Wednesday, 21 October 2015

Pengertian Hadits, Sunnah, Khabar, Atsar dan Perbedannya


Ada beberapa istilah yang perlu diketahui yaitu hadis, sunnah, atsar, dan khabar. Jumhur ulama menyamakan arti hadis dan sunnah, atau dengan kata lain keduanya merupakan kata sinonim (muradif). Hanya saja istilah hadis lebih sering digunakan oleh ulama hadis. Sedangkan ulama ushul fiqh lebih banyak menggunakan istilah sunnah. Nabi sendiri menamakan ucapannya dengan sebutan al-hadis untuk membedakan antara ucapan yang berasal dari beliau sendiri dengan yang lain. Berikut ini uraian dari beberapa istilah di atas:
1.      Hadis
Kata hadis secara etimologi(bahasa) berarti al-jadid (baru, antonim kata qadim), al-khabar yang berarti berita dan al-Qarib (dekat).
Sedangkan secara terminologi hadis adalah segala ucapan, perbuatan, ketetapan dan karakter Muhammad Saw setelah beliau diangkat menjadi Nabi.
2.      Sunnah
Sunnah secara etimologi adalah perbuatan atau perjalanan yang pernah dilalui baik yang tercela maupun yang terpuji.Sedangkan secara terminologi sunnah mempunyai pengertian yang berbeda-beda, karena ulama memberikan pengertian sesuai dengan disiplin ilmu masing-masing.
a.         Menurut ulama ahli hadis, sunnah adalah semua hal yang berasal dari Nabi, baik perkataan, perbuatan, ketetapan, maupun hal-hal yang lainya. Menurut pengertian ini sunnah bisa meliputi fisik maupun perilaku Nabi dalam kehidupan sehari-hari baik sebelum ataupun sesudah beliau diangkat menjadi Rasul. Mereka memandang Nabi adalah sosok suri tauladan yang sempurna bagi umat Islam, sehingga dalam pandangan mereka segala sesuatu yang berasal dari Nabi; baik yang ada kaitanya dengan hukum maupun tidak adalah sunnah.
b.        Ulama usul fiqh memberikan definisi yang hampir sama, namun mereka membatasi sunnah hanya dengan yang bisa dijadikan acuan pengambilan hukum. Hal ini disebabkan mereka memandang Nabi sebagai syari� (pembuat syariat) di samping Allah. Hanya saja ketika ulama usul mengucapkan hadis secara mutlak maka yang dimaksud adalah sunnah qawliyah. Karena menurut mereka sunnah memiliki arti yang lebih luas dari hadis, yaitu mencakup semua hal yang bisa dijadikan petunjuk hukum. bukan sebatas ucapan saja.
c.         Ulama fiqh mendefinisikan sunnah dengan suatu hal mendapatkan pahala bila dikerjakan namun tidak sampai mendapatkan dosa bila ditinggalkan. Mereka memandang Nabi saw sebagai pribadi yang seluruh perkataan dan perbuatannya mengandung hukum syara�.

