Wednesday 11 May 2016

MAKALAH RELASI ANTARA MANUSIA, ALAM, DAN TUHAN Hubungan Manusia dengan Tuhan, Sesama, dan Alam


KATA  PENGANTAR



Alhamdulillah puji syukur penulis sampaikan kepada Allah swt, karena berkat ridho dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah dengan pokok bahasan “Relasi Antara Manusia, Alam, dan Tuhan Dalam Perspektif filsafat dengan indicator “sarana berfikir ilmiah”.

Sholawat dan salam senantiasa penulis sampaikan kepada Nabi Besar Muhammad saw yang selalu kita nanti-nantikan syafa’atnya di hari kiamat.
            
Dalam penyusunan makalah ini banyak bantuan yang penukis terima. Oleh karena itu, penulis sampaikan ucapan terimakasih kepada:
1.      Prof. Dr. H. Marzuki Noor, M.Si (Dosen pengampu)
2.      Dr. H. Agus Sujarwanta, M.Pd (Dosen pengampu)
3.      Dr. H. Sudirman AM., M.Hum (Dosen pengampu)
4.      Semua pihak yang terkait dalam penulisan makalah ini.

Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran masih penulis harapkan untuk perbaikan selanjutnya.

Metro,   April 2015

Penulis,
 
DAFTAR ISI


HALAMAN SAMPUL.................................................................................. i
KATA PENGANTAR.................................................................................. ii
DAFTAR ISI................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN
       A. Latar Belakang......................................................................................... 1
       B. Rumusan Masalah.................................................................................... 2
       C. Tujuan Penulisan...................................................................................... 2
        
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian tentang Tuhan, Manusia dan Alam..................................... 3
B. Relasi Antara Manusia, Alam, dan Tuhan Dalam Perspektif
     Filsafat....................................................................................................... 8
C. Ciri-ciri Berfikir Dalam Filsafat.............................................................. 9
D. Sarana Berfikir Ilmiah............................................................................ 10

BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................................... 13
B. Saran......................................................................................................... 13

 
BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Setiap orang memiliki filsafat walaupun ia mungkin tidak sadar akan hal tersebut. Kita semua mempunyai ide-ide tentang benda-benda, tentang sejarah, arti kehidupan, mati, Tuhan, benar atau salah, keindahan atau kejelekan dan sebagainya.
1)      Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara tidak kritis. Definisi tersebut menunjukkan arti sebagai informal.
2)      Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan yang sikap yangsangat kita junjung tinggi. Ini adalah arti yang formal.
3)      Filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan.
4)      Filsafat adalah sebagai analisa logis dari bahasa serta penjelasan tentang arti kata dan konsep.
5)      Filsafat adalah sekumpulan problema-problema yang langsung yang mendapat perhatian dari manusia dan yang dicarikan jawabannya oleh ahli-ahli filsafat.

Dari beberapa definisi tadi bahwasanya semua jawaban yang ada difilsafat tadi hanyalah buah pemikiran dari ahli filsafat saja secara rasio. Banyak orang termenung pada suatu waktu. Kadang-kadang karena adakejadian yang membingungkan dan kadang-kadang hanya karena ingin tahu, dan berfikir sungguh-sungguh tentang soal-soal yang pokok. Apakah kehidupan itu, dan mengapa aku berada disini? Mengapa ada sesuatu? Apakah kedudukan kehidupan dalam alam yang besar ini? Apakah alam itu bersahabat atau bermusuhan? Apakah yang terjadi itu telah terjadi secara kebetulan? atau karena mekanisme, atau karena ada rencana, ataukah ada maksud dan fikiran didalam benda. Semua soal tadi adalah falsafi, usaha untuk mendapatkan jawaban atau pemecahan terhadapnya telah menimbulkan teori-teori dan system pemikiran seperti idealism, realism, pragmatisme.
Oleh karena itu filsafat dimulai oleh rasa heran, bertanya dan memikir tentang asumsi-asumsi kita yang fundamental (mendasar), maka kita perlukan untuk meneliti bagaimana filsafat itu menjawabnya.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian tentang Tuhan, Manusia, dan Alam
2.      Bagaimanakah Relasi antara Tuhan, alam dan manusia
3.      Ciri-ciri berfikir dalam filsafat
4.      Sarana berfikir ilmiah

C.    Tujuan Penulisan
1.      Untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Filsafat Ilmu Pendidikan
2.      Mengetahui dan memahami relasi antara Tuhan, Alam, dan Manusia dalam perspektif filsafat.

 BAB II
PEMBAHASAN


A.    Pengertian tentang Tuhan, Manusia dan Alam
a)      Tuhan
Tuhan berada di luar jangkauan pikiran dan akal. Seluruh alam semesta yang tak terhingga terbentang di hadapan mata kita. Tetapi di balik semuanya itu terdapat kekuatan Maha Gaib yang mendalangi semua ‘permainan’. Bahkan orang-orang yang tidak percaya kepada kebenaran agama mereka tidak menyangkal bahwa kekuatan Yang Maha Gaib itu memang ada. Tuhan tidak dapat dibatasi waktu, Ia luhur dan mandiri. Seluruh ciptaan-Nya mentaati perintah-Nya. Namun Ia bukanlah pelaku-Nya. Ia tak berbentuk, Ia maha ada dan memelihara segala sesuatu. Ia pencipta, tak bergerak, Maha Kuasa, Abadi, Penebus Dosa, Tak Terpahamkan, Tak Terjangkaukan, Tanpa Awal, Kekal dan Ia adalah Kesadaran murni. Ia Tak terkalahkan dan Gudang pengetahuan, Swadaya, Ia lautan kenikmatan dan Ia Maha Ada.

Pemikiran filsafat mencakup ruang lingkup yang berskala makro yaitu: kosmologi, ontology, philosophy of mind, epistimologi, dan aksiologi. Untuk melihat bagaimana sesungguhnya manusia dalam pandangan filsafat pendidikan, maka setidaknya karena manusia merupakan bagian dari alam semesta (kosmos). Berangkat dari situ dapat kita ketahui bahwa manusia adalah ciptaan Allah yang pada hakekatnya sebagai abdi penciptanya (ontology). Agar bisa menempatkan dirinya sebagai pengabdi yang setia, maka manusia diberi anugerah berbagai potensi baik jasmani, rohani, dan ruh (philosophy of mind). Sedangkan pertumbuhan serta perkembangan manusia dalam hal memperoleh pengetahuan itu berlajan secara berjenjang dan bertahap (proses) melalui pengembangan potensinya, pengalaman dengan lingkungan serta bimbingan, didikan dari Tuhan (epistimologi), oleh karena itu hubungan antara alam lingkungan, manusia, semua makhluk ciptaan Allah dan hubungan dengan Allah sebagai pencipta seluruh alam raya itu harus berjalan bersama dan tidak bisa dipisahkan. Adapun manusia sebagai makhluk dalam usaha meningkatkan kualitas sumber daya insaninya itu, manusia diikat oleh nilai-nilai illahi (aksiologi), sehingga manusia merupakan makhluk alternatif (dapat memilih), tetapi ditawarkan padanya pilihan yang terbaik yakni nilai illahiyat. Dari sini dapat kita simpulkan bahwa manusia itu makhluk alternatif (bebas) tetapi sekaligus terikat (tidak bebas nilai).

b)     Manusia
Manusia adalah subyek pendidikan,  sekaligus juga obyek pendidikan. manusia dewasa yang berkebudayaan  adalah subyek pendidikan yang berarti  bertanggung jawab menyelenggareakan pendidikan. mereka berkewajiban secara moral atas perkembangan pribadi anak-anak mereka, yang notabene adalah generasi penerus mereka.  manusia dewasa yang berkebudayaaan terutama yang berprofesi keguruan (pendidikan) bertanggung jawab secara formal untuk melaksanakan misi pendidikan sesuai dengan tujuan dan nilai-nilai yang dikehendaki masyarakan bengsa itu.

Manusia yang belum dewasa, dalam proses perkembangan kepribadiannya, baik menuju pembudayaan maupun proses kematangan dan intregitas, adalah obyek pendidikan. Artinya mereka adalah sasaran  atau bahan yang dibina. Meskipun kita sadari bahwa perkembangan kepribadian adalah self development melalui self actifities, jadi sebagai subjek yang sadar mengembangkan diri sendiri.

c)      Alam
Alam semesta adalah media pendidikan sekaligus sebagai sarana yang digunakan oleh menusia untuk melangsungkan proses pendidikan. Didalam alam semesta ini manusia tidak dapat hidup dan “mandiri” dengan sesungguhnya. Karena antara  manusia dan alam semesta saling membutuhkan dan saling melengkapi antara satu dengan yang lainnya. Dimana alam semesta ini butuh manusia untuk merawat dan memeliharanya sedangkan manusia butuh alam semesta sebagai sarana berinteraksi dengan manusia lainnya.

Pada umumnya ada tiga macam konsepsi tentang alam semesta atau identifikasi tentang alam semesta, yaitu :
1)      Ilmu pengetahuan yang didasarkan pada dua hal yaitu teori dan eksperimen.
2)      Filsafat yang didasarkan pada prinsip yang jelas dan tidak dapat disangkal lagi oleh akal dan bersifat umum dan konpherensif.
3)      Agama yang didasarkan pada pemikiran dan hujjah.

Dengan demikian konsepsi mengenai alam semesta bersifat rasional dan filosofis. Selain konsepsi filosofis yaitu abadi dan komprehensif, konsepsi religius tentang alam semesta tak seperti konsepsi ilmiah dan filosofis murni, memiliki satu nilai lagi, yaitu menyucikan prinsip-prinsip konsepsi alam semesta.

Alam berarti  dunia, alam semesta, kerajaan, jadi jika dianalisia alam merupakan yang sesungguhnya atau alam yang nyata. Dengan kata lain alam semesta adalah tempat bernaung makhluk-mahkluk Tuhan. Maka alam semeta ini diciptakan oleh Tuhan Untuk kepentingan manusia dan untuk di pelajari manusia dan semoga dapat menjalankan fungsi dan kedudukannya sebagai manusia di muka bumi ini

Proses pendidikan yang berlangsung didalam antar aksi yang pluralistis (antara subjek dengan lingkungan alamiah, sosial dan cultural) amat ditentukan oleh aspek manusianya. Sebab kedudukan manusia sebagai subyek didalam masyarakat, bahkan didalam alam semesta, memberikan konsekuensi tanggung jawab yang besar bagi diri manusia. Manusia mengembang amanat untuk membimbing masyarakat, memelihara alam lingkungan hidup bersama. bahkan manusia terutama bertanggung jawab atas martabat kemanusiaannya (human dignity).

Sejarah usaha manusia untuk mengerti dirinya sendiri, kepribadian manusia, sudah ada sejak ilmu pengetahuan itu ada. Ilmu jiwa (Psikologi) yang mula-mula sebaga ilmu jiwa metafisika adalah salah satu usaha tersebut. Makin mendalam manusia menyelidiki kepribadiannya, makin banyak problemanya yang timbul serta makin banyak rahasia yang minta jawaban. Karena manusia adalah mahluk yang unik dan penuh misteri dan rahasia.

Manusia sebagai subyek dihadapkan kepada fenomena baru dalam kesadarannya, yakni menghadapi problem yang jauh lebih sulit dari pada problem-problem sebelumnya. manusia mulai bertanya, siapakah atau apakah aku ini sebenarnya. Manusia sebagai subyek menjadikan dirinya sendiri (pribadi dan keutuhan) sebagai obyek yang menuntut pengertian, pengetahuan atau pemahaman. “Kenalilah dirimu” adalah kata-kata klasik yang tetap mengandung makna yang  ideal, khususnya amat bersifat pedagogis disamping bernilai filosofis. Sedemikian jauh manusia masih belum yakin bahwa ia telah mengenali dirinya sendiri. Bahkan makin dalam ia menyelami dan memahami kepribadiannya, makin sukar ia mengerti identitasnya. Apa yang ia mengerti tentang kepribadiannya makin  ia sadari sebagai suatu asumsi yang amat “dangkal’ dan relatif, bahkan juga amat subjektif.

