivasi terhadap penyelesaian makalah ini.
            Penulis yakin dalam penyusunan makalah ini, masih banyak terdapat kekurangan dan ketidaksempurnaa. Hal ini harap dimaklumi karena kemampuan penulis cukup terbatas dan kodat penulis yang tidak lepas dari kesalahan. Oleh sebab itu, kritikan yang bersifat konstruktif sangat penulis harapkan sebagai cambuk untuk mengarungi langkah-langkah yang lebih maju terhadap masa depan selanutnya.

Pamekasan, 12 April 2016
Penulis
DAFTAR ISI
KATA  PENGANTAR.....................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................ii
BABI PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang.......................................................................................1
B.     Rumusan Masalah..................................................................................2
C.    Tujuan Masalh........................................................................................2
BABII PEMBAHASAN
A.    Pengertian Puasa.....................................................................................3
B.     Dasar hukum pelaksanaan Puasa Ramadhan..........................................3
C.     Waktu pelaksanaan puasa.......................................................................5
D.    Syarat-Syarat Puasa................................................................................6
E.     Rukun Puasa...........................................................................................7
F.      Adab berpuasa........................................................................................7
G.    Hal-Hal yang mmembatalkan puasa......................................................10
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan ..........................................................................................13
B.     Saran.....................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................14



BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Puasa adalah rukun Islam yang ketiga. Karena itu setiap orang yang beriman, setiap orang islam yang mukallaf wajib melaksanakannya. Melaksanakan ibadah puasa ini selain untuk mematuhi perintah Allah adalah juga untuk menjadi tangga ke tingkat takwa, karena takwalah dasar keheningan jiwa dan keluruhan budi dan akhlak.
Untuk ini semua, perlu diketahui segala sesuatu yang berkenaan dengan puasa, dari dasar hukum, syarat-syarat, rukun puasanya dan lain sebagainya.
Makalah ini kami sajikan sebagai suatu sumbangan kecil kepada para pembaca dengan maksud tersebut di atas dengan harapan kita bisa mengambil faedahnya.
Tegur sapa, kritik dan saran dalam usaha menyempurnakan makalah ini kami ucapkan terima kasih. Semoga Allah Swt. mengiringi kita semua dengan taufik dan hidayah-Nya. Aamiin.
















B.       Rumusan Masalah
1.      Bagaimana pengertian Puasa?
2.      Bagaimana dasar hukum pelaksanaan Puasa?
3.      Kapan waktu pelaksanaan Puasa?
4.      Apa saja syarat-syarat Puasa?
5.      Apa saja rukun Puasa?
6.       Bagaimana adab berpuasa?
7.      Apa saja hal-hal yang membatalkan puasa?
C.Tujuan Masalah
1.      Untuk mengetahui pengertian Puasa.
2.      Untuk mengetahui dasar hukum pelaksanaan Puasa.
3.      Untuk mengethui  waktu pelaksanaan Puasa.
4.      Untuk mengetahui syarat-syarat Puasa.
5.      Untuk mengetahui rukun Puasa.
6.      Untuk mengetahui adab berpuasa.
7.      Untuk mengetahui hal-hal yang membatalkan puasa.




BAB II
PEMBAHASAN
A.      Pengertian Puasa
Puasa adalah terjemahan dari Ash-Shiyam. Menurut istilah bahasa berarti menahan diri dari sesuatu dalam pengertian tidak terbatas. Arti ini sesuai dengan firman Allah dalam surat Maryam ayat 26:
إِنِّي نَذَرْتُ لِلرَّحْمنِ صَوْمًا.
“sesungguhnya aku bernazar shaum ( bernazar menahan diri dan berbiacara ).”
“Saumu” (puasa), menurut bahasa Arab adalah “menahan dari segala sesuatu”, seperti makan, minum, nafsu, menahan berbicara yang tidak bermanfaat dan sebagainya.
Menurut istilah agama Islam yaitu “menahan diri dari sesuatu yang membatalkannya, satu hari lamanya, mulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari dengan niat dan beberapa syarat.”
Menahan diri dari berbicara dahulu disyariatkan dalam agama Bani Israil. Menurut Syara’ (istilah agama Islam) arti puasa adalah sebagaimana tersebut dalam kitab Subulus Salam. Yaitu :
اَلْإِمْسَاكُ عَنِ اْلأَكْلِ وَالشُّرْبِ وَالْجِمَاعِ وَغَيْرِهَا مِمَّا وَرَدَ بِهِ٬ فيِ النَّهَارِ عَلَي الْوَجْهِ الْمَشْرُوْعِ٬ وَيَتْبَعُ ذلِكَ الْإِمْسَاكُ عَنِ الَّلغْوِ وَالرَّفَثِ وَغَيْرِهَا مِنَ الْكَلَامِ الْمُحَرَّمِ وَالْمَكْرُوْهِ فِي وَقْتٍ مَخْصُوْصٍ٬ بِشَرَا ئِطَ مَخْصُوْصَةٍ۰
“Menahan diri dari makan, minum, jima’ (hubungan seksual) dan lain-lain yang diperintahkan sepanjang hari menurut cara yang disyariatkan, dan disertai pula menahan diri dari perkataan sia-sia, perkataan yang diharamkan pada waktu-waktu tertentu dan menurut syarat-syarat yang ditetapkan.

