BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masalah
Kaum murji’ah adalah kaum yang tidak mau turut
campur dalam pertentangan antara kaum yang keluar dari ali dan setia pada ali
dan menyerahkan penentuan kafir atau tidaknya kaum yang bertentangan tadi
kepada Tuhan. Aliran murji’ah juga memiliki beberapa golongan atau bisa disebut
sekte.
Melalui makalah ini penyusun beraharap pembaca
lebih mengenal tentang peradaban islam khususnya pada kaum murjia’ah agar
memperluah wawasan tentang ke-Islaman.
B. Rumusan Masalah
Melalui makalah
ini, penyusun memaparkan beberapa rumusan masalah, sebagai berikut :
1. Bagaimana sejarah munculnya aliran Murji’ah?
2. Apa saja doktrin pada aliran Murji’ah?
3. Apa saja sekte dalam aliran Murji’ah beserta
ajaran-ajarannya?
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Aliran
Murji’ah
Nama Murji’ah
berasal dari kata irja atau arja’a yang berarti penundaan,
penangguhan, dan pengharapan. Kata arja’a juga memiliki arti memberi
harapan, yakni memberi harapan kepada pelaku dosa besar untuk memperoleh
pengampunan dan rahmat Allah. Oleh karena itu, murji’ah artinya orang yang
menunda penjelasan kedudukan seseorang yang bersengketa, yakni Ali dan Muawiyah
serta pasukannya masing-masing ke hari kiamat kelak.[1]
Kaum Murji’ah ditimbulkan oleh persoalan politik sama halnya dengan kaum
Khawarij, tegasnya persoalan kholifah yang membawa perpecahan dikalangan
umat Islam setelah terbunuhnya Usman Ibn Affan. Seperti telah dibahas, kaum
Khawarij pada mulanya adalah penyokong Ali tetapi kemudian menjadi musuhnm\kh]ya.
Karena adanya perlawanan ini, kelompok yang setia pada Ali bertambah keras dan
kuat membelanya dan merupakan satu golongan lain yang disebut Syi’ah. Akan
tetapi mereka sama-sama menentang kekuasaan Bani Umayyah, tetapi dengan motif
yang berbeda.
Dalam permusuhan inilah muncul satu aliran baru yang bersikap netral yang tidak
ikut dalam kafir-mengkafirkan yang terjadi pada golongan tersebut. Bagi merekan
golongan yang b[2]ertentangan
itu merupakan orang-orang yang dapat dipercayai dan tidak keluar dari jalan
yang benar. Oleh karena itu, mereka tidak mengeluarkan pendapat siapa yang
salah dan benar dan lebih baik menunda penyelesaian hingga hari perhitungan di
depan Allah. Dengan demikian, [3]kaum
Murji’ah adalh kaum yang tidak ikut campur dalam pertentangan tersebut dan
mengambil sikap menyerahkan penentuan kafir atau tidaknya orang-orang yang
bertentangan tersebut kepada Allah.
Ada beberapa teori tentang kemunculan Murji’ah. Teori pertama mengatakan bahwa
gagsan irja atau arja’a dikembangkan oleh sebagian sahabat untuk
menjamin persatuan dan kesatuan umat Isam ketika terjadi pertikaian politik
antara Khawarij dan Syi’ah. Diperkirakan Murji’ah muncul bersamaan dengan
kemunculan Khawarij dan Syiah.
Teori lain mengatakan bahwa Murji’ah muncul pertama kali sebagai gerakan
politik oleh cucu Ali, yaitu Al-Hasn bin Muhammad Al-Hanafiyah, sekitar tahun
695. Teori lain menceritakan bahwa ketika terjadi perseteruan antara Ali dan
Muawiyah, dilakukan tahkim (arbitrase) atas usulan Amr bin Ash, seorang
kaki tangan Muawiyah. Kelompok Ali terpecah menjadi dua kubu, kubu yang pro dan
kubu yang kontra. Kubu yang kontra akhirya keluar dari Ali, yakni kaum
Khawarij. Mereka berpendapat bahwa tahkim merupakan dosa besar dan orang
yang melaksanakanya termasuk orang yang kafir. Pendapat ini ditentang oleh kaum
Murj’ah.
