Monday, 12 December 2016

HADITS-HADITS TENTANG POTENSI MANUSIA DAN PENDIDIKAN-HADITS-HADITS TENTANG POTENSI MANUSIA DAN PENDIDIKAN-HADITS-HADITS TENTANG POTENSI MANUSIA DAN PENDIDIKAN




HADITS-HADITS TENTANG POTENSI MANUSIA DAN PENDIDIKAN

  • Potensi dalam bahasa agama disebut fitrah (فطرة).
  • Fitrah dalam istilah bahasa arab yang berarti tabiat suci atau baik yang khusus diciptakan Allah SWT bagi manusia sebagai modal dasar agar dapat memakmurkan bumi.
  • Untuk dapat melaksanakan fungsi kekhalifahan, manusia dibekali oleh Allah SWT dengan berbagai potensi, yang sekaligus sebagai anugerah yang tidak diberikan kepada makhluk lain.
  • Dengan demikian è fitrah merupakan potensi kodrati yang harus dikembangkan demi kesempurnaan hidup. Oleh karena itu pendidikan harus menjadi aktivitas dan usaha manusia untuk mengembangkan potensi-potensi pribadinya agar berkembang seoptimal mungkin.

  • Muzayyin Arifin è mengklasifikasikan fitrah menjadi dua, yaitu:
1.       Potensi psikologis dan pedagogis yang mempengaruhi manusia untuk menjadi pribadi yang berkualitas baik dan menyandang derajat mulia melebihi makhluk-makhluk lainnya.
2.       Potensi pengembangan hidup manusia sebagai khalifah yang dinamis, kreatif dan responsif terhadap lingkungan sekitarnya.

  • Menurut Al-Ghazali è manusia memiliki potensi yang mempunyai arti fisik dan non fisik. Potensi-potensi tersebut terdiri dari:
1.       النفس (jiwa atau pribadi).
2.       العقل (pikiran nalar).
3.       الروح (ruh atau nyawa).
4.       القلب (hati nurani).

  • Al-Maududi mengatakan bahwa:
1.       Pendengaran merupakan pemeliharaan pengetahuan yang diperoleh dari orang lain.
2.       Penglihatan merupakan pengembangan pengetahuan dengan hasil observasi dan penelitian yang berkaitan dengannya.
3.       Hati merupakan sarana untuk membersihkan ilmu pengetahuan yang murni.
ü  Jika ketiga pengetahuan itu dipadukan, maka terciptalah ilmu pengetahuan yang sesuai dengan apa yang dikaruniakan Allah SWT kepada manusia.

v  Manusia seharusnya memanfaatkan potensi dari Allah SWT tersebut untuk kepentingan pendidikannya.

A.      HADITS PERTAMA:
v      عَنْ الزُّهْرِيِّ، قَالَ: أَخْبَرَنِي أَبُو سَلَمَةَ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: "مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلَّا يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ، أَوْ يُمَجِّسَانِهِ كَمَا تُنْتَجُ الْبَهِيمَةُ بَهِيمَةً جَمْعَاءَ، هَلْ تُحِسُّونَ فِيهَا مِنْ جَدْعَاءَ، ثُمَّ يَقُولُ: فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ" (رواه البخاري)
Dari al-Zuhr  ia berkata: Abu Salamah bin Abd. al-Rahman memberitahukan kepadaku bahwa Abu Hurairah RA berkata: Rasulullah SAW bersabda:Setiap anak lahir (dalam keadaan) fitrah, kedua orang tuanya (memiliki andil dalam) menjadikan anak beragama Yahudi, Nasrani, atau bahkan beragama Majusi. Sebagaimana binatang ternak memperanakkan seekor binatang (yang sempurna anggota tubuhnya). Apakah anda melihat anak binatang itu ada yang cacat (putus telinganya atau anggota tubuhnya yang lain)?. Kemudian beliau membaca, (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptkan menurut manusia fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (itulah) agama yang lurus. (HR. al-Bukhari).

v      عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، أَنَّهُ كَانَ يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللَّه صلى الله عليه وسلم: "مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلَّا يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ، وَيُنَصِّرَانِهِ، وَيُمَجِّسَانِهِ، كَمَا تُنْتَجُ الْبَهِيمَةُ بَهِيمَةً جَمْعَاءَ، هَلْ تُحِسُّونَ فِيهَا مِنْ جَدْعَاءَ؟ ثُمَّ يَقُولُ أَبُو هُرَيْرَةَ: وَاقْرَءُوا إِنْ شِئْتُمْ" (رواه مسلم) 

Dari Abu Hurairah bahwa ia berkata, Rasulullah saw bersabda: "Setiap anak lahir (dalam keadaan) fitrah, kedua orang tuanya (memiliki andil dalam) menjadikan anak beragama Yahudi, Nasrani, atau bahkan beragama Majusi, sebagaimana binatang ternak memperanakkan seekor binatang (yang sempurna anggota tubuhnya). Apakah anda mengetahui di antara binatang itu ada yang cacat/putus (telinganya atau anggota tubuhnya yang lain). (HR. Muslim)

v      عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قال رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: قَالَ رَسُولُ اللَّه صلى الله عليه وسلم: "كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْمِلَّةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُشَرِّكَانِهِ "، قِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، فَمَنْ هَلَكَ قَبْلَ ذَلِكَ؟ قَالَ: " اللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا كَانُوا عَامِلِينَ بِهِ" (رواه الترمذي)
Dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah saw bersabda: "Setiap anak dilahirkan dalam keadaan beragama (Islam), kedua orang tuanya (memiliki andil dalam) menjadikannya beragama Yahudi atau Nasrani atau menjadikannya musyrik. Kemudian ditanyakanlah pada beliau, "Wahai Rasulullah, lalu bagaimanakah dengan yang binasa sebelum itu?" Belaiu menjawab: "Allah-lah yang lebih tahu terhadap apa yang mereka kerjakan. (HR. al-Tirmidzi)

v  Biografi perawi:
§  Nama asli Abu Hurairah adalah Abd. ar-Rahman ibn Shakhr.
§  Salah seorang sahabat penghuni shuffah (tinggal di mesjid) yang selalu menyertai Nabi SAW dan sangat memerhatikan hadits serta selalu menghadiri majelis beliau.
§  Wafat pada tahun 59 H dalam usia 78 tahun.
§  Beliau paling banyak meriwayatkan hadits di antara para sahabat dengan jumlah 5374 hadits.
§  Terdapat 800 orang perawi yang meriwayatkan hadits dari beliau.

v  Penjelasan Hadits:
§  Setiap anak telah memiliki fitrah atau potensi yang terdapat dalam dirinya, orang tuanya lah yang memiliki tanggung jawab untuk mengembangkan potensi tersebut.
§  Potensi manusia meliputi hati, akal, pendengaran dan penglihatan sebagaimana juga tersebut di dalam al-Qur’an. Potensi-potensi tersebut berkembang seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan manusia.
§  Fitrah sebagai bentuk potensi yang diberikan oleh Allah SWT kepada manusia saat penciptaan alam rahim. Potensi tersebut belum bersifat final, tetapi merupakan proses menuju kesempurnaan, yaitu melalui proses pendidikan.
§  Potensi manusia bukan hanya potensi agama, namun terdiri dari beberapa potensi sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Taimiyah:
1.       Daya intelektual (quwwat al-‘aql), yaitu potensi dasar yang memungkinkan ,amusia dapat membedakan nilai intelektualnya, manusia dapat mengetahui dan mengesakan Tuhannya.
2.       Daya ofensif (quwwat al-syahwah), yaitu potensi menginduksi objek-objek yang menyenangkan dan bermanfaat bagi kehidupan, baik secara jasmaniah maupun rohaniah secara seimbang.
3.       Daya defensive (quwwat al-ghadab), yaitu potensi dasar yang menghindarkan manusia dari perbuatan yang membahayakan dirinya.
§  Muhammad bin Asyur menyebutkan beberapa potensi yang dimiliki manusia, yaitu:
1.       Potensi fisik (jasadiyyah).
2.       Potensi nalar (‘aqliyyah).
3.       Potensi ruh (ruhaniyyah).
§  Dapat disimpulkan bahwa potensi manusia yang dibawa sejak lahir terdiri dari:
1.       Potensi agama.
2.       Potensi akal dan mencakup spiritual.
3.       Potensi fisik atau jasadiah
4.       Potensi rohaniah yang mencakup hati nurani dan nafsu.
§  Semua potensi tersebut menunjukkan bahwa manusia tidak dapat dipisahkan dengan pendidikan. Tidak akan menjadi manusia seutuhnya tanpa pendidikan, begitu juga pendidikan hanya dapat dilakukan pada manusia.
§  Pendidikan dalam hal ini tidak hanya dalam lingkup pendidkan formal, namun juga mencakup pendidikan nonformal.

v  Nilai edukatif (tarbawi) yang terkandung di dalam hadits:
§  Manusia dilahirkan dengan memiliki potensi. Potensi ini perlu diolah, dibina dan diberi perhatian agar dapat berkembang secara positif dan produktif.
§  Potensi ini merupakan fakultas pengetahuan (faculty of knowledge) yang sangat dipengaruhi perkembangannya oleh lingkungan (guru, orang tua, kondisi sosial) di sekelilingnya.
§  Potensi manusia berupa hati, akal, pendengaran dan penglihatan akan menjadi bekal manusia untuk mengenal Allah SWT, lingkungan dan ilmu, sehingga menjadi manusia yang bersyukur dan melaksanakan tugas dan kewajiban kepada-Nya.
§  Fitrah menyangkut tiga kekuatan manusia, yaitu kekuatan hidup, kekuatan rasional (akal) dan kekuatan spiritual (agama) yang bersifat dinamis dan terkait secara integral.
§  Perpaduan ketiga kekuatan tersebut merupakan kesatuan yang utuh. Oleh karena itu pendidikan sering dijadikan tolak ukur kemajuan suatu bangsa.
§  Pendidikan Islam harus mampu mengintegrasikan seluruh potensi yang dimiliki peserta didik, sehingga membantu untuk mewujudkan sosok insane paripurna yang mampu melakukan dialektika aktif pada semua potensi yang dimilikinya.

B.      HADITS KEDUA:
عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَبْدِ اللهِ بنِ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: حَدَّثَنَا رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم وَهُوَ الصَّادِقُ الْمَصْدُوْقُ: إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِي بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِيْنَ يَوْماً نُطْفَةً، ثُمَّ يَكُوْنُ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يَكُوْنُ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يُرْسَلُ إِلَيْهِ الْمَلَكُ فَيَنْفُخُ فِيْهِ الرُّوْحَ، وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ: بِكَتْبِ رِزْقِهِ وَأَجَلِهِ وَعَمَلِهِ وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيْدٌ. فَوَ اللهِ الَّذِي لاَ إِلَهَ غَيْرُهُ إِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ فَيَدْخُلُهَا، وَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ  الْجَنَّةِ فَيَدْخُلُهَا  (رواه البخاري ومسلم)

Dari Abu Abdurrahman Abdullah bin Mas’ud RA. beliau berkata : Rasulullah SAW menyampaikan kepada kami dan beliau adalah orang yang benar dan dibenarkan : Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan penciptaannya di perut ibunya sebagai setetes mani selama empat puluh hari, kemudian berubah menjadi setetes darah selama empat puluh hari, kemudian menjadi segumpal daging selama empat puluh hari. Kemudian diutus kepadanya seorang malaikat lalu ditiupkan padanya ruh dan dia diperintahkan untuk menetapkan empat perkara : menetapkan rizkinya, ajalnya, amalnya dan kecelakaan atau kebahagiaannya. Demi Allah yang tidak ada Ilah selain-Nya, sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli surga hingga jarak antara dirinya dan surga tinggal sehasta akan tetapi telah ditetapkan baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli neraka maka masuklah dia ke dalam neraka. sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli neraka hingga jarak antara dirinya dan neraka tinggal sehasta akan tetapi telah ditetapkan baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli surga  maka masuklah dia ke dalam surga. (HR. al-Bukhari dan Muslim)

v  Biografi perawi:
§  Nama lengkapnya adalah Abdullah bin Mas’ud bin Ghafil al-Hudzali.
§  Nama julukannya “Abu Abdirahman”.
§  Ia sahabat ke enam yang paling dahulu masuk islam.
§  Hijrah ke Habasyah dua kali dan mengikut semua peperangan bersama Rasulullah SAW.
§  Diangkat menjadi hakim dan engurus kas negara di Kufah pada masa kekhalifahan Umar bin al-Khattab.
§  Sanad paling shahih yang bersumber dari padanya ialah yang diriwayatkan oleh Sufyan al-Tsauri, dari Mansyur bin al-Mu’tamir, dari Ibrahi, dari alqamah. Sedangkan yang paling dhaif adalah yang diriwayatkan oleh Syuraik dari Abi Fazarah dari Abu Said.
§  Meriwayatkan hadits dari Umar bin al-Khattab dan Sa’ad bin Mu’adz.
§  Yang meriwayatkan hadits darinya adalah Al-Abadillah (empat orang yang bernama Abdullah”), Anas bin Malik, Jabir bin Abdullah, Abu Musa al-Asy’ari, ‘Alqamah, Masruq, Syuraih al-Qadli dan beberapa perawi yang lain.
§  Jumlah hadits yang ia riwayatkan mencapai 848 hadits.
§  Wafat di Madinah pada tahun 32 H dan dimakamkan di Baqi.

v  Penjelasan Hadits:
§  Allah SWT mengetahui tentang keadaan makhluknya sebelum mereka diciptakan dan apa yang akan mereka alami, termasuk masalah kebahagiaan dan kecelakaan.
§  Tidak mungkin bagi manusia di dunia ini untuk memutuskan bahwa dirinya masuk surga atau neraka, akan tetapi amal perbutan merupakan sebab untuk memasuki keduanya.
§  Amal perbuatan dinilai di akhirnya. Maka hendaklah manusia tidak terpedaya dengan kondisinya saat ini, justru harus selalu mohon kepada Allah agar diberi keteguhan dan akhir yang baik (husnul khotimah).
§  Disunnahkan bersumpah untuk mendatangkan kemantapan sebuah perkara dalam jiwa.
§  Tenang dalam masalah rizki dan qanaah (menerima) dengan mengambil sebab-sebab serta tidak terlalu mengejar-ngejarnya dan mencurahkan hatinya karenanya.
§  Kehidupan ada di tangan Allah. Seseorang tidak akan mati kecuali dia telah menyempurnakan umurnya.
§  Sebagian ulama dan orang bijak berkata  bahwa dijadikannya pertumbuhan janin manusia dalam kandungan secara berangsur-angsur adalah sebagai rasa belas kasih terhadap ibu. Karena sesungguhnya Allah mampu menciptakannya sekaligus.

v  Nilai edukatif (tarbawi) yang terkandung di dalam hadits:
§  Orang  yang berakal semestinya merenungkan dan berfikir bagaimana ia diciptakan, orang yang tidak mau memikirkan hal ini sebenarnya tidak ingin bertanggung jawab  kepada sang Penciptanya.
§  Manusia dituntut berfikir dan belajar tentang kehidupan di alam ini, khususnya dalam diri manusia sendiri yang biasa terjadi sekalipun yaitu seperti proses kelahiran  dan penciptaan diri manusia.
§  Selain belajar ilmu  agama manusia dianjurkan untuk mengerti dan belajar ilmu-ilmu umum dan terapan seperti biologi dan fisika.
§  Memahami proses penciptaan manusia dengan mengembangkan ilmu pengetahuan yang lebih luas











































HADITS-HADITS TENTANG URGENSI ILMU DAN ULAMA

·         Ilmu pengetahuan baik secara khusus ilmu agama maupun ilmu pengetahuan secara umum merupakan bagian dari ciri khas manusia. Tidak ada makhluk di jagat raya ini selain manusia yang diberi ilmu dan mampu mengembangkannya.
·         Dengan ilmu pengetahuan, manusia dapat melaksanakan tugasnya dalam kehidupan ini, baik tugas khilafah maupun tugas ‘ubudiyah.
·         Ilmu pengetahuan yang berkembang terus menerus secara pesat dalam Islam hendaknya diimbangi dengan ilmunya para ulama, yakni ilmu yang dapat menambah keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT.

