Sunday, 18 December 2016

MAKALAH ASURANSI SYARIAH-Definisi Asuransi Syariah,Sejarah dan Perkembangan Asuransi,Prinsip Dasar Asurannsi


MAKALAH
ASURANSI SYARIAH
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Bank dan Lembaga Keuangan Syariah
Dosen Pengampu: LELY SHOFA IMAMA, M.SI








Disusun Oleh:

Imam Hanafi


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PAMEKASAN


KATA PENGANTAR

Assalamualikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Bismillahirrahmanirrahim
            Alhamdulilah, segala puji dan rasa syukur senantiasa kami panjatkan kepada Allah Swt. Yang senantiasa mencurahkan rahmat-Nya kepada kita semua. Dialah yang menjadikan langit dan bumi beserta isinya.
            Selawat serta salam akan tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad Saw. beserta keluarganya, para sahabatnya serta pengikutnya hingga akhir zaman.
            Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen yang bersangkutan, yang telah memberikan kesempatan waktu penyelesaian makalah ini, dan dengan limpahan rahmat dan karunia Allah sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah pada mata kuliah Bank dan Lembaga Keuangan Syariah yang berjudul “Asuransi Syariah” guna untuk memenuhi tugas pada mata kuliah tersebut.
            Penulis mengharapkan kepada seluruh pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang membangun kemajuan dalam berfikir untuk penulis agar makalah dapat dibuat dengan yanag lebih sempurna. Semoga dengan adanya makalah ini dapat memberikan sedikit ilmu pengetahuan yang bermanfaat dan dapat menambah pengetahuan kita yang sudah ada sebelumnya. Amin
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Pamekasan, 8 Oktober 2016

                                                                                                                            Penulis              



DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................ i
DAFTAR ISI............................................................................................................ ........... ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................... 1
A.    Latar Belakang .......................................................................................................... 1
B.     Rumusan Masalah ..................................................................................................... 1
C.     Tujuan ....................................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................... 2
A.    Definisi Asuransi Syariah............................................................................... ........... 2
B.     Sejarah dan Perkembangan Asuransi di Indonesia........................................ ........... 3
C.     Prinsip Dasar Asurannsi................................................................................. ........... 5
D.    Prinsip Operasional Asuransi Islam................................................................ ........... 5
A.    Prospek dan Tantangan Asuransi................................................................... ........... 6
B.     Produk dan Jenis Asuransi............................................................................. ........... 7
BAB III PENUTUP............................................................................................... ........... 9
A.    Kesimpulan..................................................................................................... ........... 9
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... ........... 10






BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Tidak seorang pun yang dapat meramalkan apa yang akan terjadi di masa yang akan datang secara sempurna, meskipun dengan menggunakan berbagai alat analisis. Setiap lamaran yang dilakukan tidak akan terlepas dari kesalahan perhitungan yang telah dilakukan, penyebab melesetnya hasil ramalan karena di masa yang akan datang penuh dengan ketidak pastian. Bahkan untuk hal-hal tertentu sama sekali tidak dapat diperhitungkan seperti maut dan rezeki. Jadi wajar jika terjadinya sesuatu dimasa yang akan datang hanya dapat direka-reka semata.
Untuk mengurangi resiko yang tidak kita inginkan dimasa akan datang, seperti risiko kebakaran, kehilangan, risiko macetnya pinjaman kredit bank atau risiko lainnya, maka diperlukan perusahaan untuk menanggung risiko tersebut. Adalah perusahaan asuransi yang mau menanggung risiko tersebut setiap risiko yang bakal dihadapi nasabahnya baik perorangan maupun badan usaha. Hal ini disebabkan perusahaan asuransi merupakan perusahaan yang melakukan usaha pertanggungan terhadap risiko yang akan dihadapi oleh nasabahnya.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa Definisi Asuransi Syariah?
2.      Bagaimana Sejarah dan Perkembangan Asuransi di Indonesia?
3.      Bagaimana Prinsip Dasar Asurannsi?
4.      Bagaimana Prinsip Operasional Asuransi Islam?
5.      Bagaimana Prospek dan Tantangan Asuransi?
6.      Apa Saja Jenis Produk Asuransi Syariah?



