Thursday 15 December 2016

PERWAJAHAN ISLAM DI MADURA-PERWAJAHAN ISLAM DI MADURA-PERWAJAHAN ISLAM DI MADURA-PERWAJAHAN ISLAM DI MADURA


PERWAJAHAN ISLAM DI MADURA

TUGAS AKHIR
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah “ Islam Dan Budaya Madura
Yang Diampu Oleh Bapak Moh. Afiful Hair M. Pd.I.



Disusun Oleh:

Imam Hanafi


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PAMEKASAN



PEMBAHASAN

Madura merupakan salah satu pulau di indonesia yang merupakan profinsi jawa timur. Namun walaupun demikian bukan berarti bahasa masyarakat madura bahasa jawa seperti yang biasa di gunakan orang jawa asli, surabaya, malang dan masih banyak daerah lainnya. Masyarakat madura memiliki bahasanya sendiri yaitu bahasa madura asli, bahkan setiap kabupaten di pulau ini memiliki bahasa dan dialek yang berbeda. Bahasa tubuh dan bahasa isyarat di madura tak jauh beda dengan bahasa nonverbal di wilayah indonesia lainnya. Menurut Nurdin di desa Tambak omben tepatnya di Sampang  Jika mengangguk berarti iya dan menggeleng berarti tidak dan begitupun bahasa isyarat lainnya. [1]
Pakaian dan penampilan masyarakat madura tak jauh beda dengan penampilan-penampilan masyarakat modern saat ini. Hanya saja ada yang khas dari penampilan masyarakat madura asli, yaitu pemakai sarung dan kopyah bagi kaum adam saat melakukan shalat dan acara-acara keislaman seperti perayaan maulid nabi, akad nikah dan lain sebagainya. Sarung juga ada yang khusus perempuan madura, hanya saja pemakaiannya yang berbeda. Biasanya selain dipakai untuk shalat, perempuan madura biasa menggunakan sarung untuk kegiatan sehari-hari. Akan tetapi, hal itu saat ini sudah mulai jarang ditemukan karena efek modernisasi yang masuk pada masyarakat madura itu sendiri.perempuan madura biasa menggunakan mukena terusan yang berwarna putih saat melaksanakan shalat, namun dewasa ini, sudah banyak pemudi yang menggunakan mukena atas dan bawahan dengan berbagai variasi warna.
Pakaian madura khas yang sangat dikenal oleh masyarakat luas yaitu kaos belang berwarna merah putih yang dipakai kaum laki-laki saat melakukan kerapan sapi, juga baju kebaya bagi kaum perempuan. Madura juga memiliki khas yang coraknya membedakan dengan batik-batik lainnya.
Selain batik madura juga memiliki makanan khas yang tidak kalah enaknya dengan makanan khas daerah lainnya. Berbicara tentang makanan khas madura, tak perlu ditanyakan lagi, pastinya sate dan soto madura jawabannya. Sate madura terbuat dari daging ayam, sapi dan juga kambing yang disajikan dengan sambal kacang khas dan ditemani nasi ataupun lontong. Soto madura juga disajikan dengan nasi putih. Menurut Badriyah di desa Tambak Omben tepatnya di Sampang Biasanya kuah soto madura tidaklah bening dan identik berwarna kuning karena bumbu rempah yang tercampur di dalamnya. Nasi merupakan makanan pokok masyarakat setempat, hanya saja ada yang berbeda dari bahan pembuatan makanan pokok tersebut. Masyarakat madura biasanya menambahkan jagung pada beras yang akan dimasak.
Ikan laut atau orang madura biasa menybut “chuko’ tase’” selalu ada di setiap makanan yang tersaji, karena ikan merupakan lauk murah dan mudah ditemukan di pulau ini.[2] Terkadang para nelayan madura langsung menjual hasil tangkapannya di beberapa pasar terdekat.
 Masakan madura di sajikan seperti biasanya hanya saja orang madura makan tanpa menggunakan sendok dan garpu karena menurut mereka lebih afdhol makan dengan tangannya dan juga masyarakat madura tak menggunakan kursi ataupun meja saat makan atau biasa di sebut lesehan.
Masyarakat madura sanagat menghargai pagi. Karena kebiasaan tidur malam masyarakat madura yang tak sampai larut, membuat mereka bangun pagi sebelum matahari terbit. Masyarakat madura juga tak akan tidur lagi setelah mereka usai melaksanakan sholat subuh.  Biasanya waktu di pagi hari digunakan untuk membersihkan rumah dan memasak di dapur bagi kaum perempuan, sedangkan bagi kaum laki-laki digunakan untuk pergi ke sawah, memberi makan ternak atau hanya sekedar nyeruput kopi di depan rumah. Pagi bagi para pelajar madura biasanya digunakan untuk menuntut ilmu sampai sore nanti. Maghrib merupakan waktu yang sakral bagi masyarakat madura, biasanya para pelajar belajar mengaji di rumah ustad ustadzah atau guru ngaji di desa mereka dari mulai maghrib sampai isya’.
 Di setiap rumahpun ngaji setelah sholat maghrib merupakan hal yang lumrah dilakukan, bahkan beberapa keluarga madura ada yang harus mematikan televisi saat sudah masuk waktu maghrib. Dan di malam hari masyarakat madura cenderung menghentikan aktifitasnya kecuali orang-orang yang mencari nafkah di waktu malam seperti warung klontong, penjual makananpun terkadang tak berjualan, entah mengapa ada yang beda dari suasana kamis malam di madura dengan malam-malam lainnya. Masyarakat madura sangat menghargai guru apalagi seorang kyai dan nyai atau yang biasa di sebut ajengan. Kesadaran masyarakat madura untuk mengakui bahwa guru sangat berjasa itu sangat tinggi, apalagi pengakuan terhadap guru ngajinya. Bersalaman atau hanya sekedar menyapa saat bertemu sudah biasa dilakukan oleh masyarakat madura kepada gurunya. Selain kepada guru masyarakat madura sangat menghormati yang lebih tua darinya. Saat berjalan di depan orang yang lebih tuapun mereka membungkukkan badan dan mengatakan “kelenun” yang berarti permisih. Dan kebiasaan lainnya yaitu berjabat tangan kepada tamu yang datang dan mempersilahkan masuk rumah.