Untuk mengerti dan mengenali diri sendiri manusia dengan jujur mengakui kesukaran-kesukarannya, apa yang ia akui sebagai pengertian hanyalah suatu kesimpulan yang masih kabur dan belum representatif. Dari kenyataan ini manusia berkesimpulan pula bahwa  jauh lebih amat sulit untuk mengerti dan memahami kepribadian orang lain.

Perwujudan kepribadian seseorang nampak dalam keseluruhan pribadi manusia dalam antar hubungan dan antar aksinya dengan lingkungan hidupnya. Penafsiran kita tentang tingkah laku belum menjamin pengertian kita tentang kepribadian manusia. Karena itu, realita demikian amat jauh dari sempurnaan. Tetapi usaha untuk mengerti dan memahami manusia ini jauh lebih baik daripada pengertian dan kesimpulan- kesimpulan yang kita miliki tentang manusia. Apa yang kita simpulkan sebagai pengertian itu lebih bersifat statis, sedangkan usaha untuk mengerti manusia secara aktif dan terus-menerus didalam antar hubungan dan antar  aksi sesama itu bersifat dinamis. Asas dinamis ini merupakan essensi watak manusia, yang terus berkembang, bertumbuh dan menuju integritas kepribadiannya.  Demikian pula kita tentang seseorang, tentang kepribadiannya selalu berkembang. itulah sebabnya dikatakan “Tak kenal maka tak cinta”. Bahkan “Cinta itu tumbuh dari sebuah pengenalan”.  Artinya makin kita mengenalnya, makin kita memahami kepribadiannya yang positif makin pula kita mencintainya. Implikasi pandangan ini adalah jagan tergesa-gesa menjauhi atau membenci seseorang, karena kita belum mengenal seorang itu. Bahkan sesungguhnya, adalah kewajiban kita  untuk mengerti tingkah laku, kepribadian seseorang didalam antar hubungan dan antar aksi sosial. Dan sesuai dengan asas –asas nilai demokrasi kita wajib menghormati martabat pribadi orang lain. Prinsip self respect, menghormati pribadi orang lain merupakan pangkal untuk mengormati diri sendniri. Artinya usaha untuk dihormati, hormati lebih dahulu orang lain
     




B.     Relasi Antara Manusia, Alam, dan Tuhan Dalam Perspektif Filsafat
1.      Tuhan dan manusia
Relasi yang kompleks secara konseptual dapat dianalisis berdasarkan empat bentuk utama relasi antara Tuhan dan manusia, antara lain:
a)      Relasi ontologis yaitu antara Tuhan sebagai sumber eksistensi manusia yang utama dan manusia sebagai representasi dunia wujud eksistensi nya berasal dari Tuhan atau dengan kata lain hubungan Pencipra dengan makhluk.
b)      Relasi komunikatif yaitu Tuhan dan manusia dibawa ke dalam korelasi yang sangat dekat satu sama lain dan melalui komunikasi timbal balik.
c)      Relasi Tuan-hamba, relasi ini melibatkan Tuhan sebagai di pihak Tuhan sebagai Tuan (Rabb), semua konsep yang berhubungan dengan keagunganNya, sedangkan manusia sebagai hamba yang patuh.
d)     Relasi etik, relasi ini didasarkan pada perbedaan dasar antara dua aspek yang berbeda yang dapat dibedakan dengan konsep tentang Tuhan itu sendiri dan manusia sendiri.

2.      Manusia dan alam
Hubungan manusia dengan alam mengandung beberapa aspek, antara lain manusia tidak lepas dari interaksinya bersama sesama manusia juga dengan hewan, tumbuhan, lingkungan/alam.

Pada kenyataannya saat ini manusia sudah tidak lagi memperhatikan keseimbangan alam dalam pengeksploitasiannya. Saat ini manusia sudah dikuasai nafsu untuk meraup keuntungan sebanyak-banyaknya sehingga dalam memanfaatkan alam tak lagi memperdulikan dampak buruk terhadap keimbangan ekosistem alam di bumi ini. Hutan-hutan yang dulu lebat kini sudah gundul karena pohonnya habis ditebangi untuk berbagai macam keperluan industri. Ditambah lagi mayoritas kegiatan penebangan pohon tidak diikuti dengan kegiatan menanam pohon dengan persentase minimal setara dengan banyak pohon yang ditebang. Hal ini sungguh berakibat fatal, karena dengan demikian fungsi hutan sebagai penahan air, penyaring udara dan habitat bagi berbagai macam ekosistem flora dan fauna bisa musnah. Bila hal itu terjadi, maka jelaslah hanya dampak buruk yang akan kita terima sebagai konsekuensinya. Contohnya saja banjir bandang, tanah longsor dan yang paling parah ialah pemanasan global yang sekarang sedang terjadi. Dan ketika musibah itu terjadi, maka kita secara refleks akan berdo’a kepada Allah dengan hati yang ikhlas dan semata-mata karena Allah karena berharap kita segera diselamatkan dari musibah itu.

C.    Ciri-Ciri Berpikir Dalam Filsafat
Dalam memahami suatu permasalahan, ada perbedaan tentang karakteristik dalam berfikir antara filsafat dengan ilmu-ilmu lain. Mudhofir dalam Muntasyir dan Munir (2002: 4-5) mengatakan bahwa ciri-ciri berfikir kefilsafatan sebagai berikut :
1)      Radikal, artinya berpikir sampai ke akar-akarnya, hingga sampai pada hakikat atau substansi yang dipikirkan.
2)      Universal, artinya pemikiran filsafat menyangkut pengalaman umum manusia. Kekhususan berpikir kefilsafatan menurut Jespers terletak pada aspek keumumannya.
3)      Konseptual, artinya merupakan hasil generalisasi dan abstraksi pengalaman manusia. Misalnya : Apakah Kebebasan itu?
4)      Koheren atau konsisten (runtut). Koheren artinya sesuai dengan kaidah-kaidah berpikir logis. Konsisten artinya tidak mengandung kontradiksi.
5)      Sistematik, artinya pendapat yang merupakan uraian kefilsafatan itu harus saling berhubungan secara teratur dan terkandung adanya maksud atau tujuan tertentu.
6)      Komprehensif, artinya mencakup atau menyeluruh. Berpikir secara kefilsafatan merupakan usaha untuk menjelaskan alam semesta secara keseluruhan.
7)      Bebas, artinya sampai batas-batas yang luas, pemikiran filsafati boleh dikatakan merupakan hasil pemikiran yang bebas, yakni bebas dari prasangka-prasangka sosial, historis, kultural, bahkan relijius.
8)      Bertanggungjawab, artinya seseorang yang berfilsafat adalah orang-orang yang berpikir sekaligus bertanggungjawab terhadap hasil pemikirannya, paling tidak terhadap hati nuraninya sendiri.

D.    Sarana Berpikir Ilmiah
Untuk melakukan kegiatan ilmiah secara baik diperlukan sarana berpikir. Tersedianya sarana tersebut memungkinkan dilakukannya penelaahan ilmiah secara teratur dan cermat. Penguasaan sarana berpikir ilmiah ini merupakan suatu hal yang bersifat imperatif bagi seorang ilmuwan. Tanpa menguasai hal ini maka kegiatan ilmiah yang baik tak dapat dilakukan.

Sarana ilmiah pada dasarnya merupakan alat yang membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang harus ditempuhnya. Pada langkah tertentu biasanya diperlukan sarana yang tertentu pula. Oleh sebab itulah maka sebelum kita mempelajari sarana-sarana berpikir ilmiah ini seyogyanya kita telah menguasai langkah-langkah dalam kegiatan langkah tersebut. Dengan jalan ini maka kita akan sampai pada hakekat sarana yang sebenarnya sebab sarana merupakan alat yang membantu dalam mencapai suatu tujuan tertentu. Dengan kata lain, sarana ilmiah mempunyai fungsi-fungsi yang khas dalam kaitan kegiatan ilmiah secara menyeluruh.

Dalam proses pendidikan, sarana berpikir ilmiah ini merupakan bidang studi tersendiri. Dalam hal ini kita harus memperhatikan 2 hal, yaitu :
1)      Sarana ilmiah bukan merupakan kumpulan ilmu, dalam pengertian bahwa sarana ilmiah itu merupakan kumpulan pengetahuan yang didapatkan berdasarkan metode ilmiah. Seperti diketahui, salah satu diantara ciri-ciri ilmu umpamanya adalah penggunaan induksi dan deduksi dalam mendapatkan pengetahuan. Sarana berpikir ilmiah tidak mempergunakan cara ini dalam mendapatkan pengetahuannya.Secara lebih jelas dapat dikatakan bahwa ilmu mempunyai metode tersendiri dalam mendapatkan pengetahuaannya yang berbeda dengan sarana berpikir ilmiah.
2)      Tujuan mempelajari sarana berpikir ilmiah adalah untuk memungkinkan kita untuk menelaah ilmu secara baik. Sedangkan tujuan mempelajari ilmu dimaksudkan untuk mendapatkan pengetahuan yang memungkinkan kita untuk dapat memecahkan masalah kita sehari-hari. Dalam hal ini maka sarana berpikir ilmiah merupakan alat bagi cabang-cabang ilmu untuk mengembangkan materi pengetahuaannya berdasarkan metode ilmiah.

Jelaslah bahwa mengapa sarana berpikir ilmiah mempunyai metode tersendiri yang berbeda dengan metode ilmiah dalam mendapatkan pengetahuaannya sebab fungsi sarana berpikir ilmiah adalah membantu proses metode ilmiah dan bahkan merupakan ilmu tersendiri.

Untuk dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik maka diperlukan sarana yang berupa bahasa, logika, matematika, dan statistika. Bahasa merupakan alat komunikasi verbal yang dipakai dalam seluruh proses berpikir ilmiah dan untuk menyampaikan jalan pikiran tersebut kepada orang lain.

Dilihat dari pola berpikirnya maka ilmu merupakan gabungan antara berpikir deduktif dan induktif. Untuk itu maka penalaran ilmiah menyandarkan diri pada proses logika deduktif dan induktif. Matematika mempunyai peranan yang penting dalam berpikir deduktif ini sedangkan statistik mempunyai peranan penting dalam berpikir induktif.

Proses pengujian dalam kegiatan ilmiah mengharuskan kita menguasai metode penelitian ilmiah yang pada hakekatnya merupakan pengumpulan fakta untuk menolak atau menerima hipotesis yang diajukan. Kemampuan berpikir ilmiah yang baik harus didukung oleh penguasaan sarana berpikir ini dengan baik pula. Salah satu langkah ke arah penguasaan itu adalah mengetahui dengan benar peranan masing-masing sarana berpikir tersebut dalam keseluruhan proses berpikir ilmiah.
 

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
1.      Relasi yang kompleks secara konseptual dapat dianalisis berdasarkan empat bentuk utama relasi antara Tuhan dan manusia, antara lain: a). Relasi ontologism; b). Relasi komunikatif; c). Relasi Tuan-hamba; dan d). Relasi etik.
2.      Hubungan manusia dengan alam mengandung beberapa aspek, yaitu manusia tidak lepas dari interaksinya bersama sesama manusia juga dengan hewan, tumbuhan, lingkungan/alam.
3.      Dalam memahami suatu permasalahan, ada perbedaan tentang karakteristik dalam berfikir antara filsafat dengan ilmu-ilmu lain. Mudhofir dalam Muntasyir dan Munir (2002: 4-5) mengatakan bahwa ciri-ciri berfikir kefilsafatan diantaranya; 1). Radikal, 2). Universal, 3). Konseptual, 4). Koheren atau konsisten (runtut). 5). Koheren, 6). Sistematik, 7). Komprehensif, 8). Bebas, 9). Bertanggungjawab

B.     Saran
Bahwa  setelah menyimak dan membahas lebih jauh lagi terhadap makalah ini, kami menyadari bahwa Filsafat Ilmu itu sangat berperan sekali untuk mengatasi krisis kemanusiaan, maka mudah-mudahan kedepannya ilmu ini dapat di gunakan untuk kelangsungan kehidupan umat manusia yang lebih baik.
 