B.       Dasar Hukum Pelaksanaan Puasa Ramadhan
Puasa Ramadhan adalah salah satu dari rukun Islam yang diwajibkan kepada tiap mukmin. Sebagai dalil atau dasar yang menyatakan bahwa puasa Ramadhan itu ibadat yang diwajibkan Allah kepada tiap mukmin, umat Muhammad Saw., ialah:
a.     Firman Allah Swt., :
يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَي الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ۰
Artinya : Wahai mereka yang beriman, diwajibkan kepadamu berpuasa (Ramadhan) sebagaimana diwajibkan kepada orang-orang yang sebelum kamu, agar kamu bertaqwa.(QS. Al-Baqarah-183).
b.    Sabda Nabi Saw., :
بُنِيَ اْلإِسْلَامُ عَلَي خَمْسٍ : شَهَادَةِ أَنْ لآاِلهَ اِلَّا اللهُ٬ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ٬ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ٬ وَإِيْتَاءِ الزَّكَاةِ٬ وَصَوْمِ رَمَضَانَ٬ وَحَجِّ الْبَيْتِ۰
“Didirikan Islam atas lima sendi: mengakui bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, berpuasa Ramadhan dan naik haji ke Baitullah.” (H.R Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar).
Berdasarkan ketetapan Alquran, ketetapan hadis tersebut, puasa diwajibkan atas umat Islam sebagaimana diwajibkan atas umat yang terdahulu. Ayat itu menerangkan bahwa orang yang berada di tempat dalam keadaan sehat, di waktu bulan Ramadhan, wajib dia berpuasa. Seluruh Ulama Islam sepakat menetapkan bahwasanya puasa, salah satu rukun Islam yang lima, karena itu puasa  di bulan Ramadhan adalah wajib dikerjakan.
Yang diwajibkan berpuasa itu adalah orang yang beriman (muslim) baik laki-laki maupun perempuan (untuk perempuan suci dari haid dan nifas), berakal, baligh (dewasa), tidak dalam musafir (perjalanan) dan sanggup berpuasa.
Orang yang tidak beriman ada pula yang mengerjakan puasa sekarang dalam rangka terapi pengobatan. Meskipun mereka tidak beriman namun mereka mendapat manfaat juga dari puasanya yaitu manfaat jasmaniah.
Kecuali itu dalam ilmu kesehatan ada orang yang berpuasa untuk kesehatan. Walaupun orang ini berpuasa sesuai dengan ketentuan-ketentuan ajaran Islam, namun mereka puasanya tanpa niat ibadah kepada Allah yaitu dengan niat berpuasa esok hari karena Allah dan mengharapkan ridho-Nya, maka puasanya adalah puasa sekuler. Orang ini mendapat manfaat jasmaniah, tetapi tidak mendapat manfaat rohaniah.

C.      Waktu Pelaksanaan Puasa Ramadlan
Puasa Ramadhan lamanya sebulan yaitu 29 atau 30 hari, yang dimulai setiap harinya sejak terbit matahari hingga terbenam matahari.
Puasa Ramadhan dimulai dengan salah satu sebab sebagai berikut :
a.       Melihat bulan Ramadhan setelah terbenam matahari pada tanggal  29 (akhir) Sya’ban.
b.      Penetapan Hakim Syar’i akan awal bulan Ramadhan berdasarkan keterangan saksi, sekurang-kurangnya seorang laki-laki, bahwa ia melihat bulan.
c.       Penetapan awal bulan Ramadhan dengan perhitungan ahli hisab (perhitungan) ; a. Apabila bulan tidak terlihat, maka bulan Sya’ban disempurnakan 30 hari. ; b. Keterangan orang yang dapat dipercaya kebenarannya oleh penerima berita, bahwa ia melihat bulan Ramadhan.
d.      Dengan hisab sebagaimana firman Allah. Swt. :
هُوَ الَّذِي جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاءً وَالْقَمَرَ نُوْرًا وَقَدَّرَهُ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوْا عَدَدَ السِّنِيْنَ وَالْحِسَابَ٬ مَاخَلَقَ اللهُ ذلِكَ إِلَّا بِالْحَقِّ٬ يُفَصِّلُ الْآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُوْنَ۰
Artinya: “Allah yang telah menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya serta diaturnya tempat perjalanan, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan hitungan (hisabnya). Tuhan tidak menjadikan semuanya itu kecuali dengan pasti. Tuhan menerangkan segalanya (tandaan) dengan ayat-ayat-Nya bagi semua orang yang berpengatahuan. (QS. Yunus-5).