BAB II
PEMBAHASAN
A.       Pengertian Asuransi
Pengertian asuransi menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1992 tentang usaha asuransi adalah pertanggungan antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak pananggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau skehilangan keuntungan yang digarapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.[1]
Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI). Memberi definisi tentang asuransi syariah (Ta’min, Takaful, Tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong di antara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk asset dan atau Tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad yang sesuai dengan syariah.[2]
Jadi dapat disimpulkan bahwa asuransi syariah adalah suatu kemauan usaha saling menolong dan melindungi untuk menetapkan kerugian-kerugian kecil yang sudah pasti sebagai pengganti kerugian-kerugian besar yang belum pasti. Jadi intinya disini kita meminimalisir segala kerugian yang mungkin akan terjadi pada masa yang akan datang,
Pada asuransi Islam, perjanjian yang terjadi ialah perjanjian tolong-menolong bukan perjanjian tukar-menukar. Disini bukan untung rugi yang dipikirkan. Jadi, peserta yang berhenti sebelum pertanggungannya berahir, peserta dapat menarik kembali iuran yang telah dibayarkan dikurangi dana tabarru’ yang memang telah di ikhlaskan sejak semula untuk tujuan sosial (derma). Bahkan jumlah tersebut masih ditambah dengan keuntungan yang diperoleh selama uangnya dikelola perusahaan. [3]



B.       Sejarah Asuransi Syariah
Perkembangan asuransi dalam islam sudah lama terjadi. Istilah yang digunakan berbeda-beda, tetapi masing-masing memiliki kesamaan, yaitu adanya pertanggungan oleh sekelompok orang untuk menolong orang lain yang berada dalam kesulitan.
Konsep asuransi sebenarnya sudah dikenal sejak zaman sebelum Masehi. Yaitu pada masa Nabi Yusuf as. Yaitu pada saat itu menafsirkan mimp dari Raja Fir’aun. Tafsiran yang ia sampaikan adalah bahwa Mesir akan mengalami masa paceklik selama 7 tahun berikutnya.[4] Untuk berjaga-jaga terhadap bencana kelaparan tersebut Raja menyisihkan sebagian dari hasil panen sebagai cadangan bahan makanan pada masa paceklik.
Pada tahun 2000 sebelum Masehi para saudagar dan actor di Italia membentuk Collegia Tennirium, yaitu semacam lembaga asuransi yang bertujuan membantu para janda dan anak-anak yatim dari para budak belian yang diperbantukan pada ketentaraan kerajaan Romawi. Setiap anggota mengumpulkan sejumlah iuran dan bila salah seorang anggota mengalami nasib sial maka biaya pemakamannya akan dibayar oleh anggota yang bernasib baik dengan menggunakan dana yang digunakan sebelumnya.[5]
Dalam literatur Islam dikenal dengan konsep Aqilah yang sering terjadi dalam sejarah pra-Islam dan di akui dalam literatur hukum Islam. Jika ada salah satu anggota suku Arab pra-Islam melakukan pembunuhan, maka dia (si pembunuh) dikenakan diyat dalam bentuk uang
Selanjutnya akan dijelaskan tentang sejarah dan perkembangan asuransi di Indonesia. Tepatnya, sejarah asuransi jiwa di Indonesia. Dimulai sejak terjadinya migrasi usaha dari negeri Belanda yang dibawa oleh para intelektual Negara tersebut ke Indonesia untuk menjamin kehidupan mereka.
Sejarah asuransi di Indonesia bukan merupakan suatu jalan mulus yang dapat dilalui dengan lancar, didalamnya tercatat bagaimana usaha ini diterpa oleh banyak badai. Dimulai dari masa pendudukan Belanda, ketika jasa ini dinikmati oleh segelintir bangsawan, runtuhnya ekonomi di masa pendudukan jepang yang menyebabkan tidak beroperasinya sebagian besar perusahaan asuransi jiwa. [6] 
Adapun perkembangan asuransi syariah di Indonesia baru ada pada paruh akhir tahun 1994, yaitu dengan berdirinya Asuransi Takaful Indonesia pada tanggal 25 Agustus 1994. Dengan diresmikannya PT Asuransi Takaful Indonesia (TEPATI) yang dipelopori oleh ICMI. Melalui berbagai seminar nasional dan setelah mengadakan studi banding dengan Takaful Malaysia, akhirnya berdirilah PT Syarikat Takaful Indonesia (PT STI) sebagai holding company pada tanggal 24 Februari 1994. Kemudian PT STI mendirikan anak perusahaan, yakni PT Asuransi Takaful Keluarga (Life Insurance) dan PT Asuransi Takaful Keluarga diresmikan lebih awal pada tanggal 25 Agustus 1994 oleh Bapak Mar’ie Muhammad sealaku Menteri Keuangan saat itu. Setelah keluarnya izin operasional perusahaan pada tanggal 4 Agustus 1994.[7]
Setelah itu, beberapa perusahaan asuransi syariah yang lain mencoba untuk bersaing dengan PT Syarikat Takaful Indonesia seperti halnya Asuransi Mubarokah, MAA Assurance dan lain sebagainya. Menurut survei dari Karim Business Consulting (KBC), potensi pasar asuransi syariah di Indonesia, setidak-tidaknya dapat digolongkan menjadi tiga kelompok potensial.
Peluang terbuka untuk usaha asuransi syariah di Indonesia dengan adanya kebijakan pemerintah melalui SK. Menkeu No. 268/KMK.06/2002 tanggal 7 November 2002, yang memberi peluang bagi perusahaan asuransi konvensional untuk menjalankan usahanya berbasis syariah melalui tiga pendirian, yaitu:
a.       Konversi langsung secara penuh dari asuransi syariah dengan mengubah akad dan menghilangkan unsure maisir, gharar, dan riba.
b.      Membentuk langsung lembaga asuransi syariah
c.       Membukan kantor cabang asuransi syariah.
Adapun yang melatar belakangi lahirnya sistem asuransi syariah dan penerapan prinsip syariah dalam kegiatan usaha asuransi di Indonesia adalah:
a.       Prinsip syariah sesuai dengan prinsip yang tertera dalam Al-Qur’an (pedoman bagi umat islam dalam bermuamalah) dan prinsip syariah banyak mengandung unsure-unsur keadilan dibandingkan dengan sisitem konvensional.
b.      Adanya permintaan pasar
c.       Adanya kebijakan pemerintah yang member kesempatan pada perusahaan untuk membuka divisi syariah dan fatwa MUI No. 21/DSN-MUI/2001 tentang pedoman asuransi syariah.[8]