 

DAFTAR PUSTAKA






https://alfarirorong.wordpress.com/2013/07/01/filsafat-ilmu/


http://www.academia.edu/7121973/hubungan_manusia_dengan_alam
KATA  PENGANTAR



Alhamdulillah puji syukur penulis sampaikan kepada Allah swt, karena berkat ridho dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah dengan pokok bahasan “Relasi Antara Manusia, Alam, dan Tuhan Dalam Perspektif filsafat dengan indicator “sarana berfikir ilmiah”.

Sholawat dan salam senantiasa penulis sampaikan kepada Nabi Besar Muhammad saw yang selalu kita nanti-nantikan syafa’atnya di hari kiamat.
            
Dalam penyusunan makalah ini banyak bantuan yang penukis terima. Oleh karena itu, penulis sampaikan ucapan terimakasih kepada:
1.      Prof. Dr. H. Marzuki Noor, M.Si (Dosen pengampu)
2.      Dr. H. Agus Sujarwanta, M.Pd (Dosen pengampu)
3.      Dr. H. Sudirman AM., M.Hum (Dosen pengampu)
4.      Semua pihak yang terkait dalam penulisan makalah ini.

Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran masih penulis harapkan untuk perbaikan selanjutnya.

Metro,   April 2015

Penulis,
 
DAFTAR ISI


HALAMAN SAMPUL.................................................................................. i
KATA PENGANTAR.................................................................................. ii
DAFTAR ISI................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN
       A. Latar Belakang......................................................................................... 1
       B. Rumusan Masalah.................................................................................... 2
       C. Tujuan Penulisan...................................................................................... 2
        
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian tentang Tuhan, Manusia dan Alam..................................... 3
B. Relasi Antara Manusia, Alam, dan Tuhan Dalam Perspektif
     Filsafat....................................................................................................... 8
C. Ciri-ciri Berfikir Dalam Filsafat.............................................................. 9
D. Sarana Berfikir Ilmiah............................................................................ 10

BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................................... 13
B. Saran......................................................................................................... 13

 
BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Setiap orang memiliki filsafat walaupun ia mungkin tidak sadar akan hal tersebut. Kita semua mempunyai ide-ide tentang benda-benda, tentang sejarah, arti kehidupan, mati, Tuhan, benar atau salah, keindahan atau kejelekan dan sebagainya.
1)      Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara tidak kritis. Definisi tersebut menunjukkan arti sebagai informal.
2)      Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan yang sikap yangsangat kita junjung tinggi. Ini adalah arti yang formal.
3)      Filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan.
4)      Filsafat adalah sebagai analisa logis dari bahasa serta penjelasan tentang arti kata dan konsep.
5)      Filsafat adalah sekumpulan problema-problema yang langsung yang mendapat perhatian dari manusia dan yang dicarikan jawabannya oleh ahli-ahli filsafat.

Dari beberapa definisi tadi bahwasanya semua jawaban yang ada difilsafat tadi hanyalah buah pemikiran dari ahli filsafat saja secara rasio. Banyak orang termenung pada suatu waktu. Kadang-kadang karena adakejadian yang membingungkan dan kadang-kadang hanya karena ingin tahu, dan berfikir sungguh-sungguh tentang soal-soal yang pokok. Apakah kehidupan itu, dan mengapa aku berada disini? Mengapa ada sesuatu? Apakah kedudukan kehidupan dalam alam yang besar ini? Apakah alam itu bersahabat atau bermusuhan? Apakah yang terjadi itu telah terjadi secara kebetulan? atau karena mekanisme, atau karena ada rencana, ataukah ada maksud dan fikiran didalam benda. Semua soal tadi adalah falsafi, usaha untuk mendapatkan jawaban atau pemecahan terhadapnya telah menimbulkan teori-teori dan system pemikiran seperti idealism, realism, pragmatisme.
Oleh karena itu filsafat dimulai oleh rasa heran, bertanya dan memikir tentang asumsi-asumsi kita yang fundamental (mendasar), maka kita perlukan untuk meneliti bagaimana filsafat itu menjawabnya.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian tentang Tuhan, Manusia, dan Alam
2.      Bagaimanakah Relasi antara Tuhan, alam dan manusia
3.      Ciri-ciri berfikir dalam filsafat
4.      Sarana berfikir ilmiah

C.    Tujuan Penulisan
1.      Untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Filsafat Ilmu Pendidikan
2.      Mengetahui dan memahami relasi antara Tuhan, Alam, dan Manusia dalam perspektif filsafat.

 BAB II
PEMBAHASAN


A.    Pengertian tentang Tuhan, Manusia dan Alam
a)      Tuhan
Tuhan berada di luar jangkauan pikiran dan akal. Seluruh alam semesta yang tak terhingga terbentang di hadapan mata kita. Tetapi di balik semuanya itu terdapat kekuatan Maha Gaib yang mendalangi semua ‘permainan’. Bahkan orang-orang yang tidak percaya kepada kebenaran agama mereka tidak menyangkal bahwa kekuatan Yang Maha Gaib itu memang ada. Tuhan tidak dapat dibatasi waktu, Ia luhur dan mandiri. Seluruh ciptaan-Nya mentaati perintah-Nya. Namun Ia bukanlah pelaku-Nya. Ia tak berbentuk, Ia maha ada dan memelihara segala sesuatu. Ia pencipta, tak bergerak, Maha Kuasa, Abadi, Penebus Dosa, Tak Terpahamkan, Tak Terjangkaukan, Tanpa Awal, Kekal dan Ia adalah Kesadaran murni. Ia Tak terkalahkan dan Gudang pengetahuan, Swadaya, Ia lautan kenikmatan dan Ia Maha Ada.

Pemikiran filsafat mencakup ruang lingkup yang berskala makro yaitu: kosmologi, ontology, philosophy of mind, epistimologi, dan aksiologi. Untuk melihat bagaimana sesungguhnya manusia dalam pandangan filsafat pendidikan, maka setidaknya karena manusia merupakan bagian dari alam semesta (kosmos). Berangkat dari situ dapat kita ketahui bahwa manusia adalah ciptaan Allah yang pada hakekatnya sebagai abdi penciptanya (ontology). Agar bisa menempatkan dirinya sebagai pengabdi yang setia, maka manusia diberi anugerah berbagai potensi baik jasmani, rohani, dan ruh (philosophy of mind). Sedangkan pertumbuhan serta perkembangan manusia dalam hal memperoleh pengetahuan itu berlajan secara berjenjang dan bertahap (proses) melalui pengembangan potensinya, pengalaman dengan lingkungan serta bimbingan, didikan dari Tuhan (epistimologi), oleh karena itu hubungan antara alam lingkungan, manusia, semua makhluk ciptaan Allah dan hubungan dengan Allah sebagai pencipta seluruh alam raya itu harus berjalan bersama dan tidak bisa dipisahkan. Adapun manusia sebagai makhluk dalam usaha meningkatkan kualitas sumber daya insaninya itu, manusia diikat oleh nilai-nilai illahi (aksiologi), sehingga manusia merupakan makhluk alternatif (dapat memilih), tetapi ditawarkan padanya pilihan yang terbaik yakni nilai illahiyat. Dari sini dapat kita simpulkan bahwa manusia itu makhluk alternatif (bebas) tetapi sekaligus terikat (tidak bebas nilai).

b)     Manusia
Manusia adalah subyek pendidikan,  sekaligus juga obyek pendidikan. manusia dewasa yang berkebudayaan  adalah subyek pendidikan yang berarti  bertanggung jawab menyelenggareakan pendidikan. mereka berkewajiban secara moral atas perkembangan pribadi anak-anak mereka, yang notabene adalah generasi penerus mereka.  manusia dewasa yang berkebudayaaan terutama yang berprofesi keguruan (pendidikan) bertanggung jawab secara formal untuk melaksanakan misi pendidikan sesuai dengan tujuan dan nilai-nilai yang dikehendaki masyarakan bengsa itu.

Manusia yang belum dewasa, dalam proses perkembangan kepribadiannya, baik menuju pembudayaan maupun proses kematangan dan intregitas, adalah obyek pendidikan. Artinya mereka adalah sasaran  atau bahan yang dibina. Meskipun kita sadari bahwa perkembangan kepribadian adalah self development melalui self actifities, jadi sebagai subjek yang sadar mengembangkan diri sendiri.

c)      Alam
Alam semesta adalah media pendidikan sekaligus sebagai sarana yang digunakan oleh menusia untuk melangsungkan proses pendidikan. Didalam alam semesta ini manusia tidak dapat hidup dan “mandiri” dengan sesungguhnya. Karena antara  manusia dan alam semesta saling membutuhkan dan saling melengkapi antara satu dengan yang lainnya. Dimana alam semesta ini butuh manusia untuk merawat dan memeliharanya sedangkan manusia butuh alam semesta sebagai sarana berinteraksi dengan manusia lainnya.

Pada umumnya ada tiga macam konsepsi tentang alam semesta atau identifikasi tentang alam semesta, yaitu :
1)      Ilmu pengetahuan yang didasarkan pada dua hal yaitu teori dan eksperimen.
2)      Filsafat yang didasarkan pada prinsip yang jelas dan tidak dapat disangkal lagi oleh akal dan bersifat umum dan konpherensif.
3)      Agama yang didasarkan pada pemikiran dan hujjah.

Dengan demikian konsepsi mengenai alam semesta bersifat rasional dan filosofis. Selain konsepsi filosofis yaitu abadi dan komprehensif, konsepsi religius tentang alam semesta tak seperti konsepsi ilmiah dan filosofis murni, memiliki satu nilai lagi, yaitu menyucikan prinsip-prinsip konsepsi alam semesta.

Alam berarti  dunia, alam semesta, kerajaan, jadi jika dianalisia alam merupakan yang sesungguhnya atau alam yang nyata. Dengan kata lain alam semesta adalah tempat bernaung makhluk-mahkluk Tuhan. Maka alam semeta ini diciptakan oleh Tuhan Untuk kepentingan manusia dan untuk di pelajari manusia dan semoga dapat menjalankan fungsi dan kedudukannya sebagai manusia di muka bumi ini

Proses pendidikan yang berlangsung didalam antar aksi yang pluralistis (antara subjek dengan lingkungan alamiah, sosial dan cultural) amat ditentukan oleh aspek manusianya. Sebab kedudukan manusia sebagai subyek didalam masyarakat, bahkan didalam alam semesta, memberikan konsekuensi tanggung jawab yang besar bagi diri manusia. Manusia mengembang amanat untuk membimbing masyarakat, memelihara alam lingkungan hidup bersama. bahkan manusia terutama bertanggung jawab atas martabat kemanusiaannya (human dignity).

Sejarah usaha manusia untuk mengerti dirinya sendiri, kepribadian manusia, sudah ada sejak ilmu pengetahuan itu ada. Ilmu jiwa (Psikologi) yang mula-mula sebaga ilmu jiwa metafisika adalah salah satu usaha tersebut. Makin mendalam manusia menyelidiki kepribadiannya, makin banyak problemanya yang timbul serta makin banyak rahasia yang minta jawaban. Karena manusia adalah mahluk yang unik dan penuh misteri dan rahasia.

Manusia sebagai subyek dihadapkan kepada fenomena baru dalam kesadarannya, yakni menghadapi problem yang jauh lebih sulit dari pada problem-problem sebelumnya. manusia mulai bertanya, siapakah atau apakah aku ini sebenarnya. Manusia sebagai subyek menjadikan dirinya sendiri (pribadi dan keutuhan) sebagai obyek yang menuntut pengertian, pengetahuan atau pemahaman. “Kenalilah dirimu” adalah kata-kata klasik yang tetap mengandung makna yang  ideal, khususnya amat bersifat pedagogis disamping bernilai filosofis. Sedemikian jauh manusia masih belum yakin bahwa ia telah mengenali dirinya sendiri. Bahkan makin dalam ia menyelami dan memahami kepribadiannya, makin sukar ia mengerti identitasnya. Apa yang ia mengerti tentang kepribadiannya makin  ia sadari sebagai suatu asumsi yang amat “dangkal’ dan relatif, bahkan juga amat subjektif.