A.      HADITS PERTAMA:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ الله عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ الله صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِن ثَلَاثٍ: صَدَقَةٌ جَارِيَةٌ, وَعِلْمٌ يُنْتَفَعُ بِهِ, وَوَلَدٌ صَالِحٌ يَدْعُو لَهُ". قَالَ أَبُو عِيسَى: هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ (رواه مسلم)

Dari Abu Hurairah RA bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Apabila ada orang meninggal dunia terputuslah amalnya kecuali dari tiga hal, yaitu: sedekah jariyah (yang mengalir), atau ilmu yang bermanfaat, atau anak shaleh yang mendoakan untuknya. Abu ‘Isa berkomentar: “Ini merupakan hadits hasan dan shahih”. (HR. Muslim)

v  Biografi perawi:
§  Telah dijelaskan sebelumnya.

v  Penjelasan hadits:
§  Memberikan pelajaran tentang perlunya manusia mencari amal yang berkualitas, kekal dan bermanfaat, baik selama di dunia maupun setelah meninggal dunia.
§  Kualitas amal tidak terputus pahalanya sekalipun ia telah meninggal dunia, selama amalnya masih dimanfaatkan oleh manusia.
§  Sedekah jariyah artinya sedekah yang mengalir. Artinya pahalanya mengalir terus sekalipun yang bersangkutan telah meninggal.
§  Ilmu yang bermanfaat artinya ilmu yang diamalkan dan diajarkan kepada orang lain.
§  Ilmu yang bermanfaat meliputi dua ilmu, baik ilmu fardhu ‘ain (tauhid, fiqih, tasawuf, tajwid, tafsir, hadits dll) dan ilmu fardhu kifayah (sains, kesusastraan, kedokteran dll).
§  Anak saleh adalah anak yang beriman kepada Allah SWT dan mendoakan kedua orang tuanya.
§  Anak saleh merupakan hasil usaha atau karya orang tua yang bersussah payah mengajar dan mendidik anaknya, sehingga menjadi anak yang shaleh.

v  Nilai edukatif (tarbawi) yang terkandung di dalam hadits:
§  Keutamaan menuntut ilmu dan mengajarkan ilmu yang bermanfaat, baik bermanfaat  di dunia maupun di akhirat.
§  Anjuran menyebarkan ilmu, baik secara langsung dalam proses belajar mengajar maupun melalui tulisan, seperti karya ilmiah, menulis buku dan audiovisual.
§  Anjuran mendidik anak secara islami, sehingga menjadi anak yang saleh.

B.      HADITS KEDUA:
حدثنا محمد بن عبد الأعلى الصنعاني حدثنا سلمة بن رجاء حدثنا الوليد بن جميل حدثنا القاسم أبو عبد الرحمن عن أَبي أُمَامَة - رضي الله عنه - أنَّ رسول الله - صلى الله عليه وسلم - قَالَ: «فَضْلُ العَالِمِ عَلَى العَابِدِ كَفَضْلِي عَلَى أدْنَاكُمْ». ثُمَّ قَالَ رسول الله - صلى الله عليه وسلم: «إنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ وَأهْلَ السَّماوَاتِ وَالأَرْضِ حَتَّى النَّمْلَةَ في جُحْرِهَا وَحَتَّى الحُوتَ لَيُصَلُّونَ عَلَى مُعَلِّمِي النَّاسِ الخَيْرَ». (رواه الترمذي وقَالَ: هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ)

Muhammad bin Abdul A’la Ash Shan’ani telah menceritakan kepada kami bahwa Salamah bin Raja` telah menceritakan kepada kami bahwa Al-Walid bin Jamil telah menceritakan kepada kami bahwa Al-Qashim Abu Abdurrahman telah menceritakan kepada kami dari Abu Umamah Al-Bahili ia berkata; “Dua orang disebutkan di sisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, salah seorang adalah ahli ibadah dan yang lain seorang yang berilmu, kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Keutamaan seorang ahli ilmu (‘alim) dari seorang ahli ibadah (‘abid) seperti keutamaanku dari orang yang paling rendah di antara kalian. Kemudian beliau melanjutkan sabdanya: “Sesungguhnya Allah, MalaikatNya serta penduduk langit dan bumi bahkan semut yang ada di dalam sarangnya sampai ikan paus, mereka akan mendoakan untuk orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia. (HR. Tirmidzi dan beliau berkata bahwa ini adalah hadits hasan)

v  Biografi perawi:
§  Nama Abu Umamah adalah Shadiy ibn ‘Ajlan
§  Ikut dalam Perang Shiffin bersama Ali RA.
§  Tinggal di Syam dan wafat di Himsha pada tahun 81 H.
§  Meriwayatkan hadits sebanyak 250 hadits.

v  Penjelasan hadits:
§  Keutamaan orang alim meliputi eksistensi keilmuan maupun pahala yang diterimanya, yakni:
ü  Keilmuan bermanfaat bukan bagi diri yang bersangkutan, akan tetapi juga terhadap orang lain dan masyarakat luas, sedangkan ahli ibadah manfaatnya hanya untuk dirinya sebdiri bukan untuk orang lain.
ü  Orang yang sibuk dengan keilmuannya seperti mengajar, menulis atau menyebarkan ilmu dengan berbagai media, pahalanya lebih besar daripada pahala ibadah sunah saja.
§  Kemuliaan orang alim adalah didoakan oleh Tuhan dan seluruh makhluk, baik yang ada di langit maupun ayang ada di bumi, mulai dari makhluk yang paling agung yakni malaikat sampai makhluk yang terendah dan terkecil seperti semut dan ikan.
§  Keharusan ahli ilmu untuk beribadah dan keharusan ahli ibadah untuk berilmu. Ilmu tak ada manfaatnya tanpa ibadah dan ibadah tak diterima tanpa ilmu.

v  Nilai edukatif (tarbawi) yang terkandung di dalam hadits:
§  Proses belajar mengajar ilmu lebih utama daripada melaksanakan ibadah yang sunah, karena ibadah memberikan manfaat hanya bagi yang mengerjakan saja, sedangkan ilmu selain bermanfaat bagi dirinya bermafaat juga bagi orang lain.
§  Anjuran untuk menghormati ulama dan para penuntut ilmu serta mendoakan mereka.
§  Anjuran agar melakukan hal yang bermanfaat baik bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain.

A.      HADITS KETIGA:
حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ أَبِي أُوَيْسٍ، قَالَ : حَدَّثَنِي مَالِكٌ ، عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ ، عَنْ أَبِيهِ ، عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ : إِنَّ اللَّهَ لاَ يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنَ الْعِبَادِ وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عَالِمًا اتَّخَذَ النَّاسُ رُؤُوسًا جُهَّالاً فَسُئِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا (متفق عليه)
Isma'il bin Abu Uwais telah menceritakan kepada kami, ia berkata: Malik telah menceritakan kepadaku dahwa  dari Hisyam bin 'Urwah dari bapaknya dari Abdullah bin 'Amru bin Al-'Ash ia berkata: Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: "Sesungguhnya Allah tidaklah mencabut ilmu sekaligus mencabutnya dari hamba, akan tetapi Allah mencabut ilmu dengan cara mewafatkan para ulama hingga bila sudah tidak tersisa ulama, maka manusia akan mengangkat pemimpin dari kalangan orang-orang bodoh. Ketika mereka ditanya mereka berfatwa tanpa ilmu, mereka sesat dan menyesatkan". (Muttafaq Alaih)

v  Biografi perawi:
§  Nama lengkap beliau Abdullah ibn ‘Amr ibn al-‘Ash al-Sahmy al-Qurasyi.
§  Ahli ibadah dan pandai menulis sejak jaman jahiliah.
§  Ikut dalam Perang Shiffin bersama Mu’awiyah dan pernah menjabat sebagai Gubernur di Kufah.
§  Wafat pada tahun 65 H dan meriwayatkan sebanyak 7 buah hadits.

v  Penjelasan hadits:
§  Allah SWT akan mencabut ilmu dari hambaNya dengan cara mewafatkan ulama.
§  Peringatan untuk tidak meminta fatwa dari orang yang tidak berilmu.
§  Berfatwa tanpa ilmu akan merugikan diri sendiri dan menyesatkan manusia.
§  Anjuran untuk menuntut ilmu sehingga muncul regenerasi ulama.
§  Krisis ilmu dan ulama merupakan tanda dekatnya hari kiamat.
















HADITS-HADITS TENTANG TUJUAN PENDIDIKAN

·         Dalam bahasa Arab, tujuan disebut dengan الهدف atau الغرض.
·         Tujuan berarti arah atau sasaran yang ingin di dicapai.
·         Tujuan pendidikan dapat diartikan è Sasaran yang ingin dicapai atau diraih setelah melalui proses pendidikan.
·         Dengan kata lain è Pendidikan merupakan proses harus mempunyai target atau tujuan yang ingin dicapai, di mana tujuan tersebut harus melekat dan dimiliki oleh peserta didik setelah melalui proses.

·         Konsep tujuan pendidikan menurut Umar Muhammad al-Taumi al-Shaibani adalah è Perubahan yang diinginkan melalui proses pendidikan, baik dalam tingkah laku seseorang pada kehidupan individu, sosial dan alam sekitar maupun pada proses pendidikan serta pengajaran itu sendiri.
·         Tujuan pendidikan tidak akan tercapai jika tidak ada perubahan pada diri peserta didik.

·         Pendidikan dikembangkan dengan tujuan untuk membantu perkembangan manusia agar memiliki kecakapan untuk bertahan hidup, melaksanakan tugas kehidupan yang sering disebut tujuan fungsional dan tujuan praktis, yang meliputi skill, ketrampilan dan kecakapan.
·         Para pemikir Islam lebih berorientasi pada aspek ideal, tujuan ideal, hakikat batiniah yang bersifat ukhrawi, ilahiah, berupa perbaikan akhlak, budi pekerti, mendekatkan diri (insan kamil: al-Ghazali), taqarrub (Syed Sajjad Husein dan Syed Ali Ashraff), akhlak sempurna (Athiyah al-Abrasy), ta’allum li ridhallah (al-Zarnuji) yang secara umum bersifat transenden(batin), isotern dan ukhrawi.

A.      HADITS PERTAMA:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم- "الْمُؤْمِنُ الْقَوِىُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ وَفِى كُلٍّ خَيْرٌ احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلاَ تَعْجِزْ وَإِنْ أَصَابَكَ شَىْءٌ فَلاَ تَقُلْ لَوْ أَنِّى فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا. وَلَكِنْ قُلْ قَدَرُ اللَّهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ" (رواه مسلم)

Dari Abu Hurairah RA beliau berkata: Rasululluh SAW bersabda: “Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada mukmin yang lemah, dan pada keduanya ada kebaikan. Bersungguh-sungguhlah untuk mendapatkan apa yang bermanfaat bagimu dan mintalah pertolongan kepada Allâh (dalam segala urusanmu) serta janganlah sekali-kali engkau merasa lemah. Apabila engkau tertimpa musibah, janganlah engkau berkata: Seandainya aku berbuat demikian, tentu tidak akan begini dan begitu. Tetapi katakanlah: Ini telah ditakdirkan Allah, dan Allah berbuat apa saja yang Dia kehendaki, karena ucapan “seandainya” akan membuka (pintu) perbuatan syaitan”. (HR. Muslim)

v  Biografi perawi:
§  Telah dijelaskan sebelumnya.

v  Penjelasan Hadits:
§  Al-Qurthubiy è Mukmin yang kuat adalah mukmin yang kuat jasmani dan jiwanya serta kuat cita-citanya untuk melaksanakan tugas-tugas ibadah seperti shalat, puasa dan amar makruf nahi munkar.
§  Al-Sundiy (pensyarah Sunan Ibn Majah) è Kuat di sini berarti kuat dalam berbuat kebaikan, kuat bertahan dalam melaksanakan ketaatan, kuat sabar ketika tertimpa musibah dan bangkit mengatur maslahat dengan memerhatikanberbagai sebab dan berpikir tentang akibat.
§  Imam Nawawi (pensyarah Shahih Muslim) è makna kuat di sini adalah memiliki jiwa yang kuat bercita-cita dalam urusan akhirat, segera berjihad (berjuang) melawan musuh, kuat bercita-cita dalam amar makruf nahi munkar, sabar atas segala penderitaan, mencintai shalat, puasa dan ibadah lain, serta memeliharanya sebaik mungkin.

§  Hadits di atas mendidik manusia agar menjadi orang yang kuat, baik kuat fisik maupun mental, jasmani dan rohani.
§  Orang mukmin yang kuat berusaha sungguh-sungguh untuk mencapai suatu tujuan sesuai dengan sunnatullah, kemudian diserahkan kepada Allah. Merasa tenang menghadapi musibah, bersyukur ketika selamat dari musibah dan tenang jika tertimpa musibah karena banyak berserah diri (tawakkal) kepada ketentuan Allah SWT.
§  Kata لَوْ (seandainya, andaikan) tidak menolong untuk mengurangi penderitaa, malah akan menimbulkan penyesalan belaka. Berbeda dengan penyerahan takdir, kalimat tersebut akan memutuskan dan menghilangkan godaan setan.

ü  Kesimpulan è Orang mukmin kuat adalah yang menggabungkan antara usaha dan doa, antara percaya diri dan percaya kepada Allah, antara usaha lahir dan batin.

v  Nilai edukatif (tarbawi) yang terkandung di dalam hadits:
§  Tujuan pendidikan Islam membentuk kepribadian anak didik yang kuat jasmani, rohani dan nafsaninya (jiwa), yakni kepribadian muslim yang dewasa.
§  Mukmin berkualitas adalah seorang yang mampu ber-mujahadah (mengendalikan) hawa nafsu untuk taat dan berbuat sesuatu yang bermanfaat, baik bagi dirinya maupun orang lain.
§  Mukmin berkualitas imannya menggabungkan usaha lahir dan batin, berusaha keras dan memohon pertolongan Allah SWT.
§  Mukmin berkualitas ketika tertimpa suatu musibah berusaha antara mengobati dan berserah diri kepada takdir Tuhan tanpa penyesalan.

B.      HADITS KEDUA:
عَنْ أَبِى الدَّرْدَاءِ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَبْتَغِى فِيهِ عِلْمًا سَلَكَ اللَّهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ وَإِنَّ الْمَلاَئِكَةَ لَتَضَعُ أَجْنِحَتَهَا رِضًا لِطَالِبِ الْعِلْمِ وَإِنَّ الْعَالِمَ لَيَسْتَغْفِرُ لَهُ مَنْ فِى السَّمَوَاتِ وَمَنْ فِى الأَرْضِ حَتَّى الْحِيتَانُ فِى الْمَاءِ وَفَضْلُ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ عَلَى سَائِرِ الْكَوَاكِبِ إِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الأَنْبِيَاءِ إِنَّ الأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلاَ دِرْهَمًا إِنَّمَا وَرَّثُوا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَ بِهِ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ (رواه الترمذي)

Dari Abu al-Darda’: Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, Allah telah membentangkan baginya jalan kesurga, sesungguhnya para malaikat meletakkan sayap-sayap mereka (dengan) penuh keridhaan bagi penuntut ilmu. Sesungguhnya penghuni langit dan bumi sekalipun, ikan dalam air memohon ampunan untuk seorang alim. Sesungguhnya keutamaan seorang alim di atas seorang ahli ibadah seperti keutaman (cahaya) bulan purnama atas (cahaya) bintang-bintang. Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para nabi. Sesungguhnya para nabi tidak mewariskan emas dan perak, tetapi mereka mewariskan ilmu. Barangsiapa yang mengambilnya berarti ia telah mendapat bagian yang cukup banyak.” (HR. Tirmidzi)
v  Biografi perawi:
§  Nama lengkapnya Abu Darda’ Umaymir bin Amin al-Anshary al-Khazrajy.
§  Seorang sahabat yang ahli fikih dan menjadi hakim.
§  Diangkat menjadi hakim di Damaskus pada masa Khalifah Utsman bin Affan.
§  Wafat pada tahun 32 H dan meriwayatkan hadits sebanyak 179 hadits.

v  Penjelasan Hadits:
§  Hadits di atas mengandung motivasi menuntut ilmu, menjadi orang yang berilmu, atau mengajarkan ilmu dan menjadi ulama dan pewaris para nabi. Motivasi bagi orang yang menuntut ilmu, memiliki dan menyebarkannya.
§  Dalam hadits ini tidak menggunakan kata perintah (fi’il amr), namun ungkapan yang berisi motivasi belajar ini dapat dipahami sebagai perintah.
§  Makna kata سَلَكَ kedua berbeda dengan سَلَكَ pertama è سَلَكَ pertama diartikan menempuh, keluar dan pergi, sedangkan سَلَكَ kedua diartikan dimudahkan, ditolong dan dijadikan penempuh.
§  Makna طَرِيقًا kedua berbeda dengan طَرِيقًا pertama è طَرِيقًا pertama diartikan tempat atau majelis ilmu baik dekat maupun jauh, sedangkan طَرِيقًا kedua diartikan jalan amal shaleh.
§  Dalam hadits di atas terdapat lima keutaamn orang yang menuntut ilmu:
1.       Mendapat kemudahan menuju surga.
2.       Disenangi oleh para malaikat.
3.       Dimohonkan ampun oleh makhluk Allah yang lain.
4.       Lebih utama daripada ahli ibadah.
5.       Menjadi pewaris para nabi.
§  Orang beilmu dapat menerangi dirinya sendiri dengan petunjuk dan menerangi orang lain dengan pengajarannya ibarat bulan yang menerangi dirinya sendiri dan yang lain. Berbeda dengan ahli ibadah yang manfaat ibadahnya hanya dirasakan sendiri ibarat bintang yang cahayanya redup hanya untuk dirinya sendiri.

v  Nilai edukatif (tarbawi) yang terkandung di dalam hadits:
§  Rasulullah SAW dalam mendidik umatnya untuk menjadi alim (orang beilmu) dengan pendekatan fungsional (seperti terlihat dalam hadits) yang merupakan upaya memberikan materi pembelajaran dengan menekankan segi kemanfaatan bagi peserta didik dalam kehidupan sehari-hari.
§  Pembelajaran dan bimbingan untuk mendapatkan ilmu diharapkan berguna bagi kehidupan seseorang, baik dalam kehidupan individu maupun kehidupan sosial..
§  Anjuran menghormati penuntut ilmu, tawadhu/rendah hati, ridha, membantu dan memohon ampunan untuknya.

