PERADABAN ISLAM MASA DAULAH FATHIMIYAH
MAKALAH
Untuk Memenuhi Tugas
Mata kuliah Sejarah Peradaban islam oleh
Dosen Pengampu bapak H. Nor Hasan, M.Ag.
Disusun Oleh:
Imam Hanafi
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB
JURUSAN
TARBIYAH
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PAMEKASAN
KATA
PENGANTAR
Puji syukur
alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah-Nya kita semua yang berupa ilmu dan amal. Berkat rahmat dan
hidayah-Nya pula, penulis dapat menyelesaikan makalah “sejarah peradaban islam” tepat pada
waktunya.
Terimakasih kepada dosen pengampu yang telah membimbing kami, hingga makalah ini bisa terselasaikan tepat pada
waktunya, dan juga kepada teman-teman yang telah membantu terselesainya makalah
ini dengan baik.
Penulis menyadari bahwa
makalah ini terdapat banyak kekurangan. Akhirnya kritik, saran, dan masukan
yang membangun sangat penulis butuhkan untuk dijadikan pedoman dalam ke arah
yang lebih baik lagi. Semoga makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita
semua.
Pamekasan, 12 april 2016
Kelompok V
DAFTAR ISI
Halaman Judul............................................................................... i
Kata Pengantar........................................................................................................ ii
Daftar Isi .................................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A.
Latar Belakang.........................................................................................
1
B.
Rumusan Masalah....................................................................................
1
C. Tujuan
Masalah........................................................................................
2
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 3
A.
Sejarah
Terbentuknya daulah Fathimiyah................................................
3
B.
Kemajuan
peradaban pada dinasti Fathimiyah ....................................... 6
C.
Runtuhnya
daulah
Fathimiyah.............................................................. 10
D.
Masuknya islam
dimesir……………………………………………..11-14
E. Kemajuan
yang dicapai fatimiya……………………………………14-18
BAB III PENUTUP............................................................................................ .. 19
A.
Kesimpulan.............................................................................................. 19
B.
Saran.................................................................................................... 19
C. Kegiatan kelompok............................................................................. 20
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................
21
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Dalm kontek ini penulis akan menjelaskan sejarah peradaban islam.
Yang mana sebelum memahami keseluruhan tentang kontek tersebut, perlu kita
ketahui bahwa sejarah adalah studi tentang masa lalu, khususnya bagaimana
kaitannya dengan manusia. Sedangkan dalam bahasa Indonesia sejarah dapat
diartika sebagai kejadian dan peristiwa yang benar-benar pada masa lampau atau
asal-usul (keturunan) silsilah, terutama bagi raja-raja yang memerintah. Ini
adalah istilah umum yang berhubungan dengan peristiwa masa lalu serta penemuan,
koleksi, organisasi dan penyajian informasi mengenai peristiwa ini. Jadi
penulis dapat menyimpulkan bahwa sejarah adalah peristiwa masa lalu yang
berkesan yang harus dipelajari di masa yang akan datang.
Sedangkan pengerian peradaban dalam arti sempit adalah bagian-bagian
dari kebudayaan yang tinggi, halus, indah, dan maju. Sedangkan pengertian
peradaban yang lebih luas adalah kumpulan sebuah identitas terluas dari seluruh
hasil budi daya manusia, yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia baik
fisik maupun non fisik yang teridentifikasi melalui unsur-unsur objektif umum,
seperti bahasa, sejarah,kebiasaan, agama, institusi, maupun melalui
identifikasi diri yang subjektif.
Islam adalah agama yang dibawa nabi Muhammad SAW yang berlandaskan
Al-Qur’an dan Hadist untuk kemaslahatan ummatnya di dunia dan di akhirat.
Jadi dapat disimpulkan bahwa sejarah perdaban islam adalah studi
tentang masa lalu beridentitaskan sebuah perkumpulan terluas dari hasil budi
daya manusia yang berdasarkan Al-Qur;an dan Hadist.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana
Sejarah Terbentuknya Daulah Fahtimiyah?
2.
Bidang
Apa Saja Yang Melatar Belakangi Kemajuan Daulah Fathimiyah?.
3.
Sebab
–Sebab Apa Saja Daulah Fathimiyah Mengalami Kemunduran?
4.
Masuknya Islam Dimesir ?
5.
Kemajuan Yang Dicapai Fatimiyah ?
C.
Tujuan
Penulisan
1.
Untuk
Mengetahui Sejarah Terbentuknya Daulah Fathimiyah.
2.
Untuk
Mengetahui Bidang Apa Saja Yang Melatar Belakangi Kemajuan Daulah Fathimiyah.
3.
Untuk
Mengetahui Sebab-Sebab Kemunduran Daulah Fathimiyah.
4.
Untuk Mengetahui Masuknya Islam Dimesir.
5.
Untuk Mengetahui Kemjuan Yang Dicapi Daulah Fatimiyah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah
Terbentuknya
Dinasti
ini dinisbahkan kepada Fatimah al-Zahra (putri Nabi SAW, Dan isteri Ali Ibn
Thalib ra). Pendiri dinasti fatimiah (ubaid Allah al-Mahdi) mengaku sebagai
sebagai keturunan Ali ra. Melalui garis Ismail,putra Ja’far al-shadiq.
