Friday, 3 June 2016

contoh MAKALAH MOTIVASI PENDIDIKAN DALAM AL-QUR’AN-MAKALAH MOTIVASI PENDIDIKAN DALAM AL-QUR’AN




MAKALAH
MOTIVASI PENDIDIKAN DALAM AL-QUR’AN
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas Tafsir.
Dosen pengampu :
Zaglul Fitrian Djalal. Lc.M.A






Disusun oleh:
Moh. Amil (18201501020013)
Andia Rizka Maulina (18201501020008)
Ulfatur Rosyidah (18201501020049)



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PAMEKASAN
TAHUN AJARAN 2015-2016

KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wa.Wb
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa.Karena berkat rahmat, hidayahnya, kami telah mampu menyelesaikan sebuah makalah yang berjudul “MOTIVASI PENDIDIKAN”.Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas matakuliah tafsir.
Makalah ini bukanlah karya yang sempurna karena masih memiliki kekurangan, baik dalam hasil maupun sistematika dan teknik penulisannya.Oleh sebab itu, saya sangat mengharap kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.Akhirnya, semoga makalah ini bisa memberi manfaat bagi kita semuanya.
    Amin..
Wassalamualaikum Wa.Wb
                                                                                                  Pamekasan, 27 april 2016


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN
BAB II : PEMBAHASAN
  1. Penafsiran Surah Al-Mujadalah: 11………………………………...5
  2. Penafsiran Surah Az-Zumar: 9……………………………………...8
  3. Penafsiran Surah Al-An’am : 50……………………………………9
  4. Penafsiran Surah Al-Isra’: 39………………………………………12
BAB III : PENUTUP
  1. Kesimpulan…………………………………………………………16
  2. Saran………………………………………………………………..16
DAFTAR PUSTAKA


BAB I
PENDAHULUAN
Menuntut ilmu ialah sebagai aktivitas yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, sebagai kewajiban setiap individu muslim-muslimat dalam memeperoleh ilmu pengetahuan sehingga derajat kehidupannya meningkat.
Al Qur’anulkarim sebagai suatu mukjizat yang terbesar bagi Nabi Muhammad Saw. Amat dicintai oleh kaum muslimin, karena fashahah serta balaghahnya dan sebagai sumber petunjuk kebhagian hidup didunia dan akhirat, karena kecintaannya kepada Al Qur’an, dan untuk membuktikan kebenarannya banyak yang mengarang dan menerjemahkan bermacam-bermacam buku ilmu pengetahuan.
Hal ini sesuai dengan anjuran Al Qur’an, ayat yang mula-mula turun ialah yang berhubungan dengan pengetahuan, yaitu QS. Al ‘Alaq :1-5, Dengan menulis dan membaca akan menaikan derajat seseorang (menuntut ilmu). Isi kandungannya antara lain, perintah membaca Al Qur’an, manusia dijadikan dari segumpal darah, Allah menjadikan kalam sebagai alat mengembangkan pengetahuan, manusia bertindak melampaui batas merasa dirinya serba cukup, ancaman Allah terhadap orang-orang kafir yang menghalang-halangi kaum muslimin melaksanakan perintah-Nya.
Dalam kali pembahasan kali ini, akan mengutip motivasi pendidikan dalam al-qur’an.

















