Evaluasi
Pendidikan Dalam Al-Qur’an
MAKALAH
Diajukan
Untuk Memenuhi Tugas Ilmu Tafsir
Dosen
Pengampu: Zaglul Fitrian Djalal, Lc M.A
Disusun
Oleh:
Abd.Hamid
(1820150102001)
Firdatur
Rif’ah
(18201501020018)
Masruroh
(18201501020028)
Prodi:
Pendidikan Bahasa Arab
Jurusan:
Tarbiyah
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) PAMEKASAN
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita
panjatkat kepada Allah
s.w.t. yang telah memberikan
rahmat serta hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelelesaikan makalah ini.
Solawat dan salam semoga tetap trcurah limpahkan kepda junjungan kita Nabi
Muhammad Saw, sahabat,tabiin dan kita semua sebagai ummat yang taat dan patuh
kepada ajaran-Nya.
Saya ucapkan banyak terima kasih kepada dosen pengampu, Bapak Zghlul Fitrian Dzalal Lc M.A yang telah membimbing saya dalam membuat makalah
ini, sehingga dapat diselesaikan.
Saya menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh
karenanya saya mengharap kritik dan saran yang membangun demi menuju kearah
yang lebih baik.
Harapan saya sebagai penulis semoga makalah ini bisa bermanfaat
kepada teman-teman dan masyarakat.
Pamekasan, 18Mei 2016
penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL
KATA PENGANTAR…………………………………………... i
DAFTAR ISI……………………………………………………. ii
BAB I:
PENDAHULUAN..……………...………………………………. 1
Penafsiran surat An-nisaa ayat 95-96………..…………………… 4
Kosa Kata………………………………………………………… 4
Munasabah………………………………………………………. 5.
Nilai Tarbiyah……………………………………………………. 5
Penafsiran Ayat…………………………………………………. 5
Penafsiran surat An-naml Ayat 40…..………..…………………. 6
Asbabun Nuzul…………………………………………………… 6
Kosa Kata………………………………………………………… 7
Munasabah……………………………………………………….. 7
Nilai Tarbiyah……………………………………………………. 8
Penafsiran Ayat…………………………………………………. 8
Penafsiran surat Muhammad Ayat 31…..………..……………… 9
Asbabun Nuzul………………………………………………… 9
Kosa Kata……………………………………………………… 9
Munasabah…………………………………………………….. 9
Nilai Tarbiyah………………………………………………….. 9
Penafsiran Ayat………………………………………………… 9
Penafsiran surat Al-Ankabut Ayat 2-3…..…………………...... 10
Asbabun Nuzul…………………………………………………… 10
Kosa Kata………………………………………………………… 12
Munasabah………………………………………………………. 12
Nilai Tarbiyah…………………………………………………… 13
Penafsiran Ayat…………………………………………………. 13
Penafsiran surat Al-Fajr Ayat 15-16…..……………………….... 14
Asbabun Nuzul………………………………………………….. 14
Kosa Kata………………………………………………………. 15
Munasabah………………………………………………………. 15
Nilai Tarbiyah…………………………………………………… 16
Penafsiran Ayat…………………………………………………. 16
BAB III: PENUTUP
Kesimpulan………………………………………………………. 18
Saran……………………….…………………………………….. 19
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………. 20
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
Al-Quran
memandang bahwa pendidikan merupakan persoalan pertama dan utama dalam
membangun dan memperbaiki kondisi umat manusia di muka bumi ini. Ajaran yang
terkandung di dalamnya berupa akidah tauhid,akhlak mulia,dan aturan-aturan mengenai
hubungan vertical dan horizontal ditanamkannya melalui pendidikan tersebut. Hal
itu ditandai dengan gagasan awal Al-Qur’an mengenai pendobrakannya terhadap
tabir kebodohan dan keterbelakangan melalui perintah membaca, di mana membaca
itu merupakan aktivitas belajar yang tentu saja bagian dari kegiatan
pendidikan. Dengan demikian,pendidikan kata kunci untuk kemajuan
bangsa,pendidikan yang ditawarkan Al-Qur’an memperlihatkan perbedaan yang cukup
berarti jika di bandingkan dengan pendidikan konvensional. Perbedaan itu terlihat jelas pada prinsip dasar bagunan
pendidikan tersebut,pendekatan belajar,orientasi penyelenggaraannya,dan juga
evaluasi terhadap suatu pendidikan, yang mana disini kami akan menjabarkan
bagaimana evaluasi pendidikan yang terdapat dalam Al-Qur’an, evaluasi merupakan
komponen yang penting dalam pembelajaran. Jika pembelajaran di artikan kepada
aktivitas pencarian dan transfer ilmu pengetahuan dan informasi yang bertjuan
agar terjadi perubahan pada diri siswa dalam bentuk penambahan ilmu pengetahuan
dan perubahan prilaku,maka evaluasi merupakan komponen yang akan mengukur
penambahan dan perubahan prilaku tersebut.
Berhasil
tidaknya suatu pembelajaran tidak dapat diabaikan dalam proses pembeljaran.
Karena begitu pentingnya evaluasi,maka Al-Qur’an banyak mengulang ini tidak
hanya menggunakan satu istilah dalam perbincangan mengenai evaluasi,tetapi ia
menggunakan banyak istilah. Di antara istilah itu adalah[1]
·
Bala dan fatana
Kata bala ,terulang 38 kali dalam berbgai sighat (bentuk
kata). Demikian pula kata fatana,istilah ini dalam berbagai kata
terulang 60 kali. Selain kedua kata tersebut terdapat pula kata
·
Hasiba
Yang secara harfiyah dapat pula diartikan kepada mengira atau
menghitung.
·
Secara
etimologi, bala semakna dengan ikhtibar dan imtahana yang berarti
menguji atau mencoba dari kata bala terbentuk kata bala’ yang berarti cobaan.
·
Dan fatana
semakna dengan a’jaba yang membingungkan atau mengherankan. Selain itu
Luis Ma’luf mengartikan pula fatana itu kepada “adhabahu bi al-butaqah
liyubayyin al-jayyida min al-radi’I”(mencairkan sesuatu pada bejana agar
dapat dibedakan antara yang baik dengan yang jelek). Al-Isfihani mengartikan fatana
itu pula kepada”memasukan emas kedalam api agar jelas perbedaan mana emas yang
baik dan mana pula yang buruk”[2].
Dari kata fatana terbentuk pula kata al-fitnah, yang sering
diartikan kepada musubah atau bencana,karna memang bencana yang Allah
timpakankepada manusia merupakan ujian atau evaluasi darinya sehingga dapat
dibedakan antara manusia yang baik dan yang jahat. Jadi, tujuan dari adanya
al-fitnah dan al-bala’ untuk mengetahui dengan jelas perbedaan karakteristik
keberimanan atau ketaatan manusia. Sebagai juga evaluasi dalam pembelajran
bertujuan untuk mengetahui siswayang menguasai materi pembelajaran dengan yang
tidak.Jadi evaluasi dalam suatu pembelajaran sangat penting diadakan. Dalam
surah Muhammad (31)
“Dan sugguh, kami benar-benar akan menguji kamu
sehingga kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar di antara kamu;
dan akan kami uji perihalmu”
bahwa Allah benar-benar akan mengevaluasi orang-orang yang beriman
guna untuk mengetahui siapa di antara mereka yang benar-benar sabar dan mau
berjihad di jalan Allah.
Dengan demikian dapat ditegaskan,bahwa
terdapat dua bentuk evaluasi Allah terhadap manusia. Pertama, evaluasi yang
sangat tidak meyenangkan para peserta didik yaitu manusia, dan kedua evaluasi
yang sangat menyenangkan para peserta didik yang mengikuti evaluasi tersebut,
Atau dengan kata lain,berdasarkan analisis di atas bahwa evaluasi pendidikan
dalam Al-Qur’an dapat di kategorikan menjadi dua bentuk, sulit dan mudah. Dan
tidak dapat di pungkiri bahwa perjalan hidup yang ditempuh manusia dan venomena
kematian yang selalu terlihat dalam kesehariannya penuh dengan ujian dan
evaluasi Allah terhadap manusia; semuanya diukur dan diberi penilaian sehingga
dapat diketahui amal perbuatan siapa saja yang lebih baik atau berkualitas
tinggi. Maka interaksi atau pergaulan yang penuh dengan ujian
dan penilaian-Nya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Penafsiran
QS.An-nisaa’:95-96
لا يَسْتَوِي الْقَاعِدُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ
غَيْرُ أُولِي الضَّرَرِ وَالْمُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِهِمْ
وَأَنْفُسِهِمْ فَضَّلَ اللَّهُ الْمُجَاهِدِينَ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ
عَلَى الْقَاعِدِينَ دَرَجَةً وَكُلا وَعَدَ اللَّهُ الْحُسْنَى وَفَضَّلَ اللَّهُ
الْمُجَاهِدِينَ عَلَى الْقَاعِدِينَ أَجْرًا عَظِيمًا (٩٥)
(٩٦)دَرَجَاتٍ مِنْهُ وَمَغْفِرَةً وَرَحْمَةً وَكَانَ اللَّهُ
غَفُورًا رَحِيمًا
“Tidaklah
sama antara mukmin yang duduk (yang tidak ikut berperang) yang tidak mempunyai
‘uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan
jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas
orang-orang yang duduk satu derajat.
Kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala yang baik (surga) dan
Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala
yang besar,(95)” “(Yaitu)beberapa
derajat daripada-Nya serta ampunan dan rahmat Allah Maha pengampun,Maha
penyayang.(96)”
1.
Asbabun Nuzul
2.
Kosa Kata
الْقَاعِدُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ : Antara orang yang beriman yang Duduk (Yang
tidak ikut berperang)
غَيْرُ أُولِي الضَّرَرِ : Tanpa mempunyai Udzur
بِأَمْوَالِهِمْ : Dengan
Harta
وَأَنْفُسِهِمْ : Dan Jiwa
دَرَجَات : Beberapa
derajat
وَمَغْفِرَةً : Dan
Ampunan
غَفُورًا : Maha
Pengampun
3.
Munasabah
Korelasi pada ayat berikutnya yaitu merupakan
ancaman peringatan bagi mereka yang menetap di dar al kufr padahal mereka
secara akidah dan keagamaan memiliki kesanggupan untuk hijrah mereka telah
mendzalimi diri mereka sendiri hingga tempat mereka kelak berupa jahannam.