Ubaid Allah al-Mahdi berpindah dari
suriah ke afrika karena propaganda syi’ah di daerah ini mendapat sambutan baik
terutama dari suku Barber ketama. Dengan dukungan suku barber ketama, Ubaid
Allah al-Mahdi menumbangkan gubernur glabiyah di afrika, Rustamiyah khariji di
Tahart, dan idrisiyah fez dijadikan sebagai bawahan.
Setelah wafat pada tahun 934 M,
al-Mahdi digantikan oleh putranya, Abu al-Qasim dengan gelar al-Qa’im (323-335
H/934-949 M). Al-Qa;im berhasil menguasai Genoa dan Calabaria; dan beliau wafat
pada tahun 949 M, al-Qa’im wafat ketika berusaha menaklukan Mesir yang dipimpin
oleh Abu Yazid Makad (Khawarij); dan beliau digantikan oleh putranya,
al-Mansyur (335-341H). Al-Mansyur berhasil mengalahkan pasukan Abu Yazid makad
di mesir. Setelah meninggal, al-Mansyur digantikan oleh Abu Tamim Ma’ad
(341-352 H/956-975M) dengan gelar al-Mu’iz. Berhasil menaklukan Maroko,Sisilia,
Mesir hingga fusthat (kairo lama) yang dikuasai Ikhsidi (tahun 969 M),
palestina, Suriah, dan hijaz. Setelah meninggal, al-Mu;iz diganti oleh
putranya, al-Aziz (365H/975M). Pada masa al-Aziz, fatimiah mengalami puncak
kemajuan.[1]
Setalah itu, kota kairo dibangun
pada tanggal 17 Sya’ban 358H/969 M oleh panglima perang dinasti Fatimiah yang
beraliran Syi’ah, jawhar Al-sidiqi, atas khalifah Fatimiah, Al-Mu’izz
lidinillah (953-975M), sebagai ibu kota kerajaan dinasti tersebut. Bentuk kota
ini hampir merupakan segi empat. Di sekelilingnya
dibangun pagar tembok yang besar dan tinggi, yang sampai sekarang masih ditemui
peninggalannya. Pagar tembok ini memanjang dari masjid Ibn Thulun sampai ke
Qal’at Al-Jabal , memanjang dari jabal Al-Muqattam sampai ke tepi sungai Nil.
Daerah-daerah yang dilalui oleh dinding ini sekarang disebut al-husaini,bab
al-luk,Syibra,dan ahya bulaq.
Wilayah kekuasaan dinasti Fatimiah
meliputi Afrika Utara, sicilia,dan syiria. Berdirinya kota kairo sebagai ibu
kota kerajaan dinasti ini membuat baghdad mendapat saingan. Setelah pembangunan
kota Kairo rampung lengkap dengan istananya, Al-Siqili mendirikan masjid
Al-Azzar, 17 Ramadan 359 H (970 M). Masjid ini berkembang menjadi sebuah
universitas besar yang sampai sekarang masih berdiri megah. Nama Al-Azhar di ambil
dari al-Zahra’, julukan Fatimiah, putri Nabi muhammad Saw dan istri ‘Ali ibn
Abi Thalib, Imam pertama Syi’ah.
Kahalifah-khalifah daulah fathimiyah
secara keseluruhan ada empat belas orang, tetapi yang berperan adalah:
1.
Ubaidaillah
Al-Mahdi
2.
Qo’im
(1322H/934 M)
3.
Mansur
(334H/ 945 M)
4.
Mu’izz
(341H/952 M)
5.
Aziz
(364H/973 M)
6.
Hakim
(386H/996 M)
7.
Zahir(411H/1020M)
8.
Mustansir
(427H/1035 M)
Pekerjaan
pertama Fathimiyah adalah pengambil kepercayaan ummat islam bahwa mereka adalah
keturunan Fathimiyah putri Rosul dan istri dari abi thalib.[2]
Al-muizz melaksanakan tiga kebijaksanaan besar, yaitu pembaharuan
dalam bidang administrasi, pembangunan ekonomi,dan toleransi beragama(juga
aliran). Dalam bidang administrasi, ia mengangkat seorang wazir( menteri) untuk
melaksanakan tugas-tugas kenegaraan. Dalam bidang ekonomi, ia memberi gaji
khusus kepada tentara, personalia istana, dan pejbat pemerintahan lainnya dalam
bidang agama, di mesir diadakan empat lembaga peradilan, dua untuk madzab
syi’ah dan dua untuk madzab sunni. Al-‘Aziz kemudian mengadakan progaram baru
dengan mendirikan masjid-masjid istana, jembatan, dan kanal-kanal baru pada
masa Aziz Billah dan Hakim Biamrillah terdapat seorang maha guru bernama Ibn
yunus yang menemukan pendulum dan ukuran waktu dengan ayunannya. Karyahya Zij
al-Akbar al-hakimi diterjemahkan kedalam berbagai bahasa. Dia meninggal
pada tahun 1009 M dan penemuan-penemuannya diteruskan oleh Ibn Al-Nabdi (1040)
dan Hasan Ibn Haitham, seorsang astronom dan ahli optika. Yang disebut terahir menemukan
sinar cahaya datang dai objek kemata dan bukan keluar dari mata lalu mengenai
benda luar.
Pada masa pemerintahan
Al-Hakim(996-1021 M), didirikan bait al-hikmah, terinspirasi dari
lembaga yang sama yang didirikan oleh al-Maun di baghdad. Di lembaga ni banyak
sekali koleksi buku-buku. Lembaga ini juga merupakan pusat pengkaji astronomi,
kedokteran, dan ajaran-ajaran islam
terutama syi’ah.