Masyarakat madura umumnya menikah di usia muda (usia belasan tahun). Bahkan beberapa wilayah di pulau madura masih saja ada yang menjodohkan anak-anaknya. Hanya saja sudah banyak masyarakat madura yang membuka mata akan pentingnya pendidikan saat ini, sehingga pemuda pemudi madura berhasil menammatkan pendidikannya minimal tingkat menengah pertama.[3] Hubungan bermasyarakat di pulau madura sangatlah baik, karena masyarakat madura dapat mengenal tetangga dekat bahkan tetangga jauh sekalipun. Kebudayayaan masyarakat madura berbeda dengan kebudayaan masyarakat lainnya, termasuk dengan kebudayaan jawa timur (surabaya, malang dll) meskipun madura masih satu provinsi dengan mereka.
 Masyarakat madura memiliki karakter dan sifat yang berbeda dengan masyarakat jawa. Masyarakatnya yang santun, membuat masyarakat madura disegani, dihormati bahkan “ditakuti” oleh masyarakat yang lain. Masyarakat madura di dominasi oleh pemeluk agama islam, oleh karena itu sedari kecil para orang tua lebih dulu mengajarkan anak-anaknya mengaji dibandingkan mengajarkan mereka yang lainnya. Ketika anak sudah mulai dianggap mampu mengucapkan satu huruf Al-qur’an, orang tua biasanya memasrahkan anaknya pada guru ngaji kepercayaan mereka. Pelajaran agama lebih banyak di peroleh oleh anak di usia dini di madura. Karena pendidikan PAUD dan TK pun selain mengajarkan baca tulis dan menghitung juga mengajarkan mengaji dan tulis arab. Tak hanya usia dini, para pemudapun juga turut belajar agama seusianya. Dengan adanya banyak pesantren di madura, mereka dapat menuntut ilmu di tempat suci tersebut.
Menurut K.H. Muzayyanul A’mal selaku tokoh Agama di desa Tambak Omben Sampang yaitu karena di dominasi oleh umat islam, masyarakat madura sangat mempercayai Al-Qur’an dan Hadist. Dari sumber keagamaan itulah mereka bertindak dan bersikap. Segala anjuran dan larangan yang ada di dalamnya cenderung mereka kerjakan. Contohnya, silaturrahmi antar tetanggayang sangat baik, bersikap ramah tamah kepada siapapun, saling membantu dan lain sebagainya.[4]
Kebudayaan yang muncul dalam suatu masyarakat merupakan suatu bentuk cipta, rasa dan karsa dari setiap individu masyarakat yang ada dalam daerah tertentu. Oleh karena itu sudah barang tentu dalam kehidupan bermasyarakat kita pasti akan menemukan berbagai kebudayaan serta perilaku kebudayaan yang berbeda antara yang satu dengan yang lain. Namun tidak sedikit pula orang yang memiliki pandangan serta pemaknaan yang sama tentang kebudayaan-kebudayaan tersebut. Pada dasarnya setiap kebudayaan yang muncul dalam suatu masyarakat pasti akan terus bertahan dan berkembang, hal ini disebabkan karena masyarakat masih menganggap bahwa kebudayaan tersebut masih mempunyai nila-nilai yang baik dan sakral. Sehingga untuk merubah atau mengganti suatu kebudayaan yang sudah melekat dalam jiwa suatu masyarakat bukanlah hal mudah untuk dilakukan.
 Adapun tradisi yang ada di madura ialah kebudayaan rokat tase’ (petik laut), tradisi maulid nabi, kerapan sapi, slametan, ter ater, dan lain sebagainya. Adapun yang melatar belakangi adanya slametan yang di kenal dengan istilah tajin sorah dan tajin safar adalah berawal dari budaya nenek moyang kita yang beragama hindu meyakini akan adanya bulan yang penuh dengan musibah yaitu pada bulan asyuro yang mana nenek moyang kita bersedekah (asalamettan). Bentuk sedekahnya yaitu dengan bentuk yng di kenal dengan istilah tajin pote dan tajin mera pote, yang mana tajin tersebut di sedekahkan kepada warga setempat atau tetangga.
 Mereka berkeyakinan dengan adanya slametan tajin mereka dapat terhindar dari musibah. Apabila di kaitkan dengan nilai-nilai keagamaan tradisi tersebut tidak menyimpang dan tidak keluar dari hukum syara’. Bahkan dalam islampun bersedekah di anjurkan untuk menolak balak dan terhindar dari musibah.[5]
Kontribusi islam dalam budaya dan pembangunan peradaban masyarakat madura adalah identik dengan islam. Manusia di madura lebih memilih menyekolahkan anak-anaknya di sebuah pesantren dari pada di sekolah negeri. Abhental syahadat asapok iman adalah salah satu pribahasa orang madura. Ahlus sunnah wal jamaah. Aswaja versi bahasa terdiri dari tiga kata Ahlu, Al-sunnah, Al-jamaah. Kata Ahlu dikatakan sebagai keluarga atau pengikut ajaran sunnah Nabi Muhammad SAW yaitu para sahabat dan generasi-generasi selanjutnya.[6]
Madura memiliki potret yang berbeda. Contohnya adalah adanya surau ini menandakan bahwa masyarakat madura spiritualnya sangat tinggi, karena agama adalah penerang bagi manusia. Berbicara potret masyarakat madura maka berbeda dengan timur tengah dan turki, bahwa di madura setiap rumahnya memiliki kobung atau langger. Dan masyarakat madura masih percaya kepada hal gaib contohnya surau diarahkan karena islam adalah syariat.
Dari pemahaman yang tersirat ataupun yang tersurat dari Al-Quran dan Hadist sehingga muncullah peradaban jilbab yang menjadi perdebatan ulama’ sehingga Al-Quran menjelaskan bahwa jilbab adalah kain yang lebar dan menutupi dada dan tidak terawang. Namun islam di madura tetap mempertahankan budayanya karena islam tidak mengenyampingkan budaya. Contohnya pakaian orang madura adalah kebaya yang tali pusarnya terlihat, memakai sampir dan tali panjang yang dijadikan tempat dompet untuk memberi saweran kepada topeng atau seruni dan memakai odheng atau kerudung yang tidak tertutup lehernya.
 Orang madura percaya kepada wayang wedi dan lain sebagainya lalu diubahlah oleh islam menjadi syahadat, pantun-pantun berubah menjadi sambutan-sambutan islam seperti ijab qabul. 