C.     Prinsip Dasar Asuransi
Sebuah bangunan hukum akan tegak secara kokoh, jika jika dan hanya dibangun atas pondasi dan dasar yang kuat. Ibarat sebuah rumah, jika dibangun dengan pondasi yang rapuh maka cepat ataupun lambat rumah itu akan mengalami kehancuran dan roboh di terpa badai. Sebaliknya, jika sebuah rumah didasari atas pondasi yang kuat maka akan menghasilkan rumah yang kokoh dan tahan terhadap badai.
         Begitu juga dengan asuransi, harus dibangun di atas pondasi dan prinsip dasar yang kuat serta kokoh. Berikut adalah prinsip dasar asuransi syariah:
a.       Tauhid
b.      Keadilan
c.       Tolong menolong
d.      Kerja sama
e.       Amanah
f.       Kerelaan
g.      Larangan riba
h.      Larangan maisir (judi)
i.        Larangan gharar (ketidakpastian).[9]

D.    Prinsip Operasional Asuransi Islam
Berbeda dengan asuransi konvensional, asuransi syariah harus beroperasi sesuai dengan prinsip syariat islam dengan cara menghilangkan kemungkinan terjadinya unsur-unsur gharar, maisir, dan riba. Bentuk usaha-usaha dan investasi yang dibenarkan syariat Islam adalah yang lebih menekankan kepada keadilan dengan mengharamkan riba dan dengan mengembangkan kebersamaan dalam menghadapai risiko usaha.
Berikut akan dijelaskan usaha untuk menghindari dari unsure gharar, maisir, dan riba.
1.      Gharar (uncertainty) atau ketidakpastian.
Bentuk akad syariah yang melandasi penutupan polis. Secara konvensioanal, kontrak atau perjanjian dalam asuransi jiwa dapat dikategorikan sebagai akad tabaduli yaitu akad pertukaran. Yaitu pertukaran pembayaran premi dengan uang pertanggungan. Secara harfiah, dalam akad pertukaran harus jelas berapa yang dibayarkan dan berapa yang akan diterima. Keadaan ini akan menjadi rancu (gharar) karena kita tahu berapa yang akan diterima tetapi tidak tau berapa yang akan dibayarkan (sejumlah seluruh premi). Dalam konsep syariah keadaan ini yang digunakan adalah akad takafuli yaitu tolong menolong dan saling menjamin dimana semua peserta asuransi menjadi penolong dan jaminan satu sama lainnya.
2.      Maisir (gambling), artinya ada salah satu pihak yang untung tapi di lain pihak justru mengalami kerugian dalam asuransi konvensional. Tetapi dalam konsep takaful, apabila peserta tidak mengalami kecelakaan atau musibah selama menjadi peserta, maka ia tetap berhak mendapatkan premi yang disetor kecuali dana yang dimasukkan kedalam dana tabarru’.
3.      Unsur riba (unsury) tercermin dalam cara perusahaan asuransi konvensional melakukan usaha dan investasi dimana meminjamkan dana premi yang terkumpul atas dasar bunga. Dalam konsep takaful dana premi yang terkumpul diinvestasikan dengan prinsip bagi hasil.[10]