BAB II
PEMBAHASAN
  1. Penafsiran surah Al-Mujadalah Ayat 11
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوا يَفْسَحِ اللهُ لَكُمْ وَإِذَا قِيلَ انْشُزُوا فَانْشُزُوا يَرْفَعِ اللهُ الَّذِينَ آمَنُوْا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ (11)
    Artinya: Hai orang-orang yang beriman apabila kamu dikatakan kepada kamu:”Berlapang-lapanglah dalam majlis”, Maka lapanglah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan:”Berdirilah kamu”, Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
  1. Mufradat Q.S al-mujadalah: 11
تفسحوا  : Maksudnya adalah توسعوا  yaitu saling meluaskan dan memperselisihkan.
يفسح : Maksudnya Allah akn melapangkan rahmat dan rezeki bagi mereka.
فانشزوا : Maksudnya saling merendahkan hati untuk mmberi kesempatan kepada setiap orang yang datang.
يرفع الله الذين  : Maksudnya Allah akan mengangkat derajat mereka yang telah memuliakan dan memilki ilmu di akhirat pada tempat yang khusus sesuai dengan kemuliaan dan ketinggian derajatnya.
  1. Asbabul nuzul
    Di riwayatkan oleh Ibn Abi Hitam dari Muqatil bin Hibban, ia mengatakan bahwa suatu hari yaitu hari jum’at , Rasulullah SAW berada di shuffah mengadakan pertemuan di tempat yang sempit, dengan maksud menghormati pahlawan perang badar yang terjadi antara kaum muhajirin dan anshar. Beberapa pahlawan perang badar ini terlambat datang, diantaranya shabit dan qais, sehingga mereka berdiri diluar ruanggan. Meraka mengucapkan salam “ Assalamu’alaikum ayyuhan nabi wabarokatu”, lalu nabi menjawabnya. Mereka pun mengucapkan sama kepada orang-orang yang terlebih dahulu datang, dan dijawab pula oleh mereka. Para pahlawan badar itu tetep berdiri, menungu tempat yang disediakan bagi mereka tapi tidak ada yang memperdulikanya.melihat kejadian tersebut rasulullah menjadi kecewa lalu menyuruh kedapa orang-orang sekitarnya untuk birdiri. Diantar mereka ada yang berdiri tetapi rasa keenganan nampak di wajah mereka.Maka orang-orang munafik memberikan reaksi dengan maksud mencela nabi, sambil mengatakan “demi Allah, Muhammad tidak adil, ada orang yang datang lebih dahulu datng dengan maksud memproleh tempat duduk didekatnya, tetapi disuruh berdiri untuk di berikan kepada orang yang datang terlambat datang”.Lalu turunlah ayat ini. [1]
  1. Munasabah Ayat
Menurut analisa kami, munasabahnya terdapat pada ayat 7, 8, 9 yang mana disana dijelaskan bagaiman etika dalam sebuah majelis itu.Pada ayat 7 8 9, ada hala-hal yang dilarang dalam sebuah majelis, kemudia pada ayat 11, dijelaskan anjuran-anjuran yang dilakukan selama dalam majelis.
  1. Penafsiran Ayat
Kata (تفسّحوا) tafassahu dan (افسحوا ) ifsahu terambil dari kata (فسح) fasaha, yakni lapang.Sedang kata (انشزوا) unsyzu terambil dari kata (نشوز) nusyuz, yakni tempat yang tinggi.Perintah tersebut pada mulanya berarti beralih ke tempat yang tinggi. Yang dimaksud di sini pindah ke tempat lain untuk memberi kesempatan kepada yang lebih wajar duduk atau berada di tempat yang wajar pindah itu atau bangkit melakukan satu aktifitas positif. Ada juga yang memahaminya berdirilah dari rumah Nabi, jangan lama-lama di sana, karena boleh jadi ada kepentingan Nabi SAW yang lain dan yang perlu segera beliau hadapi.
Kata ( مجالس) majalis adalah bentuk jamak dari kata ( مجلس) majlis. Pada mulanya berarti tempat duduk.Dalam konteks ayat ini adalah tempat Nabi Muhammad SAW.memberi tuntunan agama ketika itu.Tetapi, yang dimaksud di sini adalah tempat keberadaan secara mutlak, baik tempat duduk, tempat berdiri, atau bahkan tempat berbaring. Karena, tujuan perintah atau tuntunan ayat ini adalah memberi tempat yang wajar serta mengalah kepada orang-orang yang dihormati atau  yang lemah. Seorang tua non-muslim sekalipun jika Anda-wahai yang muda-duduk di bus atau di kereta, sedang dia tidak mendapat tempat duduk, adalah wajar dan beradab jika Anda berdiri untuk memberinya tempat duduk.
Ayat di atas tidak menyebut secara tegas bahwa Allah akanmeninggikan derajat orang berilmu.Tetapi, menegaskan bahwa mereka memiliki derejat-derajat, yakni yang lebih tinggi daripada yang sekedar beriman.Tidak disebutnya kata meninggikan itu sebagai isyarat bahwa sebenarnya ilmu yang dimilikinya itulah yang berperan besar dalam ketinggian derajat yang diperolehnya, bukan akibat dari faktor di luar ilmu itu.
Tentu saja, yang dimaksud dengan ( الّذين اوتواالعلم) alladzina utu al-‘ilm/ yang diberi pengetahuan adalah mereka yang beriman dan menghiasi diri mereka dengan pengetahuan. Ini berati ayat di atas membagi kaum beriman kepada dua kelompok besar, yang pertama sekadar beriman dan beramal saleh dan yang kedua beriman dan beramal saleh serta memiliki pengetahuan.Derajat kelompok yang kedua ini menjadi lebih tinggi, bukan saja karena nilai ilmu yang disandangnya, tetapi juga amal dan pengajarannya kepada pihak lain, baik secara lisan, atau tulisan, maupun dengan keteladanan. Ilmu yang di maksud oleh ayat di atas bukan saja ilmu agama, tetapi ilmu apapun yang bermanfaat.
Kata ilmu berasal dari bahasa Arab ‘Ilmu yang berarti pengetahuan, merupakan lawan kata jahl yang berarti ketidaktahuan atau kebodohan. Sumber lain mengatakan bahwa kata ‘ilmu adalah bentuk masdar dari ‘alima, ya’lamu-‘ilman. Menurut Ibn Zakaria, pengarang buku Mu’jam Maqayis al-Lughab bahwa kata ‘ilm mempunyai arti denotatif “bekas sesuatu yang dengannya dapat dibedakan sesuatu dari yang lainnya”. Menurut Ibn Manzur ilmu adalah antonim dari tidak tahu (naqid al-jahl), sedangkan menurut al-Asfahani dan al-Anbari, ilmu adalah mengetahui hakikat sesuatu (indrak al-sya’i bi haqq qatib). Kata ilmu biasa disepadankan dengan kata Arab lainnya, yaitu ma’rifah (pengetahuan), fiqh (pemahaman), hikmah (kebijaksanaan), dan syu’ur (perasaan). Ma’rifah adalah padanan kata yang paling sering digunakan. [2]
  1. Nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam ayat
1.      Etika Dalam Majlis
Etika dalam majlis ini maksudnya adalah bahwasanya ketika berada dalam suatu majlis, hendaklah kita memberikan kelapangan tempat duduk bagi yang baru datang.Dalam buku pembelajaran Al-Quran Hadits dikatakan bahwasanya yang sempit itu bukanlah tempatnya melainkan hatinya. Tabiat manusia yang mementingkan diri sendiri, membuat enggan memberikan tempat kepada orang yang baru datang, jadi dalam hal ini hati sangat berperan.
2.      Manfaat beriman dan berilmu pengetahuan
      Orang yang beriman dan berilmu pengetahuan akan menunjukkan sikap yang arif dan bijaksana. Iman dan ilmu tersebut akan membuat orang mantap dan agung. Tentu saja yang dimaksud dengan / yang diberi pengetahuan.Ini berarti pada ayat tersebut membagi kaum beriman kepada dua kelompok besar, yang pertama sekedar berimnan dan beramal saleh, dan yang kedua beriman dan beramal saleh serta memiliki pengetahuan. Derajat kelompok kedua ini menjadi lebih tinggi, bukan saja karena nilai ilmu yang disandangnya, tetapi juga amal dan pengajatrannya kepada pihak lain baik secara lisan, tulisan maupun dengan keteladanan.
3.      Contoh semangat keilmuan
Adapun yang dapat dijadikan sebagai contoh dari semangat keilmuan adalah
a.       Rasulullah itu sendiri merupakan contoh teladan yang tidak mengenal lelah dalam mencari ilmu, Beliau senantiasa membaca dan menimba ilmu dari alam rasa dan yang semuanya bersumber dari Allah SWT.
b.      Apabila ada suatu majlis maka bergabunglah karena pasti disana akan didapatkan suatu pengetahuan baru yang akan emnambah wawasan dan referensi sehingga kita dapat mengaplikasikan apa yang didapatkan. Seperti contoh sahabat Nabi yang pulang dari medan perang. Beliau tetap bergabung dalam majlis ilmu yang dilaksanakan oleh Nabi. Dalam dunia kita saat ini yaitu seringlah mengikuti kegiatan yang dilaksanakan oleh pihak-pihak yang peduli dengan bidang-bidang keilmuan.
c.        Ikutilah jejak para tokoh-tokoh agamawan, ilmuan, tokoh pemikir yang selalu berupaya untuk menciptakan iklim yang baru sehingga saat ini kita dapat menikmatinya dan dimasa mendatang.
Dari ketiga contoh diatas masih banyak lagi contoh-contoh yang lain yang dapat dijadikan sebagai bahan referensi seperti kita yang saat ini tengah duduk diantara teman-teman kita, ini juga merupakan contoh dari semangat keilmuan. Tentunya menjadi renungkan sebuah hadits yang menyuruh kita untuk menuntut ilmu dari buayian hingga keliang lahat.