Sabda Rasulullah Saw. :
عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّي اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِذَا رَأَيْتُمُوْهُ فَصُوْمُوْا٬ إِذَا رَأَيْتُمُوْهُ فَافْطِرُوْا۰ فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوْا لَهُ.
Artinya: “Dari ‘Umar ra., Rasulullah Saw., bersabda : Apabila kamu melihat bulan Ramadhan, hendaklah berpuasa dan apabila kamu melihat bulan Syawal hendaklah kamu berbuka. Maka jika tidak tampak olehmu, maka hendaklah kamu perhitungkanlah jumlahnya hari dalam satu bulan”. (HR. Bukhari, Muslim, Nasa’i dan Ibnu Majah).
D.    Syarat-syarat Puasa
Adapun syarat-syarat puasa terbagi menjadi dua yaitu syarat sah puasa dan syarat wajib puasa. Syarat sah secara garis besar merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk sahnya puasa Ramadhan adalah:
1.      Tetap dalam islam sepanjang hari
Apabila seseorang kafir, baik asli atau kafir murtad berniat puasa, tidaklah sah puasanya. Apabila seorang muslim yang berpuasa menjadi murtad karena mencela agama islam, atau mengingkari sesuatu hukum Islam yang diijma’I oleh ummat atau dia mengerjakan sesuatu yang merupakan penghinaan bagi al-Quran atau memaki seorang Nabi, niscaya keluarlah ia dari Islam dan puasanya batal.
2.      Suci dari haid, nifas dan wiladah (bersalin)
Puasa wanita yang mendapat haid, nifas dan ataupun bersalin (wiladah), pada saat darah keluar baik banyak, ataupun sedikit, baik anak yang lahir itu sempurna, ataupun yang dilahirkan itu segumpal darah atau daging.
3.       Tam-yiz
Tam-yiz yaitu dapat membedakan antara yang baik dan yang tidak baik.
4.       Berpuasa pada waktunya
Berpuasa harus dilakukan pada waktunya yang tepat. Karenanya tidak sah puasa jika dikerjakan diwaktu-waktu yang tidak dibenarkan berpuasa, seperti hari raya Idul Fitri, Idul Adha dan hari-hari Tasyriq.
Syarat –syarat diatas berlaku pula untuk puasa-puasa lain, baik fardlu, maupun puasa qadla, nazar, ataupun puasa sunnah, seperti puasa ‘Arafah, ‘Asyura dan lain-lain.
Adapun syarat wajib puasa sebagai berikut:
1.      Berakal. Orang yang gila tidak wajib berpuasa,
2.      Balig (umur 15 tahun ke atas ) atau tanda yang lain. Anak-anak tidak wajib puasa
 Sabda Rasulullah saw: “ tiga orang yang terlepas dari hukum:
a.       Orang yang sedang tidur hingga ia bangun,
b.      orang gila sampai ia sembuh,
c.       kanak-kanak sampai ia baligh. “ ( Riwayat Abu Dawud dan Nasaih)
3.       Kuat berpuasa, orang yang tidak kuat, misalnya karna sudah tua atau sakit, tidak wajib puasa.
E.       Rukun Puasa
1.    Niat
Kedudukan niat dalam ajaran islam penting sekali, karena ia menyangkut dengan kemauan. Hadits Nabi saw yang diriwayatkan oleh Bukhari menyatakan:
Artinya :“ sesungguhnya segala amal perbuatan itu tergantung kepada niat, dan setiap manusia hanya memperoleh menurut apa yang diniatkannya.”
Banayak terjadi salah pengertian tentang niat dalam berpuasa ini. Kata niat itu sebenarnya berarti kehendak atau maksud untuk mengerjakan sesuatu dengan sadar dan sengaja. Tetapi banyak orang mengartikan seoalah-olah niat itu berarti mengucapkan atau melafalkan serangkaian  kata-kata yang menjelaskan bahwa yang bersangkutan akan berbuat ini atau itu.
Niat bermakna gerak kemauan yang timbul dari hati nurani. Gerak kemauan inilah yang dinilai dan merupakan cerminan asli dari hati seseorang untuk berbuat sesuatu.
Sebagai suatu amalan hati, maka orang yang berniat untuk berpuasa adalah orang yang mulai mengarahkan hatinya dengan tekad akan melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam puasa, baik yang bersifat anjuran maupun yang bersifat larangan untuk mendapat ridha-Nya. Karena itu maka yang berniat itu adalah hati. Hal ini tidak berarti bahwa melafalkan niat tidak boleh, tetapi yang dinilai adalah niat yang ada didalam hati tiap-tiap hambanya.
2.      Menahan diri dari segala yang membatalkan puasa sejak terbit fajar sampai terbenam matahari.
F.       Adab Berpuasa
Adab-adab dalam melaksanakan puasa adalah sebagai berikut:
1.      Makan sahur
Para ulama bersepakat bahwa makan sahur adalah sunnah (tidak wajib tetapi dianjurkan) bagi oaring yang akan berpuasa. Al-Bukhari dan Muslim merawikan dari Anas r.a bahwa Nabi Saw. Pernah bersabda, “bersahurlah kamu, sebab didalam makanan sahur terkandung berkah (yakni kebaikan yang banyak).
Sahur dapat dilaksanakan dengan makan atau minum, sedikit atau banyak (meskipun hanya seteguk air); waktunya mulai pertengahan malam sampai terbitnya fajar (yakni masuknya waktu untuk shalat subuh).
Walaupun demikian, sebaiknya ber-ihtiyath ( bersikap hati-hati) dengan berhenti dari makan dan minum kira-kira sepuluh menit sebelum masuk waktu subuh, yaitu pada waktu yang biasa disebut ‘waktu imsak’.
2.      Menyegerakan Buka Puasa
Dianjurkan bagi yang berpuasa untuk berbuka, segera setelah meyakini terbenamnya matahari. Tentang hal ini, Bukhari dan Muslim merawikan dari Sahl bin Sa’ad, bahwa Nabi Saw. Pernah bersabda, “ Manusia masih dalam keadaan baik sepanjang mereka masih menyegerakan buka puasa.” 
Dianjurkan pula untuk berbuka dengan satu atau tiga butir kurma, atau boleh juga dengan sesuatu yang manis, atau air walaupun hanya seteguk. Kemudian heendaknya melaksanakan shalat maghrib sebelum makan malamnya. Kecuali jika makan malamnya telah tesedia, maka tak ada salahnya mendahulukannya sebelum shalat magrib.
Telah dirawikan dari Anas r.a bahwa Nabi Saw, biasa berbuka dengan beberapa butir rutbab (kurma yang setengah masak) sebelum shalat. Kalau tidak ada, dengan kurma biasa, dan kalau tidak ada juga, dengan minum air beberapa teguk. (HR Abu Daud dan Tirmidzi).
3.      Doa setelah Berbuka
Dianjurkan bagi orang yang sedang berpuasa agar memperbanyak bacaa zikir dan doa sepanjang hari, terutama setelah berbuka.
Diriwayatkan oleh tirmidzi, bahwa Nabi Saw. Pernah bersabda, “ tiga orang takan tertolak doanya: seorang yang sedang berpuasa sampai ia berbuka, penguasa negri yang adil, dan seoarang Mazhlum ( yakni yang tertimpa kedzaliman).” Diantara doa-doa yang dianjurkan membacanya berulang-ulang, terutama disore hari menjelang saat berbuka.
4.      Banyak bersedekah dan tadarus Al-Quran
Banyak bersedekah dan mendaras (membaca bersama-sama atau sendiri-sendiri)  serta mempelajari Al-Quran adalah perbuatan yang sangat dianjurkan pada setiap saat. Namun lebih dianjurkan lagi pada bulan Ramadhan. Telah dirawikan dari Ibnu Abbas r.a. bahwa Rasulullah Saw. Adalah yang paling dermawan diantara semua dermawan. Lebih-lebih lagi pada bulan Ramadhan, ketika jibril menemuinya pada setiap malam, lalu mendaras Al-Quran bersama beliau. (HR Bukhari).
5.      Bersungguh –sungguh dalam beribadat dan beramal shaleh
Telah disebutkan sebelum hal ini, bahwa ibadah dan amal kebaikan pada bulan Ramadhan memperoleh pahala berlipat ganda disbanding pada bulan-bulan lainnya. Karenanya, dianjurkan untuk menggunakan kesempatan ini sebaik-baikya., dengan memperbanyak ibadah dan amal shaleh, baik disiang hari maupun dimalam hari Ramadhan, terlebih lagi pada sepuluh malam terakhir.
Bukhari dan muslim merawikan dari Aisyah r.a bahwa “ telah menjadi kebiasaan Nabi Saw apabila berada disepuluh malam terakhir bulan Ramadhan, menghidupkan malam-malamnya (dengan bersungguh-sungguh dalam beribadah), sambil membangunkan istrinya(agar beribadah bersamanya).”

