Tuesday, 20 October 2015

Makalah Fisafat "Aktualisasi Filsafat"


BAB I
PENDAHULAN
A.    Latar Belakang
Paradigma  baru belajar filsafat saat ini, ilmu filsafat tidak hanya sekadar mempelajari berbagai pemikiran pars filsuf, seperti : Plato, Aristoteles, Rene Descartes, Al-Ghazali, hingga Ranggawarsita Pujangga Jaws, tetapi ilmu filsafat memiliki kemampuan untuk membangun kehidupan yang lebih sejahtera, damai, dan selamat dunia akhirat.
B.     Rumusan Masalah
A.    Aktualisasi Filsafat Sebelum Ilmu
B.     Aktualisasi Filsafat Sebagai cara Berpikir
C.     Aktualisasi Filsafat Sebagai
C.    Tujuan
Dengan ditulisnya makalah ini semoga dapat  bermafaat untuk kita semua maka harapan penulis semoga materi makalah ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan kita

BAB II
PEMBAHASAN
AKTUALISASI FILSAFAT

Zaman sekarang merupakan zamannya berpikir praktis-realistik, sehingga belajar filsafat dianggap hal yang tidak berguna dan membuang-�buang waktu. Sekarang, belajar filsafat telah sampai pada paradigma baru. Belajar filsafat tidak hanya menghafal pemikiran-pemikiran para tokoh filsafat/filsuf, akan tetapi belajar filsafat dimaksudkan untuk membangun kesadaran, semangat, dan kepedulian agar hidup kita lebih bermakna. Yang penting dalam belajar filsafat adalah aktualisasinya.
Dalam Bab I dikemukakan tentang kegunaan mempelajari filsafat, antara lain: menambah wawasan keilmuan, menggugah kesadaran dan kepedulian, dan strategi menghadapi tantangan zaman mendatang.
Kegunaan di atas masih memperlihatkan hal-hal yang sifatnya teoretik, artinya kegunaan filsafat belum dapat dimanfaatkan dan di�rasakan secara langsung. Ibarat seseorang akan membuat sayer lodeh kebutuhan santannya harus menanam pohon kelapa dahulu dan untuk berbuahnya menunggu lima tahunan.
Demikian juga, agar para mahasiswa dapat memanfaatkan sekali�gus merasakan kegunaan filsafat, maka harus menunggu beberapa tahun bahkan belasan tahun. Karena, pemanfaatan filsafat ini kadang masih terkait dengan kematangan berpikir, kematangan usia, dan pengalaman akademiknya.
Paradigma  baru belajar filsafat saat ini, ilmu filsafat tidak hanya sekadar mempelajari berbagai pemikiran pars filsuf, seperti : Plato, Aristoteles, Rene Descartes, Al-Ghazali, hingga Ranggawarsita Pujangga Jaws, tetapi ilmu filsafat memiliki kemampuan untuk membangun kehidupan yang lebih sejahtera, damai, dan selamat dunia akhirat.
Untuk itu, kami berusaha memberikan terobosan baru khususnya kepada mahasiswa bagaimana cars mengaktualisasikan ilmu filsafat dalam kehidupan sehari-hari untuk mencapai harapan hidup.
A.    Aktualisasi Filsafat Sebelum Ilmu
Dalam masyarakat hingga saat ini masih menganggap ilmu filsafat adalah ilmu `ngawang-ngawang' yaitu ilmu yang sulit untuk dimengerti atau ilmu yang membingungkan orang. Memang, setiap ilmu tentu memiliki sisi negatif/sinisme. Seperti ilmu filsafat sisi negatifnya dengan mempelajari filsafat akan mencetak pengangguran. Seperti ilmu ekonomi sisi negatifnya dengan mempelajari ilmu ekonomi orang akan bersifat materialistik. Sisi negatif ilmu agama dengan mempelajari ilmu agama orang akan terhindar dari neraka. Sisi negatif ilmu kedokteran dengan mempelajari ilmu kedokteran pikirannya akan buruk karma mendoakan orang lain sakit.
Sisi-sisi negatif pads setiap ilmu ini hendaknya dibuang jauh-jauh, dan kita seharusnya lebih berpikir positif terhadap setiap ilmu. Jadi, syarat agar orang dapat mengaktualisasikan ilmu filsafat pertama-tama harus berpikiran positif.
