BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Agama merupakan persoalan sosial, penghayatannya bersifat individual. Apa yang dipahami dan apalagi yang dihayati sebagai agama oleh seseorang banyak bergantung pada keseluruhan latar brelakang dan kepribadiannya. Hal tersebut senantiasa menyebabkan perbedaan tekanan penghayatan dari satu orang ke orang lain dan membuat agama menjadi bagian yang amat mendalam dari kepribadian atau prifacy seseorang. Oleh karena itu agama senantiasa bersangkutan dengan kepekaan emosional.
Meskipun demikian, masih terdapat kemungkinan untuk membicarakan agama sebagai sesuatu yang umum dan objektif. Dalam wilayah kajian tersebut, diharapkan dapat dikemukakan hal umum yang menjadi titik kesepakatan para penganut agama, betapun hal itu tetap merupakan sesuatu yang sulit.
Oleh karena itu, untuk mencari titik temu antara agama-agama tersebut, kita perlu mengkaji agama dari segi devinisi. Dari definisi tersebut diharapkan dapat ditemukan titik temu, sehingga kerukunan dan penghargaan agama lain bisa dibina.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian Agama ?
2. Bagaimana Agama dan perkembangannya ?
3. Bagaimana Latar Belakang Kebutuhan Manusia Terhadap Agama ?
C. Tujuan Masalah
1. Memahami Pengertian Agama
2. Mengetahui Agama Serta Perkembangannya
3. Mengetahui Latar Belakang Kebutuhan Manusia Terhadap Agama.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Agama
Dilihat dari pengertiannya, agama dapat melahirkan bermacam-macam definisi atau arti oleh karena itu, supaya kita dapat mempunyai pengertian yang luas, perlu disajikan beberapa pengertian dari bermacam-macam agama yang ada.
Secara sederhana, pengertian agama dapat dilihat dari sudut kebahasaan (etimologis) dan sudut istilah (Terminologis). Mengertikan agama dari sudut kebahasaan atau etimologis akan terasa mudah daripada mengartikan agama dari sudut istilah. Hal tersebut karena pengertian agama dari sudut istilah ini sudah mengandung muatan subjektivitas dari orang yang mengertikannya. Atas dasar ini, tidak mengherankan jika muncul beberapa ahli yang tidak tetarik untuk mendefinisikan agama. James H, Leuba, misalnya mengumpulkan semua definisi yang pernah dibuat tentang agama, yang tidak kurang dari 48 teori. Namun akhirnya iya berkesimpulan bahwa usaha untuk membuat definisi agama itu tidak ada gunanya karena hanya merupakan kepandaian besifat lidah semata.
Selanjutnya, Mukti Ali pernah mengatakan. “barangkali tidak ada kata yang paling sulit diberi pengertian dan definisi selain agam.” Pernyataan ini didasarkan pada tiga alasan: pertama ; bahwa pengalaman agama adalah soal batin, subjektif, dan sanat individualis sifatnya. Kedua; tidak ada orang yag begitu semangat dan emosional dari pada orang yang membicarakan agama. Ketiga; konsep tentang agama yang dipengaruhi oleh tujuan dari orang yang memberikan definisi tersebut.
Dalam masyarakat indonesia, selain kata agama, dikenal pula kata Ad-din yang berasal dari bahsa arab dan kata religi dari bahasa eropa. Bila dilihat dari asal katanya, “Agama” sebenarnya berasal dari kata sansakerta a dan gam. A = tidak, dan gam = pergi.Jadi kata tersebut berarti tidak “tidak pergi”. ‘tetap ditempat’, ‘langgeng’, diwariskan secra turun-menurun. Agama memang mempunyai sifat demikian. Adalagi yang mengatakan bahwa agama yang berarti teks atau kitab suci, dan agama agama memang mempucai kitab suci.
Sedana dengan mukti ali, M. Sutrapatedja mengatakan bahwa salah satu kesulitan untuk berbicara mengenai agama secara umum ialah adanya perbedaan-perbedaan dalam memahami arti agama. Disamping ada perbedaan didalam memahami serta penerimaan setiap agama terhadap suatu usaha memahami agama. Setiap agama memiliki interpretasi diri yang berbeda dan keluasan interpretasi diri juga berbeda-beda.
Sampai sekarang perdebatan tentang definisi agama memang belom selesai, sehingga W. H. Clark, seorang ahli ilmu jiwa agama, sebagaimana dikutip Zakiah daradjat, mengatakan bahwa tidak ada yang lebih sukar daripada mencari kata-kata yang dapat digunakan untuk membuat definisi agama. Hal tersebut karena pengalaman agama adalah subjektif, intern, dan individual, yang setiap orang akn merasakan pengalaman yang berbeda dari orang lain. [1]
Selain kata “agama”, kita juga mengenal kata “din” yang dalam bahasa semit berarti undang-undang atau hukum. Dalam bahasa arab, kata ini mengandung kata arti menguasai, menundukkan, patuh, utang, balasan. Agama memang memawa peraturan-peraturan yang merupakan hukum, yang harus dipatuhi orang.