  1. Penafsiran Surah Al-Zumar : 9
أمَّنْ هُوَ قَانِتٌ آنَاءَ اللَّيْلِ سَاجِدًا وَقَائِمًا يَحْذَرُ الآخِرَةَ وَيَرْجُوا رَحْمَةَ رَبِّهِ قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لا يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الألْبَابِ (٩)
Artinya:  (Apakahkamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah, "Apakah sama orang-orang yang mengetahuidengan orang-orang yang tidak mengetahui?sebenarnya hanya orang yang berakal sehat yang dapat menerima pelajaran.
a.      Mufradat Q.S az zumar ayat
قَٰانِتٌ= taat/beribadat                                  يَسْتَوِى= sama
ءَانَآء= di waktu                              ٱلَّذِينَ= orang-orang yang
ٱلَّيْلِ= malam                                   يَعْلَمُون= mereka mengetahui
سَاجِدً= bersujud                              وَٱلَّذِينَ= dan orang-orang yang
وَقَآئِمًا= dan berdiri                                     لَا= tidak
يَحْذَرُ= ia takut                                يَعْلَمُونَ =mereka mengetahui
ٱلأخِرَة= akhirat                               إِنَّمَا =sesungguhnya hanyalah
ويرجُوا۟= dan dia mengharapkan     يَتَذَكَّرُ= mengambil pelajaran
رَحْمَةَ = rahmat                               أُو۟لُوا۟= orang-orang yangmempunyai
رَبِّهِۦ = Tuhan nya                            ٱلْأَلْبَٰابِ = akal/pikiran
b.      Asbabul nuzul
 Diriwayatkan oleh ibnu abi hatim yang bersumber dari ibnu umar, bahwa yang dimaksud dengan  امّن هو قانت (amman huwa qanitun) dalam ayat ini ialah Ustman bin Affan yang selalu bangun malam sujud kepada Allah SWT.
Terdapat hadist dari anas ibn malik r.a berkata “Rasulullah SAW masuk menjeguk seorang pemuda yang sedang menghadapi sakaratul maut dan beliau berkata, “Bagaimanaa keadaanmu?” dia menjawab, “Demi Allah wahai Rasulullah saw, sesungguhnya aku berharap kepada allah SWT namun aku juga takut terhadap dosa-dosaku”. Kemudian Rasulullah saw bersabda.” Tidak akan berhimpun dua perkara itu dalam hati serang hamba pada kondisi seperti ini, melainkan Allah swt, pasti akan menganugerahkannya dari apa yang diharapkannya dan menenangkannya dari apa yang ditakutinya. (H.R. tirmizi, nasa’i, dan ibnu majah) [3]

