BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Mengajar merupakan suatu proses yang kompleks
ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku, bersifat relatif permanen dan
prosesnya ditandai dengan adanya interaksi dengan lingkungan sekitar pemMengajar
baik lingkungan alam maupun sosial budayanya. UU No. 20 tahun 2003 tentang
Sisdiknas Pasal 1 ayat 20 menjelaskan bahwa pemMengajaran adalah proses
interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber Mengajar pada suatu
lingkungan Mengajar. Sedangkan Mengajar merupakan proses atau usaha dalam
merubah jati diri seseorang. Gagne berpendapat bahwa Mengajar merupakan sejenis
perubahan yang diperlihatkan dalam perubahan tingkah laku yang keadaannya
berbeda dari sebelum individu berada dalam situasi Mengajar dan sesudah
melakukan tindakan serupa. Perubahan terjadi akibat adanya suatu pengalaman
atau latihan. Berbeda dengan perubahan spontanitas atau refleks atau perilaku
yang bersifat naluriah. Dari pendapat tersebut bisa disimpulkan bahwa, semua
aktifitas mental atau psikis yang dilakukan oleh seseorang sehingga menimbulkan
perubahan tingkah laku yang berbeda antara sesudah Mengajar dan sebelum Mengajar.
PemMengajaran merupakan kegiatan yang
dilakukan untuk menginisiasi, memfasilitasi, dan meningkatkan intensitas dan
kualitas Mengajar pada diri peserta didik. Bicara tentang pemMengajaran,
prinsip-prinsip pemMengajaran juga diperlukan oleh seorang pengajar, mengingat
prinsip Mengajar adalah landasan berpikir dan sumber motivasi agar proses Mengajar
dan pemMengajaran dapat berjalan dengan baik antara pendidik dengan peserta
didik.
C. Rumusan Masalah
Adapun rumusan makalah
dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Apa pengertian prinsip Mengajar ?
2.
Model-model pembelajaran?
3.
Standar Kompetensi Guru?
D. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai
berikut:
1.
Untuk mengetahui pengertian prinsip Mengajar
2.
Untuk mengetahui Model-model pembelajaran.
3.
Untuk mengetahui Standar Kompetensi Guru
BAB II
PEMBAHASAN
A. Prisip-Prinsip
Mengajar
Mengajar adalah
penciptaan system lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar.
Sistem lingkungan ini terdiri dari komponen-komponen yang saling mempengaruhi,
yakni tujuan intruksional yang ingin dicapai, materi yang diajarkan, guru dan
siswa yang harus memainkan peranan serta ada dalam hubungan sosial tertentu,
jenis kegiatan yang dilakukan, serta sarana dan prasarana belajar mengajar yang
tersedia.[1]
Prinsip mengajar adalah
suatu aturan yang berlaku bagi seorang guru dalam menyampaikan materi
pelajaran. Prinsip-prinsip tersebut disebut dengan Asas-asas Didaktik. Dengan
demikian prinsip-prinsip tersebut harus diketahui dan dipahami serta dapat
diterapkan oleh guru atau calon guru agar dapat mengajar dengan baik dan berhasil
sesuai dengan tujuan.
Adapun prinsip-prinsip
mengajar tersebut antara lain :
1.
Motivasi
Seorang pegajar harus dapat menimbulkan
motivasi anak. W.H. Burton mebedakan dua jenis motivasi yaitu;
a.
Motivasi instrinsik (daya yang telah ada dalam
diri individu yang mendorog seseorang untuk berbuat dan melakukan sesuatu
b.
Motivasi ekstrinsik ( yang datang dari luar menjadi cemeti bagi murid-murid untuk berbuat lebih)
2. Aktivitas
Keaktifan ada dua macam yaitu keaktifan rohani
(memikir) dan keaktifan jasmani (perbuatan).
3.
Minat Dan Perhatian
Bimo Walgito menyatakan bahwa minat adalah
suatu keadaan dimana seseorang mempunyai perhatia terhadap sesuatu dan disertai
dengan keinginan untuk mengetahui dan mempelajari maupun membuktikan lebih
lanjut. Perhatian merupakan salah satu faktor pisikologis yang dapat membantu
terjadinya interaksi dalam proses belajar mengajar.
4.
Keperagaan
J. Amos Comenius dengan bukunya “Didaktica magna” beiau menganjurkan
pengajaran hendaklah menurut alam dengan mempergunakan alat pergaha yang cukup
dan menurut alam.