C.       HADITS KETIGA:
v      عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم- :"إِنَّمَا بُعِثْتُ لأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الأَخْلاَقِ"
(رواه البيهقي)
Dari Abu Hurairah RA berkata bahwa RAsulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya aku diutus adalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia”. (HR. al-Baihaqi)

v      عن جابر بن عبد الله رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم- : "إنّ اللَّهَ بَعَثَنِي بتَمامِ مَكارِمِ الأَخْلاقِ وَكمالِ مَحاسِنِ الأَعْمالِ" (رواه الطبراني)
Dari Jabir bin Abdillah RA berkata bahwa RAsulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah mengutusku dengan tugas membina kesempurnaan akhlak dan kebaikan perbuatan”.
(HR. al-Thabrani)

v      عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُما قَالَ لَمْ يَكُنْ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم فَاحِشًا، وَلاَ مُتَفَحِّشًا وَإِنَّهُ كَانَ يَقُولُ: "إِنَّ خِيَارَكُمْ أَحَاسِنُكُمْ أَخْلاَقًا" (رواه البخاري)
Dari Abdullah bin Amr RA berkata Rasulullah SAW tidak pernah berbuat kejelekan dan tidak pernah mengucapkan ucapan yang jelek. Lalu beliau bersabda: “Sesungguhnya orang-orang terbaik di antara kalian adalah yang paling baik akhlaknya”. (HR. al-Bukhari)

v  Biografi perawi:
§  Abu Hurairah (telah dijelaskan sebelumnya).
§  Abdullah bin Amr (telah dijelaskan sebelumnya).
§  Jabir bin Abdullah è Nama lengkapnya Jabir bin Abdullah bin Haram bin Tsa’labah bin Ka’ab.
§  Lahir 16 tahun sebelum hijrah.
§  Beliau ahli fiqih dan pernah menjadi mufti di Madinah pada saat itu.
§  Hadits yang diriwayatkan sebanyak 1540 hadits.
§  Meriwayatkan hadits dari Rasulullah SAW dan para sahabatnya, diantaranya: Abu Bakar, Umar, Ali, Abu Ubaidah, Thalhah, Mu’ad Bin Yasir, Khalid bin Walid, Abu Hurairah, Abi Sa’id.

v  Penjelasan Hadits:
§  Ketiga hadits tersebut menunjukkan dengan tegas bahwa misi utama Rasulullah SAW adalah memperbaiki akhlak manusia.
§  Rasulullah SAW memiliki sifat yang baik dan memberikan penghargaan yang tinggi kepada orang yang berakhlak mulia.
§  Kualitas iman seseorang dapat diukur dengan akhlak yang ditampilkannya. Dengan kata lain, semakin bagus kualitas iman seseorang akan semakin baik pula akhlaknya.

v  Nilai edukatif (tarbawi) yang terkandung di dalam hadits:
§  Proses pendidikan seyogyanya diarahkan menuju terbentuknya pribadi umat yang berakhlak mulia dan untuk mencapai hal itu akhlak mulia harus ditegaskan dalam formulasi tujuan pendidikan.
§  Tujuan pendidikan è Terbentuknya insan kamil yang di dalamnya memiliki wawasan kaffah agar mampu menjalankan tugas-tugas kehambaan, kekhalifahan dan pewaris nabi.
§  Tujuan pendidikan è Menanamkan ketakwaan, akhlak serta menegakkan kebenaran dalam rangka membentuk manusia yang berkepribadian dan berbudi luhur menurut ajaran Islam.
§  Tujuan pendidikan è Mencapai pertumbuhan yang seimbang dalam kepribadian manusia secara total melalui pelatihan spiritual, kecerdasan, rasio, perasaan dan pancaindra.
§  Tujuan pendidikan bertumpu pada terealisasinya ketundukan kepada Allah SWT, baik dalam tingkat individu, komunitas maupun secara luas.




HADITS-HADITS TENTANG PENDIDIKAN SPIRITUAL

·         Pendidikan spiritual (tarbiyah ruhiyah) didasarkan pada iman dan amal, akidah dan akhlak, serta kesinambungan antara kebutuhan dunia dan akhirat tanpa melampaui batas.
·         Konsep pendidikan spiritual adalah è melekatkan kekuatan spiritual kepada peserta didik dan menanamkan keimanan di dalam diri mereka sebagai kepuasan bagi kecenderungan fitrah mereka terhadap religiusitas (beragama) dan menyucikan naluri nereka, serta membimbing perilaku mereka berdasarkan nilai-nilai spiritual, prinsip-prinsip, sifat-sifat mulia dan moralitas yang berasal dari wahyu.

·         Tarbiyah ruhiyah sangat terkait dengan agama dan keyakinan yang dimiliki setiap individu.
·         Adapun pengaruh agama terhadap individu meliputi hal-hal berikut:
1.       Agama dapat memberi pengaruh besar bagi manusia untuk memperkuat akidah dan keimanannya kepada Allah SWT.
2.       Agama memberikan pengharapan nasib baik manusia dan ketentraman hidupnya.
3.       Agama merupakan sumber keutamaan-keutamaan, dasar-dasar hidup yang lurus yang sudah ada pada diri manusia sejak lahir dan berkembang sesuai perkembangan manusia itu sendiri.
4.       Agama dapat memperkokoh hati manusia dalam hal tanggung jawabnya sebagai manusia terhadap Allah SWT, dan dengan demikian agama memelihara dan menjaga pola hidup masyarakat yang baik.
5.       Agama mengharuskan pribadi masyarakat yang bersatu untuk memelihara tali silaturrahmi, saling menjaga satu sama lain dengan dasar agama yang lurus, seperti kebenaran, kebaikan, keadilan, kesucian dan kasih sayang.

·         Pilar-pilar pendidikan spiritual meliputi semua rukun-rukun iman, yaitu iman kepada Allah SWT, iman kepada para malaikat, iman kepada kitab-kitabNya, iman kepada para nabi dan rasul, iman kepada hari akhir dan iman kepada kepada ketentuan qadha dan qadar.

·         Kesimpulan ==> pendidikan akidah atau spriritual adalah proses pembinaan dan pemantapan kepercayaan dalam diri seseorang sehingga menjadi akidah yang kuat dan benar. Proses tersebut dapat dilakukan dalam bentuk pengajaran, bimbingan dan latihan.

A.      HADITS PERTAMA:
عَنْ عُمَر بْنُ الْخَطَّابِ قَالَ بَيْنَمَا نَحْنُ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- ذَاتَ يَوْمٍ إِذْ طَلَعَ عَلَيْنَا رَجُلٌ شَدِيدُ بَيَاضِ الثِّيَابِ شَدِيدُ سَوَادِ الشَّعَرِ لاَ يُرَى عَلَيْهِ أَثَرُ السَّفَرِ وَلاَ يَعْرِفُهُ مِنَّا أَحَدٌ حَتَّى جَلَسَ إِلَى النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- فَأَسْنَدَ رُكْبَتَيْهِ إِلَى رُكْبَتَيْهِ وَوَضَعَ كَفَّيْهِ عَلَى فَخِذَيْهِ وَقَالَ يَا مُحَمَّدُ أَخْبِرْنِى عَنِ الإِسْلاَمِ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « الإِسْلاَمُ أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَتُقِيمَ الصَّلاَةَ وَتُؤْتِىَ الزَّكَاةَ وَتَصُومَ رَمَضَانَ وَتَحُجَّ الْبَيْتَ إِنِ اسْتَطَعْتَ إِلَيْهِ سَبِيلاً. قَالَ صَدَقْتَ. قَالَ فَعَجِبْنَا لَهُ يَسْأَلُهُ وَيُصَدِّقُهُ. قَالَ فَأَخْبِرْنِى عَنِ الإِيمَانِ. قَالَ « أَنْ تُؤْمِنَ بِاللَّهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ ». قَالَ صَدَقْتَ. قَالَ فَأَخْبِرْنِى عَنِ الإِحْسَانِ. قَالَ « أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ ». قَالَ فَأَخْبِرْنِى عَنِ السَّاعَةِ. قَالَ « مَا الْمَسْئُولُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنَ السَّائِلِ ». قَالَ فَأَخْبِرْنِى عَنْ أَمَارَتِهَا. قَالَ « أَنْ تَلِدَ الأَمَةُ رَبَّتَهَا وَأَنْ تَرَى الْحُفَاةَ الْعُرَاةَ الْعَالَةَ رِعَاءَ الشَّاءِ يَتَطَاوَلُونَ فِى الْبُنْيَانِ ». قَالَ ثُمَّ انْطَلَقَ فَلَبِثْتُ مَلِيًّا ثُمَّ قَالَ لِى « يَا عُمَرُ أَتَدْرِى مَنِ السَّائِلُ ». قُلْتُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ. قَالَ « فَإِنَّهُ جِبْرِيلُ أَتَاكُمْ يُعَلِّمُكُمْ دِينَكُمْ» (رواه البخاري ومسلم وأبو داود والنسائي)

Dari Umar ibn al-Khattab RA. dia berkata: Ketika kami duduk-duduk di sisi Rasulullah SAW suatu hari tiba-tiba datanglah seorang laki-laki yang mengenakan baju yang sangat putih dan berambut sangat hitam, tidak tampak padanya bekas-bekas perjalanan jauh dan tidak ada seorangpun diantara kami yang mengenalnya. Hingga kemudian dia duduk dihadapan Nabi lalu menempelkan kedua lututnya kepada kepada lututnya (Rasulullah SAW) seraya berkata: “Ya Muhammad, beritahukan aku tentang Islam ?”, maka bersabdalah Rasulullah SAW: “Islam adalah engkau bersaksi bahwa tidak ada Ilah (Tuhan yang disembah) selain Allah, dan bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah, engkau mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan pergi haji jika mampu “, kemudian dia berkata: “ anda benar “. Kami semua heran, dia yang bertanya dia pula yang  membenarkan. Kemudian dia bertanya lagi: “Beritahukan aku tentang Iman “. Lalu beliau bersabda: “Engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhir dan engkau beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk “, kemudian dia berkata: “ anda benar“.  Kemudian dia berkata lagi: “Beritahukan aku tentang ihsan “. Lalu beliau bersabda: “Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatnya, jika engkau tidak melihatnya maka Dia melihat engkau” . Kemudian dia berkata: “Beritahukan aku tentang hari kiamat (kapan kejadiannya)”. Beliau bersabda: “Yang ditanya tidak lebih tahu dari yang bertanya “. Dia berkata:  “ Beritahukan aku tentang tanda-tandanya “, beliau bersabda:  “Jika seorang hamba melahirkan tuannya dan jika engkau melihat seorang bertelanjang kaki dan dada, miskin dan penggembala domba, (kemudian)  berlomba-lomba meninggikan bangunannya “, kemudian orang itu berlalu dan aku berdiam sebentar. Kemudian beliau (Rasulullah) bertanya: “Tahukah engkau siapa yang bertanya ?”. Aku berkata: “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui “. Beliau bersabda: “Dia adalah Jibril yang datang kepada kalian (bermaksud) mengajarkan agama kalian. (HR. al-Bukhari, Muslim. Abu Dawud dan an-Nasa’i) 

v  Biografi perawi:
§  Nama lengkapnya Umar bin al-Khattab bin Nufail bin Abdul ‘Uzza bin Riyah bin Qarth bin Razah bin ‘Adiy bin Ka’ab bin Lu’ay bin Ghalib.
§  Dilahirkan di kota Mekkah dari suku Bani Adii, salah satu rumpun suku Quraisy dan merupakan suku terbesar di kota Mekkah saat itu.
§  Pada tahun 634 H, Umar ditunjuk untuk menggantikan Abu Bakar sebagai khalifah kedua dalam sejarah Islam.

v  Penjelasan Hadits:
v  Islam menempatkan pendidikan akidah pada posisi yang paling mendasar, yakni terposisikan sebagai rukun yang pertama dalam rukun Islam yang lima, sekaligus kunci yang membedakan antara orang Islam dan non-Islam.
v  Di antara perilaku Nabi SAW adalah beliau duduk dalam satu majelis bersama para sahabatnya. Perilaku ini menunjukkan bagaimana baiknya budi pekerti beliau. Seseorang manusia sepatutnya bergaul dengan sesama, berbaur dan tidak mengucilkan diri dari mereka.
v  Para malaikat bisa menjelma di hadapan manusia dalam sosok manusia, karena Jibril muncul di hadapan para sahabat dengan gambaran yang telah disebutkan dalam hadits ini, yaitu dalam rupa lelaki yang berambut hitam legam, berpakaian sangat putih, tidak terlihat padanya bekas-bekas perjalanan jauh dan tidak ada seorangpun dari sahabat yang mengenalnya.
v  Jika seseorang yang ditanya tentang sesuatu maka tidak ada cela baginya untuk berkata: “Saya tidak tahu“,  dan hal tersebut tidak mengurangi kedudukannya. Hal ini dicontohkan Nabi SAW ketika ditanya oleh Jibril.
v  Termasuk tanda hari kiamat adalah banyaknya pembangkangan terhadap kedua orang tua, sehingga anak-anak memperlakukan kedua orang tuanya sebagaimana seorang tuan memperlakukan hambanya.
v  Tidak disukainya mendirikan bangunan yang tinggi dan membaguskannya sepanjang tidak ada kebutuhan.
v  Didalamnya terdapat dalil bahwa perkara ghaib tidak ada yang mengetahuinya selain Allah SWT.

v  Nilai edukatif (tarbawi) yang terkandung di dalam hadits:
§  Etika seorang anak didik di hadapan pendidiknya (guru). Hal ini ditampakkan oleh  Jibril yang duduk di hadapan Nabi dengan cara duduk yang menunjukkan adab sopan santun.
§  Keterangan tentang adab dan cara duduk dalam majlis ilmu.
§  Tiga unsur pendidikan. Jibril berfungsi sebagai guru, Nabi SAW sebagai narasumber dan para sahabat sebagai peserta didik.
§  Metode tanya-jawab dalam proses pembelajaran yang sangat efektif untuk menarik minat dan memusatkan perhatian para peserta didik.
§  Materi pengajaran agama Islam yang meliputi aspek-aspek pokok dalam ajaran Islam, yaitu akidah, syariah dan akhlak.
§  Aspek pokok ajaran Islam yang diajarkan terlebih dahulu adalah akidah.