Ayat berikutnya merupakan jaminan dari Allah
swt. Bagi mereka yang ikhlas hijrah berupa obat dari segala macam ketakutan
yang sudah barang tentu dari segala macam beban yang dihadapi.
4.
Nilai Tarbiyah
Menjelaskan keutamaan berjihad dan berhijrah di jalan Allah dan beberapa hal yang terkait
dengannya. Allah menganugerahkan derajat yang agung bagi orang yang
berjihad di jalanNya. Bagi kaum mukmin yang tidak berjihad, tidak akan
mendapatkan derajat tersebut. Namun, mereka tetap lebih mulia di sisi
Allah ketimbang orang kafir dan munafik.
Allah menjamin orang-orang berhijrah di jalan-Nya
kebaikan yang banyak dan kelapangan hidup. Jika kita mati dalam berhijrah di
jalan Allah dan Rasul-Nya maka Allah menjamin pahala yang besar. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
5.
Penafsiran Ayat
الْقَاعِدُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ (Antara orang yang beriman yang Duduk
(Yang tidak ikut berperang) Jihad merupakan ajaran Allah swt. yang harus
dilalui oleh kaum muslimin dalam menggapai surga Allah swt. Tentunya,
jihad dalam konsep surah al nisa’ ini merupakan pengorbanan, baik berupa harta
benda maupun jiwa yang sangat dicintai, dan ini bila dijalani dengan
kesungguhan merupakan nikmat yang tiada taranya, nikmat yang didapat dari
naungan dhilal al-Qur'an.
غَيْرُ أُولِي الضَّرَرِ (Tanpa mempunyai
Udzur) Allah memberikan kepada
orang-orang yang berjihad derajat yang lebih tinggi di atas orang-orang yang
tidak ikut perang, kecuali bila ada uzur yang menghalangi mereka untuk
berperang. Sebab, uzur itu membebaskan mereka dari celaan. Meskipun orang-orang
yang berjihad mempunyai keutamaan dan derajat khusus, namun Allah tetap
menjanjikan kepada masing-masing kelompok itu kedudukan dan balasan yang baik.
B.
Penafsiran Surat An-Naml :
40
قَالَ الَّذِي عِندَهُ عِلْمٌ مِّنَ
الْكِتَابِ أَنَا آتِيكَ بِهِ قَبْلَ أَن يَرْتَدَّ إِلَيْكَ طَرْفُكَ فَلَمَّا
رَآهُ مُسْتَقِرًّا عِندَهُ قَالَ هَذَا مِن فَضْلِ رَبِّي لِيَبْلُوَنِي
أَأَشْكُرُ أَمْ أَكْفُرُ وَمَن شَكَرَ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ وَمَن
كَفَرَ فَإِنَّ رَبِّي غَنِيٌّ كَرِيمٌ ﴿٤٠﴾
“Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari Al
Kitab: "Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu
berkedip". Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di
hadapannya, iapun berkata: "Ini termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba aku
apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya). Dan barangsiapa yang
bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan
barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha
Mulia".
1. Asbabun Nuzul
Sulaiman mengucapkan yang demikian itu karena telah yakin
seyakin yakinnya bahwa Sulaiman belum puas dengan kesanggupan Ifrit itu, ia
ingin agar singgasana itu sampai dalam waktu yang lebih singkat lagi, maka ia
meminta lagi kesanggupan hadirin yang lain. Maka menjawablah seorang yang
telah memperoleh ilmu dari Al Kitab, yaitu malaikat Jibril. Menurut pendapat
yang lain, orang itu ialah Al Khidir: "Aku akan membawa singgasana itu
kepadamu dalam waktu sekejap mata saja". [3]
Dan
apa yang dikatakan orang itu terjadilah, dan singgasana ratu Balqis itu telah
berada di hadapan Sulaiman. [4]
Melihat peristiwa yang terjadi hanya dalam sekejap mata, maka Nabi Sulaiman berkata: "Ini termasuk karunia yang telah dilimpahkan Tuhan kepadaku. Dengan karunia itu aku diujinya, apakah aku termasuk orang-orang yang mensyukuri karunia Tuhan atau termasuk orang-orang yang mengingkarinya". Dari sikap Nabi Sulaiman as itu nampak kekuatan iman dan kewaspadaannya, ia tidak mudah diperdaya oleh siapapun yang datang kepadanya, karena semua yang datang itu baik berupa kebahagiaan atau kesengsaraan, semuanya merupakan ujian Tuhan kepada hamba-hamba Nya.
Melihat peristiwa yang terjadi hanya dalam sekejap mata, maka Nabi Sulaiman berkata: "Ini termasuk karunia yang telah dilimpahkan Tuhan kepadaku. Dengan karunia itu aku diujinya, apakah aku termasuk orang-orang yang mensyukuri karunia Tuhan atau termasuk orang-orang yang mengingkarinya". Dari sikap Nabi Sulaiman as itu nampak kekuatan iman dan kewaspadaannya, ia tidak mudah diperdaya oleh siapapun yang datang kepadanya, karena semua yang datang itu baik berupa kebahagiaan atau kesengsaraan, semuanya merupakan ujian Tuhan kepada hamba-hamba Nya.
2. Kosa kata
أَنَا آتِيكَ بِهِ : Aku Akan Membawakan
mu (Singga Sana Itu)
قَبْلَ أَن يَرْتَدَّ :
Sebelum
Berkedip
لِيَبْلُوَنِي : Untuk
mengujiku
أَأَشْكُرُ أَمْ أَكْفُرُ : Apakah Bersyukur Atau
Kufur
3. Munasabah
Ayat sebelum ini menjelaskan kesedian dan kesanggupan jin untuk
menghadirkan singgasana Ratu Saba’ dalam tempo setengah hari. Ayat itu tidak
mengemukakan tanggapan Nabi Sulaiman As atas ucapan sang ifrit. Rupa.a ada
tanggapan spontan dari seorang manusia yang selama ini mengasah kalbunya dan
yang di anugrahi oleh Allah SWT ilmu. Ayat di atas menjelakan bahwa:
Berkatalah seseorang yang memiliki ilmu dari Al-Kitab:”Aku akan datang kepadamu
dengannya yakni dengan membawa singgasana itu kemari sebelum matamu berkedip.”Maka
serta merta,tanpa menunggu tanggapan dari siapapun,singgasana itu hadir di
hadapan Nabi Sulaiman as. Dan tatkala dia melihtnya terletak dan benar-benar
mantap di hadapannya bukan berada jauh darinya,diapaun berkata: Ini yakni
kehadiran singgasana sesuai keinginanku termasuk karunia tuhanku dari sekian
banyak karunia yang telah dilimpahkan-Nya kepadaku. Krunia itu untuk menguji
aku apakah aku bersyukur dengan mengakuinya sebagai anugrah atau kufur yakni
mengingkari nikmat-Nya.[5]
4.
Nilai Tarbiyah
barangsiapa yang mensyukuri nikmat
Allah, maka faedah mensyukuri nikmat Allah itu akan kembali kepada dirinya
sendiri, karena Allah akan menambah lagi nikmat-nikmat itu, sebaliknya orang
yang mengingkari nikmat Allah maka dosa pengingkarannya itu juga akan kembali
kepadanya. Dia akan disiksa oleh Allah karena pengingkarannya itu.
5. Penafsiran Ayat
أَنَا آتِيكَ بِهِ قَبْلَ أَن يَرْتَدَّ
إِلَيْكَ (Aku Akan Membawakan
mu (Singga Sana Itu)
Sebelum Berkedip) Dan tatkala dia melihtnya terletak dan benar-benar mantap di
hadapannya bukan berada jauh darinya,dia paun berkata: Ini yakni kehadiran singgasana sesuai keinginanku termasuk
karunia tuhanku dari sekian banyak karunia yang telah dilimpahkan-Nya kepadaku.
لِيَبْلُوَنِي أَأَشْكُرُ أَمْ أَكْفُرُ (Krunia itu untuk menguji aku apakah aku bersyukur dengan mengakuinya
sebagai anugrah atau kufur yakni mengingkari nikmat-Nya.[6]
C. Penafsiran
Surat Muhammad : 31
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ حَتَّى
نَعْلَمَ الْمُجَاهِدِينَ مِنكُمْ وَالصَّابِرِينَ وَنَبْلُوَ
أَخْبَارَكُمْ ﴿٣١﴾
“Dan
sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji kamu agar Kami mengetahui
orang-orang yang berjihad dan bersabar di antara kamu, dan agar Kami menyatakan
(baik buruknya) hal ihwalmu.”
1. Asbabun Nuzul
Allah SWT ,Menyebutkan
ujian paling besar yang Allah Uji dengannya(hamba-hamba-Nya), yaitu jihad fi
sabilillah
2. Kosa kata
وَلَنَبْلُوَنَّكُم : Dan Sungguh , Kami
Benar-Benar Akan Menguji Kamu
الْمُجَاهِدِين : Orang-orang Yang Benar-Benar Berjihad
وَالصَّابِرِين : Dan Bersabar
وَنَبْلُو : Dan
Akan Kami Uji
أَخْبَارَكُمْ : Perihal Kamu
3.
Nilai Tarbiyah
Yang mana kita sebagai hamba haruslah mempunyai
rasa sabar dalam ujian Allah dalam( berjihad di jalan Allah SWT) dan juga dalam
hal lainnya
4.
Penafsiran Ayat
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ
حَتَّى نَعْلَمَ الْمُجَاهِدِينَ: (Dan sesungguhnya Kami benar-benar
akan menguji kalian) mencoba kalian dengan berjihad dan lainnya (agar Kami
mengetahui) dengan pengetahuan yang tampak)
وَالصَّابِرِينَ وَنَبْلُوَ أَخْبَارَكُمْ : ((orang-orang yang berjihad dan
bersabar di antara kalian) dalam berjihad dan lainnya (dan agar Kami
menyatakan) menampakkan (hal ikhwal kalian) tentang ketaatan kalian dan
kedurhakaan kalian di dalam masalah jihad dan masalah-masalah lainnya.
