BAB I
PENDAHULUAN
Puncak Sejarah peradaban Islam sudah muncul sejak lima abad pertama, yaitu sejak munculnya Islam. Setelah abad itu tampak adanya cuitural decline (kemunduran peradaban), yakni sewaktu fenomena dikotomi Islam knowlege dan non-Islamic knowledge mulai menghinggapi umat Islam.
Didalam bab-bab sebelumnya telah dijelaskan beberapa dinasti yang muncul pada peradaban Islam di dunia seperti pada masa khulafaur rasyidin hingga peradaban Islam pada masa Bani Abbasiyah.
Selain itu masih banyak lagi dinasti-dinasti yang berkuasa setelah Khulafaur Rasyidin. Dalam bab ini akan dibahas lebih jelas lagi mengenai dinasti-dinasti lain yang berada di dunia Islam diantaranya: Dinasti Idrisiyah, Dinasti Aghlabiyah, Dinasti Samaniyah, Dinasti Safariyah,Dinasti Tuluniyah, Dinasti Hamdaniyah, dan Dinasti Fathimiyah.
BAB II
PEMBAHASAN
DINASTI-DINASTI LAIN DI DUNIA ISLAM
Dalam perkembangan peradaban di dunia Islam, tepatnya dibagian barat kota Baghdad pada masa daulah Abbasiyah banyak dinasti-dinasti kecil yang keberadaanya semakin menambah hasanah pengetahuan tentang perkembangan peradaban Islam di dunia Timur. Adapun beberapa Dinasti tersebut diantaranya :
1. Dinasti Idrisiyah (172H/789M-314H/926M)
a. Sejarah pembentukan
Kesuksesan dan kejayaan bani Abbasiyah dalam menumbangkan bani Umayah didukung dan dibantu oleh beberapa kelompok yang memiliki andil besar untuk menggulingkan pemerintahan bani Umayah yaitu kelompok alawiyun. Mereka berharap jika Abbasiyah telah berkuasa, mereka akan mendapatkan yang selama ini hilang dan dirampas Umayyah. Namun ketika usaha itu telah berhasil, mereka merasa dikhianati oleh bani abasiyah, akhirnya kelompok alawiyun ini melakukan pemberontakan yang dilakukan oleh dua orang bersaudara keturunan Ali ibn Abi Thalib, yaitu Muhammad yang bergelar al-Nafs al Zakakiyyah dan Ibrahim yang keduanya adalah putra Abdullah ibn Hasan ibn Ali. Akan tetapi, lagi-lagi pemberontakan mereka dapat dilumpuhkan oleh penguasa Abbasiyah yang semasa itu masih sangat kuat.
Ketika kekhalifahan ditangan al-Hadi, kelompok Alawiyun kembali melakukan pemberontakan yang dipimpin oleh al-Husain ibnu Ali ibn Hasan disuatu tempat berjarak � 6 mil antara Makkah dan Madinah. Al- Hasan gugur dalam pemberontakan bersama keluarga Alawiyun, dan dua orang keluarga Alawiyun berhasil meloloskan diri dari peristiwa tersebut, yaitu Idris ibnu Abdillah dan saudaranya Yahya ibnu Abdillah. Idris ibn Abdilah inilah yang kemudian dikenal sebagai perintis berdirinya dinasti Idrisiyah. Dinasti ini berkuasa dikawasan al-Maghrib (Maroko) antara akhir abad ke-8 hingga seperempat abad 10.[1]
b. Kemajuan yang dicapai
Pada saat dinasti Idrisiyah dipimpin oleh Idris II sampai Yahya IV, pemerintahan Idrisiyah mampu melebarkan sayapnya dengan bagus. Idris kemudian menjadikan kota Fez sebagai ibu kota pemerintahan pada tahun 808 M. Dinasti Idrisiyah memiliki saham dan andil besar dalam perkembangan kultur masyarakat Barbar, selain itu peradaban luar biasa yang diukir oleh dinasti ini adalah pendirian Universitas Qairawan yang megah dan terkenal.