B.      HADITS KEDUA:
v      عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِنَّ الْعَبْدَ إِذَا أَخْطَأَ خَطِيئَةً نُكِتَتْ فِي قَلْبِهِ نُكْتَةٌ ، فَإِنْ هُوَ نَزَعَ وَاسْتَغْفَرَ وَتَابَ صَقَلَتْ قَلْبَهُ ، وَإِنْ عَادَ زِيدَ فِيهَا حَتَّى تَعْلُوَ قَلْبَهُ فَهُوَ الرَّانُ الَّذِي ذَكَرَ اللَّهُ {كَلاَّ بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ} (رواه الترمذي)
Dari Abu Hurairah RA. dari Rasulullah SAW beliau bersabda: “Seorang hamba apabila melakukan suatu kesalahan, maka dititikkan dalam hatinya sebuah titik hitam. Apabila ia meninggalkannya dan meminta ampun serta bertaubat, hatinya dibersihkan. Apabila ia kembali (berbuat maksiat), maka ditambahkan titik hitam tersebut hingga menutupi hatinya. Itulah yang diistilahkan “ar-raan” yang Allah sebutkan dalam firman-Nya (yang artinya), ‘Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka’.” (HR. al-Tirmidzi)

v      عَنِ ابْنِ عُمَرَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ هَذِهِ الْقُلُوبَ تَصْدَأُ، كَمَا يَصْدَأُ الْحَدِيدُ إِذَا أَصَابَهُ الْمَاءُ" قِيلَ: يَا رَسُولَ اللهِ، وَمَا جِلَاؤُهَا؟ قَالَ: "كَثْرَةُ ذِكْرِ الْمَوْتِ وَتِلَاوَةُ الْقُرْآنِ" (رواه البيهقي)
Dari Ibn Umar RA. ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Hati ini berkarat seperti berkaratnya besi jika terkena air”. Lalu beliau ditanya: Apa pembersihnya? Sabda beliau: “Banyak mengingat mati dan membaca al-Quran”. (HR. al-Baihaqi)

v  Biografi perawi:
§  Abu Hurairah (telah dijelaskan sebelumnya).
§  Ibn Umar è Nama aslinya Abdullah ibn Umar ibn al-Khattab, putra khalifah ke dua Umar bin al-Khattab saudara kandung Sayiyidah Hafshah Ummul Mukminin. 
§  Ia meriwayatkan 2.630 Hadis.
§  Meriwayatkan hadits dari Abu Bakar, Umar, Utsman, Sayyidah Aisyah, saudari kandungnya Hafshah dan Abdullah bin Mas’ud.
§  Yang meriwayatkan hadits dari beliau, di antaranya Sa’id bin al-Musayyab, al Hasan al Basri, Ibnu Syihab az-Zuhri, Ibnu Sirin, Nafi’, Mujahid, Thawus dan Ikrimah.
§  Sanad paling shahih yang bersumber dari Ibnu Umar adalah yang disebut Silsilah adz- Dzahab (silsilah emas) yaitu Malik, dari Nafi’, dari Abdullah bin Umar. Sedang yang paling dhaif yaitu Muhammad bin Abdullah bin al-Qasim dari bapaknya, dari kakeknya, dari Ibnu Umar.
§  Beliau wafat pada tahun 73 H. 

v  Penjelasan Kedua Hadits:
§  Keadaan hati seseorang sangat menentukan semua kondisinya yang meliputi perkataan, sikap dan perbuatannya.
§  Hati seorang hamba dikotori oleh dosa yang dilakukannya. Semakin banyak dosanya, semakin kotor hatinya.
§  Satu kemaksiatan yang dilakukan akan memancing kemaksiatan berikutnya, sehingga noktah-noktah hitam memenuhi hati.
§  Orang yang gemar berbuat maksiat diancam oleh Allah dengan azab neraka.
§  Petunjuk bagaimana membersihkan hati, yaitu dengan bertaubat dan berhenti berbuat dosa serta memohon ampun kepada Allah SWT dan dilanjutkan dengan mengerjakan kebaikan.
§  Petunjuk bagaimana membersihkan hati, yaitu dengan banyak mengingat mati dan membaca al-Qur’an.

C.       HADITS KETIGA:
عَنْ أَبِي مُوسَى الأَشْعَرِيِّ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: مَثَلُ الْمُؤْمِنِ الَّذِي يَقْرَأُ الْقُرْآنَ كَمَثَلِ الأُتْرُجَّةِ رِيحُهَا طَيِّبٌ وَطَعْمُهَا طَيِّبٌ وَمَثَلُ الْمُؤْمِنِ الَّذِي لاَ يَقْرَأُ الْقُرْآنَ كَمَثَلِ التَّمْرَةِ لاَ رِيحَ لَهَا وَطَعْمُهَا حُلْوٌ وَمَثَلُ الْمُنَافِقِ الَّذِي يَقْرَأُ الْقُرْآنَ مَثَلُ الرَّيْحَانَةِ رِيحُهَا طَيِّبٌ وَطَعْمُهَا مُرٌّ وَمَثَلُ الْمُنَافِقِ الَّذِي لاَ يَقْرَأُ الْقُرْآنَ كَمَثَلِ الْحَنْظَلَةِ لَيْسَ لَهَا رِيحٌ وَطَعْمُهَا مُرٌّ (متفق عليه)

Dari Abu Musa al-Asy’ari RA. ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Perumpamaan orang mukmin yang suka membaca al-Qur’an seperti buah utrujjah. Baunya harum dan rasanya lezat. Dan orang mukmin yang tidak suka membaca al-Qur’an seperti buah kurma, baunya tidak ada dan rasanya manis. Dan perumpamaan orang munafik yang suka membaca al-Qur’an seperti buah raihanah, baunya lumayan dan rasanya pahit. Dan perumpamaan orang munafik yang tidak suka membaca al-Qur’an seperti buah hanzholah, tidak memiliki bau dan rasanya pahit.” (HR. Muttafaq Alahi).

v  Biografi perawi:
§  Nama lengkap beliau adalah Abdullah bin Qais bin Sulaim bin Hadhar bin Harb bin bin Amir.
§  Dilahirkan di Zabin, Yaman, 21 tahun sebelum Hijriah.
§  Beliau adalah seorang zahid, ahli fiqh dan ahli ibadah. 
§  Dia dikenal sebagai imam besar, sahabat Rasulullah SAW dan ahli ilmu fikih yang mengajarkan al-Qur`an. 
§  Pada masa kekhalifahan Abu Bakar ia ditetapkan untuk menjadi wali di Yaman dan pada masa kekhalifahan Umar bin al-Khattab diangkat menjadi wali di Kufah. Lalu pada masa kekhalifahan ‘Utsman bin Affan diangkat sebagai wali di Bashrah selama enam tahun.
§  Wafat di Kufah pada tahun 44 hijrah dalam usia 63 tahun.

v  Penjelasan Hadits:
§  Rasulullah SAW mengemukakan perbandingan kualitas manusia dengan buah-buahan yang bermanfaat dan tidak bermanfaat dalam kehidupan manusia, sekaligus merupakan alternatif bagi manusia untuk menempatkan dirinya.
§  Terdapat empat golongan manusia bila dihubungkan dengan al-Qur’an, yaitu:
1.       Golongan mukmin yang hatinya dipenuhi oleh iman. Bacaannya tidak sekadar di lidah, tetapi hatinya ikut membaca, sehingga membuahkan rasa takut, mendapat petunjuk, melahirkan amal kebajikan dan teguh pendirian. Ibarat buah utrujjah yang rasanya enak dan harum baunya.
2.       Golongan mukmin yang beriman kepada al-Qur’an, menerapkan hukumnya, mengikuti petunjuknya, menerapkan akhlaknya, tetapi tidak membaca dan menghafal al-Qur’an. Ibarat kurma yang manis tetapi aromanya tidak ada.
3.       Golongan munafik yang tidak memiliki iman kecuali sekadar ucapan. Bacaannya tidak memberi pengaruh bagi dirinya dan hatinya cenderung kepada kejelekan Ibarat buat rihanah, aromanya harum namun rasanya pahit.
4.       Golongan munafik yang tidak ada hubungannya dengan al-Qur’an. Tidak membaca dan tidak menghafalnya, apalagi mengamalkannya Ibarat buah hanzhalah, tidak beraroma dan rasanya pahit.

v  Nilai edukatif (tarbawi) yang terkandung di dalam hadits:
§  Pendekatan rasional dan fungsional dalam proses pembelajaran.
§  Dengan pendekatan rasional, peserta didik diajak berpikir dalam membedakan mana yang terbaik, mana yang kurang baik dan mana yang paling jelek.
§  Dengan pendekatan fungsional, peserta didik diperkenalkan dengan manfaat yang diperoleh bila memilih sesuatu yang baik dan kerugian didapat bila memilih sesuatu yang jelek.
§  Iman yang benar perlu dibuktikan dengan amal yang saleh. Amal yang baik perlu dilandasi oleh iman yang benar. Keserasian keduanya yang dapat mengangkat derajat manusia di sisi Allah dan mengambil salah satunya tidak dapat menjamin kualitas umat yang beriman.













HADITS-HADITS TENTANG PENDIDIKAN KELUARGA

§  Komponen utama dalam keluarga adalah orangtua.
§  Orangtua adalah orang yang paling berpeluang mempengaruhi pendidikan anak (peserta didik), karena mereka lah yang paling awal bergaul dengan anaknya, paling dekat dalam berkomunikasi dan paling banyak menyediakan waktu untuk anak terutama ketika ia masih kecil.
§  Orangtua harus menciptakan kondisi yang kondusif agar semua potensi anak dapat berkembang optimal. Apabila orangtua tidak mendidik anaknya atau melaksanakan pendidikan anak tidak dengan sungguh-sungguh, maka akibatnya anak tidak akan berkembang sesuai dengan harapan.
§  Selain orangtua, anggota keluarga yang tinggal di tempat yang sama juga mempunyai pengaruh yang besar. Besar atau kecilnya pengaruh masing-masing tergantung kepada kadar komunikasi dan kualitas pengaruh yang diberikan kepada peserta didik.

A.      HADITS PERTAMA:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم- : «مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلَّا يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ، أَوْ يُمَجِّسَانِهِ كَمَا تُنْتَجُ الْبَهِيمَةُ بَهِيمَةً جَمْعَاءَ، هَلْ تُحِسُّونَ فِيهَا مِنْ جَدْعَاءَ، ثُمَّ يَقُولُ: فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَاف لا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِق ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ» (رواه البخاري)
Abdan menceritkan kepada kami (dengan berkata) Abdullah memberitahukan kepada kami (yang berasal) dari al-Zukhri (yang menyatakan) Abu Salamah bin Abd. al-Rahman memberitahukan kepadaku bahwa Abu Hurairah RA berkata: Rasulullah SAW bersabda:Setiap anak lahir (dalam keadaan) fitrah, kedua orang tuanya (memiliki andil dalam) menjadikan anak beragama Yahudi, Nasrani, atau bahkan beragama Majusi. Sebagaimana binatang ternak memperanakkan seekor binatang (yang sempurna anggota tubuhnya). Apakah anda melihat anak binatang itu ada yang cacat (putus telinganya atau anggota tubuhnya yang lain). Kemudian beliau membaca, (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptkan menurut manusia fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (itulah) agama yang lurus. (HR. al-Bukhari).

v  Penjelasan Hadits:
§  Makna ungkapan  فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ، أَوْ يُمَجِّسَانِهِ è dampak pengaruh yang ditimbulkan oleh orangtua, keluarga, bahkan lingkungan di sekitarnya. Orangtua menjadi pendidik pertama dan utama.
§  Kata أَبَوَاهُ (kedua orangtua) è tidak berarti menafikan pengaruh pihak lain, karena dalam kenyataannya masih banyak komponen lingkungan yang dapat mempengaruhinya, seperti kerabat-kerabat lainnya. Disebut kedua orangtua untuk mewakili lingkungan dapat dipahami karena dominasi peran dan pengaruh orangtua terhadap perkembangan anak.
§  Faktor pendidik lain seperti guru dan lingkungan masyarakat harus diciptakan oleh orangtua sebagai pendukung yang tidak boleh kontradiktif , sebagai realisasi rasa tanggung jawab orang tua tersebut.
§  Fitrah (potensi) sangat memerlukan bantuan bimbingan pendidikan orangtua, orang dewasa, guru, pendidik dan pengajar dengan sadar, bahkan lingkungan yang mendukung, karena tidak mungkin anak yang baru dilahirkan mengenal agama dengan sendirinya.

B.      HADITS KEDUA:
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- «خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لأَهْلِى وَإِذَا مَاتَ صَاحِبُكُمْ فَدَعُوهُ»
(رواه الترمذي)
Dari Aisyah RA berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik kepada keluarganya, dan aku yang paling baik terhadap keluargaku, dan apabila mati seorang dari keluarga kalian maka tinggalkanlah dia”. (HR. al-Tirmidzi)

v  Penjelasan Hadits:
§  Diantara ukuran dan patokan kebaikan seseorang adalah kebaikan akhlaknya kepada keluarganya, sehingga tidaklah seseorang itu menjadi baik walau ia telah melakukan sholat, puasa, zakat dan berbagai macam ibadah sebelum ia berakhlak baik kepada keluarganya.
§  Motivasi untuk menyambung dan menjaga hubungan kekerabatan dan tidak boleh memutuskan silaturrahmi.
§  Anjuran untuk memberi manfaat kepada keluarga, baik manfaat agama maupun dunia.
§  Keluarga adalah pihak yang paling berhak untuk mendapatkan kebaikan kita sebelum yang lainnya.
§  Maka sepatutnya bagi seseorang untuk keluarganya menjadi sebaik-baik teman, sebaik-baik orang yang mencintai, sebaik-baik pendidik, karena keluarga adalah pihak yang paling berhak untuk mendapatkan perlakuan baik dari pada selain mereka.
§  Makna وَإِذَا مَاتَ صَاحِبُكُمْ فَدَعُوهُ, (dan apabila mati seorang dari keluarga kalian maka tinggalkanlah dia) ada beberapa makna yang disebutkan para ulama:
1.       Tinggalkan pembicaraan buruk tentangnya.
2.       Jangan lagi mencintainya, menangisinya dan bergantung kepadanya, maksudnya jangan terlalu bersedih karena kehilangannya.
3.        Relakanlah kepergiannya, semoga ia mendapatkan kasih sayang Allah SWT, karena apa yang ada di sisiNya lebih baik bagi orang-orang yang baik.
4.       Relakanlah kematian Rasulullah SAW dan jangan menyakiti beliau, keluarga beliau, para sahabat beliau dan pengikut-pengikut beliau.

C.       HADITS KETIGA:
عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - « مُرُوا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرِ سِنِينَ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِى الْمَضَاجِعِ (رواه أبو داود والحاكم)

Dari ‘Amr ibn Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda: Perintahkan anak-anak kalian untuk mengerjakan shalat ketika mereka berumur 7 tahun. Pukul mereka jika tidak mengerjakannya ketika mereka berumur 10 tahun. Pisahkanlah tempat-tempat tidur mereka” (HR. Abu Dawud dan al-Hakim)

v  Penjelasan Hadits:
§  Terkandung hikmah dengan memberi pelajaran terkait membentuk kebiasaan pada anak agar rajin beribadah.
§  Satu kebajikan perlu tahapan-tahapan yang jelas, karena bagaimanapun seorang anak memerlukan proses waktu agar bisa melaksanakan sebuah amal shalih.
§  Seharusnya anak sudah dididik dengan baik oleh orang tua sejak usia dini.
§  Anak dididik dan diajarkan akidah, akhlak dan berbagai kewajiban ibadah.
§  Pendidikan sebenarnya bukan hanya dituntut dari sekolah, namun semestinya dimulai dari lingkungan keluarga. 

v  Nilai edukatif (tarbawi) yang terkandung di dalam hadits:

Menanamkan kebiasaan baik pada anak, terkhusus shalat, bisa diupayakan melalui tahapan:

1.      Tahap imitasi.
Tahap anak melihat dan meniru apa yang dikerjakan orang tua selaku pendidik dan figur. Pada tahapan ini, orang tua menjadi obyek pengamatan sang anak. Dari perilaku dan sikap yang ditujukkan orang tua, seorang anak memperoleh gambaran bagaimana sebuah amal shalih harus ditunaikan. Tahap ini merupakan tahap pengkondisian.
2.      Tahap perintah.
Tahap anak mendapat bimbingan dan arahan dalam bentuk perintah. Anak diperintah untuk menunaikan sebuah kebajikan. Dengan tanpa meninggalkan sifat sabar dan kasih sayang dari orang tua. Hal ini merupakan sebuah bentuk penanaman kebiasaan baik yang sangat intens.
3.      Tahap hukuman.
Tahap anak mendapat sanksi manakala lalai dari kewajiban yang harus ditunaikan. Tahap hukuman adalah sebuah tahap yang ditempatkan setelah dilakukannya proses pengkondisian, bimbingan, arahan dan perintah. Sebuah proses yang dilakukan dalam waktu yang tak sedikit. Dalam menjatuhkan hukuman tetap harus berada dalam kerangka hikmah (bijak) dan adil. Tujuan menghukum adalah agar anak jera, yaitu agar anak tak lagi melakukan perbuatan yang dilarang. Bukan sebagai bentuk pelampiasan kejengkelan, amarah apalagi untuk membalas dendam.

















HADITS-HADITS TENTANG PENDIDIKAN SOSIAL

·         Sosial dapat diartikan segala sesuatu yang berkaitan dengan masyarakat. Kepedulian sosial dapat diartikan peduli terhadap kepentingan umum.
·         Kepedulian sosial ini merupakan salah satu bentuk proses sosial, dimana proses sosial diartikan sebagai pengaruh timbal balik antara berbagai segi kehidupan bersama., sehingga diharapkan dalam sebuah masyarakat untuk saling peduli dan tanggap terhadap orang lain melalui rasa kepedulian sosial tersebut.