Untuk mengerti dan mengenali diri sendiri manusia dengan jujur mengakui kesukaran-kesukarannya, apa yang ia akui sebagai pengertian hanyalah suatu kesimpulan yang masih kabur dan belum representatif. Dari kenyataan ini manusia berkesimpulan pula bahwa  jauh lebih amat sulit untuk mengerti dan memahami kepribadian orang lain.

Perwujudan kepribadian seseorang nampak dalam keseluruhan pribadi manusia dalam antar hubungan dan antar aksinya dengan lingkungan hidupnya. Penafsiran kita tentang tingkah laku belum menjamin pengertian kita tentang kepribadian manusia. Karena itu, realita demikian amat jauh dari sempurnaan. Tetapi usaha untuk mengerti dan memahami manusia ini jauh lebih baik daripada pengertian dan kesimpulan- kesimpulan yang kita miliki tentang manusia. Apa yang kita simpulkan sebagai pengertian itu lebih bersifat statis, sedangkan usaha untuk mengerti manusia secara aktif dan terus-menerus didalam antar hubungan dan antar  aksi sesama itu bersifat dinamis. Asas dinamis ini merupakan essensi watak manusia, yang terus berkembang, bertumbuh dan menuju integritas kepribadiannya.  Demikian pula kita tentang seseorang, tentang kepribadiannya selalu berkembang. itulah sebabnya dikatakan “Tak kenal maka tak cinta”. Bahkan “Cinta itu tumbuh dari sebuah pengenalan”.  Artinya makin kita mengenalnya, makin kita memahami kepribadiannya yang positif makin pula kita mencintainya. Implikasi pandangan ini adalah jagan tergesa-gesa menjauhi atau membenci seseorang, karena kita belum mengenal seorang itu. Bahkan sesungguhnya, adalah kewajiban kita  untuk mengerti tingkah laku, kepribadian seseorang didalam antar hubungan dan antar aksi sosial. Dan sesuai dengan asas –asas nilai demokrasi kita wajib menghormati martabat pribadi orang lain. Prinsip self respect, menghormati pribadi orang lain merupakan pangkal untuk mengormati diri sendniri. Artinya usaha untuk dihormati, hormati lebih dahulu orang lain
     




B.     Relasi Antara Manusia, Alam, dan Tuhan Dalam Perspektif Filsafat
1.      Tuhan dan manusia
Relasi yang kompleks secara konseptual dapat dianalisis berdasarkan empat bentuk utama relasi antara Tuhan dan manusia, antara lain:
a)      Relasi ontologis yaitu antara Tuhan sebagai sumber eksistensi manusia yang utama dan manusia sebagai representasi dunia wujud eksistensi nya berasal dari Tuhan atau dengan kata lain hubungan Pencipra dengan makhluk.
b)      Relasi komunikatif yaitu Tuhan dan manusia dibawa ke dalam korelasi yang sangat dekat satu sama lain dan melalui komunikasi timbal balik.
c)      Relasi Tuan-hamba, relasi ini melibatkan Tuhan sebagai di pihak Tuhan sebagai Tuan (Rabb), semua konsep yang berhubungan dengan keagunganNya, sedangkan manusia sebagai hamba yang patuh.
d)     Relasi etik, relasi ini didasarkan pada perbedaan dasar antara dua aspek yang berbeda yang dapat dibedakan dengan konsep tentang Tuhan itu sendiri dan manusia sendiri.

2.      Manusia dan alam
Hubungan manusia dengan alam mengandung beberapa aspek, antara lain manusia tidak lepas dari interaksinya bersama sesama manusia juga dengan hewan, tumbuhan, lingkungan/alam.

Pada kenyataannya saat ini manusia sudah tidak lagi memperhatikan keseimbangan alam dalam pengeksploitasiannya. Saat ini manusia sudah dikuasai nafsu untuk meraup keuntungan sebanyak-banyaknya sehingga dalam memanfaatkan alam tak lagi memperdulikan dampak buruk terhadap keimbangan ekosistem alam di bumi ini. Hutan-hutan yang dulu lebat kini sudah gundul karena pohonnya habis ditebangi untuk berbagai macam keperluan industri. Ditambah lagi mayoritas kegiatan penebangan pohon tidak diikuti dengan kegiatan menanam pohon dengan persentase minimal setara dengan banyak pohon yang ditebang. Hal ini sungguh berakibat fatal, karena dengan demikian fungsi hutan sebagai penahan air, penyaring udara dan habitat bagi berbagai macam ekosistem flora dan fauna bisa musnah. Bila hal itu terjadi, maka jelaslah hanya dampak buruk yang akan kita terima sebagai konsekuensinya. Contohnya saja banjir bandang, tanah longsor dan yang paling parah ialah pemanasan global yang sekarang sedang terjadi. Dan ketika musibah itu terjadi, maka kita secara refleks akan berdo’a kepada Allah dengan hati yang ikhlas dan semata-mata karena Allah karena berharap kita segera diselamatkan dari musibah itu.

C.    Ciri-Ciri Berpikir Dalam Filsafat
Dalam memahami suatu permasalahan, ada perbedaan tentang karakteristik dalam berfikir antara filsafat dengan ilmu-ilmu lain. Mudhofir dalam Muntasyir dan Munir (2002: 4-5) mengatakan bahwa ciri-ciri berfikir kefilsafatan sebagai berikut :
1)      Radikal, artinya berpikir sampai ke akar-akarnya, hingga sampai pada hakikat atau substansi yang dipikirkan.
2)      Universal, artinya pemikiran filsafat menyangkut pengalaman umum manusia. Kekhususan berpikir kefilsafatan menurut Jespers terletak pada aspek keumumannya.
3)      Konseptual, artinya merupakan hasil generalisasi dan abstraksi pengalaman manusia. Misalnya : Apakah Kebebasan itu?
4)      Koheren atau konsisten (runtut). Koheren artinya sesuai dengan kaidah-kaidah berpikir logis. Konsisten artinya tidak mengandung kontradiksi.
5)      Sistematik, artinya pendapat yang merupakan uraian kefilsafatan itu harus saling berhubungan secara teratur dan terkandung adanya maksud atau tujuan tertentu.
6)      Komprehensif, artinya mencakup atau menyeluruh. Berpikir secara kefilsafatan merupakan usaha untuk menjelaskan alam semesta secara keseluruhan.
7)      Bebas, artinya sampai batas-batas yang luas, pemikiran filsafati boleh dikatakan merupakan hasil pemikiran yang bebas, yakni bebas dari prasangka-prasangka sosial, historis, kultural, bahkan relijius.
8)      Bertanggungjawab, artinya seseorang yang berfilsafat adalah orang-orang yang berpikir sekaligus bertanggungjawab terhadap hasil pemikirannya, paling tidak terhadap hati nuraninya sendiri.

D.    Sarana Berpikir Ilmiah
Untuk melakukan kegiatan ilmiah secara baik diperlukan sarana berpikir. Tersedianya sarana tersebut memungkinkan dilakukannya penelaahan ilmiah secara teratur dan cermat. Penguasaan sarana berpikir ilmiah ini merupakan suatu hal yang bersifat imperatif bagi seorang ilmuwan. Tanpa menguasai hal ini maka kegiatan ilmiah yang baik tak dapat dilakukan.

Sarana ilmiah pada dasarnya merupakan alat yang membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang harus ditempuhnya. Pada langkah tertentu biasanya diperlukan sarana yang tertentu pula. Oleh sebab itulah maka sebelum kita mempelajari sarana-sarana berpikir ilmiah ini seyogyanya kita telah menguasai langkah-langkah dalam kegiatan langkah tersebut. Dengan jalan ini maka kita akan sampai pada hakekat sarana yang sebenarnya sebab sarana merupakan alat yang membantu dalam mencapai suatu tujuan tertentu. Dengan kata lain, sarana ilmiah mempunyai fungsi-fungsi yang khas dalam kaitan kegiatan ilmiah secara menyeluruh.

Dalam proses pendidikan, sarana berpikir ilmiah ini merupakan bidang studi tersendiri. Dalam hal ini kita harus memperhatikan 2 hal, yaitu :
1)      Sarana ilmiah bukan merupakan kumpulan ilmu, dalam pengertian bahwa sarana ilmiah itu merupakan kumpulan pengetahuan yang didapatkan berdasarkan metode ilmiah. Seperti diketahui, salah satu diantara ciri-ciri ilmu umpamanya adalah penggunaan induksi dan deduksi dalam mendapatkan pengetahuan. Sarana berpikir ilmiah tidak mempergunakan cara ini dalam mendapatkan pengetahuannya.Secara lebih jelas dapat dikatakan bahwa ilmu mempunyai metode tersendiri dalam mendapatkan pengetahuaannya yang berbeda dengan sarana berpikir ilmiah.
2)      Tujuan mempelajari sarana berpikir ilmiah adalah untuk memungkinkan kita untuk menelaah ilmu secara baik. Sedangkan tujuan mempelajari ilmu dimaksudkan untuk mendapatkan pengetahuan yang memungkinkan kita untuk dapat memecahkan masalah kita sehari-hari. Dalam hal ini maka sarana berpikir ilmiah merupakan alat bagi cabang-cabang ilmu untuk mengembangkan materi pengetahuaannya berdasarkan metode ilmiah.

Jelaslah bahwa mengapa sarana berpikir ilmiah mempunyai metode tersendiri yang berbeda dengan metode ilmiah dalam mendapatkan pengetahuaannya sebab fungsi sarana berpikir ilmiah adalah membantu proses metode ilmiah dan bahkan merupakan ilmu tersendiri.

Untuk dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik maka diperlukan sarana yang berupa bahasa, logika, matematika, dan statistika. Bahasa merupakan alat komunikasi verbal yang dipakai dalam seluruh proses berpikir ilmiah dan untuk menyampaikan jalan pikiran tersebut kepada orang lain.

Dilihat dari pola berpikirnya maka ilmu merupakan gabungan antara berpikir deduktif dan induktif. Untuk itu maka penalaran ilmiah menyandarkan diri pada proses logika deduktif dan induktif. Matematika mempunyai peranan yang penting dalam berpikir deduktif ini sedangkan statistik mempunyai peranan penting dalam berpikir induktif.

Proses pengujian dalam kegiatan ilmiah mengharuskan kita menguasai metode penelitian ilmiah yang pada hakekatnya merupakan pengumpulan fakta untuk menolak atau menerima hipotesis yang diajukan. Kemampuan berpikir ilmiah yang baik harus didukung oleh penguasaan sarana berpikir ini dengan baik pula. Salah satu langkah ke arah penguasaan itu adalah mengetahui dengan benar peranan masing-masing sarana berpikir tersebut dalam keseluruhan proses berpikir ilmiah.
 

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
1.      Relasi yang kompleks secara konseptual dapat dianalisis berdasarkan empat bentuk utama relasi antara Tuhan dan manusia, antara lain: a). Relasi ontologism; b). Relasi komunikatif; c). Relasi Tuan-hamba; dan d). Relasi etik.
2.      Hubungan manusia dengan alam mengandung beberapa aspek, yaitu manusia tidak lepas dari interaksinya bersama sesama manusia juga dengan hewan, tumbuhan, lingkungan/alam.
3.      Dalam memahami suatu permasalahan, ada perbedaan tentang karakteristik dalam berfikir antara filsafat dengan ilmu-ilmu lain. Mudhofir dalam Muntasyir dan Munir (2002: 4-5) mengatakan bahwa ciri-ciri berfikir kefilsafatan diantaranya; 1). Radikal, 2). Universal, 3). Konseptual, 4). Koheren atau konsisten (runtut). 5). Koheren, 6). Sistematik, 7). Komprehensif, 8). Bebas, 9). Bertanggungjawab

B.     Saran
Bahwa  setelah menyimak dan membahas lebih jauh lagi terhadap makalah ini, kami menyadari bahwa Filsafat Ilmu itu sangat berperan sekali untuk mengatasi krisis kemanusiaan, maka mudah-mudahan kedepannya ilmu ini dapat di gunakan untuk kelangsungan kehidupan umat manusia yang lebih baik.
 
