Sunday 28 August 2016

Pengertian Karakter dan Mengakomodir Karakter dan Metodenya (Saran dan Kritik)


Secara harfiah, karakter artinya �kualitas mental moral, kekuatan moral, nama atau reputasi�. Menurut kamus lengkap bahasa Indonesia, karakter adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain, tabiat, watak. Berkarakter artinya, mempunyai watak, mempunyai kepribadian (Kamisa 1997: 281). 



A.      Pengertian Karakter
Rutland mengemukakan bahwa karakter berasal dari akar bahasa latin yang berarti � dipahat�. Sebuah kehidupan, seperti sebuah blok granit yang  dengan hati-hati di pahat  ataupun di pukul secara sembarangan yang pada akhirmya akan menjadi sebuah maha karya atau puing-puing yang rusak. Karakter, gabungan dari kebajikan dan nilai-nilai yang di pahat di dalam batu hidup tersebut, akan menyatakan nilai yang sebenarnya.tidak ada perbaikan yang bersifat kosmetik, tidak ada susunan dekorasi yang dapat membuat batu yang tidak berguna menjadi suatu seni yang bertahan lama. Hanya karakter yang dapat melakukannya.dalam kamus psikologi, karakter adalah kepribadian yang ditinjau dari titik tolak etis atau moral, misalnya kejujuran seseorang yang biasanya mempunyai kaitan dengan sifat-sifat yang relatif tetap.[1]
Secara harfiah, karakter artinya �kualitas mental moral, kekuatan moral, nama atau reputasi�. Menurut kamus lengkap bahasa Indonesia, karakter adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain, tabiat, watak. Berkarakter artinya, mempunyai watak, mempunyai kepribadian (Kamisa 1997: 281).
Hermawan Kartajaya juga mengemukakan bahwa karakter adalah �ciri khas� yang dimiliki oleh suatu benda atau individu. Ciri khas tersebut adalah �asli� dan mengakar pada kepribadian benda atau individu tersebut, dan merupakan �mesin� yang mendorong bagaimana seseorang bertindak, bersikap, berujar dan merespon sesuatu. Ciri khas inipun yang diingat oleh orang lain tentang orang tersebut, dan menentukan suka atau tidak sukanya mereka terhadap sang individu. Karakter memungkinkan perusahaan atau individu untuk encapai pertumbuhan yang berkesinambungan karena karakter memberikan konsistensi, integritas, dan energi. Orang yang memiliki karakter yang kuat, akan memiliki momentum untuk mencapai tujuan. Disisi lain, mereka yang karakternya mudah goyah, akan lebih lambat untuk bergerak dan tidak dapat menarik orang lain untuk bekerja sama dengannya.[2]
Dalam literatur yang lain, ada pula yang berpendapat: menurut Rizal (2010), ia berpendapat bahwa karakter seseorang itu pada dasarnya sulit diubah. Namun demikian, lingkungan dapat menguatkan atau memperlemah karakter tersebut. Senada dengan Rizal, Tarnaya dan Rinaldi (2010), mengemukakan bahwa karakter itu terbentuk dari proses meniru, yaitu melalui proses melihat, mendengar dan mengikuti. Maka karakter sesungguhnya dapat diajarkan secara sengaja. Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa karakter pada dasarnya sulit untuk dirubah, namun kondisi lingkungan di sekitar dapat dirancang sedemikian rupa, sehingga bisa menguatkan atau memperlemah karakter, karakter baik bisa diperkuat sementara karakter buruk bisa diperlemah.[3]
Dari beberapa definisi karakter yang telah di uraikan, memang terdapat perbedaan sudut pandang sehingga menyebabkan perbedaaan definisinya pula. Kendati demikian, jika dilihat esensi dari berbagai definisi tersebut terdapat kesamaan bahwa karakter itu mengenai sesuatu yang ada dalam diri seseorang, yang menyebabkan orang tersebut disifati.  
Setiap individu memiliki karakter yang berbeda, ada saat mereka menyamaterakatan karakter tersebut, ada pula yang berlawanan arah. Setiap individu memiliki ciri dan sifat atau karakteristik bawaan (heredity) dan karakteristik yang diperoleh dari pengaruh lingkungan. Karak-teristik bawaan marupakan karakteristik ketiurunan yang dimiliki sejak lahir, baik yang menyangkut faktor biologis maupun faktor sosial psikologis. Pada masa lalu ada keyakinan, kepribadian terbawa pembawaan (heredity) dan lingkungan; merupakan dua faktor yang terbentuk karena faktor terpisah, masing-masing mempengaruhi kepribadian dan kemampuan individu bawaan dan lingkungan dengan caranya sendiri-sendiri. Namu kemudian makin disadari bahwa apa yang dirasakan oleh seorang anak, remaja atau dewasa, merupakan hasil dari perpaduan antara apa yang ada diantara faktor-faktor biologis yang diturunkan dan pengaruh lingkungan.
Namun setiap individu tidak selamanya akan memiliki sifat, sikap dan karakter yang sama dan itu adalah fitrah sang kuasa. Dalam perkembangan individu di kenal ada dua faktor yang menonjol, yaitu (a) semua manusia memiliki unsur-unsur kesamaan di dalam pola perkembangannya dan (b) di dalam pola yang bersifat umum dari apa yang membentuk warisan manusia secara biologis dan sosial, tiap-tiap individu mempunyai kecendrungan berbeda. Perbedaan-perbedaan tersebut secara keseluruhan lebih banyak bersifat kuantitatif  dan bukan kualitatif. Sejauh mana individu  berbeda akan mewujudkan kualitas perbedaan mereka atau kombinasi-kombinasi dari berbagai unsur perbedaan tersebut.[4]
Namun istilah karakter ini sering disamakan dengan kata kepribadian. Itulah ilmu yang mempelajari kepribadian juga disebut dengan karakterologi (ilmu watak), pemakaian istilah karakter dan kepribadian, dimana karakter hanya mengenai beberapa fase khusus dari kepribadian, sedangkan kepribadian adalah keseluruhan sifat dan seluruh fase dari pribadi manusia.
Sehubungan dengan karakterologi, maka karakter dapat di artikan sebagai suatu keadaan jiwa yang nampak dalam tingkah laku dan perbuatan sebagai akibat pengaruh pembawaan dan lingkungan. Dengan perkataan lain, karakter tergantung pada kekuatan dari dalam (indogen) dan kekuatan dari luar (eksogen). Jadi pembawaan dan lingkungan dapat mempengaruhi karakter individu, atau dapat dikatakan bahwa karakter dapat di ubah dan dididik. Seseorang dapat dikatakan berkarakter atau berwatak jika telah berhasil menyerap nilai dan keyakinan yang di kehendaki masyarakat serta di gunakan sebagai kekuatan moral dalam hidupnya.[5]