·         Selain sebagai makhluk individual, manusia juga sebagai makhluk sosial yang membutuhkan orang lain dalam memenuhi hajat hidupnya.
·         Sebagai makhluk sosial, manusia harus berinteraksi dengan manusia lainnya dan membutuhkan lingkungan di mana ia berada. Lingkungan sosial yang ramah, peduli, santun, saling menjaga dan menyayangi, saling membantu, taat pada aturan, tertib, disiplin, menghargai hal-hak asasi manusia dan sebagainya.
·         Ismail al-Faruqi è Islam memandang masyarakat sebagai pranata Ilahi, suatu pola Allah SWT yang diperlukan manusia untuk memenuhi tujuan penciptaannya sebagai hamba (pengabdi) dan khalifah (pemimpin), guna membangun dunia ini sesuai dengan konsep yang ditetapkan Allah SWT.

·         Pendidikan sosial adalah è proses pembinaan kesadaran sosial, sikap sosial dan ketrampilan sosial agar anak dapat hidup dengan baik serta wajar di tengah-tengah lingkungan masyarakatnya.
·         Dengan kata lain ==> Tarbiyah Ijtima’iyyah (pendidikan sosial) adalah upaya yang dilakukan dengan tujuan dapat hidup bersama dengan masyarakat sekitar, baik keluarga, sekolah maupun masyarakat.

·         Perkembangan pendidikan sosial sangat erat kaitannya dengan perkembangan pembentukan karakter seseorang, bahkan perkembangan pendidikan sosial tidak terlepas dari perkembangan jasmani, rohani, akal, akhlak dan pengalaman.

·         Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan pendidikan sosial meliputi faktor internal dan faktor eksternal.
·         Faktor internal meliputi kondisi fisik dan psikis, kecerdasan dan tingkat pendidikannya. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor lingkungan, baik keluarga, sekolah dan masyarakat.

D.      HADITS PERTAMA:

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَنْ نَفَسَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَ نَفَّسَ اللهُ عَنْ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللهُ عَلَيْهِ فِى الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللهُ فِى الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ وَاللهُ فِى عَوْنِ الْعَبْدِ مَاكَانَ الْعَبْدُ فِى عَوْنِ أَخِيْهِ» (رواه مسلم)
Dari Abu Hurairah RA. Rasulullah SAW bersabda: "Barangsiapa melepaskan kesusahan hidup seorang mukmin di dunia, niscaya Allah akan melepaskan kesusahan di hari kiamat darinya. Barangsiapa memudahkan urusan (mukmin) yang sulit, niscaya Allah akan memudahkan urusannya di dunia dan di akhirat. Allah akan senantiasa menolong seorang hamba, selama hamba itu senantiasa menolong saudaranya”. (HR Muslim)

v  Penjelasan Hadits:
§  Manusia adalah makhluk sosial yang tidak mampu hidup sendiri dan membutuhkan bantuan orang lain. Oleh karena itu, manusia harus hidup secara sosial dan tidak hanya mementingkan diri sendiri.
§  Ada empat ganjaran atau motivasi tentang kepedulian sosial yang disebutkan dalam hadits di atas:
1.       Allah SWTakan melapangkan hambaNya yang melapangkan orang lain.
2.       Allah SWT akan memudahkan urusan hambaNya apabila ia memudahkan urusan orang lain.
3.       Allah SWT akan menutup aib seorang hamba yang menutup aib saudaranya.
4.       Allah SWT akan menolong setiap hamba yang menolong saudaranya.

v  Nilai edukatif (tarbawi) yang terkandung di dalam hadits:
§  Rasulullah SAW mendidik umatnya agar menjadi makhluk sosial dengan metode ganjaran atau motivasi yang besar.

E.      HADITS KEDUA:

v      عَنْ أَبِي مُوسَى الأَشْعَرِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالسَّوْءِ كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيرِ فَحَامِلُ الْمِسْكِ إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً وَنَافِخُ الْكِيرِ إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَةً» (رواه البخاري)
Dari Abu Musa al-Asy’ari RA. dia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Permisalan teman duduk yang baik dan teman duduk yang jelek seperti penjual minyak wangi dan pandai besi. (Duduk dengan) penjual minyak wangi bisa jadi ia akan memberimu minyak wanginya, bisa jadi engkau membeli darinya dan bisa jadi engkau akan dapati darinya aroma yang wangi. Sementara (duduk dengan) pandai besi, bisa jadi ia akan membakar pakaianmu dan bisa jadi engkau dapati darinya bau yang tak sedap”. (HR. al-Bukhari)

v      عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِىَّ - صلى الله عليه وسلم- قَالَ «الرَّجُلُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ»
(رواه أبو داود)
Dari Abu Hurairah RA. bahwa Nabi SAW bersabda: Seseorang akan mengikuti agama temannya. Maka hendaknya setiap kalian melihat dengan siapa ia berteman”. (HR. Abu Dawud)

v  Nilai edukatif (tarbawi) yang terkandung di dalam hadits:
§  Selain orang tua, teman atau orang yang terdekat juga memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan perilaku anak, terutamapada masa remaja.
§  Memilih teman yang baik dan menjauhi teman yang buruk moralnya bagi anak-anak harus mendapat perhatian dari kedua orang tua.

F.       HADITS KETIGA:

عَنْ أَبِى شُرَيْحٍ الْعَدَوِىِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّهُ قَالَ: سَمِعَتْ أُذُنَاىَ وَأَبْصَرَتْ عَيْنَاىَ حِينَ تَكَلَّمَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ «مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ جَائِزَتَهُ». قَالُوا: وَمَا جَائِزَتُهُ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: «يَوْمُهُ وَلَيْلَتُهُ وَالضِّيَافَةُ ثَلاَثَةُ أَيَّامٍ فَمَا كَانَ وَرَاءَ ذَلِكَ فَهُوَ صَدَقَةٌ عَلَيْهِ - وَقَالَ - : «مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ» (رواه مسلم)
Dari Abu Syuraih al-‘Adawi RA. ia berkata: Saya mendengar dan melihat dengan kedua mata saya ketika Rasulullah SAW berbicara, maka beliau bersabda: “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaknya dia memuliakan tamunya dan memberinya hadiah (makanan istimewa sehari semalam yang pertama). Para sahabat bertanya: Apa yg dimaksud jaizah (hadiah) tamu itu, wahai Rasulullah? Beliau menjawab: “Yaitu pada siang dan malam harinya. Dhiyafah (menjamu tamu) itu tiga hari, sedangkan lebih dari itu adalah sedekahnya”. Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah berkata baik atau diam”. (HR. Muslim)

v  Penjelasan Hadits:
§  Memuliakan tamu itu merupakan kewajiban bagi penerima tamu. Bagian dari memuliakan tamu adalah mempersembahkan yang terbaik untuk tamu, baik itu berupa makanan, minuman  atau pelayanan selama dalam batas kemampuan.
§  Hak untuk bertamu dan kewajiban menjamu tamu berlaku selama tiga hari tiga malam, sedangkan pelayanan lebih dari tiga hari tersebut merupakan sedekah.
§  Termasuk kategori memuliakan tamu ialah memberikan sambutan yang hangat dan menampakkan kerelaan dan rasa senang atas pelayanan yang diberikannya.
§  Memuliakan tamu di samping merupakan kewajiban, ia juga mengandung aspek kemuliaan akhlak.
§  Seorang yang bertamu juga harus senantiasa memperlihatkan sikap koperatif dan akhlak yang baik, sehingga orang yang menerimanya merasa senang melayaninya.
§  Sebagian dari realisasi iman, yakni berusaha untuk menghormati tamu, tetangga dan bertutur kata yang baik sehari-hari.

v  Nilai edukatif (tarbawi) yang terkandung di dalam hadits:
§  Etika bagi orang yang bertamu:
1.       Memenuhi undangan bila diundang.
2.       Beretika dengan etika meminta izin dan berkunjung.
3.       Berterima kasih terhadap tuan rumah.
4.       Memperhatikan etika makan dan minum.
5.       Tidak menjadi beban bagi tuan rumah.
§  Etika bagi yang menjamu tamu:
1.       Niat yang bersih.
2.       Menyambut tamu dengan baik.
3.       Mempersilahkan tamu untuk duduk.
4.       Menghargai tamu.
5.       Menyuguhkan makanan.
6.       Tidak memaksakan diri.
7.       Memenuhi hak tamu.
8.       Mengantar tamu sampai pintu.









HADITS-HADITS TENTANG KARAKTER DAN SIFAT PENDIDIK

  • Dalam konteks pendidikan Islam “pendidik” sering disebut dengan Murabbi, Mu’allim, Mua’dib, Mudarris, dan Mursyid.
ü  Mu’allim è orang yang menguasai ilmu dan mampu mengembangkannya serta menjelaskan fungsinya dalam kehidupan, menjelaskan dimensi teoritis dan praktisnya, sekaligus melakukan transfer ilmu pengetahuan, internalisasi dan implementasi.
ü  Murabbi è orang yang mendidik dan menyiapkan peserta didik agar mampu berkreasi serta mampu mengatur dan memelihara hasil kreasinya.
ü  Mursyid è orang yang mampu menjadi model atau sentral indentifikasi diri atau menjadi pusat anutan, teladan, dan konsultan bagi peserta didiknya.
ü  Mudarris è orang yang memiliki kepekaan intelektual dan informasi serta memperbaruhi pengetahuan dan keahliannya secara berkelanjutan, dan berusaha mencerdaskan peserta didiknya, memberantas kebodohan mereka, serta melatih keterampilan sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya.
ü  Mu’adib è orang yang mampu menyiapkan peserta didik untuk bertanggung jawab dalam membangun peradaban yang berkualitas di masa depan.
  • Beragamnya penggunaan istilah pendidik dalam literatur pendidikan Islam, secara tidak langsung telah memberikan pengaruh terhadap penggunaan istilah untuk pendidik. Hal ini tentunya sesuai dengan kecenderungan dan alasan masing-masing pemakai istilah tersebut.
  • Pendidik dalam Islam è orang-orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didiknya dengan upaya mengembangkan seluruh potensi peserta didik, baik potensi afektif (rasa), kognitif (cipta), maupun psikomotorik (karsa).

  • Profesionalisme pendidik dalam Islam dapat mengacu pada tuntunan Nabi SAW, karena beliau dapat mengubah pola tingkah laku umatnya menjadi lebih baik dan keberhasilan beliau tersebut bermodalkan kepribadian yang berkualitas unggul.
  • Seorang pendidik harus memiliki kompetensi: personal-religius, sosial-religius dan profesional-religius. Kata “religius” dikaitkan dengan setiap kompetensi, karena menunjukkan adanya komitmen pendidik dengan ajran Islam sebagai kriteria utama.

  • Sifat atau etika pendidik terbagi tiga macam:
  1. Sifat yang terkait dengan dirinya sendiri (personal).
Pendidik dalam bagian ini paling tidak memiliki dua sifat, yaitu:
1.      Sifat-sifat keagamaan (diniyah) yang baik, meliputi patuh dan tunduk terhadap syariat Allah dalam bentuk ucapan dan tindakan.
2.      Sifat-sifat akhlak yang mulia (akhlaqiyah), seperti menghias diri (tahalli) dengan memeliharanya, khusyu’, rendah hati, menerima apa adanya, zuhud, memiliki daya dan hasrat yang kuat dalam ilmunya.
  1. Sifat terhadap peserta didiknya.
Pendidik dalam bagian ini paling tidak memiliki tiga sifat, yaitu:
1.      Sifat-sifat sopan santun (adabiyah), yang terkait dengan akhlak yang mulia seperti di atas.
2.      Sifat-sifat memudahkan, menyenangkan dan menyelamatkan (muhniyah).
3.      Sifat kebapakan (abawiyah), dan yang terpenting sifat kasih sayang.
  1. Sifat dalam proses belajar-mengajar.
Pendidik dalam bagian ini paling tidak mempunyai dua sifat, yaitu:
1.      Sifat-sifat memudahkan, menyenangkan dan menyelamatkan (muhniyah).
2.      Sifat-sifat seni, yaitu seni mengajar yang menyenangkan, sehingga peserta didik tidak merasa bosan.

D.      HADITS PERTAMA:
عَنِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ أَنَّ أَبَاهُ أَتَى بِهِ إِلَى رَسُولِ اللهِ - صلى الله عليه وسلم – فَقَالَ: إِنِّي نَحَلْتُ ابْنِي هَذَا غُلاَمًا, فَقَالَ: «أَكُلَّ وَلَدِكَ نَحَلْتَ مِثْلَهُ؟» قَالَ : لاَ، قَالَ: «فَارْجِعْهُ» (متفق عليه)
وفي رواية: فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم- : «أَفَعَلْتَ هَذَا بِوَلَدِكَ كُلِّهِمْ». قَالَ: لاَ. قَالَ: «اتَّقُوا اللَّهَ وَاعْدِلُوا فِى أَوْلاَدِكُمْ». فَرَجَعَ أَبِى فَرَدَّ تِلْكَ الصَّدَقَةَ.
Dari al-Nu'man Ibn Basyir RA. bahwa ayahnya datang kepada Rasulullah SAW dengan membawanya, lalu ayahnya itu berkata: Sesungguhnya aku memberikan seseorang hamba sahaya kepada anakku ini. Hamba sahaya itu adalah milikku. Rasulullah SAW bersabda: “Apakah semua anakmu juga engkau beri hal yang sama (sebagaimana engkau berikan kepada anak ini)? Ia menjawab: Tidak. Kemudian Rasulullah SAW bersabda: “Kalau begitu tariklah kembali”. (HR. Muttafaq Alaih)

Dalam riwayat lain: Rasulullah SAW berkata kepadanya: “Apakah kamu berbuat demikian kepada semua anak-anakmu?” Dia menjawab, “Tidak.” Beliau bersabda: “Bertakwalah kepada Allah dan berbuat adillah di antara anak-anakmu.” Kemudian ayahku pulang dan meminta kembali pemberiannya kepadaku.

v  Biografi perawi:
§  Nama lengkapnya al-Nu’man bin Basyir al-Anshary al-Khazrajy.
§  Seorang hakim di Damaskus dan gubernur di Kuffah pada masa Mu’awiyah. Kemudian dipindahkan ke Himsa.
§  Terkenal sebagai seorang pemurah, khatib dan ahli syair.
§  Wafat terbunuh di Himsa pada tahun 65 H.
§  Meriwayatkan sebanyak 114 hadits.

v  Penjelasan Hadits:
§  Hadits di atas menjelaskan pengajaran Nabi SAW terhadap seorang bapak agar bertindak seadil-adilnya terhadap anak-anaknya.
§  أَكُلَّ وَلَدِكَ نَحَلْتَ مِثْلَهُ؟ è pertanyaaan ini mengharuskan pemberian orang tua terhadap anak-anaknya itu harus sama.
§  اتَّقُوا اللَّهَ وَاعْدِلُوا فِى أَوْلاَدِكُمْ è perintah adil terhadap anak didahului dengan perintah bertakwa kepada Allah menunjukkan betapa pentingnya sifat adil di tengah-tengah mereka yang dijadikan sebagai tanda orang yang bertakwa.
§  Perbuatan baik dari anak-anak akan tumbuh dari keadilan orang tua mereka, karena keadilan orang tua sebenarnya merupakan pendidikan terhadap mereka.

v  Nilai edukatif (tarbawi) yang terkandung di dalam hadits:
§  Seorang bapak dalam rumah tangganya sebagai pendidik terhadap keluarganya harus bersikap adil baik dalam sikap, ucapan dan segala tindakan.
§  Sikap adil mempunyai pengaruh besar dalam pembinaan keluarga yang bahagia dan sejahtera.
§  Tindakan adil dari orang tua atau dari seorang pendidik merupakan pendidikan terhadap anak didik.
§  Keadilan guru (pendidik) terhadap murid (anak didik) selalu dituntut sebagaimana keadilan orang tua terhadap anak-anaknya.
§  Terkhusus dalam pendidikan anak, keadilan merupakan hal yang darurat dan wajib ada. Karena keadilan di antara mereka adalah di antara sebab mereka saling menyayangi, dan sebaliknya ketidakadilan di antara mereka merupakan sebab terbesar lahirnya kebencian, permusuhan, serta hasad di antara mereka.
§  Keadilan pendidik terhadap peserta didik mencakup dalam berbagai hal, seperti memberikan perhatian, kasih sayang, pemenuhan kebutuhan, bimbingan, pengajaran dan pemberian nilai.
§  Toleran dan bijaksana dalam menyikapi suatu kesalahan yang dilakukan murid demi kebaikan dan perbaikan kesalahan, sehingga murid sadar dan menerima perbaikan tersebut.