5.
Individual
Individu adalah manusia, orang seorang yang
memiliki pribadi atau jiwa sendiri. Untuk mengetahui perberbedaan individu guru
harus mengenal perbedaan yang ada pada murid antara lain dengan jalan:
a.
Test
b.
Observasi
c.
Kunjungan rumah
d.
Sosiogram
e.
Case studi
6.
Pengulangan
Dalam mengulang pelajaran ada dua prinsip yng
harus diperhatikan baik oleh pegajar maupun oleh pelajar:
a.
Materi yang diulang itu harus dipahami dengan
baik dan benar
b.
Dalam melakukan penguangan jangan terlalu
lama.
7.
Ketauladanan
Kecenderugan manusia untuk meniru belajar
lewat peniruan menyebabkan ketauladanan menjadi sangat penting artinya dalam
proses belajar mengajar.
8.
Pembiasaan
Pembiasaan adalah upaya praktis dalam
pembinaan dan pembentukan hasil dari pembiasaan yang dilakukan oleh pendidik
adalah terciptanya suatu kebiasaan bagi anak didik. Kebiasaan adalah suatu
tingkah laku tertentu yang sifatnya otomatis tanpa direnanakan terlebih dahulu
dan berlaku begitu saja tanpa dipikirkan lagi.[2]
B. Model-model pembelajaran
1. Model pembelajaran Gleser
Robert glaser (1962)
telah mengembangkan suatu model pengajaran yang membagai proses belajar
mengajar dalam empar kompenen yang dapat digambarkan sebagai berikut:
a.
Intruksional Objektiv (Tujuan Pengajaran)
b.
Entering behavior (Kemampuan Peserta didik)
c.
Intruktional Procedure (perencanaa Proses belajar mengajar)
d.
Performance Assessment (Evaluasi Proses Belajar mengajar)
Model Pembelajaran
Glaser ini memang dapat dianggap basic
(dasar), dengan pengertian, dari model itu dapat dikembangkan model-model
lain. Medel dasar ini dapat menampung berbagai idea tau teori belajar untuk
dituangkan kedalam modelbaru tentang pengajaran dalam sebuah lesson plan.
2. Model pembelajaran Unit
Unit merupakan suatu kesatuan yang bulat, yang terdiri dari rangkaian
bagian-bagian yang bersau padu dan serasi. Sebagai suatu metode, Unit adalah
suatu cara guru menayajikan bahan pelajaran (dalam bentuk unit) guna dipelajari
oleh peserta didik untuk mencapai tujuan pengajaran.
Dalam pelaksanaan pengajaran Unit, secara garis besarnya ada tiga
langkah yang harus ditempuh, yaitu:
a.
Langkah perencanaan
b.
Langkah pelaksanaan, dan
c.
Langkah kulminasi dan penilainan.
3. Model Pembelajaran Berprogram
Model pembelajaran
berprogram adalah suatu bentuk pembelajaran dengan mempergunakan alat-alat yang
bekerja serba otomatis atau kunci-kunci jawaban tertulis yang dibuat sedemikian
rupa, sehingga peserta didik dapat mempelajari sendiri bahan-bahan yan telah
tersusun secara sistematis, yang menyebabkan peserta didik dapat berdialog
dengan bahan-bahan tersebut atas tanggung jawab sendiri.
Dalam langkah-langkag
pelaksanaannya adal beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan
program, yaitu:
a. Persiapan, terdiri dari:
1.
Pemilihan topik,
2.
Out line,
3.
Tujuan intruktional,
4.
Pretest.
b. Penulisan programa
Setelah persiapan sudah matang, maka barulah ditulis program yang akan
dilaksanakan. Terlebih dahulu murid harus mepelajari tugas yang akan
dilaksanakan. Murid-murid menjawab tugas-tugas tertulis yang telah
dipersiapkan.
4. Model pembelajaran Modul
Modul adalah suatu unit program belajar mengajar terkecil yang secara
perperinci menggariskan:
a.
Tujuan-tujuan intruksionil umum yang akan ditunjang pencapaiannya.
b.
Topic yang akan dijadikan pangkal proses belajar mengajar.
c.
Tujuan intruksional khusus yang akan dicapai oleh peserta didik.
d.
Pokok-pokok materi yang akan diajarkan dan dipelajari.
e.
Kedudukan dan fungsi satuan (modul) dalam kesatuan program yang lebih
luas.
f.