Dengan berpikir positif pikiran kita akan berkembang dan kon�struktif dan edukatif. Dengan berpikir positif pikiran kita akan lebih bersemangat dan realistik, yaitu bersemangat untuk meningkatkan kepedulian terhadap sesama. Dengan berpikir positif kita akan lebih banyak melihat hal-hal yang realistik dan. pragmatik.
Sebagai ilmu, filsafat juga seperti ilmu-ilmu yang lain seperti: antropologi, sosiologi, atau ilmu ekonomi. Akan tetapi, kelebihan ilmu filsafat adalah memiliki objek formal dan material lebih lugs, clan setiap ilmu memuat unsur filsafat. Misalnya, sosiologi memiliki filsafat so�sial, ilmu hukum memiliki filsafat hukum, ilmu kedokteran memiliki filsafat kedokteran, ilmu agama memiliki filsafat agama, clan seba�gainya. Sehingga, setiap ilmu tentu memiliki bidang yang sulit untuk ditembus oleh ilmu tersebut, maka untuk menembusnya hanya dengan ilmu filsafat.
Bagi orang yang belajar ilmu filsafat hendaknya dapat 'berdialog' dengan ilmu lain. Artinya, mempelajari ilmu filsafat tidaklah cukup dan untuk berdialog dengan ilmu lain, maka orang harus mempelajari (misalnya) ilmu kependudukan/demografi. Sehingga, orang tersebut pikirannya tidak selalu 'ngawang-ngawang' dalam filsafat, tetapi pikiran orang tersebut diperkenalkan dengan pikiran yang realistik/praktis. Karena, dalam ilmu kependudukan diajarkan tentang migrasi/perpindahan penduduk, program keluarga berencana, kelahiran, kematian, kualitas sumber daya manusia, mengatasi pengangguran semakin banyak.
Jadi, ilmu filsafat harus berdialog dengan ilmu-ilmu lain, karena ilmu-ilmu (selain filsafat) dapat dipakai untuk membantu dalam kerangka berpikir kita.
B.     Aktualisasi Filsafat Sebagai Cara Berpikir
Dalam Bab I dikemukakan bahwa berpikir secara filsafat salah satunya: sinoptif, yaitu berpikir secara menyeluruh dan bersama-sama. Artinya, berpikir menyeluruh sama dengan berpikir secara komprehensif.
Misalnya, apabila kita menghadapi masalah seperti "kenakalan anak". Kenakalan anak akan terns menjadi masalah sepanjang masa khususnya para orang tua. Untuk menanggulangi kenakalan anak, maka masalah tersebut harus dilihat secara filsafat, yaitu kenakalan anak harus dilihat dari semua aspek ilmu yang terkait.
Misalnya, kenakalan anak dilihat dari sudut ilmu agama, ilmu ekonomi, ilmu jiwa/psikologi, sosiologi, dan lain-lain. Menurut ilmu ekonomi, kenakalan anak disebabkan oleh faktor ekonomi, biasanya kenakalan berasal dari anak-anak yang tingkat ekonominya rendah. Jarang kita temui anak-anak dari orang kaya yang nakal, mungkin pola kenakalannya berbeda.
Menurut ilmu agama, kenakalan anak lebih disebabkan karena faktor keberagamaan kurang, antara kehidupan lahir dan batin tidak seimbang, sehingga tidak mampu membedakan antara teman yang baik clan buruk kemudian terpengaruh lingkungan buruk.
Menurut ilmu jiwa, kenakalan anak dianggapnya 'lumrah' asal tidak merusak (destruktio, karena anak yang nakal (konstruktio sebe�tulnya anak yang semangat, kreatif dan energik, dan sebagainya. Jadi, cara berpikir filsafat itu adalah berpikir kritis, analisis, clan dilihat dari berbagai aspek. Begitu juga kenakalan orang tua juga harus dilihat dari berbagai aspek. Kenakalan orang tua seperti: perselingkuhan, korupsi, emosional, dan lain-lain.
Bagaimana cara filsafat menghadapi hal-hal yang mistis dan gaib. Dalam kehidupan sehari-hari kita sering dihadapkan pada hal-hal yang mistis, gaib, atau di luar jangkauan akal, maka dalam filsafat pun dikenal dengan metafisika. Bagi orang yang mempelajari metafisika, menghadapi hal-hal yang mistis dan gaib tidak masalah. Sebab, dalam dunia mistis dan gaib memiliki ruang dan penalaran tersendiri.