c.       Munasabah
   Pada ayat yang lalu, Allah menjelaskan tanda-tanda keesaan-Nya yang ada dialam semesta dan pada diri manusia, diiringi dangan bukti-bukti kebathilan pemuja-pemuja berhala. Pada ayat-ayat berikut ini, Allah menjelaskan bahwa Dia tidak memerlukan apa pun dari para hamba-Nya. Dia tidak meridhoi kekafiran bagi para hamba-Nya, tetapi para hamba Allah dituntut untuk mempertanggungjawabkan amal perbuatan mereka pada hari perhitungan.
   Ayat ini menerangkan perbedaan antara orang kafir dengan orang yang selalu taat menjalankan ibadah kepada Allah dan takut dengan siksa Akhirat yang selalu mengharapkan Rahmat (surga).Tidak sama antara orang yang mempunyai ilmu pengetahuan dan mengEsakan Allah, mentaati semua perintah menjauhi larangan-Nya, yaitu Abu Bakar dan sahabatnya, dengan orang-orang yang tidak mempunyai ilmu pengetahuan yaitu Abu Jahal dan sahabatnya.
   Ayat di atas menunjukkan keutamaan ilmu daripada harta, karena orang yang mempunyai ilmu mengetahui kemanfaatan harta dan orang yang tidak berilmu tidak mengetahui kemanfaatan ilmu.
d.      Penafsiran ayat
(Apakah orang) dibaca Amman امّن, dan dapat dibaca Aman (yang beribadah) yang berdiri melakukan amal ketaatan, yakni salat (di waktu-waktu malam) di saat-saat malam hari (dengan sujud dan berdiri) dalam salat (sedangkan ia takut kepada hari akhirat) yakni takut akan azab pada hari itu (dan mengharapkan rahmat) yakni surga (Rabbnya) apakah dia sama dengan orang yang durhaka karena melakukan kekafiran atau perbuatan-perbuatan dosa lainnya. Menurut qiraat yang lain lafal Amman dibaca Am Man secara terpisah, dengan demikian berarti lafal Am bermakna Bal atau Hamzah Istifham (Katakanlah, "Adakah sama orang-orang yong mengetahui dengan orang-orang yong tidak mengetahui?") tentu saja tidak, perihalnya sama dengan perbedaan antara orang yang alim dan orang yang jahil. (Sesungguhnya orang yang dapat menerima pelajaran) artinya, man menerima nasihat (hanyalah orang-orang yang berakal) yakni orang-orang yang mempunyai pikiran.
Kata يعلمون   pada ayat diatas, ada juga ulama yang memahaminya sebagai kata yang tidak memerlukan objek. Maksudnya siapa yang memiliki pengetahuan-apapun pengetahuan-pasti tidak sama dengan yang memilikinya. Yang dimaksud ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang bermanfaat, yang menjadikan seseorang mengetahui hakikat sesuatu lalu menyesuaikan diri dan amalnya dengan pengetahuannya itu.
Kata يتذكّر  terambil dari kata ذكر  yakni pelajaran/peringatan. Penambahan huruf ت  pada kata yang digunakan ayat ini mengisyaratkan banyaknya pelajaran yang dapat diperoleh oleh ulul albab. Ini berati bahwa selain mereka pun dapat memperoleh pelajaran, tetapi tidak sebanyak ulul albab. [4]
    Di akhir ayat Allah SWT menyatakan bahwa orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran, baik pelajaran dari pengalaman hidupnya atau dari tanda-tanda kebesaran Allah yang terdapat di langit dan di bumi serta isinya, juga terdapat pada dirinya atau suri teladan dari kisah umat yang lalu.ﺍﻨﺎﺀﺍﻠﻴﻝ  Ana’ bentuk jamak dari al-Inw atau  al-an-yu atau al-ina.Artinya pada saat diwaktu malam atau siang.Jadi kata ana al-lail artinya saat di waktu malam apakah di permulaan, pertengahan atau di akhir malam. Orang yang melakukan ibadah pada malam hari akan terjauh dari sifat ria, kegelapan malam juga bisa  membikin hati bisa  konsentrasi kepada Allah. 
1.      Perbandingan orang yang beruntung (selalu taat pada Allah dan mengharapkan rahmat-Nya) dengan orang yang rugi (kafir).
2.      Tidak sama antara orang yang mempunyai ilmu pengetahuan dengan orang bodoh.[5]