Sementara itu, kata religi berasal dari bahasa latin. Menurut satu pendapat, asalnya adalah relegere yang mengandung arti mengumpulkan, membaca. Agama memang merupakan kumpulan cara-cara untuk mengapdi kepada tuhan. Ini terkumpul dalam kitab suci yang harus dibaca. Akan tetapi, menurut pendapat lain, kata itu berasal dari religare yang berarti mengikat. Ajaran-ajaran agama memang mempunyai sifat mengikat bagi manusia. Dalam agama, selanjutnya terdapat pula ikatan antara roh manusia dan tuhan. Kemudian, agama lebih lanjut lagi mengikat manusia dengan tuhan.
Inti sari yang tergandung dalam istilah-istilah diatas ialah ikatan. Agama mengandung arti ikatan-ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi manusia. Ikatan ini mempunyai pengaruh yang besar sekali terhadap kehidupan manusia sehari-hari. Ikatan itu berasal dari satu kekuatan yang lebih tinggi dari pada manusia. Satu kekuatan ghaib yang tak dapat ditangkap oleh pancaindra.
Harun nasution menyimpulkan definisi agama sebagai berikut :
1. Pengakuan terhadap adanya hubungan manusia dengan kekuatan ghaib yang harus dipatuhi.
2. Pengakuan terhadap adanya kekuatan ghaib yang menguasai manusia.
3. Pengikatan diri pada suatu bentuk hidup yang mengandung pengakuan pada suatu sumber yang berada diluar diri manusia dan memengaruhi perbuatan-perbuatan manusia.
4. Kepercayaan pada sesuatu kekuatan ghaib yang menimbulkan cara hidup tertentu.
5. Suatu sistem tingkah laku, (code of conduct) yang berasal dari sesatu kekuatan ghaib.
6. Pengakuan terhadap adanya kewajiban-kewajiban yang diyakini bersumber pada suatu kekuatan ghaib.
7. Pemujaan terhadap kekuatan ghaib yang timbul dari perasaan lemah dan perasaan takut terhadap kekuatan misterius yang terdapat dalam alam sekitar manusia.
8. Ajara-ajaran yang diwahyukan tuhan kepada manusia melalui seorang rasul.
Dengan demikian, unsur-unsur penting yang terdapat dalam agama ialah :
1. Kekuatan ghaib : manusia merasa dirinya lemah dan berhajat pada kekuatan ghaib itu sebagai tempat meminta tolong. Oleh karena itu manusia merasa harus mengadakan hubungan baik dengan kekuatan ghaib tersebut. Hubungan baik ini dapat diwujudkan dengan mematuhi perintah larangan kekuatan ghaib itu.[2]
2. Keyakinan manusia bahwa kesejahteraannya di dunia ini dan hidupnya di akhirat bergantung dengan adanya hubungan baik dengan kekuatan ghaib yang dimaksud. akan hilang pula.
3. Respon yang bersifat emosional dari manusia. Respons itu bisa mengambil bentuk persaan takut, seperti yang terdapat dalam agama-agama primitif atau persaan cinta yang terdapat dalam agama-agama monoteisme. Selanjutnya, respons mengambil bentuk penyembahan yang terdapat dalam agama-agama primitif, atau pemujaan-pemujaan yang terdapat dalam agama monoteisme. Lebih lanjut lagi respons itu mengambil bentuk cara hidup tertentu bagi masyarakat yang bersangkutan.
4. Paham adanya yang kudus (sacred) dan suci, dalam bentuk kekuatan ghaib, dalam kitab yang mengandung ajaran-ajaran agama yang bersangkutan dan dalam bentuk tempat-tempat tertentu.
B. Agama Dan Perkembangannya
Dalam perjalanan sejarahnya , ada agama yang bersifat primitif dan ada pula yang dianut oleh masyarakat yang telah meninggalkan fase keprimitifan. Agama-agama yang terdapat dalam masyarakat primitif ialah dinamisme, animisme, dan politisme.