 

DAFTAR PUSTAKA






https://alfarirorong.wordpress.com/2013/07/01/filsafat-ilmu/


http://www.academia.edu/7121973/hubungan_manusia_dengan_alam
KATA  PENGANTAR



Alhamdulillah puji syukur penulis sampaikan kepada Allah swt, karena berkat ridho dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah dengan pokok bahasan “Relasi Antara Manusia, Alam, dan Tuhan Dalam Perspektif filsafat dengan indicator “sarana berfikir ilmiah”.

Sholawat dan salam senantiasa penulis sampaikan kepada Nabi Besar Muhammad saw yang selalu kita nanti-nantikan syafa’atnya di hari kiamat.
            
Dalam penyusunan makalah ini banyak bantuan yang penukis terima. Oleh karena itu, penulis sampaikan ucapan terimakasih kepada:
1.      Prof. Dr. H. Marzuki Noor, M.Si (Dosen pengampu)
2.      Dr. H. Agus Sujarwanta, M.Pd (Dosen pengampu)
3.      Dr. H. Sudirman AM., M.Hum (Dosen pengampu)
4.      Semua pihak yang terkait dalam penulisan makalah ini.

Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran masih penulis harapkan untuk perbaikan selanjutnya.

Metro,   April 2015

Penulis,
 
DAFTAR ISI


HALAMAN SAMPUL.................................................................................. i
KATA PENGANTAR.................................................................................. ii
DAFTAR ISI................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN
       A. Latar Belakang......................................................................................... 1
       B. Rumusan Masalah.................................................................................... 2
       C. Tujuan Penulisan...................................................................................... 2
        
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian tentang Tuhan, Manusia dan Alam..................................... 3
B. Relasi Antara Manusia, Alam, dan Tuhan Dalam Perspektif
     Filsafat....................................................................................................... 8
C. Ciri-ciri Berfikir Dalam Filsafat.............................................................. 9
D. Sarana Berfikir Ilmiah............................................................................ 10

BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................................... 13
B. Saran......................................................................................................... 13

 
BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Setiap orang memiliki filsafat walaupun ia mungkin tidak sadar akan hal tersebut. Kita semua mempunyai ide-ide tentang benda-benda, tentang sejarah, arti kehidupan, mati, Tuhan, benar atau salah, keindahan atau kejelekan dan sebagainya.
1)      Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara tidak kritis. Definisi tersebut menunjukkan arti sebagai informal.
2)      Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan yang sikap yangsangat kita junjung tinggi. Ini adalah arti yang formal.
3)      Filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan.
4)      Filsafat adalah sebagai analisa logis dari bahasa serta penjelasan tentang arti kata dan konsep.
5)      Filsafat adalah sekumpulan problema-problema yang langsung yang mendapat perhatian dari manusia dan yang dicarikan jawabannya oleh ahli-ahli filsafat.

Dari beberapa definisi tadi bahwasanya semua jawaban yang ada difilsafat tadi hanyalah buah pemikiran dari ahli filsafat saja secara rasio. Banyak orang termenung pada suatu waktu. Kadang-kadang karena adakejadian yang membingungkan dan kadang-kadang hanya karena ingin tahu, dan berfikir sungguh-sungguh tentang soal-soal yang pokok. Apakah kehidupan itu, dan mengapa aku berada disini? Mengapa ada sesuatu? Apakah kedudukan kehidupan dalam alam yang besar ini? Apakah alam itu bersahabat atau bermusuhan? Apakah yang terjadi itu telah terjadi secara kebetulan? atau karena mekanisme, atau karena ada rencana, ataukah ada maksud dan fikiran didalam benda. Semua soal tadi adalah falsafi, usaha untuk mendapatkan jawaban atau pemecahan terhadapnya telah menimbulkan teori-teori dan system pemikiran seperti idealism, realism, pragmatisme.
Oleh karena itu filsafat dimulai oleh rasa heran, bertanya dan memikir tentang asumsi-asumsi kita yang fundamental (mendasar), maka kita perlukan untuk meneliti bagaimana filsafat itu menjawabnya.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian tentang Tuhan, Manusia, dan Alam
2.      Bagaimanakah Relasi antara Tuhan, alam dan manusia
3.      Ciri-ciri berfikir dalam filsafat
4.      Sarana berfikir ilmiah

C.    Tujuan Penulisan
1.      Untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Filsafat Ilmu Pendidikan
2.      Mengetahui dan memahami relasi antara Tuhan, Alam, dan Manusia dalam perspektif filsafat.

 BAB II
PEMBAHASAN


A.    Pengertian tentang Tuhan, Manusia dan Alam
a)      Tuhan
Tuhan berada di luar jangkauan pikiran dan akal. Seluruh alam semesta yang tak terhingga terbentang di hadapan mata kita. Tetapi di balik semuanya itu terdapat kekuatan Maha Gaib yang mendalangi semua ‘permainan’. Bahkan orang-orang yang tidak percaya kepada kebenaran agama mereka tidak menyangkal bahwa kekuatan Yang Maha Gaib itu memang ada. Tuhan tidak dapat dibatasi waktu, Ia luhur dan mandiri. Seluruh ciptaan-Nya mentaati perintah-Nya. Namun Ia bukanlah pelaku-Nya. Ia tak berbentuk, Ia maha ada dan memelihara segala sesuatu. Ia pencipta, tak bergerak, Maha Kuasa, Abadi, Penebus Dosa, Tak Terpahamkan, Tak Terjangkaukan, Tanpa Awal, Kekal dan Ia adalah Kesadaran murni. Ia Tak terkalahkan dan Gudang pengetahuan, Swadaya, Ia lautan kenikmatan dan Ia Maha Ada.

Pemikiran filsafat mencakup ruang lingkup yang berskala makro yaitu: kosmologi, ontology, philosophy of mind, epistimologi, dan aksiologi. Untuk melihat bagaimana sesungguhnya manusia dalam pandangan filsafat pendidikan, maka setidaknya karena manusia merupakan bagian dari alam semesta (kosmos). Berangkat dari situ dapat kita ketahui bahwa manusia adalah ciptaan Allah yang pada hakekatnya sebagai abdi penciptanya (ontology). Agar bisa menempatkan dirinya sebagai pengabdi yang setia, maka manusia diberi anugerah berbagai potensi baik jasmani, rohani, dan ruh (philosophy of mind). Sedangkan pertumbuhan serta perkembangan manusia dalam hal memperoleh pengetahuan itu berlajan secara berjenjang dan bertahap (proses) melalui pengembangan potensinya, pengalaman dengan lingkungan serta bimbingan, didikan dari Tuhan (epistimologi), oleh karena itu hubungan antara alam lingkungan, manusia, semua makhluk ciptaan Allah dan hubungan dengan Allah sebagai pencipta seluruh alam raya itu harus berjalan bersama dan tidak bisa dipisahkan. Adapun manusia sebagai makhluk dalam usaha meningkatkan kualitas sumber daya insaninya itu, manusia diikat oleh nilai-nilai illahi (aksiologi), sehingga manusia merupakan makhluk alternatif (dapat memilih), tetapi ditawarkan padanya pilihan yang terbaik yakni nilai illahiyat. Dari sini dapat kita simpulkan bahwa manusia itu makhluk alternatif (bebas) tetapi sekaligus terikat (tidak bebas nilai).

b)     Manusia
Manusia adalah subyek pendidikan,  sekaligus juga obyek pendidikan. manusia dewasa yang berkebudayaan  adalah subyek pendidikan yang berarti  bertanggung jawab menyelenggareakan pendidikan. mereka berkewajiban secara moral atas perkembangan pribadi anak-anak mereka, yang notabene adalah generasi penerus mereka.  manusia dewasa yang berkebudayaaan terutama yang berprofesi keguruan (pendidikan) bertanggung jawab secara formal untuk melaksanakan misi pendidikan sesuai dengan tujuan dan nilai-nilai yang dikehendaki masyarakan bengsa itu.

Manusia yang belum dewasa, dalam proses perkembangan kepribadiannya, baik menuju pembudayaan maupun proses kematangan dan intregitas, adalah obyek pendidikan. Artinya mereka adalah sasaran  atau bahan yang dibina. Meskipun kita sadari bahwa perkembangan kepribadian adalah self development melalui self actifities, jadi sebagai subjek yang sadar mengembangkan diri sendiri.

c)      Alam
Alam semesta adalah media pendidikan sekaligus sebagai sarana yang digunakan oleh menusia untuk melangsungkan proses pendidikan. Didalam alam semesta ini manusia tidak dapat hidup dan “mandiri” dengan sesungguhnya. Karena antara  manusia dan alam semesta saling membutuhkan dan saling melengkapi antara satu dengan yang lainnya. Dimana alam semesta ini butuh manusia untuk merawat dan memeliharanya sedangkan manusia butuh alam semesta sebagai sarana berinteraksi dengan manusia lainnya.

Pada umumnya ada tiga macam konsepsi tentang alam semesta atau identifikasi tentang alam semesta, yaitu :
1)      Ilmu pengetahuan yang didasarkan pada dua hal yaitu teori dan eksperimen.
2)      Filsafat yang didasarkan pada prinsip yang jelas dan tidak dapat disangkal lagi oleh akal dan bersifat umum dan konpherensif.
3)      Agama yang didasarkan pada pemikiran dan hujjah.

Dengan demikian konsepsi mengenai alam semesta bersifat rasional dan filosofis. Selain konsepsi filosofis yaitu abadi dan komprehensif, konsepsi religius tentang alam semesta tak seperti konsepsi ilmiah dan filosofis murni, memiliki satu nilai lagi, yaitu menyucikan prinsip-prinsip konsepsi alam semesta.

Alam berarti  dunia, alam semesta, kerajaan, jadi jika dianalisia alam merupakan yang sesungguhnya atau alam yang nyata. Dengan kata lain alam semesta adalah tempat bernaung makhluk-mahkluk Tuhan. Maka alam semeta ini diciptakan oleh Tuhan Untuk kepentingan manusia dan untuk di pelajari manusia dan semoga dapat menjalankan fungsi dan kedudukannya sebagai manusia di muka bumi ini

Proses pendidikan yang berlangsung didalam antar aksi yang pluralistis (antara subjek dengan lingkungan alamiah, sosial dan cultural) amat ditentukan oleh aspek manusianya. Sebab kedudukan manusia sebagai subyek didalam masyarakat, bahkan didalam alam semesta, memberikan konsekuensi tanggung jawab yang besar bagi diri manusia. Manusia mengembang amanat untuk membimbing masyarakat, memelihara alam lingkungan hidup bersama. bahkan manusia terutama bertanggung jawab atas martabat kemanusiaannya (human dignity).

Sejarah usaha manusia untuk mengerti dirinya sendiri, kepribadian manusia, sudah ada sejak ilmu pengetahuan itu ada. Ilmu jiwa (Psikologi) yang mula-mula sebaga ilmu jiwa metafisika adalah salah satu usaha tersebut. Makin mendalam manusia menyelidiki kepribadiannya, makin banyak problemanya yang timbul serta makin banyak rahasia yang minta jawaban. Karena manusia adalah mahluk yang unik dan penuh misteri dan rahasia.

Manusia sebagai subyek dihadapkan kepada fenomena baru dalam kesadarannya, yakni menghadapi problem yang jauh lebih sulit dari pada problem-problem sebelumnya. manusia mulai bertanya, siapakah atau apakah aku ini sebenarnya. Manusia sebagai subyek menjadikan dirinya sendiri (pribadi dan keutuhan) sebagai obyek yang menuntut pengertian, pengetahuan atau pemahaman. “Kenalilah dirimu” adalah kata-kata klasik yang tetap mengandung makna yang  ideal, khususnya amat bersifat pedagogis disamping bernilai filosofis. Sedemikian jauh manusia masih belum yakin bahwa ia telah mengenali dirinya sendiri. Bahkan makin dalam ia menyelami dan memahami kepribadiannya, makin sukar ia mengerti identitasnya. Apa yang ia mengerti tentang kepribadiannya makin  ia sadari sebagai suatu asumsi yang amat “dangkal’ dan relatif, bahkan juga amat subjektif.