D.Penafsiran
Surat Al-Ankabut : 2-3
أَحَسِبَ النَّاسُ أَن
يُتْرَكُوا أَن يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ ﴿٢﴾ وَلَقَدْ
فَتَنَّا الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا
وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ ﴿٣﴾
“Apakah manusia itu mengira bahwa
mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang
mereka tidak diuji lagi?(2) Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka
sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia
mengetahui orang-orang yang dusta.(3)”
1. Asbabun Nuzul
Ibnu Abbas menerangkan ayat ini diturunkan karena peristiwa
yang dialami oleh keluarga muslim yang masih tinggal di Mekkah, dimana
Rasulullah telah berhijrah ke Madinah. Orang-orang lemah dari keluarga orang
yang beriman itu adalah Salamah ibnu Hisyam, ‘Iyasy ibnu Abi Rabi’ah, Walid
ibnu Walid dan lain-lain dimana mereka mendapat siksaan-siksaan mental dan
fisik dari orang-orang yang tidak senang kepadanya karena menjadi pengikut nabi
Muhammad SAW yang setia. Maka untuk mengokohkan iman mereka kepada Allah SWT
maka dihiburlah mereka dengan menurunkan ayat-ayat di atas. Muqati meriwayatkan
pula bahwa ayat itu diturunkan pada seorang sahabat yang bernama Mihya’ Maulana
Umar bin Khattab, yang mana dialah yang pertama kali syahid di medan perang
Badar dimana seorang anggota pasukan musuh bernama Amir ibnu al-Hadhrami
berhasil menombaknya dengan tombak beracun sehingga Mihya’ tewas bermandikan
darah. Rasulullah selain mengetahui tewasnya Mihya’ sebagai syuhada pertama
dihari itu mak beliau segera menyatakan pemimpin syuhada adalah Mihya’ karena
dialah orang pertama yang dipanggil masuk syurga di antara umat ini. Berita
tentang tewasnya Mihya’ diterima oleh kedua orang tuanya dengan hati sedih dan
pilu begitu pula dengan isterinya yang tercinta, maka untuk menghibur kelurga
Mihya’ yang ditinggalkan Allah menurunkan ayat di atas.[7] Ibnu
Abbas menerangkan ayat ini diturunkan karena peristiwa yang dialami oleh
keluarga muslim yang masih tinggal di Mekkah, dimana Rasulullah telah berhijrah
ke Madinah. Orang-orang lemah dari keluarga orang yang beriman itu adalah
Salamah ibnu Hisyam, ‘Iyasy ibnu Abi Rabi’ah, Walid ibnu Walid dan lain-lain
dimana mereka mendapat siksaan-siksaan mental dan fisik dari orang-orang yang
tidak senang kepadanya karena menjadi pengikut nabi Muhammad SAW yang setia.
Maka untuk mengokohkan iman mereka kepada Allah SWT maka dihiburlah mereka
dengan menurunkan ayat-ayat di atas. Muqati meriwayatkan pula bahwa ayat itu
diturunkan pada seorang sahabat yang bernama Mihya’ Maulana Umar bin Khattab,
yang mana dialah yang pertama kali syahid di medan perang Badar dimana seorang
anggota pasukan musuh bernama Amir ibnu al-Hadhrami berhasil menombaknya dengan
tombak beracun sehingga Mihya’ tewas bermandikan darah. Rasulullah selain
mengetahui tewasnya Mihya’ sebagai syuhada pertama dihari itu mak beliau segera
menyatakan pemimpin syuhada adalah Mihya’ karena dialah orang pertama yang
dipanggil masuk syurga di antara umat ini. Berita tentang tewasnya Mihya’
diterima oleh kedua orang tuanya dengan hati sedih dan pilubegitu pula dengan
isterinya yang tercinta, maka untuk menghibur kelurga Mihya’ yang ditinggalkan
Allah menurunkan ayat di atas.[8]
Imam ibn Hakim telah mengetengahkan sebuah hadits melalui
Asy Sya’bi telah menceritakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan
orang-orang yang tinggal di Mekkah, mereka telah berikrar masuk islam. Kemudian
para sahabat Rasulullah saw. Berkirim surat kepada mereka dari Madinah,
bahwasanya Islam kalian tidak akan diterima melainkan kalian berhijrah. Maka
mereka pada akhirnya berangkat dengan tujuan Madinah, kemudian orang-orang
musyrik mengejar mereka sehingga tersusul, lalu mereka dikembalikan lagi ke
mekkah. Setelah peristiwa itu turunlah Firman-Nya yaitu ayat yang telah
disebutkan di atas, lalu para sahabat menulis surat kepada mereka bahwasanya
telah diturunkan Firman Allah yang berkenaan dengan peristiwa yang alian alami.
Mereka yang berada di Mekkah berkata: kami harus keluar
berhijrah, jika ada seseorang mengejar kami, niscaya kami akan memeranginya,
lalu mereka keluar dan orang-orang musyrik mengejar mereka, akhirnya terjadilah
pertempuran dai antara kedua belah pihak. Sebagian kaum muslimin Mekkah gugur
dan sebagiannya lagi selamat, sehubungan dengan perihal mereka maka Allah
menurunkan Firman-Nya. Sedangkan Abu Khatim telah mengetengahkan hadits lainnya
melalui qatadah yang menceritakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan
Ammar ibn Yazir, sebab ia disiksa oleh kaum musyrikin demi karena Allah.[9]
Bahwasanya cobaan itu perlu untuk menguji keimanan seseorang dan usaha
manusia itu manfaatnya untuk dirinya sendiri. Dan sudah menjadi Sunnatullah
bahwasanya setiap manusia yang beriman itu belum akan tercapai hakekat iman
yang sebenarnya kecuali dengan adanya cobaan-cobaan dan ujian-ujian dari Allah
yang diberikan kepada kita dan dapat menempuh cobaan-cobaan yang ditimpakan
kepada kita, karena semakin tinggi tingkat kesabaran ketika menmpuh
cobaan-cobaan itu maka semakin besar pila kemenangan dan ganjaran yang akan
diperoleh.
2. Kosa kata
أَحَسِبَ النَّاسُ : Apakah
Manusia Mengira
أَن يُتْرَكُوا : Mereka
Akan Dibiarkan
لَا يُفْتَنُونَ : Tidak
Diuji
وَلَقَدْ فَتَنَّا : Dan
Sungguh,Kami Telah Menguji
فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ : Maka
Allah Pasti Mengetahui
صَدَقُوا : Benar
وَلَيَعْلَمَنَّ
الْكَاذِبِينَ : Dan Pasti Mengetahui
Orang-Orang Yang Dusta
3.
Munasabah
أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تُتْرَكُوا
وَلَمَّا يَعْلَمِ اللَّهُ الَّذِينَ جَاهَدُوا مِنْكُمْ وَلَمْ يَتَّخِذُوا مِنْ
دُونِ اللَّهِ وَلا رَسُولِهِ وَلا الْمُؤْمِنِينَ وَلِيجَةً وَاللَّهُ خَبِيرٌ
بِمَا تَعْمَلُونَ {١٦}
Artinya:
Apakah kamu mengira bahwa kamu akan dibiarkan (begitu saja), sedang Allah
belum mengetahui (dalam kenyataan) orang-orang yang berjihad di antara kamu dan
tidak mengambil menjadi teman yang setia selain Allah, Rasul-Nya dan
orang-orang yang beriman. Dan Allah maha tahu apa yang kamu kerjakan
(Q.S. At-Taubah ayat 16).
Bahwasanya setiap orang yang mengaku beriman tidak akan
mencapai hakekat iman yang sebenarnya sebelum ia menempuh berbagai macam ujian
yakni dengan kewajiban-kewajiban fisik, kewajiban dalam memanfaatkan harta
benda, Hijrah, Berjihad dijalan Allah, membayar zakat kepada Fakir miskin,
menolong orang yang sedang dalam kesusahan dan menolong orang yang sedang dalam
kesulitan.[10]
وَكَأَيِّنْ مِنْ نَبِيٍّ قَاتَلَ مَعَهُ
رِبِّيُّونَ كَثِيرٌ فَمَا وَهَنُوا لِمَا أَصَابَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَمَا
ضَعُفُوا وَمَا اسْتَكَانُوا وَاللَّهُ يُحِبُّ الصَّابِرِينَ
Artinya:
“Dan beberapa banyaknya Nabi-Nabi yang
berperang bersama-sama mereka, sejumlah besar dari pengikut-pengikutnya yang
bertaqwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka dijalan
Allah, dan tidak lesu dan tidak pula menyerah (kepada musuh), Allah menyukai
orang-orang yang sabar” (Q.S. Ali-Imran ayat 146).
Dalam hal ini Allah melarang manusia berprasangka bahwa
ia diciptakan dengan percuma begitu saja. Justru Allah akan menguji
masing-masing kita untuk menentukan siapakah yang paling tinggi derajatnya
disisi Allah, derajat tersebut tidak mungkin diperoleh kecuali dengan menempuh
ujian yang berat, karena hidup ini penuh dengan ujian baik kita enggan ataupun
senang untuk menghadapinya. Semakin tinggi tingkat kesabaran maka semakin besar
pula kemenangan dan ganjaran yang kita peroleh. Itulah satu sunnah Tuhan yang
berlaku bagi umat terdahulu dan sekarang.
4. Nilai Tarbiyah
Dan
sudah menjadi Kehendak Allah SWT bahwasanya setiap manusia yang beriman itu
belum tercapai hakekat iman yang sebenarnya kecuali dengan adanya cobaan-cobaan
dan ujian-ujian dari Allah yang diberikan kepada kita dan dapat menempuh
cobaan-cobaan yang ditimpakan kepada kita, karena semakin tinggi tingkat
kesabaran ketika menempuh cobaan-cobaan itu maka semakin besar pila kemenangan
dan ganjaran yang akan diperoleh.
5.
Penafsiran
Ayat
أَحَسِبَ النَّاسُ أَن
يُتْرَكُوا (Apakah manusa itu mengira
bahwa mereka dibiarkan saja) Setiap orang beriman harus diuji terlebih
dahulu sehingga dapat diketahui sampai dimanakah mereka sabar dan tahan
menerima ujian tersebut. Ujian yang mesti mereka tempuh itu bermacam-macam
misalnya perintah berjihad (meninggalkan kampung halaman demi menyelamatkan
iman dan keyakinan). [11]
لَا
يُفْتَنُونَ (Tidak
di uji) Semua
cobaan itu dimaksudkan untuk menguji siapakah di antara mereka yang
sungguh-sungguh beriman dengan ikhlas dan siapa pula yang berjiwa munafik serta
untuk mengetahui apakah mereka termasuk orang yang kokoh pendiriannya atau
orang yang masih bimbang dan ragu-ragu sehingga iman mereka masih rapuh.