[1] Nurdin, Wawancara. 18 juni 2016
[2] Badriyah, Wawancara. 18 juni 2016
[3] Asnami, Wawancara. 18 juni 2016
[4] Muzayyanul A’mal, Wawancara. 18 juni 2016
[5] Masli, Wawancara. 18 juni 2016
[6] As’ad, Wawancara, 18 juni 2016



PERWAJAHAN ISLAM DI MADURA

TUGAS AKHIR
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah “ Islam Dan Budaya Madura “
Yang Diampu Oleh Bapak Moh. Afiful Hair M. Pd.I.



Disusun Oleh:

Imam Hanafi


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PAMEKASAN



PEMBAHASAN

Madura merupakan salah satu pulau di indonesia yang merupakan profinsi jawa timur. Namun walaupun demikian bukan berarti bahasa masyarakat madura bahasa jawa seperti yang biasa di gunakan orang jawa asli, surabaya, malang dan masih banyak daerah lainnya. Masyarakat madura memiliki bahasanya sendiri yaitu bahasa madura asli, bahkan setiap kabupaten di pulau ini memiliki bahasa dan dialek yang berbeda. Bahasa tubuh dan bahasa isyarat di madura tak jauh beda dengan bahasa nonverbal di wilayah indonesia lainnya. Menurut Nurdin di desa Tambak omben tepatnya di Sampang  Jika mengangguk berarti iya dan menggeleng berarti tidak dan begitupun bahasa isyarat lainnya. [1]
Pakaian dan penampilan masyarakat madura tak jauh beda dengan penampilan-penampilan masyarakat modern saat ini. Hanya saja ada yang khas dari penampilan masyarakat madura asli, yaitu pemakai sarung dan kopyah bagi kaum adam saat melakukan shalat dan acara-acara keislaman seperti perayaan maulid nabi, akad nikah dan lain sebagainya. Sarung juga ada yang khusus perempuan madura, hanya saja pemakaiannya yang berbeda. Biasanya selain dipakai untuk shalat, perempuan madura biasa menggunakan sarung untuk kegiatan sehari-hari. Akan tetapi, hal itu saat ini sudah mulai jarang ditemukan karena efek modernisasi yang masuk pada masyarakat madura itu sendiri.perempuan madura biasa menggunakan mukena terusan yang berwarna putih saat melaksanakan shalat, namun dewasa ini, sudah banyak pemudi yang menggunakan mukena atas dan bawahan dengan berbagai variasi warna.
Pakaian madura khas yang sangat dikenal oleh masyarakat luas yaitu kaos belang berwarna merah putih yang dipakai kaum laki-laki saat melakukan kerapan sapi, juga baju kebaya bagi kaum perempuan. Madura juga memiliki khas yang coraknya membedakan dengan batik-batik lainnya.
Selain batik madura juga memiliki makanan khas yang tidak kalah enaknya dengan makanan khas daerah lainnya. Berbicara tentang makanan khas madura, tak perlu ditanyakan lagi, pastinya sate dan soto madura jawabannya. Sate madura terbuat dari daging ayam, sapi dan juga kambing yang disajikan dengan sambal kacang khas dan ditemani nasi ataupun lontong. Soto madura juga disajikan dengan nasi putih. Menurut Badriyah di desa Tambak Omben tepatnya di Sampang Biasanya kuah soto madura tidaklah bening dan identik berwarna kuning karena bumbu rempah yang tercampur di dalamnya. Nasi merupakan makanan pokok masyarakat setempat, hanya saja ada yang berbeda dari bahan pembuatan makanan pokok tersebut. Masyarakat madura biasanya menambahkan jagung pada beras yang akan dimasak.
Ikan laut atau orang madura biasa menybut “chuko’ tase’” selalu ada di setiap makanan yang tersaji, karena ikan merupakan lauk murah dan mudah ditemukan di pulau ini.[2] Terkadang para nelayan madura langsung menjual hasil tangkapannya di beberapa pasar terdekat.
 Masakan madura di sajikan seperti biasanya hanya saja orang madura makan tanpa menggunakan sendok dan garpu karena menurut mereka lebih afdhol makan dengan tangannya dan juga masyarakat madura tak menggunakan kursi ataupun meja saat makan atau biasa di sebut lesehan.
Masyarakat madura sanagat menghargai pagi. Karena kebiasaan tidur malam masyarakat madura yang tak sampai larut, membuat mereka bangun pagi sebelum matahari terbit. Masyarakat madura juga tak akan tidur lagi setelah mereka usai melaksanakan sholat subuh.  Biasanya waktu di pagi hari digunakan untuk membersihkan rumah dan memasak di dapur bagi kaum perempuan, sedangkan bagi kaum laki-laki digunakan untuk pergi ke sawah, memberi makan ternak atau hanya sekedar nyeruput kopi di depan rumah. Pagi bagi para pelajar madura biasanya digunakan untuk menuntut ilmu sampai sore nanti. Maghrib merupakan waktu yang sakral bagi masyarakat madura, biasanya para pelajar belajar mengaji di rumah ustad ustadzah atau guru ngaji di desa mereka dari mulai maghrib sampai isya’.
 Di setiap rumahpun ngaji setelah sholat maghrib merupakan hal yang lumrah dilakukan, bahkan beberapa keluarga madura ada yang harus mematikan televisi saat sudah masuk waktu maghrib. Dan di malam hari masyarakat madura cenderung menghentikan aktifitasnya kecuali orang-orang yang mencari nafkah di waktu malam seperti warung klontong, penjual makananpun terkadang tak berjualan, entah mengapa ada yang beda dari suasana kamis malam di madura dengan malam-malam lainnya. Masyarakat madura sangat menghargai guru apalagi seorang kyai dan nyai atau yang biasa di sebut ajengan. Kesadaran masyarakat madura untuk mengakui bahwa guru sangat berjasa itu sangat tinggi, apalagi pengakuan terhadap guru ngajinya. Bersalaman atau hanya sekedar menyapa saat bertemu sudah biasa dilakukan oleh masyarakat madura kepada gurunya. Selain kepada guru masyarakat madura sangat menghormati yang lebih tua darinya. Saat berjalan di depan orang yang lebih tuapun mereka membungkukkan badan dan mengatakan “kelenun” yang berarti permisih. Dan kebiasaan lainnya yaitu berjabat tangan kepada tamu yang datang dan mempersilahkan masuk rumah.