Agama dinamisme mengandung kepercayaan pada kekuatan ghaib dan berpengaruh kepada kehidupan manusia sehari-hari. Kekuatan ghaib itu ada yang bersifat baik dan ada yang bersifat jahat. Benda yang menggunakan kekuatan ghaib baik akan disenangi, dipakai, dan dimakan agar orang yang memakai dan memakanya akan senantiasa terpelihara atau dilindunginya oleh kekuatan ghaib yang tedapat didalamnya. Sebaliknya, benda yang menggunakan kekuatan ghaib yang jahat ditakuti manusia sehinnga harus dijauhi.
Kekuatan ghainb itu tidak pula mengambil tempat yang tetap, tetapi berpindah dari suatu tempat ketempat yang lain. Lebih lanjut kekuatan gjaib itu tidak dapat dilihat, sebab yang dapat dilihat itu hanyalah efek atau bekas dan pengaruhnya.
Dalam bahasa ilmiah, kekuatan ghaib itu disebut mana dan dalam bahasa indonesia disebut tuah atau sakit. Dalam masyarakat kita, orang masih menghargai barang-barang yang dianggap bersakti dan bertuah, seperti keris, batu cincin, dan lain-lain. Dengan memakai benda serupa ini, orang menganggap dirinya akan terpelihara dari penyakit, kecelakaan, bencana, dan lain-lain. Mana yang terdapat dalam benda yang bersangkutan dan yang merupakan kekuatan ghaib itulah yang di anggap memelihara manusia dari hal-hal tersebut diatas. Dalam paham agama dinanisme, semakin bertambah mana yang diperoleh seseorang , semakin bertambah jauh dari bahaya dan semakin selamat hidupnya . kehilangan manaberarti maut. Oleh karena itu, tujuan beragama disini ialah mengumpulkanmana sebanyak mungkin.
Dalam masyarakat primitif terdapat dukun atau ahli sihir, dan mereka inilah yang dianggap dapat mengontrol dan mengusai mana yang beragam itu. Mereka dianggap dapat membuat manadan mengambil di benda-benda yang telah mereka tentukan, biasanya benda-benda kecil yang mudah untuk dikaitkan ke anggotadan mudah dapat dibawa kemana-mana. Benda-benda serupa ini disebut fetish. Dengan jalan demikian, seseorang masyarakat primitif dapat meperoleh manayang di perlukan untuk memelihara keselamatan dirinya, dari bahaya-bahaya yang selalu mengancam hidup manusia. [3]
Animisme adalah agama yang mengajarkan bahwa tiap-tiap benda,baik yang bernyawa maupun tidak bernyawa, mempunyai roh. Roh dalam masyarakat primitif belum mengambil bentuk roh dalam paham masyarakat yang lebih maju. Bagi masyarakat primitif , roh masih tersusun dari materi yang halus sekali yang dekat menyerupai uap atau udara. Roh bagi mereka mempunyai rupa umpamanya berkaki dan bertangan yang panjang-panjang, mempunyai umur dan memerlukan makanan. Mereka mempunyai tingkah laku manusia umpamanya pergi berburu,menari dan bernyanyi. Terkadang, roh dapat dilihat,sungguhpun ia tersusun dari materi yang halus sekali. Roh adari benda-benda yang menimbulkan perasaan dahsyat seperti hutan yang lebat,danau yang dalam,sungai berarus deras, pohon besar lagi rindang daunnya,gua yang gelap,dsb. Itulah yang dihormati dan ditakuti. Kepada roh serupa ini diberi sesajen untuk menyenangkan hati mereka. Sesajen ini dalam bentuk binatang,makanan,kembang,dsb. Roh nenek moyang juga menjadi objek yang ditakuti dan dihormati.
Tujuan beragama ialah mengadakan hubungan baik dengan roh-roh yang ditakuti dan dihormati dengan senantiasa berusaha menyenangkan hati mereka. Membuat mereka marah harus dijauhi. Sebab, kemarahan roh-roh itu akan menimbulkan bahaya dan malapetaka. Yang dapat mengontrol roh-roh itu, sebagaimana halnya dalam agama dinamisme, ialah dukun atau ahli sihir dalam masyarakat kita, percaya pada roh, sebagaimana halnya dengan kepercayaan pada mana,masih kita jumpai. Yang mana semua ini adalah peninggalan dari kepercayaan animisme masyarakat kita pada zaman yang silam.