Peran guru di dalam prose belajar mengajar.
g.
Alat-alat dan sumber yang akan dipakai
h.
Kegiatan-kegiatan belajar yang harus dilakukan dan dihayati peserta
didik secara berurutan.
i.
Lembaran-lembaran kerja yang harus diisi anak.
j.
Program evaluasi yang akan dilaksanakan selama berjalannya proses
belajar ini.
Adapun yang harus
diperhatikan dalam langkah-langkah pengususunan modul adalah sebagai berikut:
a.
Perumusan tujuan-tujuan.
b.
Menyusun post test.
c.
Menganalisa Entry Behavior.
d.
Pemilihan Media.
e.
Try Out.
f.
Evaluasi.
5. Model Pembelajaran PSSI
Prosedur Pengembangan
system Intruktional atau disingkat PPSI, merupakan salah satu pola dasar
mengajar yan telah dipergunakan pemerintah sebagai pola dasar terpilih.
Sistem Intruksional
yaitu suatu kesatuan yang terorganisir, yang terdiri dari sejumlah komponen
yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya dalam rangka mencapai tujuan
yang diinginkan. Proses yang dilakaukan akan terhalang kalau salah satu
komponennya keluar dari sistem
“pengajaran sebagai satu sistem terdiri dari beberapa sub sistem atau
komponen yaitu:
a.
Tujuan pengajaran
b.
Materi pengajaran
c.
Alat pengajaran
d.
Metode pengajaran
e.
Kegiatan belajar mengajar
f.
Evaluasi pengajaran
Tugas guru dalam hal
ini adalah menyusun urutan langkah-langkah pengajaran sub sistem atau
pengajaran tersebut dengan baik. Urutan langkah-langkah pokok dalam PSSI adalah
sebagai berikut:
a.
Merumuskan tujuan pembelajaran Khusus
b.
Menyusun alat evaluasi
c.
Menetapakan kegiatan belajar peserta didik
d.
Merencanakan program pengajaran
e.
Melaksanakan program
6. Model pembelajaran CBSA
Yang dimaksud dengan “Cara Belajar Siswa Aktif” (CBSA) adalah aktivitas
pelajar sendiri (self activity), dimana pola atau sistem pembinaan iklim
kegiatan belajar peserta didik, tinggi dan aktif serta berhasil dengan baik
secara tuntas.
7. Model pembelajaran tuntas
Belajar tuntas merupakan model pembelajaran yang dapat dilaksanakan di
dalam kelas, dengan asumsi bahwa di dalam kondisi yang tepat semua peserta
didik akan mampu belajar dengan baik dan memperoleh hasil belajar secara
maksimal terhadap seluruh bahan yang dipelajari.
8. Model pembelajaran Inquiry
Inquiry pada dasarnya adalah cara menyadari apa yang dialami. Startegi
inquiry memberi peluang kepada peserta didik untuk terlibat aktif dalam
kegiatan pembelajaran. Ia lebih banyak ditantang untuk mencari, melakukan dan
menentukan sendiri. Ia lebih produktif, tidak reproduktif. Ia bukan mengulang
apa yang pernah disampaikan, kalau perlu ia mencoba mencari sendiri, fokus
pembelajaran adalah pada peserta didik/peserta didik dengan gaya belajarnya. Ia
akan mampu menyerap sesuatu, ia akan mau dan mampu mencari sesuatu, ia akan
bersemangat mencari sesuatu yang baru kalau semuanya itu sesuai dengan dirinya,
sesuai dengan gaya belajarnya.
Adapun tugas guru dalam konteks ini adalah menciptakan lingkungan yang
memungkinkan terjadinya kegiatan pembelajaran.
9. Model pembelajaran Kontruktivisme
Model pembelajaran kontruktivisme memperlihatkan bahwa pembelajaran
merupakan proses aktif dalam membuat sebuah pengalaman menjadi masuk akal, dan
proses ini sangat dipengaruhi oleh apa yan sudah diketahui orange sebelumnya.
Karena itu, dalam setiap kegiatan pembalajara guru harus memperoleh, atau
sampai pada, persamaan pemahaman dengan peserta didik.
Beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam pembelajaran model
kontruktivisme, adalah sebagai berikut:
a.
Peserta didik harus selalu aktif selama pembelajaran. Proses aktif ini
adalah proses membuat segala sesuatu masuk akal.
b.
Interpretasi selalu dipengaruhi oleh pengetahuan sebaelumnya.
c.