Masyarakat madura umumnya menikah di usia muda (usia belasan tahun). Bahkan beberapa wilayah di pulau madura masih saja ada yang menjodohkan anak-anaknya. Hanya saja sudah banyak masyarakat madura yang membuka mata akan pentingnya pendidikan saat ini, sehingga pemuda pemudi madura berhasil menammatkan pendidikannya minimal tingkat menengah pertama.[3] Hubungan bermasyarakat di pulau madura sangatlah baik, karena masyarakat madura dapat mengenal tetangga dekat bahkan tetangga jauh sekalipun. Kebudayayaan masyarakat madura berbeda dengan kebudayaan masyarakat lainnya, termasuk dengan kebudayaan jawa timur (surabaya, malang dll) meskipun madura masih satu provinsi dengan mereka.
 Masyarakat madura memiliki karakter dan sifat yang berbeda dengan masyarakat jawa. Masyarakatnya yang santun, membuat masyarakat madura disegani, dihormati bahkan “ditakuti” oleh masyarakat yang lain. Masyarakat madura di dominasi oleh pemeluk agama islam, oleh karena itu sedari kecil para orang tua lebih dulu mengajarkan anak-anaknya mengaji dibandingkan mengajarkan mereka yang lainnya. Ketika anak sudah mulai dianggap mampu mengucapkan satu huruf Al-qur’an, orang tua biasanya memasrahkan anaknya pada guru ngaji kepercayaan mereka. Pelajaran agama lebih banyak di peroleh oleh anak di usia dini di madura. Karena pendidikan PAUD dan TK pun selain mengajarkan baca tulis dan menghitung juga mengajarkan mengaji dan tulis arab. Tak hanya usia dini, para pemudapun juga turut belajar agama seusianya. Dengan adanya banyak pesantren di madura, mereka dapat menuntut ilmu di tempat suci tersebut.
Menurut K.H. Muzayyanul A’mal selaku tokoh Agama di desa Tambak Omben Sampang yaitu karena di dominasi oleh umat islam, masyarakat madura sangat mempercayai Al-Qur’an dan Hadist. Dari sumber keagamaan itulah mereka bertindak dan bersikap. Segala anjuran dan larangan yang ada di dalamnya cenderung mereka kerjakan. Contohnya, silaturrahmi antar tetanggayang sangat baik, bersikap ramah tamah kepada siapapun, saling membantu dan lain sebagainya.[4]
Kebudayaan yang muncul dalam suatu masyarakat merupakan suatu bentuk cipta, rasa dan karsa dari setiap individu masyarakat yang ada dalam daerah tertentu. Oleh karena itu sudah barang tentu dalam kehidupan bermasyarakat kita pasti akan menemukan berbagai kebudayaan serta perilaku kebudayaan yang berbeda antara yang satu dengan yang lain. Namun tidak sedikit pula orang yang memiliki pandangan serta pemaknaan yang sama tentang kebudayaan-kebudayaan tersebut. Pada dasarnya setiap kebudayaan yang muncul dalam suatu masyarakat pasti akan terus bertahan dan berkembang, hal ini disebabkan karena masyarakat masih menganggap bahwa kebudayaan tersebut masih mempunyai nila-nilai yang baik dan sakral. Sehingga untuk merubah atau mengganti suatu kebudayaan yang sudah melekat dalam jiwa suatu masyarakat bukanlah hal mudah untuk dilakukan.
 Adapun tradisi yang ada di madura ialah kebudayaan rokat tase’ (petik laut), tradisi maulid nabi, kerapan sapi, slametan, ter ater, dan lain sebagainya. Adapun yang melatar belakangi adanya slametan yang di kenal dengan istilah tajin sorah dan tajin safar adalah berawal dari budaya nenek moyang kita yang beragama hindu meyakini akan adanya bulan yang penuh dengan musibah yaitu pada bulan asyuro yang mana nenek moyang kita bersedekah (asalamettan). Bentuk sedekahnya yaitu dengan bentuk yng di kenal dengan istilah tajin pote dan tajin mera pote, yang mana tajin tersebut di sedekahkan kepada warga setempat atau tetangga.
 Mereka berkeyakinan dengan adanya slametan tajin mereka dapat terhindar dari musibah. Apabila di kaitkan dengan nilai-nilai keagamaan tradisi tersebut tidak menyimpang dan tidak keluar dari hukum syara’. Bahkan dalam islampun bersedekah di anjurkan untuk menolak balak dan terhindar dari musibah.[5]
Kontribusi islam dalam budaya dan pembangunan peradaban masyarakat madura adalah identik dengan islam. Manusia di madura lebih memilih menyekolahkan anak-anaknya di sebuah pesantren dari pada di sekolah negeri. Abhental syahadat asapok iman adalah salah satu pribahasa orang madura. Ahlus sunnah wal jamaah. Aswaja versi bahasa terdiri dari tiga kata Ahlu, Al-sunnah, Al-jamaah. Kata Ahlu dikatakan sebagai keluarga atau pengikut ajaran sunnah Nabi Muhammad SAW yaitu para sahabat dan generasi-generasi selanjutnya.[6]
Madura memiliki potret yang berbeda. Contohnya adalah adanya surau ini menandakan bahwa masyarakat madura spiritualnya sangat tinggi, karena agama adalah penerang bagi manusia. Berbicara potret masyarakat madura maka berbeda dengan timur tengah dan turki, bahwa di madura setiap rumahnya memiliki kobung atau langger. Dan masyarakat madura masih percaya kepada hal gaib contohnya surau diarahkan karena islam adalah syariat.
Dari pemahaman yang tersirat ataupun yang tersurat dari Al-Quran dan Hadist sehingga muncullah peradaban jilbab yang menjadi perdebatan ulama’ sehingga Al-Quran menjelaskan bahwa jilbab adalah kain yang lebar dan menutupi dada dan tidak terawang. Namun islam di madura tetap mempertahankan budayanya karena islam tidak mengenyampingkan budaya. Contohnya pakaian orang madura adalah kebaya yang tali pusarnya terlihat, memakai sampir dan tali panjang yang dijadikan tempat dompet untuk memberi saweran kepada topeng atau seruni dan memakai odheng atau kerudung yang tidak tertutup lehernya.
 Orang madura percaya kepada wayang wedi dan lain sebagainya lalu diubahlah oleh islam menjadi syahadat, pantun-pantun berubah menjadi sambutan-sambutan islam seperti ijab qabul. 