6.      Menjauhkan diri dari perbuatan dan ucapan tidak senonoh
Puasa adalah ibadah yang bertujuan mendekatkan diri kepada Allah, dan melatih jiwa agar selalu bertakwa kepada-Nya. Oleh sebab itu, seorang yang sedang berpuasa hendaknya tidak hanya menahan dirinya dari makan, minum serta perbuatan terlarang lainnya, tetapi harus pula mencangkup perbaikan jiwa dengan akhlak mulia dan menjauh dari segala perbuatan tercela. Sabda Nabi Saw: “ puasa bukan hanya menahan diri dari makan dan minum, tetapi harus pula menahan diri dari perbutan sia-sia dan ucapan tidak senonoh. Maka apabila orang lain menunjukan cercaan atau keajaiban terhadapmu, janganlah membalasnya dengan perbuatan seperti itu, tetapi katakanlah: “ Aku sedang berpuasa; aku sedang berpuasa!” (HR Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban  dan Al-Hakim).
Diriwayatkan pula bahwa Nabi Saw, pernah bersabda:
“ Barangsiapa tidak meninggalkan ucapan dan perbuatan keji, maka tak ada sedikitpun kehendak Allah untuk menerima puasanya dari makan dan minum.” (HR Al-Jama’ah kecuali Muslim).
G.      Hal-Hal Yang Membatalkan Puasa
1.    Makan dan minum.
Makan dan minum yang membatalkan puasa ialah apabila dilakukan dengan sengaja. Kalu tidak sengaja, misalnya lupa, tidak membatalkan puasa.sebagaimana sabda Rasulullah Saw: “ Barang siapa lupa, sedangkan ia dalam keadaan puasa, kemudian ia makan atau minum, maka hendaklah puasanya disempurnakan, karena sesungguhnya Allah-lah yang memberinya maka dan minum.”( Riwayat Bukhari dan Muslim).
Memasukkan seuatu kedalam lubang yang ada pada badan, seperti lubang telinga, hidung, dan sebagainya, menurut sebagian ulama sama dengan makan dan minum; artinya membatalkan puasa. Mereka mengambil alas an dengan Qias, diqiaskan (disamakan) dengan makan dan minum. Ulama yang lain berpendapat bahwa hal itu tidak membatalkan karena tidak dapat diqiaskan dengan makan dan minum. Menurut pendapat yang kedua itu, kemasukan air sewaktu mandi tidak membatalkan puasa, begitu juga memasukan obat melalui lubang badan selain mulut, suntik, dan sebagainya, tidak membatalkan puasa karena yang demikian tidak dinamakn makan dan minum.
2.    Muntah yang disengaja, sekalipun tidak ada yang kembali kedalam.
Muntah yang tidak disengaja tidaklah membatalkan puasa.
Sabda Rasulullah Saw: “ Dari Abu Hurairah. Rasulullah Saw telah berkata,” barangsiapa terpasksa muntah, tidaklah wajib mengqada puasanya;dan barang siapa yang mengusahakan muntah, maka hendaklah dia mengqada puasanya.” (Riwayat Abu Dawud, Tirmizi, dan Ibnu Hibban)
3.    Bersetubuh
Firman Allah Swt:
“Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan istri-istrimu.” (Al-Baqarah: 187).
Laki-laki membatalkan puasanya dengan bersetubuh diwaktu siang hari dibulan Ramadhan, sedangkan dia berkewajiban puasa, maka ia wajib membayar kafarat.
4.    Keluar darah Haid (kotoran atau nifas (darah sehabis melahirkan). Dari Aisyah. Ia berkata,” kami disuruh oleh Rasulullah Saw. Mengqada puasa, dan tidak disuruhnya untuk mengqada salat.”
5.    Gila. Jika gila itu datang waktu siang hari, maka puasanya batal.
6.    Keluar mani dengan sengaja (karena bersentuhan dengan perempuan /istri atau lainnya). Karena keluar mani itu adalah puncak yang dituju orang pada persetubuhan, maka hukumnya disamakan dengan bersetubuh. Adapun keluar mani karena bermimpi tidak membatalkan puasa.



BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan

Puasa adalah terjemahan dari Ash Shiyam. Menurut istilah bahasa berarti menahan diri dari sesuatu dalam pengertian tidak terbatas. “Saumu” (puasa), menurut bahasa Arab adalah “menahan dari segala sesuatu”, seperti makan, minum, nafsu, menahan berbicara yang tidak bermanfaat dan sebagainya.
Menurut istilah agama Islam yaitu “menahan diri dari sesuatu yang membatalkannya, satu hari lamanya, mulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari dengan niat dan beberapa syarat.
Berdasarkan ketetapan Alquran surat Al-Baqarah ayat 183 dan ketetapan hadis yang telah disebutkan diatas, puasa diwajibkan atas umat Islam sebagaimana diwajibkan atas umat yang terdahulu. Ayat itu menerangkan bahwa orang yang berada di tempat dalam keadaan sehat, di waktu bulan Ramadhan, wajib dia berpuasa. Seluruh Ulama Islam sepakat menetapkan bahwasanya puasa, salah satu rukun Islam yang lima, karena itu puasa  di bulan Ramadhan adalah wajib dikerjakan.
Yang diwajibkan berpuasa itu adalah orang yang beriman (muslim) baik laki-laki maupun perempuan (untuk perempuan suci dari haid dan nifas), berakal, baligh (dewasa), tidak dalam musafir (perjalanan) dan sanggup berpuasa.
Puasa Ramadhan lamanya sebulan yaitu 29 atau 30 hari, yang dimulai setiap harinya sejak terbit pagi hingga terbenam matahari.


B.       Saran
Dalam penyusunan karya tulis ini tentu terdapat berbagai kekeliruan dan kekurangan sebagaimana fitrah kami sebagai manusia, tempat salah dan lupa.
Oleh karena itu, dengan setulus hati kami mengharapkan apresiasi pembaca sekalian untuk menyampaikan saran dan kritik demi perbaikan di masa mendatang.


C.      
DAFTAR PUSTAKA

Bahreisj, Hussein, Pedoman Fiqih Islam. Surabaya: Al-Ikhlas, 1980.

Latif, M. Djamil, Puasa dan Ibadah Bulan Ramadhan. Jakarta: Ghalia Indonesia, 2001.

Rifa’i, Moh., Ilmu Fiqih Islam Lengkap. Semarang: PT Karya Toha Putra, 1978.

Rasjid, Sulaiman., Fiqih Islam. Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2012.