فَلَيَعْلَمَنَّ
اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا ( maka
sesungguhnya Allah mengetahui orang yang benar)
(Orang-orang beriman dan berpegang teguh dengan
keimanannya akan menghadapi berbagai macam penderitaan dan kesulitan, mereka
sabar dan tabah menahan penderitaan itu dan sesungguhnya Allah Maha mengetahui
)
E.Penafsiran
Surat Al-Fajr
فَأَمَّا الْإِنسَانُ إِذَا مَا
ابْتَلَاهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ رَبِّي
أَكْرَمَنِ ﴿١٥﴾ وَأَمَّا إِذَا مَا ابْتَلَاهُ فَقَدَرَ
عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَهَانَنِ ﴿١٦﴾
“Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya
lalu dia dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia akan berkata:
"Tuhanku telah memuliakanku"(15). Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu
membatasi rezekinya maka dia berkata: "Tuhanku menghinakanku"(16).
1. Asbabun Nuzul
Allah SWT
Memberi tahukan tentang tabi’at manusia, yaitu bahwa dia bodoh dan zalim, tidak
mengetahui akibat dan kesudahan sesuatu. [12]Dia
mengira bahwa keadaan yang ada padanya akan berlanjut dan tidak hilang, dan
menyangka bahwa kemuliaan yang diberikan Allah kepadanya di dunia dan pemberian
nikmat kepadanya menunjukkan kedudukannya di sisi Allah dan kedekatannya
kepadanya (15) Dia juga menyangka bahwa jika Allah menyempitkan rizkinya,
sehingga hanya cukup untuk makan dan tidak ada lebihnya, itu menunjukan bahwa
Allah menghinakannya(16) Maka Allah membantah anggapan dan keyakinan itu dengan
firman-Nya;”Sekali-kali tidak demikian, yakni tidak setiap orang yang aku beri
nikmat di dunia itu berarti dia mulia disisi-Ku, dan tidak setiap orang yang
aku sempitkan rizkinya itu hina disisi-Ku. Kaya dan miskin, kelonggaran dan
kesempitan hanyalah ujian dari Allah kepada hamba-Nya untuk melihat siapa yang
bersyukur dan bersabar dan lalu diberi pahala, dan siapa yang tidak demikian,
lalu disiksa.
2. Kosa kata
إِذَا مَا ابْتَلَاهُ رَبُّهُ : Apabila Tuhan Mengujinya
فَأَكْرَمَهُ : Lalu
Memuliakannya
وَنَعَّمَهُ : Dan
Memberinya Kesenangan
وَأَمَّا إِذَا
مَا ابْتَلَاهُ : Namun Apabila
Tuhan Mengujinya
فَقَدَرَ : Lalu Mebatasi
أَهَانَنِ :Telah
Menghinaku
3.
Munasabah
Jika saja seorang hamba berprasangka buruk
terhadap Allah SWT yaitu jika saja seorang hamba yang di sempitkan rizkinya
telah Allah hinakan ia maka Allah SWT tidak demikian Kaya dan miskin,
kelonggaran dan kesempitan hanyalah ujian dari Allah kepada hamba-Nya untuk
melihat siapa yang bersyukur dan bersabar dan lalu diberi pahala, dan siapa
yang tidak demikian, lalu disiksa.
4. Nilai Tarbiyah
1.
Jangan
menduga ujian yakni kenikmatan dan harta benda atau kepedihan dan keterbatasan
harta sebagai bukti cinta atau murka Allah.
2.
Jika
tidak dapat memberi sesuatu yang bermanfaat, maka paling tidak tampillah menganjurkan
pihak lain untuk memberi.
3.
Yang
dikecam adalah yang mencintai harta secara berlebihan, karena ini mengantar
kepada pengabaian selainnya, sehingg bila yang bersangkutan dihadapkan pada dua
pilihan, walau salah satunya adalah nilai-nilai agama, maka yang mencintai
harta secara berlebihan pasti akan memilih harta dan materi.
4.
Melupakan
Allah ketika bergelimang nikmat atau menggerutu ketika dalam kekurangan
bukanlah sifat seorang Mukmin.
5.
Penafsiran Ayat
فَأَمَّاآلْاِنْسَانُ (Adapun Manusia) Yang berada dalam kebimbangan
di antara kebaikan dan ke kufuran[13]
اِذَامَا آبْتَلَاهُ رَبُّهُ (Ketika Rabbnya menguji) dan mencoba dengan
kekayaan dan kemudahan
فَأَكْرَمَهُ ({Lalu dimuliakan-Nya} dengan pangkat dan kekayaan)
وَنَعَّمَهُ (Dan
diberinya kesenangan) dengan harta dan Anak-anak
فَيَقُولُ (Maka
ia berkata) sebagai bentuk rasa syukur atas kenikmatan dan kemuliaan yang
diraihnya
رَبِّي أَكْرَمَنِ (Rabbku
telah memuliakanku) dan menganugrahiku dengan kebaikan dan kelembutan[14]
وَأَمَّا إِذَا
مَا ابْتَلَاهُ (Adapun
ketika Rabbnya mengujinya) dengan
kefakiran dan kesulitan setelah
sebelumnya diberi kemudahan
فَقَدَرَ
عَلَيْهِ رِزْقَهُ (Lalu membatasi rizkinya) dan mengurang bahan
makanan yang di butuhkannya di mana Allah SWT tidak menambahi kebutuhan
hidupnya
فَيَقُولُ (Maka ia
berkata) dengan nada mengeluh yang mengobarkan kemarahan-Nya
رَبِّي
أَهَانَنِ (Rabbku menghinakanku) dan merendahkanku,karena
Dia tidak memberikan kepadaku sesuatu yang Dia berikan kepada si fulan dan si
fulanah.”padahal kefakiran lebih baik dari kekayaan. Sebab seandainya kefakiran
diiringi dengan perasaan menerima dengan lapang dada dan ridho,maka sikap
semacam itu akan mengantarkan pelakunya menuju ke surga Ma’wa dan kekuasaan
yang tidak akan pernah usam. Sebaliknya, kekayaan yang tidak diiringi dengan
rasa syukur, berinfaq, dan berbuat baik, maka sikap semacam itu akan
mengantarkan pelakunya menuju lapisan neraka terbawah,yakni neraka jahim.[15]
BAB III
PENUTUP
A.KESIMPULAN
evaluasi
merupakan komponen yang penting dalam pembelajaran. Jika pembelajaran di
artikan kepada aktivitas pencarian dan transfer ilmu pengetahuan dan informasi
yang bertjuan agar terjadi perubahan pada diri siswa dalam bentuk penambahan
ilmu pengetahuan dan perubahan prilaku,maka evaluasi merupakan komponen yang
akan mengukur penambahan dan perubahan prilaku tersebut.
Berhasil
tidaknya suatu pembelajaran tidak dapat diabaikan dalam proses pembeljaran.
Karena begitu pentingnya evaluasi,maka Al-Qur’an banyak mengulang ini tidak
hanya menggunakan satu istilah dalam perbincangan mengenai evaluasi,tetapi ia
menggunakan banyak istilah. Di antara istilah itu adalah Bala dan fatana
Kata bala ,terulang 38 kali dalam berbgai sighat (bentuk
kata). Demikian pula kata fatana,istilah ini dalam berbagai kata
terulang 60 kali. Selain kedua kata tersebut terdapat pula kata
·
Hasiba
Yang secara harfiyah dapat pula diartikan kepada mengira atau
menghitung.
·
Secara
etimologi, bala semakna dengan ikhtibar dan imtahana yang berarti
menguji atau mencoba dari kata bala terbentuk kata bala’ yang berarti cobaan.
Dan fatana semakna dengan a’jaba yang membingungkan
atau mengherankan.
Dengan demikian dapat ditegaskan,bahwa
terdapat dua bentuk evaluasi Allah terhadap manusia. Pertama, evaluasi yang
sangat tidak meyenangkan para peserta didik yaitu manusia, dan kedua evaluasi
yang sangat menyenangkan para peserta didik yang mengikuti evaluasi tersebut,
Atau dengan kata lain,berdasarkan analisis di atas bahwa evaluasi pendidikan
dalam Al-Qur’an dapat di kategorikan menjadi dua bentuk, sulit dan mudah. Dan
tidak dapat di pungkiri bahwa perjalan hidup yang ditempuh manusia dan venomena
kematian yang selalu terlihat dalam kesehariannya penuh dengan ujian dan
evaluasi Allah terhadap manusia; semuanya diukur dan diberi penilaian sehingga
dapat diketahui amal perbuatan siapa saja yang lebih baik atau berkualitas
tinggi. Maka interaksi atau pergaulan yang penuh dengan
ujian dan penilaian-Nya.
B. SARAN
Maka tidak dapat di pungkiri bahwa perjalan
hidup yang ditempuh manusia dalam kesehariannya penuh dengan ujian dan evaluasi
Allah terhadap manusia; semuanya diukur dan diberi penilaian sehingga dapat
diketahui amal perbuatan siapa saja yang lebih baik atau berkualitas tinggi,atau
pergaulan yang penuh dengan ujian dan penilaian-Nya. Semoga makalah ini
bermanfaat bagi pembaca Amiin.
DAFTAR PUSTAKA
Jaelani Abdul Qadir, Tafsir jaelani,(Bekasi:Sahara,2011),Cet.
II.
Al-Maally Imam Jalaluddin dkk, Tafsir
Jalalin Asbabunnuzul (Bandung: Sinar Baru, 1990).
Muhammad Al
Owaid Yusuf ,Tafsir sederhana,(Saudi:Buraidah,2003)
Departemen Agama Republik Iindonesia, Al-Qur’an
dan Tafsir Jilid VII, (Yoyakarta: Dep.Agama RI 1990)
Shihab
M.Quraish , Tafsir Al-Misbah ,(Tangeraang:Lemtera Hati,2010) .
Al-Raihib
Al-Istihani, Al-Mufradat fi Gharib
al-Qur’an, (Bairut: Dar al-Ma’rifah.2001,).
Dr.
Kadar M. Yusuf, Tafsir Tarbawi,(Jakarta: Amzah,2012).,
[1]
Dr. Kadar M. Yusuf, Tafsir Tarbawi,(Jakarta:
Amzah).,hlm.140
[2] Al-Istihani,
al-Raihib, Al-Mufradat fi Gharib al-Qur’an, Bairut: Dar
al-Ma’rifah.2001., hlm.373-374
[3] M.Quraish
shihab, Tafsir Al-Misbah ,(Tangeraang:Lemtera Hati) ,.hlm.225
[10] Ibid,.hlm101
[12] Yusuf bin
Muhammad Al Owaid,Tafsir sederhana,(Saudi:Buraidah),hlm,.77
Evaluasi
Pendidikan Dalam Al-Qur’an
MAKALAH
Diajukan
Untuk Memenuhi Tugas Ilmu Tafsir
Dosen
Pengampu: Zaglul Fitrian Djalal, Lc M.A
Disusun
Oleh:
Abd.Hamid
(1820150102001)
Firdatur
Rif’ah
(18201501020018)
Masruroh
(18201501020028)
Prodi:
Pendidikan Bahasa Arab
Jurusan:
Tarbiyah
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) PAMEKASAN
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita
panjatkat kepada Allah
s.w.t. yang telah memberikan
rahmat serta hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelelesaikan makalah ini.