Pada masa-masa selanjutnya, dinasti
fathimiah mulai mendapat gangguan-gangguan politik. Akan tetapi, Kairo tetap
menjadi sebuah kita besar dan penting. Ketika jayanya, di kairo terdapat lebih
kurang 20.000 toko milik khalifah, penuh dengan barang-barang dari dalam dan
luar negeri. Khafilah-kafilah, tempat-tempat pemandian, dan sarana umum lainnya banyak sekali didirikan oleh penguasa. istana khalifah
dihuni oleh 30.000 orang, 12.000 diantaranya adalah pembantu, 1.000 pengawal berkuda.
Dinasti fathimiyah ditumbangkan oleh
dinasti Ayubiyah yang didirikan oleh Shalah Al-Din, seorang pahlawan islam
terkenal dalam perang salib. Ia tetap mempertahnkan lembaga-lembaga ilmiyah
yang didirikan oleh dinasti fathimiyah tetapi mengubah orientasi keagamaanya
dari syi’ah kepada sunni. Dia juga mendirikan lembaga-lembaga ilmiyah baru
terutama masjid yang dilengkapi denga tempat belajar teologi dan hukum.
Karya-karya ilmiyah yang muncul pada masanya dan sesudahnya adalah kamus-kamus
biografi, kompendium sejarah, manual hukum, dan komentar-komentar teologi. Ilmu
kedokteran diajarkan dirumah-rumah sakit. Prestasinya yang lain adalah
didirikannya sebuah rumah sakit bagi orang yang cacat pikiran.
Kekuasaan dinasti ayyubiyah dimesir
diambil alih oleh dinasti Mamalik. Dinasti ini mampu mempertahankan pusat
kekuasaannya dari serangan bangsa mongol dan mengalahkan tentara mongol itu di
Ayn Jalut dibawah pimpinan baybras pada masa itu,kairo menjadi satu-satunya
pusat peradaban islam dan selamat dari serangan mongol.oleh karenanya,kairo
menjadi pusat peradaban dan kebudayaan islam penting.baybar memugar
bangunan-bangunan kota ,merenofasi al-azhar,pada tahun 1261M mengundang
keruntuhan abbasiah untuk melanjutkan khilafahnya dikairo dengan
demikian,prestiseh dikota ini semakin menanjak.banyak bangunan didirikan dengan arsitektur yang
indah-indah pada masanya dan masa-masa kekuasaan mamalik berikutnya.kejayaan
dinasti mamalik memang berlangsung agak lama.pada tahun 1571 M,dinasti ini
dikalahkan oleh kerajaan Usmani yang berpusat diturki dan sejak itu kairo hanya
menjadi ibu kota provensi dari kerajaan usmani tersebut. [3]
B.
Kemajuan
peradaban pada masa dinasti Fathimiyah.
a.
Bidang
administrasi
Periode dinati Fathimiyah menandai era baru sejarah bangsa Mesir.
Sebagian khalifah dinasti ini adalh pejuang dan penguasa besar yang berhasil
menciptakan kesejahteraan dan kemskmuran di mesir.
Administrasi pemerintahan
Dinasti Fathimiyah secara garis besar tidak berbeda dengan administrasi dinasti
Abbasiyah, sekalipun pada masa ini muncul beberapa jabatan yang berbeda.
Khalifah menjabat sebagai sebagai kepala negara baik dalam urusan pemerintahan
maupun dalam urusan spiritual. Khalifah berwenang mengangkat dan sekaligus
menghentikan jabatan-jabatan di bawahnya.
Kementrian negara(wasir)
terbagi menjadi dua kelompok pertama adalah para ahli pedang dan kedua adalah
para ahli pena, kelompok pertama menduduki urusa meliter dan keamanan serta
pengawal pribadi sang khalifah. Sedang
kelompok kedua menduduki beberapa jabatan kementria sebagai berikut: 1) hakim,
2) pejabat pendidik sekaligus sebagai pengelola lembaga ilmu pengetahuan atau
Dar Al-Hikmah,3) inspektur pasar yang bertugas menertibkan pasar dan jalan,4)
pejabat keuangan yang menangani segala urusan agama keuangan negara,5) regu
pembantu istana,6) petugas pembaca Alqur’an. Tingkat terndah “ahli pena”
terdiri dari atas kelompok pegawai negeri, yaitu petugas penjaga dan juru tulis
dalam dalam berbagai departemen.
Adapun diluar jabatan
diatas, terdapat berbagai jabatan tingkat daerah yang meliputi tiga daerah,
yaitu Mesir, Siria dan daerah-daerah di Asia kecil. Khusus untuk daerah Mesir
terdiri atas empat provinsi, provinsi mesir bagian atas, mesir wilayah timur,
mesir wilayah barat, dan wilayah Alexandria. Segala permasalahan yang berkaitan
dengan daerah dipercayakan kepada kepemimpinan setempat.
Dalam bidang kemiliteran
terdapat tiga jabatan pokok, yaitu
1) Amir yang terdiri pejabat-pejabat tinggi militer dan pegawai
khalifah 2) petugas keamanan,dan 3) berbagai resimen. Pusat-pusat armada laut
dibangun di Alexandria, Damika, Ascaton,dan di beberapa pelabuhan Syiria.
Masing-masing dikepalai seorang Admiral
tinggi.
b.