E.     Peluang dan Tantangan Asuransi Syariah di Indonesia
a.         Peluang
Asuransi syariah di Indonesia sudah bertahu-tahun berjalan semenjak pertama kali di dirikan pada tahun 1994 yaitu dengan diresmikan PT. Takaful Keluarga. Dibandingkan dengan asuransi konvensial yang sudah beroperasi sejak tahun 1912 maka asuransi syariah masih tergolong relative muda.
        Melihat pertumbuhan yang pesat ini menunjukkan betapa besar peluang asuransi syariah untuk lebih berkembang lagi. Setidaknya ada dua factor penting yang bisa menjadi momentum berharga bagi berkembangnya asuransi syariah di Indonesia, yaitu:
1.        Ruang renetrasi produk asuransi di Indonesia masih sangat luas mengingat persentase pemegang polis individual di Indonesia baru mencapai kisaran 3% (6,6 juta) dari total penduduk sebesar 220 juta.
2.        Meyoritas penduduk Indonesia merupakan umat Islam, dan kehadiran produk yang sejalan dengan konsep serta nilai-nilai beragama berpeluang besar untuk bisa diterima oleh masyarakat luas,
3.        Konsep asuransi syariah dapat memenuhi keadilan.
4.        Meningkatnya kebutuhan jasa asuransi karena perkembangan ekonomi umat.[11]
b.         Tantangan
Modal yang kecil juga menjadi tantangan bagi perkembangan asuransi syariah di Indonesia. Dalam keputusan Nomor 426 tahun 2003, menteri keuangan hanya mensyaratkan modal kerja perusahaan sedikit saja. Sumber Daya Manusia (SDM) yang handal di bidang asuransi dan syariah sangat diperlukan untuk mendukung perkembangan asuransi syariah di Indonesia, sayangnya menurut Walter L. Gaol, direktur Asuransi jiwa Great Eastern bahwa salah satu kendala penting yang dihadapi adalah langkanya SDM yang “qualified” dan memiliki semangat syariah.
                        Kesadaran masyarakat yang masih rendah ini menjadi tantangan bagi asuransi syariah untuk memberikan pemahaman tentang asuransi syariah yang terlepas dari unsur maisir, gharar, dan riba.
Sarana investasi syariah yang ada sekarang belum mendukung secara optimal untuk perkembangan asuransi syariah. [12]

F.      Beberapa jenis produk asuransi syariah
Perusahaan asuransi syariah di Indonesia saat ini menawarkan aneka macam produk asuransi yang saat ini banyak dibutuhkan oleh masyarakat perorangan maupun kolektif perusahaan.
Asuransi Individu yang meliputi dana investasi, yaitu bekal hari tua dari nasabah atau juga bisa menjadi jaminan dana bagi ahli waris bila nasabah meniggal dunia. Dana beasiswa, adalah jaminan dana pendidikan hingga perguruan tinggi dan berhasil meraih gelar sarjan. Dana pesiun, merupakan jaminan santuan bagi ahli waris dari nasabah yang menduduki jabatan penting atau sebagai pekerja bila meninggal dunia lebih awal atau tidak bekerja lagi. Asuransi Kelompok atau grup yaitu takaful al-Khairat dan Tabungan Haji, adalah program jaminan bagi karyawan yang ingin menunaikan ibadah haji yang di danai oleh iuran bersama dengan keberangkatan bergilir. Asuransi syariah juga menawarkan produk yang terkait dengan risiko akibat kegiatan yang  menyebabkan musibah. Asuransi kebakaran, asuransi bermotor dan lainnya.[13]




BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Asuransi syariah adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong di antara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk asset dan atau Tabarru’  yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.
Perkembangan asuransi dalam islam sudah lama terjadi. Istilah yang digunakan berbeda-beda, tetapi masing-masing memiliki kesamaan, yaitu adanya pertanggungan oleh sekelompok orang untuk menolong orang lain yang berada dalam kesulitan.
prinsip dasar asuransi syariah:
a.       Tauhid
b.      Keadilan
c.       Tolong menolong
d.      Kerja sama
e.       Amanah
f.       Kerelaan
g.      Larangan riba
h.      Larangan maisir (judi)
i.        Larangan gharar (ketidakpastian).
Berbeda dengan asuransi konvensional, asuransi syariah harus beroperasi sesuai dengan prinsip syariat islam dengan cara menghilangkan kemungkinan terjadinya unsur-unsur gharar, maisir, dan riba. Bentuk usaha-usaha dan investasi yang dibenarkan syariat Islam adalah yang lebih menekankan kepada keadilan dengan mengharamkan riba dan dengan mengembangkan kebersamaan dalam menghadapai risiko usaha.