B. Doktrin-doktrin
Murji’ah
Di bidang politik, doktrin irja diimple mentasikan
dengan sikap politik netral atau nonblok. Adapun di bidang teologis doktrin irja
dikembangkan Murji’ah ketika menanggapi persolan-persoalan teologis yang
muncul saat itu. Pada perkembangan berikutnya, persoalan-persoalan yang
ditanggapinya menjadi semakin kompleks sehingga mencakup iman, kufur, dosa
besar dan ringan, tauhid, tafsir Al-Quran, eskatologi, pengampunan dosa besar,
kemaksuman nabi, hukuman atas dosa, ada yang kafir di kalangam generasi awal
Islam, tobat, hakikat Al-Quran, nama dan sifat Allah, serta ketentuan Tuhan.
Doktrin teologi Murji’ah menurut Harun Nasution
menyebutkan empat ajaran pokok, yaitu :
1. Menunda hukuman atas Ali, Muawiyah, Amr Bin
Ash, dan Abu Musa Al-Asy’ary yang terlibat tahkim dan menyerahkan kepada
Allah di hari kiamat kelak.
2. Menyerahkan keputusan kepada Allah atas orang
muslim yang berdosa besar.
3. Meletakan (pentingnya) iman daripada amal.
4. Memperbaiki pengharapan kepada muslim yang berdosa
besar untuk memperoleh ampunan dan rahmat Allah.
C. Sekte-sekte dan
Ajaran Dalam Aliran Murji’ah
Sekte dalam
aliran Murji’ah tidak jelas jumlahnya karena masing-masing ahli memiliki
pendapat masing-masing. Al-Baghdadi membagi mereka dalam tiga golongan , yaitu
al-Murji’ah yang dipengaruhi ajaran-ajaran al-Qodariyah, al-Murji’ah yang
yang dipengaruhi ajaran-ajaran al-Jabariyah, dan al-Murji’ah yang tidak
dipengaruhi keduanya. Golongan ketiga ini terdiri dari lima sekte, yaitu al-Yunusiyah,
al-Ghazaniyah, al-Saubaniyah, al-Tumaniyah, dan al-Murisiyah.
Al-Asy’ary membagi menjadi 12 golongan, sedangkan al-Syahrastani membagi
menjadi tiga sekte, yaitu al-Murji’ah al-Khawarij, al-Murji’ah al-Jabariyah,
dan al-Murji’ah asli.
Aliaran murji’ah dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu golongan
moderat dan golongan ekstrem.
Al-Murji’ah moderat disebut juga al-Murji’ah al-Sunnah yang pada umum
terdiri dari para fuquha dan muhditsin. Mereka berpendapat bahwa orang berdosa besar
bukanlah kafir dan tidak kekal dalam neraka, dia akan dihukuk dalam neraka
sesuai dosa yang telah diperbuatnya dan kemungkinan Allah bisa mengampuni
dosanya. Dengan demikian, Murji’ah moderat masih mengakui keberadaan amal
perbuatan dan mengakui pentingnya amal perbutan manusia, meskipun bukan bagian
dari iman. Yang termasuk golongan al-Murji’ah moderat, di antaranya al-Hasan
bin Muhammad bin Ali bin Abi Tholib, Abu Hanifah, Abu Yusuf, dan beberapa ahli
hadis.
Golongan al-Murji’ah yang eksterm adalah mereka yang secara berlebihan
mengadakan pemisahan antara iman dan amal perbuatan. Mereka menghargai iman
terlalu berlebihan dan merendahkan amal perbuatab tanpa perhitungan sama
sekali. Amal perbutan tidak ada pengaruhnya terhadap iman. Iman hanya berkaitan
dengan Tuhan dan hanya Tuhan yang mengetahuinya. Oleh karena itu, selagi orang
beriman, perbuatan apapun tidak dapat merusak imanya sehingga tidak menyebabkan
kafirnya seseoarang.