E.      HADITS KEDUA:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم- : «مَنْ سُئِلَ عَنْ عِلْمٍ فَكَتَمَهُ أَلْجَمَهُ اللَّهُ بِلِجَامٍ مِنْ نَارٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ»  
(رواه أبو داود والترمذي)
Dari Abu Hurairah RA. ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: "Barangsiapa ditanya mengenai suatu ilmu dan ia menyembunyikannya, maka ia akan dicambuk dengan cambuk dari api neraka pada hari kiamat”. (HR. Abu Dawud dan al-Tirmidzi)

v  Biografi perawi:
§  Telah dijelaskan sebelumnya.

v  Penjelasan Hadits:
§  Menyampaikan ilmu merupakan kewajiban walaupun sedikit sesuai dengan kemampuan atau sesuai ilmu yang diketahuinya.
§  Menyampaikan ilmu hukumnya wajib dan menyembunyikannya adalah termasuk perbuatan dosa dan mendapat ancaman azab yang keras di hari kiamat.
§  Menyembunyikan ilmu maksudnya è tidak mau menjawab pertanyaan yang dilontarkan seseorang kepada dirinya, atau juga menyembunyikan pengetahuan yang berhubungan dengan pertanyaan itu.

v  Nilai edukatif (tarbawi) yang terkandung di dalam hadits:
§  Kewajiban seorang alim (berilmu dan berpendidikan) adalah menyampaikan ilmu kepada orang lain di samping mengamalkannya untuk diri sendiri.
§  Sifat guru (pendidik) yang baik adalah terbuka, transparan dan pemurah, tidak pelit dalam ilmu agama bagi siapa saja yang memerlukannya.
§  Konsep keberhasilan dalam pendidikan ada dua hal:
1.       Ketekunan belajar dengan siapa saja walaupun dengan orang yang lebih muda dan tidak ada rasa gengsi atau malu.
2.       Pemurah dalam memberi pelajaran atau mengajar kepada orang lain.
§  Kedua hal tersebut merupakan kewajiban, yakni kewajiban belajar bagi yang belum mengetahui suatu ilmu dan kewajiban mengajar bagi orang yang telah memiliki ilmu.

F.       HADITS KETIGA:
عَنْ مَسْرُوقٍ قَالَ دَخَلْنَا عَلَى عَبْدِ اللهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَالَ: «يَا أَيُّهَا النَّاسُ مَنْ عَلِمَ شَيْئًا فَلْيَقُلْ بِهِ، وَمَنْ لَمْ يَعْلَمْ فَلْيَقُلِ اللَّهُ أَعْلَمُ فَإِنَّ مِنَ الْعِلْمِ أَنْ يَقُولَ لِمَا لاَ يَعْلَمُ اللَّهُ أَعْلَمُ. قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ لِنَبِيِّهِ - صلى الله عليه وسلم - :{قُلْ مَا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ مِنْ أَجْرٍ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُتَكَلِّفِينَ}» (رواه البخاري)
Dari Masruq dia berkata: Ketika aku menemui Abdullah bin Mas'ud ia berkata: “Barang siapa yang mengetahui sesuatu hendaklah ia mengatakan apa yang diketahuinya. Dan barang siapa yang tidak mengetahuinya, maka hendaklah ia mengatakan Allah Yang Maha Lebih Mengetahui. Karena termasuk dari ilmu adalah ketika ia tidak mengetahuinya, ia mengatakan: Allah Maha Lebih Mengetahui. Allah berfirman kepada Nabi SAW: Katakanlah (hai Muhammad): Aku tidak meminta upah sedikitpun padamu atas da'wahku dan bukanlah aku termasuk orang-orang yang mengada-adakan”. (HR. al-Bukhari)

v  Biografi perawi:
§  Nama lengkapnya Masruq bin al-Ajda’ bin Malik al-Hamadany al-Wadi’iy dan dikenal dengan panggilan Abu Aisyah al-Kufiy.
§  Seorang tabi’in yang kredibel (tsiqah), ahli fikih, ahli ibadah dan mukhadhram (hidup pada masa Nabi SAW dan beriman, tetapi tidak bertemu dengan beliau).
§  Hadits-haditsnya diriwayatkan oleh Ashab al-Sunan (penyusun kitab-kitab Sunan).

v  Penjelasan Hadits:
§  مَنْ عَلِمَ شَيْئًا فَلْيَقُلْ بِهِ è kalimat ini adalah perintah menyampaikan ilmu bagi orang yang berilmu dan tidak boleh menyembunyikan ilmu terutama ketika menghadapi pertanyaan yang harus dijawab atau sangat dibutuhkan jawabannya yang bersifat wajib.
§  وَمَنْ لَمْ يَعْلَمْ فَلْيَقُلِ اللَّهُ أَعْلَمُ è merupakan perintah kedua, yaitu perintah bersifat tawadhu (rendah hati) dan tidak sombong mengatakan sesuatu yang tidak diketahui.
§  فَإِنَّ مِنَ الْعِلْمِ أَنْ يَقُولَ لِمَا لاَ يَعْلَمُ اللَّهُ أَعْلَمُ  è orang yang mengatakan واللَّهُ أَعْلَمُ (wallahu a’lam) ketika tidak tahu tandanya orang alim, karena ia mengetahui posisi dan derajat dirinya bahwa ia tidak mengetahui. Orang yang memiliki sifat terpuji ini dipercaya masyarakat dan dinilai sebagai seorang alim. Berbeda dengan orang yang mengatakan tahu sekalipun ia tidak tahu,  pada umumnya dinilai sebagai orang yang tidak tahu karena kesombongannya.

v  Nilai edukatif (tarbawi) yang terkandung di dalam hadits:
§  Seorang guru (pendidik) seyogyanya bersikap tawadhu’ atau rendah hati dalam menyampaikan ilmu, terutama ketika tidak mengetahui tentang suatu hal.
§  Sifat tawadhu’ adalah posisi pertengahan antara kesombongan (takabbur) dan rendah diri (mudzillah). Artinya ==> seorang yang berilmu tidak boleh sombong dengan ilmunya karena ilmu pemberian Tuhan dan tidak boleh merendahkan dirinya sehingga merendahkan ilmu dan pemilik ilmu.
§  Perintah tawadhu’ ditujukan kepada semua orang bukan hanya pada seorang guru, murid (anak didik) pun terlebih harus tawadhu’ terhadap guru atau sesamanya.
§  Larangan memaksakan diri atau mengada-ada jawaban ilmu yang ngawur dan tidak benar serta berfatwa hukum kecuali sudah yakin kebenaran ilmunya.
§  Tidak mengurangi bobot keilmuan seseorang yang mengatakan tidak tahu terhadap ilmu yang belum diketahui.





HADITS-HADITS TENTANG KARAKTER DAN SIFAT ANAK DIDIK

  • Istilah “anak didik” atau “peserta didik” dalam konteks pendidikan Islam è orang yang menghendaki agar mendapatkan ilmu pengetahuan, pengalaman dan kepribadian yang baik untuk bekal hidupnya agar bahagia di dunia dan akhirat dengan jalan belajar yang sungguh-sungguh.
  • Dalam pendidikan Islam, yang menjadi peserta didik itu bukan hanya anak-anak, melainkan juga orang dewasa yang mesih berkembang baik fisik maupun psikisnya. Hal ini sesuai dengan prinsip bahwa pendidikan Islam itu berakhir setelah seseorang meninggal dunia.

  • Sebutan untuk peserta didik beragam:
ü  Di lingkungan rumah tangga ==> Anak
ü  Di sekolah atau madrasah ==> Siswa
ü  Dalam lingkungan pesantren ==> Santri
ü  Pada tingkat pendidikan tinggi ==> Mahasiswa
  • Dalam bahasa arab term peserta didik bervariasi:
ü  Thalib ==> orang yang mencari atau menuntut ilmu.
Artinya è orang yang sedang mencari ilmu pengetahuan, keterampilan dan pembentukan karakter tertentu.
ü  Muta’allim ==> orang yang belajar.
Artinya è orang yang menggali ilmu pengetahuan. Istilah ini populer dalam karya-karya ilmiah para ahli pendidikan Islam.
ü  Murid ==> orang yang berkehendak atau ingin tahu.

Ø  Pengertian peserta didik atau anak didik dalam istilah Thalib lebih bersifat aktif, mandiri, kreatif dan sedikit bergantung kepada guru (pendidik). Dalam beberapa hal dapat meringkas, mengkritik dan menambahkan informasi yang disampaikan oleh guru.

  • Prinsip-prinsip yang membentuk karakter anak didik dalam pendidikan Islam yaitu:
1.      Sabar, sulit bersabar atas apa yang tidak diketahui maknanya merupakan hal yang sangat dikhawatirkan seorang guru (pendidik), karena dapat menyebabkan kegagalan di tengah perjalanan menuntut ilmu atau pencapaian tujuan pendidikan.
2.      Ikhlas, membersihkan hati menjadi prasyarat dalam belajar agar dapat menyerap ilmu pengetahuan secara baik.
3.      Jujur, kejujuran seorang peserta didik merupakan asas yang menjiwai segala hubungan dengan seorang guru, sehingga akan menjadikan seorang guru menaruh kepercayaan pada peserta didik tersebut.
4.      Tawadhu’, mengakui kebenaran dari orang lain dan merujuk dari kesalahan kepada kebenaran.
5.      Qana’ah, sifat ini berkaitan erat dengan cara penerimaan dan kondisi psikologis seorang peserta didik terhadap apa yang diperolehnya.
6.      Toleran, sikap toleran ini dapat melahirkan sikap terbuka terhadap orang lain, terutama ketika terjadi perbedaan pendapat, sehingga terjalin persaudaraan yang menjadi jalan bagi kelancaran belajar bersama.
7.      Taat, ilmu itu hakikatnya adalah cahaya dari Allah, dan hal itu hanya diberikan kepada hamba-Nya yang taat.
8.      Tawakkal, berarti pengandalan hati dan berserah diri kepada Allah SWT, karena segala sesuatu keluar dari ilmu dan kekuasaan-Nya, sedangkan selain Allah SWT tidak dapat membahayakan dan memberinya manfaat.
9.      Raja’ (harap) dan khauf (cemas), peserta didik diharapkan dan semestinya memiliki sifat raja’ dan khauf (harap dan cemas) supaya dalam menuntut ilmu mendapatkan nilai prestasi sebagaimana tujuan pendidikan.

·         Sikap dan karakter anak didik dapat diubah dan dibentuk sesuai dengan keinginan dan tujuan pendidikan. Peran giri, orang tua dan masyarakat amat penting dalam membentuk lingkungan anak didik yang baik dan saling mendukung.

A.      HADITS PERTAMA:
عَنْ أَبِي وَاقِدٍ اللَّيْثِيِّ أَنَّ رَسُولَ اللهِ - صلى الله عليه وسلم - «بَيْنَمَا هُوَ جَالِسٌ فِي الْمَسْجِدِ وَالنَّاسُ مَعَهُ إِذْ أَقْبَلَ ثَلاَثَةُ نَفَرٍ فَأَقْبَلَ اثْنَانِ إِلَى رَسُولِ اللهِ - صلى الله عليه وسلم - وَذَهَبَ وَاحِدٌ قَالَ فَوَقَفَا عَلَى رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم فَأَمَّا أَحَدُهُمَا فَرَأَى فُرْجَةً فِي الْحَلْقَةِ فَجَلَسَ فِيهَا، وَأَمَّا الآخَرُ فَجَلَسَ خَلْفَهُمْ، وَأَمَّا الثَّالِثُ فَأَدْبَرَ ذَاهِبًا فَلَمَّا فَرَغَ رَسُولُ اللهِ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ: أَلاَ أُخْبِرُكُمْ، عَنِ النَّفَرِ الثَّلاَثَةِ أَمَّا أَحَدُهُمْ فَأَوَى إِلَى اللهِ فَآوَاهُ اللَّهُ، وَأَمَّا الآخَرُ فَاسْتَحْيَا فَاسْتَحْيَا اللَّهُ مِنْهُ، وَأَمَّا الآخَرُ فَأَعْرَضَ فَأَعْرَضَ اللَّهُ عَنْهُ» (رواه البخاري)
Dari Abu Waqid al-Laytsi bahwa Rasulullah SAW suatu ketika duduk bersama para sahabat di dalam masjid. Tiba-tibalah datang tiga orang, dua di antaranya menuju Rasulullah SAW dan seorang lagi perg pergi begitu saja. Kedua orang tersebut berhenti di hadapan Rasulullah SAW, salah satu di antara mereka melihat tempat kosong di majelis (halaqah), yang lain duduk di belakang mereka dan yang ketiga berpaling pergi meninggalkan majelis. Setelah selesai majelis, Rasulullah SAW bersabda: "Maukah kalian aku beritahu tentang ketiga orang tadi?" Adapun seorang di antara mereka meminta perlindungan kepada Allah, maka Allah memberikan tempat kepadanya. Adapun yang kedua merasa malu, maka Allah pun menghargai perasaan malunya. Sedangkan yang ketiga berpaling, maka Allah pun berpaling darinya" (HR. al-Bukhari)

v  Biografi perawi:
§  Abu Waqid al-Laytsi memiliki nama asli al-Haris ibn ‘Auf. Namun sebagian para ulama menyebutnya ‘Auf ibn al-Haris, bahkan menyebutnya dengan al-Haris ibn Malik.
§  Ia syahid pada Fath Makkah (pembebasan kota Mekkah) tahun 68 H.
§  Meriwayatkan hadits dari Nabi SAW sebanyak 24 hadits dan tidak meriwayatkan hadits dari al-Bukhari melainkan hadits ini.

v  Penjelasan Hadits:
§  Rasulullah SAW mempunyai majelis (halaqah) di Masjid Nabawi untuk menyampaikan ilmu.
§  فَأَمَّا أَحَدُهُمَا فَرَأَى فُرْجَةً فِي الْحَلْقَةِ فَجَلَسَ فِيهَا è Salah satu di antara tiga orang tersebut mengambil tempat terdepan yang masih kosong.
§  وَأَمَّا الآخَرُ فَجَلَسَ خَلْفَهُمْ è Orang yang kedua mengambil tempat di belakangnya.
§  وَأَمَّا الثَّالِثُ فَأَدْبَرَ è Orang yang ketiga kembali pulang tidak jadi bergabung.
§  Rasulullah SAWmenjelaskan tiga macam orang berkaitan dengan ilmu:
1.       أَمَّا أَحَدُهُمْ فَأَوَى إِلَى اللهِ فَآوَاهُ اللَّهُ è Orang yang bergabung dengan majelis Rasulullah SAW umtuk mendapat perlindungan Allah SWT, maka Allah melindunginya. Artinya ==> Karakter orang yang cinta ilmu.
2.       وَأَمَّا الآخَرُ فَاسْتَحْيَا فَاسْتَحْيَا اللَّهُ مِنْهُ è Orang yang malu berdesakan duduk di depan sehingga ia duduk di belakang, maka Allah SWT member rahmatNya. Artinya ==> Karakter orang  yang menghargai ilmu.
3.       وَأَمَّا الآخَرُ فَأَعْرَضَ فَأَعْرَضَ اللَّهُ عَنْهُ è Orang yang tidak mau bergabung dalam majelis ilmu dan berpaling tanpa uzur, maka Allah SWT akan berpaling darinya. Artinya ==> Karakter orang yang tidak meghargai ilmu.

v  Nilai edukatif (tarbawi) yang terkandung di dalam hadits:
§  Di antara etika duduk di majelis ilmu atau kelas duduk di depan selama ada tempat yang kosong.
§  Anjuran duduk di majelis ilmu atau kelas sampai selesai pembelajaran.
§  Di antara ketiga karakter anak didik di atas, yang paling baik adalah karakter pertama. Yaitu anak didik yang memerhatikan pelajaran di kelas dan hormat terhadap ilmu pengetahuan. Kemudian karakter kedua sekalipun tidak sepenuhnya menghargai majelis. Adapun karakter ketiga adalah terendah, yaitu kurang memerhatikan pelajaran dan kurang atau tidak menghargai majelis.
§  Menghargai majelis dinilai sebagai penghormatan dan perhargaan terhadap ilmu dan guru, dan ini salah satu adab atau etika dalam pembelajaran.
§  Seorang yang menghargai majelis berarti menghargai ilmu dan termasuk ciri-ciri ulama atau intelektual. 

