Monday, 15 June 2015

DONGENG EMPAT PENARI | DONGENG ANAK DUNIA


oleh Maria Wiedyaningsih

dongeng empat penari

Dongeng Empat Penari - Tante Calya menyisir rambut dengan tangan, merenung. Uh, sepertinya tante Calya tidak peduli pada Li-el. Tetapi lama-lama Li-el mengerti. Tante Calya sedang sangat sibuk berpikir.

"Aduh!" seru tante Calya, terdengar kesakitan.

Li-el mendongkak kaget. Hampir saja dia menjatuhkan kalung manik-manik yang susah payah dirangkainya.

Tante Calya menyesali beberapa helai rambut di tangannya. "Kenapa yang tercabut yang hitam?" keluhnya.

Kalau ubannya yang tercabut, pasti tante Calya tidak terlalu kesal. Li-el menyembunyikan tawa gelinya dengan pura-pura batuk. Dia buru-buru mencari Petra.

Petra sedang kebingungan di depan kamarnya, memegangi pakaian penari jawa. Pakaian milik Zea itu akan dipinjam Li-el.

"Kenapa mengambil pakaian saja lama sekali?" ujar Li-el.

Petra justru mengangkat bahu. Mengherankan. Li-el mengambil pakaian tersebut. Saat Li-el akan kembali menemui tante Calya, Petra menahannya.

"Jangan! cegah Petra. "Bahaya!"
Li-el tertegun. Kenapa ya, pakaian penari Jawa bisa jadi bahaya? Sebelum Petra sempat mengatakan sesuatu, tante Calya muncul. Pandangan tante Calya terpaku pada pakaian di tangan Li-el. Wajahnya berubah tegang, lalu berlalu begitu saja.

Tanpa bilang apa-apa, Petra mengajak Li-el ke kamarnya. Bukannya menjelaskan, Petra justru mengambil kertas. Dia mulai menulis sesuatu.

"Bisa-bisanya Petra menulis cerpen di saat begini?" pikir Li-el bingung. Soalnya, Petra tampak menulis cukup panjang.l Namun, Li-el mencoba tidak bertanya-tanya.

Petra lalu menyerahkan kertasnya. Li-el membaca dengan wajah berkerut.

"Waktu tante Calya berusia sekitar sepuluh tahun, tante Calya dan tiga temannya berlatih tari golek. Mereka akan tampil di pertunjukan 17 agustus. Susah sekali menghafal gerakannya. Mereka jadi sering saling menyalahkan. Suatu kali, tante Calya dan tante Meta bertengkar. Tante April yang malas mendengar pertengkaran mereka, pergi diam-diam. Sedihnya tante April tertabrak sepeda motor. Akibatnya jalan tante April menjadi agak timpang. Sejak saat itu, mereka tidak pernah menari lagi. Tante Calya juga selalu sedih setiap kali melihat kostum menari. Aku lupa menyembunyikan pakaian itu. Tante Calya melihatnya kemarin. Pasti tante Calya sedang sedih sekarang."

Li-el terbelalak. "Jangan-jangan, mereka masih bermusuhan?"
"Sssst!" Petra menempelkan telunjuknya di bibr. Petra sengaja menuliskan di kertas kejadian masa lalu tante Calya itu. Petra tak ingin tante Calya mendengarnya dan semakin sedih.

Li-el meringis bersalah.
"Mereka tetap berteman. Tante April juga tidak menyalahkan siapa-siapa," ujar Petra sedih." Tapi mereka berempat tidak seakrab sebelumnya."

Ah, ternyata tante Calya punya kenangan sedih. Bagaimana cara membuat mereka berempat tidak merasa bersalah lagi? Li-el merenung.

"Siapa tante yang terakhir?" ujar Li-el penuh semangat.

Petra hanya memandang Li-el, tidak mengerti. Pelan-pelan matanya berbinar. "Tante Irma," balas Petra bersemangat. "Yuk kita menemuinya!"

Li-el dan Petra seperti detektif saja, menyelidiki kesana kemari secara rahasia. Berhasil juga keduanya mengetahui alamat tante Irma. Mereka ingin tante Calya dan teman-temannya melakukan pertunjukan tahunan di sekolah. Tante Calya dan teman-temannya kan alumni sekolah, jadi boleh saja. Sepertinya, tante Irma yang paling cocok untuk membujuk teman-temannya.

"Kami tidak ingin menari lagi," tolak tante Irma." Sebenarnya kami tidak berbakat."

"Terus kenapa dulu tante dan teman-teman tante menari?" tanya Li-el.
Tante Irma menghela nafas. "Kami merasa tari golek itu indah sekali. Biarpun gerakan kami tidak luwes, kami ingin menarikannya walau hanya sekali."

Mereka sudah berusaha keras bertahun-tahun. Terus berusaha menari, meskipun sulit untuk mereka. Sekarang saatnya mewujudkan mimpi itu. Bersama-saa menarikan sebuah tarian indah sebagai empat sahabat yang kompak.

"Tante Irma bisa menjadi penengah," ujar Li-el. "Saatnya menyatukan persahabatan, menari bersama dengan indah."

Tante Irma dan Petra terpana. Cara Li-el berbicara memang biasa saja, namun kata-katanya tetap seperti puisi. Tidak sia-sia Li-el menghafalkan kalimat itu di rumah. Lama-lama, tante Irma bersedia. Sepertinya sih gara-gara takut Li-el meneruskan puisi anehnya, hi hi hi....

Meskipun harus berusaha keras membujuk teman-temannya, tante Irma berhasil juga. Tiga hari kemudian, tante Calya dan teman-temannya mulai sibuk berlatih. Mereka benar-benar bersemangat. Kelihatannya mereka juga melupakan apa yang terjadi dulu.

Empat penari ini pun berlatih dan persahabatan mereka seindah tarian mereka - Dongeng Anak Indonesia