1. Golongan al-Jahmiyah
Golongan ini merupakan para pengikut Jahm bin
Safwan. Mereka berpendapat bahwa orang Islam yang percaya kepada Tuhan tidak
akan menjadi kafir menyatakan kekufuran secara lisan karena iman dan kufur
letaknya dalam hati.
2. Golongan al-Sahiliyah
Golongan ini merupakan pengikut Abu Hasan
al-Salahi. Iman adalah mengetahui secara mutlak Tuhan. Kufur adalah tidak
mengetahui Tuhan. Yang disebut ibadah adalah iman.
3. Golongan al-Yunusiyah
Golongan ini merupakan pengikut Yunus bin Aun
al-Numairi. Melakukan maksiat atau pekerjaan jahat tidaklah merusak iman
seseorang.
4. Golongan al-Ubaidiyah
Pengikut dari Ubaid al-Muktaib. Berpendirian
sebagaimana al-Yunusiyah dengan menambahkan jika sesorang mati dalam iman,
dosa-dosa, dan perbuatan jahat yang dikerjakan tidak merugikan bagi yang
bersangkutan.
5. Golongan al-Ghozaniyah
Pengikut Ghassan al-Kuffi, berpendirian bahwa
iman adalah mengenal Allah dan Rosul-Nya serta mengakui apa-apa yang diturunkan
Allah dan yang dibawa Rosul-Nya.
BAB
III
PENUTUP
A. SIMPULAN
Kaum Murji’ah
ditimbulkan oleh persoalan politik, tegasnya persoalan Kholifah setelah
terbunuhnya Usman Ibn Affan. Diantara pertikaian antara golongan yang setia
pada Ali dan keluar dari Ali, munculah satu aliran yang bersikap netral yang
tidak ikut dalam kafir-mengkafirkan yang terjadi antara golongan tersebut.
Golongan yang bersifat netral ini disebut Kaum Murji’ah.
Kaum
Murji’ah penentuan hukum kafir atau tidaknya orang yang terlibat dalam
pertentangan antara Ali dan Muawiyah kepada Allah kelak di hari akhir.
Kaum
Murji’ah dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu : Murji’ah Moderat dan Murji’ah
eksterm
DAFTAR PUSTAKA
Nasution,
Harun. 2010. Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan. Jakarta:
UI Press
Nurdin, M.Amin.
2012. Sejarah Pemikiran Islam. Jakarta: Teruna Grafika
Rozak, Abdul.
2001. Ilmu Kalam. Bandung: Pustaka Setia
[2] Nasution
Harun,2010,Teologi Islam: Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan (Jakarta:
UI-Press). Hal. 24
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masalah
Kaum murji’ah adalah kaum yang tidak mau turut
campur dalam pertentangan antara kaum yang keluar dari ali dan setia pada ali
dan menyerahkan penentuan kafir atau tidaknya kaum yang bertentangan tadi
kepada Tuhan. Aliran murji’ah juga memiliki beberapa golongan atau bisa disebut
sekte.
Melalui makalah ini penyusun beraharap pembaca
lebih mengenal tentang peradaban islam khususnya pada kaum murjia’ah agar
memperluah wawasan tentang ke-Islaman.
B. Rumusan Masalah
Melalui makalah
ini, penyusun memaparkan beberapa rumusan masalah, sebagai berikut :
1. Bagaimana sejarah munculnya aliran Murji’ah?
2. Apa saja doktrin pada aliran Murji’ah?
3. Apa saja sekte dalam aliran Murji’ah beserta
ajaran-ajarannya?
