UPACARA PELET KANDUNG PADA MASYARAKAT MADURA
Masyarakat Indonesia khususnya orang
Jawa pasti sangat dekat dengan berbagai acara ritual sebagai salah stau bentuk
syukur atas nikmat yang telah diberikan Tuhan. Salah satunya adalah upacara 7
bulanan atau disebut juga dengan pelet kandung
yang lakukan oleh masyarakat atau penduduk yang berdiam di madura,
dengan cara dan prosesi yang berbeda antara daerah yang satu dengan yang
lainnya. Upacara 7 bulanan disini sudah berlangsung sejak zaman nenek moyang
dan masih dilestarikan hingga saat ini.
Upacara 7 bulanan adalah salah satu tradisi masyarakat madura
atau jawa, dimana upacara ini disebut
juga mitoni berasal dari kata pitu yang arti nya tujuh. Upacara ini
dilaksanakan pada usia kehamilan tujuh bulan dan pada kehamilan pertama kali.
Upacara ini juga bermakna bahwa pendidikan bukan saja setelah
dewasa akan tetapi semenjak benih tertanam di dalam rahim ibu.
Hakekat dasar dari
semua tradisi Jawa adalah suatu ungkapan syukur dan permohonan kepada Yang Maha
Kuasa untuk keselamatan dan kenteraman.
Bukan hanya di Indonesia ternyata upacara semacam ini juga
dilakukan di beberapa negara, Di beberapa negara, Tujuh bulanan (Inggris: baby
shower) adalah cara untuk merayakan kelahiran tertunda atau kelahiran seorang
anak baru-baru ini dengan menghadirkan hadiah kepada orang tua di sebuah pesta.
Namun, sebelum upacara 7 bulanan dilaksanakan, terlebih
dahulu masyarakat madura mengadakan selamatan 4 bulanan yang dilakukan pada
usia kandungan mencapai 4 bulan, dimana pada selamatan tersebut mengundang
beberapa orang laki-laki, kemudian di laksanakan acara pengajian untuk
mendoakan si ibu hamil dan janin yang ada dalam rahim sang ibu, karena pada
usia kandungan mencapai 4 bulan disitu adalah proses dimana Allah meniupkan roh
kepada janin yang ada dalam rahim sang ibu.
Kemudian ketika usia
kandungan mencapai 7 bulan, maka barulah di adakan upacara 7 bulanan atau pelet
kandung, dimana sebelum prosesi 7 bulanan dilaksanakan masih ada beberapa peralatan dan perlengkapan
yang harus disiapkan untuk menunjang terlaksananya pelet kandung tersebut. Peralatan dan perlengkapan yang harus disiapkan
adalah sebagai berikut:
Ø Kain putih sepanjang 1 ½ meter
untuk digunakan sebagai penutup badan sang ibu hamil ketika melaksanakan
upacara dimandikan.
Ø Air 1 belanga besar untuk mandi
Ø Uang logam yang nantinya akan di
cemplungkan kedalam air yang akan dipakai dalam upacara pemandian.
Ø Bunga setaman atau berbagai macam
bunga yang akan di campur dengan air yang juga
di gunakan dalam acara pemandian.
Ø Gayung yang terbuat dari tempurung
kelapa dan gagangnya dari ranting pohon
beringin yang masih ada daunnya.
Ø Satu butir telur ayam mentah.
Ø Ketan kuning yang sudah dimasak.
Ø Satu ekor ayam muda.
Ø Minyak kelapa untuk digunakan mengurut
dalam pijat perut.
Ø Kemenyan arab
Ø Setanggi
Ø Sepasang kelapa gading yang telah
ditulis dengan tulisan arab atau jawa
Ø Kue prucut, juadah pasar [ jajanan
pasar], tettel, dodol, kocor dll.
Minuman cendol, legen, serta adonan gula merah yang di camur dengan buah, untuk
disajikan dalam upacara kenduri atau orasol.
Adapun tahap-tahap yang harus dilalui oleh si ibu hamil
dalam upacara pelet kandung adalah sebagai berikut:
- Tahap pijat perut
Dimana pada pada tahap pertama
disini upacara diawali dengan pembacaan ayat-ayat al-Qur’an [ surat Yusuf dan
Maryam] oleh undangan para laki-laki yang dipimpin oleh seorang kiyai. Dan
selagi para lelaki itu membaca al-Qur’an di ruang tamu, maka pada saat itu juga
dilaksanakan prosesi pelet kandung, dukun bayi mulai memelet atau memijat
bagian perut si ibu hamil dengan menggunakan minyak kelapa. Maksud dari
tindakan disini adalah untuk mengatur posisi bayi didalam kandungan.
- Tahap penyepakan ayam
Setelah upacara pijat perut maka
dilaksanakan upacara penyepakan ayam, dimana dukun bayi akan membimbing si ibu
hamil menuju ayam yang diikat di kaki ranjang untuk disepak sampai menimbulkan
bunyi ” keok ” kemudian ayam yang disepak ini nantinya setelah upacara selesai
akan di berikan kepada dukun bayi sebagai ucapan terimakasih sekaligus sebagai
pengurip.