[1] Nurdin, Wawancara. 18 juni 2016
[2] Badriyah, Wawancara. 18 juni 2016
[3] Asnami, Wawancara. 18 juni 2016
[4] Muzayyanul A’mal, Wawancara. 18 juni 2016
[5] Masli, Wawancara. 18 juni 2016
[6] As’ad, Wawancara, 18 juni 2016




PERWAJAHAN ISLAM DI MADURA

TUGAS AKHIR
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah “ Islam Dan Budaya Madura “
Yang Diampu Oleh Bapak Moh. Afiful Hair M. Pd.I.



Disusun Oleh:

Imam Hanafi


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PAMEKASAN



PEMBAHASAN

Madura merupakan salah satu pulau di indonesia yang merupakan profinsi jawa timur. Namun walaupun demikian bukan berarti bahasa masyarakat madura bahasa jawa seperti yang biasa di gunakan orang jawa asli, surabaya, malang dan masih banyak daerah lainnya. Masyarakat madura memiliki bahasanya sendiri yaitu bahasa madura asli, bahkan setiap kabupaten di pulau ini memiliki bahasa dan dialek yang berbeda. Bahasa tubuh dan bahasa isyarat di madura tak jauh beda dengan bahasa nonverbal di wilayah indonesia lainnya. Menurut Nurdin di desa Tambak omben tepatnya di Sampang  Jika mengangguk berarti iya dan menggeleng berarti tidak dan begitupun bahasa isyarat lainnya. [1]
Pakaian dan penampilan masyarakat madura tak jauh beda dengan penampilan-penampilan masyarakat modern saat ini. Hanya saja ada yang khas dari penampilan masyarakat madura asli, yaitu pemakai sarung dan kopyah bagi kaum adam saat melakukan shalat dan acara-acara keislaman seperti perayaan maulid nabi, akad nikah dan lain sebagainya. Sarung juga ada yang khusus perempuan madura, hanya saja pemakaiannya yang berbeda. Biasanya selain dipakai untuk shalat, perempuan madura biasa menggunakan sarung untuk kegiatan sehari-hari. Akan tetapi, hal itu saat ini sudah mulai jarang ditemukan karena efek modernisasi yang masuk pada masyarakat madura itu sendiri.perempuan madura biasa menggunakan mukena terusan yang berwarna putih saat melaksanakan shalat, namun dewasa ini, sudah banyak pemudi yang menggunakan mukena atas dan bawahan dengan berbagai variasi warna.
Pakaian madura khas yang sangat dikenal oleh masyarakat luas yaitu kaos belang berwarna merah putih yang dipakai kaum laki-laki saat melakukan kerapan sapi, juga baju kebaya bagi kaum perempuan. Madura juga memiliki khas yang coraknya membedakan dengan batik-batik lainnya.
Selain batik madura juga memiliki makanan khas yang tidak kalah enaknya dengan makanan khas daerah lainnya. Berbicara tentang makanan khas madura, tak perlu ditanyakan lagi, pastinya sate dan soto madura jawabannya. Sate madura terbuat dari daging ayam, sapi dan juga kambing yang disajikan dengan sambal kacang khas dan ditemani nasi ataupun lontong. Soto madura juga disajikan dengan nasi putih. Menurut Badriyah di desa Tambak Omben tepatnya di Sampang Biasanya kuah soto madura tidaklah bening dan identik berwarna kuning karena bumbu rempah yang tercampur di dalamnya. Nasi merupakan makanan pokok masyarakat setempat, hanya saja ada yang berbeda dari bahan pembuatan makanan pokok tersebut. Masyarakat madura biasanya menambahkan jagung pada beras yang akan dimasak.
Ikan laut atau orang madura biasa menybut “chuko’ tase’” selalu ada di setiap makanan yang tersaji, karena ikan merupakan lauk murah dan mudah ditemukan di pulau ini.[2] Terkadang para nelayan madura langsung menjual hasil tangkapannya di beberapa pasar terdekat.
 Masakan madura di sajikan seperti biasanya hanya saja orang madura makan tanpa menggunakan sendok dan garpu karena menurut mereka lebih afdhol makan dengan tangannya dan juga masyarakat madura tak menggunakan kursi ataupun meja saat makan atau biasa di sebut lesehan.
Masyarakat madura sanagat menghargai pagi. Karena kebiasaan tidur malam masyarakat madura yang tak sampai larut, membuat mereka bangun pagi sebelum matahari terbit. Masyarakat madura juga tak akan tidur lagi setelah mereka usai melaksanakan sholat subuh.  Biasanya waktu di pagi hari digunakan untuk membersihkan rumah dan memasak di dapur bagi kaum perempuan, sedangkan bagi kaum laki-laki digunakan untuk pergi ke sawah, memberi makan ternak atau hanya sekedar nyeruput kopi di depan rumah. Pagi bagi para pelajar madura biasanya digunakan untuk menuntut ilmu sampai sore nanti. Maghrib merupakan waktu yang sakral bagi masyarakat madura, biasanya para pelajar belajar mengaji di rumah ustad ustadzah atau guru ngaji di desa mereka dari mulai maghrib sampai isya’.
 Di setiap rumahpun ngaji setelah sholat maghrib merupakan hal yang lumrah dilakukan, bahkan beberapa keluarga madura ada yang harus mematikan televisi saat sudah masuk waktu maghrib. Dan di malam hari masyarakat madura cenderung menghentikan aktifitasnya kecuali orang-orang yang mencari nafkah di waktu malam seperti warung klontong, penjual makananpun terkadang tak berjualan, entah mengapa ada yang beda dari suasana kamis malam di madura dengan malam-malam lainnya. Masyarakat madura sangat menghargai guru apalagi seorang kyai dan nyai atau yang biasa di sebut ajengan. Kesadaran masyarakat madura untuk mengakui bahwa guru sangat berjasa itu sangat tinggi, apalagi pengakuan terhadap guru ngajinya. Bersalaman atau hanya sekedar menyapa saat bertemu sudah biasa dilakukan oleh masyarakat madura kepada gurunya. Selain kepada guru masyarakat madura sangat menghormati yang lebih tua darinya. Saat berjalan di depan orang yang lebih tuapun mereka membungkukkan badan dan mengatakan “kelenun” yang berarti permisih. Dan kebiasaan lainnya yaitu berjabat tangan kepada tamu yang datang dan mempersilahkan masuk rumah.