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Aliran
Murji’ah
Nama Murji’ah
berasal dari kata irja atau arja’a yang berarti penundaan,
penangguhan, dan pengharapan. Kata arja’a juga memiliki arti memberi
harapan, yakni memberi harapan kepada pelaku dosa besar untuk memperoleh
pengampunan dan rahmat Allah. Oleh karena itu, murji’ah artinya orang yang
menunda penjelasan kedudukan seseorang yang bersengketa, yakni Ali dan Muawiyah
serta pasukannya masing-masing ke hari kiamat kelak.[1]
Kaum Murji’ah ditimbulkan oleh persoalan politik sama halnya dengan kaum
Khawarij, tegasnya persoalan kholifah yang membawa perpecahan dikalangan
umat Islam setelah terbunuhnya Usman Ibn Affan. Seperti telah dibahas, kaum
Khawarij pada mulanya adalah penyokong Ali tetapi kemudian menjadi musuhnm\kh]ya.
Karena adanya perlawanan ini, kelompok yang setia pada Ali bertambah keras dan
kuat membelanya dan merupakan satu golongan lain yang disebut Syi’ah. Akan
tetapi mereka sama-sama menentang kekuasaan Bani Umayyah, tetapi dengan motif
yang berbeda.
Dalam permusuhan inilah muncul satu aliran baru yang bersikap netral yang tidak
ikut dalam kafir-mengkafirkan yang terjadi pada golongan tersebut. Bagi merekan
golongan yang b[2]ertentangan
itu merupakan orang-orang yang dapat dipercayai dan tidak keluar dari jalan
yang benar. Oleh karena itu, mereka tidak mengeluarkan pendapat siapa yang
salah dan benar dan lebih baik menunda penyelesaian hingga hari perhitungan di
depan Allah. Dengan demikian, [3]kaum
Murji’ah adalh kaum yang tidak ikut campur dalam pertentangan tersebut dan
mengambil sikap menyerahkan penentuan kafir atau tidaknya orang-orang yang
bertentangan tersebut kepada Allah.
Ada beberapa teori tentang kemunculan Murji’ah. Teori pertama mengatakan bahwa
gagsan irja atau arja’a dikembangkan oleh sebagian sahabat untuk
menjamin persatuan dan kesatuan umat Isam ketika terjadi pertikaian politik
antara Khawarij dan Syi’ah. Diperkirakan Murji’ah muncul bersamaan dengan
kemunculan Khawarij dan Syiah.
Teori lain mengatakan bahwa Murji’ah muncul pertama kali sebagai gerakan
politik oleh cucu Ali, yaitu Al-Hasn bin Muhammad Al-Hanafiyah, sekitar tahun
695. Teori lain menceritakan bahwa ketika terjadi perseteruan antara Ali dan
Muawiyah, dilakukan tahkim (arbitrase) atas usulan Amr bin Ash, seorang
kaki tangan Muawiyah. Kelompok Ali terpecah menjadi dua kubu, kubu yang pro dan
kubu yang kontra. Kubu yang kontra akhirya keluar dari Ali, yakni kaum
Khawarij. Mereka berpendapat bahwa tahkim merupakan dosa besar dan orang
yang melaksanakanya termasuk orang yang kafir. Pendapat ini ditentang oleh kaum
Murj’ah.
B. Doktrin-doktrin
Murji’ah
Di bidang politik, doktrin irja diimple mentasikan
dengan sikap politik netral atau nonblok. Adapun di bidang teologis doktrin irja
dikembangkan Murji’ah ketika menanggapi persolan-persoalan teologis yang
muncul saat itu. Pada perkembangan berikutnya, persoalan-persoalan yang
ditanggapinya menjadi semakin kompleks sehingga mencakup iman, kufur, dosa
besar dan ringan, tauhid, tafsir Al-Quran, eskatologi, pengampunan dosa besar,
kemaksuman nabi, hukuman atas dosa, ada yang kafir di kalangam generasi awal
Islam, tobat, hakikat Al-Quran, nama dan sifat Allah, serta ketentuan Tuhan.
Doktrin teologi Murji’ah menurut Harun Nasution
menyebutkan empat ajaran pokok, yaitu :
1. Menunda hukuman atas Ali, Muawiyah, Amr Bin
Ash, dan Abu Musa Al-Asy’ary yang terlibat tahkim dan menyerahkan kepada
Allah di hari kiamat kelak.
2. Menyerahkan keputusan kepada Allah atas orang
muslim yang berdosa besar.