DAFTAR PUSTAKA

            Ali, Hasan. Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam, Jakarta: Prenada Media 2004

Kasmir. Bank dan Lembaga Keuangan, Jakarta: Rajawali Pers 2012

Sula, Muhammad Syakir. Asuransi Syariah, Jakarta: Gema Insani Press 2004

Wirdyaningsih. Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, Jakarta: Prenada Media 2005






[1] Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan, (Jakarta: Rajawali Pers 2012). Hlm.261.
[2] Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah, (Jakarta: Gema Insani Press 2004). Hlm. 30.
[3] Wirdyaningsih, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media 2005). Hlm. 204.
[4] Wirdyaningsih, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media 2005). Hlm. 179.
[5] Hasan Ali, Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam, (Jakarta: Prenada Media 2004). Hlm. 66.
[6] Ibid, hlm. 75.
[7] Hasan Ali, Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam, (Jakarta: Prenada Media 2004). Hlm. 76.
[9] Hasan Ali, Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam, (Jakarta: Prenada Media 2004). Hlm.127-134.
[10] Wirdyaningsih, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media 2005). Hlm.148-149.
[12] Hasan Ali, Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam, (Jakarta: Prenada Media 2004). Hlm.181.
 BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Tidak seorang pun yang dapat meramalkan apa yang akan terjadi di masa yang akan datang secara sempurna, meskipun dengan menggunakan berbagai alat analisis. Setiap lamaran yang dilakukan tidak akan terlepas dari kesalahan perhitungan yang telah dilakukan, penyebab melesetnya hasil ramalan karena di masa yang akan datang penuh dengan ketidak pastian. Bahkan untuk hal-hal tertentu sama sekali tidak dapat diperhitungkan seperti maut dan rezeki. Jadi wajar jika terjadinya sesuatu dimasa yang akan datang hanya dapat direka-reka semata.
Untuk mengurangi resiko yang tidak kita inginkan dimasa akan datang, seperti risiko kebakaran, kehilangan, risiko macetnya pinjaman kredit bank atau risiko lainnya, maka diperlukan perusahaan untuk menanggung risiko tersebut. Adalah perusahaan asuransi yang mau menanggung risiko tersebut setiap risiko yang bakal dihadapi nasabahnya baik perorangan maupun badan usaha. Hal ini disebabkan perusahaan asuransi merupakan perusahaan yang melakukan usaha pertanggungan terhadap risiko yang akan dihadapi oleh nasabahnya.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa Definisi Asuransi Syariah?
2.      Bagaimana Sejarah dan Perkembangan Asuransi di Indonesia?
3.      Bagaimana Prinsip Dasar Asurannsi?
4.      Bagaimana Prinsip Operasional Asuransi Islam?
5.      Bagaimana Prospek dan Tantangan Asuransi?
6.      Apa Saja Jenis Produk Asuransi Syariah?


BAB II
PEMBAHASAN
A.       Pengertian Asuransi
Pengertian asuransi menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1992 tentang usaha asuransi adalah pertanggungan antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak pananggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau skehilangan keuntungan yang digarapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.[1]
Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI). Memberi definisi tentang asuransi syariah (Ta’min, Takaful, Tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong di antara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk asset dan atau Tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad yang sesuai dengan syariah.[2]
Jadi dapat disimpulkan bahwa asuransi syariah adalah suatu kemauan usaha saling menolong dan melindungi untuk menetapkan kerugian-kerugian kecil yang sudah pasti sebagai pengganti kerugian-kerugian besar yang belum pasti. Jadi intinya disini kita meminimalisir segala kerugian yang mungkin akan terjadi pada masa yang akan datang,
Pada asuransi Islam, perjanjian yang terjadi ialah perjanjian tolong-menolong bukan perjanjian tukar-menukar. Disini bukan untung rugi yang dipikirkan. Jadi, peserta yang berhenti sebelum pertanggungannya berahir, peserta dapat menarik kembali iuran yang telah dibayarkan dikurangi dana tabarru’ yang memang telah di ikhlaskan sejak semula untuk tujuan sosial (derma). Bahkan jumlah tersebut masih ditambah dengan keuntungan yang diperoleh selama uangnya dikelola perusahaan. [3]



