Friday, 10 May 2013

Memupus Dendam dengan Evaluasi Diri



Rasulullah SAW adalah pribadi yang sangat menjauhkan diri dari berbagai wujud perilaku buruk yang dibenci kebanyakan orang. Ia seorang pema�af dan tidak punya sifat dendam sedikitpun sehingga ketauladanannya betul-betul terwujud sebagai perilaku yang membahagiakan orang lain.

Demikian pernyataan yang disampaikan pengurus bidang dakwah Pimpinan Cabang (PC) Fatayat NU Kota Kraksaan Siti Nur Tamami dalam pengajian rutin yang digelar di Desa Duren Kecamatan Gading Kabupaten Probolinggo, Kamis (9/5) sore.

Menurut Nur Tamami, dendam adalah buah dari hati yang merasa terluka, merasa hati yang tersakiti, teraniaya atau karena merasa terambil haknya. Wujud dendam yang paling nyata adalah kemarahan dan kebencian yang membludak. Bila dendam seseorang membara, maka dia akan mencari jalan untuk mencemarkan, mencoreng atau kalau perlu mencelakakan orang yang didendaminya sampai jatuh binasa.

�Alangkah sengsaranya orang yang hatinya penuh dendam. Tanpa sadar semua itu hanya karena terlena pada rayuan setan. Sudah menjadi tabiat manusia, tatkala hatinya disakiti, dia akan merasa sakit hati dan boleh jadi berujung dengan kedendaman,� ungkapnya.

Walaupun demikian dikatakan Nur Tamami, bukan berarti harus dendam setiap kali ada yang menyakiti. Malah sebaliknya, jika didzalimi, maka doakanlah orang-orang yang mendzalimi itu agar bertaubat dan menjadi orang saleh.

�Mampukah kita melakukannya? Doa orang yang didzalimi itu benar-benar mustajab. Sehingga ketika didzalimi, saat itu pula terbuka peluang doa kita terijabah. Sulit memang, tapi itulah penentu kemuliaan diri,� jelasnya.

Dikatakan Nur Tamami, Rasulullah SAW adalah pribadi yang berhati bening, berhati bersih, jauh dari sifat dengki, pendendam, ujub, takabbur dan berbagai penyakit hati lainnya. Walau dihina, dicaci maki, difitnah bahkan hendak dibunuh, tidak sedikitpun Rasulullah mendendam. Bahkan, Rasulullah mati-matian berbuat baik kepada orang-orang tersebut dan begitu ringannya dimaafkan dan didoakannya.

�Karena itu, siapa saja diantara kita yang hatinya terbelit kedendaman, ingatlah! Dendam hanya akan membawa kesengsaraan, menghancurkan kebahagiaan, merusak pikiran dan harga diri kita. Yang paling mengerikan, dendam bisa menyeret kita pada panasnya api neraka. Na'udzubillah,� tegasnya.

Tidak lupa Nur Tamami memberikan solusi bagaimana caranya agar tidak menjadi seorang pendendam, bahkan berubah menjadi seorang pemaaf seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW? Ada dua hal yang harus diperhatikan. Pertama, harus menyadari bahwa semua orang beriman itu bersaudara.

�Pemahaman bahwa setiap orang bersaudara, sedikit banyak akan membawa tambahan energi bagi kita dalam mengendalikan kemarahan dan rasa sakit hati. Bila konsep ini tertanam kokoh di hati, maka kita akan berusaha sekuat mungkin untuk tidak mencelakakan saudara kita. Kedua, kita terus berlatih untuk mengikis sifat dendam tersebut. Sebagai ilustrasi, kita bisa belajar dari para karateka yang berhasil menghancurkan batu bata dengan tangannya,� tambahnya.

Dijelaskan Nur Tamami, jika telah disakiti seseorang, jangan melihat orang tersebut, tetapi lihatlah dia sebagai sarana ujian cagak penguat dan ladang amal terhadap Allah. Jika melihat orangnya, akan semakin sakit, mengingat orangnya.

�Bagaimana seandainya kita dicaci, dikritik atau diserang orang dengan kata-kata yang tidak mengenakkan? Kuncinya evaluasi diri. Kita tidak akan pernah rugi diperlakukan apa pun oleh orang lain, jika kita menyikapinya dengan cara yang benar. Setelah mengevaluasi diri, kita perlu memperbaikinya. Balasan dan jawaban yang efektif adalah dengan akhlak yang baik,� ujarnya.

Lebih lanjut Nur Tamami mengungkapkan apabila dicemooh, dihina dan diolok-olok orang lain, maka biarkan saja. Pada akhirnya, orang akan melihat siapa yang difitnah dan siapa yang memfitnah. Jika hal ini menjadi lebih baik, Allah akan memuliakan. Jika Allah sudah memuliakan, maka tidak akan menjadi hina karena hinaan orang lain.

�Balaslah keburukan orang lain dengan cara terbaik. Kasihanilah musuhmu, berbuat baiklah pada orang yang membencimu, mintalah berkah bagi orang yang mengutukmu, berdo�alah untuk orang yang mencacimu. Itulah kunci kemuliaan diri,� pungkasnya.