Interpretasi dibantu oleh metode intruksi yang memungkinkan negosiasi
pemikiran (bertukan pikiran), melalui diskusi, Tanya jawab, dan lain-lain.
d.
Tanya jawab didorong oleh kegiatan inquiry (ingin tahu) para peserta
didik. Jadi, kalau peserta didik tidak bertanya tidak bicara, berarti peserta
didik tidak belajar secara optimal.
e.
Kegiatan belajar mengajar tidak hanya merupakan suatu proses pengalihan
pengetahuan, tapi juag pengalihan ketrampilan dan kemampuan.
10. Model Pembelajaran
Problem Solving
Problem solving (pemcahan masalah) merupakan model pembelajaran dimana
peserta didik dihadapkan pada suatu kondisi bermasalah. Untuk itu dia harus
menemukan sejumlah startegi untuk dapat memecahkan masalah tersebut. Dalam hal
ini siswa harus memilki kemampuan mengaplikasikan hukum-hukum dan mengaitkan
dengan lingkungan dan memanipulasinya. Aktivitas memecahkan masalah membutuhkan
operasi-operasi kognitif yang komplek dan abstrak meliputi semua kemampuan
belajar sebelumnya.
Menurut Treffinger ada tiga tingkatan teknik pemecahan masalah secara
kreatif, yaitu:
a. Teknik Kreatif tingkat I:
1)
Pemanasan (warming up)
2)
Sumbang saran (bramstorming)
3)
Pertanyaan yang memacu gagasan (Idea Spurring Question)
b. Teknik kreatif tingkat II:
1) Sinektik (synectics)
2) Futuristik
c. Teknik kreatif tingkat III, yaitu pemecahan masalah secara kreatif.
Untuk pemecahan masalah secara kreatif Klausmeier mengutip Osborn
mengidentifikasi sepuluh langkah dalam menunjang pemecahan masalah secara
kreatif adalah:
1.
Pikirkan semua bentuk permasalahan
2.
Seleksi permasalaha yang akan dipecahkan
3.
Pikirkan informasi yang mungkin membantu
4.
Seleksi sumber-sumber data yang rcicvan
5.
Pikiran semua ide yang mungkin untuk memecahkan masalah
6.
Seleksi ide yang paling memungkinkan sebagai solusi
7.
Pikirkan semua cara yang mungkin untuk dites
8.
Pilih cara yang paling masuk akan untuk dites
9.
Pikirkan semua hal yang mungkin sesuai dengan keadaan
10. Pilih satu hal sebagai
jawaban final
11. Model Pembelajaran
Quantum Learning
Istilah quantum adalah interaksi-interaksi yang mengubah energy maenjadi
cahaya. Dengan demikian istilah pembelajaran quantum berarti
interaksi-interaksi yang mengubah energy menjadi cahaya karena semua kehidupan
adalah energi. Pada sisi lain, dalam pembelajaran quantum diyakini juga adanya
keragaman dan indeterminisme. Tubuh manusia secara fisik adalah materi. Sebagai
peserta didik, maka tujuannya adalah meraih sebanyak mungkin cahaya (interaksi,
hubungan, inspirasi) agar mengahasilkan energi cahaya. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa, prinsip-prinsip atau landasan pembelajaran quantum bukan fisik
quantum, melainkan aplikasi dalam aplikasi dalam pembelajaran. Salah satu
konsep dasar dari metode ini adalah belajar itu harus mengasyikan dan
berlangsung dalam suasana gembira, sehingga pintu masuk informasi baru lebih
besar dan terekam dengan baik.
Proses pembelajaran quantum learning dilaksanakan dengan langkah-langkah
sebagai berikut:
a.
Ciptakan suasana yang menggairahkan.
b.
Tentukan landasan yang kukuh serta tujan yang ingin dicapai.
c.
Ciptakan lingkungan yang kondusif.
d.
Konunikasi materi pembelajaran yang komunikatif
12. Model Pembelajaran Pendekatan Aptitute-Treatment Interaction (ATI)
Menurut Gronbach ATI adalah sebuah pendekatan dalam pembalajaran yang
berusaha mencari dan menemukan perlakuan-perlakuan (treatment) yang cocok
dengan perbeadaan kemampuan (aptitude) siswa, yaitu perlakuan (treatments) yang
secara optimal efektif diterapkan untuk siswa yang berbeda tingkat
kemampuannya.