Politeisme mengandung kepercayaan pada dewa-dewa. Hal-hal yang menimbulkan perasaan takjub dan dahsyat bukan lagi dikuasai oleh roh-roh, tetapi oleh dewa-dewa. Kalau rohh-roh dalam animisme tidak diketahui tugas-tugasnya yanag sebenarnya, dewa-dewa dalam politeisme telah mempunyai tuga-tugas tertentu. Demikianlah, ada dewa yang bertugas menyinarkan cahayan dan panas kepermukaan bumi. Dewa ini dalam agama mesir kuno disebut Ra, dalam agama india uno disebut Surya dan dalam persia kuno disebut Mithra. Ada pula dewa yang tugasnya menurunkan hujan,yang diberi nama indera dalam india kuno dan Donnar dalam agama jerman kuno. Selanjutnya, ada pula dewa angin yang disebut wata dalam agama india kuno dan Wotan dalam agama jerman kuno.[4]
Berlainan dengan roh-roh, dewa-dewa ini diyakini lebih berkuasa. Oleh karena itu, tujuan hidup beragam disini bukan hanya itu, tetapi juga menyembah dan berdo’a pada mereka untuk menjauhkan amarahnya dari masyarakat yang bersangkutan. Akan tatapi, dalam politeisme terdapat paham pertentangan tugas antara dewa-dewa yang banyak itu. Kalau berdo’a seorang politeis tidak hanya memanjatkan kepada satu dewa, tetapi juga kepada dewa lawannya.
Akan tatapi, kalau dewa yang terbesar saja kemudian dihormati dan dipuja, sedangkan dewa-dewa lain ditinggalkan, paham demikian telah keluar dari politeisme dan meningkat kepada Honoteisme. Honoteisme mengakui satu tuhan untuk satu bangsa, dan bangsa lain mempunyai tuhan sendiri-sendiri. Honoteisme mengandung paham tuhan nasional. Paham serupa ini terdapat dalam perkembangan paham keagamaan masyarakat yahuni. Yahweh pada akhirnya mengalahkan dan menghancurkan semua dewa suku bangsa yahudi lain, sehingga yahweh menjadi tuhan nasional bangsa yahudi.
Dalam masyarakat yang sudah maju, agama yang dianut bukan lagi dinamisme,animisme,politeisme atau Honoteisme, tetapi agama monoteisme,agama tauhid. Dasara ajaran monoteisme adalah tuhan yang satu,tuhan maha esa, pencipta alam semesta. Dengan demikian, perbedaan antara Honoteisme dan politeisme ialah bahwa dalam agama akhir ini. Tuhan tidak lagi merupakan tuhan nasional, tetapi tuhan internasional. Tuhan semesta bangsa didunia ini, bahkan tuhan alam semesta. Tujuan hidup gama monoteisme bukan lagi mencari kesaelamatan hidup meteril saja, tetpai juga keselamatan hidup kedua atau spirutual. Dalam istilah agama, disebut keselamatan dunia dan akhirat. Jalan mencari kesekamatan itu bukan lagi dengan memperoleh sebanyak mungkin mana,sebagaimana halnya dalam masyarakat dinamisme, dan tidak pula dengan membujuk dan menyogok roh-roh dan dewa dewa, sebagaimana dalam masyarakat animisme dan politeisme. Dalam monoteisme, kekuatan gaib atau super natural itu dipandang suatu zatyang berkuasa mutlak dan bukan lagi suatu zat yang menguasai suatu fenomena natural seperti halnya dengan paham animisme damn politeisme tidak dapat dibujuk-bujuk dengan sajian-sajian.[5]
Disinilah, letaknya perbedaan besar antara agama primitif dan gama monoteisme. Dalam agama-agama primitif manusia mencoba menyogok dan membujuk kekuassaan super natural dengan penyembahan dan sajian-sajian supaya mengikuti kemauna manusia, sedangkan agama monoteisme, manusia sebaliknya tunduk kepada kemauan tuahan. Tuhan dalam paham monoteisme adalah maha suci dan tuhan menghendaki supaya manusia suci. Manusia akan kembali pada tuhan, dan yang dapat kembali kepada sisi tuhan yang maha suci adalah orang-orang suci. Orang-orang yang suci akan berada didekat tuhan disurga.
Jalan tetap menjadi suci ialah senantiasa berusaha supaya deat dengan tuhan, ingat dan tidak lupa pada tuhan. Dengan senanatiasa dekat dan teringat pada tuhan, manusia akan teringat bahwa kesenangan sebenernya bukanlah kesenangan sementara didunia tapi kesenangan abadi diakhirat. Jalan untuk tetap berada dekat dengan tuhan ditentukan oleh tiap-tip agama. Dalam agama kristen beruhubungan dengan ajarannya tentang dosa warisan yang melekat pada diri manusia, seorang tidak akan menjadi suci selama ia tidak menerima yesus kristus sebagai juru selamat yang mengorbankan diri diatas salib untuk menebus dosa manusia.[6]
Agama hindu atau hindu darma dengan ajarannya tentang tuhan yang Maha Esa memandang bahwa roh manusia adalah percikan dan Sang Hyang Widhi. Persatuan roh dengan badan menimbulakan kegelapan. Badan akan hancur, tetapi roh akan kekal. Kebahagiaan manusia ialah bersatu dengan Sang Hyang Widi yang disebut dengan Muksa. Muksa kan tercapai hanya kalau Atma telah menjadi suci kembali dari kegelapan yang timbul dari persatuannya dengan badan. Cara mengadakan hubungan dengan tuhan untuk mencapai kesucian jiwa ialah sembahyang dipura atau rumah, merayakan hari suci,dsb.
