Tuesday, 6 October 2015

pengembangan kurikululm tentang scope, balance, dan sequence.


BAB IV
SCOPE, BALANCE dan SEQUENCE

1.      Scope
Scope atau ruang lingkup bahan pelajaran menyangkut keluasan (width) dan kedalaman (depth) materi pelajaran atau keseluruhan pengalaman belajar yang harus diberikan kepada mahasiswa[5].

2.      Sequence
Dimensi pengurutan (sequence) ini dimaksudkan agar dalam menyusun kurikulum antara materi satu dan yang lain merupakan kajian yang berurutan, yang mendorong adanya keberlanjutan dalam proses pembelajaran. Urutan yang disarankan oleh Smith, Stanley dan Shores adalah dimulai dari materi yang sederhana kepada materi yang lebih kompleks.

Faktor-faktor yang turut menentukan urutan bahan pelajaran:
antara lain:
(1) kematangan anak,
(2) latar belakang pengalaman atau pengetahuan,
(3) tingkat inteligensi,
(4) minat,
(5) kegunaan bahan, dan
(6) kesulitan bahan pelajaran.

Biasanya guru berpegang pada urutan:
(1) dari mudah kepada yang sulit,
(2) dari yang sederhana kepada yang kompleks,
(3) dari keseluruhan kepada bagian-bagiannya atau
(4) sebaliknya, dari yang diketahui kepada yang belum diketahui, atau
(5) mengikuti urutan kronologis dalam sejarah dari dulu kepada masa
sekarang atau
(6) sebaliknya,
(7) dari yang konkret kepada yang abstrak,
(8) dari contoh-contoh konkret kepada generalisasi.

Misalnya di kelas I diajarkan hitungan sampai 20, di kelas II sampai 100, dan seterusnya. Aljabar baru diajarkan di kelas I SMP.

3.      Balance
Dimensi perimbangan (balance), Perimbangan berkaitan dengan bagaimana mengembangkan kesempatan para peserta didik untuk menguasai satu pengetahuan tertentu, menginternalisasikan dan mempergunakannya sesuai dengan tujuan mereka masing-masing. Misalnya keseimbangan antara teori dengan praktek. Berapa persen materi dan berapa persen praktek itu tergantung dimana dan untuk tujuan apa kurikulum itu dipakai[6].
Di samping matapelajaran wajib tersedia sejumlah mata pelajaran pilihan yang dapat diambil siswa dengan bimbingan guru. Pada umumnya akan diusahakan adanya keseimbangan yang berkenaan dengan pendidikan intelektual, moral, sosial, fisik, estetis dan keterampilan agar tiap anak mendapat pendidikan yang harmonis Selanjutnya keseimbangan juga mengenai cara atau proses belajar. Tak sernua siswa belajar efektif dengan cara yang sama. Maka perlu berbagai ragam metode dan kegiatan belajar.
Di samping impresi atau menerima pelajaran dengan membaca atau mendengarkan penjelasan guru melalui metode ceramah, perlu diberi kesempatan untuk ekspresi atau menyatakan buah pikiran melalui tanya jawab atau diskusi. Selain mendengarkan mereka perlu melakukan eksperimen, konstruksi, kerja lapangan, mengumpulkan bahan dari perpustakaan. Selain menghafal perlu mereka diberi kesempatan berpikir kritis, di samping belajar sendiri harus pula ada bekerja kelompok. Tidak memperhatikan keseimbangan serupa ini menyebabkan guru sering hanya menggunakan metode yang sama bagi semua pelajaran. Selain membosankan anak anak tidak diberi kesempatan mengembangkan potensinya sejauh mungkin.