c. Kemunduran dan kehancuran
Ketika dinasti ini dipimpin oleh Muhammad al-Muntashir, beberapa wilayah kekuasaan dinasti mengalami perpecahan. Kondisi yang demikian inilah yang rentan akan serangan dari luar, seperti ancaman serius yang datang dari kelompok khawarij Rustamiyah di Aljazair bagian barat, meskipun pada akhirnya dapat dikalahkan. Dan bahaya lain dari dinasti baru yang lebih besar yaitu Fathimiyah. Akhirnya melemahnya kekuatan Idrisiyah inilah mengakibatkan kekalahan dan kehilangan kekuasaannya di tangan dinasti Fathimiyah pada tahun 985 M.
2. Dinasti Aghlabiyah (184H/800M-296H/909M)
a. Sejarah Pembentukan
Dinasti Aghlabiyah merupakan sebuah dinasti yang berpusat di Tunisia yang berlangsung sekitar satu abad, nama dinasti diambil dari nama Ibrahim ibn al-Aghlab, seorang Khurasan yang menjadi perwira dalam barisan tentara Abbasiyah. Dalam rangka mempertahankan pemerintahan Abbasiyah, Harun al-Rasyid mengirim bala tentara ke Ifriqiyah dibawah pimpinan Ibrahim ibn al-Aghlab yang berhasil menumpas kelompok khawarij, dengan keberhasilan tersebut, ia mengusulkan agar wilayah Ifriqiyah beserta keturunanya di hadiahkan untuknya. Tidak hanya itu, bila usulannya nanti diterima, ia akan mengirimkan upeti ke Baghdad sejumlah 40.000 dinar pertahun. Akhirnya secara resmi ia diangkat sebagai gubernur Tunis tahun 184H/800M. Dengan demikian Ibrahim ibn Aghlab memerintah wilayah ini dengan keturunannya, yang kemudian dikenal dengan dinasti Aghlabiyah.
b. Kemajuan yang dicapai
Beberapa kemajuan yang dicapai dalam pemerintahan Aghlabiyah diantaranya dalam bidang politik, kebudayaan, ilmu pengetahuan dan ekonomi.
Dalam dalam bidang politik ialah perluasan wilayah, yang sebelumnya hanya wilayah kegubernuran, saat itu meluas hingga daratan Eropa, Sisilia dan pulau-pulau yang berdekatan dengan Tunisia, kota Pantai Italia dan kota Roma serta pantai Yugoslavia. Dalam bidang kebudayan terdapat pembangunan masjid Qairawan dan 10.000 benteng pertahanan di Afrika Utara, sedangkan kemajuan dalam bidang ekonomi ialah pengembangan dalam sektor pertanian, perdagangan dan industri. Dinasti ini membangun bendungan untuk irigasi, selain itu juga mengembangkan perkebunan anggur dan kurma sebagai usaha pengembangan dalam pertanian. Sementara itu untuk memajukan bidang perdagangan, dibangunlah jalan-jalan, angkutan, serta lalu lintas perdagangan. Di sektor industri, mendirikan manufaktur alat-alat pertanian, pengolahan emas, perak dll.
Dalam dalam bidang politik ialah perluasan wilayah, yang sebelumnya hanya wilayah kegubernuran, saat itu meluas hingga daratan Eropa, Sisilia dan pulau-pulau yang berdekatan dengan Tunisia, kota Pantai Italia dan kota Roma serta pantai Yugoslavia. Dalam bidang kebudayan terdapat pembangunan masjid Qairawan dan 10.000 benteng pertahanan di Afrika Utara, sedangkan kemajuan dalam bidang ekonomi ialah pengembangan dalam sektor pertanian, perdagangan dan industri. Dinasti ini membangun bendungan untuk irigasi, selain itu juga mengembangkan perkebunan anggur dan kurma sebagai usaha pengembangan dalam pertanian. Sementara itu untuk memajukan bidang perdagangan, dibangunlah jalan-jalan, angkutan, serta lalu lintas perdagangan. Di sektor industri, mendirikan manufaktur alat-alat pertanian, pengolahan emas, perak dll.