e.       Nilai pendidikan yang terkandung dalam ayat
1.      Tujuan akhir pendidikan adalah mengubah sikap mental dan prilaku tertentu yang dalam konteks islam adalah agar menjadi seorang muslim yang terbina seluruh potensi dirinya sehingga dapat melaksanakan fungsinya sebagai kholifah dalam rangka beribadah kepada Allah, namun dalam proses kearah tersebut diperlukan adanya upaya pengajaran. Dengan kata lain, pengajaran adalah salah satu sarana untuk mencapai tujuan pendidikan.
2.      Bahwa dalam kegiatan pengajaran tersebut seorang guru mau tidak mau harus mengajarkan ilmu pengatahuan, karena dalam ilmu pengetahuan itulah akan dijumpai perbagai informasi, teori, rumus, konsep-konsep dan sebagainya yang diperlukan untuk mewujudkan tujuan pendidikan. Dari proses pengajaran yang demikian itu akan terciptalah pemahaman, penghayatan dan pengamalan.
3.      Bahwa melalui pendidikan diharapkan pula lahir manusia yang kreatif, sanggup berfikirr sendiri, walaupun kesimplannya lain dari yang lain, sanggup mengadakan penelitian, penemuan dan seterusnya. Sikap yang demikian itu amat dianjurkan dalam al-qur’an.
4.      Bahwa pelaksaan pendidikan harus mempertimbangkan prinsip pengembangan ilmu pengetahuan sesuai dengan petunujuk pendidikan yaitu pengembangan ilmu pengetahuan yang ditujukan bukan semata-mata untuk pengembangan ilmu pengetahuan itu sendiri, melainkan untuk membawa manusia semakin mampu menangap hikmah dibalik ilmu pengetahuan, yaitu rahasia keagunguan Allah SWT. Dari keadaan demikian itu, maka ilmu pengetahuan tersebut akan memperkokoh akidah, meningkatkan ibadah dan akhlak yang mulia.
5.      Pengajaran berbagai ilmu pengetahuan dalam proses pendidikan yang sesuai dengan ajaran al-qur’an, akan menjauhkan manusia dari sikap takabbur, sekuler, dan ateistik, sebagaimana yang pada umumnya dijumpai pada pengembangan ilmu pengetahuan di masyarakat Barat dan Eropa.
6.      Pendidkan harus mampu mendorong anak didik agar mencintai ilmu pengetahuan, yang terlihat dari terciptanya semangat dan etos keilmuan yang tinggi; memelihara, menambah dan mengembangkan ilmu pengetahuan yang dimilikinya; bersedia mengajarkan ilmu pengetahuan yang dimilikinya itu untuk kepentingan dirinya, agama, bangsa dan negara. [6]
3.      Penafsiran Surat Al-An’am : 50
قُل لاَّ أَقُولُ لَكُمْ عِندِي خَزَآئِنُ اللّهِ وَلا أَعْلَمُ الْغَيْبَ وَلا أَقُولُ لَكُمْ إِنِّي مَلَكٌ إِنْ أَتَّبِعُ إِلاَّ مَا يُوحَى إِلَيَّ قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الأَعْمَى وَالْبَصِيرُ أَفَلاَ تَتَفَكَّرُونَ
Katakanlah: Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku seorang malaikat. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku. Katakanlah: "Apakah sama orang yang buta dengan yang melihat?" Maka apakah kamu tidak memikirkan(nya)?".
a.      Mufradat Q.S al-an’am : 50
خزائن الله  : perbendaharaan allah
ولا اعلم  : dan aku tidak mengetahui
الغيب  : yang gaib
ملك : malaikat
ان اتّبع : aku hanya mengikuti
الاّ ما يوحى : apa yang diwahyukan
الاعمى : orang yang buta
والبصير : dan orang yang melihat
افلا تتفكّرون : apakah kamu tidak memikirkannya.
b.      Asbabul nuzul
   Dalam beberapa riwayat sejarah disebutkan bahwa sebagian orang kaya Musyrikin Mekah mengusulkan kepada Nabi Muhammad Saw, bahwa orang-orang miskin seperti Amar bin Yasir dan Bilal, hendaknya dijauhkan dari  beliau  agar orang-orang kaya ini bersedia menerima Islam dan datang kepada Nabi. Sebagian Muslimin juga berkata kepada Nabi Saw, kita terima saja usul mereka itu. Karena kekayaan mereka itu akan menjadi penopang perekonomian muslimin yang lainnya.
 Dalam keadaan seperti itu, turun ayat yang berbicara kepada Nabi  Saw, sebagai berikut, jangan sekali-kali engkau menjauhkan mukminin yang sesungguhnya dari dirimu, karena yang demikian itu adalah kezaliman yang besar.
c.       Penafsiran ayat
Para Rasul yang diutus adalah manusia biasa, mereka bertugas menyampaikan agama Allah kepada umat mereka masing-masing. Berlainan dengan Nabi Muhammad saw. beliau bertugas menyampaikan agama Allah kepada seluruh umat manusia. Mereka memberi kabar gembira kepada orang orang yang mengikuti seruannya dengan balasan pahala yang berlipat ganda dan Allah swt, memberi peringatan dan ancaman kepada orang yang mengingkari risalah dengan balasan azab yang besar.
Para Rasul itu bukanlah seperti para Rasul yang diinginkan oleh orang-orang kafir, yaitu orang-orang yang dapat melakukan keajaiban, mempunyai kemampuan di luar kemampuan manusia biasa, mempunyai ilmu yang melebihi ilmu manusia, ia bukan manusia tetapi seperti malaikat, atau mempunyai kekuasaan seperti kekuasaan Allah dan sebagainya.
  Dalam ayat ini Allah swt.memerintahkan agar nabi Muhammad saw. menerangkan kepada orang-orang musyrik itu bahwa dia adalah rasul yang diutus Allah, ia adalah manusia biasa, padanya tidak ada perbendaharaan Allah, ia tidak mengetahui yang gaib  dan ia bukan pula malaikat. Yang dimaksud dengan perbendaharaan ialah suatu tempat penyimpanan barang-barang atau uang terutama barang-barang berharga kepunyaan diri sendiri atau orang lain yang mengamanatkan kepada orang yang memegang perbendaharaan itu. Karena itu bendahara berkewajiban dan berkuasa memelihara simpanan itu, mencegah dan menghalang-halangi orang lain yang hendak mempergunakan atau merusak simpanan itu. Orang-orang kafir beranggapan bahwa Nabi Muhammad saw. jika ia benar-benar seorang rasul Allah tentu ia adalah bendahara Allah, karena itu mereka meminta agar Nabi Muhammad saw. memberi dan membagi-bagikan kepada mereka barang-barang yang berharga yang disimpan dalam perbendaharaan itu serta memanfaatkannya.
(Katakanlah) kepada mereka ("Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah ada padaku) yang di antaranya ialah rezeki yang diberikan kepadanya (dan tidak) pula bahwa aku (mengetahui yang gaib) hal-hal yang gaib dariku dan tidak diwahyukan kepadaku (dan tidak pula aku mengatakan kepadamu bahwa aku seorang malaikat) di antara malaikat-malaikat lainnya.(Tidaklah) tiada lain (aku hanya mengikut apa yang diwahyukan kepadaku." Katakanlah, "Apakah sama orang yang buta) orang kafir (dengan orang yang melihat?") orang yang beriman; tentu saja tidak. (Maka apakah kamu tidak memikirkan).
Banyak orang yang menyangka bahwa ketika seseorang menjadi  nabi, maka seluruh perkara alam akan berada di tangannya, dan dapat menyelesaikan segala urusan melalui jalan gaib. Apa saja yang ia inginkan akan terlaksana, dan siapa pun yang menentangnya akan hancur binasa. Karena itu lewat ayat ini, Nabi Muhammad Saw diperintahkan agar menjelaskan kepada umat manusia, bahwa tugas seorang nabi adalah hal-hal lain yang lebih peting. Seorang nabi bertugas menyeru umat manusia menuju kepada Tuhan dan menyampaikan pesan-pesan Allah Swt. Seorang Nabi bukan peramal, yang memberitakan masa lalu dan masa depan orang lain; bukan pula malaikat yang tidak memiliki kebutuhan jasmani, seperti makan minum dan istri.
Berbagai mukjizat yang keluar dari seorang nabi pun, tak lain adalah  dalam kerangka kehendak dan izin Allah; bukan terjadi dengan keinginan sekehendak hati manusia, dimana apa saja yang diinginkan oleh seseorang maka  nabi berkewajiban menunjukkan mukjizat. 
Akhir ayat ini meminta kepada umat manusia agar tidak bersandar kepada penglihatan dan pendengaran saja, serta mengharap menyaksikan perbuatan-perbuatan ajaib dan luar biasa.Hendaknya mereka juga mengerahkan daya pikir, dan menerima kebenaran dengan pikiran. Karena tanpa pemahaman akal, maka seorang yang keras kepala, tetap saja akan mengingkari segala sesuatu yang dilihatnya, dan keadaannya tidak beada dengan orang yang buta dan tuli.
Sesungguhnya Ayat ini menolak segala bentuk rasialisme, dan menganggapnya bertentangan dengan ajaran agama yang menyeru kepada persaudaraan serta persatuan. Seseorang tidak memiliki kelebihan daripada orang lain, dan tidak mungkin sekelompok orang diperlakukan secara khusus karena kemampuan harta dan kekayaannya. Perhitungan bagi setiap orang berada di tangan Allah Swt. Dan Allah berbuat sesuai dengan pengetahuan-Nya.Sedangkan dasar pemberian pahala dan balasan adalah iman dan amal saleh, bukan status ekonomi dan sosial.
Dari ayat tadi terdapat empat poin pelajaran yang dapat dipetik:
1.      Mempertahankan manusia mukhlis dan mujahid, sekalipun mereka miskin, lebih penting dari menarik investasi orang kafir.
2.      Islam adalah ajaran yang memberantas segala bentuk rasialisme dan diskriminasi. 
3.      Perhitungan amal perbuatan setiap orang hanya di tangan Allah, bahkan Nabi Saw pun tidak bertanggung jawab terhadap perbuatan orang lain. Karena itu kita juga tidak berhak menyatakan orang-orang itu masuk ke surga atau neraka.
4.      Doa dan munajat akan memiliki arti besar jika dilakukan dengan niat mendekatkan diri kepada Allah serta mencari keridhaan-Nya. Amal perbuatan semata-mata tidaklah cukup, tetapi motivasi amal tersebut adalah hal yang penting.
d.      Munasabah Ayat
Ayat sebelumnya yang mengatakan bahwa orang yang bisa melihat dengan orang yang tidak bisa melihat tidaklah sama, dan menerima kebenaran diperlukan pemikiran dan penelitian. Ayat ini mengatakan, meskipun Nabi Muhammad Saw telah menyeru semua orang kepada kebenaran dan mengingatkan mereka tentang akibat-akibat perbuatan buruk mereka, namun tidak semua orang menerima dan memperhatikan seruan  beliau hanya sejumlah orang yang menerima peringatan, lalu jiwa mereka siap menerimanya, atau minimal mereka menerima kemungkinan adanya perhitungan amal perbuatan, dimana setiap orang harus bertanggung jawab atas semua perbuatannya. 
Lanjutan ayat ini mengatakan, satu-satunya sandaran manusia pada Hari Kiamat adalah Allah Swt, dan tak seorangpun atau suatu apapun yang dapat menyelamatkan manusia. Pandangan ini dapat menjadikan manusia bertakwa dan menjauhkan diri dari perbuatan dosa.
e.       Nilai pendidikan yang terkandung dalam ayat
1.      Sikap para nabi terhadap masyarakat selalu berdasarkan kejujuran. Jika mereka tidak memiliki kemampuan untuk melakukan sesuatu, maka mereka akan mengatakan yang demikian itu kepada masyarakat.
2.      Memberantas kesewenang-wenangan dan khurafat merupakan salah satu dari program-program para  nabi.
3.      Adanya para pembimbing yang lembut dan tabah, serta program pendidikan yang sesuai tidaklah cukup.
4.      Diperlukan juga adanya keseiapan untuk menerima kebenaran di pihak manusia yang menjadi sasaran dakwah.
5.      Keyakinan kepada Hari Kebangkitan dan adanya pengadilan di Hari Kiamat adalah faktor pendorong untuk menerima takwa, dan menjadikan takwa sebagai pijakan dalam setiap amal perbuatan.