Sabiq, Sayyid., Fikih Sunnah 3. Bandung: Al- Ma’arif, 1993.
MAKALAH
PUASA
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah “Fiqih
DosenPengampu:Bapak Abbadi Ishomudin



DisusunOleh:
Moh. Husnul Huluq
(18201501020032)
Ayyinatul Hasanah
(18201501020012)
Kholilah
(182015010








PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) PAMEKASAN
2016/2017
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim.....
            Segala puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayahNya kepada semua hambaNya.
            Shalawat beserta salam semoga senantiasa tercurah limpahkan kepada revolusioner kita Nabi Muhammad SAW, karena beliau yang telah menuntun  kita dari alam jahiliyah menuju kealam yang penuh dengan ilmu pengetahuan seperti yang saat ini kita rasakan bersama. Dan semoga kesejahteraan juga terlimpahkan kepada keluarga, sahabat-sahabat, serta pengikutnya yang senantiasa setia mengikuti ajarannya.
            Alhamdulillah berkat pertolongaNya walaupun dengan terbatasnya waktu dan kemampuan akhirnya kami bisa menyelesaikan makalah ini tepat waktu. Dengan penuh rasa takdzim penulis haturkan pula rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua jajaran dosen terutama kepada pengajar dan juga semua pihak yang telah ikut serta memberikan motivasi terhadap penyelesaian makalah ini.
            Penulis yakin dalam penyusunan makalah ini, masih banyak terdapat kekurangan dan ketidaksempurnaa. Hal ini harap dimaklumi karena kemampuan penulis cukup terbatas dan kodat penulis yang tidak lepas dari kesalahan. Oleh sebab itu, kritikan yang bersifat konstruktif sangat penulis harapkan sebagai cambuk untuk mengarungi langkah-langkah yang lebih maju terhadap masa depan selanutnya.

Pamekasan, 12 April 2016
Penulis
DAFTAR ISI
KATA  PENGANTAR.....................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................ii
BABI PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang.......................................................................................1
B.     Rumusan Masalah..................................................................................2
C.    Tujuan Masalh........................................................................................2
BABII PEMBAHASAN
A.    Pengertian Puasa.....................................................................................3
B.     Dasar hukum pelaksanaan Puasa Ramadhan..........................................3
C.     Waktu pelaksanaan puasa.......................................................................5
D.    Syarat-Syarat Puasa................................................................................6
E.     Rukun Puasa...........................................................................................7
F.      Adab berpuasa........................................................................................7
G.    Hal-Hal yang mmembatalkan puasa......................................................10
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan ..........................................................................................13
B.     Saran.....................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................14



BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Puasa adalah rukun Islam yang ketiga. Karena itu setiap orang yang beriman, setiap orang islam yang mukallaf wajib melaksanakannya. Melaksanakan ibadah puasa ini selain untuk mematuhi perintah Allah adalah juga untuk menjadi tangga ke tingkat takwa, karena takwalah dasar keheningan jiwa dan keluruhan budi dan akhlak.
Untuk ini semua, perlu diketahui segala sesuatu yang berkenaan dengan puasa, dari dasar hukum, syarat-syarat, rukun puasanya dan lain sebagainya.
Makalah ini kami sajikan sebagai suatu sumbangan kecil kepada para pembaca dengan maksud tersebut di atas dengan harapan kita bisa mengambil faedahnya.
Tegur sapa, kritik dan saran dalam usaha menyempurnakan makalah ini kami ucapkan terima kasih. Semoga Allah Swt. mengiringi kita semua dengan taufik dan hidayah-Nya. Aamiin.
















B.       Rumusan Masalah
1.      Bagaimana pengertian Puasa?
2.      Bagaimana dasar hukum pelaksanaan Puasa?
3.      Kapan waktu pelaksanaan Puasa?
4.      Apa saja syarat-syarat Puasa?
5.      Apa saja rukun Puasa?
6.       Bagaimana adab berpuasa?
7.      Apa saja hal-hal yang membatalkan puasa?
C.Tujuan Masalah
1.      Untuk mengetahui pengertian Puasa.
2.      Untuk mengetahui dasar hukum pelaksanaan Puasa.
3.      Untuk mengethui  waktu pelaksanaan Puasa.
4.      Untuk mengetahui syarat-syarat Puasa.
5.      Untuk mengetahui rukun Puasa.
6.      Untuk mengetahui adab berpuasa.
7.      Untuk mengetahui hal-hal yang membatalkan puasa.




BAB II
PEMBAHASAN
A.      Pengertian Puasa
Puasa adalah terjemahan dari Ash-Shiyam. Menurut istilah bahasa berarti menahan diri dari sesuatu dalam pengertian tidak terbatas. Arti ini sesuai dengan firman Allah dalam surat Maryam ayat 26:
إِنِّي نَذَرْتُ لِلرَّحْمنِ صَوْمًا.
“sesungguhnya aku bernazar shaum ( bernazar menahan diri dan berbiacara ).”
“Saumu” (puasa), menurut bahasa Arab adalah “menahan dari segala sesuatu”, seperti makan, minum, nafsu, menahan berbicara yang tidak bermanfaat dan sebagainya.
Menurut istilah agama Islam yaitu “menahan diri dari sesuatu yang membatalkannya, satu hari lamanya, mulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari dengan niat dan beberapa syarat.”
Menahan diri dari berbicara dahulu disyariatkan dalam agama Bani Israil. Menurut Syara’ (istilah agama Islam) arti puasa adalah sebagaimana tersebut dalam kitab Subulus Salam. Yaitu :
اَلْإِمْسَاكُ عَنِ اْلأَكْلِ وَالشُّرْبِ وَالْجِمَاعِ وَغَيْرِهَا مِمَّا وَرَدَ بِهِ٬ فيِ النَّهَارِ عَلَي الْوَجْهِ الْمَشْرُوْعِ٬ وَيَتْبَعُ ذلِكَ الْإِمْسَاكُ عَنِ الَّلغْوِ وَالرَّفَثِ وَغَيْرِهَا مِنَ الْكَلَامِ الْمُحَرَّمِ وَالْمَكْرُوْهِ فِي وَقْتٍ مَخْصُوْصٍ٬ بِشَرَا ئِطَ مَخْصُوْصَةٍ۰
“Menahan diri dari makan, minum, jima’ (hubungan seksual) dan lain-lain yang diperintahkan sepanjang hari menurut cara yang disyariatkan, dan disertai pula menahan diri dari perkataan sia-sia, perkataan yang diharamkan pada waktu-waktu tertentu dan menurut syarat-syarat yang ditetapkan.