Untuk mengerti dan mengenali diri sendiri manusia dengan jujur mengakui kesukaran-kesukarannya, apa yang ia akui sebagai pengertian hanyalah suatu kesimpulan yang masih kabur dan belum representatif. Dari kenyataan ini manusia berkesimpulan pula bahwa  jauh lebih amat sulit untuk mengerti dan memahami kepribadian orang lain.

Perwujudan kepribadian seseorang nampak dalam keseluruhan pribadi manusia dalam antar hubungan dan antar aksinya dengan lingkungan hidupnya. Penafsiran kita tentang tingkah laku belum menjamin pengertian kita tentang kepribadian manusia. Karena itu, realita demikian amat jauh dari sempurnaan. Tetapi usaha untuk mengerti dan memahami manusia ini jauh lebih baik daripada pengertian dan kesimpulan- kesimpulan yang kita miliki tentang manusia. Apa yang kita simpulkan sebagai pengertian itu lebih bersifat statis, sedangkan usaha untuk mengerti manusia secara aktif dan terus-menerus didalam antar hubungan dan antar  aksi sesama itu bersifat dinamis. Asas dinamis ini merupakan essensi watak manusia, yang terus berkembang, bertumbuh dan menuju integritas kepribadiannya.  Demikian pula kita tentang seseorang, tentang kepribadiannya selalu berkembang. itulah sebabnya dikatakan “Tak kenal maka tak cinta”. Bahkan “Cinta itu tumbuh dari sebuah pengenalan”.  Artinya makin kita mengenalnya, makin kita memahami kepribadiannya yang positif makin pula kita mencintainya. Implikasi pandangan ini adalah jagan tergesa-gesa menjauhi atau membenci seseorang, karena kita belum mengenal seorang itu. Bahkan sesungguhnya, adalah kewajiban kita  untuk mengerti tingkah laku, kepribadian seseorang didalam antar hubungan dan antar aksi sosial. Dan sesuai dengan asas –asas nilai demokrasi kita wajib menghormati martabat pribadi orang lain. Prinsip self respect, menghormati pribadi orang lain merupakan pangkal untuk mengormati diri sendniri. Artinya usaha untuk dihormati, hormati lebih dahulu orang lain
     




B.     Relasi Antara Manusia, Alam, dan Tuhan Dalam Perspektif Filsafat
1.      Tuhan dan manusia
Relasi yang kompleks secara konseptual dapat dianalisis berdasarkan empat bentuk utama relasi antara Tuhan dan manusia, antara lain:
a)      Relasi ontologis yaitu antara Tuhan sebagai sumber eksistensi manusia yang utama dan manusia sebagai representasi dunia wujud eksistensi nya berasal dari Tuhan atau dengan kata lain hubungan Pencipra dengan makhluk.
b)      Relasi komunikatif yaitu Tuhan dan manusia dibawa ke dalam korelasi yang sangat dekat satu sama lain dan melalui komunikasi timbal balik.
c)      Relasi Tuan-hamba, relasi ini melibatkan Tuhan sebagai di pihak Tuhan sebagai Tuan (Rabb), semua konsep yang berhubungan dengan keagunganNya, sedangkan manusia sebagai hamba yang patuh.
d)     Relasi etik, relasi ini didasarkan pada perbedaan dasar antara dua aspek yang berbeda yang dapat dibedakan dengan konsep tentang Tuhan itu sendiri dan manusia sendiri.

2.      Manusia dan alam
Hubungan manusia dengan alam mengandung beberapa aspek, antara lain manusia tidak lepas dari interaksinya bersama sesama manusia juga dengan hewan, tumbuhan, lingkungan/alam.

Pada kenyataannya saat ini manusia sudah tidak lagi memperhatikan keseimbangan alam dalam pengeksploitasiannya. Saat ini manusia sudah dikuasai nafsu untuk meraup keuntungan sebanyak-banyaknya sehingga dalam memanfaatkan alam tak lagi memperdulikan dampak buruk terhadap keimbangan ekosistem alam di bumi ini. Hutan-hutan yang dulu lebat kini sudah gundul karena pohonnya habis ditebangi untuk berbagai macam keperluan industri. Ditambah lagi mayoritas kegiatan penebangan pohon tidak diikuti dengan kegiatan menanam pohon dengan persentase minimal setara dengan banyak pohon yang ditebang. Hal ini sungguh berakibat fatal, karena dengan demikian fungsi hutan sebagai penahan air, penyaring udara dan habitat bagi berbagai macam ekosistem flora dan fauna bisa musnah. Bila hal itu terjadi, maka jelaslah hanya dampak buruk yang akan kita terima sebagai konsekuensinya. Contohnya saja banjir bandang, tanah longsor dan yang paling parah ialah pemanasan global yang sekarang sedang terjadi. Dan ketika musibah itu terjadi, maka kita secara refleks akan berdo’a kepada Allah dengan hati yang ikhlas dan semata-mata karena Allah karena berharap kita segera diselamatkan dari musibah itu.

C.    Ciri-Ciri Berpikir Dalam Filsafat
Dalam memahami suatu permasalahan, ada perbedaan tentang karakteristik dalam berfikir antara filsafat dengan ilmu-ilmu lain. Mudhofir dalam Muntasyir dan Munir (2002: 4-5) mengatakan bahwa ciri-ciri berfikir kefilsafatan sebagai berikut :
1)      Radikal, artinya berpikir sampai ke akar-akarnya, hingga sampai pada hakikat atau substansi yang dipikirkan.
2)      Universal, artinya pemikiran filsafat menyangkut pengalaman umum manusia. Kekhususan berpikir kefilsafatan menurut Jespers terletak pada aspek keumumannya.
3)      Konseptual, artinya merupakan hasil generalisasi dan abstraksi pengalaman manusia. Misalnya : Apakah Kebebasan itu?
4)      Koheren atau konsisten (runtut). Koheren artinya sesuai dengan kaidah-kaidah berpikir logis. Konsisten artinya tidak mengandung kontradiksi.
5)      Sistematik, artinya pendapat yang merupakan uraian kefilsafatan itu harus saling berhubungan secara teratur dan terkandung adanya maksud atau tujuan tertentu.
6)      Komprehensif, artinya mencakup atau menyeluruh. Berpikir secara kefilsafatan merupakan usaha untuk menjelaskan alam semesta secara keseluruhan.
7)      Bebas, artinya sampai batas-batas yang luas, pemikiran filsafati boleh dikatakan merupakan hasil pemikiran yang bebas, yakni bebas dari prasangka-prasangka sosial, historis, kultural, bahkan relijius.
8)      Bertanggungjawab, artinya seseorang yang berfilsafat adalah orang-orang yang berpikir sekaligus bertanggungjawab terhadap hasil pemikirannya, paling tidak terhadap hati nuraninya sendiri.

D.    Sarana Berpikir Ilmiah
Untuk melakukan kegiatan ilmiah secara baik diperlukan sarana berpikir. Tersedianya sarana tersebut memungkinkan dilakukannya penelaahan ilmiah secara teratur dan cermat. Penguasaan sarana berpikir ilmiah ini merupakan suatu hal yang bersifat imperatif bagi seorang ilmuwan. Tanpa menguasai hal ini maka kegiatan ilmiah yang baik tak dapat dilakukan.

Sarana ilmiah pada dasarnya merupakan alat yang membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang harus ditempuhnya. Pada langkah tertentu biasanya diperlukan sarana yang tertentu pula. Oleh sebab itulah maka sebelum kita mempelajari sarana-sarana berpikir ilmiah ini seyogyanya kita telah menguasai langkah-langkah dalam kegiatan langkah tersebut. Dengan jalan ini maka kita akan sampai pada hakekat sarana yang sebenarnya sebab sarana merupakan alat yang membantu dalam mencapai suatu tujuan tertentu. Dengan kata lain, sarana ilmiah mempunyai fungsi-fungsi yang khas dalam kaitan kegiatan ilmiah secara menyeluruh.

Dalam proses pendidikan, sarana berpikir ilmiah ini merupakan bidang studi tersendiri. Dalam hal ini kita harus memperhatikan 2 hal, yaitu :
1)      Sarana ilmiah bukan merupakan kumpulan ilmu, dalam pengertian bahwa sarana ilmiah itu merupakan kumpulan pengetahuan yang didapatkan berdasarkan metode ilmiah. Seperti diketahui, salah satu diantara ciri-ciri ilmu umpamanya adalah penggunaan induksi dan deduksi dalam mendapatkan pengetahuan. Sarana berpikir ilmiah tidak mempergunakan cara ini dalam mendapatkan pengetahuannya.Secara lebih jelas dapat dikatakan bahwa ilmu mempunyai metode tersendiri dalam mendapatkan pengetahuaannya yang berbeda dengan sarana berpikir ilmiah.
2)      Tujuan mempelajari sarana berpikir ilmiah adalah untuk memungkinkan kita untuk menelaah ilmu secara baik. Sedangkan tujuan mempelajari ilmu dimaksudkan untuk mendapatkan pengetahuan yang memungkinkan kita untuk dapat memecahkan masalah kita sehari-hari. Dalam hal ini maka sarana berpikir ilmiah merupakan alat bagi cabang-cabang ilmu untuk mengembangkan materi pengetahuaannya berdasarkan metode ilmiah.

Jelaslah bahwa mengapa sarana berpikir ilmiah mempunyai metode tersendiri yang berbeda dengan metode ilmiah dalam mendapatkan pengetahuaannya sebab fungsi sarana berpikir ilmiah adalah membantu proses metode ilmiah dan bahkan merupakan ilmu tersendiri.

Untuk dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik maka diperlukan sarana yang berupa bahasa, logika, matematika, dan statistika. Bahasa merupakan alat komunikasi verbal yang dipakai dalam seluruh proses berpikir ilmiah dan untuk menyampaikan jalan pikiran tersebut kepada orang lain.

Dilihat dari pola berpikirnya maka ilmu merupakan gabungan antara berpikir deduktif dan induktif. Untuk itu maka penalaran ilmiah menyandarkan diri pada proses logika deduktif dan induktif. Matematika mempunyai peranan yang penting dalam berpikir deduktif ini sedangkan statistik mempunyai peranan penting dalam berpikir induktif.

Proses pengujian dalam kegiatan ilmiah mengharuskan kita menguasai metode penelitian ilmiah yang pada hakekatnya merupakan pengumpulan fakta untuk menolak atau menerima hipotesis yang diajukan. Kemampuan berpikir ilmiah yang baik harus didukung oleh penguasaan sarana berpikir ini dengan baik pula. Salah satu langkah ke arah penguasaan itu adalah mengetahui dengan benar peranan masing-masing sarana berpikir tersebut dalam keseluruhan proses berpikir ilmiah.
 

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
1.      Relasi yang kompleks secara konseptual dapat dianalisis berdasarkan empat bentuk utama relasi antara Tuhan dan manusia, antara lain: a). Relasi ontologism; b). Relasi komunikatif; c). Relasi Tuan-hamba; dan d). Relasi etik.
2.      Hubungan manusia dengan alam mengandung beberapa aspek, yaitu manusia tidak lepas dari interaksinya bersama sesama manusia juga dengan hewan, tumbuhan, lingkungan/alam.
3.      Dalam memahami suatu permasalahan, ada perbedaan tentang karakteristik dalam berfikir antara filsafat dengan ilmu-ilmu lain. Mudhofir dalam Muntasyir dan Munir (2002: 4-5) mengatakan bahwa ciri-ciri berfikir kefilsafatan diantaranya; 1). Radikal, 2). Universal, 3). Konseptual, 4). Koheren atau konsisten (runtut). 5). Koheren, 6). Sistematik, 7). Komprehensif, 8). Bebas, 9). Bertanggungjawab

B.     Saran
Bahwa  setelah menyimak dan membahas lebih jauh lagi terhadap makalah ini, kami menyadari bahwa Filsafat Ilmu itu sangat berperan sekali untuk mengatasi krisis kemanusiaan, maka mudah-mudahan kedepannya ilmu ini dapat di gunakan untuk kelangsungan kehidupan umat manusia yang lebih baik.
 