Masyarakat madura umumnya menikah di usia muda (usia belasan tahun). Bahkan beberapa wilayah di pulau madura masih saja ada yang menjodohkan anak-anaknya. Hanya saja sudah banyak masyarakat madura yang membuka mata akan pentingnya pendidikan saat ini, sehingga pemuda pemudi madura berhasil menammatkan pendidikannya minimal tingkat menengah pertama.[3] Hubungan bermasyarakat di pulau madura sangatlah baik, karena masyarakat madura dapat mengenal tetangga dekat bahkan tetangga jauh sekalipun. Kebudayayaan masyarakat madura berbeda dengan kebudayaan masyarakat lainnya, termasuk dengan kebudayaan jawa timur (surabaya, malang dll) meskipun madura masih satu provinsi dengan mereka.
 Masyarakat madura memiliki karakter dan sifat yang berbeda dengan masyarakat jawa. Masyarakatnya yang santun, membuat masyarakat madura disegani, dihormati bahkan “ditakuti” oleh masyarakat yang lain. Masyarakat madura di dominasi oleh pemeluk agama islam, oleh karena itu sedari kecil para orang tua lebih dulu mengajarkan anak-anaknya mengaji dibandingkan mengajarkan mereka yang lainnya. Ketika anak sudah mulai dianggap mampu mengucapkan satu huruf Al-qur’an, orang tua biasanya memasrahkan anaknya pada guru ngaji kepercayaan mereka. Pelajaran agama lebih banyak di peroleh oleh anak di usia dini di madura. Karena pendidikan PAUD dan TK pun selain mengajarkan baca tulis dan menghitung juga mengajarkan mengaji dan tulis arab. Tak hanya usia dini, para pemudapun juga turut belajar agama seusianya. Dengan adanya banyak pesantren di madura, mereka dapat menuntut ilmu di tempat suci tersebut.
Menurut K.H. Muzayyanul A’mal selaku tokoh Agama di desa Tambak Omben Sampang yaitu karena di dominasi oleh umat islam, masyarakat madura sangat mempercayai Al-Qur’an dan Hadist. Dari sumber keagamaan itulah mereka bertindak dan bersikap. Segala anjuran dan larangan yang ada di dalamnya cenderung mereka kerjakan. Contohnya, silaturrahmi antar tetanggayang sangat baik, bersikap ramah tamah kepada siapapun, saling membantu dan lain sebagainya.[4]
Kebudayaan yang muncul dalam suatu masyarakat merupakan suatu bentuk cipta, rasa dan karsa dari setiap individu masyarakat yang ada dalam daerah tertentu. Oleh karena itu sudah barang tentu dalam kehidupan bermasyarakat kita pasti akan menemukan berbagai kebudayaan serta perilaku kebudayaan yang berbeda antara yang satu dengan yang lain. Namun tidak sedikit pula orang yang memiliki pandangan serta pemaknaan yang sama tentang kebudayaan-kebudayaan tersebut. Pada dasarnya setiap kebudayaan yang muncul dalam suatu masyarakat pasti akan terus bertahan dan berkembang, hal ini disebabkan karena masyarakat masih menganggap bahwa kebudayaan tersebut masih mempunyai nila-nilai yang baik dan sakral. Sehingga untuk merubah atau mengganti suatu kebudayaan yang sudah melekat dalam jiwa suatu masyarakat bukanlah hal mudah untuk dilakukan.
 Adapun tradisi yang ada di madura ialah kebudayaan rokat tase’ (petik laut), tradisi maulid nabi, kerapan sapi, slametan, ter ater, dan lain sebagainya. Adapun yang melatar belakangi adanya slametan yang di kenal dengan istilah tajin sorah dan tajin safar adalah berawal dari budaya nenek moyang kita yang beragama hindu meyakini akan adanya bulan yang penuh dengan musibah yaitu pada bulan asyuro yang mana nenek moyang kita bersedekah (asalamettan). Bentuk sedekahnya yaitu dengan bentuk yng di kenal dengan istilah tajin pote dan tajin mera pote, yang mana tajin tersebut di sedekahkan kepada warga setempat atau tetangga.
 Mereka berkeyakinan dengan adanya slametan tajin mereka dapat terhindar dari musibah. Apabila di kaitkan dengan nilai-nilai keagamaan tradisi tersebut tidak menyimpang dan tidak keluar dari hukum syara’. Bahkan dalam islampun bersedekah di anjurkan untuk menolak balak dan terhindar dari musibah.[5]
Kontribusi islam dalam budaya dan pembangunan peradaban masyarakat madura adalah identik dengan islam. Manusia di madura lebih memilih menyekolahkan anak-anaknya di sebuah pesantren dari pada di sekolah negeri. Abhental syahadat asapok iman adalah salah satu pribahasa orang madura. Ahlus sunnah wal jamaah. Aswaja versi bahasa terdiri dari tiga kata Ahlu, Al-sunnah, Al-jamaah. Kata Ahlu dikatakan sebagai keluarga atau pengikut ajaran sunnah Nabi Muhammad SAW yaitu para sahabat dan generasi-generasi selanjutnya.[6]
Madura memiliki potret yang berbeda. Contohnya adalah adanya surau ini menandakan bahwa masyarakat madura spiritualnya sangat tinggi, karena agama adalah penerang bagi manusia. Berbicara potret masyarakat madura maka berbeda dengan timur tengah dan turki, bahwa di madura setiap rumahnya memiliki kobung atau langger. Dan masyarakat madura masih percaya kepada hal gaib contohnya surau diarahkan karena islam adalah syariat.
Dari pemahaman yang tersirat ataupun yang tersurat dari Al-Quran dan Hadist sehingga muncullah peradaban jilbab yang menjadi perdebatan ulama’ sehingga Al-Quran menjelaskan bahwa jilbab adalah kain yang lebar dan menutupi dada dan tidak terawang. Namun islam di madura tetap mempertahankan budayanya karena islam tidak mengenyampingkan budaya. Contohnya pakaian orang madura adalah kebaya yang tali pusarnya terlihat, memakai sampir dan tali panjang yang dijadikan tempat dompet untuk memberi saweran kepada topeng atau seruni dan memakai odheng atau kerudung yang tidak tertutup lehernya.
 Orang madura percaya kepada wayang wedi dan lain sebagainya lalu diubahlah oleh islam menjadi syahadat, pantun-pantun berubah menjadi sambutan-sambutan islam seperti ijab qabul. 






[1] Nurdin, Wawancara. 18 juni 2016
[2] Badriyah, Wawancara. 18 juni 2016
[3] Asnami, Wawancara. 18 juni 2016
[4] Muzayyanul A’mal, Wawancara. 18 juni 2016
[5] Masli, Wawancara. 18 juni 2016
[6] As’ad, Wawancara, 18 juni 2016



PERWAJAHAN ISLAM DI MADURA

TUGAS AKHIR
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah “ Islam Dan Budaya Madura “
Yang Diampu Oleh Bapak Moh. Afiful Hair M. Pd.I.