B.       Mengakomodir Karakter dan Metodenya (Saran dan Kritik).
Disekolah ataupun dalam sebuah organisasi, terdapat sejumlah orang yang bekerja pada posisi dan peran masing-masing. Untuk majunya sebuah lembaga atau organisasi dan juga sebuah hubungan diperlukan adanya hubungan yang baik antara seorang pemimpin, manajer, atau kepala sekolah dengan bawahan-bawahannya sehingga menghasilkan sinergi untuk mencapai tujuan sekolah secara efektif, efisien, dan produktif.[6]  Yang mana dalam hal ini, diantara hubungan keduanya harus ada pengakomodiran karakter, memahami, melengkapi dan mengerti antara watak atau karakter yang satu dengan yang lainnya. Beberapa sifat-sifat umum yang dimilki oleh manusia diantanya adalah sebagai berikut:
1.    Sifat Melankolis
Makna Melankolis bisa diantartikan sebagai persaan atau sifat sedih, tapi yang lebih familiar disebut dengan kata melow atau galau. Melankolis berasal dari kata Melanchole (bahasa Yunani) yang mempunyai arti empedu hitam. Kebanyakan orang menyebutkan kalau melankolis itu cemen, karena mereka cenderung memiliki perasaan yang sering melow. Padahal, orang melankolis itu adalah orang yang luar biasa. Para melankolis juga seorang pengamat dan pendengar yang baik. Walaupun mereka cenderung pendiam bukan berarti mereka acuh terhadap lingkungan disekitarnya. Jadi, tidak selamanya seorang yang memiliki sifat melankolis ini adalah seseorang yang ternilai negatif. Sebab pada hakikatnya, seorang yang melankolis ini adalah seorang yang juga mempunyai sikap pemerhati. Para melankolis biasanya juga perhatian terhadap orang-orang yang ada disekelilingnya. Namun, perhatiannya sering disalah tafsirkan oleh orang lain, karena seorang yang melankolis ini terpandang pendiam.  
Dalam hal ini sangat penting seorang manajer atau pemimpin mempunyai pendekatatan-pendekatan dalam menghadapi seorang bawahan atau staf-staf yang mempunyai sifat melankolis tersebut.
Pendekatan yang tepat untuk menaklukkan manusia yang memiliki sifat melankolis ini yaitu Manusia yang mempunyai sifat melankolis membutuhkan dukungan moral untuk hampir semua keputusan penting yang akan mereka ambil. Tidak sulit untuk memenangkan pertemanan mereka, karena yang mereka butuhkan hanyalah teman yang bisa terus ada disaat mereka sedang membutuhkan dukungan moral (yang sangat sering bila dibandingkan dengan orang lain).
Kelebihan:
a.         Analisis, kreatif, penuh pikiran dan ide-ide
b.        Pemikir, romantis, dan sensitif.
c.         Tipe karakter ini adalah artistik dan musikal
d.        Senang membuat perincian, hemat, teratur, dan tertib.
Kekurangan:
a.         Mudah murung dan tertekan karena cenderung melihat masalah dari sisi negatifnya.
b.        Tipe melankolis adalah seorang yang cukup pendendam dan suka mengingat kenegatifan.
c.         Mempunyai rasa curiga yang berlebihan dan tertekan pada situasi yang tidak sempurna.
d.        Mempunyai standar yang tinggi, sulit untuk dibuat senang, dan bersosialisasi.
2.    Sifat  Plegmatis
Sesosok orang yang bersifat Plekmatis dijuluki seorang pencinta keadamaian atau seseorang yang selalu tenang cukup diam dan tertutup. Namun plekmatis tidak menuntut lambat dan kalem. Orang yang bersifat plekmatis ini adalah teman yang menyenangkan, mereka mempunyai bakat diplomat dan disukai oleh anak-anak. Tipe ini juga cukup mempunyai daya humor dan tidak sulit mengatakan maaf apabila melakukan kesalahan.
Kelebihan dari seorang yang mempunyai sifat plekmatis antara lain adalah:
a.    Orang plekmatis cenderung santai, tenang dan mudah beradaptasi.
b.    Bijaksana,tidak banyak bicara, simpatik dan baik hati.