3. Meletakan (pentingnya) iman daripada amal.
4. Memperbaiki pengharapan kepada muslim yang berdosa
besar untuk memperoleh ampunan dan rahmat Allah.
C. Sekte-sekte dan
Ajaran Dalam Aliran Murji’ah
Sekte dalam
aliran Murji’ah tidak jelas jumlahnya karena masing-masing ahli memiliki
pendapat masing-masing. Al-Baghdadi membagi mereka dalam tiga golongan , yaitu
al-Murji’ah yang dipengaruhi ajaran-ajaran al-Qodariyah, al-Murji’ah yang
yang dipengaruhi ajaran-ajaran al-Jabariyah, dan al-Murji’ah yang tidak
dipengaruhi keduanya. Golongan ketiga ini terdiri dari lima sekte, yaitu al-Yunusiyah,
al-Ghazaniyah, al-Saubaniyah, al-Tumaniyah, dan al-Murisiyah.
Al-Asy’ary membagi menjadi 12 golongan, sedangkan al-Syahrastani membagi
menjadi tiga sekte, yaitu al-Murji’ah al-Khawarij, al-Murji’ah al-Jabariyah,
dan al-Murji’ah asli.
Aliaran murji’ah dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu golongan
moderat dan golongan ekstrem.
Al-Murji’ah moderat disebut juga al-Murji’ah al-Sunnah yang pada umum
terdiri dari para fuquha dan muhditsin. Mereka berpendapat bahwa orang berdosa besar
bukanlah kafir dan tidak kekal dalam neraka, dia akan dihukuk dalam neraka
sesuai dosa yang telah diperbuatnya dan kemungkinan Allah bisa mengampuni
dosanya. Dengan demikian, Murji’ah moderat masih mengakui keberadaan amal
perbuatan dan mengakui pentingnya amal perbutan manusia, meskipun bukan bagian
dari iman. Yang termasuk golongan al-Murji’ah moderat, di antaranya al-Hasan
bin Muhammad bin Ali bin Abi Tholib, Abu Hanifah, Abu Yusuf, dan beberapa ahli
hadis.
Golongan al-Murji’ah yang eksterm adalah mereka yang secara berlebihan
mengadakan pemisahan antara iman dan amal perbuatan. Mereka menghargai iman
terlalu berlebihan dan merendahkan amal perbuatab tanpa perhitungan sama
sekali. Amal perbutan tidak ada pengaruhnya terhadap iman. Iman hanya berkaitan
dengan Tuhan dan hanya Tuhan yang mengetahuinya. Oleh karena itu, selagi orang
beriman, perbuatan apapun tidak dapat merusak imanya sehingga tidak menyebabkan
kafirnya seseoarang.
1. Golongan al-Jahmiyah
Golongan ini merupakan para pengikut Jahm bin
Safwan. Mereka berpendapat bahwa orang Islam yang percaya kepada Tuhan tidak
akan menjadi kafir menyatakan kekufuran secara lisan karena iman dan kufur
letaknya dalam hati.
2. Golongan al-Sahiliyah
Golongan ini merupakan pengikut Abu Hasan
al-Salahi. Iman adalah mengetahui secara mutlak Tuhan. Kufur adalah tidak
mengetahui Tuhan. Yang disebut ibadah adalah iman.
3. Golongan al-Yunusiyah
Golongan ini merupakan pengikut Yunus bin Aun
al-Numairi. Melakukan maksiat atau pekerjaan jahat tidaklah merusak iman
seseorang.
4. Golongan al-Ubaidiyah
Pengikut dari Ubaid al-Muktaib. Berpendirian
sebagaimana al-Yunusiyah dengan menambahkan jika sesorang mati dalam iman,
dosa-dosa, dan perbuatan jahat yang dikerjakan tidak merugikan bagi yang
bersangkutan.
5. Golongan al-Ghozaniyah
Pengikut Ghassan al-Kuffi, berpendirian bahwa
iman adalah mengenal Allah dan Rosul-Nya serta mengakui apa-apa yang diturunkan
Allah dan yang dibawa Rosul-Nya.