Disusun Oleh:

Imam Hanafi


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PAMEKASAN



PEMBAHASAN

Madura merupakan salah satu pulau di indonesia yang merupakan profinsi jawa timur. Namun walaupun demikian bukan berarti bahasa masyarakat madura bahasa jawa seperti yang biasa di gunakan orang jawa asli, surabaya, malang dan masih banyak daerah lainnya. Masyarakat madura memiliki bahasanya sendiri yaitu bahasa madura asli, bahkan setiap kabupaten di pulau ini memiliki bahasa dan dialek yang berbeda. Bahasa tubuh dan bahasa isyarat di madura tak jauh beda dengan bahasa nonverbal di wilayah indonesia lainnya. Menurut Nurdin di desa Tambak omben tepatnya di Sampang  Jika mengangguk berarti iya dan menggeleng berarti tidak dan begitupun bahasa isyarat lainnya. [1]
Pakaian dan penampilan masyarakat madura tak jauh beda dengan penampilan-penampilan masyarakat modern saat ini. Hanya saja ada yang khas dari penampilan masyarakat madura asli, yaitu pemakai sarung dan kopyah bagi kaum adam saat melakukan shalat dan acara-acara keislaman seperti perayaan maulid nabi, akad nikah dan lain sebagainya. Sarung juga ada yang khusus perempuan madura, hanya saja pemakaiannya yang berbeda. Biasanya selain dipakai untuk shalat, perempuan madura biasa menggunakan sarung untuk kegiatan sehari-hari. Akan tetapi, hal itu saat ini sudah mulai jarang ditemukan karena efek modernisasi yang masuk pada masyarakat madura itu sendiri.perempuan madura biasa menggunakan mukena terusan yang berwarna putih saat melaksanakan shalat, namun dewasa ini, sudah banyak pemudi yang menggunakan mukena atas dan bawahan dengan berbagai variasi warna.
Pakaian madura khas yang sangat dikenal oleh masyarakat luas yaitu kaos belang berwarna merah putih yang dipakai kaum laki-laki saat melakukan kerapan sapi, juga baju kebaya bagi kaum perempuan. Madura juga memiliki khas yang coraknya membedakan dengan batik-batik lainnya.
Selain batik madura juga memiliki makanan khas yang tidak kalah enaknya dengan makanan khas daerah lainnya. Berbicara tentang makanan khas madura, tak perlu ditanyakan lagi, pastinya sate dan soto madura jawabannya. Sate madura terbuat dari daging ayam, sapi dan juga kambing yang disajikan dengan sambal kacang khas dan ditemani nasi ataupun lontong. Soto madura juga disajikan dengan nasi putih. Menurut Badriyah di desa Tambak Omben tepatnya di Sampang Biasanya kuah soto madura tidaklah bening dan identik berwarna kuning karena bumbu rempah yang tercampur di dalamnya. Nasi merupakan makanan pokok masyarakat setempat, hanya saja ada yang berbeda dari bahan pembuatan makanan pokok tersebut. Masyarakat madura biasanya menambahkan jagung pada beras yang akan dimasak.
Ikan laut atau orang madura biasa menybut “chuko’ tase’” selalu ada di setiap makanan yang tersaji, karena ikan merupakan lauk murah dan mudah ditemukan di pulau ini.[2] Terkadang para nelayan madura langsung menjual hasil tangkapannya di beberapa pasar terdekat.
 Masakan madura di sajikan seperti biasanya hanya saja orang madura makan tanpa menggunakan sendok dan garpu karena menurut mereka lebih afdhol makan dengan tangannya dan juga masyarakat madura tak menggunakan kursi ataupun meja saat makan atau biasa di sebut lesehan.
Masyarakat madura sanagat menghargai pagi. Karena kebiasaan tidur malam masyarakat madura yang tak sampai larut, membuat mereka bangun pagi sebelum matahari terbit. Masyarakat madura juga tak akan tidur lagi setelah mereka usai melaksanakan sholat subuh.  Biasanya waktu di pagi hari digunakan untuk membersihkan rumah dan memasak di dapur bagi kaum perempuan, sedangkan bagi kaum laki-laki digunakan untuk pergi ke sawah, memberi makan ternak atau hanya sekedar nyeruput kopi di depan rumah. Pagi bagi para pelajar madura biasanya digunakan untuk menuntut ilmu sampai sore nanti. Maghrib merupakan waktu yang sakral bagi masyarakat madura, biasanya para pelajar belajar mengaji di rumah ustad ustadzah atau guru ngaji di desa mereka dari mulai maghrib sampai isya’.
 Di setiap rumahpun ngaji setelah sholat maghrib merupakan hal yang lumrah dilakukan, bahkan beberapa keluarga madura ada yang harus mematikan televisi saat sudah masuk waktu maghrib. Dan di malam hari masyarakat madura cenderung menghentikan aktifitasnya kecuali orang-orang yang mencari nafkah di waktu malam seperti warung klontong, penjual makananpun terkadang tak berjualan, entah mengapa ada yang beda dari suasana kamis malam di madura dengan malam-malam lainnya. Masyarakat madura sangat menghargai guru apalagi seorang kyai dan nyai atau yang biasa di sebut ajengan. Kesadaran masyarakat madura untuk mengakui bahwa guru sangat berjasa itu sangat tinggi, apalagi pengakuan terhadap guru ngajinya. Bersalaman atau hanya sekedar menyapa saat bertemu sudah biasa dilakukan oleh masyarakat madura kepada gurunya. Selain kepada guru masyarakat madura sangat menghormati yang lebih tua darinya. Saat berjalan di depan orang yang lebih tuapun mereka membungkukkan badan dan mengatakan “kelenun” yang berarti permisih. Dan kebiasaan lainnya yaitu berjabat tangan kepada tamu yang datang dan mempersilahkan masuk rumah.