Kondisi
sosial
Mayoritas khalifah Fathimiyah bersifat moderat dan penuh perhatian
kepada agama non muslim. Selama masa ini pemeluk kristen mesir diperlakukan
secara bijaksana, hanya Khalifah Al-Hakim yang bersikap agak keras terhadap
mereka. Orang-orang kristen kopti dan Armenia tidak pernah merasakan kemurahan
dan keramahan melebihi sikap pemerintah muslim. Pada masa Al-Aziz bahkan mereka
menduduki jabatan-jabatan tinggi di istana. Demikian pula pada masa Al-Muntasir dan seterusnya, mereka hidup penuh kedamaian dan
kemakmuran. Sebagaian besar jabatan keuangan dipegang oleh orang-orang kopti.
Pada masa khalifah generasi akhir, gereja-gereja Kristen banyak yang dipugar,
pemeluk Kristen pula semakin banyak yang diangkat sebagai pegawai pemerintah.
Demikianlah semua ini menunjukkan kebijaksanaan penguasa Fathimiyah terhadap
umat kristiani.
Maoritas khalifah fathimiyah berpola hidup
mewah dan santai. Al-mustansir, menuntu suatu informasi, mendirikan semacam
paviliun di istna sebagai tempat memuaskan kegemaran berfoya-foya bersama
sejumlah penari rupawan.
Nasir Al-Khusraw, salah
seorang pengembara Islamiyah berkebangsaan Persia, yang mengunjungi Mesir
antara tahun 1046-1049 M, meninggalkan catatan tentang kehidupan kota kairo ibu
kota dinasti fathimiyah. Pada saat itu ia mendapatkan kota kairo sebagai kota
makmur dan aman. Menurutnya, toko-toko perhiasan dan pusat-pusat penukaran uang
ditinggalkan oleh pemiliknya begitu saja tanpa kunci, rakyat menaruh
kepercayaan penuh terhadap pemerintah, jalan-jalan raya beragam lampu. Penjaga
toko menjual barang dengan harga jual yang telah diputuskandan jika seseorang
terbukti melanggar ketentual harga jual akan dihukum dengan diarak di atas
untuk sepanjang jalan dengan diiringi bunyi bunyian.
Nasir Al-khusraw menulis
catatan bahwa ia menyaksikan khalifah pada sebuah festival tampak sangat
mempesonaa dengan pakaian kebesarannya.istana khalifah dihuni 30.000 orang, di
antara mereka terdapat 12.000 orang pembantu dan 1000 orang pengawal berkuda
dan pengawal jalan kaki. Kota kairo dihiai dengan sejumlah majid, perguruan,
rumah sakit, dan perkampung khalifah. Tempat-tempat pemandian umum yang cukup
indah dapat dijumpai di berbagai penjuru kota, baik pemandian khusus laki-laki
maupun untuk perempuan. Pasar-pasar yang memuat 20.000 pertokoan padat dengan
produk-produk dunia. Nasir Al-Khusraw sangat takjub atas kesejahteraan dan
kemakmuran negeri ini, sehingga dengan sangat menarik ia mengatakan “ saya
tidak sanggup menaksir kesejahteraan dan kemakmuran negeri ini, dan saya belum
pernah melihat kemakmuran sebagaimana yang terdapat di negeri ini”.
Dinasti fathimiyah
berhasil dalam mendirikan sebuah negara yang sangat luas dan peradaban yang berlainan
semacam ini di dunia timur. Hal ini sangat menarik perhatian karena sisitem
administrasinya ysng sangat baik sekali, aktivitas artistik, luasnya toleransi
relijiusa, efisiensi angkatan perang dan angkatan laut, kejujuran pengadilan,
dan terutama perlindungnnya terhadap ilmu pengetahuan dan kebudayaan.
c.
Bidang
ilmu pengetahuan dan kesusastraan.
Sumbangan
dinasti fathimyah dalam kemajuan ilmu pengetahuan tidak sebesar sumbangan
Abbasiyah di Baghdad dan Umayyah di Spanyol. Masa ini kurang produktif dalam
mengahsilkan karya tulis dan ulama besar kecuali dalam jumlah yagn kecil,
sekalipun banyak diantaran khalifah dan para wazir penaruh perhatian dan
penghormstsn kepsds para ilmuan dan pujangga. Ibn Khilis merupakan salah
seorang wazir Fathimiyah yang sangat mempedulikan pengajaran.ia mendirikan
sebuah lembaga pendidikan dan memberinya subsidi besar setiap bulan. Pada masa
ibnu Khilis ini di dalam istana Al-Aziz terdapat seorang fisikawan besar
bernama Muhammad At-Thamim. Al-Kinddi sejarawan dan topographer terbesar hidup
di hustad dan meninggal di tahun 961 M. Pakar terbesar pada awal Fathimiyah
adalah Qazdi An-Nu’man dan beberapa keturunannya yang menduduki jabatan Qadhi
dan kegamaan tertinggi selama 50 tahun semenjak penaklukan mesir sampai pada
masa pemerintahan Al-Hakim. Para Qadhi ini tidak hanya pandi dalam bidang
hukum, melainkan juga cakap dalam berbagai disiplin pendidikan tinggi. Diantara
pegawai perintahan pada masa Al-Hakim terdapat seorang mesir yang berkarya
dalam penulisan sejarah dan karya-karya lain tentang keislaman, Syair, dan
astrologi.
Diantara para
Khalifah Fathimiyah adalah tkoh pendidikan dan orang yang berperadaban
tinggi.Al-Aziz termasuk diantara Khalifah
yang mahir dalam bidang Syair dan mencintai kegiatan pengajaran. Ia
telah mengubah masjid agung Al-Azhar menjadi sebuah lembaga pendidikan tinggi.
