MAKALAH
MOTIVASI PENDIDIKAN DALAM AL-QUR’AN
Makalah ini
dibuat untuk memenuhi tugas Tafsir.
Dosen pengampu
:
Zaglul Fitrian Djalal.
Lc.M.A
Disusun oleh:
Moh. Amil (18201501020013)
Andia Rizka Maulina (18201501020008)
Ulfatur Rosyidah (18201501020049)
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB
JURUSAN
TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PAMEKASAN
TAHUN AJARAN 2015-2016
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wa.Wb
Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa.Karena berkat rahmat,
hidayahnya, kami telah mampu menyelesaikan sebuah makalah yang berjudul “MOTIVASI PENDIDIKAN”.Makalah ini disusun
untuk memenuhi salah satu tugas matakuliah tafsir.
Makalah
ini bukanlah karya yang sempurna karena masih memiliki kekurangan, baik dalam
hasil maupun sistematika dan teknik penulisannya.Oleh sebab itu, saya sangat
mengharap kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah
ini.Akhirnya, semoga makalah ini bisa memberi manfaat bagi kita semuanya.
Amin..
Wassalamualaikum Wa.Wb
Pamekasan, 27 april 2016
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I :
PENDAHULUAN
BAB II :
PEMBAHASAN
- Penafsiran Surah Al-Mujadalah: 11………………………………...5
- Penafsiran Surah Az-Zumar: 9……………………………………...8
- Penafsiran Surah Al-An’am : 50……………………………………9
- Penafsiran Surah Al-Isra’: 39………………………………………12
BAB III : PENUTUP
- Kesimpulan…………………………………………………………16
- Saran………………………………………………………………..16
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Menuntut
ilmu ialah sebagai aktivitas yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan
manusia, sebagai kewajiban setiap individu muslim-muslimat dalam memeperoleh
ilmu pengetahuan sehingga derajat kehidupannya meningkat.
Al
Qur’anulkarim sebagai suatu mukjizat yang terbesar bagi Nabi Muhammad Saw. Amat
dicintai oleh kaum muslimin, karena fashahah serta balaghahnya dan sebagai
sumber petunjuk kebhagian hidup didunia dan akhirat, karena kecintaannya kepada
Al Qur’an, dan untuk membuktikan kebenarannya banyak yang mengarang dan
menerjemahkan bermacam-bermacam buku ilmu pengetahuan.
Hal
ini sesuai dengan anjuran Al Qur’an, ayat yang mula-mula turun ialah yang
berhubungan dengan pengetahuan, yaitu QS. Al ‘Alaq :1-5, Dengan menulis dan
membaca akan menaikan derajat seseorang (menuntut ilmu). Isi kandungannya
antara lain, perintah membaca Al Qur’an, manusia dijadikan dari segumpal darah,
Allah menjadikan kalam sebagai alat mengembangkan pengetahuan, manusia
bertindak melampaui batas merasa dirinya serba cukup, ancaman Allah terhadap
orang-orang kafir yang menghalang-halangi kaum muslimin melaksanakan
perintah-Nya.
Dalam
kali pembahasan kali ini, akan mengutip motivasi pendidikan dalam al-qur’an.
BAB
II
PEMBAHASAN
- Penafsiran surah Al-Mujadalah Ayat 11
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي الْمَجَالِسِ
فَافْسَحُوا يَفْسَحِ اللهُ لَكُمْ وَإِذَا قِيلَ انْشُزُوا فَانْشُزُوا يَرْفَعِ
اللهُ الَّذِينَ آمَنُوْا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
وَاللهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ (11)
Artinya: Hai orang-orang yang beriman
apabila kamu dikatakan kepada kamu:”Berlapang-lapanglah dalam majlis”, Maka
lapanglah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila
dikatakan:”Berdirilah kamu”, Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan
orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu
pengetahuan beberapa derajat dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
- Mufradat Q.S al-mujadalah: 11
تفسحوا : Maksudnya adalah توسعوا yaitu saling meluaskan dan memperselisihkan.
يفسح : Maksudnya
Allah akn melapangkan rahmat dan rezeki bagi mereka.
فانشزوا : Maksudnya
saling merendahkan hati untuk mmberi kesempatan kepada setiap orang yang
datang.
يرفع الله الذين : Maksudnya Allah akan mengangkat derajat
mereka yang telah memuliakan dan memilki ilmu di akhirat pada tempat yang
khusus sesuai dengan kemuliaan dan ketinggian derajatnya.
- Asbabul nuzul
Di riwayatkan oleh Ibn Abi Hitam
dari Muqatil bin Hibban, ia mengatakan bahwa suatu hari yaitu hari jum’at ,
Rasulullah SAW berada di shuffah mengadakan pertemuan di tempat yang sempit, dengan
maksud menghormati pahlawan perang badar yang terjadi antara kaum muhajirin dan
anshar. Beberapa pahlawan perang badar ini terlambat
datang, diantaranya shabit dan qais, sehingga mereka berdiri diluar ruanggan.