4.      Penafsiran Surat Al-Isra’ : 39
ذَلِكَ مِمَّا أَوْحَى اِلَيْكَ رَبُّكَ مِنَ الْحِكْمَةِ وَلا تَجْعَلْ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ فَتُلْقَى فِي جَهَنَّمَ مَلُومًا مَدْحُورًا ٣٩
Artinya: Itulah sebagian hikmah yang diwahyukan Tuhan kepadamu (Muhammad) Dan janganlah engkau mengadakan tuhan yang lain di samping Allah, nanti engkau dilemparkan ke dalam neraka dalam keadaan tercela dan dijauhkan (dari rahmat Allah).
a.      Mufradat surat al-isra’ ayat  39
ممّا أوحى  : sebagian yang diwahyukan
من الحكمة : yang berupa hikmah
ولاتجعل : dan janganlah engkau mengadakan
فتلقى: nanti engkau dilemparkan
في جهنّم : kedalam neraka
ملوماً : keadaan tercela
مدحورًا : dan dijauhkan rahmat allah.
b.      Asbabul Nuzul
Pendapat para jumhur tersebut didasarkan pada dalil:
·         Riwayat Abdullah bin Mas’ud bahwa, “ seorang laki-laki mendapat ciuman dari seorang perempuan, lalu ia mendatangi nabi saw, dan menceritakan persoalannya. Maka Allah menurunkan (fa anzalallah-shihgah sharih) ayat, وأقم الصلاة طرفى النهار وزلفا من الليل إن الحسنات يذهبن السيأت) maka laki-laki itu berkata, “Wahai Rasulullah apakah itu untuk ku? Rasulullah berkata, “untuk seluruh ummatku”.
·         Allah tidak menetapkan hukumNya berdasarkan sebab nuzul ayat yang khusus, tapi bersifat umum.
c.       Penafsiran Ayat