Kekayaan dan kemakmuara dinasti Fathimiayah dan besarnya perhatian para
khalifahnya merupakan faktor pendorong para ilmuan untuk berpindah ke Kairo.
Istana Al-Hakim dihiasi dengan kehadiran Ali bin Yunus, pakar terbesar dalam
bidang astronomi, dan Ibnu Ali Al-Hasan bin Al-Haitami, seorang fisikawan mesir
terbesar dan juga ahli dibidang optik. Selain mereka berdua terdapat sejumlah
sastrawan dan ilmuan yang berkarya di istana Fathimiyah.
Khalifah
Fathimiyah mendirikan sejumlah sekolah dan perguruan, mendirikan perpustakaan
umum dan lembaga ilmu pengetahuan. Dan Al-Hikmah merupakan prakarsa terbesar
untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, sekalipun pada awalnya lembaga ini
dimaksudkan sebagai sarana penyebaran dan pengembangan ajaran Syi’ah Ismailiya.
Para khalifah
Fathimiyah pada umumnya mencintai berbagai seni termasuk arsitektur seni.mereka
memperindah ibu kota dan kata-kata lainnya dengan berbagai bangunan
megah.masjid agung Al-Azhar dan masjid agung Al-Hakim menandai kemajuan
arsitektur zaman fathimiyah.khalifah juga mendatangkan sejumlah arsitektur
romawi untuk membantu menyelasaikan tiga buah gerbang raksasa di Kairo,dan
benteng-benteng diwilayah perbatasan Bizantium.semua ini merupakan sebagian
dari peninggalan sejarah pemerintahan Syi’ah di mesir.[4]
C.
Kemunduran
Dan Akhir Dinasti Fathimiyah.
Sebab
kemunduran dinasti Fathimiyah secara ringkas dapat dirumuskan bahwa kemunduran
dan kehancuran dinasti Fathimiyah bermuara pada beberapa hal:
1.
Munculnya
perebutan dan pengaruh ditinggkat elite birokrasi. Hal ini disebabkan kelemahan
khalifah dan kuatnya orang-orang disekitar khalifah, bahwa merekalah yang
sebetulnya mengendalikan pemerintahan.
2.
Perpecahan
dalam meliter. Fathimiyah mengembangkan meliter yang terdiri dari tiga kekuatan
yaitu Barbar kutama yang kerja sama dalam pembentukan Fathimiyah,di tunisia,
Turk yang direkrut pada masa kekuasaan Al-Aziz dan sudan yang direkrut semasa
al-Muntasir, perpecahan ini terjadi karena berebut pengaruh dan lemahnya
penguasaan atas beberapa fiksi militer oleh khalifah.
3.
Perpecahan
internal dikalangan ismiliyah, sepeninggalan al-Muntasir, timbulnya keretakan islamiyah
karena cabang-cabang radikal politik, ekskataloggis,mesianis, dan mesionaris
dari gerakan ismaliyah membentuk cabang-cabang tersendiri.[5]
D.
Masuknya Ilam Dimesir
Mesir merupakan negara Islam yang
cukup besar di Afrika. Jumlah penduduknya 41.990.000 jiwa, sebagian besar
penduduknya beragama Islam, sedangkan sisanya 3 juta jiwa beragama Kristen.
Pada masa Khalifah Umar Bin
Khattab, Mesir dalam penjajahan bangsa Romawi Timur, dan yang menjadi Gubernur
Mesir pada saat itu ialah Mauqauqis. Pada saat itu bangsa Mesir sangat
menderita karena penjajahan yang tidak kenal belas kasihan. Oleh Karena itu,
Amr Bin Ash selaku panglima perang mengusulkan kepada Khalifah Umar Bin Khattab
untuk membebaskan Mesir dari penjajahan Romawi. Usul ini diterima dan pasukan
Islam yang membawa 4000 orang siap membebaskan Mesir. Pasukan yang dipimpin Amr
ini memasuki daerah Mesir melalui padang pasir terus mamasuki kota kecil
bernama Al Arisy, dengan mudah pasukan islam menaklukan kota itu. Dari situ
pasukan Islam memasuki kota Al Farma. Di kota ini pasukan Islam mendapat
perlawanan. Amr Bin Ash memerintahkan untuk mengepung kota ini dan setelah 1
bulan kota ini berhasil direbut.
Dari kota itu pasukan Islam
melanjutkan ke kota Bilbis. Di sini pasukan Islam mendapat bantuan dari rakyat
Mesir. Di kota ini pasukan islam menangkap putri Mauqauqis yang terkenal
sebagai pelindung rakyat Mesir. Putri ini diantar kerumahnya dengan segala
hormat. Dari kota Bilbis pasukan Islam menuju ke Tondamis yang terletak di tepi
sungai Nil.
Di sini Amr Bin Ash mendapat
kesulitan karena banyak pasukan sudah gugur dan pasukan yang masih hidup
merasakan rasa lelah yang luar biasa. Amr Bin Ash pun meminta bantuan ke
Khalifah Umar Bin Khattab. Kepada pasukan yang ada Amr Bin Ash memberikan
pidato yang berapi-api sehingga pasukan Islam dapat menghancurkan benteng
Tondamis dan melanjutkan ke kota Ainu Syam, di perjalanan kota ini pasukan
Islam baru mendapat bantuan sebanyak 4000 orang. Setelah Ainu Syam dapat
ditaklukan pasukan Islam mempersiapkan penyerangan ke benteng Babil. Selama 7
bulan benteng Babil dikepung dan akhirnya benteng terbaru di Mesir dapat di
kuasai.