B.       Sejarah Asuransi Syariah
Perkembangan asuransi dalam islam sudah lama terjadi. Istilah yang digunakan berbeda-beda, tetapi masing-masing memiliki kesamaan, yaitu adanya pertanggungan oleh sekelompok orang untuk menolong orang lain yang berada dalam kesulitan.
Konsep asuransi sebenarnya sudah dikenal sejak zaman sebelum Masehi. Yaitu pada masa Nabi Yusuf as. Yaitu pada saat itu menafsirkan mimp dari Raja Fir’aun. Tafsiran yang ia sampaikan adalah bahwa Mesir akan mengalami masa paceklik selama 7 tahun berikutnya.[4] Untuk berjaga-jaga terhadap bencana kelaparan tersebut Raja menyisihkan sebagian dari hasil panen sebagai cadangan bahan makanan pada masa paceklik.
Pada tahun 2000 sebelum Masehi para saudagar dan actor di Italia membentuk Collegia Tennirium, yaitu semacam lembaga asuransi yang bertujuan membantu para janda dan anak-anak yatim dari para budak belian yang diperbantukan pada ketentaraan kerajaan Romawi. Setiap anggota mengumpulkan sejumlah iuran dan bila salah seorang anggota mengalami nasib sial maka biaya pemakamannya akan dibayar oleh anggota yang bernasib baik dengan menggunakan dana yang digunakan sebelumnya.[5]
Dalam literatur Islam dikenal dengan konsep Aqilah yang sering terjadi dalam sejarah pra-Islam dan di akui dalam literatur hukum Islam. Jika ada salah satu anggota suku Arab pra-Islam melakukan pembunuhan, maka dia (si pembunuh) dikenakan diyat dalam bentuk uang
Selanjutnya akan dijelaskan tentang sejarah dan perkembangan asuransi di Indonesia. Tepatnya, sejarah asuransi jiwa di Indonesia. Dimulai sejak terjadinya migrasi usaha dari negeri Belanda yang dibawa oleh para intelektual Negara tersebut ke Indonesia untuk menjamin kehidupan mereka.
Sejarah asuransi di Indonesia bukan merupakan suatu jalan mulus yang dapat dilalui dengan lancar, didalamnya tercatat bagaimana usaha ini diterpa oleh banyak badai. Dimulai dari masa pendudukan Belanda, ketika jasa ini dinikmati oleh segelintir bangsawan, runtuhnya ekonomi di masa pendudukan jepang yang menyebabkan tidak beroperasinya sebagian besar perusahaan asuransi jiwa. [6] 
Adapun perkembangan asuransi syariah di Indonesia baru ada pada paruh akhir tahun 1994, yaitu dengan berdirinya Asuransi Takaful Indonesia pada tanggal 25 Agustus 1994. Dengan diresmikannya PT Asuransi Takaful Indonesia (TEPATI) yang dipelopori oleh ICMI. Melalui berbagai seminar nasional dan setelah mengadakan studi banding dengan Takaful Malaysia, akhirnya berdirilah PT Syarikat Takaful Indonesia (PT STI) sebagai holding company pada tanggal 24 Februari 1994. Kemudian PT STI mendirikan anak perusahaan, yakni PT Asuransi Takaful Keluarga (Life Insurance) dan PT Asuransi Takaful Keluarga diresmikan lebih awal pada tanggal 25 Agustus 1994 oleh Bapak Mar’ie Muhammad sealaku Menteri Keuangan saat itu. Setelah keluarnya izin operasional perusahaan pada tanggal 4 Agustus 1994.[7]
Setelah itu, beberapa perusahaan asuransi syariah yang lain mencoba untuk bersaing dengan PT Syarikat Takaful Indonesia seperti halnya Asuransi Mubarokah, MAA Assurance dan lain sebagainya. Menurut survei dari Karim Business Consulting (KBC), potensi pasar asuransi syariah di Indonesia, setidak-tidaknya dapat digolongkan menjadi tiga kelompok potensial.
Peluang terbuka untuk usaha asuransi syariah di Indonesia dengan adanya kebijakan pemerintah melalui SK. Menkeu No. 268/KMK.06/2002 tanggal 7 November 2002, yang memberi peluang bagi perusahaan asuransi konvensional untuk menjalankan usahanya berbasis syariah melalui tiga pendirian, yaitu:
a.       Konversi langsung secara penuh dari asuransi syariah dengan mengubah akad dan menghilangkan unsure maisir, gharar, dan riba.
b.      Membentuk langsung lembaga asuransi syariah
c.       Membukan kantor cabang asuransi syariah.
Adapun yang melatar belakangi lahirnya sistem asuransi syariah dan penerapan prinsip syariah dalam kegiatan usaha asuransi di Indonesia adalah:
a.       Prinsip syariah sesuai dengan prinsip yang tertera dalam Al-Qur’an (pedoman bagi umat islam dalam bermuamalah) dan prinsip syariah banyak mengandung unsure-unsur keadilan dibandingkan dengan sisitem konvensional.
b.      Adanya permintaan pasar
c.       Adanya kebijakan pemerintah yang member kesempatan pada perusahaan untuk membuka divisi syariah dan fatwa MUI No. 21/DSN-MUI/2001 tentang pedoman asuransi syariah.[8]