BAB
III
PENUTUP
A. SIMPULAN
Kaum Murji’ah
ditimbulkan oleh persoalan politik, tegasnya persoalan Kholifah setelah
terbunuhnya Usman Ibn Affan. Diantara pertikaian antara golongan yang setia
pada Ali dan keluar dari Ali, munculah satu aliran yang bersikap netral yang
tidak ikut dalam kafir-mengkafirkan yang terjadi antara golongan tersebut.
Golongan yang bersifat netral ini disebut Kaum Murji’ah.
Kaum
Murji’ah penentuan hukum kafir atau tidaknya orang yang terlibat dalam
pertentangan antara Ali dan Muawiyah kepada Allah kelak di hari akhir.
Kaum
Murji’ah dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu : Murji’ah Moderat dan Murji’ah
eksterm
DAFTAR PUSTAKA
Nasution,
Harun. 2010. Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan. Jakarta:
UI Press
Nurdin, M.Amin.
2012. Sejarah Pemikiran Islam. Jakarta: Teruna Grafika
Rozak, Abdul.
2001. Ilmu Kalam. Bandung: Pustaka Setia
[2] Nasution
Harun,2010,Teologi Islam: Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan (Jakarta:
UI-Press). Hal. 24
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masalah
Kaum murji’ah adalah kaum yang tidak mau turut
campur dalam pertentangan antara kaum yang keluar dari ali dan setia pada ali
dan menyerahkan penentuan kafir atau tidaknya kaum yang bertentangan tadi
kepada Tuhan. Aliran murji’ah juga memiliki beberapa golongan atau bisa disebut
sekte.
Melalui makalah ini penyusun beraharap pembaca
lebih mengenal tentang peradaban islam khususnya pada kaum murjia’ah agar
memperluah wawasan tentang ke-Islaman.
B. Rumusan Masalah
Melalui makalah
ini, penyusun memaparkan beberapa rumusan masalah, sebagai berikut :
1. Bagaimana sejarah munculnya aliran Murji’ah?
2. Apa saja doktrin pada aliran Murji’ah?
3. Apa saja sekte dalam aliran Murji’ah beserta
ajaran-ajarannya?
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Aliran
Murji’ah
Nama Murji’ah
berasal dari kata irja atau arja’a yang berarti penundaan,
penangguhan, dan pengharapan. Kata arja’a juga memiliki arti memberi
harapan, yakni memberi harapan kepada pelaku dosa besar untuk memperoleh
pengampunan dan rahmat Allah. Oleh karena itu, murji’ah artinya orang yang
menunda penjelasan kedudukan seseorang yang bersengketa, yakni Ali dan Muawiyah
serta pasukannya masing-masing ke hari kiamat kelak.[1]
Kaum Murji’ah ditimbulkan oleh persoalan politik sama halnya dengan kaum
Khawarij, tegasnya persoalan kholifah yang membawa perpecahan dikalangan
umat Islam setelah terbunuhnya Usman Ibn Affan. Seperti telah dibahas, kaum
Khawarij pada mulanya adalah penyokong Ali tetapi kemudian menjadi musuhnm\kh]ya.
Karena adanya perlawanan ini, kelompok yang setia pada Ali bertambah keras dan
kuat membelanya dan merupakan satu golongan lain yang disebut Syi’ah. Akan
tetapi mereka sama-sama menentang kekuasaan Bani Umayyah, tetapi dengan motif
yang berbeda.
Dalam permusuhan inilah muncul satu aliran baru yang bersikap netral yang tidak
ikut dalam kafir-mengkafirkan yang terjadi pada golongan tersebut. Bagi merekan
golongan yang b[2]ertentangan
itu merupakan orang-orang yang dapat dipercayai dan tidak keluar dari jalan
yang benar. Oleh karena itu, mereka tidak mengeluarkan pendapat siapa yang
salah dan benar dan lebih baik menunda penyelesaian hingga hari perhitungan di
depan Allah. Dengan demikian, [3]kaum
Murji’ah adalh kaum yang tidak ikut campur dalam pertentangan tersebut dan
mengambil sikap menyerahkan penentuan kafir atau tidaknya orang-orang yang
bertentangan tersebut kepada Allah.