Setelah itu pasukan Islam merebut
kota Iskandaria, maka diadakan perjanjian antara Amr Bin Ash dan Mauqauqis dan
sejak itu Mesir menjadi daerah Islam sepenuhnya. Nama Amr Bin Ash diabadikan
menjadi nama mesjid tertua di Mesir.
Ketika
al-Muiz berhasil menguasai Mesir, di tempat ini berkembang empat madzhab fikih;
Maliki, Hanafi, Syafi’i, dan Hambali. Sedangkan al-Muiz menganut faham Syi’ah.
Oleh karena itu, al-Muiz mengayomi dua kenyataan ini dengan mengangkat hakim
dari kalangan sunni dan syi’ah. Akan tetapi, jabatan-jabatan penting diserahkan
kepada ulama’ syi’ah dan sunni hanya menduduki jabatan-jabatan penting rendah.
Pada
tahun 379 M, semua jabatan diberbagai bidang politik, agama dan
militer dipegang oleh Syi’ah. Oleh karena itu, sebagian pejabat Fatimiyah yang
sunni beralih ke Syi’ah supaya jabatannya meningkat.
Doktrin
Imamah bagi Syi’ah yang dikembangkan oleh pemerintahan syi’ah tidak hanya
berkonotasi theologi, tetapi juga berdimensi politis. Para pengikut Syi’ah
berpendirian bahwa jabatan Imamah (Khilafah di kalangan Sunni) merupakan hanya
Ahl al-Bait, yakni keturunan Ali bin Abi Thalib dan Fatimah. Oleh karenanya,
mereka tidak mau tunduk pada pemerintahan para khalifah tersebut. Selain itu,
mereka tidak pernah berhenti memperjuangkan apa yang mereka anggap sebagai
haknya itu melalui berbagai jalan termasuk pemberontakan dan peperangan.
Berdirinya Dinasti Bani Fathimiyah di Mesir ini juga antara lain dilatarbelakangi
oleh doktrin di atas.
Pemerintahan
Fathimiyah ini dapat dimasukkan ke dalam model pemerintahan yang bersifat
keagamaan. Dalam arti bahwa hubungan-hubungan dengan agama sangatlah kuat,
simbol-simbol keagamaan, khususnya. Dalam hubunganya dengan keluarga Ali,
sangat ditonjolkan dalam mengurus pemerintahan. Seperti dinyatakan oleh Moh
Nurhakim bahwa Fatimiyah membangun masjid-masjid., seperti Al Azhar dan Al
Hakim, dengan menara serta kubahnya yang menjulang bagaikan ketinggian para
Imam, dan mengingatkan terhadap kota suci Makkah dan Madinah Sebagai
suatu cara memuliakan terhadap khalifah karena kesungguhannya dalam berbakti
kepada Tuhan.
Selain
itu, menurut Nur Hakim, memuliakan terhadap Imam yang hidup disejajarkan dengan
memuliakan terhadap kalangan Svuhada’ dari keluarga Nabi. Fatimiyah membangun
sejumlah makam keluarga Ali, seperti makam Husein di Mesir, dalam rangka
meningkatkan peziarah serta memberi kesan mendalam kepada masyarakat atas
tempat-tempat suci dan keramat. Maka, pada 1153 M. kepala Husein, yang
dipenggal dalam peperangan melawan Yazid bin Muawivah, dipindahkan dari Ascalon
ke Kairo, lalu di bangunlah makam Sayyaidina Husein yang sekarang disebut
perkampungan Husein.
Salah
satu doktrin keimaman yang lain adalah bahwa Imam mesti dijaga oleh Allah dari
kesalahan-kesalahan yang biasa dilakukan oleh manusia biasa. Selanjutnya,
doktrin ini bisa dimanfaatkan oleh para khalifah untuk membuat legitimasi
keagamaan pada dirinya. Misalnva, Ubaidillah Al Mahdi, pendiri Fatimiyah,
adalah gelar dari Said bin Husain al-Salamiyah, sekaligus dengan gelar ini dia
menyatakan diri sebagai Imam dari Syi’ah Isma’iliyah. Dengan gelar ini, maka
setidaknya akan menimbulkan kesan umum bahwa sang kholifah adalah seorang imam
yang terjaga dari kesalahan-kesalahan fatal.
Imam
dalam doktrin Syiah juga bersifat messianistik (Mahdisme), yakni, ia dipahami
sebagai figur penyelamat di kala suatu bangsa yang mengalami keadaan konflik
yang berkepanjangan yang tak terselesaikan. Sebagai akibat dari doktrin-doktrin
Syi’ah, maka pemerintahan Fathimiyah mempunyai corak yang militan, khususnya di
masa awal kemunculannya. Usaha para pemimpin Syi’ah yang kemudian diwakili oleh
Ubaidillah untuk mewujudkan dinasti Fathimiyah dilakukan di bawah tanah dalam
waktu yang panjang dengan penuh militansi. Selanjutnya, pemerintahannya
bercorak keagamaan, dalam arti penggunaan simbol-simbol ritus maupun mitos
dalam agama sangatlah kental. Untuk memperoleh dukungan rakyat, make khalifah
sering menggunakan simbol-simbol keagamaan. Hal yang terakhir ini juga membawa
pengaruh kepada corak kebudayaannya yang religius.[6]
E.