Meraka mengucapkan salam “ Assalamu’alaikum ayyuhan nabi wabarokatu”,
lalu nabi menjawabnya. Mereka pun mengucapkan sama kepada orang-orang yang
terlebih dahulu datang, dan dijawab pula oleh mereka. Para pahlawan badar itu
tetep berdiri, menungu tempat yang disediakan bagi mereka tapi tidak ada yang
memperdulikanya.melihat kejadian tersebut rasulullah menjadi kecewa lalu
menyuruh kedapa orang-orang sekitarnya untuk birdiri. Diantar mereka ada yang
berdiri tetapi rasa keenganan nampak di wajah mereka.Maka orang-orang munafik
memberikan reaksi dengan maksud mencela nabi, sambil mengatakan “demi Allah,
Muhammad tidak adil, ada orang yang datang lebih dahulu datng dengan maksud
memproleh tempat duduk didekatnya, tetapi disuruh berdiri untuk di berikan
kepada orang yang datang terlambat datang”.Lalu turunlah ayat ini. [1]
- Munasabah Ayat
Menurut analisa
kami, munasabahnya terdapat pada ayat 7, 8, 9 yang mana disana dijelaskan
bagaiman etika dalam sebuah majelis itu.Pada ayat 7 8 9, ada hala-hal yang dilarang
dalam sebuah majelis, kemudia pada ayat 11, dijelaskan anjuran-anjuran yang
dilakukan selama dalam majelis.
- Penafsiran Ayat
Kata (تفسّحوا) tafassahu dan (افسحوا ) ifsahu terambil dari kata (فسح) fasaha, yakni lapang.Sedang
kata (انشزوا) unsyzu terambil dari kata (نشوز) nusyuz, yakni tempat yang
tinggi.Perintah tersebut pada mulanya berarti beralih ke tempat yang
tinggi. Yang dimaksud di sini pindah ke tempat lain untuk memberi
kesempatan kepada yang lebih wajar duduk atau berada di tempat yang wajar
pindah itu atau bangkit melakukan satu aktifitas positif. Ada juga yang
memahaminya berdirilah dari rumah Nabi, jangan lama-lama di sana, karena boleh
jadi ada kepentingan Nabi SAW yang lain dan yang perlu segera beliau hadapi.
Kata ( مجالس) majalis adalah bentuk jamak dari kata ( مجلس) majlis. Pada mulanya berarti tempat
duduk.Dalam konteks ayat ini adalah tempat Nabi Muhammad SAW.memberi
tuntunan agama ketika itu.Tetapi, yang dimaksud di sini adalah tempat
keberadaan secara mutlak, baik tempat duduk, tempat berdiri, atau bahkan
tempat berbaring. Karena, tujuan perintah atau tuntunan ayat ini adalah memberi
tempat yang wajar serta mengalah kepada orang-orang yang dihormati atau
yang lemah. Seorang tua non-muslim sekalipun jika Anda-wahai yang muda-duduk di
bus atau di kereta, sedang dia tidak mendapat tempat duduk, adalah wajar dan
beradab jika Anda berdiri untuk memberinya tempat duduk.
Ayat di atas
tidak menyebut secara tegas bahwa Allah akanmeninggikan derajat orang
berilmu.Tetapi, menegaskan bahwa mereka memiliki derejat-derajat, yakni yang
lebih tinggi daripada yang sekedar beriman.Tidak disebutnya kata meninggikan
itu sebagai isyarat bahwa sebenarnya ilmu yang dimilikinya itulah yang berperan
besar dalam ketinggian derajat yang diperolehnya, bukan akibat dari faktor di
luar ilmu itu.
Tentu saja,
yang dimaksud dengan ( الّذين اوتواالعلم)
alladzina utu al-‘ilm/ yang diberi pengetahuan adalah mereka yang
beriman dan menghiasi diri mereka dengan pengetahuan. Ini berati ayat di atas
membagi kaum beriman kepada dua kelompok besar, yang pertama sekadar beriman
dan beramal saleh dan yang kedua beriman dan beramal saleh serta memiliki pengetahuan.Derajat
kelompok yang kedua ini menjadi lebih tinggi, bukan saja karena nilai ilmu yang
disandangnya, tetapi juga amal dan pengajarannya kepada pihak lain, baik secara
lisan, atau tulisan, maupun dengan keteladanan. Ilmu yang di maksud oleh ayat
di atas bukan saja ilmu agama, tetapi ilmu apapun yang bermanfaat.
Kata ilmu
berasal dari bahasa Arab ‘Ilmu yang berarti pengetahuan, merupakan lawan
kata jahl yang berarti ketidaktahuan atau kebodohan. Sumber lain
mengatakan bahwa kata ‘ilmu adalah bentuk masdar dari ‘alima,
ya’lamu-‘ilman. Menurut Ibn Zakaria, pengarang buku Mu’jam Maqayis
al-Lughab bahwa kata ‘ilm mempunyai arti denotatif “bekas sesuatu
yang dengannya dapat dibedakan sesuatu dari yang lainnya”. Menurut Ibn Manzur
ilmu adalah antonim dari tidak tahu (naqid al-jahl), sedangkan menurut
al-Asfahani dan al-Anbari, ilmu adalah mengetahui hakikat sesuatu (indrak
al-sya’i bi haqq qatib). Kata ilmu biasa disepadankan dengan kata Arab
lainnya, yaitu ma’rifah (pengetahuan), fiqh (pemahaman), hikmah
(kebijaksanaan), dan syu’ur (perasaan). Ma’rifah adalah padanan
kata yang paling sering digunakan. [2]
- Nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam ayat
1.
Etika Dalam
Majlis
Etika dalam
majlis ini maksudnya adalah bahwasanya ketika berada dalam suatu majlis, hendaklah
kita memberikan kelapangan tempat duduk bagi yang baru datang.Dalam buku
pembelajaran Al-Quran Hadits dikatakan bahwasanya yang sempit itu bukanlah
tempatnya melainkan hatinya. Tabiat manusia yang mementingkan diri sendiri,
membuat enggan memberikan tempat kepada orang yang baru datang, jadi dalam hal
ini hati sangat berperan.
2.