 

DAFTAR PUSTAKA






https://alfarirorong.wordpress.com/2013/07/01/filsafat-ilmu/


http://www.academia.edu/7121973/hubungan_manusia_dengan_alam
KATA  PENGANTAR



Alhamdulillah puji syukur penulis sampaikan kepada Allah swt, karena berkat ridho dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah dengan pokok bahasan “Relasi Antara Manusia, Alam, dan Tuhan Dalam Perspektif filsafat dengan indicator “sarana berfikir ilmiah”.

Sholawat dan salam senantiasa penulis sampaikan kepada Nabi Besar Muhammad saw yang selalu kita nanti-nantikan syafa’atnya di hari kiamat.
            
Dalam penyusunan makalah ini banyak bantuan yang penukis terima. Oleh karena itu, penulis sampaikan ucapan terimakasih kepada:
1.      Prof. Dr. H. Marzuki Noor, M.Si (Dosen pengampu)
2.      Dr. H. Agus Sujarwanta, M.Pd (Dosen pengampu)
3.      Dr. H. Sudirman AM., M.Hum (Dosen pengampu)
4.      Semua pihak yang terkait dalam penulisan makalah ini.

Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran masih penulis harapkan untuk perbaikan selanjutnya.

Metro,   April 2015

Penulis,
 
DAFTAR ISI


HALAMAN SAMPUL.................................................................................. i
KATA PENGANTAR.................................................................................. ii
DAFTAR ISI................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN
       A. Latar Belakang......................................................................................... 1
       B. Rumusan Masalah.................................................................................... 2
       C. Tujuan Penulisan...................................................................................... 2
        
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian tentang Tuhan, Manusia dan Alam..................................... 3
B. Relasi Antara Manusia, Alam, dan Tuhan Dalam Perspektif
     Filsafat....................................................................................................... 8
C. Ciri-ciri Berfikir Dalam Filsafat.............................................................. 9
D. Sarana Berfikir Ilmiah............................................................................ 10

BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................................... 13
B. Saran......................................................................................................... 13

 
BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Setiap orang memiliki filsafat walaupun ia mungkin tidak sadar akan hal tersebut. Kita semua mempunyai ide-ide tentang benda-benda, tentang sejarah, arti kehidupan, mati, Tuhan, benar atau salah, keindahan atau kejelekan dan sebagainya.
1)      Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara tidak kritis. Definisi tersebut menunjukkan arti sebagai informal.
2)      Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan yang sikap yangsangat kita junjung tinggi. Ini adalah arti yang formal.
3)      Filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan.
4)      Filsafat adalah sebagai analisa logis dari bahasa serta penjelasan tentang arti kata dan konsep.
5)      Filsafat adalah sekumpulan problema-problema yang langsung yang mendapat perhatian dari manusia dan yang dicarikan jawabannya oleh ahli-ahli filsafat.

Dari beberapa definisi tadi bahwasanya semua jawaban yang ada difilsafat tadi hanyalah buah pemikiran dari ahli filsafat saja secara rasio. Banyak orang termenung pada suatu waktu. Kadang-kadang karena adakejadian yang membingungkan dan kadang-kadang hanya karena ingin tahu, dan berfikir sungguh-sungguh tentang soal-soal yang pokok. Apakah kehidupan itu, dan mengapa aku berada disini? Mengapa ada sesuatu? Apakah kedudukan kehidupan dalam alam yang besar ini? Apakah alam itu bersahabat atau bermusuhan? Apakah yang terjadi itu telah terjadi secara kebetulan? atau karena mekanisme, atau karena ada rencana, ataukah ada maksud dan fikiran didalam benda. Semua soal tadi adalah falsafi, usaha untuk mendapatkan jawaban atau pemecahan terhadapnya telah menimbulkan teori-teori dan system pemikiran seperti idealism, realism, pragmatisme.
Oleh karena itu filsafat dimulai oleh rasa heran, bertanya dan memikir tentang asumsi-asumsi kita yang fundamental (mendasar), maka kita perlukan untuk meneliti bagaimana filsafat itu menjawabnya.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian tentang Tuhan, Manusia, dan Alam
2.      Bagaimanakah Relasi antara Tuhan, alam dan manusia
3.      Ciri-ciri berfikir dalam filsafat
4.      Sarana berfikir ilmiah

C.    Tujuan Penulisan
1.      Untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Filsafat Ilmu Pendidikan
2.      Mengetahui dan memahami relasi antara Tuhan, Alam, dan Manusia dalam perspektif filsafat.

 BAB II
PEMBAHASAN


A.    Pengertian tentang Tuhan, Manusia dan Alam
a)      Tuhan
Tuhan berada di luar jangkauan pikiran dan akal. Seluruh alam semesta yang tak terhingga terbentang di hadapan mata kita. Tetapi di balik semuanya itu terdapat kekuatan Maha Gaib yang mendalangi semua ‘permainan’. Bahkan orang-orang yang tidak percaya kepada kebenaran agama mereka tidak menyangkal bahwa kekuatan Yang Maha Gaib itu memang ada. Tuhan tidak dapat dibatasi waktu, Ia luhur dan mandiri. Seluruh ciptaan-Nya mentaati perintah-Nya. Namun Ia bukanlah pelaku-Nya. Ia tak berbentuk, Ia maha ada dan memelihara segala sesuatu. Ia pencipta, tak bergerak, Maha Kuasa, Abadi, Penebus Dosa, Tak Terpahamkan, Tak Terjangkaukan, Tanpa Awal, Kekal dan Ia adalah Kesadaran murni. Ia Tak terkalahkan dan Gudang pengetahuan, Swadaya, Ia lautan kenikmatan dan Ia Maha Ada.

Pemikiran filsafat mencakup ruang lingkup yang berskala makro yaitu: kosmologi, ontology, philosophy of mind, epistimologi, dan aksiologi. Untuk melihat bagaimana sesungguhnya manusia dalam pandangan filsafat pendidikan, maka setidaknya karena manusia merupakan bagian dari alam semesta (kosmos). Berangkat dari situ dapat kita ketahui bahwa manusia adalah ciptaan Allah yang pada hakekatnya sebagai abdi penciptanya (ontology). Agar bisa menempatkan dirinya sebagai pengabdi yang setia, maka manusia diberi anugerah berbagai potensi baik jasmani, rohani, dan ruh (philosophy of mind). Sedangkan pertumbuhan serta perkembangan manusia dalam hal memperoleh pengetahuan itu berlajan secara berjenjang dan bertahap (proses) melalui pengembangan potensinya, pengalaman dengan lingkungan serta bimbingan, didikan dari Tuhan (epistimologi), oleh karena itu hubungan antara alam lingkungan, manusia, semua makhluk ciptaan Allah dan hubungan dengan Allah sebagai pencipta seluruh alam raya itu harus berjalan bersama dan tidak bisa dipisahkan. Adapun manusia sebagai makhluk dalam usaha meningkatkan kualitas sumber daya insaninya itu, manusia diikat oleh nilai-nilai illahi (aksiologi), sehingga manusia merupakan makhluk alternatif (dapat memilih), tetapi ditawarkan padanya pilihan yang terbaik yakni nilai illahiyat. Dari sini dapat kita simpulkan bahwa manusia itu makhluk alternatif (bebas) tetapi sekaligus terikat (tidak bebas nilai).

b)     Manusia
Manusia adalah subyek pendidikan,  sekaligus juga obyek pendidikan. manusia dewasa yang berkebudayaan  adalah subyek pendidikan yang berarti  bertanggung jawab menyelenggareakan pendidikan. mereka berkewajiban secara moral atas perkembangan pribadi anak-anak mereka, yang notabene adalah generasi penerus mereka.  manusia dewasa yang berkebudayaaan terutama yang berprofesi keguruan (pendidikan) bertanggung jawab secara formal untuk melaksanakan misi pendidikan sesuai dengan tujuan dan nilai-nilai yang dikehendaki masyarakan bengsa itu.

Manusia yang belum dewasa, dalam proses perkembangan kepribadiannya, baik menuju pembudayaan maupun proses kematangan dan intregitas, adalah obyek pendidikan. Artinya mereka adalah sasaran  atau bahan yang dibina. Meskipun kita sadari bahwa perkembangan kepribadian adalah self development melalui self actifities, jadi sebagai subjek yang sadar mengembangkan diri sendiri.

c)      Alam
Alam semesta adalah media pendidikan sekaligus sebagai sarana yang digunakan oleh menusia untuk melangsungkan proses pendidikan. Didalam alam semesta ini manusia tidak dapat hidup dan “mandiri” dengan sesungguhnya. Karena antara  manusia dan alam semesta saling membutuhkan dan saling melengkapi antara satu dengan yang lainnya. Dimana alam semesta ini butuh manusia untuk merawat dan memeliharanya sedangkan manusia butuh alam semesta sebagai sarana berinteraksi dengan manusia lainnya.

Pada umumnya ada tiga macam konsepsi tentang alam semesta atau identifikasi tentang alam semesta, yaitu :
1)      Ilmu pengetahuan yang didasarkan pada dua hal yaitu teori dan eksperimen.
2)      Filsafat yang didasarkan pada prinsip yang jelas dan tidak dapat disangkal lagi oleh akal dan bersifat umum dan konpherensif.
3)      Agama yang didasarkan pada pemikiran dan hujjah.

Dengan demikian konsepsi mengenai alam semesta bersifat rasional dan filosofis. Selain konsepsi filosofis yaitu abadi dan komprehensif, konsepsi religius tentang alam semesta tak seperti konsepsi ilmiah dan filosofis murni, memiliki satu nilai lagi, yaitu menyucikan prinsip-prinsip konsepsi alam semesta.

Alam berarti  dunia, alam semesta, kerajaan, jadi jika dianalisia alam merupakan yang sesungguhnya atau alam yang nyata. Dengan kata lain alam semesta adalah tempat bernaung makhluk-mahkluk Tuhan. Maka alam semeta ini diciptakan oleh Tuhan Untuk kepentingan manusia dan untuk di pelajari manusia dan semoga dapat menjalankan fungsi dan kedudukannya sebagai manusia di muka bumi ini

Proses pendidikan yang berlangsung didalam antar aksi yang pluralistis (antara subjek dengan lingkungan alamiah, sosial dan cultural) amat ditentukan oleh aspek manusianya. Sebab kedudukan manusia sebagai subyek didalam masyarakat, bahkan didalam alam semesta, memberikan konsekuensi tanggung jawab yang besar bagi diri manusia. Manusia mengembang amanat untuk membimbing masyarakat, memelihara alam lingkungan hidup bersama. bahkan manusia terutama bertanggung jawab atas martabat kemanusiaannya (human dignity).

Sejarah usaha manusia untuk mengerti dirinya sendiri, kepribadian manusia, sudah ada sejak ilmu pengetahuan itu ada. Ilmu jiwa (Psikologi) yang mula-mula sebaga ilmu jiwa metafisika adalah salah satu usaha tersebut. Makin mendalam manusia menyelidiki kepribadiannya, makin banyak problemanya yang timbul serta makin banyak rahasia yang minta jawaban. Karena manusia adalah mahluk yang unik dan penuh misteri dan rahasia.

Manusia sebagai subyek dihadapkan kepada fenomena baru dalam kesadarannya, yakni menghadapi problem yang jauh lebih sulit dari pada problem-problem sebelumnya. manusia mulai bertanya, siapakah atau apakah aku ini sebenarnya. Manusia sebagai subyek menjadikan dirinya sendiri (pribadi dan keutuhan) sebagai obyek yang menuntut pengertian, pengetahuan atau pemahaman. “Kenalilah dirimu” adalah kata-kata klasik yang tetap mengandung makna yang  ideal, khususnya amat bersifat pedagogis disamping bernilai filosofis. Sedemikian jauh manusia masih belum yakin bahwa ia telah mengenali dirinya sendiri. Bahkan makin dalam ia menyelami dan memahami kepribadiannya, makin sukar ia mengerti identitasnya. Apa yang ia mengerti tentang kepribadiannya makin  ia sadari sebagai suatu asumsi yang amat “dangkal’ dan relatif, bahkan juga amat subjektif.