B.       Dasar Hukum Pelaksanaan Puasa Ramadhan
Puasa Ramadhan adalah salah satu dari rukun Islam yang diwajibkan kepada tiap mukmin. Sebagai dalil atau dasar yang menyatakan bahwa puasa Ramadhan itu ibadat yang diwajibkan Allah kepada tiap mukmin, umat Muhammad Saw., ialah:
a.     Firman Allah Swt., :
يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَي الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ۰
Artinya : Wahai mereka yang beriman, diwajibkan kepadamu berpuasa (Ramadhan) sebagaimana diwajibkan kepada orang-orang yang sebelum kamu, agar kamu bertaqwa.(QS. Al-Baqarah-183).
b.    Sabda Nabi Saw., :
بُنِيَ اْلإِسْلَامُ عَلَي خَمْسٍ : شَهَادَةِ أَنْ لآاِلهَ اِلَّا اللهُ٬ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ٬ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ٬ وَإِيْتَاءِ الزَّكَاةِ٬ وَصَوْمِ رَمَضَانَ٬ وَحَجِّ الْبَيْتِ۰
“Didirikan Islam atas lima sendi: mengakui bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, berpuasa Ramadhan dan naik haji ke Baitullah.” (H.R Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar).
Berdasarkan ketetapan Alquran, ketetapan hadis tersebut, puasa diwajibkan atas umat Islam sebagaimana diwajibkan atas umat yang terdahulu. Ayat itu menerangkan bahwa orang yang berada di tempat dalam keadaan sehat, di waktu bulan Ramadhan, wajib dia berpuasa. Seluruh Ulama Islam sepakat menetapkan bahwasanya puasa, salah satu rukun Islam yang lima, karena itu puasa  di bulan Ramadhan adalah wajib dikerjakan.
Yang diwajibkan berpuasa itu adalah orang yang beriman (muslim) baik laki-laki maupun perempuan (untuk perempuan suci dari haid dan nifas), berakal, baligh (dewasa), tidak dalam musafir (perjalanan) dan sanggup berpuasa.
Orang yang tidak beriman ada pula yang mengerjakan puasa sekarang dalam rangka terapi pengobatan. Meskipun mereka tidak beriman namun mereka mendapat manfaat juga dari puasanya yaitu manfaat jasmaniah.
Kecuali itu dalam ilmu kesehatan ada orang yang berpuasa untuk kesehatan. Walaupun orang ini berpuasa sesuai dengan ketentuan-ketentuan ajaran Islam, namun mereka puasanya tanpa niat ibadah kepada Allah yaitu dengan niat berpuasa esok hari karena Allah dan mengharapkan ridho-Nya, maka puasanya adalah puasa sekuler. Orang ini mendapat manfaat jasmaniah, tetapi tidak mendapat manfaat rohaniah.

C.      Waktu Pelaksanaan Puasa Ramadlan
Puasa Ramadhan lamanya sebulan yaitu 29 atau 30 hari, yang dimulai setiap harinya sejak terbit matahari hingga terbenam matahari.
Puasa Ramadhan dimulai dengan salah satu sebab sebagai berikut :
a.       Melihat bulan Ramadhan setelah terbenam matahari pada tanggal  29 (akhir) Sya’ban.
b.      Penetapan Hakim Syar’i akan awal bulan Ramadhan berdasarkan keterangan saksi, sekurang-kurangnya seorang laki-laki, bahwa ia melihat bulan.
c.       Penetapan awal bulan Ramadhan dengan perhitungan ahli hisab (perhitungan) ; a. Apabila bulan tidak terlihat, maka bulan Sya’ban disempurnakan 30 hari. ; b. Keterangan orang yang dapat dipercaya kebenarannya oleh penerima berita, bahwa ia melihat bulan Ramadhan.
d.      Dengan hisab sebagaimana firman Allah. Swt. :
هُوَ الَّذِي جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاءً وَالْقَمَرَ نُوْرًا وَقَدَّرَهُ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوْا عَدَدَ السِّنِيْنَ وَالْحِسَابَ٬ مَاخَلَقَ اللهُ ذلِكَ إِلَّا بِالْحَقِّ٬ يُفَصِّلُ الْآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُوْنَ۰
Artinya: “Allah yang telah menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya serta diaturnya tempat perjalanan, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan hitungan (hisabnya). Tuhan tidak menjadikan semuanya itu kecuali dengan pasti. Tuhan menerangkan segalanya (tandaan) dengan ayat-ayat-Nya bagi semua orang yang berpengatahuan. (QS. Yunus-5).