Berpikir secara filsafat tidak hanya berpikir secara komprehensif, rasional, konsepsional saja, tetapi inter disipliner. Di era global saat ini pemikiran dituntut untuk lebih lugs dan satu sama lain saling terkait. Misal, keadaan pasar modal di New York akan berpengaruh (positif/negati) pada pasar modal seluruh dunia. Penegakan hukum Indonesia akan memengaruhi investasi asing di Indonesia.
Berpikir secara inter disipliner adalah berpikir dengan meng�gunakan ilmu-ilmu terkait yang dapat mendukung solusi suatu per�masalahan. Misalnya, untuk membangun anak berkualitas diperlukan pandangan dari berbagai ilmu, seperti: ilmu pendidikan, ilmu agama, ilmu gizi, ilmu sosial, dan lain-lain.
Ilmu pendidikan diperlukan untuk mengarahkan dan membimbing anak dalam mencerdaskan intelektualnya/IQ Ilmu agama diperlukan untuk membangun anak dalam mencerdaskan emosi/EQ Ilmu gizi diperlukan untuk membangun anak agar memiliki kemampuan berpikir lebih (IQ tinggi) yaitu dengan memberikan asupan makanan sesuai kualitas dan kuantitas gizi yang diperlukan. Ilmu sosial diperlukan untuk memberikan lingkungan sosial yang edukatif, karena memilih lingkungan sosial harus selektif dan mendidik/edukatif.
Jadi, aktualisasi filsafat sebagai cara berpikir adalah kemampuan berpikir sendiri, mampu melihat mana yang negatif dan yang positif dan mampu membedakan mana yang baik dan yang buruk.
C.    Aktualisasi Filsafat Sebagai Pandangan Hidup
Perlu diketahui bahwa filsafat (dalam artian) pandangan hidup banyak sekali ragamnya. Berawal dari pembagian filsafat secara garis besar terdapat dua kutub filsafat besar: filsafat barat dan filsafat timur. Filsafat barat meliputi: filsafat Yunani, filsafat abad pertengahan, filsafat modern (pragmatisme, materialisme, eksistensialisme, humanisme, ateisme, liberalisme, dan lain-lain).
Filsafat timur meliputi: filsafat Cina/Tiongkok, filsafat Jepang, filsafat India, filsafat Islam, filsafat Indonesia/Nusantara (filsafat Jawa, filsafat Sunda, filsafat Minangkabau, filsafat Dayak, filsafat Bugis, filsafat Madura, filsafat Aceh, dan lain-lain).
Di samping itu, sekarang banyak aliran pemikiran dari luar mau�pun dalam negeri yang muncul justru meresahkan masyarakat, seperti mengaku nabi utusan Tuhan, mengaku mendapat wangsit dari malaikat, mengaku sebagai murid Nyi Roro Kidul, dan lain-lain.
Dari berbagai ragam filsafat atau ideologi atau doktrin ini ada yang cocok dan tidak cocok dengan kepribadian bangsa Indonesia. Karena, paham filsafat yang berasal dari luar lasing) yang tidak cocok dengan kepribadian bangsa Indonesia justru akan berpengaruh negatif dan bisa merusak kepribadian bangsa Indonesia. Sehingga, untuk menghadapi berbagai ragam paham filsafat tersebut harus tetap kritis, mencari asal�usulnya (epistemologi), bagaimana paham tersebut diajarkan apakah sesat atau menguntungkan (metodologi), bagaimana riwayat pembawa paham tersebut, apakah paham tersebut bertentangan dengan akidah agama atau menyuburkan keimanan (aksiologi), dan lain-lain.
Jadi, dalam menghadapi berbagai ragam paham filsafat/pemikiran hendaknya kira harus kritis, jell, dan memiliki pendirian/tidak mudah terprovokasi, mampu mengadakan penilaian apakah pemikiran ter�sebut balk atau tidak, apakah pemikiran tersebut menguntungkan dan memberikan makna lebih dalam kehidupan kita atau tidak. Matra, dalam mempelajari filsafat jangan lupa mempelajari filsafat nilai.
D.    Aktualisasi Filsafat Sebagai Pemikiran yang Reflektif
Berpikir reflektif berarti berpikir yang dipantulkan kepada dirinya sendiri. Berfilsafat berarti refleksi terhadap dirinya sendiri. Berfilsafat pada hakikatnya adalah menonton dirinya sendiri ketika dirinya sedang berada di atas panggung. Semua ragam pemikiran filsafat tentunya dapat direfleksikan dalam kehidupan sehari-hari.
