Saturday, 22 October 2016

TOKOH-TOKOH FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM (AL KINDI)


TOKOH-TOKOH FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM (AL KINDI)

1.    Biografi
Nama lengkap Al-Kindi adalah Abu Yusuf Ya’qub bin Ishaq Ash-Shabbah bin Imran bin Ismail bin Asy’ats bin Qays Al-Kindi. Sebutan Al-Kindi merupakan nisbat dari suku yang menjadi asal cikal bakalnya yaitu Banu Kindah. Beliau lahir di Kuffah tahun 185 H (801 M). Beliau dibesarkan dalam keadaan yatim, karena ayahnya telah meninggal beberapa tahun setelah beliau lahir.
Sejak kecil beliau memperoleh pendidikan dasar di Basrah. Selama beliau di Basrah, beliau belajar Al-Qur’an, membaca, dan menulis. Kemudian setelah bisa, beliau melanjutkan pendidikannya itu di Bagdad sampai tamat. Disana beliau dianggap mahir sekali dalam berbagai macam cabang ilmu yang ada pada masa itu, seperti ilmu ketabiban (kedokteran), filsafat, ilmu hitung, mantiq (logika), geometri, astronomi, dan lain-lain. Sehingga pada masa pemerintahan Al-Mukmin (198-228 H) beliau sebagai salah seorang tokoh yang mendapat kepercayaan untuk menerjemah kitab-kitab Yunani ke dalam bahasa arab, bahkan ia memberi komentar terhadap pemikiran para filosof Yunani.
Al-Kindi merupakan tokoh filosof muslim pertama yang hadir sebagai….
2.    Pemikirannya
1)      Pemikirannya terhadap Filsafat
Salah satu pendapat mengenai pengertian filsafat menurut Al-Kindi adalah pengetahuan tentang segala sesuatu yang abadi dan bersifat menyeluruh (umum) baik esensinya maupun kausanya. Dari definisi tersebut Al-Kindi menitik beratkan pada sudut pandang materinya.
Dalam filsafatnya, Al-Kindi menegaskan juga bahwa filsafat yang paling tinggi tingkatannya adalah filsafat yang berupaya mengetahui kebenaran yang pertama. Kausa dari pada semua kebenaran yaitu filsafat pertama. Filosof yang sempurna dan sejati adalah yang memiliki pengetahuan tentang yang paling utama ini. Pengetahuan tentang kausa (‘illat) lebih utama dari pengertian tentang akibat (ma’lul, effact). Orang akan mengetahui tentang realitas secara sempurna jika mengetahui pola yang menjadi kausanya.
2)      Pemikirannya Terhadap Agama
Dalam pemikirannya, Al-Kindi mencoba menggali hubungan antara agama dan filsafat. Yang pada zaman sebelumnya muncul pendapat bahwa filsafat itu tidak ada hubungannya dengan agama, bahkan banyak dari filosof terdahulu yang terperosot kedalam aliran Atheis, yaitu tidak mempercayai adanya tuhan. Hal ini  dianggap sangat menyimpang dari ajaran Islam yang mempercayai adanya Tuhan yang maha Esa yaitu Allah SWT. Dari sinilah Al-Kindi mulai berfilsafat untuk mencari kebenaran apakah memang antara keduanya ini tidak memiliki hubungan sama sekali ataukah sebaliknya. Untuk mencari tahu tentang kebenaran tersebut, Al-Kindi menggunakan dua subjek, yaitu nalar dan wahyu dengan dua tingkatan, yang pertama didasarkan pada kesamaan tujuan dan yang kedua didasarkan epistimologi.
Tingkat pertama, yaitu berdasarkan tujuan yang sama. Tujuan utama filsafat adalah mencari kebenaran berdasarkan akal, nalar dan rasio, sedangkan tujuan utama agama adalah mencari kebenaran berdasarkan wahyu (Al-Qur’an dan Hadits). Namun kedua tujuan tersebut dapat di jadikan satu jika dihadapkan pada masalah ke-Esaan tuhan, yang tujuan tersebut adalah menjadikan manusia menjadi manusia yang bermoral tinggi. Jadi keduanya ini sebenarnya saling berkaitan dan saling membutuhkan. Kedudukan filsafat adalah sebagai pengokoh agama, maka filsafat hendaknya menjadi pembantu teologi bukan malah sebaliknya menjadi penentang agama. Agama Islam mencari kebenaran berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits, kemudian filsafat mencoba menggali kebenaran tersebut berdasarkan akal atau rasio manusia, sehingga yang awalnya itu bersifat tekstual dapat dipahami secara kontekstual.