Solawat dan salam semoga tetap trcurah limpahkan kepda junjungan kita Nabi
Muhammad Saw, sahabat,tabiin dan kita semua sebagai ummat yang taat dan patuh
kepada ajaran-Nya.
Saya ucapkan banyak terima kasih kepada dosen pengampu, Bapak Zghlul Fitrian Dzalal Lc M.A yang telah membimbing saya dalam membuat makalah
ini, sehingga dapat diselesaikan.
Saya menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh
karenanya saya mengharap kritik dan saran yang membangun demi menuju kearah
yang lebih baik.
Harapan saya sebagai penulis semoga makalah ini bisa bermanfaat
kepada teman-teman dan masyarakat.
Pamekasan, 18Mei 2016
penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL
KATA PENGANTAR…………………………………………... i
DAFTAR ISI……………………………………………………. ii
BAB I:
PENDAHULUAN..……………...………………………………. 1
Penafsiran surat An-nisaa ayat 95-96………..…………………… 4
Kosa Kata………………………………………………………… 4
Munasabah………………………………………………………. 5.
Nilai Tarbiyah……………………………………………………. 5
Penafsiran Ayat…………………………………………………. 5
Penafsiran surat An-naml Ayat 40…..………..…………………. 6
Asbabun Nuzul…………………………………………………… 6
Kosa Kata………………………………………………………… 7
Munasabah……………………………………………………….. 7
Nilai Tarbiyah……………………………………………………. 8
Penafsiran Ayat…………………………………………………. 8
Penafsiran surat Muhammad Ayat 31…..………..……………… 9
Asbabun Nuzul………………………………………………… 9
Kosa Kata……………………………………………………… 9
Munasabah…………………………………………………….. 9
Nilai Tarbiyah………………………………………………….. 9
Penafsiran Ayat………………………………………………… 9
Penafsiran surat Al-Ankabut Ayat 2-3…..…………………...... 10
Asbabun Nuzul…………………………………………………… 10
Kosa Kata………………………………………………………… 12
Munasabah………………………………………………………. 12
Nilai Tarbiyah…………………………………………………… 13
Penafsiran Ayat…………………………………………………. 13
Penafsiran surat Al-Fajr Ayat 15-16…..……………………….... 14
Asbabun Nuzul………………………………………………….. 14
Kosa Kata………………………………………………………. 15
Munasabah………………………………………………………. 15
Nilai Tarbiyah…………………………………………………… 16
Penafsiran Ayat…………………………………………………. 16
BAB III: PENUTUP
Kesimpulan………………………………………………………. 18
Saran……………………….…………………………………….. 19
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………. 20
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
Al-Quran
memandang bahwa pendidikan merupakan persoalan pertama dan utama dalam
membangun dan memperbaiki kondisi umat manusia di muka bumi ini. Ajaran yang
terkandung di dalamnya berupa akidah tauhid,akhlak mulia,dan aturan-aturan mengenai
hubungan vertical dan horizontal ditanamkannya melalui pendidikan tersebut. Hal
itu ditandai dengan gagasan awal Al-Qur’an mengenai pendobrakannya terhadap
tabir kebodohan dan keterbelakangan melalui perintah membaca, di mana membaca
itu merupakan aktivitas belajar yang tentu saja bagian dari kegiatan
pendidikan. Dengan demikian,pendidikan kata kunci untuk kemajuan
bangsa,pendidikan yang ditawarkan Al-Qur’an memperlihatkan perbedaan yang cukup
berarti jika di bandingkan dengan pendidikan konvensional. Perbedaan itu terlihat jelas pada prinsip dasar bagunan
pendidikan tersebut,pendekatan belajar,orientasi penyelenggaraannya,dan juga
evaluasi terhadap suatu pendidikan, yang mana disini kami akan menjabarkan
bagaimana evaluasi pendidikan yang terdapat dalam Al-Qur’an, evaluasi merupakan
komponen yang penting dalam pembelajaran. Jika pembelajaran di artikan kepada
aktivitas pencarian dan transfer ilmu pengetahuan dan informasi yang bertjuan
agar terjadi perubahan pada diri siswa dalam bentuk penambahan ilmu pengetahuan
dan perubahan prilaku,maka evaluasi merupakan komponen yang akan mengukur
penambahan dan perubahan prilaku tersebut.
Berhasil
tidaknya suatu pembelajaran tidak dapat diabaikan dalam proses pembeljaran.
Karena begitu pentingnya evaluasi,maka Al-Qur’an banyak mengulang ini tidak
hanya menggunakan satu istilah dalam perbincangan mengenai evaluasi,tetapi ia
menggunakan banyak istilah. Di antara istilah itu adalah[1]
·
Bala dan fatana
Kata bala ,terulang 38 kali dalam berbgai sighat (bentuk
kata). Demikian pula kata fatana,istilah ini dalam berbagai kata
terulang 60 kali. Selain kedua kata tersebut terdapat pula kata
·
Hasiba
Yang secara harfiyah dapat pula diartikan kepada mengira atau
menghitung.
·
Secara
etimologi, bala semakna dengan ikhtibar dan imtahana yang berarti
menguji atau mencoba dari kata bala terbentuk kata bala’ yang berarti cobaan.
·
Dan fatana
semakna dengan a’jaba yang membingungkan atau mengherankan. Selain itu
Luis Ma’luf mengartikan pula fatana itu kepada “adhabahu bi al-butaqah
liyubayyin al-jayyida min al-radi’I”(mencairkan sesuatu pada bejana agar
dapat dibedakan antara yang baik dengan yang jelek). Al-Isfihani mengartikan fatana
itu pula kepada”memasukan emas kedalam api agar jelas perbedaan mana emas yang
baik dan mana pula yang buruk”[2].
Dari kata fatana terbentuk pula kata al-fitnah, yang sering
diartikan kepada musubah atau bencana,karna memang bencana yang Allah
timpakankepada manusia merupakan ujian atau evaluasi darinya sehingga dapat
dibedakan antara manusia yang baik dan yang jahat. Jadi, tujuan dari adanya
al-fitnah dan al-bala’ untuk mengetahui dengan jelas perbedaan karakteristik
keberimanan atau ketaatan manusia. Sebagai juga evaluasi dalam pembelajran
bertujuan untuk mengetahui siswayang menguasai materi pembelajaran dengan yang
tidak.Jadi evaluasi dalam suatu pembelajaran sangat penting diadakan. Dalam
surah Muhammad (31)
“Dan sugguh, kami benar-benar akan menguji kamu
sehingga kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar di antara kamu;
dan akan kami uji perihalmu”
bahwa Allah benar-benar akan mengevaluasi orang-orang yang beriman
guna untuk mengetahui siapa di antara mereka yang benar-benar sabar dan mau
berjihad di jalan Allah.
Dengan demikian dapat ditegaskan,bahwa
terdapat dua bentuk evaluasi Allah terhadap manusia. Pertama, evaluasi yang
sangat tidak meyenangkan para peserta didik yaitu manusia, dan kedua evaluasi
yang sangat menyenangkan para peserta didik yang mengikuti evaluasi tersebut,
Atau dengan kata lain,berdasarkan analisis di atas bahwa evaluasi pendidikan
dalam Al-Qur’an dapat di kategorikan menjadi dua bentuk, sulit dan mudah. Dan
tidak dapat di pungkiri bahwa perjalan hidup yang ditempuh manusia dan venomena
kematian yang selalu terlihat dalam kesehariannya penuh dengan ujian dan
evaluasi Allah terhadap manusia; semuanya diukur dan diberi penilaian sehingga
dapat diketahui amal perbuatan siapa saja yang lebih baik atau berkualitas
tinggi. Maka interaksi atau pergaulan yang penuh dengan ujian
dan penilaian-Nya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Penafsiran
QS.An-nisaa’:95-96
لا يَسْتَوِي الْقَاعِدُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ
غَيْرُ أُولِي الضَّرَرِ وَالْمُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِهِمْ
وَأَنْفُسِهِمْ فَضَّلَ اللَّهُ الْمُجَاهِدِينَ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ
عَلَى الْقَاعِدِينَ دَرَجَةً وَكُلا وَعَدَ اللَّهُ الْحُسْنَى وَفَضَّلَ اللَّهُ
الْمُجَاهِدِينَ عَلَى الْقَاعِدِينَ أَجْرًا عَظِيمًا (٩٥)
(٩٦)دَرَجَاتٍ مِنْهُ وَمَغْفِرَةً وَرَحْمَةً وَكَانَ اللَّهُ
غَفُورًا رَحِيمًا
“Tidaklah
sama antara mukmin yang duduk (yang tidak ikut berperang) yang tidak mempunyai
‘uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan
jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas
orang-orang yang duduk satu derajat.
Kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala yang baik (surga) dan
Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala
yang besar,(95)” “(Yaitu)beberapa
derajat daripada-Nya serta ampunan dan rahmat Allah Maha pengampun,Maha
penyayang.(96)”
1.
Asbabun Nuzul
2.
Kosa Kata
الْقَاعِدُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ : Antara orang yang beriman yang Duduk (Yang
tidak ikut berperang)
غَيْرُ أُولِي الضَّرَرِ : Tanpa mempunyai Udzur
بِأَمْوَالِهِمْ : Dengan
Harta
وَأَنْفُسِهِمْ : Dan Jiwa
دَرَجَات : Beberapa
derajat
وَمَغْفِرَةً : Dan
Ampunan
غَفُورًا : Maha
Pengampun
3.
Munasabah
Korelasi pada ayat berikutnya yaitu merupakan
ancaman peringatan bagi mereka yang menetap di dar al kufr padahal mereka
secara akidah dan keagamaan memiliki kesanggupan untuk hijrah mereka telah
mendzalimi diri mereka sendiri hingga tempat mereka kelak berupa jahannam.