Manfaat beriman
dan berilmu pengetahuan
Orang yang beriman dan berilmu
pengetahuan akan menunjukkan sikap yang arif dan bijaksana. Iman dan ilmu
tersebut akan membuat orang mantap dan agung. Tentu saja yang dimaksud dengan /
yang diberi pengetahuan.Ini berarti pada ayat tersebut membagi kaum beriman
kepada dua kelompok besar, yang pertama sekedar berimnan dan beramal saleh, dan
yang kedua beriman dan beramal saleh serta memiliki pengetahuan. Derajat
kelompok kedua ini menjadi lebih tinggi, bukan saja karena nilai ilmu yang
disandangnya, tetapi juga amal dan pengajatrannya kepada pihak lain baik secara
lisan, tulisan maupun dengan keteladanan.
3.
Contoh semangat
keilmuan
Adapun yang
dapat dijadikan sebagai contoh dari semangat keilmuan adalah
a.
Rasulullah itu
sendiri merupakan contoh teladan yang tidak mengenal lelah dalam mencari ilmu,
Beliau senantiasa membaca dan menimba ilmu dari alam rasa dan yang semuanya
bersumber dari Allah SWT.
b.
Apabila ada
suatu majlis maka bergabunglah karena pasti disana akan didapatkan suatu
pengetahuan baru yang akan emnambah wawasan dan referensi sehingga kita dapat
mengaplikasikan apa yang didapatkan. Seperti contoh sahabat Nabi yang pulang
dari medan perang. Beliau tetap bergabung dalam majlis ilmu yang dilaksanakan
oleh Nabi. Dalam dunia kita saat ini yaitu seringlah mengikuti kegiatan yang
dilaksanakan oleh pihak-pihak yang peduli dengan bidang-bidang keilmuan.
c.
Ikutilah jejak para tokoh-tokoh agamawan,
ilmuan, tokoh pemikir yang selalu berupaya untuk menciptakan iklim yang baru
sehingga saat ini kita dapat menikmatinya dan dimasa mendatang.
Dari ketiga
contoh diatas masih banyak lagi contoh-contoh yang lain yang dapat dijadikan
sebagai bahan referensi seperti kita yang saat ini tengah duduk diantara
teman-teman kita, ini juga merupakan contoh dari semangat keilmuan. Tentunya
menjadi renungkan sebuah hadits yang menyuruh kita untuk menuntut ilmu dari
buayian hingga keliang lahat.
- Penafsiran Surah Al-Zumar : 9
أمَّنْ هُوَ قَانِتٌ آنَاءَ اللَّيْلِ سَاجِدًا وَقَائِمًا يَحْذَرُ
الآخِرَةَ وَيَرْجُوا رَحْمَةَ رَبِّهِ قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ
وَالَّذِينَ لا يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الألْبَابِ (٩)
Artinya: (Apakahkamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat
di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab)
akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah, "Apakah sama orang-orang yang mengetahuidengan orang-orang yang tidak mengetahui?sebenarnya hanya orang yang berakal sehat yang dapat menerima
pelajaran.
a.
Mufradat Q.S az zumar ayat
قَٰانِتٌ= taat/beribadat يَسْتَوِى=
sama
ءَانَآء= di waktu ٱلَّذِينَ= orang-orang yang
ٱلَّيْلِ= malam يَعْلَمُون= mereka mengetahui
سَاجِدً= bersujud وَٱلَّذِينَ= dan orang-orang yang
وَقَآئِمًا= dan
berdiri لَا= tidak
يَحْذَرُ= ia takut يَعْلَمُونَ
=mereka mengetahui
ٱلأخِرَة= akhirat إِنَّمَا =sesungguhnya hanyalah
ويرجُوا۟= dan dia mengharapkan يَتَذَكَّرُ=
mengambil pelajaran
رَحْمَةَ = rahmat
أُو۟لُوا۟=
orang-orang yangmempunyai
رَبِّهِۦ = Tuhan nya ٱلْأَلْبَٰابِ = akal/pikiran
b.
Asbabul nuzul
Diriwayatkan oleh ibnu abi hatim
yang bersumber dari ibnu umar, bahwa yang dimaksud dengan امّن هو قانت (amman huwa qanitun) dalam ayat ini
ialah Ustman bin Affan yang selalu bangun malam sujud kepada Allah SWT.
Terdapat hadist dari anas ibn malik r.a berkata “Rasulullah SAW masuk
menjeguk seorang pemuda yang sedang menghadapi sakaratul maut dan beliau
berkata, “Bagaimanaa keadaanmu?” dia menjawab, “Demi Allah wahai Rasulullah
saw, sesungguhnya aku berharap kepada allah SWT namun aku juga takut terhadap
dosa-dosaku”. Kemudian Rasulullah saw bersabda.” Tidak akan berhimpun dua
perkara itu dalam hati serang hamba pada kondisi seperti ini, melainkan Allah
swt, pasti akan menganugerahkannya dari apa yang diharapkannya dan
menenangkannya dari apa yang ditakutinya. (H.R. tirmizi, nasa’i, dan ibnu
majah) [3]
c.
Munasabah
Pada ayat yang lalu, Allah menjelaskan tanda-tanda keesaan-Nya yang ada
dialam semesta dan pada diri manusia, diiringi dangan bukti-bukti kebathilan
pemuja-pemuja berhala. Pada ayat-ayat berikut ini, Allah menjelaskan bahwa Dia
tidak memerlukan apa pun dari para hamba-Nya. Dia tidak meridhoi kekafiran bagi para
hamba-Nya, tetapi para hamba Allah dituntut untuk
mempertanggungjawabkan amal perbuatan mereka pada hari perhitungan.