Masyarakat madura umumnya menikah di usia muda (usia belasan tahun). Bahkan beberapa wilayah di pulau madura masih saja ada yang menjodohkan anak-anaknya. Hanya saja sudah banyak masyarakat madura yang membuka mata akan pentingnya pendidikan saat ini, sehingga pemuda pemudi madura berhasil menammatkan pendidikannya minimal tingkat menengah pertama.[3] Hubungan bermasyarakat di pulau madura sangatlah baik, karena masyarakat madura dapat mengenal tetangga dekat bahkan tetangga jauh sekalipun. Kebudayayaan masyarakat madura berbeda dengan kebudayaan masyarakat lainnya, termasuk dengan kebudayaan jawa timur (surabaya, malang dll) meskipun madura masih satu provinsi dengan mereka.
 Masyarakat madura memiliki karakter dan sifat yang berbeda dengan masyarakat jawa. Masyarakatnya yang santun, membuat masyarakat madura disegani, dihormati bahkan “ditakuti” oleh masyarakat yang lain. Masyarakat madura di dominasi oleh pemeluk agama islam, oleh karena itu sedari kecil para orang tua lebih dulu mengajarkan anak-anaknya mengaji dibandingkan mengajarkan mereka yang lainnya. Ketika anak sudah mulai dianggap mampu mengucapkan satu huruf Al-qur’an, orang tua biasanya memasrahkan anaknya pada guru ngaji kepercayaan mereka. Pelajaran agama lebih banyak di peroleh oleh anak di usia dini di madura. Karena pendidikan PAUD dan TK pun selain mengajarkan baca tulis dan menghitung juga mengajarkan mengaji dan tulis arab. Tak hanya usia dini, para pemudapun juga turut belajar agama seusianya. Dengan adanya banyak pesantren di madura, mereka dapat menuntut ilmu di tempat suci tersebut.
Menurut K.H. Muzayyanul A’mal selaku tokoh Agama di desa Tambak Omben Sampang yaitu karena di dominasi oleh umat islam, masyarakat madura sangat mempercayai Al-Qur’an dan Hadist. Dari sumber keagamaan itulah mereka bertindak dan bersikap. Segala anjuran dan larangan yang ada di dalamnya cenderung mereka kerjakan. Contohnya, silaturrahmi antar tetanggayang sangat baik, bersikap ramah tamah kepada siapapun, saling membantu dan lain sebagainya.[4]
Kebudayaan yang muncul dalam suatu masyarakat merupakan suatu bentuk cipta, rasa dan karsa dari setiap individu masyarakat yang ada dalam daerah tertentu. Oleh karena itu sudah barang tentu dalam kehidupan bermasyarakat kita pasti akan menemukan berbagai kebudayaan serta perilaku kebudayaan yang berbeda antara yang satu dengan yang lain. Namun tidak sedikit pula orang yang memiliki pandangan serta pemaknaan yang sama tentang kebudayaan-kebudayaan tersebut. Pada dasarnya setiap kebudayaan yang muncul dalam suatu masyarakat pasti akan terus bertahan dan berkembang, hal ini disebabkan karena masyarakat masih menganggap bahwa kebudayaan tersebut masih mempunyai nila-nilai yang baik dan sakral. Sehingga untuk merubah atau mengganti suatu kebudayaan yang sudah melekat dalam jiwa suatu masyarakat bukanlah hal mudah untuk dilakukan.
 Adapun tradisi yang ada di madura ialah kebudayaan rokat tase’ (petik laut), tradisi maulid nabi, kerapan sapi, slametan, ter ater, dan lain sebagainya. Adapun yang melatar belakangi adanya slametan yang di kenal dengan istilah tajin sorah dan tajin safar adalah berawal dari budaya nenek moyang kita yang beragama hindu meyakini akan adanya bulan yang penuh dengan musibah yaitu pada bulan asyuro yang mana nenek moyang kita bersedekah (asalamettan). Bentuk sedekahnya yaitu dengan bentuk yng di kenal dengan istilah tajin pote dan tajin mera pote, yang mana tajin tersebut di sedekahkan kepada warga setempat atau tetangga.
 Mereka berkeyakinan dengan adanya slametan tajin mereka dapat terhindar dari musibah. Apabila di kaitkan dengan nilai-nilai keagamaan tradisi tersebut tidak menyimpang dan tidak keluar dari hukum syara’. Bahkan dalam islampun bersedekah di anjurkan untuk menolak balak dan terhindar dari musibah.[5]
Kontribusi islam dalam budaya dan pembangunan peradaban masyarakat madura adalah identik dengan islam. Manusia di madura lebih memilih menyekolahkan anak-anaknya di sebuah pesantren dari pada di sekolah negeri. Abhental syahadat asapok iman adalah salah satu pribahasa orang madura. Ahlus sunnah wal jamaah. Aswaja versi bahasa terdiri dari tiga kata Ahlu, Al-sunnah, Al-jamaah. Kata Ahlu dikatakan sebagai keluarga atau pengikut ajaran sunnah Nabi Muhammad SAW yaitu para sahabat dan generasi-generasi selanjutnya.[6]
Madura memiliki potret yang berbeda. Contohnya adalah adanya surau ini menandakan bahwa masyarakat madura spiritualnya sangat tinggi, karena agama adalah penerang bagi manusia. Berbicara potret masyarakat madura maka berbeda dengan timur tengah dan turki, bahwa di madura setiap rumahnya memiliki kobung atau langger. Dan masyarakat madura masih percaya kepada hal gaib contohnya surau diarahkan karena islam adalah syariat.
Dari pemahaman yang tersirat ataupun yang tersurat dari Al-Quran dan Hadist sehingga muncullah peradaban jilbab yang menjadi perdebatan ulama’ sehingga Al-Quran menjelaskan bahwa jilbab adalah kain yang lebar dan menutupi dada dan tidak terawang. Namun islam di madura tetap mempertahankan budayanya karena islam tidak mengenyampingkan budaya. Contohnya pakaian orang madura adalah kebaya yang tali pusarnya terlihat, memakai sampir dan tali panjang yang dijadikan tempat dompet untuk memberi saweran kepada topeng atau seruni dan memakai odheng atau kerudung yang tidak tertutup lehernya.
 Orang madura percaya kepada wayang wedi dan lain sebagainya lalu diubahlah oleh islam menjadi syahadat, pantun-pantun berubah menjadi sambutan-sambutan islam seperti ijab qabul. 






[1] Nurdin, Wawancara. 18 juni 2016
[2] Badriyah, Wawancara. 18 juni 2016
[3] Asnami, Wawancara. 18 juni 2016
[4] Muzayyanul A’mal, Wawancara. 18 juni 2016
[5] Masli, Wawancara. 18 juni 2016
[6] As’ad, Wawancara, 18 juni 2016