Ayat berikutnya merupakan jaminan dari Allah
swt. Bagi mereka yang ikhlas hijrah berupa obat dari segala macam ketakutan
yang sudah barang tentu dari segala macam beban yang dihadapi.
4.
Nilai Tarbiyah
Menjelaskan keutamaan berjihad dan berhijrah di jalan Allah dan beberapa hal yang terkait
dengannya. Allah menganugerahkan derajat yang agung bagi orang yang
berjihad di jalanNya. Bagi kaum mukmin yang tidak berjihad, tidak akan
mendapatkan derajat tersebut. Namun, mereka tetap lebih mulia di sisi
Allah ketimbang orang kafir dan munafik.
Allah menjamin orang-orang berhijrah di jalan-Nya
kebaikan yang banyak dan kelapangan hidup. Jika kita mati dalam berhijrah di
jalan Allah dan Rasul-Nya maka Allah menjamin pahala yang besar. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
5.
Penafsiran Ayat
الْقَاعِدُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ (Antara orang yang beriman yang Duduk
(Yang tidak ikut berperang) Jihad merupakan ajaran Allah swt. yang harus
dilalui oleh kaum muslimin dalam menggapai surga Allah swt. Tentunya,
jihad dalam konsep surah al nisa’ ini merupakan pengorbanan, baik berupa harta
benda maupun jiwa yang sangat dicintai, dan ini bila dijalani dengan
kesungguhan merupakan nikmat yang tiada taranya, nikmat yang didapat dari
naungan dhilal al-Qur'an.
غَيْرُ أُولِي الضَّرَرِ (Tanpa mempunyai
Udzur) Allah memberikan kepada
orang-orang yang berjihad derajat yang lebih tinggi di atas orang-orang yang
tidak ikut perang, kecuali bila ada uzur yang menghalangi mereka untuk
berperang. Sebab, uzur itu membebaskan mereka dari celaan. Meskipun orang-orang
yang berjihad mempunyai keutamaan dan derajat khusus, namun Allah tetap
menjanjikan kepada masing-masing kelompok itu kedudukan dan balasan yang baik.
B.
Penafsiran Surat An-Naml :
40
قَالَ الَّذِي عِندَهُ عِلْمٌ مِّنَ
الْكِتَابِ أَنَا آتِيكَ بِهِ قَبْلَ أَن يَرْتَدَّ إِلَيْكَ طَرْفُكَ فَلَمَّا
رَآهُ مُسْتَقِرًّا عِندَهُ قَالَ هَذَا مِن فَضْلِ رَبِّي لِيَبْلُوَنِي
أَأَشْكُرُ أَمْ أَكْفُرُ وَمَن شَكَرَ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ وَمَن
كَفَرَ فَإِنَّ رَبِّي غَنِيٌّ كَرِيمٌ ﴿٤٠﴾
“Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari Al
Kitab: "Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu
berkedip". Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di
hadapannya, iapun berkata: "Ini termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba aku
apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya). Dan barangsiapa yang
bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan
barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha
Mulia".
1. Asbabun Nuzul
Sulaiman mengucapkan yang demikian itu karena telah yakin
seyakin yakinnya bahwa Sulaiman belum puas dengan kesanggupan Ifrit itu, ia
ingin agar singgasana itu sampai dalam waktu yang lebih singkat lagi, maka ia
meminta lagi kesanggupan hadirin yang lain. Maka menjawablah seorang yang
telah memperoleh ilmu dari Al Kitab, yaitu malaikat Jibril. Menurut pendapat
yang lain, orang itu ialah Al Khidir: "Aku akan membawa singgasana itu
kepadamu dalam waktu sekejap mata saja". [3]
Dan
apa yang dikatakan orang itu terjadilah, dan singgasana ratu Balqis itu telah
berada di hadapan Sulaiman. [4]
Melihat peristiwa yang terjadi hanya dalam sekejap mata, maka Nabi Sulaiman berkata: "Ini termasuk karunia yang telah dilimpahkan Tuhan kepadaku. Dengan karunia itu aku diujinya, apakah aku termasuk orang-orang yang mensyukuri karunia Tuhan atau termasuk orang-orang yang mengingkarinya". Dari sikap Nabi Sulaiman as itu nampak kekuatan iman dan kewaspadaannya, ia tidak mudah diperdaya oleh siapapun yang datang kepadanya, karena semua yang datang itu baik berupa kebahagiaan atau kesengsaraan, semuanya merupakan ujian Tuhan kepada hamba-hamba Nya.
Melihat peristiwa yang terjadi hanya dalam sekejap mata, maka Nabi Sulaiman berkata: "Ini termasuk karunia yang telah dilimpahkan Tuhan kepadaku. Dengan karunia itu aku diujinya, apakah aku termasuk orang-orang yang mensyukuri karunia Tuhan atau termasuk orang-orang yang mengingkarinya". Dari sikap Nabi Sulaiman as itu nampak kekuatan iman dan kewaspadaannya, ia tidak mudah diperdaya oleh siapapun yang datang kepadanya, karena semua yang datang itu baik berupa kebahagiaan atau kesengsaraan, semuanya merupakan ujian Tuhan kepada hamba-hamba Nya.
2. Kosa kata
أَنَا آتِيكَ بِهِ : Aku Akan Membawakan
mu (Singga Sana Itu)
قَبْلَ أَن يَرْتَدَّ :
Sebelum
Berkedip
لِيَبْلُوَنِي : Untuk
mengujiku
أَأَشْكُرُ أَمْ أَكْفُرُ : Apakah Bersyukur Atau
Kufur
3. Munasabah
Ayat sebelum ini menjelaskan kesedian dan kesanggupan jin untuk
menghadirkan singgasana Ratu Saba’ dalam tempo setengah hari. Ayat itu tidak
mengemukakan tanggapan Nabi Sulaiman As atas ucapan sang ifrit. Rupa.a ada
tanggapan spontan dari seorang manusia yang selama ini mengasah kalbunya dan
yang di anugrahi oleh Allah SWT ilmu. Ayat di atas menjelakan bahwa:
Berkatalah seseorang yang memiliki ilmu dari Al-Kitab:”Aku akan datang kepadamu
dengannya yakni dengan membawa singgasana itu kemari sebelum matamu berkedip.”Maka
serta merta,tanpa menunggu tanggapan dari siapapun,singgasana itu hadir di
hadapan Nabi Sulaiman as. Dan tatkala dia melihtnya terletak dan benar-benar
mantap di hadapannya bukan berada jauh darinya,diapaun berkata: Ini yakni
kehadiran singgasana sesuai keinginanku termasuk karunia tuhanku dari sekian
banyak karunia yang telah dilimpahkan-Nya kepadaku. Krunia itu untuk menguji
aku apakah aku bersyukur dengan mengakuinya sebagai anugrah atau kufur yakni
mengingkari nikmat-Nya.[5]
4.
Nilai Tarbiyah
barangsiapa yang mensyukuri nikmat
Allah, maka faedah mensyukuri nikmat Allah itu akan kembali kepada dirinya
sendiri, karena Allah akan menambah lagi nikmat-nikmat itu, sebaliknya orang
yang mengingkari nikmat Allah maka dosa pengingkarannya itu juga akan kembali
kepadanya. Dia akan disiksa oleh Allah karena pengingkarannya itu.
5. Penafsiran Ayat
أَنَا آتِيكَ بِهِ قَبْلَ أَن يَرْتَدَّ
إِلَيْكَ (Aku Akan Membawakan
mu (Singga Sana Itu)
Sebelum Berkedip) Dan tatkala dia melihtnya terletak dan benar-benar mantap di
hadapannya bukan berada jauh darinya,dia paun berkata: Ini yakni kehadiran singgasana sesuai keinginanku termasuk
karunia tuhanku dari sekian banyak karunia yang telah dilimpahkan-Nya kepadaku.
لِيَبْلُوَنِي أَأَشْكُرُ أَمْ أَكْفُرُ (Krunia itu untuk menguji aku apakah aku bersyukur dengan mengakuinya
sebagai anugrah atau kufur yakni mengingkari nikmat-Nya.[6]
C. Penafsiran
Surat Muhammad : 31
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ حَتَّى
نَعْلَمَ الْمُجَاهِدِينَ مِنكُمْ وَالصَّابِرِينَ وَنَبْلُوَ
أَخْبَارَكُمْ ﴿٣١﴾
“Dan
sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji kamu agar Kami mengetahui
orang-orang yang berjihad dan bersabar di antara kamu, dan agar Kami menyatakan
(baik buruknya) hal ihwalmu.”
1. Asbabun Nuzul
Allah SWT ,Menyebutkan
ujian paling besar yang Allah Uji dengannya(hamba-hamba-Nya), yaitu jihad fi
sabilillah
2. Kosa kata
وَلَنَبْلُوَنَّكُم : Dan Sungguh , Kami
Benar-Benar Akan Menguji Kamu
الْمُجَاهِدِين : Orang-orang Yang Benar-Benar Berjihad
وَالصَّابِرِين : Dan Bersabar
وَنَبْلُو : Dan
Akan Kami Uji
أَخْبَارَكُمْ : Perihal Kamu
3.
Nilai Tarbiyah
Yang mana kita sebagai hamba haruslah mempunyai
rasa sabar dalam ujian Allah dalam( berjihad di jalan Allah SWT) dan juga dalam
hal lainnya
4.
Penafsiran Ayat
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ
حَتَّى نَعْلَمَ الْمُجَاهِدِينَ: (Dan sesungguhnya Kami benar-benar
akan menguji kalian) mencoba kalian dengan berjihad dan lainnya (agar Kami
mengetahui) dengan pengetahuan yang tampak)
وَالصَّابِرِينَ وَنَبْلُوَ أَخْبَارَكُمْ : ((orang-orang yang berjihad dan
bersabar di antara kalian) dalam berjihad dan lainnya (dan agar Kami
menyatakan) menampakkan (hal ikhwal kalian) tentang ketaatan kalian dan
kedurhakaan kalian di dalam masalah jihad dan masalah-masalah lainnya.