c. Kemunduran dan kehancuran
Dinasti Aghlabiyah mulai mengalami kemunduran disebabkan oleh propaganda dari golongan Syi�ah yang dipelopori oleh Abu Abdullah al-Syi�i atas perintah Ubaidillah al-Mahdi, pendiri dinasti Fatimiyah. Propaganda Syi�ah ini berpengaruh kuat dikalangan orang-orang Barbar yang kemudian menjadi kekuatan militer tangguh dan siap mengalahkan dinasti-dinasti disekitarnya. Kuatnya pasukan Syi�ah dari sekte Ismailiah ini kemudian mampu menggulingkan dinasti Aghlabiyah pada tahun 909M.[2]
3. Dinasti Samaniyah (203H/819M - 395H/1005M)
a. Sejarah pembentukan
Dinasti Samaniyah di dirikan oleh Ahmad bin Asad bin Samankhudat, keturunan seorang bangsawan Balkh (Afganistan Utara). Wilayah kekuasaan Dinasti Samaniyah meliputi daerah Khurasan (Irak) dan Transoxania (Uzbekistan) terletak disebelah timur Baghdad, dengan ibu kota Bukhara. Nama Ahmad ibn Asad cukup terkenal karena ia pemimpin yang adil dan bijaksana, namun kemudian diganti oleh Nashr sepeninggalnya. Ditanganya dinasti ini mampu merebut wilayah yang berada dibawah kekuasaan dinasti Thahiriyah, akhirnya ia pun memindahkan ibu kota wilayah dari Bukhara ke Samarkand pada tahun 873M.
Dinasti ini tidak selalu berjalan lancar. Perselisihan antar saudarapun pernah terjadi, yaitu antara Nashr ibn Ahmad (Penguasa Transoxania) dengan saudaranya Ismail ibn Ahmad (Penguasa wilayah Bukhara). Dimana ketika Ismail berkuasa, Nashr meragukan kejujuranya dalam pengelolaan wilayah. Dari ketidak percayaan itulah maka terjadi peperangan diantara keduanya, yang mengakibatkan terbunuhnya Nashr pada tahun 279H dan kepemimpinan di lanjutkan oleh Ismail ibn Ahmad.
b. Kemajuan yang dicapai
Dinasti Samaniyah ini berkuasa dalam kemajuannya yaitu dalam bidang politik, memelihara pusat yang strategis bagi daulat Islam ditimur, dan mengembangkan kekuasaan Islam sampai kewilayah Turki, sedangkan dalam bidang kebudayaan, menjadikan Bukhara sebagai tempat menetapnya ulama serta sebagai kiblatnya para pujangga, memiliki perpustakaan yang di dalamnya kitab-kitab masyhur dari berbagai disiplin ilmu yang tidak terdapat ditempat lainya, selain itu perkembangan ilmiah dan kesustraan serta filsafat memuncak di era Samaniyah. Hal ini ditandai dengan banyaknya kemunculan para pemikir Islam, seperti al-Farabi, Ibnu Sina, Al-Razi, al-Firdausi.
c. Kemunduran dan kehancuran
Dinasti Samaniyah mulai mengalami kemunduran setelah sepeninggal Ismail, kemudian kepemimpinanya dilanjutkan oleh Ismail II Al-Muntasir khalifah terakhir Samaniyah, namun dimasa kepemimpinanya tersebut, Ismail II Al-Muntasir tidak mampu mempertahankan wilayahnya dari serangan dinasti Qarakhan dan dinasti Ghaznawi. Akhirnya masa daulah Samaniyah berakhir setelah Ismail terbunuh dalam pelariannya pada tahun 395H/1005M.[3]
4. Dinasti Shaffariyah (253H/867M-900H/1495M)
a. Sejarah pembentukan
Dinasti Safariyah merupakan dinasti paling lama berkuasa di dunia Islam. Pendiri dinasti adalah Ya�qub bin Lais As-Saffar, seorang pemimpin kelompok Khawarij di propinsi Sistan (Iran). Ya�qub kecil hidup bersama dengan adiknya Amr ibn al-Lais dengan bekerja sebagai tukang barang-barang kuningan/tembaga. Namun usaha ini tidak berlangsung lama dan mulai mengalami kemrosotan semenjak ayahnya meninggal. Akhirnya ia dan adiknya memutuskan untuk masuk ke kelompok penyamun (perampok/tukang begal). Masuknya Ya�qub dan adiknya ke dalam salah satu kelompok tersebut dianggap sebagai hal yang wajar, sekalipun ia orang penyamun, tetapi ia dermawan dan sering membantu orang-orang yang tertindas. Lambat laun kelompoknya menjadi pasukan yang besar, teratur serta mempunyai kedisiplinan yang tinggi, dan ketika Ya�qub sudah mulai kuat, ia memulai gerakannya untuk melakukan perluasan wilayah dan memproklamasikan dirinya sebagai penguasa ke Sijistan dan Punjab pada tahun 253H/867M.