c.    Mereka penengah masalah yang baik dan pendengar yang setia.
d.   Mudah rukun, senang mengawasi, peduli, dan cenderung berusaha menemukan cara yang mudah.
e.    Mereka hebat dibidang administrasi, dan ingin segala sesuatunya berjalan dengan terencana dan terorganisasi. Suka damai dan mudah untuk diajak rukun.
Kekurangan dari seorang yang mempunyai sifat plekmatis, walaupun mempunyai kelebihan plekmatis juga mempunyai kekurangan.
a.       Mereka cenderung kurang antusias terhadap hal-hal baru dan kurang berorientasi pada tujuan.
b.      Orang dengan sifat plegmatis biasanya, terlalu pemalu, pendiam dan sulit memotivasi diri.
c.       Kadar humornya terlalu kering dan terkesan mengejek.
d.      Mereka lebih suka menghindari konflik dan tanggung jawab.
e.       Cepat menyerah bila dalam keadaan sulit.
Dalam hal ini pendekatan yang baik dilakukan oleh seorang manajer atau pemimpin adalah:  kepribadian plegmatis tidak menyukai kepribadian orang lain yang sama pasifnya dengan mereka. Karena mereka lebih senang dipimpin dari pada  memimpin, yang mereka butuhkan adalah orang-orang yang lebih bisa mendominasi mereka (dengan kadar yang wajar tentunya). Seorang pemimpin mempunyai cara atau pendekatan dengan hal yang tak perlu membuang tenaga untuk memenangkan hati bawahan yang memiliki sifat plegmatis. Karena mereka lebih senang mendengarkan dan memberikan nasihat.
3.    Sifat Sanguinis.
Seseorang yang memiliki sifat kangoenis ini sering dijuluki yang terpopuler  atau terkenal. Orang yang mempunyai sifat kangoinis ini, sangat terbuka bahkan karena keterbukaannya tipe ini juga bisa disebut super duper terbuka. Tipe ini adalah tipe orang yang banyak bicara, banyak teman dan suka bergaul. Mereka lebih suka menikmati hari ini dari pada memikirkan hari esok, tipe ini juga bukanlah pemikir berat. Mereka lebih mengedepankan keputusan secara emosional dari pada hal yang rasional.
Kelebihannya:
a.    Tipe ini cukup antusias, ekspresif, dan penuh dengan rasa ingin tahu.
b.    Mudah berubah, dalam artian banyak kegiatan atau keinginan, cekatan dalam mengambil inisiatif dan menyukai hal-hal yang spontan.
c.    Mampu menginspirasi orang lain.
Kekurangannya:
a.    Tipe ini kurang bisa fokus dan konsisten, juga pelupa.
b.    Sangat mudah ikut-ikutan atau sering dikendalikan oleh keadaan.
c.    Cukup egois dan ia bukanlah pendengar yang baik.
d.   Lebih banyak bicara dari pada bekerja.
Pendekatan atau cara yang harus dilakukan oleh seorang pemimpin dalam menghadapi seorang yang bersifat sangoinis, mendekatkan diri pada hal yang menjadi kelemahan dirinya. Ialah memuji dan menyanjungnya atas hasil kerjanya atau apapun yang ada pada mereka(yang bersifat singoinis), jika seorang pemimpin memberikan penghargaan yang tulus pada mereka walaupun dalam bentuk kecil sekalipun itu hanya tertawa pada saat mereka bergurau atau sekedar menjadi pendengar  yang baik, seorang pemimpin akan memenangkan hati mereka.
4.    Sifat Koleris
Sifat ini dikenal dengan sikuat, merupakan karakter yang mampu memotivasi orang dan pekerja keras. Mereka adalah seorang yang super aktif , ambisius, keras dan berpendidikan keras. Koleris merupakan seorang yang memiliki disiplin kerja yang tinggi kadang mereka mendapat repotasi dengan memperalat orang lain.
Kelebihan:
a.         Berani, sistematis, mempunyai strategi dan berani mengambil resiko.
b.         Bergerak cepat dan mampu menghadapi tantangan.
c.         Suka tantangan dan mau memimpin dan mengorganisir.
d.        Tidak begitu perlu dengan teman, fokus pada produktifitas yang bagus.