Allah berfirman, demikian itulah yang Kami perintahkan kepadamu, yakni berupa akhlak yang baik lagi terpuji.Dan Kami larang engkau dari berbagai sifat tercela. Demikianlah sebagian dari apa yang Kami wahyukan kepadamu, hai Muhammad, hendaklah engkau memerintahkan hal itu kepada umat manusia.
Walaa taj’al ma’allaaHi ilaaHan aakhara fatulqaa fii jaHannama maluuman (“Dan janganlah kamu mengadakan ilah yang lain di samping Allah, yang menyebabkan kamu dilemparkan ke dalam neraka dalam keadaan tercela.”) Yakni dicela oleh dirimu sendiri dan dicela oleh Allah dan makhluk secara keseluruhan.Madhuuran (“Lagi dijauhkan,”) yakni dijauhkan dari segala macam kebaikan. Ibnu `Abbas dan Qatadah mengatakan: “Yakni terusir.”
d.      Munasabah ayat
Korelasinya terdapat dalam ayat sebelumnya yaitu ayat 36-39 diantaranya :
Dalam ayat 36 -37 yang artinya :Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya. Dan janganlah engkau berjalan di bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya engkau tidak akan dapat menembus bumi dan tidak akan mampu menjulang setinggi gunung.
Dijelaskan bahwa haknya berbeda-beda tergantung keadaan, kedekatan, kebutuhan dan waktu.
Dari keumuman maknanya dapat disimpulkan, larangan berbuat curang atau menipu (ghisy) baik pada uang yang dibayarnya, barangnya maupun pada ‘akadnya, dan perintah memiliki sifat nus-h (tulus) serta jujur dalam bermuamalah dengan melakukan hal tersebut, maka seorang hamba akan selamat dari pertanggungjawaban dan akan mendapatkan keberkahan dalam hartanya.Bahkan, perhatikan dahulu keadaannya dan pikirkan dahulu akibatnya jika engkau hendak mengucapkan atau melakukan sesuatu. Oleh karena itu, sepatutnya seorang hamba yang mengetahui bahwa ucapan dan perbuatannya akan diminta pertanggungjawaban menyiapkan jawaban untuknya. Hal itu tentunya dengan menggunakan anggota badannya untuk beribadah kepada Allah, mengikhlaskan ibadah kepada-Nya dan menjaga dirinya dari melakukan perbuatan yang dibenci Allah Subhaanahu wa Ta'aala.Dengan menolak kebenaran dan merendahkan manusia. Bahkan karenanya engkau menjadi seorang yang hina di sisi Allah dan di hadapan manusia dalam keadaan dimurkai dan dibenci.Jika engkau tidak anggup menembus bumi sampai bagian paling bawah dan menjulang setinggi gunung, maka mengapa engkau bersikap sombong?
Dalam ayat 38-39 yang artinya: .Semua itu kejahatannya sangat dibenci di sisi Tuhanmu.Itulah sebagian hikmah yang diwahyukan Tuhan kepadamu (Muhammad). Dan janganlah engkau mengadakan tuhan yang lain di samping Allah, nanti engkau dilemparkan ke dalam neraka dalam keadaan tercela dan dijauhkan (dari rahmat Allah).
Maksudnya, semua larangan yang tersebut pada ayat-ayat 22, 23, 26, 29, 31, 32, 33, 34, 36, dan 37 surat ini.
Dalam ayat 39 dijelaskan bahwa hal yang diatas karena hikmah adalah perintah melakukan perbuatan yang baik dan berakhlak mulia, serta larangan melakukan perbuatan yang buruk dan berakhlak hina. Perintah dan larangan yang disebutkan termasuk hikmah, di mana orang yang diberikannya sama saja telah diberikan kebaikan yang banyak. Kemudian di akhir ayat, Allah SWT menutup lagi dengan larangan beribadah kepada selain Allah karena begitu besarnya perkara ini yakni memperoleh celaan dari Allah, malaikat, dan manusia.
e.       Nilai pendidikan yang terkandung dalam ayat
Adapun beberapa isi atau kandungan yang dapat kita ambil dari Q.S Al-Isra Ayat 39 ini ialah:
1.      Allah SWT telah mengajarkan kepada nabi Muhammad SAW sebagian hikmah / tata krama (dalam pergaulan). Maka sepatutnyalah kita menerapkannya dalam hidup dan kehidupan kita, sesuai dengan ajaran Allah SWT.
2.      Manusia dilarang menjadikan sesuatu apapun menjadi tuhannya, melainkan hanya Allah lah Tuhan yang patut mereka sembah.
3.      Merugilah bagi mereka yang menyekutukan Allah, karena kelak Allah akan mencampakkan mereka ke dalam neraka Jahannam (dalam keadaan) tercela serta tak dirahmati.