3.      Khabar dan Atsar
Pengertian khabar dan atsar menurut ulama hadis adalah sama dengan hadis. Namun sebagian ulama berpendapat bahwasannya sesuatu yang berasal dari Nabi adalah hadis. Sedangkan yang berasal dari selain Nabi disebut khabar. Para fuqaha Khurasan menyebut hadis mawquf dengan khabar dan hadis maqthu� dengan atsar.
Menurut arti bahasa khabar ialah berita. Jadi, khabar memiliki arti yang hampir sama dengan hadis, karena tahdits (pembicaraan) artinya tidak lain adalah ikhbar(pemberitaan). Secara terminologi khabar  ada beberapa pendapat, di antaranya "hadis yang disandarkan pada sahabat", atau "segala berita yang diterima dari selain dari Nabi". Untuk terminologi khabar, peneliti lebih sepakat dengan definisi yang pertama - sebagaimana juga dikemukakan oleh ulama Khurasan- yaitu khabar ialah hadis yang disandarkan pada sahabat (mawquf). Hal ini dimaksud untuk memudahkan klasifikasi serta untuk membedakan antara khabar dengan hadis atau sunnah.
Secara etimologi atsar berarti bekas atau sisa. Sedangkan secara terminologi ada 2 pendapat; (1). Atsar sinonim dengan hadis (2). Atsar adalah perkataan, tindakan, dan ketetapan sahabat. Pendapat yang kedua ini mungkin berdasarkan arti etimologisnya. Dengan penjelasan, perkataan sahabat merupakan sisa dari sabda Nabi. Oleh karena itu, perkataan sahabat  disebut dengan atsar merupakan hal yang wajar.
Dari paparan tentang definisi hadis, sunnah, khabar dan atsar di atas, dapat dilihat bahwa ada perbedaan terminologi yang digunakan oleh muhadditsin terkait ruang lingkup dan sumber ke empat definisi tersebut. Hadis atau sunnah memberikan pengertian bahwa rawi mengutip hadis yang disandarkan kepada Rasulullah Saw (marfu�). Sedangkan khabar tidak hanya mencakup hadis marfu� saja tetapi juga mengakomodasi hadis mawquf (rawi hanya bersumber dari sahabat saja tidak sampai pada Rasulullah). Bahkan juga yang hanya berhenti sampai tingkatan tabi�in (maqtu�) saja. Sedangkan atsar oleh para muhadditsin lebih diidentikkan hanya pada hadis mawquf atau maqtu� saja.
Untuk memudahkan pengidentifikasian hadis, maka akan lebih mudah apabila istilah hadis, sunnah, khabar dan atsar dibedakan dalam pendefinisiannya. Hal ini dilakukan bukan untuk mendistorsi makna dari istilah tersebut, tetapi lebih dimaksudkan untuk memudahkan identifikasi. Selain itu, diharapkan akan lebih mempermudah dalam memahami struktur hadis. Sehingga menurut hemat peneliti, hadis dan sunnahdipergunakan adalah untuk hadis marfu�, khabar untuk hadis mawquf, dan atsar untuk hadis maqthu�.


Diambil Dari 
 Tadjab dkk. 1994. Dimensi-Dimensi Studi Islam. Surabaya: Karya Abditama. Hlm. 130. Ulama yang membedakan pengertian hadis dan sunnah antara lain Ibn Taymiyah beliau mengatakan hadis adalah segala sesuatu yang berasal dari Nabi pasca pengangkatan Nabi, sedangkan sunnah lebih luas yaitu sebelum dan sesudah beliau diangkat jadi Rasul
 Sebagaimana keterangan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah di dalam Shahih al-Bukhari bab Riqa' yang isinya menyatakan bahwa apa yang diucapkan oleh Nabi dinamakanhadis.
 Ini berdasarkan hadis Nabi ( ?? ?? ?? ??????? ??? ???? ??? ?????...??? (????? ?????? ????  
 Masjfuk Zuhdi. 1993. Pengantar Ilmu Hadis, Surabaya: Bina Ilmu. 13 - 15
 al-Khatib, Muhammad Ajjaj. Ushul al-Hadis wa al-Mustalahuh, Beirut: Dar al-Fikri. 1989. Hlm. 27
8 Ibid. hlm28.
 Dawud, Muhammad Ali. Ulum Al-Quran wa al-HadisOman: Dar al-Basir. 169. Bandingkan dengan al-Hasani, al-Sayyid Muhammad Ibn Alwi al-Maliki1990al-Manhal al-Latif fiUshul al-Hadis al-Syarif. 51
 Hasbi As-Shiddiqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu HadisSemarang: Pustaka Rizki Putra. 1999. hlm. 21
 Al-Hasani. Op.cit. hlm. 52
 al-Salim. Abdurrahman al-Munim. 1997. Taysir al-Ulum al-HadisKairo: Maktabah ibn Taymiyah. Hlm. 12