Kemajuan Yang Dicapai Daulah Fatimiyah
Dinasti Fatimiyah mencapai puncaknya pada
periode Mesir, terutama pada masa kepemimpinan al Mu’izz, al Aziz dan al Hakim.
Sumbangan dinasti Fatimiyah terhadap peradaban Islam sangat besar, baik dalam
ekspansi atau perluasan wilayah, sistem pemerintahan, kebudayaan, politik
maupun dalam bidang ilmu pengetahuan, kemajuan yang terlihat antara lain:
1. Perluasan Wilayah
Al Mahdi memperluas wilayah kekuasaan ke
seluruh Afrika yang terbentang dari perbatasan Mesir ke wilayah Fes di Maroko.
Pada 910, ia menguasai Alexandria, Malta, Syria, Sardina, Corsica, dan
lain-lain.
Al Qa’im, putera al Mahdi, mengadakan
perluasan ke selatan Pantai Perancis pada 934 M. Di sana ia berhasil menduduki
Genoa dan wilayah sepanjang pantai Calabria.
Al Mansur menggantikannya dan mendirikan
kota al Mansuriyah yang megah di wilayah perbatasan Susa’. Ia mampu
mempertahankan prestasi ayahnya dalam mengamankan seluruh wilayah Afrika,
meskipun berbagai serangan dari khawarij terus dilancarkan.
Al Mu’iz adalah khalifah Fatimiyah yang
paling besar. Ia berhasil membawa rakyat dalam suasana damai dan makmur.
Setelah berhasil mengkonsolidasi ke dalam pemerintahan, barulah ia memperluas
wilayah dan tidak lama untuk dapat menguasai Maroko dari bani Umayyah di bawah
pimpinan panglima Jauhar Al Shaqili>. Ia juga berhasil merebut Sicilia dari
kekuasaan Bizantine. Ia berhasil menaklukkan Mesir. Penaklukan kota Fust}at
tanpa perlawanan yang kemudian dibangun menjadi Qahirah (Kairo). Jasa lain dari
panglima Jauhar ini yakni tersebarluasnya ideologi Fatimiyah yaitu Syi’ah.
2. Di Bidang Pemerintahan, Fatimiyah
berhasil mendirikan sebuah Negara yang sangat luas dan peradaban yang berlainan
yang jarang disaksikan di Timur. Hal ini sangat menarik perhatian karena sistem
administrasinya yang sangat baik sekali, aktifitas artistiknya, luasnya
toleransi religiusnya, efesiensi angkatan perang dan angkatan lautnya,
kejujuran pengadilan-pengadilannya, dan terutama perlindungan terhadap ilmu
pengetahuan dan kebudayaan.
Pemerintahan Fatimiyah ini dapat dimasukkan
ke dalam model pemerintahan yang bersifat keagamaan. Dalam arti bahwa
hubungan-hubungan dengan agama sangatlah kuat, dimana agama dijadikan sebagai
motivasi kebangkitannya melawan rezim yang mapan. Selanjutnya, simbol
keagamaan, khususnya dalam hubungannya dengan keluarga ‘Ali, sangatlah
ditonjolkan dalam pemerintahan.
3. Di Bidang Kebudayaan, dinasti ini juga
mencapai kemajuan pesat, terutama setelah didirikannya Masjid al-Azhar sekitar
tahun 972 M , dalam masa pemerintahan al Mu’iz. Kemudian menjadi madrasah
tingkat tinggi pada tahun 976 M dan sekarang dikenal dengan Jami’at al-Azhar
(universitas al-Azhar), yang berfungsi sebagai pusat pengkajian Islam dan pusat
pengembangan ilmu pengetahuan. Bahkan selanjutnya Masjid al-Azhar ini telah
dimanfaatkan dengan baik oleh kelompok Syiah maupun Sunni.
Dalam pemerintahan Fatimiyah, terdapat
empat perayaan maulud, yakni:
a. Maulid Nabi Muhammad SAW
b. Maulid Fatimah, putri Nabi
c. Maulid ‘Ali> ibn Abi> T{a>lib
d. Maulid khalifah yang memerintah pada
masa tersebut.
Dalam masa pemerintahan al Aziz, khalifah
paling bijaksana, ia berhasil membawa Fatimiyah pada puncak kemajuan
mengungguli bani Abbas pada saat itu. Bangunan megah ia dirikan di Kairo
seperti The Golden Palace, The Pearl Pavillion, dan masjid Karafa serta
peresmian masjid al Azhar.
4. Di Bidang Politik, kemajuan yang dicapai
oleh Khilafah Fatimiyah dapat dilihat dari kebijakan-kebijakan yang bersifat
politis yang dikeluarkan oleh khalifah, di antaranya:
a. Pemindahan pusat pemerintahan dari
Qairawan (Tunisia) ke Kairo (Mesir) adalah merupakan langkah strategis. Mesir
akan dijadikan sebagai pusat koordinasi dengan berbagai Negara yang tunduk
padanya, karena lebih dekat dengan dunia Islam bagian Timur, sedangkan Qairawan
jauh di sebelah utara Benua Afrika.
b. Pembentukan Wazir Tanfiz yang
bertanggung jawab mengenai pembagian kekuasaan pusat dan daerah.
Namun Fatimiyah kurang berhasil di bidang
politik dalam dan luar negeri, terutama ketika menghadapi kelompok nasrani dan
sunni yang sudah lebih dahulu mapan daripada Mesir.