Ada beberapa teori tentang kemunculan Murji’ah. Teori pertama mengatakan bahwa
gagsan irja atau arja’a dikembangkan oleh sebagian sahabat untuk
menjamin persatuan dan kesatuan umat Isam ketika terjadi pertikaian politik
antara Khawarij dan Syi’ah. Diperkirakan Murji’ah muncul bersamaan dengan
kemunculan Khawarij dan Syiah.
Teori lain mengatakan bahwa Murji’ah muncul pertama kali sebagai gerakan
politik oleh cucu Ali, yaitu Al-Hasn bin Muhammad Al-Hanafiyah, sekitar tahun
695. Teori lain menceritakan bahwa ketika terjadi perseteruan antara Ali dan
Muawiyah, dilakukan tahkim (arbitrase) atas usulan Amr bin Ash, seorang
kaki tangan Muawiyah. Kelompok Ali terpecah menjadi dua kubu, kubu yang pro dan
kubu yang kontra. Kubu yang kontra akhirya keluar dari Ali, yakni kaum
Khawarij. Mereka berpendapat bahwa tahkim merupakan dosa besar dan orang
yang melaksanakanya termasuk orang yang kafir. Pendapat ini ditentang oleh kaum
Murj’ah.
B. Doktrin-doktrin
Murji’ah
Di bidang politik, doktrin irja diimple mentasikan
dengan sikap politik netral atau nonblok. Adapun di bidang teologis doktrin irja
dikembangkan Murji’ah ketika menanggapi persolan-persoalan teologis yang
muncul saat itu. Pada perkembangan berikutnya, persoalan-persoalan yang
ditanggapinya menjadi semakin kompleks sehingga mencakup iman, kufur, dosa
besar dan ringan, tauhid, tafsir Al-Quran, eskatologi, pengampunan dosa besar,
kemaksuman nabi, hukuman atas dosa, ada yang kafir di kalangam generasi awal
Islam, tobat, hakikat Al-Quran, nama dan sifat Allah, serta ketentuan Tuhan.
Doktrin teologi Murji’ah menurut Harun Nasution
menyebutkan empat ajaran pokok, yaitu :
1. Menunda hukuman atas Ali, Muawiyah, Amr Bin
Ash, dan Abu Musa Al-Asy’ary yang terlibat tahkim dan menyerahkan kepada
Allah di hari kiamat kelak.
2. Menyerahkan keputusan kepada Allah atas orang
muslim yang berdosa besar.
3. Meletakan (pentingnya) iman daripada amal.
4. Memperbaiki pengharapan kepada muslim yang berdosa
besar untuk memperoleh ampunan dan rahmat Allah.
C. Sekte-sekte dan
Ajaran Dalam Aliran Murji’ah
Sekte dalam
aliran Murji’ah tidak jelas jumlahnya karena masing-masing ahli memiliki
pendapat masing-masing. Al-Baghdadi membagi mereka dalam tiga golongan , yaitu
al-Murji’ah yang dipengaruhi ajaran-ajaran al-Qodariyah, al-Murji’ah yang
yang dipengaruhi ajaran-ajaran al-Jabariyah, dan al-Murji’ah yang tidak
dipengaruhi keduanya. Golongan ketiga ini terdiri dari lima sekte, yaitu al-Yunusiyah,
al-Ghazaniyah, al-Saubaniyah, al-Tumaniyah, dan al-Murisiyah.
Al-Asy’ary membagi menjadi 12 golongan, sedangkan al-Syahrastani membagi
menjadi tiga sekte, yaitu al-Murji’ah al-Khawarij, al-Murji’ah al-Jabariyah,
dan al-Murji’ah asli.
Aliaran murji’ah dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu golongan
moderat dan golongan ekstrem.