Ayat ini menerangkan
perbedaan antara orang kafir dengan orang yang selalu taat menjalankan ibadah
kepada Allah dan takut dengan siksa Akhirat yang selalu mengharapkan Rahmat
(surga).Tidak sama antara orang yang mempunyai ilmu pengetahuan dan mengEsakan
Allah, mentaati semua perintah menjauhi larangan-Nya, yaitu Abu Bakar dan
sahabatnya, dengan orang-orang yang tidak mempunyai ilmu pengetahuan yaitu Abu
Jahal dan sahabatnya.
Ayat di atas menunjukkan
keutamaan ilmu daripada harta, karena orang yang mempunyai ilmu mengetahui
kemanfaatan harta dan orang yang tidak berilmu tidak mengetahui kemanfaatan
ilmu.
d.
Penafsiran ayat
(Apakah orang) dibaca Amman امّن, dan dapat dibaca Aman (yang
beribadah) yang berdiri melakukan amal ketaatan, yakni salat (di waktu-waktu
malam) di saat-saat malam hari (dengan sujud dan berdiri) dalam salat
(sedangkan ia takut kepada hari akhirat) yakni takut akan azab pada hari itu
(dan mengharapkan rahmat) yakni surga (Rabbnya) apakah dia sama dengan orang
yang durhaka karena melakukan kekafiran atau perbuatan-perbuatan dosa lainnya.
Menurut qiraat yang lain lafal Amman dibaca Am Man secara terpisah, dengan
demikian berarti lafal Am bermakna Bal atau Hamzah Istifham (Katakanlah,
"Adakah sama orang-orang yong mengetahui dengan orang-orang yong tidak
mengetahui?") tentu saja tidak, perihalnya sama dengan perbedaan antara
orang yang alim dan orang yang jahil. (Sesungguhnya orang yang dapat menerima pelajaran)
artinya, man menerima nasihat (hanyalah orang-orang yang berakal) yakni
orang-orang yang mempunyai pikiran.
Kata يعلمون pada ayat
diatas, ada juga ulama yang memahaminya sebagai kata yang tidak memerlukan
objek. Maksudnya siapa yang memiliki pengetahuan-apapun pengetahuan-pasti tidak
sama dengan yang memilikinya. Yang dimaksud ilmu pengetahuan adalah pengetahuan
yang bermanfaat, yang menjadikan seseorang mengetahui hakikat sesuatu lalu
menyesuaikan diri dan amalnya dengan pengetahuannya itu.
Kata يتذكّر terambil dari kata ذكر yakni pelajaran/peringatan. Penambahan huruf ت pada kata yang digunakan ayat ini
mengisyaratkan banyaknya pelajaran yang dapat diperoleh oleh ulul albab. Ini
berati bahwa selain mereka pun dapat memperoleh pelajaran, tetapi tidak sebanyak
ulul albab. [4]
Di
akhir ayat Allah SWT menyatakan bahwa orang-orang yang berakallah yang dapat
mengambil pelajaran, baik pelajaran dari pengalaman hidupnya atau dari
tanda-tanda kebesaran Allah yang terdapat di langit dan di bumi serta isinya, juga
terdapat pada dirinya atau suri teladan dari kisah umat yang lalu.ﺍﻨﺎﺀﺍﻠﻴﻝ Ana’
bentuk jamak dari al-Inw atau al-an-yu atau al-ina.Artinya
pada saat diwaktu malam atau siang.Jadi kata ana al-lail artinya saat di
waktu malam apakah di permulaan, pertengahan atau di akhir malam. Orang yang
melakukan ibadah pada malam hari akan terjauh dari sifat ria, kegelapan malam
juga bisa membikin hati bisa konsentrasi kepada Allah.
1.
Perbandingan orang yang beruntung (selalu taat pada
Allah dan mengharapkan rahmat-Nya) dengan orang yang rugi (kafir).
e.
Nilai pendidikan yang terkandung dalam ayat
1. Tujuan akhir pendidikan
adalah mengubah sikap mental dan prilaku tertentu yang dalam konteks islam
adalah agar menjadi seorang muslim yang terbina seluruh potensi dirinya
sehingga dapat melaksanakan fungsinya sebagai kholifah dalam rangka beribadah
kepada Allah, namun dalam proses kearah tersebut diperlukan adanya upaya
pengajaran. Dengan kata lain, pengajaran adalah salah satu sarana untuk
mencapai tujuan pendidikan.
2. Bahwa dalam kegiatan
pengajaran tersebut seorang guru mau tidak mau harus mengajarkan ilmu
pengatahuan, karena dalam ilmu pengetahuan itulah akan dijumpai perbagai
informasi, teori, rumus, konsep-konsep dan sebagainya yang diperlukan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan. Dari proses
pengajaran yang demikian itu akan terciptalah pemahaman, penghayatan dan
pengamalan.
3. Bahwa melalui pendidikan diharapkan pula lahir
manusia yang kreatif, sanggup berfikirr sendiri, walaupun kesimplannya lain
dari yang lain, sanggup mengadakan penelitian, penemuan dan seterusnya. Sikap
yang demikian itu amat dianjurkan dalam al-qur’an.
4. Bahwa pelaksaan pendidikan harus
mempertimbangkan prinsip pengembangan ilmu pengetahuan sesuai dengan petunujuk
pendidikan yaitu pengembangan ilmu pengetahuan yang ditujukan bukan semata-mata
untuk pengembangan ilmu pengetahuan itu sendiri, melainkan untuk membawa
manusia semakin mampu menangap hikmah dibalik ilmu pengetahuan, yaitu rahasia
keagunguan Allah SWT. Dari keadaan demikian itu, maka ilmu pengetahuan tersebut
akan memperkokoh akidah, meningkatkan ibadah dan akhlak yang mulia.