Sabda Rasulullah Saw. :
عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّي اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِذَا رَأَيْتُمُوْهُ فَصُوْمُوْا٬ إِذَا رَأَيْتُمُوْهُ فَافْطِرُوْا۰ فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوْا لَهُ.
Artinya: “Dari ‘Umar ra., Rasulullah Saw., bersabda : Apabila kamu melihat bulan Ramadhan, hendaklah berpuasa dan apabila kamu melihat bulan Syawal hendaklah kamu berbuka. Maka jika tidak tampak olehmu, maka hendaklah kamu perhitungkanlah jumlahnya hari dalam satu bulan”. (HR. Bukhari, Muslim, Nasa’i dan Ibnu Majah).
D.    Syarat-syarat Puasa
Adapun syarat-syarat puasa terbagi menjadi dua yaitu syarat sah puasa dan syarat wajib puasa. Syarat sah secara garis besar merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk sahnya puasa Ramadhan adalah:
1.      Tetap dalam islam sepanjang hari
Apabila seseorang kafir, baik asli atau kafir murtad berniat puasa, tidaklah sah puasanya. Apabila seorang muslim yang berpuasa menjadi murtad karena mencela agama islam, atau mengingkari sesuatu hukum Islam yang diijma’I oleh ummat atau dia mengerjakan sesuatu yang merupakan penghinaan bagi al-Quran atau memaki seorang Nabi, niscaya keluarlah ia dari Islam dan puasanya batal.
2.      Suci dari haid, nifas dan wiladah (bersalin)
Puasa wanita yang mendapat haid, nifas dan ataupun bersalin (wiladah), pada saat darah keluar baik banyak, ataupun sedikit, baik anak yang lahir itu sempurna, ataupun yang dilahirkan itu segumpal darah atau daging.
3.       Tam-yiz
Tam-yiz yaitu dapat membedakan antara yang baik dan yang tidak baik.
4.       Berpuasa pada waktunya
Berpuasa harus dilakukan pada waktunya yang tepat. Karenanya tidak sah puasa jika dikerjakan diwaktu-waktu yang tidak dibenarkan berpuasa, seperti hari raya Idul Fitri, Idul Adha dan hari-hari Tasyriq.
Syarat –syarat diatas berlaku pula untuk puasa-puasa lain, baik fardlu, maupun puasa qadla, nazar, ataupun puasa sunnah, seperti puasa ‘Arafah, ‘Asyura dan lain-lain.
Adapun syarat wajib puasa sebagai berikut:
1.      Berakal. Orang yang gila tidak wajib berpuasa,
2.      Balig (umur 15 tahun ke atas ) atau tanda yang lain. Anak-anak tidak wajib puasa
 Sabda Rasulullah saw: “ tiga orang yang terlepas dari hukum:
a.       Orang yang sedang tidur hingga ia bangun,
b.      orang gila sampai ia sembuh,
c.       kanak-kanak sampai ia baligh. “ ( Riwayat Abu Dawud dan Nasaih)
3.       Kuat berpuasa, orang yang tidak kuat, misalnya karna sudah tua atau sakit, tidak wajib puasa.
E.       Rukun Puasa
1.    Niat
Kedudukan niat dalam ajaran islam penting sekali, karena ia menyangkut dengan kemauan. Hadits Nabi saw yang diriwayatkan oleh Bukhari menyatakan:
Artinya :“ sesungguhnya segala amal perbuatan itu tergantung kepada niat, dan setiap manusia hanya memperoleh menurut apa yang diniatkannya.”
Banayak terjadi salah pengertian tentang niat dalam berpuasa ini. Kata niat itu sebenarnya berarti kehendak atau maksud untuk mengerjakan sesuatu dengan sadar dan sengaja. Tetapi banyak orang mengartikan seoalah-olah niat itu berarti mengucapkan atau melafalkan serangkaian  kata-kata yang menjelaskan bahwa yang bersangkutan akan berbuat ini atau itu.
Niat bermakna gerak kemauan yang timbul dari hati nurani. Gerak kemauan inilah yang dinilai dan merupakan cerminan asli dari hati seseorang untuk berbuat sesuatu.
Sebagai suatu amalan hati, maka orang yang berniat untuk berpuasa adalah orang yang mulai mengarahkan hatinya dengan tekad akan melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam puasa, baik yang bersifat anjuran maupun yang bersifat larangan untuk mendapat ridha-Nya. Karena itu maka yang berniat itu adalah hati. Hal ini tidak berarti bahwa melafalkan niat tidak boleh, tetapi yang dinilai adalah niat yang ada didalam hati tiap-tiap hambanya.
2.      Menahan diri dari segala yang membatalkan puasa sejak terbit fajar sampai terbenam matahari.
F.       Adab Berpuasa
Adab-adab dalam melaksanakan puasa adalah sebagai berikut:
1.      Makan sahur
Para ulama bersepakat bahwa makan sahur adalah sunnah (tidak wajib tetapi dianjurkan) bagi oaring yang akan berpuasa. Al-Bukhari dan Muslim merawikan dari Anas r.a bahwa Nabi Saw. Pernah bersabda, “bersahurlah kamu, sebab didalam makanan sahur terkandung berkah (yakni kebaikan yang banyak).
Sahur dapat dilaksanakan dengan makan atau minum, sedikit atau banyak (meskipun hanya seteguk air); waktunya mulai pertengahan malam sampai terbitnya fajar (yakni masuknya waktu untuk shalat subuh).
Walaupun demikian, sebaiknya ber-ihtiyath ( bersikap hati-hati) dengan berhenti dari makan dan minum kira-kira sepuluh menit sebelum masuk waktu subuh, yaitu pada waktu yang biasa disebut ‘waktu imsak’.
2.      Menyegerakan Buka Puasa
Dianjurkan bagi yang berpuasa untuk berbuka, segera setelah meyakini terbenamnya matahari. Tentang hal ini, Bukhari dan Muslim merawikan dari Sahl bin Sa’ad, bahwa Nabi Saw. Pernah bersabda, “ Manusia masih dalam keadaan baik sepanjang mereka masih menyegerakan buka puasa.” 
Dianjurkan pula untuk berbuka dengan satu atau tiga butir kurma, atau boleh juga dengan sesuatu yang manis, atau air walaupun hanya seteguk. Kemudian heendaknya melaksanakan shalat maghrib sebelum makan malamnya. Kecuali jika makan malamnya telah tesedia, maka tak ada salahnya mendahulukannya sebelum shalat magrib.
Telah dirawikan dari Anas r.a bahwa Nabi Saw, biasa berbuka dengan beberapa butir rutbab (kurma yang setengah masak) sebelum shalat. Kalau tidak ada, dengan kurma biasa, dan kalau tidak ada juga, dengan minum air beberapa teguk. (HR Abu Daud dan Tirmidzi).
3.      Doa setelah Berbuka
Dianjurkan bagi orang yang sedang berpuasa agar memperbanyak bacaa zikir dan doa sepanjang hari, terutama setelah berbuka.
Diriwayatkan oleh tirmidzi, bahwa Nabi Saw. Pernah bersabda, “ tiga orang takan tertolak doanya: seorang yang sedang berpuasa sampai ia berbuka, penguasa negri yang adil, dan seoarang Mazhlum ( yakni yang tertimpa kedzaliman).” Diantara doa-doa yang dianjurkan membacanya berulang-ulang, terutama disore hari menjelang saat berbuka.
4.      Banyak bersedekah dan tadarus Al-Quran
Banyak bersedekah dan mendaras (membaca bersama-sama atau sendiri-sendiri)  serta mempelajari Al-Quran adalah perbuatan yang sangat dianjurkan pada setiap saat. Namun lebih dianjurkan lagi pada bulan Ramadhan. Telah dirawikan dari Ibnu Abbas r.a. bahwa Rasulullah Saw. Adalah yang paling dermawan diantara semua dermawan. Lebih-lebih lagi pada bulan Ramadhan, ketika jibril menemuinya pada setiap malam, lalu mendaras Al-Quran bersama beliau. (HR Bukhari).
5.      Bersungguh –sungguh dalam beribadat dan beramal shaleh
Telah disebutkan sebelum hal ini, bahwa ibadah dan amal kebaikan pada bulan Ramadhan memperoleh pahala berlipat ganda disbanding pada bulan-bulan lainnya. Karenanya, dianjurkan untuk menggunakan kesempatan ini sebaik-baikya., dengan memperbanyak ibadah dan amal shaleh, baik disiang hari maupun dimalam hari Ramadhan, terlebih lagi pada sepuluh malam terakhir.
Bukhari dan muslim merawikan dari Aisyah r.a bahwa “ telah menjadi kebiasaan Nabi Saw apabila berada disepuluh malam terakhir bulan Ramadhan, menghidupkan malam-malamnya (dengan bersungguh-sungguh dalam beribadah), sambil membangunkan istrinya(agar beribadah bersamanya).”