Al-Murji’ah moderat disebut juga al-Murji’ah al-Sunnah yang pada umum
terdiri dari para fuquha dan muhditsin. Mereka berpendapat bahwa orang berdosa besar
bukanlah kafir dan tidak kekal dalam neraka, dia akan dihukuk dalam neraka
sesuai dosa yang telah diperbuatnya dan kemungkinan Allah bisa mengampuni
dosanya. Dengan demikian, Murji’ah moderat masih mengakui keberadaan amal
perbuatan dan mengakui pentingnya amal perbutan manusia, meskipun bukan bagian
dari iman. Yang termasuk golongan al-Murji’ah moderat, di antaranya al-Hasan
bin Muhammad bin Ali bin Abi Tholib, Abu Hanifah, Abu Yusuf, dan beberapa ahli
hadis.
Golongan al-Murji’ah yang eksterm adalah mereka yang secara berlebihan
mengadakan pemisahan antara iman dan amal perbuatan. Mereka menghargai iman
terlalu berlebihan dan merendahkan amal perbuatab tanpa perhitungan sama
sekali. Amal perbutan tidak ada pengaruhnya terhadap iman. Iman hanya berkaitan
dengan Tuhan dan hanya Tuhan yang mengetahuinya. Oleh karena itu, selagi orang
beriman, perbuatan apapun tidak dapat merusak imanya sehingga tidak menyebabkan
kafirnya seseoarang.
1. Golongan al-Jahmiyah
Golongan ini merupakan para pengikut Jahm bin
Safwan. Mereka berpendapat bahwa orang Islam yang percaya kepada Tuhan tidak
akan menjadi kafir menyatakan kekufuran secara lisan karena iman dan kufur
letaknya dalam hati.
2. Golongan al-Sahiliyah
Golongan ini merupakan pengikut Abu Hasan
al-Salahi. Iman adalah mengetahui secara mutlak Tuhan. Kufur adalah tidak
mengetahui Tuhan. Yang disebut ibadah adalah iman.
3. Golongan al-Yunusiyah
Golongan ini merupakan pengikut Yunus bin Aun
al-Numairi. Melakukan maksiat atau pekerjaan jahat tidaklah merusak iman
seseorang.
4. Golongan al-Ubaidiyah
Pengikut dari Ubaid al-Muktaib. Berpendirian
sebagaimana al-Yunusiyah dengan menambahkan jika sesorang mati dalam iman,
dosa-dosa, dan perbuatan jahat yang dikerjakan tidak merugikan bagi yang
bersangkutan.
5. Golongan al-Ghozaniyah
Pengikut Ghassan al-Kuffi, berpendirian bahwa
iman adalah mengenal Allah dan Rosul-Nya serta mengakui apa-apa yang diturunkan
Allah dan yang dibawa Rosul-Nya.
BAB
III
PENUTUP
A. SIMPULAN
Kaum Murji’ah
ditimbulkan oleh persoalan politik, tegasnya persoalan Kholifah setelah
terbunuhnya Usman Ibn Affan. Diantara pertikaian antara golongan yang setia
pada Ali dan keluar dari Ali, munculah satu aliran yang bersikap netral yang
tidak ikut dalam kafir-mengkafirkan yang terjadi antara golongan tersebut.
Golongan yang bersifat netral ini disebut Kaum Murji’ah.
Kaum
Murji’ah penentuan hukum kafir atau tidaknya orang yang terlibat dalam
pertentangan antara Ali dan Muawiyah kepada Allah kelak di hari akhir.
Kaum
Murji’ah dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu : Murji’ah Moderat dan Murji’ah
eksterm
DAFTAR PUSTAKA
Nasution,
Harun. 2010. Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan. Jakarta:
UI Press
Nurdin, M.Amin.
2012. Sejarah Pemikiran Islam. Jakarta: Teruna Grafika
Rozak, Abdul.
2001. Ilmu Kalam. Bandung: Pustaka Setia
[2] Nasution
Harun,2010,Teologi Islam: Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan (Jakarta:
UI-Press). Hal. 24