Untuk mengerti dan mengenali diri sendiri manusia dengan jujur mengakui kesukaran-kesukarannya, apa yang ia akui sebagai pengertian hanyalah suatu kesimpulan yang masih kabur dan belum representatif. Dari kenyataan ini manusia berkesimpulan pula bahwa  jauh lebih amat sulit untuk mengerti dan memahami kepribadian orang lain.

Perwujudan kepribadian seseorang nampak dalam keseluruhan pribadi manusia dalam antar hubungan dan antar aksinya dengan lingkungan hidupnya. Penafsiran kita tentang tingkah laku belum menjamin pengertian kita tentang kepribadian manusia. Karena itu, realita demikian amat jauh dari sempurnaan. Tetapi usaha untuk mengerti dan memahami manusia ini jauh lebih baik daripada pengertian dan kesimpulan- kesimpulan yang kita miliki tentang manusia. Apa yang kita simpulkan sebagai pengertian itu lebih bersifat statis, sedangkan usaha untuk mengerti manusia secara aktif dan terus-menerus didalam antar hubungan dan antar  aksi sesama itu bersifat dinamis. Asas dinamis ini merupakan essensi watak manusia, yang terus berkembang, bertumbuh dan menuju integritas kepribadiannya.  Demikian pula kita tentang seseorang, tentang kepribadiannya selalu berkembang. itulah sebabnya dikatakan “Tak kenal maka tak cinta”. Bahkan “Cinta itu tumbuh dari sebuah pengenalan”.  Artinya makin kita mengenalnya, makin kita memahami kepribadiannya yang positif makin pula kita mencintainya. Implikasi pandangan ini adalah jagan tergesa-gesa menjauhi atau membenci seseorang, karena kita belum mengenal seorang itu. Bahkan sesungguhnya, adalah kewajiban kita  untuk mengerti tingkah laku, kepribadian seseorang didalam antar hubungan dan antar aksi sosial. Dan sesuai dengan asas –asas nilai demokrasi kita wajib menghormati martabat pribadi orang lain. Prinsip self respect, menghormati pribadi orang lain merupakan pangkal untuk mengormati diri sendniri. Artinya usaha untuk dihormati, hormati lebih dahulu orang lain
     




B.     Relasi Antara Manusia, Alam, dan Tuhan Dalam Perspektif Filsafat
1.      Tuhan dan manusia
Relasi yang kompleks secara konseptual dapat dianalisis berdasarkan empat bentuk utama relasi antara Tuhan dan manusia, antara lain:
a)      Relasi ontologis yaitu antara Tuhan sebagai sumber eksistensi manusia yang utama dan manusia sebagai representasi dunia wujud eksistensi nya berasal dari Tuhan atau dengan kata lain hubungan Pencipra dengan makhluk.
b)      Relasi komunikatif yaitu Tuhan dan manusia dibawa ke dalam korelasi yang sangat dekat satu sama lain dan melalui komunikasi timbal balik.
c)      Relasi Tuan-hamba, relasi ini melibatkan Tuhan sebagai di pihak Tuhan sebagai Tuan (Rabb), semua konsep yang berhubungan dengan keagunganNya, sedangkan manusia sebagai hamba yang patuh.
d)     Relasi etik, relasi ini didasarkan pada perbedaan dasar antara dua aspek yang berbeda yang dapat dibedakan dengan konsep tentang Tuhan itu sendiri dan manusia sendiri.

2.      Manusia dan alam
Hubungan manusia dengan alam mengandung beberapa aspek, antara lain manusia tidak lepas dari interaksinya bersama sesama manusia juga dengan hewan, tumbuhan, lingkungan/alam.

Pada kenyataannya saat ini manusia sudah tidak lagi memperhatikan keseimbangan alam dalam pengeksploitasiannya. Saat ini manusia sudah dikuasai nafsu untuk meraup keuntungan sebanyak-banyaknya sehingga dalam memanfaatkan alam tak lagi memperdulikan dampak buruk terhadap keimbangan ekosistem alam di bumi ini. Hutan-hutan yang dulu lebat kini sudah gundul karena pohonnya habis ditebangi untuk berbagai macam keperluan industri. Ditambah lagi mayoritas kegiatan penebangan pohon tidak diikuti dengan kegiatan menanam pohon dengan persentase minimal setara dengan banyak pohon yang ditebang. Hal ini sungguh berakibat fatal, karena dengan demikian fungsi hutan sebagai penahan air, penyaring udara dan habitat bagi berbagai macam ekosistem flora dan fauna bisa musnah. Bila hal itu terjadi, maka jelaslah hanya dampak buruk yang akan kita terima sebagai konsekuensinya. Contohnya saja banjir bandang, tanah longsor dan yang paling parah ialah pemanasan global yang sekarang sedang terjadi. Dan ketika musibah itu terjadi, maka kita secara refleks akan berdo’a kepada Allah dengan hati yang ikhlas dan semata-mata karena Allah karena berharap kita segera diselamatkan dari musibah itu.

C.    Ciri-Ciri Berpikir Dalam Filsafat
Dalam memahami suatu permasalahan, ada perbedaan tentang karakteristik dalam berfikir antara filsafat dengan ilmu-ilmu lain. Mudhofir dalam Muntasyir dan Munir (2002: 4-5) mengatakan bahwa ciri-ciri berfikir kefilsafatan sebagai berikut :
1)      Radikal, artinya berpikir sampai ke akar-akarnya, hingga sampai pada hakikat atau substansi yang dipikirkan.
2)      Universal, artinya pemikiran filsafat menyangkut pengalaman umum manusia. Kekhususan berpikir kefilsafatan menurut Jespers terletak pada aspek keumumannya.
3)      Konseptual, artinya merupakan hasil generalisasi dan abstraksi pengalaman manusia. Misalnya : Apakah Kebebasan itu?
4)      Koheren atau konsisten (runtut). Koheren artinya sesuai dengan kaidah-kaidah berpikir logis. Konsisten artinya tidak mengandung kontradiksi.
5)      Sistematik, artinya pendapat yang merupakan uraian kefilsafatan itu harus saling berhubungan secara teratur dan terkandung adanya maksud atau tujuan tertentu.
6)      Komprehensif, artinya mencakup atau menyeluruh. Berpikir secara kefilsafatan merupakan usaha untuk menjelaskan alam semesta secara keseluruhan.
7)      Bebas, artinya sampai batas-batas yang luas, pemikiran filsafati boleh dikatakan merupakan hasil pemikiran yang bebas, yakni bebas dari prasangka-prasangka sosial, historis, kultural, bahkan relijius.
8)      Bertanggungjawab, artinya seseorang yang berfilsafat adalah orang-orang yang berpikir sekaligus bertanggungjawab terhadap hasil pemikirannya, paling tidak terhadap hati nuraninya sendiri.

D.    Sarana Berpikir Ilmiah
Untuk melakukan kegiatan ilmiah secara baik diperlukan sarana berpikir. Tersedianya sarana tersebut memungkinkan dilakukannya penelaahan ilmiah secara teratur dan cermat. Penguasaan sarana berpikir ilmiah ini merupakan suatu hal yang bersifat imperatif bagi seorang ilmuwan. Tanpa menguasai hal ini maka kegiatan ilmiah yang baik tak dapat dilakukan.

Sarana ilmiah pada dasarnya merupakan alat yang membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang harus ditempuhnya. Pada langkah tertentu biasanya diperlukan sarana yang tertentu pula. Oleh sebab itulah maka sebelum kita mempelajari sarana-sarana berpikir ilmiah ini seyogyanya kita telah menguasai langkah-langkah dalam kegiatan langkah tersebut. Dengan jalan ini maka kita akan sampai pada hakekat sarana yang sebenarnya sebab sarana merupakan alat yang membantu dalam mencapai suatu tujuan tertentu. Dengan kata lain, sarana ilmiah mempunyai fungsi-fungsi yang khas dalam kaitan kegiatan ilmiah secara menyeluruh.

Dalam proses pendidikan, sarana berpikir ilmiah ini merupakan bidang studi tersendiri. Dalam hal ini kita harus memperhatikan 2 hal, yaitu :
1)      Sarana ilmiah bukan merupakan kumpulan ilmu, dalam pengertian bahwa sarana ilmiah itu merupakan kumpulan pengetahuan yang didapatkan berdasarkan metode ilmiah. Seperti diketahui, salah satu diantara ciri-ciri ilmu umpamanya adalah penggunaan induksi dan deduksi dalam mendapatkan pengetahuan. Sarana berpikir ilmiah tidak mempergunakan cara ini dalam mendapatkan pengetahuannya.Secara lebih jelas dapat dikatakan bahwa ilmu mempunyai metode tersendiri dalam mendapatkan pengetahuaannya yang berbeda dengan sarana berpikir ilmiah.
2)      Tujuan mempelajari sarana berpikir ilmiah adalah untuk memungkinkan kita untuk menelaah ilmu secara baik. Sedangkan tujuan mempelajari ilmu dimaksudkan untuk mendapatkan pengetahuan yang memungkinkan kita untuk dapat memecahkan masalah kita sehari-hari. Dalam hal ini maka sarana berpikir ilmiah merupakan alat bagi cabang-cabang ilmu untuk mengembangkan materi pengetahuaannya berdasarkan metode ilmiah.

Jelaslah bahwa mengapa sarana berpikir ilmiah mempunyai metode tersendiri yang berbeda dengan metode ilmiah dalam mendapatkan pengetahuaannya sebab fungsi sarana berpikir ilmiah adalah membantu proses metode ilmiah dan bahkan merupakan ilmu tersendiri.

Untuk dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik maka diperlukan sarana yang berupa bahasa, logika, matematika, dan statistika. Bahasa merupakan alat komunikasi verbal yang dipakai dalam seluruh proses berpikir ilmiah dan untuk menyampaikan jalan pikiran tersebut kepada orang lain.

Dilihat dari pola berpikirnya maka ilmu merupakan gabungan antara berpikir deduktif dan induktif. Untuk itu maka penalaran ilmiah menyandarkan diri pada proses logika deduktif dan induktif. Matematika mempunyai peranan yang penting dalam berpikir deduktif ini sedangkan statistik mempunyai peranan penting dalam berpikir induktif.

Proses pengujian dalam kegiatan ilmiah mengharuskan kita menguasai metode penelitian ilmiah yang pada hakekatnya merupakan pengumpulan fakta untuk menolak atau menerima hipotesis yang diajukan. Kemampuan berpikir ilmiah yang baik harus didukung oleh penguasaan sarana berpikir ini dengan baik pula. Salah satu langkah ke arah penguasaan itu adalah mengetahui dengan benar peranan masing-masing sarana berpikir tersebut dalam keseluruhan proses berpikir ilmiah.
 

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
1.      Relasi yang kompleks secara konseptual dapat dianalisis berdasarkan empat bentuk utama relasi antara Tuhan dan manusia, antara lain: a). Relasi ontologism; b). Relasi komunikatif; c). Relasi Tuan-hamba; dan d). Relasi etik.
2.      Hubungan manusia dengan alam mengandung beberapa aspek, yaitu manusia tidak lepas dari interaksinya bersama sesama manusia juga dengan hewan, tumbuhan, lingkungan/alam.
3.      Dalam memahami suatu permasalahan, ada perbedaan tentang karakteristik dalam berfikir antara filsafat dengan ilmu-ilmu lain. Mudhofir dalam Muntasyir dan Munir (2002: 4-5) mengatakan bahwa ciri-ciri berfikir kefilsafatan diantaranya; 1). Radikal, 2). Universal, 3). Konseptual, 4). Koheren atau konsisten (runtut). 5). Koheren, 6). Sistematik, 7). Komprehensif, 8). Bebas, 9). Bertanggungjawab

B.     Saran
Bahwa  setelah menyimak dan membahas lebih jauh lagi terhadap makalah ini, kami menyadari bahwa Filsafat Ilmu itu sangat berperan sekali untuk mengatasi krisis kemanusiaan, maka mudah-mudahan kedepannya ilmu ini dapat di gunakan untuk kelangsungan kehidupan umat manusia yang lebih baik.
 
 

DAFTAR PUSTAKA






https://alfarirorong.wordpress.com/2013/07/01/filsafat-ilmu/


http://www.academia.edu/7121973/hubungan_manusia_dengan_alam