Islam juga mengajarkan bahwa manusia berasal adari tuhan dan akan kembali pada tuhan. Orang yang rohnya bersih lagi suci dan tidak berbuat jahat hidup didunia akan masuk surga, dekat dengan tuhan. Sebaliknya orang yang rohnya kotor dan berbuat jahat pada hidup pertama kan masuk neraka,jauh dari tuhan. Agar hidup kekal diakhirat memperoleh kesenangan,jauh dari kesengsaraan,orang haruslah berusaha agar mempunyai roh bersih,lagi suci dan senantiasa berbuat baik dan menjauhi perbuatan jahat didunia.
Jelaslah bahwa tujuan hidup beragama dalam agama monoteisme ialah membersihkan diri dan menyucikan jiwa dan roh. Tujuan gama memanglah membina manusia baik-baik, manusia yang jauh dari kejahatan. Oleh sebab itu, agama monoteisme erta pula dengan hubungan moral. Agama monoteisme memiliki ajaran tentang norma akhlak tinggi. Kebersihan jiwa, tidak memetingkan diri sendiri, cinta kebenaran, suka membantu manusia, kebesaran jiwa, suka damai, rendah hati,dsb, adalah norma-norma yang diajarkan agama besar.[7]
Tegasnya, tujuan hidup beragama dalam agama tauhid adlah menyerahkan diri sekuruhnya kepada tuhan pencipta semesta alam dengan patuh dari perintah dn larangannya.
Dengan kata lain agama tauhid dengan jarannya bermaksud untuk membina manusia yang berjiwa bersih dan berbudi pekeri luhur. Disinilah letak sala satu arti penting dari agama monoteisme bagi hidup kemasyarakatan manusia.
Agama-agama yang dimasukkan ke dalam kelompok agama monoteisme, sbagaimana disebut dalam ilmu perbandingan agama adalah islam, yahudi, kristen dengan kedua golongan protestan dan Katholik yng terdapat didalamya dan hindu. Ketiga agama pertama merupakan satu rumpun. Agama hindu tidak termasuk dalam rumpun ini.
Diantara tiga agama serumpun ini, yang pertama datang ialah agama yahudi dengan nabi Ibrahim,Ismail,Ishaq,Yusuf dan lain-lain. Kemudian agama kristen dengan Nabi Isa, yang datang untuk mengadakan reformasi dalam agama yahudi. Terakhir sekali, datang agama islam dengan Nabi Muhammad SAW sebagai utusannya. Ajaran yang beliau bawa ialah ajaran ayng diberikan kepada Nabi-nabi Ibrahim.Musa,Isa dan Lain-lain dalam bentuk murninya.
Sebagaimana diterangkan Oleh Al-Qur’an, ajaran murni iyu ialah Islam, menyerahkan diri seluruhnya kepada kehendak tuhan yang Maha Esa. Allah SWT dalam Q.S Ali’Imran Ayat 19, Berfirman
إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ ۗ وَمَا اخْتَلَفَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ إِلَّا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ ۗ وَمَنْ يَكْفُرْ بِآيَاتِ اللَّهِ فَإِنَّ اللَّهَ سَرِيعُ الْحِسَابِ
Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.
وَمَنْ أَحْسَنُ دِينًا مِمَّنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لِلَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ وَاتَّبَعَ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا ۗ وَاتَّخَذَ اللَّهُ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلًا
Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayangan-Nya.
إِذْ قَالَ لَهُ رَبُّهُ أَسْلِمْ ۖ قَالَ أَسْلَمْتُ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ
Ketika Tuhannya berfirman kepadanya: "Tunduk patuhlah!" Ibrahim menjawab: "Aku tunduk patuh kepada Tuhan semesta alam".
مَا كَانَ إِبْرَاهِيمُ يَهُودِيًّا وَلَا نَصْرَانِيًّا وَلَٰكِنْ كَانَ حَنِيفًا مُسْلِمًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ
Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, akan tetapi dia adalah seorang yang lurus lagi berserah diri (kepada Allah) dan sekali-kali bukanlah dia termasuk golongan orang-orang musyrik.