b. Kemajuan yang dicapai
Setelah Ya�qub memproklamasikan dirinya sebagai penguasa baru, ia melanjutkan ekspansi kewilayah-wilayah disekitarnya, seperti penguasaan atas kota Kabul dan kota bentang Balkh. Ia juga merebut Khurasan pada tahun 260H/873M, meskipun kesuksesan telah banyak dicapai oleh Ya�qub tapi hubungannya dengan pemerintahan Abbasiyyah masih baik. Hal inilah yang seolah menjadi penguat dinasti, karena pemerintahan Abbasiyyah semakin mengukuhkan pemberian khalifah atas beberapa kota penting padanya, seperti Balkh, Thurkhanistaan, Kirman, Sijistan dan daerah lainya. Kegemilangan Ya�qub dalam perluasan wilayah ini menjadiKanya berkeiinginan menguasai Baghdad, namun upayaini tidak berhasil.
c. Kemunduran dan Kehancuran
Kemunduran dan keruntuhan disebabkan karena ketamakan para penguasa yang selalu berkeinginan memperluas wilayah kekuasaan. Seperti halnya dinasti Saffariyah ditangan Amr, ia tetap bersih kukuh ingin menguasai dan memperluas kekuasaan hingga wilayah Transoxania, yang saat itu secara formal berada dibawah kekuasan Bani Samaniyyah, yang mana dinasti ini lebih kuat dari pada Shaffariyah. Akhirnya pasukan Amr dapat dikalahkan oleh pasukan Ismail ibn Ahmad dari Bani Samaniyyah, dan Amr sendiripun berhasil ditangkap. Sehingga semua hasil penaklukan terlepas kembali dan hanya Sijistan yang masih berada dalam kekuasaan dinasti Saffariyah .
5. Dinasti Thuluniya (254H/868M-292H/905 M)
a. Sejarah pembentukan
Awal pendirian dinasti ini tidak terlepas dari kisah seorang tawanan perang Turki yang kemudian dijadikan sebagai pegawai istana al-Musta�in, namanya Bayakbek, yang juga ayah dari ibn Thulun. Bayakbek diangkat sebagai seorang gubernur Mesir oleh al-Mu�taz, oleh Bayakbek sendiri jabatan itu tidak dipegangnya, tetapi diberikan kepada anaknya Ibn Thulun, yang pada tahap berikutnya menjadi pendiri dinasti Thuluniyah pada abad 9M.
Pada tahun 263M Ibn Thulun secara resmi diangkat sebagai gubernur di Mesir tahun 254H. Dalam sejarah selanjutnya, Ibn Thulun melepaskan diri dari Abbasiyah, bahkan ia mampu menaklukkan Damaskus, Homs, Hamat, Aleppo dan Antiokia.