Berdasarkan definisi diatas ATI dapat diartikan sebagai suatu
konsep/pendekatan yang memiliki sejumlah strategi pembelajaran (treatment) yang
efektif digunakan untuk individu tertentu sesuai dengan kemampuannya
masing-masing.
Pendekatan ATI dalam proses pembelajaran dilaksanakan melalui
langakah-langkah sebagai berikut:
a. Treatment Awal
Pemberian perlakuan (treatment) awal terhadap siswa dengan menggunakan
apititute testing (test kemampuan).
b. Pengelompokan peserta didik
Peserta didik di dalam kelas diklasifikasikan menjadi tiga kelompok yang
terdiri dari siswa yang berkemampuan tinggi, sedang dan rendah.
c. Memberi perlakuan
Kepada masing-masing kelompok diberikan perlakuan (treatment) yang
dipandang cocok/ sesuai dengan karakteristiknya.
13. Model Pembelajaran Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dan Kurikulum
Tingkat Satuan Pedidikan (KTSP)
KBK merupakan seperangkat rencana dan pengatura tentang kompetensi dan
hasil belajar, serta perbedaan sumber daya pendidikan. Batasan tersebut
menisyaratkan bahwa KBK dikembangkan dengan tujuan agar peserta didik
memperoleh kompetensi dan kecerdasan yang mampu dalam membangun indentifikasi
budaya dan bangsanya.
KTSP merupakan penyempurnaan dari kurikulum 2004 (KBK) adalah kurikulum
oprasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan
pendidikan/sekolah.
Adapun prinsip-prinsip
KBK dan KTSP adalah sebagi berikut:
a. KBK
1.
Keimanan, nilai, dan budi pekerti luhur;
2.
Penguatan intregritas nasional;
3.
Keseimbangan antara etika, logika, estetika, dan kinestika;
4.
Kesamaan memperoleh kesempatan;
5.
Abad pengetahuan dan teknologi informasi;
6.
Pengembangan kecakapan hidup (life skill);
7.
Belajar sepanjang hayat;
8.
Berpusat pada anak dengan penilaian yang berkelanjutan dan konferhensif;
9.
Pendekatan menyeluruh dan kemitraan.
b. KTSP
1.
Berpuat pada potensi, perkembangan, kebutuhan dan kepentingan perserta
didik dan lingkungannya;
2.
Beragam dan terpadu;
3.
Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni;
4.
Releven dengan kebutuhan kehidupan;
5.
Menyeluruh dan berkesinambungan;
6.
Belajar sepanjang hayat;
C. Standar Kompetensi Guru
Penggunaan standardisasi proses dan produk dalam menghasilkan suatu
barang dan jasa pelayanan di luar sistem pendidikan sudalah lama dilakukan.
Bahkan dalam dunia industri manufaktur dan jasa pelayanan telah ditetapkan
berbagai standar kualifikasi internasional sebagai acuan produk atau jasa yang
dihasilkan, misalnya ISO 9000 atau ISO 9002. Jika suatu produk atau jasa
tersebut dapat ditetapkan secara global.
Hal ini menunjukkan bahwa kualitas produk atau jasa tersebut telah
memenuhi standar kebutuhan customer atau clients secara global sehingga produk
dan jasa teisebut dapat dipakai siapa saja di seluruh dunia. Dan secara logis
orang akan memilih suatu produk atau jasa pelayanan yang mutunya terjamin dan
dapat memuaskan pelanggan.
Pertanyaan yang muncul kemudian adalah, perlukah guru memiliki
standar profesional dalam pekerjaannya? Kriteria apakah yang dapat dijadikan
tinggi rendahnya kualitas kinerja dan produktivitas pekerjaan guru? Jawaban terhadap
pertanyaan tersebut akan beragam bergantung pada visi masing-masing terhadap
posisi guru. Sesuai dengan kepentingan masa depan guru, maka jawaban yang
paling ideal adalah "ya". Kita akan sepakat bahwa guru adalah salah
satu bentuk jasa profesional yang dibutuhkan dalam kehidupan manusia.
Walaupun selama ini, kita secara formal sudah mengklaim jabatan
guru sebagai suatu jabatan profesional, tetapi secara realita, masih perlu
klarifikasi secara rasional dilihat dari penguasaan knowledge-base of teaching-nya.