قُلْ آمَنَّا بِاللَّهِ وَمَا أُنْزِلَ عَلَيْنَا وَمَا أُنْزِلَ عَلَىٰ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ وَالْأَسْبَاطِ وَمَا أُوتِيَ مُوسَىٰ وَعِيسَىٰ وَالنَّبِيُّونَ مِنْ رَبِّهِمْ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْهُمْ وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ
Katakanlah: "Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya'qub, dan anak-anaknya, dan apa yang diberikan kepada Musa, Isa dan para nabi dari Tuhan mereka. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun di antara mereka dan hanya kepada-Nya-lah kami menyerahkan diri".
Dari ayat-ayat diatas , jelas bahwa agama yahudi ,Kristen,dan islam, adalah satu asal. Sejarah juga menunjukan bahwa ketiga agama itu memang mempunyai asal yang satu. Akan tetapi, dalam perkembangannya , masing-masing agama mengambil jurusan yang berlainan,sehingga timbullah perbedaan antara ketigannya.
Pada permulaannya,yahudi,kristen, dan islam berdasar atas keyakinan tauhid yang serupa. Dalam istilah modern,keyakinan ini disebut monoteisme akan tetapi, kemudian kemurnian tauhidnya hanya dipelihara oleh islam dna yahudi. Dalam islam, satu dari kedua syahadatnya menegasakan,” Tidak ada tuhan selain Allah”. Di dalam agama Yahudi,syahedetnya disebutkan” dengarlah israel,tuhan kita satu” adapun kemurnian tauhid dalam agama kristen debngan adanya paham Trinitas, sebagaimana diAkui oleh ahli-ahli pebandinagn agama, tidak dipelihara lagi.
Dengan demikian, diantara agama besar yang ada sekarang, islam dan yahudilah yang memelihara paham moteisme yang murni. Adapun monoteisme Kristen dengan paham Trinitasnya dan monoteisme Hindu denga pahampoliteisme tidak dapat dikatakan monoteisme murni.[8]
C. Latar Belakang Kebutuhan Manusia Terhadap agama
Ada perbedaan yang jelas antara manusia dan binatang. Manusia diberi akal oleh tuhan, sedangkan binatang tidak. Dengan akal pikiranitulah, manusia melahirkan tingkah laku perbuatan sehari-hari dalam rangka menjalin hubungan dengan manusia lainnya. Akan tetapi akal manusia bersifat nisbi dan sangat terbatas.Oleh karena itu jelasalah bahwa manusia membutuhkan bimbingan dan petunjuk yang benar dan bernilai mutlak untuk meraih kebahagiaan hidup jasamani dan rohani,dunia dan akhirat.
Ada tiga alasan yang melatarbelakangi perlunya manusia twrhadap agama seperti yang diungkapkan oleh Abuddin Nata, Ketiga Alasan tersebut ialah :
1. Fitrah Manusia
Latar belakang perlunya manusia pada agama adalah karena dalam diri manusia terdapat potensi untuk beragama. Kenyataanya bahwa masnuia memiliki fitrah keagamaan tersebut, untuk pertama kali ditegaskan dalam ajaran islam, yakni bahwa agama adalah kebutuhan fitrah manusia. Sebelumnya manusia tidak mengenal kenyataan ini . kemudian muncuk beberapa orang yang menyerukan dan mepopulerkannya. Fitrah keagamaan yang ada dalam diri manusia inilah yang melatar belakangi perlunya manusia pada agama. Oleh karena itu, ketika datang wahyu tuhan yang menyeru manusia agar beragama, seruan tersebut memang sejalan dengan fitrahnya. Dalam konteks ini, Al-Qur’an menyebutkan :
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا ۚ فِطْرَتَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا ۚ لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ۚ ذَٰلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui,
Informasi mengenai potensi beragama yang dimiliki manusia dapat dijumpai dalam ayat berikut :
وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنْ بَنِي آدَمَ مِنْ ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَىٰ أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ ۖ قَالُوا بَلَىٰ ۛ شَهِدْنَا ۛ أَنْ تَقُولُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَٰذَا غَافِلِينَ
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)",
Berdasarkan informasi tersebut , terlihat dengan jelas bahwa manusia secara fitrah merupakan mahluk yang memiliki kemampuan untuk beragama. Hal demikian sejalan dengan bahwa setiap anak yang dilahirkan memiliki potensi beragama maka kedua orangtuanyalah yang menjadikan anak tersebut menjadi Yahudi,Nasrani,atau Majusi. Karena demikian pentingnya menumbuh-kembangkan dan memelihara potensi keagamaan yang ada dalam diri manusia.