C.     Prinsip Dasar Asuransi
Sebuah bangunan hukum akan tegak secara kokoh, jika jika dan hanya dibangun atas pondasi dan dasar yang kuat. Ibarat sebuah rumah, jika dibangun dengan pondasi yang rapuh maka cepat ataupun lambat rumah itu akan mengalami kehancuran dan roboh di terpa badai. Sebaliknya, jika sebuah rumah didasari atas pondasi yang kuat maka akan menghasilkan rumah yang kokoh dan tahan terhadap badai.
         Begitu juga dengan asuransi, harus dibangun di atas pondasi dan prinsip dasar yang kuat serta kokoh. Berikut adalah prinsip dasar asuransi syariah:
a.       Tauhid
b.      Keadilan
c.       Tolong menolong
d.      Kerja sama
e.       Amanah
f.       Kerelaan
g.      Larangan riba
h.      Larangan maisir (judi)
i.        Larangan gharar (ketidakpastian).[9]

D.    Prinsip Operasional Asuransi Islam
Berbeda dengan asuransi konvensional, asuransi syariah harus beroperasi sesuai dengan prinsip syariat islam dengan cara menghilangkan kemungkinan terjadinya unsur-unsur gharar, maisir, dan riba. Bentuk usaha-usaha dan investasi yang dibenarkan syariat Islam adalah yang lebih menekankan kepada keadilan dengan mengharamkan riba dan dengan mengembangkan kebersamaan dalam menghadapai risiko usaha.
Berikut akan dijelaskan usaha untuk menghindari dari unsure gharar, maisir, dan riba.
1.      Gharar (uncertainty) atau ketidakpastian.
Bentuk akad syariah yang melandasi penutupan polis. Secara konvensioanal, kontrak atau perjanjian dalam asuransi jiwa dapat dikategorikan sebagai akad tabaduli yaitu akad pertukaran. Yaitu pertukaran pembayaran premi dengan uang pertanggungan. Secara harfiah, dalam akad pertukaran harus jelas berapa yang dibayarkan dan berapa yang akan diterima. Keadaan ini akan menjadi rancu (gharar) karena kita tahu berapa yang akan diterima tetapi tidak tau berapa yang akan dibayarkan (sejumlah seluruh premi). Dalam konsep syariah keadaan ini yang digunakan adalah akad takafuli yaitu tolong menolong dan saling menjamin dimana semua peserta asuransi menjadi penolong dan jaminan satu sama lainnya.
2.      Maisir (gambling), artinya ada salah satu pihak yang untung tapi di lain pihak justru mengalami kerugian dalam asuransi konvensional. Tetapi dalam konsep takaful, apabila peserta tidak mengalami kecelakaan atau musibah selama menjadi peserta, maka ia tetap berhak mendapatkan premi yang disetor kecuali dana yang dimasukkan kedalam dana tabarru’.
3.      Unsur riba (unsury) tercermin dalam cara perusahaan asuransi konvensional melakukan usaha dan investasi dimana meminjamkan dana premi yang terkumpul atas dasar bunga. Dalam konsep takaful dana premi yang terkumpul diinvestasikan dengan prinsip bagi hasil.[10]

E.     Peluang dan Tantangan Asuransi Syariah di Indonesia
a.         Peluang
Asuransi syariah di Indonesia sudah bertahu-tahun berjalan semenjak pertama kali di dirikan pada tahun 1994 yaitu dengan diresmikan PT. Takaful Keluarga. Dibandingkan dengan asuransi konvensial yang sudah beroperasi sejak tahun 1912 maka asuransi syariah masih tergolong relative muda.
        Melihat pertumbuhan yang pesat ini menunjukkan betapa besar peluang asuransi syariah untuk lebih berkembang lagi. Setidaknya ada dua factor penting yang bisa menjadi momentum berharga bagi berkembangnya asuransi syariah di Indonesia, yaitu:
1.        Ruang renetrasi produk asuransi di Indonesia masih sangat luas mengingat persentase pemegang polis individual di Indonesia baru mencapai kisaran 3% (6,6 juta) dari total penduduk sebesar 220 juta.
2.        Meyoritas penduduk Indonesia merupakan umat Islam, dan kehadiran produk yang sejalan dengan konsep serta nilai-nilai beragama berpeluang besar untuk bisa diterima oleh masyarakat luas,
3.        Konsep asuransi syariah dapat memenuhi keadilan.
4.        Meningkatnya kebutuhan jasa asuransi karena perkembangan ekonomi umat.[11]
b.         Tantangan
Modal yang kecil juga menjadi tantangan bagi perkembangan asuransi syariah di Indonesia. Dalam keputusan Nomor 426 tahun 2003, menteri keuangan hanya mensyaratkan modal kerja perusahaan sedikit saja. Sumber Daya Manusia (SDM) yang handal di bidang asuransi dan syariah sangat diperlukan untuk mendukung perkembangan asuransi syariah di Indonesia, sayangnya menurut Walter L. Gaol, direktur Asuransi jiwa Great Eastern bahwa salah satu kendala penting yang dihadapi adalah langkanya SDM yang “qualified” dan memiliki semangat syariah.
                        Kesadaran masyarakat yang masih rendah ini menjadi tantangan bagi asuransi syariah untuk memberikan pemahaman tentang asuransi syariah yang terlepas dari unsur maisir, gharar, dan riba.
Sarana investasi syariah yang ada sekarang belum mendukung secara optimal untuk perkembangan asuransi syariah. [12]

