BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Tasawuf Falsafi
Tasawuf falsafi adalah tasawuf yang ajaran-ajarannya memadukan antara visi mistis dan visi rasional pengasasnya. Berbeda dengan tasawuf akhlaqi, tasawuf falsafi menggunakan terminologi filosofis dalam pengungkapannya. Menurut at-Taftazani, tasawuf falsafi muncul dengan jelas dalam khazanah Islam sejak abad keenam hijriyah, meskipun tokohnya baru dikenal seabad kemudian.
Tasawuf falsafi tidak bisa hanya dipandang sebagai filsafat karena ajaran dan metodenya didasarkan pada rasa (dzauq), tetapi tidak dapat pula dikategorikan sebagai tasawuf dalam pengertian yang murni, karena ajarannya sering diungkapkan dalam bahasa filsafat dan lebih berorientasi pada panteisme.
Dalam tasawuf falsafi, terdapat pemikiran-pemikiran mengenai bersatunya Tuhan dengan makhluknya, setidaknya terdapat beberapa term yang telah masyhur yaitu:
1) Hulul, merupakan salah satu konsep di dalam tasawuf falsafi yang berimplikasi kepada bersemayamnya sifat-sifat ke-Tuhanan ke dalam diri manusia. Paham hulul ini disusun oleh Al-Hallaj.
2) Wahdah Al-wujud, dapat berarti penyatuan eksistensi atau penyatuan dzat. Sehingga yang ada atau segala yang wujud adalah Tuhan.
3) Ittihad, kata ini berasal dari kata wahd atau wahdah yang berarti satu atau tunggal. Jadi ittihad artinya bersatunya manusia dengan Tuhan, berdasarkan keyakinan bahwa manusia adalah pancaran Nur Illahi. Tokoh pembawa faham ittihad adalah Abu Yazid Al-Busthami.
Itulah kaum sufi falsafi, mereka meyakini bahwasannya alam semesta hanyalah bayangan fatamorgana dan biasan dari zat Allah. Semua yang ada adalah wujud Allah & jelmaan Allah. Jika demikian faktanya, seyogyanya kita merenungi sebuah riwayat, ketika Rasulullah saw. memarahi Umar Ibn al-Khattab ra karena kedapatan membawa sobekan taurat, Rasulullah bersabda:
??? ????? ?????? ??? ????? ????????? ?????????? ???? ??????????? ????? ?????? ?????? ??? ???????? ?????? ??????????
�Apa yang kamu bawa ini, bukankah aku telah membawa (al-Qur�an) yang jelas dan jernih? Kalau seandainya saudaraku Musa as. hidup pada zamanku, tentu beliau tidak akan susah-susah lagi, kecuali mengikutiku.� (HR. Al-Amidi)
Dalam hadits ini dapat dipahami, umat Muhammad saw wajib mengikuti tuntunan Rasulullah saw dan al-Quran. Artinya umat Islam dilarang mengambil sumber pemikiran dari peradaban lain jika perkara tersebut sudah terdapat dalam sumber hukum Islam. Karena itu, dari aspek sumber pemikiran, tasawuf falsafi seringkali dianggap melakukan kesalahan, karena mengambil sumber teori tasawuf dari filsafat non-islam, meskipun para tokohnya pada akhirnya selalu mencoba menjustifikasi teori falsafinya dengan dalil qur`an atau hadits.