b. Kemajuan yang dicapai
Sebagaimana dinasti-dinasti lain yang mengalami masa keemasan, dinasti ini juga banyak mengalami kemajuan dalam beberapa bidang kehidupan, seperti segi keamananan : ibn Thulun membangun armada laut yang tangguh dengan berpangkalan di Akka (Acre), segi ekonomi : -pengembangan sektor pertanian dengan cara memperbaiki nilometer (perbaikan sungai Nil), bendungan, irigasi, - pengmbangan sektor perdagangan dengan cara membangun jembatan, terusan dan armada perhubungan darat, sungai dan laut, - pengmbangan sektor industri dengan cara mendirikan industri senjata, sabun, gula dll, segi kebudayaan dan ilmu pengetahuan : pembangunan masjid yang dikenal dengan sebutan Jami� Ibnu Thulun yang berukuran � 1/17 dari seluruh ayat suci al-Qur�an dengan gaya Arab Kufi. Kemajuan bidang budaya ini juga semakin disempurnakan oleh Khumarawaih, putra dan pengganti Ibn Thulun yang mendirikan gedung �gedung dengan golden hall, kolam renang berlapis emas didepan istana serta berbagai ragam tanaman bunga.
c. Kemunduran dan Kehancuran
Dinasti Thuluniyah mulai mengalami kemunduran setelah sepeninggal Khumawaraih dan digantikan oleh Abu Asakir al-Jaisy yang ternyata ia terkait dengan peristiwa pembunuhanya terhadap pamannya yaitu Mudhar Ibn Ahmad Ibnu Thulun. Hal ini berakibat gencar-gencarnya perlawanan antara pihaknya dengan fuqaha�dan �qadhi yang pada akhirnya ke-amiran Jaisy dibatalkan. Dan diangkatlah Abu Musa Harun sebagai amir baru dalam usia 14 tahun. Tampaknya dengan usia yang relatif belia untuk memimpin pemerintahan menjadikan Harun kurang cakap dalam mengendalikan suasana yang semakin kacau itu, sementara di Syam sendiri telah terjadi pemberontakan yang dilakukan oleh Qara mitha yang juga tidak berhasil dikendalikan. Akhirnya khalifah al-Muktafipun mengambil alih kembali pemerintahan Thulniyah ketangan kekhalifahanya.
6. Dinasti Hamdaniyah (292H/905M-394H/1004M)
a. Sejarah Pembentukan
Dinasti ini didirikan oleh Hamdan bin Hamdun yang bergelar Abu Al-Haija�. Wilayah kekuasaanya meliputi Aleppo (Suriah) dan Mosul (Irak). Dianasti Hamdaniyah di Mosul dipimpin oleh Hasan yang menggantikan ayahnya, Abu Al-Haija�, sedangkan dinasti Hamdaniayah di Aleppo didirikan oleh Ali Saifuddawlah yang berhasil merebut Aleppo dari dinasti Ikhsydiyah.
b. Kemajuan yang dicapai
Prestasi gemilang yang diukir oleh dinasti Hamdaniyah terutama lebih tampak pada wilayah politiknya. Dinasti ini mampu memainkan peran pentiing sebagai pagar betis untuk mempertahankan kekuasaan dinasti Abbasiyah, bahkan dinasti Hamdani ini sebagai suatu kekuatan yang mampu menahan pasukan Romawi untuk merebut seluruh wilayah Suriah. Selain kemajuan dibidang kemiliteran juga mengalami beberapa kemajuan di berbagai bidang, seperti didunia intelektual yang ditandai dengan kemunculan beberapa nama seperti al-Farabi, al-Isfahani dan al-Firas. Sehingga meskipun dinasti ini bukan terbialng dinasti besar tetapi capaiannya jelas tampak.
c. Kemunduran dan Kehancuran
Kemunduran sudah mulai terasa semenjak meninggalnya Saif al-Daulat pada tahun 967M, kepemimpinan selanjutnya digantikan oleh putranya Sa�ad al-Daulat Syarif I, kemudian oleh Sa�d Daulat Sa�d, Ali II dan Syarif II. Para penggantinya ini kurang memiliki kemampuan untuk mengimbangi kekuatan-kekuatan asing yang besar saat itu yaitu Buwaihi, Romawi, dan Fathimiyah. Dinasti Fathimiyah yang sudah ada sejak 1004M, akhirnya dapat menguasai dinasti Hamdaniyah.