5. Pengajaran berbagai ilmu pengetahuan dalam
proses pendidikan yang sesuai dengan ajaran al-qur’an, akan menjauhkan manusia
dari sikap takabbur, sekuler, dan ateistik, sebagaimana yang pada umumnya
dijumpai pada pengembangan ilmu pengetahuan di masyarakat Barat dan Eropa.
6. Pendidkan harus mampu mendorong
anak didik agar mencintai ilmu pengetahuan, yang terlihat dari terciptanya
semangat dan etos keilmuan yang tinggi; memelihara, menambah dan mengembangkan
ilmu pengetahuan yang dimilikinya; bersedia mengajarkan ilmu pengetahuan yang
dimilikinya itu untuk kepentingan dirinya, agama, bangsa dan negara. [6]
3.
Penafsiran Surat Al-An’am : 50
قُل لاَّ
أَقُولُ لَكُمْ عِندِي خَزَآئِنُ اللّهِ وَلا أَعْلَمُ الْغَيْبَ وَلا أَقُولُ
لَكُمْ إِنِّي مَلَكٌ إِنْ أَتَّبِعُ إِلاَّ مَا يُوحَى إِلَيَّ قُلْ هَلْ
يَسْتَوِي الأَعْمَى وَالْبَصِيرُ أَفَلاَ تَتَفَكَّرُونَ
Katakanlah: Aku tidak mengatakan kepadamu,
bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang
ghaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku seorang malaikat. Aku
tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku. Katakanlah: "Apakah
sama orang yang buta dengan yang melihat?" Maka apakah kamu tidak
memikirkan(nya)?".
a.
Mufradat Q.S al-an’am : 50
خزائن الله : perbendaharaan allah
ولا اعلم : dan aku tidak
mengetahui
الغيب : yang gaib
ملك : malaikat
ان اتّبع : aku hanya mengikuti
الاّ ما يوحى : apa yang diwahyukan
الاعمى : orang yang buta
والبصير : dan orang yang melihat
افلا تتفكّرون : apakah kamu tidak memikirkannya.
b.
Asbabul nuzul
Dalam beberapa riwayat sejarah disebutkan bahwa sebagian orang kaya
Musyrikin Mekah mengusulkan kepada Nabi Muhammad Saw, bahwa orang-orang
miskin seperti Amar bin Yasir dan Bilal, hendaknya dijauhkan
dari beliau agar orang-orang kaya ini bersedia menerima
Islam dan datang kepada Nabi. Sebagian Muslimin juga berkata kepada
Nabi Saw, kita terima saja usul mereka itu. Karena kekayaan mereka
itu akan menjadi penopang perekonomian muslimin yang lainnya.
Dalam keadaan seperti itu, turun ayat
yang berbicara kepada Nabi Saw, sebagai berikut, jangan sekali-kali
engkau menjauhkan mukminin yang sesungguhnya dari dirimu, karena yang demikian
itu adalah kezaliman yang besar.
c.
Penafsiran ayat
Para Rasul yang diutus adalah manusia biasa, mereka bertugas
menyampaikan agama Allah kepada umat mereka masing-masing. Berlainan dengan
Nabi Muhammad saw. beliau bertugas menyampaikan agama Allah kepada seluruh umat
manusia. Mereka memberi kabar gembira kepada orang orang yang mengikuti
seruannya dengan balasan pahala yang berlipat ganda dan Allah swt, memberi
peringatan dan ancaman kepada orang yang mengingkari risalah dengan balasan
azab yang besar.
Para Rasul itu bukanlah seperti para Rasul yang diinginkan oleh orang-orang kafir, yaitu orang-orang yang dapat melakukan keajaiban, mempunyai kemampuan di luar kemampuan manusia biasa, mempunyai ilmu yang melebihi ilmu manusia, ia bukan manusia tetapi seperti malaikat, atau mempunyai kekuasaan seperti kekuasaan Allah dan sebagainya.
Dalam ayat ini Allah swt.memerintahkan agar nabi Muhammad saw. menerangkan kepada orang-orang musyrik itu bahwa dia adalah rasul yang diutus Allah, ia adalah manusia biasa, padanya tidak ada perbendaharaan Allah, ia tidak mengetahui yang gaib dan ia bukan pula malaikat. Yang dimaksud dengan perbendaharaan ialah suatu tempat penyimpanan barang-barang atau uang terutama barang-barang berharga kepunyaan diri sendiri atau orang lain yang mengamanatkan kepada orang yang memegang perbendaharaan itu. Karena itu bendahara berkewajiban dan berkuasa memelihara simpanan itu, mencegah dan menghalang-halangi orang lain yang hendak mempergunakan atau merusak simpanan itu. Orang-orang kafir beranggapan bahwa Nabi Muhammad saw. jika ia benar-benar seorang rasul Allah tentu ia adalah bendahara Allah, karena itu mereka meminta agar Nabi Muhammad saw. memberi dan membagi-bagikan kepada mereka barang-barang yang berharga yang disimpan dalam perbendaharaan itu serta memanfaatkannya.
Para Rasul itu bukanlah seperti para Rasul yang diinginkan oleh orang-orang kafir, yaitu orang-orang yang dapat melakukan keajaiban, mempunyai kemampuan di luar kemampuan manusia biasa, mempunyai ilmu yang melebihi ilmu manusia, ia bukan manusia tetapi seperti malaikat, atau mempunyai kekuasaan seperti kekuasaan Allah dan sebagainya.