Bukti bahwa manusia sebagai mahluk yang memiliki potensi beragama ini dapat dilihat melalui bukti historis dan antropoogis. Melalui bukti-bukti historis dan antropologis, kita mengetahui bahwa pada manusia primitif yang tidak pernah ada informasi mengenai tuhan, ternyata mereka mempercayai adanya tuhan. Sungguhpun tuhan yang mereka percayai itu terbatas pada daya khayalnya. Mereka misalnya mempertuhankan benda-benda alam yang meninmbulkan kesan misterius dan mengagumkan. Kepercayaan demikian selanjutnya disebut sebagai agama dinamisme. Dalam keadaan demikian, para nabi diutus kepada mereka untuk menginformasikan bahwa tuhan yang mereka cari adalah Allah yang memiliki sifat sebagaimana juga dinyatakan dalam agama yang disampaikan para nabi. Dengan demikian, sebutan Allah bagi tuhan, bukanlah hasil khayalan manusia dan bukan pula hasil seminar, penelitian, dsb. Sebutan Allah bagi tuhan disampaikan oleh tuhan sendiri.
Informasi lainnya yang menujjukan bahwa manusia memiliki potensi beragama dekemukakan oleh Carld Gustave Jung. Jung percaya bahwa agama termasuk hal-hal yang memang sudah ada di dalam bawah sadar secara fitri dan alami. Selanjutnya, William James, seoran filosof dan ilmuan terkemuka dari Amerika mengatakan “ Kendati benar pernyataan bahwa hal-hal fisis dan material merupakan sumber tumbuhnya sebagai keinginan batin, banyak pula keinginan yang tumbuh dari alam di balik alam materil ini. Pada setiap keadaan dan perbuatan keagamaan, kita selalumelihat berbagai bentuk sifat seperti ketulusan, keikhlasan dan lain sebagainya. Gejala-gejala kejiwaan yang bersifat keagamaan memilik berbagai kepribadian dan khasiat yang tidak selaras dengan semua gejala umum kejiwaan manusia. Einstein menyatakan adanya bermacam-macam kejiwaan yang telah menyebabkan pertumbuhan agama . demikian pula, bermacam-macam faktor telah mendorong berbagai kelompok manusia untuk berperang teguh pada agama.[9]Adanya naluri beragama tersebut lebih lanjut semakin terjelas jika kita mengkaji bidang tasawuf. Ketika mengkaji paha, hulul dan Al Hajj misalnya, kita jumpai pendapatnya bahwa pada diri manusia terdapat sifat dasar kethanan yang disebut lahut dan sifat dasar kemanusiaan yang disebut nasut. Demikian pula. Pada diri tuhan pun terdapat sifat lahut dan nasut. Sifat lahut tuhan mengacu oada dzat nya, sedangkan sifat Nasut tuhan mengacu pada sifatnya. Sementara itu, sifat nasut dari manusia mengacu pada unsur lahiriah dan fisik manusia,sedangkan sifat lahut amnsuia mengacu pada unsur batiniah dan ilahiah. Jika manusia mampu meredam sifat nasutnya, tampak adalah sifat lahutnya. Dalam keadaan demikian, terjadilah pertemuan antara Nasut tuhan dan Lahut manusia, dan inilah yang dinamakan Hulul.
Melalui uraian panjang lebar itu, kita sampai kesimpulan, bahwa latar belakang perlunya manusia pada agama adalah karena dalam diri manusia sudah terdapat potensi untuk beragama ini memerlukan pembinaan,pengarahan, dan penegembangan dan sebagainya dengan cara mengenalkan agama kepadanya.
2. Kelemahan Dan Kekurangan Manusia
Faktor lain yang melatar belakangi mausia memerluka agama adalah kesempurnaan dan kekurangan manusia. Hal ini antara lain diungkapkan oleh kata an-nafs. Menurut quraish shihab bahwa dalam pandangan al-quran , anfs diciptakan Allah dalam keadaan sempurna yang berfungsi menampung serta mendorong manusia berbuat kebaikan dan keburukan, dan karena itu, sisi dalam manusia inilah yang oleh Al-quran dianjurkan untuk diberi perhatian lebih besar, misalnya ayat :
وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّاهَا
فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا
dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya),maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.
Menurut Quraish Sihab, kata mengilhamkan berarti potensi agar manusia melalui nafs menangkap makna baik dan buruk, serta dapat mendorongnnya untuk melakukan kebaikan dan keburukan. Disini antara lain terlihat perbedaan pengerian kata ini menurut Al-Qur’an dalam risalahnya dinyatakan bahwa nafs dalam pengertian sufi adalah suatu yang melahirkan sifat tercela dan perilaku buruk.