Berpikir reflektif mendorong kita akan mampu berpikir ke arah pemikiran yang lebih berkualitas (quality thinking) dan pemikiran ke masa depan (future thinking).
Misalnya, pemikiran filsafat yang reflektif tidak hanya sebatas pada memperbaiki kualitas diri sendiri, akan tetapi juga bagaimana memperbaiki kualitas generasi mendatang (anak-anak kita), sehingga kita akan terhindar dari degradasi keturunan.
Di zaman sekarang (era global) membuat/melahirkan anak mu�dah, akan tetapi membuat agar anak-anak kita lebih berkualitas dari diri kita, maka diperlukan berbagai pemikiran (inter disipliner). Hal ini sejalan dengan keberadaan konsep-konsep pemikiran filsafat tentang: manusia unggul menurut pemikiran barat, menurut pemikiran Indone�sia, menurut pemikiran Jawa, dan lain-lain.
Manusia unggul (berkualitas) menurut pemikiran barat yang dikemukakan oleh Nietzsche yaitu pemikirannya tentang manusia pemberani, superman, manusia cerdas, manusia yang tidak pernah bersalah, manusia berkuasa.
Manusia unggul menurut pemikiran Jepang adalah manusia yang memiliki jiwa'samurai' yaitu semangat tidak pernah kenal lelah, pan-tang menyerah, tahan menderita yang dilambangkan dengan semangat ksatria (boshido).
Manusia unggul (berkualitas) menurut pemikiran Indonesia yang tertuang dalam GBHN 1999 dikemukakan bahwa manusia Indonesia adalah manusia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, cerdas, berkepribadian, bersemangat, rajin bekerja, dan lain-lain.
Manusia unggul (berkualitas) menurut pemikiran Islam yaitu `insan kamil', Insan kamil adalah manusia yang telah mencapai derajat imuttaqiin' yaitu manusia yang benar-benar aktivitas hidupnya hanya untuk mencari keridhaan Allah.
Manusia unggul (berkualitas) menurut pemikiran Jawa yaitu `manungsa utomo'(manusia utama). Manusia utama adalah manusia yang dapat memenuhi hakikat kodratnya sebagai makhluk individu, makhluk sosial, dan makhluk Tuhan. Manusia utama adalah manusia yang memiliki kemampuan untuk: memayu hayuning seliro (berperilaku baik menjaga dirinya dari perbuatan vista), memayu hayuning bebrayan/ sesami (berperilaku baik terhadap sesama), memayu hayuning bawono (berperilaku untuk kepentingan bangsa/negara).
Dari berbagai konsep manusia berkualitas (unggul) tersebut kita akan dapat memperoleh inspirasi bahwa melahirkan dan membangun anak berkualitas di era global ini sangat penting. Karma, di era glo�balisasi saat ini diperlukan anak-anak yang memiliki kemampuan daya saing tinggi.















BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Didalam pembukaan makalah ini kami menggunakan berbagai sumber. Namun didalam makalah ini kami hanya dapat mengembangkan hanya semampu kami. Dari berbagai pemaparan materi tersebut dapat disimpulkan bahwa menambah wawasan keilmuan, menggugah kesadaran dan kepedulian, dan strategi menghadapi tantangan zaman mendatang.
B.     Saran
Didalam pembuatan makalah ini kami masih banyak mendapatkan kesulitan. Diantaranya dalam pencarian sumber referensi. Dan kepada Dosen pengajar dan rekan-rekan sekalian, kami selaku pemapar menyadari masih benyak kekurangan dan kesalahan oleh karena itu kami masi mengharapkan saran dan arahan dari rekan-rekan sekalian.


DAFTAR PUSTAKA

Brouwer. et. al. 1986. Sejarah Filsafat Modern dan Sezamannya. Alumni. Bandung.
Driyarkara. 1969. Filsafat Manusia. Yogyakarta: Kanisius.Pancasila dan Religi. tp., tt.
Endang Daruni. et. al. 1982. Filsuf Filsuf Dunia dalam Gambar.Yogyakarta: Karya Kencana.