Dalam ayat ini Allah swt.memerintahkan agar nabi Muhammad saw. menerangkan kepada orang-orang musyrik itu bahwa dia adalah rasul yang diutus Allah, ia adalah manusia biasa, padanya tidak ada perbendaharaan Allah, ia tidak mengetahui yang gaib dan ia bukan pula malaikat. Yang dimaksud dengan perbendaharaan ialah suatu tempat penyimpanan barang-barang atau uang terutama barang-barang berharga kepunyaan diri sendiri atau orang lain yang mengamanatkan kepada orang yang memegang perbendaharaan itu. Karena itu bendahara berkewajiban dan berkuasa memelihara simpanan itu, mencegah dan menghalang-halangi orang lain yang hendak mempergunakan atau merusak simpanan itu. Orang-orang kafir beranggapan bahwa Nabi Muhammad saw. jika ia benar-benar seorang rasul Allah tentu ia adalah bendahara Allah, karena itu mereka meminta agar Nabi Muhammad saw. memberi dan membagi-bagikan kepada mereka barang-barang yang berharga yang disimpan dalam perbendaharaan itu serta memanfaatkannya.
(Katakanlah) kepada mereka ("Aku tidak mengatakan kepadamu,
bahwa perbendaharaan Allah ada padaku) yang di antaranya ialah rezeki yang
diberikan kepadanya (dan tidak) pula bahwa aku (mengetahui yang gaib) hal-hal
yang gaib dariku dan tidak diwahyukan kepadaku (dan tidak pula aku mengatakan
kepadamu bahwa aku seorang malaikat) di antara malaikat-malaikat
lainnya.(Tidaklah) tiada lain (aku hanya mengikut apa yang diwahyukan
kepadaku." Katakanlah, "Apakah sama orang yang buta) orang kafir
(dengan orang yang melihat?") orang yang beriman; tentu saja tidak. (Maka
apakah kamu tidak memikirkan).
Banyak orang yang menyangka bahwa ketika seseorang
menjadi nabi, maka seluruh perkara alam akan berada di tangannya,
dan dapat menyelesaikan segala urusan melalui jalan gaib. Apa saja yang ia
inginkan akan terlaksana, dan siapa pun yang menentangnya akan hancur binasa.
Karena itu lewat ayat ini, Nabi Muhammad Saw diperintahkan agar
menjelaskan kepada umat manusia, bahwa tugas seorang nabi adalah hal-hal lain
yang lebih peting. Seorang nabi bertugas menyeru umat manusia menuju kepada
Tuhan dan menyampaikan pesan-pesan Allah Swt. Seorang Nabi bukan peramal,
yang memberitakan masa lalu dan masa depan orang lain; bukan pula malaikat yang
tidak memiliki kebutuhan jasmani, seperti makan minum dan istri.
Berbagai mukjizat yang keluar dari seorang nabi pun,
tak lain adalah dalam kerangka kehendak dan izin Allah; bukan
terjadi dengan keinginan sekehendak hati manusia, dimana apa saja yang
diinginkan oleh seseorang maka nabi berkewajiban menunjukkan mukjizat.
Akhir ayat ini
meminta kepada umat manusia agar tidak bersandar kepada penglihatan dan
pendengaran saja, serta mengharap menyaksikan perbuatan-perbuatan ajaib dan
luar biasa.Hendaknya mereka juga mengerahkan daya pikir, dan menerima kebenaran
dengan pikiran. Karena tanpa pemahaman akal, maka seorang yang keras kepala,
tetap saja akan mengingkari segala sesuatu yang dilihatnya, dan keadaannya
tidak beada dengan orang yang buta dan tuli.
Sesungguhnya Ayat ini menolak segala
bentuk rasialisme, dan menganggapnya bertentangan dengan ajaran agama yang
menyeru kepada persaudaraan serta persatuan. Seseorang tidak memiliki kelebihan
daripada orang lain, dan tidak mungkin sekelompok orang diperlakukan secara
khusus karena kemampuan harta dan kekayaannya. Perhitungan bagi setiap orang
berada di tangan Allah Swt. Dan Allah berbuat sesuai dengan pengetahuan-Nya.Sedangkan
dasar pemberian pahala dan balasan adalah iman dan amal saleh, bukan
status ekonomi dan sosial.
Dari
ayat tadi terdapat empat poin pelajaran yang dapat dipetik:
1.
Mempertahankan manusia mukhlis dan
mujahid, sekalipun mereka miskin, lebih penting dari menarik investasi orang
kafir.
2.
Islam adalah ajaran yang
memberantas segala bentuk rasialisme dan diskriminasi.
3.
Perhitungan amal perbuatan setiap
orang hanya di tangan Allah, bahkan Nabi Saw pun tidak bertanggung
jawab terhadap perbuatan orang lain. Karena itu kita juga tidak berhak
menyatakan orang-orang itu masuk ke surga atau neraka.
4.
Doa dan munajat akan memiliki arti
besar jika dilakukan dengan niat mendekatkan diri kepada Allah serta mencari
keridhaan-Nya. Amal perbuatan semata-mata tidaklah cukup, tetapi motivasi amal
tersebut adalah hal yang penting.
d.
Munasabah Ayat
Ayat
sebelumnya yang mengatakan bahwa orang yang bisa melihat dengan orang
yang tidak bisa melihat tidaklah sama, dan menerima kebenaran diperlukan
pemikiran dan penelitian. Ayat ini mengatakan, meskipun Nabi Muhammad
Saw telah menyeru semua orang kepada kebenaran dan mengingatkan mereka
tentang akibat-akibat perbuatan buruk mereka, namun tidak semua orang menerima
dan memperhatikan seruan beliau hanya sejumlah orang yang
menerima peringatan, lalu jiwa mereka siap menerimanya, atau minimal mereka
menerima kemungkinan adanya perhitungan amal perbuatan, dimana setiap orang
harus bertanggung jawab atas semua perbuatannya.