5. Di Bidang Keilmuan dan Kesusastraan.
Ilmuwan yang paling terkenal pada masa Fatimiyah adalah Ya’ku>b Ibn Killis
yang berhasil membangun akademi keilmuan dan melahirkan ahli fisika bernama al
Tamimi> dan juga seorang ahli sejarah yaitu Muhammad ibn Yusuf al Kindi dan
seorang ahli sastra yang muncul pada masa Fatimiyah adalah al Azis, sang
khalifah.
Kemajuan yang paling fundamental di bidang
keilmuan adalah didirikannya lembaga keilmuan yang bernama Da>r al Hikmah,
sebagai pusat studi pada tingkat tinggi, didalamnya dilakukan diskusi,
penelitian, penulisan, penerjemahan, serta pendidikan. Bangunan ini mulai
didirikan pada masa al Aziz dan diselesaikan oleh al Hakim.
Selain itu, al Mu’iz juga berhasil
mendirikan universitas kedokteran yang sama besarnya dengan
universitas-universitas di Baghdad maupun Cordova.
6. Di Bidang Ekonomi dan Sosial, Mesir
mengalami kemakmuran ekonomi yang mengungguli daerah-daerah lainnya dan
hubungan dagang dengan dunia non muslim dibina dengan baik, serta di masa ini
pula banyak dihasilkan produk islam yang terbaik. Dikisahkan pada suatu
Festifal, khalifah sangat cerah dan berpakaian indah, istana khalifah dihuni
30.000 orang terdiri 1200 pelayan dan pengawal, juga masjid dan perguruan
tinggi, rumah sakit dan pemondokan khalifah yang berukuran sangat besar
menghiasi kota Kairo baru, pemandian umum yang dibangun dengan baik, pasar yang
mempunyai 20.000 toko luar biasa besarnya dan dipenuhi berbagai produk dari
seluruh dunia.
7. Sektor pertanian sangat digalakkan,
karena tanah negeri Mesir sangat subur berkat aliran sungai Nil yang sangat
melimpah. Karenanya, sistem pengairan melalui perbaikan irigasi dan kanal-kanal
dapat meningkatkan produktivitas pertanian: gandum, kurma, kapas, bawang putih
dan merah, serta kayu-kayu hutan untuk industri kapal dagang dan perang.
8. Aspek seni juga mendapatkan perhatian
oleh para khalifah. Hal ini terekspesikan pada upacara-upacara, kesenian, dan
arsitektur istana yang dirancang sangat megah. Beberapa kasau yang terbuat dari
emas menyangga langit-langit, gambar-gambar, mahkota, pedang, tongkat, payung
dan lain sebagainya.
Kemakmuran Mesir ini terjadi pada masa
pemerintahan al-Azis yang memiliki sifat dermawan dan tidak membedakan antara
syi’ah dan sunni, Kristen dan agama lainnya, sehingga banyak da’i sunni yang
belajar ke al-Azhar. Walaupun dinasti ini bersungguh-sungguh dalam mensyi’ahkan
orang Mesir tapi tidak ada pemaksaan, inilah salah satu bentuk kebijakan yang
diambil oleh khalifah Fatimiyah yang imbasnya sangat besar terhadap kemakmuran
dan kehidupan sosial masyarakat Mesir.
Dari pemaparan tersebut di atas dapatlah
kiranya diketahui tentang kemajuan yang dicapai Dinasti Fatimiyah antara lain
karena:
1. Faktor keagamaan yang kuat
2. Pemimpinnya Bijaksana
3. Militernya kuat.
4. Administrasi pemerintahannya baik.
5. Ilmu pengetahuan berkembang dan ekonomi
stabil.
6. Kehidupan bermasyarakat tentram dan
damai.[7]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
.bahwa
dinasti ini dinisbatkan kepada Fatimah al-Zahro (putri nabi SAW dan isteri Ali Ibn Abi Thalib ra)
2.
Bidang
administrasi,sosial,ilmu pengetahuan dan kesastraan.
3.
a)
munculnyaperebutan dan pengaruh ditinggkat elite birokrasi
b) perpecahan meliter
c)perpecahan
internal di kalangan islamiyah.
B. SARAN
Dengan adanya makalah ini,
diharapkan pada mahasiswa agar lebih mudah memahami tentang sejarah peradaban
islam terutama yang berkaitan dengan sejarah lahirnya daulah-daulah yang berperan
dalam perkembangan islam.
Kegiatan
kelompok
Pada tanggal 30
Maret 2016 mencari buku refrensi di perpus yang terlibat :
·
fitria
suci A
·
Sitti
Munawaroh
·
moh.hidayatul
ahsan
·
habibi (tidak hadir dikarenakan kecelakaan)
pada
tanggal 09 april 2016 pengerjaan tugas
makalah yang terlibat:
·
fitria
suci A
·
Sitti
Munawaroh
·
moh.hidayatul
ahsan
·
habibi (tidak hadir dikarenakan kecelakaan)
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Samsul Munir,Sejarah
Peradaban Islam, Jakarta:Amzah,2010
Mubarok,Jaih,Sejarah
Peradaban Isla, Bandung: CV Pustaka Islamika,2008
Sunanto,Musrifah,Sejarah
Islam Klasik, Jakarta:Fajar Interpratama Offset,2003
Yatim,
Badri,Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Rajawali
Pers,2011
Sou’yb, Joesoef , Sejarah
Daulat Abbasiah II . ,Jakarta : Bulan Bintang, 1977.