Oleh karena itu, standar guru professional merupakan sebuah kebutuhan mendasar
yang sudah tidak bisa ditawar-tawar lagi. Hal ini tercermin dalam Undang-Undang
Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 pasal 35 ayat bahwa: "Standar
nasional terdiri atas isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan,
sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan yang
harus ditingkatkan secara berencana dan berkala" Standar yang dimaksud
dalam hal ini adalah suatu kriteria yang telah dikembangkan dan ditetapkan oleh
program berdasarkan sumber, prosedur, dan manajemen yang efektif, sedangkan
kriteria adalah sesuatu yang menggambarkan ukuran keadaan yang dikehendaki (Suharsimi
Arikunto, 1988: 98)Penggunaan standar sangat vital dalam pengembangan suatu profesi.
Dalam berbagai bentuknya, standar merupakan gambaran suatu profesi.
Standar suatu profesi menetapkan siapa yang boleh atau tidak boleh masuk ke
dalam kategori profesi tersebut. Standar suatu profesi membangun "public
trus" terhadap eksistensi profesi tersebut bagi kepentingan masyarakat
luas dan sekaligus pula mengembangkan "public acceptance" terhadap
segala aspek yang berkaitan dengan kegiatan operasional suatu profesi (Roth,
1996) Secara konseptual, sandar juga dapat berfungsi sebagai alat uitik
menjamin bahwa program-program pendidikan suatu profesi pat memberikan
kualifikasi kemampuan yang harus dipenuhi oh calon sebelum masuk ke dalam
profesi yang bersangkutan.
Kompetensi dapat didefinisikan sebagai seperangkat tindakan nieligen
penuh tanggung jawab yang harus dimiliki seseorang ehagai syarat untuk dianggap
mampu melaksanakan tugas-tugas ałam bidang pekerjaan tertentu. Sifat inteligen
harus ditunjukkan agai kemahiran, ketepatan, dan keberhasilan bertindak. Sifat tanggung
jawab harus ditunjukkan sebagai kebenaran tindakan lxiik dipandang dari sudut
ilmu pengetahuan, teknologi maupun ctika. Dalam arti tindakan itu benar
ditinjau dari sudut ilmu pengetahuan, efisien, efektif, dan memiliki daya tarik
dilihat dari sidut teknologi; serta baik ditinjau dari sudut etika (Muhaimin, 2003:151),
sedangkan Depdiknas mendefinisikan kompetensi sebagai pengetahuan,
keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan lalam kebiasaan berpikir
dan bertindak.
Dengan demikian, kompetensi yang dimiliki oleh setiap guru aikan
menunjukkan kualitas guru yang sebenarnya. Kompetensi tersebut akan terwujud
dalam bentuk penguasaan pengetahuan dari perbuatan secara profesional dalam
menjalankan fungsinya sebagai guru.
Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa standar kompetensi
guru adalah suatu ukuran yang ditetapkan atau dipersyaratkan dalam bentuk
penguasaan pengetahuan dan perilaku perbuatan bagi seorang guru agar
berkelayakan untuk menduduli jabatan fungsional sesuai bidang tugas,
kualifikasi, dan jenjang pxendidikan.[4]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Prinsip belajar adalah landasan berpikir dan sumber motivasi agar
proses belajar dan pembelajaran dapat berjalan dengan baik antara pendidik
dengan peserta didik.
Prinsip-prinsip belajar berkaitan dengan perhatian dan motivasi, keaktifan, keterlibatan
langsung/berpengalaman, pengulangan, tantangan, balikan atau penguatan, serta
perbedaan indivual.
B.
Saran
Sebagai seorang
pemula, kemungkinan makalah ini masih terdapat kekurangan, untuk itu kami
menerima kritik dan saran guna memperbaikinya. Karena saran dan kritik itu akan
bermanfaat bagi kami untuk memperbaiki atau memperdalam tentang ilmu ini.
DAFTAR PUSTAKA
Hasibuan, dkk, Proses Belajar Mengajar,
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1995) Cet. 6
Ramayulis,
Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2001) Cet. 3
Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama
Islam, Cetakan Ke 5, (Jakarta: Kalam Mulia, 2008)
Abdul Majid, Belajar Dan Pembelajaran,
(Bandung: PT REMAJA ROSKARYA, 2012)
[1] J.J. Hasibuan, dkk, Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 1995) Cet. 6, Hal. 3
[2] Ramayulis, Metodologi
Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2001) Cet. 3, Hal. 85-99.
[3] Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam,
Cetakan Ke 5, (Jakarta: Kalam Mulia, 2008), hal.45