Kekurangan:
a.         Tidak bisa sabar, cepat marah, dan menyukai kontrofersi atau pertengkaran.
b.         Tipe ini mudah panik dan selalu menggampangkan.
c.         Mereka bukanlah orang yang bisa di ajak untuk bersantai.
e.         Jika mereka salah akan sulit untuk mengakui kesalahan yang ia perbuat, serta sulit meminta maaf.  
Seorang pemimpin dalam menghadapi seorang bawahan yang mempunyai sifat koleris , yang mana seorang koleris ini tidak suka dikritik, dan maunya hanya mengkritik, inti sebuah perdebatan bagi mereka adalah kemenangan bukan kebenaran. Jadi ialah, jika seorang pemimpin terlibat dalam sebuah perdebatan dengan manusia yang mempunyai sifat koleris ini, maka seorang pemimpin tidak boleh mengkritik pendapat mereka. Jika semisal seorang pemimpin tidak setuju, maka langkah yang baik adalah mengungkapkan pendapat sendiri dan tidak perlu mematahkan argumentasi mereka. Intinya seorang pemimpin dalam menghadapi seorang koleris ini adalah bagaimana seorang pemimpin dapat memposisikan dirinya menjadi seorang yang netral.
C.      Simpulan
Secara harfiah, karakter artinya �kualitas mental moral, kekuatan moral, nama atau reputasi�. Menurut kamus lengkap bahasa Indonesia, karakter adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain, tabiat, watak. Berkarakter artinya, mempunyai watak, mempunyai kepribadian (Kamisa 1997: 281).
Setiap karakter memerlukan pendekatan yang berbeda-beda seperti Melankolis Kebanyakan orang menyebutkan kalau melankolis itu cemen, karena mereka cenderung memiliki perasaan yang sering melow. Padahal, orang melankolis itu adalah orang yang luar biasa. Para melankolis juga seorang pengamat dan pendengar yang baik. Walaupun mereka cenderung pendiam bukan berarti mereka acuh terhadap lingkungan disekitarnya. Dan pendekatannya adalah sebagai berikut Pendekatan yang tepat untuk menaklukkan manusia yang memiliki sifat melankolis ini yaitu manusia yang mempunyai sifat melankolis membutuhkan dukungan moral untuk hampir semua keputusan penting yang akan mereka ambil. Tidak sulit untuk memenangkan pertemanan mereka, karena yang mereka butuhkan hanyalah teman yang bisa terus ada disaat mereka sedang membutuhkan dukungan moral (yang sangat sering bila dibandingkan dengan orang lain).
D.       Saran
Penulis mengharapkan kepada pembaca untuk dapat memahami isi dari tulisan kami yang berjudul pendekatan situasi konflik, dan penulis juga mengharapkankepada pembaca untuk dapat mengambil manfaat dari tulisan kami ini. Penulis juga menyadari masih banyak kekurangan dalam tulisan ini salah satunya adalah kurangnya referensi yang relevan dengan judul maklah kami dan juga pembahasan yang masih bertele-tele dan mungkin akan sulit untuk dipahami. Dan diharapkan untuk penulis lanjutan untuk dapat lebih menyempurnakan tulisan kami ini.


[1] Barnawi dan M. Arifin, Strategi dan Kebijakan Pembelajaran Pendidikan Karakter. ( Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), hlm. 20

[2] M. Furqan Hidayatullah, Pendidikan Karakter, (Kadipiro Surakarta: Yuma Pustaka, 2010), hlm. 14-15
[3] Agus Wibowo, Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi. ( Jogjakarta: Pustaka Pelajar, 2013), hlm. 24-27
[4] H. Sunarto,dk. Perkembangan Peserta Didik. ( Jakarta: PT Rineka Cipta, 2013), hlm. 4-6
[5] Nurul Zuriyah, Pendidikan Moral dan Budi Pekerti Dalam Perspektif Perubaha. (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2007), hlm. 19.
[6] Mulyasa, Menejemen dan Kepemimpinan Kepala Sekolah,(Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2011), hlm. 46