D.Penafsiran
Surat Al-Ankabut : 2-3
أَحَسِبَ النَّاسُ أَن
يُتْرَكُوا أَن يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ ﴿٢﴾ وَلَقَدْ
فَتَنَّا الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا
وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ ﴿٣﴾
“Apakah manusia itu mengira bahwa
mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang
mereka tidak diuji lagi?(2) Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka
sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia
mengetahui orang-orang yang dusta.(3)”
1. Asbabun Nuzul
Ibnu Abbas menerangkan ayat ini diturunkan karena peristiwa
yang dialami oleh keluarga muslim yang masih tinggal di Mekkah, dimana
Rasulullah telah berhijrah ke Madinah. Orang-orang lemah dari keluarga orang
yang beriman itu adalah Salamah ibnu Hisyam, ‘Iyasy ibnu Abi Rabi’ah, Walid
ibnu Walid dan lain-lain dimana mereka mendapat siksaan-siksaan mental dan
fisik dari orang-orang yang tidak senang kepadanya karena menjadi pengikut nabi
Muhammad SAW yang setia. Maka untuk mengokohkan iman mereka kepada Allah SWT
maka dihiburlah mereka dengan menurunkan ayat-ayat di atas. Muqati meriwayatkan
pula bahwa ayat itu diturunkan pada seorang sahabat yang bernama Mihya’ Maulana
Umar bin Khattab, yang mana dialah yang pertama kali syahid di medan perang
Badar dimana seorang anggota pasukan musuh bernama Amir ibnu al-Hadhrami
berhasil menombaknya dengan tombak beracun sehingga Mihya’ tewas bermandikan
darah. Rasulullah selain mengetahui tewasnya Mihya’ sebagai syuhada pertama
dihari itu mak beliau segera menyatakan pemimpin syuhada adalah Mihya’ karena
dialah orang pertama yang dipanggil masuk syurga di antara umat ini. Berita
tentang tewasnya Mihya’ diterima oleh kedua orang tuanya dengan hati sedih dan
pilu begitu pula dengan isterinya yang tercinta, maka untuk menghibur kelurga
Mihya’ yang ditinggalkan Allah menurunkan ayat di atas.[7] Ibnu
Abbas menerangkan ayat ini diturunkan karena peristiwa yang dialami oleh
keluarga muslim yang masih tinggal di Mekkah, dimana Rasulullah telah berhijrah
ke Madinah. Orang-orang lemah dari keluarga orang yang beriman itu adalah
Salamah ibnu Hisyam, ‘Iyasy ibnu Abi Rabi’ah, Walid ibnu Walid dan lain-lain
dimana mereka mendapat siksaan-siksaan mental dan fisik dari orang-orang yang
tidak senang kepadanya karena menjadi pengikut nabi Muhammad SAW yang setia.
Maka untuk mengokohkan iman mereka kepada Allah SWT maka dihiburlah mereka
dengan menurunkan ayat-ayat di atas. Muqati meriwayatkan pula bahwa ayat itu
diturunkan pada seorang sahabat yang bernama Mihya’ Maulana Umar bin Khattab,
yang mana dialah yang pertama kali syahid di medan perang Badar dimana seorang
anggota pasukan musuh bernama Amir ibnu al-Hadhrami berhasil menombaknya dengan
tombak beracun sehingga Mihya’ tewas bermandikan darah. Rasulullah selain
mengetahui tewasnya Mihya’ sebagai syuhada pertama dihari itu mak beliau segera
menyatakan pemimpin syuhada adalah Mihya’ karena dialah orang pertama yang
dipanggil masuk syurga di antara umat ini. Berita tentang tewasnya Mihya’
diterima oleh kedua orang tuanya dengan hati sedih dan pilubegitu pula dengan
isterinya yang tercinta, maka untuk menghibur kelurga Mihya’ yang ditinggalkan
Allah menurunkan ayat di atas.[8]
Imam ibn Hakim telah mengetengahkan sebuah hadits melalui
Asy Sya’bi telah menceritakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan
orang-orang yang tinggal di Mekkah, mereka telah berikrar masuk islam. Kemudian
para sahabat Rasulullah saw. Berkirim surat kepada mereka dari Madinah,
bahwasanya Islam kalian tidak akan diterima melainkan kalian berhijrah. Maka
mereka pada akhirnya berangkat dengan tujuan Madinah, kemudian orang-orang
musyrik mengejar mereka sehingga tersusul, lalu mereka dikembalikan lagi ke
mekkah. Setelah peristiwa itu turunlah Firman-Nya yaitu ayat yang telah
disebutkan di atas, lalu para sahabat menulis surat kepada mereka bahwasanya
telah diturunkan Firman Allah yang berkenaan dengan peristiwa yang alian alami.
Mereka yang berada di Mekkah berkata: kami harus keluar
berhijrah, jika ada seseorang mengejar kami, niscaya kami akan memeranginya,
lalu mereka keluar dan orang-orang musyrik mengejar mereka, akhirnya terjadilah
pertempuran dai antara kedua belah pihak. Sebagian kaum muslimin Mekkah gugur
dan sebagiannya lagi selamat, sehubungan dengan perihal mereka maka Allah
menurunkan Firman-Nya. Sedangkan Abu Khatim telah mengetengahkan hadits lainnya
melalui qatadah yang menceritakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan
Ammar ibn Yazir, sebab ia disiksa oleh kaum musyrikin demi karena Allah.[9]
Bahwasanya cobaan itu perlu untuk menguji keimanan seseorang dan usaha
manusia itu manfaatnya untuk dirinya sendiri. Dan sudah menjadi Sunnatullah
bahwasanya setiap manusia yang beriman itu belum akan tercapai hakekat iman
yang sebenarnya kecuali dengan adanya cobaan-cobaan dan ujian-ujian dari Allah
yang diberikan kepada kita dan dapat menempuh cobaan-cobaan yang ditimpakan
kepada kita, karena semakin tinggi tingkat kesabaran ketika menmpuh
cobaan-cobaan itu maka semakin besar pila kemenangan dan ganjaran yang akan
diperoleh.
2. Kosa kata
أَحَسِبَ النَّاسُ : Apakah
Manusia Mengira
أَن يُتْرَكُوا : Mereka
Akan Dibiarkan
لَا يُفْتَنُونَ : Tidak
Diuji
وَلَقَدْ فَتَنَّا : Dan
Sungguh,Kami Telah Menguji
فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ : Maka
Allah Pasti Mengetahui
صَدَقُوا : Benar
وَلَيَعْلَمَنَّ
الْكَاذِبِينَ : Dan Pasti Mengetahui
Orang-Orang Yang Dusta
3.
Munasabah
أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تُتْرَكُوا
وَلَمَّا يَعْلَمِ اللَّهُ الَّذِينَ جَاهَدُوا مِنْكُمْ وَلَمْ يَتَّخِذُوا مِنْ
دُونِ اللَّهِ وَلا رَسُولِهِ وَلا الْمُؤْمِنِينَ وَلِيجَةً وَاللَّهُ خَبِيرٌ
بِمَا تَعْمَلُونَ {١٦}
Artinya:
Apakah kamu mengira bahwa kamu akan dibiarkan (begitu saja), sedang Allah
belum mengetahui (dalam kenyataan) orang-orang yang berjihad di antara kamu dan
tidak mengambil menjadi teman yang setia selain Allah, Rasul-Nya dan
orang-orang yang beriman. Dan Allah maha tahu apa yang kamu kerjakan
(Q.S. At-Taubah ayat 16).
Bahwasanya setiap orang yang mengaku beriman tidak akan
mencapai hakekat iman yang sebenarnya sebelum ia menempuh berbagai macam ujian
yakni dengan kewajiban-kewajiban fisik, kewajiban dalam memanfaatkan harta
benda, Hijrah, Berjihad dijalan Allah, membayar zakat kepada Fakir miskin,
menolong orang yang sedang dalam kesusahan dan menolong orang yang sedang dalam
kesulitan.[10]
وَكَأَيِّنْ مِنْ نَبِيٍّ قَاتَلَ مَعَهُ
رِبِّيُّونَ كَثِيرٌ فَمَا وَهَنُوا لِمَا أَصَابَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَمَا
ضَعُفُوا وَمَا اسْتَكَانُوا وَاللَّهُ يُحِبُّ الصَّابِرِينَ
Artinya:
“Dan beberapa banyaknya Nabi-Nabi yang
berperang bersama-sama mereka, sejumlah besar dari pengikut-pengikutnya yang
bertaqwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka dijalan
Allah, dan tidak lesu dan tidak pula menyerah (kepada musuh), Allah menyukai
orang-orang yang sabar” (Q.S. Ali-Imran ayat 146).
Dalam hal ini Allah melarang manusia berprasangka bahwa
ia diciptakan dengan percuma begitu saja. Justru Allah akan menguji
masing-masing kita untuk menentukan siapakah yang paling tinggi derajatnya
disisi Allah, derajat tersebut tidak mungkin diperoleh kecuali dengan menempuh
ujian yang berat, karena hidup ini penuh dengan ujian baik kita enggan ataupun
senang untuk menghadapinya. Semakin tinggi tingkat kesabaran maka semakin besar
pula kemenangan dan ganjaran yang kita peroleh. Itulah satu sunnah Tuhan yang
berlaku bagi umat terdahulu dan sekarang.
4. Nilai Tarbiyah
Dan
sudah menjadi Kehendak Allah SWT bahwasanya setiap manusia yang beriman itu
belum tercapai hakekat iman yang sebenarnya kecuali dengan adanya cobaan-cobaan
dan ujian-ujian dari Allah yang diberikan kepada kita dan dapat menempuh
cobaan-cobaan yang ditimpakan kepada kita, karena semakin tinggi tingkat
kesabaran ketika menempuh cobaan-cobaan itu maka semakin besar pila kemenangan
dan ganjaran yang akan diperoleh.
5.
Penafsiran
Ayat
أَحَسِبَ النَّاسُ أَن
يُتْرَكُوا (Apakah manusa itu mengira
bahwa mereka dibiarkan saja) Setiap orang beriman harus diuji terlebih
dahulu sehingga dapat diketahui sampai dimanakah mereka sabar dan tahan
menerima ujian tersebut. Ujian yang mesti mereka tempuh itu bermacam-macam
misalnya perintah berjihad (meninggalkan kampung halaman demi menyelamatkan
iman dan keyakinan). [11]
لَا
يُفْتَنُونَ (Tidak
di uji) Semua
cobaan itu dimaksudkan untuk menguji siapakah di antara mereka yang
sungguh-sungguh beriman dengan ikhlas dan siapa pula yang berjiwa munafik serta
untuk mengetahui apakah mereka termasuk orang yang kokoh pendiriannya atau
orang yang masih bimbang dan ragu-ragu sehingga iman mereka masih rapuh.