Quraish sihab mengatakan,’’Walaupun Al-Qur’an menegaskan bahwa nafs berpotensi positif dan negatif, diperolrh pula isyarat bahwa pada hakikatnya, potensi positif manusia lebih kuat dari potensi negatifnya, hanya saja daya tarik keburukan lebih kuat dari pada daya tarik kebaikan. Oleh karena itu manusia dituntut untuk memelihara kesucian nafs, dan untuk tidak mengotorinya. Untuk menjaga kesucian nafs ini, manusia harus selalu mendekatkan diri pada Tuhan dengan bimbingan agama, dan disinilah letaknya kebutuhan manusia terhadap agama.
Dalam literatur teologi islam misalnya, kita jumpai pandangan kaum Mu’tazilah yang rasionalis karena banyak mendahulukan pendapat akal dalam memperkuat argumentasinya dari pada pendapat wahyu. Namun demikian, mereka sepakat bahwa manusia dengan akalnya memiliki kelemahan. Akal memang dapat mengetahui yang baik dan yang buruk, Tetapi tidak semua yang baik dan yang buruk dapat diketahui akal. Dengan demikian kaum Muta’zilah secara tidak langsung , memandang bahwa manusia memerlukan wahyu.
3. Tantangan Manusia
Faktor lain yang menyebabkan manusia memerlukan agama adalah kehidupan manusia yang senatiasa menghadapi berbagai tantangan, baik yang datang dari dalam maupun dari luar. Tantangan dari dalam dapat berupa dorongan hawa nafsu dan bisikan setan. Adapun tantangan dari luar dapat berupa rekayasa dan upaya-upaya yang dilakukan manusia yang secara sengaja berupa ingin memalingkan manusia dari tuhan. Mereka dengan rela mengeluarkan biaya,tenaga, dan pikiran yang dimanefestaskan dalam berbagai bentuk kebudayaan yang di dalamnya mengandung misi menjauhkan manusia dari Tuhan. Kita misalnya membaca ayat :
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ لِيَصُدُّوا عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ ۚ فَسَيُنْفِقُونَهَا ثُمَّ تَكُونُ عَلَيْهِمْ حَسْرَةً ثُمَّ يُغْلَبُونَ ۗ وَالَّذِينَ كَفَرُوا إِلَىٰ جَهَنَّمَ يُحْشَرُونَ
Sesungguhnya orang-orang yang kafir menafkahkan harta mereka untuk menghalangi (orang) dari jalan Allah. Mereka akan menafkahkan harta itu, kemudian menjadi sesalan bagi mereka, dan mereka akan dikalahkan. Dan ke dalam Jahannamlah orang-orang yang kafir itu dikumpulkan,
Orang kafir itu sengaja mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk membuat orang mengikuti keinginannya. Berbagai bentuk budaya, hiburan, obat-obatan terlarang dan sebagainya dibuat dengan sengaja. Untuk itu, upaya mengatasi dan membentengi manusia adalah dengan mengajar mereka agar taat menjalankan agama. Godaan dan tantangan hidup demikian itu semakin meningkat,sehingga upaya mengangankan masyarakat menjadi penting.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam masyarakat indonesia, selain kata agama, dikenal pula kata Ad-din yang berasal dari bahsa arab dan kata religi dari bahasa eropa. Bila dilihat dari asal katanya, “Agama” sebenarnya berasal dari kata sansakerta a dan gam. A = tidak, dan gam = pergi.Jadi kata tersebut berarti tidak “tidak pergi”. ‘tetap ditempat’, ‘langgeng’, diwariskan secra turun-menurun. Agama memang mempunyai sifat demikian. Adalagi yang mengatakan bahwa agama yang berarti teks atau kitab suci, dan agama agama memang mempucai kitab suci.
B. Saran
Dalam penyusunan makalah ini mungkin masih banyak kesalahan-kesalahan dalam penyusunannya, mohon maaf kepada dosen pengampu serta teman-teman untuk membantu merevisi agar makalah ini lebih sempurna dan sebagai proses pembelajaran menuju kesempurnaan.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar Rosihon,pengantar studi islam,Bandung :Pustaka Setia, 2009
[1]Rosihon anwar,Pengantar Studi islm,Bandung:Pustaka Setia 2009.Hlm.97-99
[2]Rosihon Anwar,Op.cit,Hlm.100-101
[3]Rosihon Anwar, Op.Cit,Hlm.102
[4]Rosihon Anwar, Op.Cit,Hlm.104
[5]Rosihon Anwar,Op.Cit,Hlm.106
[6]Ibid,Hlm.106
[7]Rosihon Anwar, Op,Cit,Hlm.107
[8]Rosihon Anwar, Op.Cit,Hlm.111
[9]Rosihon Anwar, Op.Cit,Hlm. 117