F.      Beberapa jenis produk asuransi syariah
Perusahaan asuransi syariah di Indonesia saat ini menawarkan aneka macam produk asuransi yang saat ini banyak dibutuhkan oleh masyarakat perorangan maupun kolektif perusahaan.
Asuransi Individu yang meliputi dana investasi, yaitu bekal hari tua dari nasabah atau juga bisa menjadi jaminan dana bagi ahli waris bila nasabah meniggal dunia. Dana beasiswa, adalah jaminan dana pendidikan hingga perguruan tinggi dan berhasil meraih gelar sarjan. Dana pesiun, merupakan jaminan santuan bagi ahli waris dari nasabah yang menduduki jabatan penting atau sebagai pekerja bila meninggal dunia lebih awal atau tidak bekerja lagi. Asuransi Kelompok atau grup yaitu takaful al-Khairat dan Tabungan Haji, adalah program jaminan bagi karyawan yang ingin menunaikan ibadah haji yang di danai oleh iuran bersama dengan keberangkatan bergilir. Asuransi syariah juga menawarkan produk yang terkait dengan risiko akibat kegiatan yang  menyebabkan musibah. Asuransi kebakaran, asuransi bermotor dan lainnya.[13]



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Asuransi syariah adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong di antara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk asset dan atau Tabarru’  yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.
Perkembangan asuransi dalam islam sudah lama terjadi. Istilah yang digunakan berbeda-beda, tetapi masing-masing memiliki kesamaan, yaitu adanya pertanggungan oleh sekelompok orang untuk menolong orang lain yang berada dalam kesulitan.
prinsip dasar asuransi syariah:
a.       Tauhid
b.      Keadilan
c.       Tolong menolong
d.      Kerja sama
e.       Amanah
f.       Kerelaan
g.      Larangan riba
h.      Larangan maisir (judi)
i.        Larangan gharar (ketidakpastian).
Berbeda dengan asuransi konvensional, asuransi syariah harus beroperasi sesuai dengan prinsip syariat islam dengan cara menghilangkan kemungkinan terjadinya unsur-unsur gharar, maisir, dan riba. Bentuk usaha-usaha dan investasi yang dibenarkan syariat Islam adalah yang lebih menekankan kepada keadilan dengan mengharamkan riba dan dengan mengembangkan kebersamaan dalam menghadapai risiko usaha.



DAFTAR PUSTAKA

            Ali, Hasan. Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam, Jakarta: Prenada Media 2004

Kasmir. Bank dan Lembaga Keuangan, Jakarta: Rajawali Pers 2012

Sula, Muhammad Syakir. Asuransi Syariah, Jakarta: Gema Insani Press 2004

Wirdyaningsih. Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, Jakarta: Prenada Media 2005





[1] Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan, (Jakarta: Rajawali Pers 2012). Hlm.261.
[2] Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah, (Jakarta: Gema Insani Press 2004). Hlm. 30.
[3] Wirdyaningsih, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media 2005). Hlm. 204.
[4] Wirdyaningsih, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media 2005). Hlm. 179.
[5] Hasan Ali, Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam, (Jakarta: Prenada Media 2004). Hlm. 66.
[6] Ibid, hlm. 75.
[7] Hasan Ali, Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam, (Jakarta: Prenada Media 2004). Hlm. 76.
[9] Hasan Ali, Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam, (Jakarta: Prenada Media 2004). Hlm.127-134.
[10] Wirdyaningsih, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media 2005). Hlm.148-149.
[12] Hasan Ali, Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam, (Jakarta: Prenada Media 2004). Hlm.181.