B.      HADITS KEDUA:
عَنْ أَبِي مُوسَى عَنِ النَّبِيِّ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ: مَثَلُ مَا بَعَثَنِي اللَّهُ بِهِ مِنَ الْهُدَى وَالْعِلْمِ كَمَثَلِ الْغَيْثِ الْكَثِيرِ أَصَابَ أَرْضًا فَكَانَ مِنْهَا نَقِيَّةٌ قَبِلَتِ الْمَاءَ فَأَنْبَتَتِ الْكَلأَ وَالْعُشْبَ الْكَثِيرَ وَكَانَتْ مِنْهَا أَجَادِبُ أَمْسَكَتِ الْمَاءَ فَنَفَعَ اللَّهُ بِهَا النَّاسَ فَشَرِبُوا وَسَقَوْا وَزَرَعُوا وَأَصَابَتْ مِنْهَا طَائِفَةً أُخْرَى إِنَّمَا هِيَ قِيعَانٌ لاَ تُمْسِكُ مَاءً، وَلاَ تُنْبِتُ كَلأً فَذَلِكَ مَثَلُ مَنْ فَقِهَ فِي دِينِ اللهِ وَنَفَعَهُ مَا بَعَثَنِي اللَّهُ بِهِ فَعَلِمَ وَعَلَّمَ وَمَثَلُ مَنْ لَمْ يَرْفَعْ بِذَلِكَ رَأْسًا وَلَمْ يَقْبَلْ هُدَى اللهِ الَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ (متفق عليه)

Dari Abi Musa r.a. berkata: Rasulullah SAW bersabda: “ Sesungguhnya perumpamaan petunjuk (hidayah) dan ilmu yang dengannya aku diutus oleh Allah bagaikan hujan yang jatuh mengenai bumi. Di antaranya ada bumi yang subur, ia dapat menerima air kemudian menumbuhkan tumbuhan-tumbuhan dan rumput yang lebat. Di antaranya ada bumi yang tandus (tanah berbatu padas) yang dapat menahan air, lalu dengannya Allah memberikan manfaat kepada manusia, sehingga mereka dapat minum, menyirami, dan bercocok tanam daripadanya. Dan (air hujan) ada yang mengenai sebagian bumi, sesungguhnya ia tanah licin tidak dapat menahan air dan tidak dapt menumbuhkan tanaman. Demikian itu, perumpamaan orang yang mengkaji agama Allah dan bermanfaat apa yang aku diutus dengannya, ia mengetahui dan mengajarkan (kepada orang lain) dan perumpamaan orang tidak peduli (tidak mampu mengambil manfaat apa yang aku diutus dengannya), dan tidak menerima petunjuk Allah yang aku diutus dengannya.” (HR. Muttafaq Alaih)

v  Penjelasan Hadits:
§  Rasulullah SAW membuat perumpamaan yang indah tentang ilmu dan petunjuk yang diberikan kepada manusia bagaikan hujan yang menyirami bumi.
§  Kedua perumpamaan bumi dan manusia membutuhkan siraman, bumi perlu siraman air agar menjadi tanah yang subur dan dapat menumbuhkan tanaman-tanaman yang hijau kemudian dimanfaatkan untuk manusia. Demikian halnya hati manusia perlu disiram dengan petunjuk dan ilmu, agar hatinya menjadi subur menerima petunjuk mendapat ketenangan, kemudian diamalkan dan diajarkan sehingga manfaatnya lebih luas.
§  Ada tiga karakter manusia sebagai anak didik dalam menerima ilmu atau petunjuk yang diumpamakan seperti ragam tanah atau bumi ketika menerima siraman hujan dari langit, sebagai berikut:
1.      Bagaikan bumi subur (فَكَانَ مِنْهَا نَقِيَّةٌ قَبِلَتِ الْمَاءَ فَأَنْبَتَتِ الْكَلأَ وَالْعُشْبَ الْكَثِيرَ)
ü  Karakter anak didik diumpamakan seperti bumi subur ketika disiram dengan air hujan. Dapat minum atau menyerap air, menumbuhkan tanaman-tanaman dan rumput hijau yang subur.
ü  Karakter anak didik yang baik dapat menerima pelajaran dan paham ilmu. Ilmu itu diamalkan dan diajarkan kepada orang lain.
ü  Karakter anak didik pertama ini karakter yang terbaik di antara tiga karakter lainnya, karena karakter inilah yang menjadi tujuan pendidikan, yaitu membentuk pribadi anak yang baik dan memiliki ilmu pengetahuan yang bermanfaat yakni diamalkan dan diajarkan.
ü  فَذَلِكَ مَثَلُ مَنْ فَقِهَ فِي دِينِ اللهِ وَنَفَعَهُ مَا بَعَثَنِي اللَّهُ بِهِ فَعَلِمَ وَعَلَّمَ è Orang pertama ini disebut sebagai orang alim yang mengamalkan ilmunya untuk dirinya dan mengajarkannya kepada orang lain.

2.      Bagaikan bumi tandus dan gersang
(وَكَانَتْ مِنْهَا أَجَادِبُ أَمْسَكَتِ الْمَاءَ فَنَفَعَ اللَّهُ بِهَا النَّاسَ فَشَرِبُوا وَسَقَوْا وَزَرَعُوا)
ü  Bumi tandus ini hanya dapat menampung air belakang, tetapi tidak dapat menyerap untuk menumbuhkan tanaman-tanaman atau tumbuhan-tumbuhan.
ü  Sebuah perumpamaan karakter anak didik yang pandai, cerdas, dan pintar semua buku sudah dibaca dan seolah-olah semua ilmu dikuasai. Tetapi ilmu itu sebatas di ajarkan dan diinformasikan kepada orang lain, sementara ilmu itu tidak diamalkan untuk dirinya.
ü  Karakter kedua ini kurang etis, seharusnya ilmu yang telah didapatkan untuk kepentingan diri sendiri terlebih dahulu, kemudian keluarga dan baru untuk orang lain.

3.      Bagaikan bumi licin mendatar (وَأَصَابَتْ مِنْهَا طَائِفَةً أُخْرَى إِنَّمَا هِيَ قِيعَانٌ لاَ تُمْسِكُ مَاءً، وَلاَ تُنْبِتُ كَلأً)
ü  Bentuk karakter anak didik ketiga diumpamakan seperti bumi licin mendatar tidak dapat menyerap dan tidak dapat menampung air.
ü  Karakter anak didik ketiga ini tidak dapat berbuat sesuatu yang bermanfaat baik untuk dirinya maupun untuk orang lain.
ü  Karakter yang tidak mau mendengarkan ilmu atau mendengar, tidak memelihara ilmu, tidak untuk diamalkan dan tidak untuk diajarkan.
ü  Karakter ketiga adalah karakter terendah, karena keberadaannya kurang berfungsi sebagai anak didik dan keberadaannya kurang bermanfaat.
ü  وَمَثَلُ مَنْ لَمْ يَرْفَعْ بِذَلِكَ رَأْسًا وَلَمْ يَقْبَلْ هُدَى اللهِ الَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ è Orang ketiga ini tidak mau mengambil manfaat dari petunjuk dan ilmu, tidak memberi manfaat kepada orang lain bahkan tidak menerima petunjuk atau ilmu dari Nabi SAW.

v  Nilai edukatif (tarbawi) yang terkandung di dalam hadits:
§  Anjuran menuntut ilmu, mengamalkan dan mengajarkannya secara serius dan sungguh-sungguh.
§  Keutamaan belajar dan mengajar.
§  Karakter anak didik dalam menerima pelajaran ilmu bagaikan bumi yang disirami air dan di antara bumi ada yang subur, ada yang tandus, dan ada yang licin berlumut.
§  Karakter anak didik dalam menerima pelajaran ilmu terbagi kepada tiga:
1.       Paham ilmu, mengamalkan dan mengajarkannya kepada orang lain.
2.       Paham ilmu, tidak mengamalkan tetapi mengajarkannya kepada orang lain.
3.       Tidak paham, tidak mengamalkan dan tidak mengajarkannya.
C.       HADITS KETIGA:
v      عَنْ مُعَاذِ بن جَبَلٍ عَن رَسُولِ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – قَالَ: «مَنْ طَلَبَ الْعِلْمَ لِيُبَاهِيَ بِهِ الْعُلَمَاءَ وَيُمَارِيَ بِهِ السُّفَهَاءَ فِي الْمَجَالِسِ، لَمْ يَرَحْ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ» (رواه الطبراني)
Dari Mu'az ibn Jaba RA. bahwa  Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang menuntut ilmu karena ingin merasa bangga sebagai ulama dan menipu orang yang bodoh di dalam majelis-majelis, ia tidak akan mencium aroma surga” (HR. al-Thabrani)

v      عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ - صَلَّى الله عَليْهِ وسَلَّمَ - : «مَنْ تَعَلَّمَ الْعِلْمَ لِيُبَاهِيَ بِهِ الْعُلَمَاءَ وَيُمَارِيَ بِهِ السُّفَهَاءَ وَيَصْرِفَ بِهِ وُجُوهَ النَّاسِ إِلَيْهِ، أَدْخَلَهُ اللَّهُ جَهَنَّمَ» (رواه ابن ماجه)
Dari Abu Hurairah RA. berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang mempelajari ilmu karena ingin merasa bangga sebagai ulama, menipu orang yang bodoh dan menarik perhatian orang lain, maka Allah akan memasukkannya ke dalam neraka jahannam”. (HR. Abu Dawud)



















HADITS-HADITS TENTANG MATERI PENDIDIKAN

  • Ada lima unsur saling berkait antara satu dengan lainnya yang tidak boleh diabaikan dalam penyelenggaraan pembelajaran, yaitu:
Tujuan – Materi – Metode – Alat atau Media – Evaluasi
  • Satu di antara empat elemen yang dapat mengantarkan peserta didik kepada tujuan pendidikan adalah materi pembelajaran.
  • Artinya è Materi pendidikan harus mengacu pada tujuan, bukan sebaliknya tujuan mengarah kepada suatu materi. Oleh karena itu, materi pendidikan tidak boleh berdiri sendiri dan terlepas dari kontrol tujuannya.
  • Materi merupakan representasi dan terjemahan tujuan pendidikan yang telah dirumuskan.
  • Materi tersebut meliputi bidang-bidang ilmu yang diajarkan kepada peserta didik.

  • Hadits Nabi SAW tentunya banyak ditemukan yang menyebutkan materi pembelajaran tersebut sekalipun tidak persis menggunakan nama-nama yang ada sekarang, namun ada isyarat tentang nama-nama tersebut , misalnya tentang keimanan, keislaman, akhlak, al-Qur’an, fikih, zikir, keterampilan dan lain sebagainya.
  • Secara umum terdapat tiga materi pendidikan atau pembelajaran yang dijelaskan dalam bebarapa hadits Rasulullah SAW, yaitu:
1.      Kajian keislaman (akidah, akhlak, fiqih, sejarah).
2.      Kajian sains sosial (politik, sosiologi, kemasyarakatan)
3.      Kajian sains eksakta (biologi, fisika, astronomi, geografi, agraria, pertanahan).
·         Dua bidang kajian terakhir (sosial dan eksakta) tersebut bertujuan untuk menguatkan dan menginternalisasikan bidang kajian pertama.

A.      HADITS PERTAMA:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ كُنْتُ خَلْفَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَوْمًا فَقَالَ «يَا غُلاَمُ إِنِّى أُعَلِّمُكَ كَلِمَاتٍ احْفَظِ اللَّهَ يَحْفَظْكَ احْفَظِ اللَّهَ تَجِدْهُ تُجَاهَكَ إِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلِ اللَّهَ وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَاعْلَمْ أَنَّ الأُمَّةَ لَوِ اجْتَمَعَتْ عَلَى أَنْ يَنْفَعُوكَ بِشَىْءٍ لَمْ يَنْفَعُوكَ إِلاَّ بِشَىْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللَّهُ لَكَ وَلَوِ اجْتَمَعُوا عَلَى أَنْ يَضُرُّوكَ بِشَىْءٍ لَمْ يَضُرُّوكَ إِلاَّ بِشَىْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللَّهُ عَلَيْكَ رُفِعَتِ الأَقْلاَمُ وَجَفَّتِ الصُّحُفُ» (رواه الترمذي)
Dari Ibn ‘Abbas RA beliau berkata : Suatu saat saya berada di belakang Nabi SAW, maka beliau bersabda: “Wahai ananda, saya akan mengajarkan kepadamu beberapa perkara: Jagalah Allah, niscaya Dia akan menjagamu. Jagalah Allah niscaya Dia akan selalu berada di hadapanmu. Jika kamu meminta, mintalah kepada Allah dan jika kamu memohon pertolongan, mohonlah pertolongan kepada Allah. Ketahuilah, sesungguhnya jika suatu umat berkumpul untuk mendatangkan manfaat kepadamu atas sesuatu, mereka tidak akan dapat memberikan manfaat sedikitpun kecuali apa yang telah Allah tetapkan bagimu, dan jika mereka berkumpul untuk mencelakakanmu atas sesuatu, niscaya mereka tidak akan mencelakakanmu kecuali kecelakaan yang telah Allah tetapkan bagimu. Pena telah diangkat dan lembaran telah kering”. (HR. al-Tirmidzi)

v  Penjelasan Hadits:
§  Hadits ini menjelaskan pengajaran yang diberikan Rasulullah SAW kepada seorang anak yang masih usia muda belia atau usia anak-anak, yaitu Ibnu Abbas RA. yang pada saat itu berusia 10 tahun.
§  Sebelum menyampaikan materi pembelajaran diberitahukan kepada muridnya agar siap menerima dengan ungkapan beliau: “إِنِّى أُعَلِّمُكَ كَلِمَاتٍ”.
§  احْفَظِ اللَّهَ يَحْفَظْكَ احْفَظِ اللَّهَ تَجِدْهُ تُجَاهَكَ ==>
ü  Maknanya è peliharalah segala perintah Allah untuk dilaksanakan dan peliharalah laranganNya untuk dijauhi, yaitu dengan selalu takwa kepadaNya di mana saja berada. Balasannya adalah penjagaan Allah SWT dari segala bencana dan sesuatu yang tidak diinginkan.
ü  Perintah memelihara segala perintah dan larangan diulangi dua kali untuk memperkuat perintah dan perintah kedua dengan balasan yang berbeda yaitu: “Allah di hadapanmu atau Allah bersamamu”.
§  إِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلِ اللَّهَ وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ è bimbingan agar manusia senantiasa meminta sesuatu dan pertolongan hanya kepada Allah, serta mendidik agar mengesakan Allah dalam berdoa.
§  Hadits ini juga menjelaskan tentang qadha’ dan qadar Allah SWT. Segala keputusan dan takdir dari Allah tidak dapat dihapus atau diganti, kecuali dikehendakiNya.
§  Qadha’ dan qadar adalah rahasia Allah dan manusia tidak mungkin mengetahuinya sebelum terjadi. Tetapi manusia diwajibkan menentukan nasibnya sendiri dengan segala kemampuannya dengan berusaha dan berikhtiar. Oleh karena itu percara pada qadha’ dan qadar jangan menghalangi usaha dan ikhtiar.

v  Nilai edukatif (tarbawi) yang terkandung di dalam hadits:
§  Hadits di atas memberi pelajaran keimanan kepada Allah SWT dan konsistensi dalam beragama dan dalam pendidikan Islam faktor keimanan (akidah) sangat penting ditanamkan kepada anak didik.
§  Pendidikan keimanan merupakan materi pendidikan vital terhadap anak didik dalam membentuk moral yang baik, sehingga kehidupan anak mempunyai pedoman hidup yang menentramkan dan tidak mudah tergoyah oleh berbagai pengaruh yang ada disekitarnya.
§  Materi pelajaran akidah dan tauhid merupakan materi pokok dalam pendidikan Islam yang diberikan sejak awal pada usia didi agar dapat memelihara agama dengan baik.
§  Pentingya interaksi dan komunikasi yang baik dan harmonis antara pendidik dan anak didik secara lahir maupun batin serta adanya kesiapan kedua belah pihak dalam proses pembelajaran.