BAB III
PENUTUP
A.     Kesimpulan
Dari ayat di atas , dapat diambil beberapa pelajaran sebagai berikut; 
1.      Dalam surat al-mujadalah ayat 11:
1.      Beretika baik terhadap semua orang khususnya dalam mengikuti majlis ilmu.
2.      Berbuat lapang kepada semua orang dalam suatu majlis.
3.      Allah akan meninggikan derajat orang- orang yang beriman dan orang- orang yangberilmu.
2.      Dalam surat az-zumar ayat 9:
1.      Perbandingan orang yang beruntung (selalu taat pada Allah dan mengharapkan rahmat-Nya) dengan orang yang rugi (kafir).
2.      Tidak sama antara orang yang mempunyai ilmu pengetahuan dengan orang bodoh.
3.      Dalam surat al-an’am ayat 50:
1.      Sikap para nabi terhadap masyarakat selalu berdasarkan kejujuran. Jika mereka tidak memiliki kemampuan untuk melakukan sesuatu, maka mereka akan mengatakan yang demikian itu kepada masyarakat.
2.      Memberantas kesewenang-wenangan dan khurafat merupakan salah satu dari program-program para  nabi.
4.      Dalam surat al-isra’ ayat 39:
1.      Allah SWT telah mengajarkan kepada nabi Muhammad SAW sebagian hikmah / tata krama (dalam pergaulan). Maka sepatutnyalah kita menerapkannya dalam hidup dan kehidupan kita, sesuai dengan ajaran Allah SWT.
2.      Manusia dilarang menjadikan sesuatu apapun menjadi tuhannya, melainkan hanya Allah lah Tuhan yang patut mereka sembah.
3.      Merugilah bagi mereka yang menyekutukan Allah, karena kelak Allah akan mencampakkan mereka ke dalam neraka Jahannam (dalam keadaan) tercela serta tak dirahmati.
  1. Saran
Kami menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna dan tidak menutup kemungkinan adanya kekurangan dan kesalahan di sana- sini.Karena itu, kami mohon kritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan makalah kami.




DAFTAR PUSTAKA

Keputusan menteri agama & menteri p dan k. Al-qur’an al-a’lim,tajuit dan terjemahan. Jakarta: pedoman transiterasi. 1997.
Jalaluddin As-Suyuti. Asbabul Nuzul. Beirut: Muassasu al-kutub Al-tsaqafiyah. 2002
Volume 6


[1] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah (Jakarta: Lentera Hati,2003), halm. 78
[2] Ibid., halm. 79-80
[3]Jalaluddin As-Suyuti, Asbabul Nuzul ,(Beirut : Muassasu Al-Kutub Al-Tsaqafiqah,2002), halm.320 
[4] Ibid., halm. 196
[5] Ibid., halm. 197
[6] Abuddin Nata, Tafsir Ayat-ayat Pendidikan (jakarta: Rajawali Pers,2012), halm. 169-170