Tingkat yang kedua, yaitu berdasarkan pada epistemologi. Pada tingkat kali ini antara agama dan filsafat dihadapkan pada persoalan antara rasional ataukah kenabian. Berdasarkan pertanyaan ini muncul berbagai pendapat yang dilontarkan oleh Al-Kindi, yang pada suatu tulisanya itu dijelaskan bahwa beliau mempertahankan kepastian yang sama antara pengetahuan rasio dan pengetahuan kenabian. Sedangkan pada pembahasan Psikologi, beliau memasukkan pengertuan kenabian di dalam pengetahuan rasional. Beliau juga berpendapat bahwa pebgetahuan rasional manusia lebih rendah dari pada pengetahuan kenabian. Karena yang didasarkan pada setiap manusia adalah keyakinan (iman) terhadap adanya pewahyuan terhadap para Nabi.
Dapat disimpulkan bahwa fisafat adalah alternatif dari permasalahan-permasalahan di dalam agma, yang di dalam Al-Qur’an dan Hadits tidak disebutkan. Kemudian manusia mencoba menggali kebenaran dengan mengerahkan tenaga dan fikiran yang di dalam Islam disebut dengan Ijtihad.
3)      Pemikirannya terhadap pendidikan
Al-Kindi berpendapat bahwa tujuan terakhir filsafat terletak pada hubungan-hubungan moralitas.sedangakan tujuan menurut filosof adalah mencari kebenaran, kemudian dari kebenaran tersebut direalisasikan kedalam kehidupan nyata. Pemikiran Al-Kindi mengenai pendidikan ini didasarkan pada pengetahuan etika, yaitu untuk memperoleh kebajikan dan menolak keburukan dengan mengkonsepakan Al-Qur’an dan Hadits. Jika dikaitkan dengan penndidikan yang terjadi disaat ini, pengetahuan etika ini harus dimiliki oleh seorang pendidik, karena tugas uatama seorang pendidik menanamkan pengetahuan etika kepada peserta didiknya. Jadi sebagai calon pendidik harus mengetahui, memahami, serta menerapkan pengetahuan etika. Maka dari itu buah dari pemikiran Al-Kindi ini digunakan dalam dunia pendidikan perguruan tinggi Islam fakultas pendidikan (tarbiyah). Tujuannya adalah calon guru diberi bekal, agar ketika menjadi guru atau pendidik nanti dapat mempengaruhi peserta didiknya menjadi manusia yang beretika.
3.    Analisa
Perlu kita ketahui bahwa Al-Kindi adalah tokoh filosof muslim pertama yang mampu menerjemahkan buku-buku filsafat dari Yunani khususnya filsafat Aristoteles dan Neoplatonisme dengan menggunakan bahasa Arab. Beliau juga disebut dengan bapak filsafat Islam. Dampak dari pemikiran beliau dapat kita rasakan hingga sekarang ini, jikalau dulu Al-Kindi tidak menerjemahkan dan mengaitkannya dengan ajaran Islam, mungkin kita sebagai calon pemikir muslim tidak akan tahu tentang hubungan antara tuhan dengan akal. Karena pemikirannya dianggap pemikiran yang luar biasa, maka pemikirannya ini digunakan oleh pemikir muslim dalam menunjang pendidikan di perguruan tinggi. Maka selanjutnya oleh pemikir muslim selanjutnya yang mengaitkan filsafat dengan pendidikan, sehingga muncul filsafat pendidikan Islam yang pada masa sekarang ini di pelajari oleh calon pemikir muslim diseluruh dunuia.
Tidak heran lagi, jika di era baru-baru ini muncul pandangan yang mengaitkan agama dengan akal walaupun banyak juga kalangan yang membantah hal tersebut karena menurut mereka keduanya tidak memiliki hubungan sama sekali. Berikut kedudukan akal dengan wahyu (agama):
1)      Akal sebagai alat yang strategis untuk mengungkap dan mengetahui kebenaran yang terkandung dalam al-Qur’an dan Sunnah Rosul, dimana keduanya adalah sumber utama ajaran islam.
2)      Akal merupakan potensi dan modal yang melekat pada diri manusia untuk mengetahui maksut-maksut yang tercakup dalam pengertian al-Qur’an dan Sunnah Rosul.
3)      Akal juga berfungsi sebagai alat yang dapat menangkap pesan dan semangat al-Qur’an dan Sunnah yang dijadikan acuan dalam mengatasi dan memecahkan persoalan umat manusia dalam bentuk ijtihat.
4)      Akal juga berfungsi untuk menjabarkan pesan-pesan al-Quran dan Sunnah dalam kaitannya dengan fungsi manusia sebagai khalifah Allah, untuk mengelola dan memakmurkan bumi seisinya.
Dapat kita contohkan tentang permasalahan yang muncul dikalangan masyarakat baru-baru ini. Hukum mendengarkan lagu atau nyanyian. Dengan permasalahan ini muncul berbagai pendapat, mulai dari pendapat yang ekstrim yang menyatakan haram, dan juga pendapat yang membolehkannya. Dari munculnya pemikiran-pemikiran inilah kita butuh akal dan wahyu. Wahyu dikaji oleh akal, kemudian muncul hukum syara’ yang disepakati (ijma’). Jadi sesungguhnya permasalahan yang terjadi dimasa-masa sekarang ini sudah pernah terjadi dimasa lapau, namun bedanya pada kasus permasalah yang dipengaruhi oleh kecanggihan teknologi.