Lanjutan
ayat ini mengatakan, satu-satunya sandaran manusia pada Hari Kiamat
adalah Allah Swt, dan tak seorangpun atau suatu apapun yang dapat
menyelamatkan manusia. Pandangan ini dapat menjadikan manusia bertakwa dan
menjauhkan diri dari perbuatan dosa.
e.
Nilai pendidikan yang terkandung dalam ayat
1.
Sikap para nabi terhadap masyarakat selalu berdasarkan
kejujuran. Jika mereka tidak memiliki kemampuan untuk melakukan sesuatu, maka
mereka akan mengatakan yang demikian itu kepada masyarakat.
2.
Memberantas kesewenang-wenangan dan khurafat merupakan salah satu
dari program-program para nabi.
3.
Adanya para pembimbing yang lembut
dan tabah, serta program pendidikan yang sesuai tidaklah cukup.
4.
Diperlukan juga adanya keseiapan
untuk menerima kebenaran di pihak manusia yang menjadi sasaran dakwah.
5.
Keyakinan kepada Hari Kebangkitan
dan adanya pengadilan di Hari Kiamat adalah faktor pendorong untuk
menerima takwa, dan menjadikan takwa sebagai pijakan dalam setiap amal
perbuatan.
4.
Penafsiran
Surat Al-Isra’ : 39
ذَلِكَ مِمَّا أَوْحَى اِلَيْكَ رَبُّكَ مِنَ
الْحِكْمَةِ وَلا تَجْعَلْ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ فَتُلْقَى فِي جَهَنَّمَ
مَلُومًا مَدْحُورًا ٣٩
Artinya: Itulah
sebagian hikmah yang diwahyukan Tuhan kepadamu (Muhammad) Dan janganlah engkau mengadakan
tuhan yang lain di samping Allah, nanti engkau dilemparkan ke dalam neraka
dalam keadaan tercela dan dijauhkan (dari rahmat Allah).
a.
Mufradat surat
al-isra’ ayat 39
ممّا
أوحى : sebagian yang diwahyukan
من
الحكمة :
yang berupa hikmah
ولاتجعل : dan janganlah engkau mengadakan
فتلقى: nanti engkau dilemparkan
في
جهنّم :
kedalam neraka
ملوماً : keadaan tercela
مدحورًا :
dan dijauhkan rahmat allah.
b.
Asbabul Nuzul
Pendapat para jumhur tersebut didasarkan pada dalil:
·
Riwayat Abdullah bin Mas’ud bahwa, “
seorang laki-laki mendapat ciuman dari seorang perempuan, lalu ia mendatangi
nabi saw, dan menceritakan persoalannya. Maka Allah menurunkan (fa
anzalallah-shihgah sharih) ayat, وأقم الصلاة
طرفى النهار وزلفا من الليل إن الحسنات يذهبن السيأت)
maka laki-laki itu berkata, “Wahai Rasulullah apakah itu untuk ku? Rasulullah
berkata, “untuk seluruh ummatku”.
·
Allah tidak menetapkan hukumNya berdasarkan
sebab nuzul ayat yang khusus, tapi bersifat umum.
c.
Penafsiran Ayat
Allah berfirman, demikian itulah yang Kami perintahkan kepadamu,
yakni berupa akhlak yang baik lagi terpuji.Dan Kami larang engkau dari berbagai
sifat tercela. Demikianlah sebagian dari apa yang Kami wahyukan kepadamu, hai
Muhammad, hendaklah engkau memerintahkan hal itu kepada umat manusia.
Walaa taj’al
ma’allaaHi ilaaHan aakhara fatulqaa fii jaHannama maluuman (“Dan janganlah kamu
mengadakan ilah yang lain di samping Allah, yang menyebabkan kamu dilemparkan
ke dalam neraka dalam keadaan tercela.”) Yakni dicela oleh dirimu sendiri dan
dicela oleh Allah dan makhluk secara keseluruhan.Madhuuran (“Lagi dijauhkan,”)
yakni dijauhkan dari segala macam kebaikan. Ibnu `Abbas dan Qatadah mengatakan:
“Yakni terusir.”
d.
Munasabah ayat
Korelasinya
terdapat dalam ayat sebelumnya yaitu ayat 36-39 diantaranya :
Dalam ayat
36 -37 yang artinya :Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu
ketahui. Karena pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, semua itu akan
diminta pertanggungjawabannya. Dan janganlah engkau berjalan di bumi ini dengan
sombong, karena sesungguhnya engkau tidak akan dapat menembus bumi dan tidak
akan mampu menjulang setinggi gunung.
Dijelaskan
bahwa haknya berbeda-beda tergantung keadaan, kedekatan, kebutuhan dan waktu.