6.      Menjauhkan diri dari perbuatan dan ucapan tidak senonoh
Puasa adalah ibadah yang bertujuan mendekatkan diri kepada Allah, dan melatih jiwa agar selalu bertakwa kepada-Nya. Oleh sebab itu, seorang yang sedang berpuasa hendaknya tidak hanya menahan dirinya dari makan, minum serta perbuatan terlarang lainnya, tetapi harus pula mencangkup perbaikan jiwa dengan akhlak mulia dan menjauh dari segala perbuatan tercela. Sabda Nabi Saw: “ puasa bukan hanya menahan diri dari makan dan minum, tetapi harus pula menahan diri dari perbutan sia-sia dan ucapan tidak senonoh. Maka apabila orang lain menunjukan cercaan atau keajaiban terhadapmu, janganlah membalasnya dengan perbuatan seperti itu, tetapi katakanlah: “ Aku sedang berpuasa; aku sedang berpuasa!” (HR Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban  dan Al-Hakim).
Diriwayatkan pula bahwa Nabi Saw, pernah bersabda:
“ Barangsiapa tidak meninggalkan ucapan dan perbuatan keji, maka tak ada sedikitpun kehendak Allah untuk menerima puasanya dari makan dan minum.” (HR Al-Jama’ah kecuali Muslim).
G.      Hal-Hal Yang Membatalkan Puasa
1.    Makan dan minum.
Makan dan minum yang membatalkan puasa ialah apabila dilakukan dengan sengaja. Kalu tidak sengaja, misalnya lupa, tidak membatalkan puasa.sebagaimana sabda Rasulullah Saw: “ Barang siapa lupa, sedangkan ia dalam keadaan puasa, kemudian ia makan atau minum, maka hendaklah puasanya disempurnakan, karena sesungguhnya Allah-lah yang memberinya maka dan minum.”( Riwayat Bukhari dan Muslim).
Memasukkan seuatu kedalam lubang yang ada pada badan, seperti lubang telinga, hidung, dan sebagainya, menurut sebagian ulama sama dengan makan dan minum; artinya membatalkan puasa. Mereka mengambil alas an dengan Qias, diqiaskan (disamakan) dengan makan dan minum. Ulama yang lain berpendapat bahwa hal itu tidak membatalkan karena tidak dapat diqiaskan dengan makan dan minum. Menurut pendapat yang kedua itu, kemasukan air sewaktu mandi tidak membatalkan puasa, begitu juga memasukan obat melalui lubang badan selain mulut, suntik, dan sebagainya, tidak membatalkan puasa karena yang demikian tidak dinamakn makan dan minum.
2.    Muntah yang disengaja, sekalipun tidak ada yang kembali kedalam.
Muntah yang tidak disengaja tidaklah membatalkan puasa.
Sabda Rasulullah Saw: “ Dari Abu Hurairah. Rasulullah Saw telah berkata,” barangsiapa terpasksa muntah, tidaklah wajib mengqada puasanya;dan barang siapa yang mengusahakan muntah, maka hendaklah dia mengqada puasanya.” (Riwayat Abu Dawud, Tirmizi, dan Ibnu Hibban)
3.    Bersetubuh
Firman Allah Swt:
“Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan istri-istrimu.” (Al-Baqarah: 187).
Laki-laki membatalkan puasanya dengan bersetubuh diwaktu siang hari dibulan Ramadhan, sedangkan dia berkewajiban puasa, maka ia wajib membayar kafarat.
4.    Keluar darah Haid (kotoran atau nifas (darah sehabis melahirkan). Dari Aisyah. Ia berkata,” kami disuruh oleh Rasulullah Saw. Mengqada puasa, dan tidak disuruhnya untuk mengqada salat.”
5.    Gila. Jika gila itu datang waktu siang hari, maka puasanya batal.
6.    Keluar mani dengan sengaja (karena bersentuhan dengan perempuan /istri atau lainnya). Karena keluar mani itu adalah puncak yang dituju orang pada persetubuhan, maka hukumnya disamakan dengan bersetubuh. Adapun keluar mani karena bermimpi tidak membatalkan puasa.



BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan

Puasa adalah terjemahan dari Ash Shiyam. Menurut istilah bahasa berarti menahan diri dari sesuatu dalam pengertian tidak terbatas. “Saumu” (puasa), menurut bahasa Arab adalah “menahan dari segala sesuatu”, seperti makan, minum, nafsu, menahan berbicara yang tidak bermanfaat dan sebagainya.
Menurut istilah agama Islam yaitu “menahan diri dari sesuatu yang membatalkannya, satu hari lamanya, mulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari dengan niat dan beberapa syarat.
Berdasarkan ketetapan Alquran surat Al-Baqarah ayat 183 dan ketetapan hadis yang telah disebutkan diatas, puasa diwajibkan atas umat Islam sebagaimana diwajibkan atas umat yang terdahulu. Ayat itu menerangkan bahwa orang yang berada di tempat dalam keadaan sehat, di waktu bulan Ramadhan, wajib dia berpuasa. Seluruh Ulama Islam sepakat menetapkan bahwasanya puasa, salah satu rukun Islam yang lima, karena itu puasa  di bulan Ramadhan adalah wajib dikerjakan.
Yang diwajibkan berpuasa itu adalah orang yang beriman (muslim) baik laki-laki maupun perempuan (untuk perempuan suci dari haid dan nifas), berakal, baligh (dewasa), tidak dalam musafir (perjalanan) dan sanggup berpuasa.
Puasa Ramadhan lamanya sebulan yaitu 29 atau 30 hari, yang dimulai setiap harinya sejak terbit pagi hingga terbenam matahari.


B.       Saran
Dalam penyusunan karya tulis ini tentu terdapat berbagai kekeliruan dan kekurangan sebagaimana fitrah kami sebagai manusia, tempat salah dan lupa.
Oleh karena itu, dengan setulus hati kami mengharapkan apresiasi pembaca sekalian untuk menyampaikan saran dan kritik demi perbaikan di masa mendatang.


C.      
DAFTAR PUSTAKA

Bahreisj, Hussein, Pedoman Fiqih Islam. Surabaya: Al-Ikhlas, 1980.

Latif, M. Djamil, Puasa dan Ibadah Bulan Ramadhan. Jakarta: Ghalia Indonesia, 2001.

Rifa’i, Moh., Ilmu Fiqih Islam Lengkap. Semarang: PT Karya Toha Putra, 1978.

Rasjid, Sulaiman., Fiqih Islam. Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2012.

Sabiq, Sayyid., Fikih Sunnah 3. Bandung: Al- Ma’arif, 1993.