فَلَيَعْلَمَنَّ
اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا ( maka
sesungguhnya Allah mengetahui orang yang benar)
(Orang-orang beriman dan berpegang teguh dengan
keimanannya akan menghadapi berbagai macam penderitaan dan kesulitan, mereka
sabar dan tabah menahan penderitaan itu dan sesungguhnya Allah Maha mengetahui
)
E.Penafsiran
Surat Al-Fajr
فَأَمَّا الْإِنسَانُ إِذَا مَا
ابْتَلَاهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ رَبِّي
أَكْرَمَنِ ﴿١٥﴾ وَأَمَّا إِذَا مَا ابْتَلَاهُ فَقَدَرَ
عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَهَانَنِ ﴿١٦﴾
“Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya
lalu dia dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia akan berkata:
"Tuhanku telah memuliakanku"(15). Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu
membatasi rezekinya maka dia berkata: "Tuhanku menghinakanku"(16).
1. Asbabun Nuzul
Allah SWT
Memberi tahukan tentang tabi’at manusia, yaitu bahwa dia bodoh dan zalim, tidak
mengetahui akibat dan kesudahan sesuatu. [12]Dia
mengira bahwa keadaan yang ada padanya akan berlanjut dan tidak hilang, dan
menyangka bahwa kemuliaan yang diberikan Allah kepadanya di dunia dan pemberian
nikmat kepadanya menunjukkan kedudukannya di sisi Allah dan kedekatannya
kepadanya (15) Dia juga menyangka bahwa jika Allah menyempitkan rizkinya,
sehingga hanya cukup untuk makan dan tidak ada lebihnya, itu menunjukan bahwa
Allah menghinakannya(16) Maka Allah membantah anggapan dan keyakinan itu dengan
firman-Nya;”Sekali-kali tidak demikian, yakni tidak setiap orang yang aku beri
nikmat di dunia itu berarti dia mulia disisi-Ku, dan tidak setiap orang yang
aku sempitkan rizkinya itu hina disisi-Ku. Kaya dan miskin, kelonggaran dan
kesempitan hanyalah ujian dari Allah kepada hamba-Nya untuk melihat siapa yang
bersyukur dan bersabar dan lalu diberi pahala, dan siapa yang tidak demikian,
lalu disiksa.
2. Kosa kata
إِذَا مَا ابْتَلَاهُ رَبُّهُ : Apabila Tuhan Mengujinya
فَأَكْرَمَهُ : Lalu
Memuliakannya
وَنَعَّمَهُ : Dan
Memberinya Kesenangan
وَأَمَّا إِذَا
مَا ابْتَلَاهُ : Namun Apabila
Tuhan Mengujinya
فَقَدَرَ : Lalu Mebatasi
أَهَانَنِ :Telah
Menghinaku
3.
Munasabah
Jika saja seorang hamba berprasangka buruk
terhadap Allah SWT yaitu jika saja seorang hamba yang di sempitkan rizkinya
telah Allah hinakan ia maka Allah SWT tidak demikian Kaya dan miskin,
kelonggaran dan kesempitan hanyalah ujian dari Allah kepada hamba-Nya untuk
melihat siapa yang bersyukur dan bersabar dan lalu diberi pahala, dan siapa
yang tidak demikian, lalu disiksa.
4. Nilai Tarbiyah
1.
Jangan
menduga ujian yakni kenikmatan dan harta benda atau kepedihan dan keterbatasan
harta sebagai bukti cinta atau murka Allah.
2.
Jika
tidak dapat memberi sesuatu yang bermanfaat, maka paling tidak tampillah menganjurkan
pihak lain untuk memberi.
3.
Yang
dikecam adalah yang mencintai harta secara berlebihan, karena ini mengantar
kepada pengabaian selainnya, sehingg bila yang bersangkutan dihadapkan pada dua
pilihan, walau salah satunya adalah nilai-nilai agama, maka yang mencintai
harta secara berlebihan pasti akan memilih harta dan materi.
4.
Melupakan
Allah ketika bergelimang nikmat atau menggerutu ketika dalam kekurangan
bukanlah sifat seorang Mukmin.
5.
Penafsiran Ayat
فَأَمَّاآلْاِنْسَانُ (Adapun Manusia) Yang berada dalam kebimbangan
di antara kebaikan dan ke kufuran[13]
اِذَامَا آبْتَلَاهُ رَبُّهُ (Ketika Rabbnya menguji) dan mencoba dengan
kekayaan dan kemudahan
فَأَكْرَمَهُ ({Lalu dimuliakan-Nya} dengan pangkat dan kekayaan)
وَنَعَّمَهُ (Dan
diberinya kesenangan) dengan harta dan Anak-anak
فَيَقُولُ (Maka
ia berkata) sebagai bentuk rasa syukur atas kenikmatan dan kemuliaan yang
diraihnya
رَبِّي أَكْرَمَنِ (Rabbku
telah memuliakanku) dan menganugrahiku dengan kebaikan dan kelembutan[14]
وَأَمَّا إِذَا
مَا ابْتَلَاهُ (Adapun
ketika Rabbnya mengujinya) dengan
kefakiran dan kesulitan setelah
sebelumnya diberi kemudahan
فَقَدَرَ
عَلَيْهِ رِزْقَهُ (Lalu membatasi rizkinya) dan mengurang bahan
makanan yang di butuhkannya di mana Allah SWT tidak menambahi kebutuhan
hidupnya
فَيَقُولُ (Maka ia
berkata) dengan nada mengeluh yang mengobarkan kemarahan-Nya
رَبِّي
أَهَانَنِ (Rabbku menghinakanku) dan merendahkanku,karena
Dia tidak memberikan kepadaku sesuatu yang Dia berikan kepada si fulan dan si
fulanah.”padahal kefakiran lebih baik dari kekayaan. Sebab seandainya kefakiran
diiringi dengan perasaan menerima dengan lapang dada dan ridho,maka sikap
semacam itu akan mengantarkan pelakunya menuju ke surga Ma’wa dan kekuasaan
yang tidak akan pernah usam. Sebaliknya, kekayaan yang tidak diiringi dengan
rasa syukur, berinfaq, dan berbuat baik, maka sikap semacam itu akan
mengantarkan pelakunya menuju lapisan neraka terbawah,yakni neraka jahim.[15]
BAB III
PENUTUP
A.KESIMPULAN
evaluasi
merupakan komponen yang penting dalam pembelajaran. Jika pembelajaran di
artikan kepada aktivitas pencarian dan transfer ilmu pengetahuan dan informasi
yang bertjuan agar terjadi perubahan pada diri siswa dalam bentuk penambahan
ilmu pengetahuan dan perubahan prilaku,maka evaluasi merupakan komponen yang
akan mengukur penambahan dan perubahan prilaku tersebut.
Berhasil
tidaknya suatu pembelajaran tidak dapat diabaikan dalam proses pembeljaran.
Karena begitu pentingnya evaluasi,maka Al-Qur’an banyak mengulang ini tidak
hanya menggunakan satu istilah dalam perbincangan mengenai evaluasi,tetapi ia
menggunakan banyak istilah. Di antara istilah itu adalah Bala dan fatana
Kata bala ,terulang 38 kali dalam berbgai sighat (bentuk
kata). Demikian pula kata fatana,istilah ini dalam berbagai kata
terulang 60 kali. Selain kedua kata tersebut terdapat pula kata
·
Hasiba
Yang secara harfiyah dapat pula diartikan kepada mengira atau
menghitung.
·
Secara
etimologi, bala semakna dengan ikhtibar dan imtahana yang berarti
menguji atau mencoba dari kata bala terbentuk kata bala’ yang berarti cobaan.
Dan fatana semakna dengan a’jaba yang membingungkan
atau mengherankan.
Dengan demikian dapat ditegaskan,bahwa
terdapat dua bentuk evaluasi Allah terhadap manusia. Pertama, evaluasi yang
sangat tidak meyenangkan para peserta didik yaitu manusia, dan kedua evaluasi
yang sangat menyenangkan para peserta didik yang mengikuti evaluasi tersebut,
Atau dengan kata lain,berdasarkan analisis di atas bahwa evaluasi pendidikan
dalam Al-Qur’an dapat di kategorikan menjadi dua bentuk, sulit dan mudah. Dan
tidak dapat di pungkiri bahwa perjalan hidup yang ditempuh manusia dan venomena
kematian yang selalu terlihat dalam kesehariannya penuh dengan ujian dan
evaluasi Allah terhadap manusia; semuanya diukur dan diberi penilaian sehingga
dapat diketahui amal perbuatan siapa saja yang lebih baik atau berkualitas
tinggi. Maka interaksi atau pergaulan yang penuh dengan
ujian dan penilaian-Nya.
B. SARAN
Maka tidak dapat di pungkiri bahwa perjalan
hidup yang ditempuh manusia dalam kesehariannya penuh dengan ujian dan evaluasi
Allah terhadap manusia; semuanya diukur dan diberi penilaian sehingga dapat
diketahui amal perbuatan siapa saja yang lebih baik atau berkualitas tinggi,atau
pergaulan yang penuh dengan ujian dan penilaian-Nya. Semoga makalah ini
bermanfaat bagi pembaca Amiin.
DAFTAR PUSTAKA
Jaelani Abdul Qadir, Tafsir jaelani,(Bekasi:Sahara,2011),Cet.
II.
Al-Maally Imam Jalaluddin dkk, Tafsir
Jalalin Asbabunnuzul (Bandung: Sinar Baru, 1990).
Muhammad Al
Owaid Yusuf ,Tafsir sederhana,(Saudi:Buraidah,2003)
Departemen Agama Republik Iindonesia, Al-Qur’an
dan Tafsir Jilid VII, (Yoyakarta: Dep.Agama RI 1990)
Shihab
M.Quraish , Tafsir Al-Misbah ,(Tangeraang:Lemtera Hati,2010) .
Al-Raihib
Al-Istihani, Al-Mufradat fi Gharib
al-Qur’an, (Bairut: Dar al-Ma’rifah.2001,).
Dr.
Kadar M. Yusuf, Tafsir Tarbawi,(Jakarta: Amzah,2012).,
[1]
Dr. Kadar M. Yusuf, Tafsir Tarbawi,(Jakarta:
Amzah).,hlm.140
[2] Al-Istihani,
al-Raihib, Al-Mufradat fi Gharib al-Qur’an, Bairut: Dar
al-Ma’rifah.2001., hlm.373-374
[3] M.Quraish
shihab, Tafsir Al-Misbah ,(Tangeraang:Lemtera Hati) ,.hlm.225
[10] Ibid,.hlm101
[12] Yusuf bin
Muhammad Al Owaid,Tafsir sederhana,(Saudi:Buraidah),hlm,.77