B.      HADITS KEDUA:
عَنْ مُعَاوِيَةَ خَطِيبًا يَقُولُ سَمِعْتُ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – يَقُولُ «مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِى الدِّينِ، وَإِنَّمَا أَنَا قَاسِمٌ وَاللَّهُ يُعْطِى، وَلَنْ تَزَالَ هَذِهِ الأُمَّةُ قَائِمَةً عَلَى أَمْرِ اللَّهِ لاَ يَضُرُّهُمْ مَنْ خَالَفَهُمْ حَتَّى يَأْتِىَ أَمْرُ اللَّهِ» (متفق عليه)

Dari Mu’awiyah dia berkhutbah dan berkata: Saya mendengar Nabi SAW bersabda: “Barang siapa yang dikehendaki kebaikan oleh Allah, maka Allah akan membuat orang itu faham tentang agamanya. Saya hanyalah Qosim dan Allah Maha Pemberi. Di kalangan umat ini akan selalu ada sekelompok orang yang selalu tegak di atas perintah Allah, mereka tidak akan dimadharatkan oleh orang-orang yang berselesih dengan mereka sehingga tiba urusan Allah”. (Muttafaq Alaih)

v  Biografi perawi:
§  Nama asli Mu’awiyah bin Abi Sufyan adalah Shakhr bin Harb bin Umayyah al-Quraisyi al-Amamy.
§  Lahir di Mekkah pada saat Fath Makkah tahun 8 H.
§  Adalah seorang penulis Rasulullah SAW dan diangkat oleh Umar bin al-Khattab sebagai gubernur di Jordania dan Damaskus, kemudian berkuasa di Syam pada masa Utsman bin Affan.
§  Pendiri Daulah Umawiyah dan menjadi khalifahnya selama 19 tahun.
§  Wafat pada tahun 60 H dan dimakamkan di Damaskus.
§  Meriwayatkan hadits sebanyak 130 hadits.

v  Penjelasan Hadits:
§  Ada tiga hal penting yang disebut dalam hadits di atas, yaitu keutamaan ilmu agama, hakikat sang pemberi adalah Allah SWT dan sebagaian umat teguh pendirian dalam keagamaan.
§  Dalam hadits tersebut terdapat motivasi agar manusia memahami ajaran agamanya. Orang yang tidak paham ajaran agamanya berarti terhalang kebaikan.
§  خَيْرًا è kebaikan menjadi target agama dan pendidikan. Artinya, tujuan orang beragama adalah ingin mencapai kebaikan atau kebahagian dunia dan akhirat.
§  Untuk mencapai kebaikan itu modalnya adalah paham agama dengan cara mempelajari ilmu agama.
§  Memahami agama dalam bahasa hadits menggunakan kalimat “يُفَقِّهْهُ فِى الدِّينِ” dan dari kata-kata ini muncul kata fikih (fiqh) yang kemudian menjadi nama sebuah materi pelajaran atau mata kuliah yang spesifiknya pada masalah hukum agama dan bidang amaliah praktis.
§  وَإِنَّمَا أَنَا قَاسِمٌ وَاللَّهُ يُعْطِى è tugas Nabi SAW hanya menyampaikan iilmu dan Allah lah yang memberinya. Nabi SAW sebagai guru hanya bertugas membagi dan menyebarkan ilmu dan yang member petunjuk hanya Allah SWT.
§  وَلَنْ تَزَالَ هَذِهِ الأُمَّةُ قَائِمَةً عَلَى أَمْرِ اللَّهِ è jika seseorang sudah mendapat hidayah dari Allah akan selalu melaksanakan agama secara konsisten, tidak takut pencelaan dari seseorang dan tidak takut ditentang siapapun. Selalu dalam kebenaran dan konsisten dalam pendirian, baik ilmu maupun amaliahnya.

v  Nilai edukatif (tarbawi) yang terkandung di dalam hadits:
§  Pentingnya materi keagamaan yang harus dipelajari dan dipahami oleh setiap anak didik.
§  Tugas pendidik sebatas menyampaikan tentunya dengan strategi dan pendekatan pembelajaran yang baik, tidak bias memberi hidayah atau memaksakan hidayah kepada anak didiknya.
§  Materi pelajaran fikih menjadi salah satu indikator keberhasilan pendidikan agama Islam, jika dikuasai dengan baik.
§  Penguasaan dan pemahaman di sini dimaksudkan sampai pada aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.

C.       HADITS KETIGA:
عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ : «إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يُدْخِلُ بِالسَّهْمِ الْوَاحِدِ ثَلاَثَةَ نَفَرٍ الْجَنَّةَ: صَانِعَهُ يَحْتَسِبُ فِى صَنْعَتِهِ الْخَيْرَ وَالرَّامِىَ بِهِ وَمُنْبِلَهُ وَارْمُوا وَارْكَبُوا وَأَنْ تَرْمُوا أَحَبُّ إِلَىَّ مِنْ أَنْ تَرْكَبُوا لَيْسَ مِنَ اللَّهْوِ إِلاَّ ثَلاَثٌ: تَأْدِيبُ الرَّجُلِ فَرَسَهُ وَمُلاَعَبَتُهُ أَهْلَهُ وَرَمْيُهُ بِقَوْسِهِ وَنَبْلِهِ وَمَنْ تَرَكَ الرَّمْىَ بَعْدَ مَا عَلِمَهُ رَغْبَةً عَنْهُ فَإِنَّهَا نِعْمَةٌ تَرَكَهَا». أَوْ قَالَ: «كَفَرَهَا»
(رواه النسائي)
v  Biografi perawi:
§  Nama lengkapnya Uqbah bin Amir bin Abbas al-Juhaniy al-Qudha’iy, merupakan seorang ahli membaca al-Qur’an (muqri’), ahli ilmu fara’idh dan syair.
§  Pemimpin perang di laut dalam penaklukan Syam dan Damaskus pada masa Umar.
§  Diangkat menjadi gubernur di Mesir pada masa Mu’awiyah.
§  Wafat di Mesir pada tahun 58 H.
§  Jumlah hadits yang diriwayatkan sebanyak 55 hadits dan haditsnya diriwayatkan oleh Jabir bin Abbas.
v  Penjelasan Hadits:
§  Hadits di atas menjelaskan tiga orang yang masuk surga sebab satu alat keterampilan, yakni panah. Tiga orang itu adalah: pembuat panah yang mengharap ridha Allah SWT, pemanah dan pemberi anak panah.
§  Dalam hadits ini juga dijelaskan tiga keterampilan yang diperbolehkan dan mendapat pahala, yaitu: melatih kuda (تَأْدِيبُ الرَّجُلِ فَرَسَهُ), bermain-main bersama isteri (وَمُلاَعَبَتُهُ أَهْلَهُ) dan memanah (وَرَمْيُهُ بِقَوْسِهِ وَنَبْلِهِ).
§  Segala sesuatu yang mendukung kebenaran dan kebaikan baik teoritis maupun terapannya tergolong permainan yang dianjurkan dengan catatan pada hal-hal yang mubah bukan haram.
§  Keterampilan yang diperlukan sesuai dengan perkembangan zaman dan kebutuhan, yakni segala keterampilan yang dapat memajukan umat Islam, misalnya penguasaan teknologi komputerisasi, perbengkelan dan kesenian.
§  Pendidikan Islam tidak mengabaikan materi pelajaran untuk mempersiapkan individu maupun bekerja mencari rezekinya dalam berbagai bidang profesi dan industry serta praktikumnya.

v  Nilai edukatif (tarbawi) yang terkandung di dalam hadits:
§  Pendidikan Islam tidak hanya memerhatikan materi agama saja, tetapi juga materi keterampilan bersifat duniawi secara bersamaan, keduanya agama dan dunia tidak dapat dipisahkan.
§  Perlunya pelajaran keterampilan pada anak didik yang sesuai dengan zaman dan kebutuhannya.
§  Materi keterampilan apa pun yang bermanfaat denga niat yang baik dinilai baik dan mendapat pahala dari Allah SWT.
§  Status materi keterampilan semata sebagai sarana atau pendukung mencapai kesempurnaan dalam beragama.
§  Hadits tersebut menjelaskan kewajiban seseorang yang telah menguasai suatu ilmu dan terampil menggunakannya (psikomotorik), hendaknya dipelihara baik-baik dan jangan dilupakan atau dihilangkan.










HADITS-HADITS TENTANG INSTRUMEN PENDIDIKAN
·         Instrumen atau media atau alat dipahami secara garis besar adalah manusia, materi atau kejadian yang membangun suatu kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan atau sikap.
·         Instrumen atau media atau alat pendidikan mencakup pengertian yang luas dan termasuk didalamnya berupa benda seperti, kelas, perlengkapan belajar dan yang sejenisnya. Alat ini disebut juga dengan alat peraga.
·         Sedangkan yang merupakan alat bukan benda ialah dapat berupa situasi pergaulan, bimbingan, perintah, ganjaran, teguran, anjuran, serta tugas, ancaman maupun hukuman.
·         Dengan kata lain è instrumen pendidikan terbagi menjadi dua, yaitu instrumen bersifat materiil dan instrumen bersifat non materiil.

·         Instrumen yang bersifat materiil adalah è alat pengajaran yang berupa benda-benda yang nyata, seperti papan tulis atau proyektor, kapur atau spidol, kursi, meja dan sebagainya.
·         Instrumen atau media pendidikan atau alat pendidikan yang bersifat non materiil dan memiliki sifat yang abstrak è berupa tindakan, keadaan atau kondisi dan perbuatan yang dilakukan secara sengaja sebagai sarana dalam melakukan suatu proses belajar mengajar.
·         Di antara instrumen dan media yang termasuk dalam kategori ini adalah hukuman, perintah, larangan, pujian, nasehat, pemberian hadiah kepada peserta didik yang berprestasi dan lain sebagainya.

·         Dapat disimpulkan è Pada hakikatnya selain sebagai faktor eksternal yang mempengaruhi pendidikan, guru, buku teks dan lingkungan sekolah juga merupakan instrumen atau media.
·         Dengan kata lain è instrumen atau media pendidikan terdiri dari manusia dan bukan manusia.

·         Rasulullah SAW dalam proses pendidikan menggunakan kedua media tersebut:
1.       Media manusia adalah pribadi beliau sendiri, media jari, lisan, tangan dan hidung.
2.       Media bukan manusia yang mencakup langit, bumi, matahari, bulan, bangunan, emas dan perak.

D.      HADITS PERTAMA:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم- قَالَ « أَتَدْرُونَ مَا الْمُفْلِسُ». قَالُوا الْمُفْلِسُ فِينَا مَنْ لاَ دِرْهَمَ لَهُ وَلاَ مَتَاعَ. فَقَالَ « إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِى يَأْتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلاَةٍ وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ وَيَأْتِى قَدْ شَتَمَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا وَأَكَلَ مَالَ هَذَا وَسَفَكَ دَمَ هَذَا وَضَرَبَ هَذَا فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ فِى النَّارِ (رواه البخاري ومسلم)
Dari Abu Hurairah RA. bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Tahukah kalian siapa orang yang pailit (bangkrut)? Para sahabat menjawab: “Orang yang bangkrut menurut kami adalah orang yang tidak memiliki uang dan harta.” Nabi berkata: “Sesungguhnya orang yang bangkrut di umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan membawa (pahala) shalat, puasa, dan zakat; akan tetapi dia datang (dengan membawa dosa) telah mencaci si ini, menuduh si ini, memakan harta si ini, menumpahkan darah si ini, dan memukul si itu; maka si ini (orang yang terzhalimi) akan diberikan (pahala) kebaikannya si ini (pelaku kezhaliman), dan si ini (orang yang terzhalimi lainnya) akan diberikan kebaikannya si ini (pelaku kezhaliman). Jika kebaikannya telah habis sebelum dituntaskan dosanya, maka (dosa) kesalahan mereka diambil lalu dilemparkan kepadanya kemudian dia dilemparkan ke dalam neraka”. (HR. al-Bukhari dan Muslim)

v  Penjelasan Hadits:
§  الْمُفْلِسُ è Bangkrut yang dimaksud dalam hadits ini bukan bangkrut harta, tetapi orang yang benar-benar celaka. Pahala kebaikannya diambil untuk membayar utangnya (karena banyak kejahatannya). Setelah pahalanya habis, diambil dosa-dosa orang yang dianiaya dan diberikan kepadanya, hinnga akhirnya dia dijerumuskan ke dalam neraka.
§  Rasulullah SAW memfungsikan dirinya sebagai mediator dengan mengajukan pertanyaan kepada para sahabat, lalu mendengarkan jawaban mereka. Selanjutnya beliau menjelaskan inti masalah yang sedang dibicarakan, sehingga tidak lagi menimbulkan tanda tanya dalam pikiran mereka.

v  Nilai edukatif (tarbawi) yang terkandung di dalam hadits:
§  Seorang pendidik seyogyanya menjadikan dirinya sebagai instrumen atau media (mediator) dalam proses pembelajaran seperti yang dipraktekkan Rasulullah SAW terhadap para sahabat.
§  Salah satu instrumen pendidikan adalah keteladanan. Nabi SAW menjadikan dirinya teladan yang baik (uswah hasanah) melalui perbuatan dan tingkah lakunya sendiri.
§  Media berbasis manusia merupakan media tertua yang digunakan untuk mengirimkan dan mengomunikasikan pesan atau informasi. Demikian pula halnya dalam dunia pendidikan.

E.      HADITS KEDUA:
عَنْ سَهْلَ بْنَ سَعْدٍ عَنِ النَّبِيِّ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ : «أَنَا وَكَافِلُ الْيَتِيمِ فِي الْجَنَّةِ هَكَذَا وَقَالَ بِإِصْبَعَيْهِ السَّبَّابَةِ وَالْوُسْطَى» (رواه الترمذي وأبو داود وأحمد)
Dari Sahl bin Sa’ad dari Nabi SAW beliau bersabda: “Aku dan kafil (orang yang menanggung) anak yatim berada di surga seperti ini” Beliau mengisyaratkan dengan kedua jarinya yaitu telunjuk dan jari tengah. (HR. al-Tirmdzi, Abu Dawud dan Ahmad)

v  Penjelasan Hadits:
§  كَافِلُ الْيَتِيمِ è Kafil yang dimaksud dalam hadits ini mencakup siapa saja yang menanggung kebutuhan hidup anak yatim atau merawatnya atau mendidiknya baik itu dari kalangan keluarga sendiri seperti ibunya, pamannya, kakeknya, saudaranya ataupun selain kerabatnya.
§  Jaminan surga bagi orang yang menyantuni dan mendidik serta memerhatikan para anak yatim bahkan kedudukannya dekat dengan Nabi Muhammad SAW di surga kelak. Hal ini diisyaratkan oleh beliau dengan dua jarinya (telunjuk dan jari tengah yang dirapatkan).
§  Pentingnya ibadah sosial dalam Islam dan kadang dia menjadi sebab tingginya derajat seseorang kelak di akhirat.
§  Perhatian besar dari para sahabat Rasulullah SAW dalam menukil segala sesuatu yang bersumber dari beliau, baik berupa perkataan maupun perbuatan serta gerak-gerik beliau.
§  Di antara metode pengajaran Nabi Muhammad SAW adalah memberi isyarat dengan tangan atau jari beliau sebagai penegasan dan penjelasan lebih jauh dari apa yang beliau sabdakan.

v  Nilai edukatif (tarbawi) yang terkandung di dalam hadits:
§  Anggota tubuh bisa dijadikan media dalam pembelajaran, seperti yang dipraktekkan Nabi SAW dengan kedua jarinya (telunjuk dan jari tengah yang dirapatkan) ketika menjelaskan kedekatan beliau dengan para pengayom dan penyantun anak yatim.
§  Dalam mendidik dan mengajar, anggota tubuh pendidik dapat menjadi media agar perhatian peserta didik terpusat dan dapat memahami pelajaran dengan mudah.
§  Penggunaan intrumen atau media yang bersifat indrawi (dalam hal ini anggota tubuh) sangat efektif untuk menjelaskan maksud materi pembelajaran kepada anak didik.

F.       HADITS KETIGA:
عَنْ زِيَادُ بْنُ عِلَاقَةَ قَالَ سَمِعْتُ الْمُغِيرَةَ بْنَ شُعْبَةَ يَقُولُ انْكَسَفَتْ الشَّمْسُ يَوْمَ مَاتَ إِبْرَاهِيمُ فَقَالَ النَّاسُ انْكَسَفَتْ لِمَوْتِ إِبْرَاهِيمَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لَا يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمَا فَادْعُوا اللَّهَ وَصَلُّوا حَتَّى يَنْجَلِيَ (رواه البخاري)
Dari al-Mughirah Ibn Syu’bah RA. berkata: Pada zaman Rasulullah SAW pernah terjadi gerhana matahari yaitu pada hari wafatnya Ibrahim. Lalu orang-orang berseru: Terjadi gerhana matahari karena wafatnya Ibrahim. Maka Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda kekuasaan Allah. Keduanya tidak terjadi gerhana karena kematian dan kehidupan seseorang. Jika kalian melihat keduanya berdo’alah kepada Allah dan shalatlah sampai terang kembali”. (HR. Al-Bukhari)

v  Penjelasan Hadits:
§  Beberapa informasi yang terkandung dalam hadits di atas:
1.       Terjadinya gerhana matahari pada ssat wafatnya Ibrahim, putra Rasulullah SAW.
2.       Sahabat menduga bahwa gerhana itu terjadi karena kematian Ibrahim.
3.       Rasulullah SAW menegaskan bahwa gerhana matahari dan bulan merupakan tanda-tanda kebesaran Allah SWT.
4.       Peristiwa gerhana itu tidak ada hubungannya dengan kematian atau kelahiran seseorang.
§  Rasulullah menjadikan gerhana matahari sebagai intrumen atau media untuk menanamkan keimanan kepada para sahabat sekaligus membersihkan akidah mereka dari unsur-unsur khurafat.

v  Nilai edukatif (tarbawi) yang terkandung di dalam hadits:
§  Instrumen atau media pendidikan yang terkandung dalam hadits di atas yaitu penggunaan ciptaan Allah SWT seperti benda-benda langit atau kejadian di langit sebagai sarana atau alat bantu untuk menjelaskan materi yang ingin disampaikan pendidik kepada anak didik.