Dari
keumuman maknanya dapat disimpulkan, larangan berbuat curang atau menipu
(ghisy) baik pada uang yang dibayarnya, barangnya maupun pada ‘akadnya, dan
perintah memiliki sifat nus-h (tulus) serta jujur dalam bermuamalah dengan
melakukan hal tersebut, maka seorang hamba akan selamat dari pertanggungjawaban
dan akan mendapatkan keberkahan dalam hartanya.Bahkan, perhatikan dahulu
keadaannya dan pikirkan dahulu akibatnya jika engkau hendak mengucapkan atau
melakukan sesuatu. Oleh karena itu, sepatutnya seorang hamba yang mengetahui
bahwa ucapan dan perbuatannya akan diminta pertanggungjawaban menyiapkan
jawaban untuknya. Hal itu tentunya dengan menggunakan anggota badannya untuk
beribadah kepada Allah, mengikhlaskan ibadah kepada-Nya dan menjaga dirinya
dari melakukan perbuatan yang dibenci Allah Subhaanahu wa Ta'aala.Dengan
menolak kebenaran dan merendahkan manusia. Bahkan karenanya engkau menjadi
seorang yang hina di sisi Allah dan di hadapan manusia dalam keadaan dimurkai
dan dibenci.Jika engkau tidak anggup menembus bumi sampai bagian paling bawah
dan menjulang setinggi gunung, maka mengapa engkau bersikap sombong?
Dalam ayat
38-39 yang artinya: .Semua itu kejahatannya sangat dibenci di sisi Tuhanmu.Itulah
sebagian hikmah yang diwahyukan Tuhan kepadamu (Muhammad). Dan janganlah engkau
mengadakan tuhan yang lain di samping Allah, nanti engkau dilemparkan ke dalam
neraka dalam keadaan tercela dan dijauhkan (dari rahmat Allah).
Maksudnya,
semua larangan yang tersebut pada ayat-ayat 22, 23, 26, 29, 31, 32, 33, 34, 36,
dan 37 surat ini.
Dalam ayat
39 dijelaskan bahwa hal yang diatas karena hikmah adalah perintah melakukan
perbuatan yang baik dan berakhlak mulia, serta larangan melakukan perbuatan
yang buruk dan berakhlak hina. Perintah dan larangan yang disebutkan termasuk
hikmah, di mana orang yang diberikannya sama saja telah diberikan kebaikan yang
banyak. Kemudian di akhir ayat, Allah SWT menutup lagi dengan larangan
beribadah kepada selain Allah karena begitu besarnya perkara ini yakni
memperoleh celaan dari Allah, malaikat, dan manusia.
e.
Nilai
pendidikan yang terkandung dalam ayat
Adapun beberapa isi atau kandungan yang dapat kita ambil dari Q.S
Al-Isra Ayat 39 ini ialah:
1.
Allah SWT telah mengajarkan kepada nabi Muhammad SAW sebagian
hikmah / tata krama (dalam pergaulan). Maka sepatutnyalah kita menerapkannya
dalam hidup dan kehidupan kita, sesuai dengan ajaran Allah SWT.
2.
Manusia dilarang menjadikan sesuatu apapun menjadi tuhannya,
melainkan hanya Allah lah Tuhan yang patut mereka sembah.
3.
Merugilah bagi mereka yang menyekutukan Allah, karena kelak Allah
akan mencampakkan mereka ke dalam neraka Jahannam (dalam keadaan) tercela serta
tak dirahmati.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari
ayat di atas , dapat diambil
beberapa pelajaran sebagai berikut;
1.
Dalam surat al-mujadalah ayat 11:
1.
Beretika baik terhadap semua orang khususnya dalam mengikuti majlis ilmu.
2.
Berbuat lapang kepada semua orang dalam suatu majlis.
3.
Allah akan meninggikan derajat orang- orang yang beriman dan orang- orang yangberilmu.
2.
Dalam surat az-zumar ayat 9:
1.
Perbandingan orang yang beruntung (selalu taat pada
Allah dan mengharapkan rahmat-Nya) dengan orang yang rugi (kafir).
2.
Tidak sama antara orang yang mempunyai ilmu pengetahuan
dengan orang bodoh.
3. Dalam surat al-an’am ayat 50:
1. Sikap
para nabi terhadap masyarakat selalu berdasarkan kejujuran. Jika mereka
tidak memiliki kemampuan untuk melakukan sesuatu, maka mereka akan mengatakan
yang demikian itu kepada masyarakat.
2. Memberantas
kesewenang-wenangan dan khurafat merupakan salah satu dari program-program
para nabi.
4.
Dalam surat al-isra’ ayat 39:
1.
Allah SWT telah mengajarkan kepada nabi Muhammad SAW sebagian
hikmah / tata krama (dalam pergaulan). Maka sepatutnyalah kita menerapkannya
dalam hidup dan kehidupan kita, sesuai dengan ajaran Allah SWT.
2.
Manusia dilarang menjadikan sesuatu apapun menjadi tuhannya,
melainkan hanya Allah lah Tuhan yang patut mereka sembah.
3.
Merugilah bagi mereka yang menyekutukan Allah, karena kelak Allah
akan mencampakkan mereka ke dalam neraka Jahannam (dalam keadaan) tercela serta
tak dirahmati.
- Saran
Kami
menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna dan
tidak menutup kemungkinan adanya kekurangan dan kesalahan di sana- sini.Karena
itu, kami mohon kritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan makalah kami.
DAFTAR PUSTAKA
Keputusan menteri agama & menteri p dan k. Al-qur’an
al-a’lim,tajuit dan terjemahan. Jakarta: pedoman transiterasi. 1997.
Jalaluddin As-Suyuti. Asbabul Nuzul. Beirut: Muassasu al-kutub
Al-tsaqafiyah. 2002
Volume 6
[1] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah (Jakarta:
Lentera Hati,2003), halm. 78
[2] Ibid., halm. 79-80
[3]Jalaluddin
As-Suyuti, Asbabul Nuzul ,(Beirut : Muassasu Al-Kutub Al-Tsaqafiqah,2002),
halm.320
[4] Ibid., halm. 196
[5] Ibid., halm. 197
[6] Abuddin Nata, Tafsir Ayat-ayat
Pendidikan (jakarta: Rajawali Pers,2012), halm. 169-170