7. Dinasti Fathimiyah (297-567H/909-1171M)
a. Sejarah Pembentukan
Berdirinya Dinasti Fathimiyah di latar belakangi oleh melemahnya Dinasti Abbasiyah. Kemudian Ubaidillah Mahdi mendirikan Dinasti Fathimiyah yang lepas dari kekuasaan Abbasiyah. Kebudayaan berkembang pesat pada masa Dinasti Fathimiyah yang di tandai dengan berdirinya Masjid Al-Azhar yang berfungsi sebgai pusat pengkajian Islam dan ilmu pengetahuan. Dinasti ini berakhir setelah Al-Adid, khalifah terakhir Dinasti Fathimiyah yang jatuh sakit.
b. Kemajuan yang dicapai
- Bidang Administrasi
Administrasi kepemerintahan Dinasti Fathimiyah secara garis besar tidak berbeda dengan administrasi Dinasti Abbasuyah. Khalifah menjabat sebagai kepala negara baik keduniaan maupun spiritual. Khalifah berwenang mengangkat dan sekaligus menghentikan jabatan-jabatan dibawahnya. Dalam bidang kemiliteran terdapat tiga jabatan pokok, yaitu : (1) Amir yang terdiri dari pejabat tinggi militer dan pegawai khalifah, (2) petugas keamanan, dan (3) berbagai resimen yang mana tugas mereka ialah mendirikan dan mengelola pusat-pusat armada laut di Alexandria, Damika, Ascaton dan di beberapa pelabuahn Syiria.
-Kondisi Sosial
Mayoritas khalifah Fathimiyah bersikap moderat dan penuh perhatian kepada urusan agama non muslim. selama masa ini pemeluk Kristen Mesir di perlakukan secara bijaksana, hanya Khalifah Al-Hakim yang bersikap agak keras terhadap mereka. Orang-orang Kristen tidak pernah merasakan kemurahan dan keramahan melebihi sikap pemerintahan muslim.
- Ilmu pengetahuan dan kesusastraan
Khalifah Fathimiyah mendirikan beberapa lembaga ilmu pengetahuan seperti Dar Al-Hikmah (pusat penelitian astronomi) dan beberapa karya sastra terkait keislaman, syair, astrologi. Selain itu pada masa dinasti ini juga sangat banyak ditemui berbagai seni arsitetur, ini dibuktikan dengan banyaknya bangunan masjid dimasanya sangat megah dan menjadikan ciri khas masjid di zaman Fathimiyah seperti masjid agung Al-Azhar dan masjid agung Al-Hakim menandai kemajuan arsitektur zaman Fathimiyah.[4]
c. Kemunduran dan Kehancuran
Keruntuhan Dinasti Fatimiyah disebabkan oleh beberapa kelemahan yang ada pada masa pemerintahannya. Kelemahan-kelemahan itu antara lain:
1. Sistem pemerintahan berubah menjadi sistem parlementer.
2. Terjadinya persaingan perebutan wazir.
3. Adanya resistensi dari orang-orang Sunni dan Nasrani di Mesir.
4. Terjadinya perebutan kekuasaan antara bangsa Barbar dan bangsa Turki terutama dalam bidang militer.
5. Adanya pemaksaan ideologi syi�ah kepada rakyat yang mayoritas sunni.
6. Datangnya serbuan dari tentara salib.
7. Lemahnya para khilafah.
8. Para penguasanya selalu tenggelam dalam kehidupan yang mewah.
9. Kondisi al-�Adhid (sakit) yang dimanfaatkan oleh Nur ad-Din
BAB III
PENUTUP
Dapat di simpulkan bahwa Dinasti-dinasti lain yang ada di dunia meliputi sebagai berikut :
1. Dinasti Idrisiyah;
2. Dinasti Aghlabiyah;
3. Dinasti Samaniyah;
4. Dinasti Safariyah;
5. Dinasti Tuluniyah;
6. Dinasti Hamdaniyah;
7. Dinasti Fathimiyah.
Dalam masa memerintah, masing-masing Dinasti memiliki masa kemajuan & masa kemunduran tersendiri dan berbeda-beda, yang mana telah di paparkan dalam isi makalah.
DAFTAR PUSTAKA
Fuadi, Imam. 2011. Sejarah Peradaban Islam. Yogyakarta: Teras.
Munir Amin, Samsul. 2010. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta : Amzah