- Tahap penginjakan telur mentah dan kelapa muda
Dalam penginjakan telur dan kelapa
muda disini adalah dilakukan ketika tahap penyipakan ayam selesai, disini dukun
bayipun membimbing si ibu hamil menuju prosesi ini. Dalam prosesi ini si ibu
hamil terlebih dahulu diminta untuk memakai kain putih kemudian disuruh kaki kanannya untuk menginjak kelapa muda dan
kaki kirinya menginjak telur. Yang unik dari prosesi ini adalah apabila telur
yang di injak itu berhasil dipecahkan,
mereka meyakini bahwa anak yang yang
bakal lahir nanti adalah anak laki-laki, akan tetapi apabila telur tidak
berhasil dipecahkan maka si dukun bayi akan memungut telur tersebut untuk di
gelindingkan ke perut si ibu hingga menggelinding menyentuh tanah, nah begitu
telur itu pecah maka para undangan yang hadirpun akan berseru ” jabing! jabing!
” yang berarti bahwa bayi yang lahir kelak akan berjenis kelamin perempuan.
- Tahap ritual dimandikan
Tahap selanjutnya adalah tahap
memandikan si ibu hamil, pada tahap ini si ibu hamil dimandikan oleh dukun bayi
yang kemudian di lanjutkan oleh kerabat dengan menggunakan air yang sudah
dicampur dengan bunga setaman atau berbagai macam bunga di depan atau di
halaman rumah. Sang dukun bayi pertama-tama akan mengambil gayung yang tebuat
dari tempurung kelapa dan gagangnya dari ranting pohon beringin yang masih ada
daunnya, kemudian menaburkan bunga setaman dan uang logam kedalam air kongkoman
yang ada dalam sebuah periuk tanah, kemudian mengambil air tersebut menggunakan
gayung tadi lalu diguyurkan kepada si ibu hamil. Selesai dukun bayi kemudian
giliran kerabat untuk mengguyurkan air ke tubuh si ibu hamil dengan menggunakan
air yang sama tadi hingga air kongkoman tadi habis. Selesai dimandikan kemudian
si ibu hamil ini pun akan di bawa kembali ke dalam kamar untuk dirias dan
dipakaikan baju.
Setelah itu, acara diteruskan dengan
penyerahan cengker yang dituliskan arab atau jawa kepada kiyai untuk di doakan.
Setelah selesai di doakan barulah cengker itu diserahkan kepada mertua perempuan
dari keluarga suami untuk diletakkan di tempat tidur menantu yang sedang hamil
itu hingga si menantu melahirkan bayinya. Dan ranting beringin yang dijadikan
gagang gayung pemandian si ibu hamil akan dilepas dan diletakkan diatas pintu
rumahnya sampai melahirkan.
- Tahap orasol atau kenduri
Tahap ini merupakan tahap terakhir
dari upacara pelet kandung. Dimana pada tahap ini semua tamu undangan akan
dijamu dengan makanan khas upacara pelet kandung seperti: kue procut, juadah
pasar (jajan pasar), kue persegi, tettel, ketan, minuman cendol, la’ang atau
bunga siwalan (semacam legen) dan sebagainya. Hal diatas sebagai ungkapan
syukur kepada tuhan dan ungkapan terima kasih kepada kerabat dan para undangan
yang telah ikut membantu terlaksananya upacara 7 bulanan (pelet kandung).
v Kajian teori
Upacara 7 bulanan diatas ( pelet
kandung) merupakan tradisi masyarakat madura yang sudah melekat di
masing-masing kelompok dan sudah diterapkan dalam kehidupannya. Upacara pelet
kandung ini sudah menjadi budaya masyarakat madura yang di gelar pada usia
kandungan mencapai 7 bulan pada kehamilan pertama, dan budaya masyarakat madura
ini merupakan salah satu dari unsur-unsur pembentuk identitas nasional.
Identitas nasional disini merupakan tanda-tanda, ciri-ciri, jati diri yang
melekat pada individu atau kelompok, serta sesuatu yang membedakannya dengan
yang lain. Identitas nasional juga diartikan sebagai sifat khas yang
menerangkan dan sesuai dengan kesadaran diri sendiri, golongan sendiri,
kelompok, komonitas atau negara sendiri yang diikat dengan rasa, kesamaan,
cita-cita bersama, dan tujuan bersama. Jadi, upacara 7 bulanan yang diadakan
oleh masyarakat madura menjadi pembeda antara masyarakat madura yang dikenal
dengan nilai-nilai religi dengan masyarakat luar madura yang kurang akan
nilai-nilai religi.
Identitas
nasional terbentuk atas empat unsur yaitu:
1. Agama
2.
Suku
3.
bahasa
4. Budaya
Disini,
tradisi yang dilakukan oleh orang madura di atas, merupakan budaya, dimana
budaya disini merupakan unsur identitas nasional yang terakhir. Budaya adalah
pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang meliputi akal, pikiran, budi,
dan peradapan yang digunakan sebagai pedoman untuk bertindak dan mengembangkann
nilai-nilai budaya serta melestarikan budaya yang sudah ada.
Budaya
disini mencerminkan keadaan sosial orang-orang yang ada diwilayah tersebut.
Budaya lahir dan dikembangkan oleh manusia melalui akal dan pikiran kebiasaan
dan terdisi. Setiap individu dan kelompok mempunya kebudayaan masing-masing
yang berbeda antara yang satu dengan yang lain, bahkan budaya diklaim sebagai
hak paten manusia.
Kebudayaan merupakan
hasil belajar yang sangat bergantung pada perkembangan kemampuan manusia yang unik, yang memanfaatkan simbol, tanda,
atau isyarat yang tidak ada paksaan atau hubungan manusia alamiah dengan
hal-hal yang mereka pertahankan. Dengan demikian setiap manusia baik individu
atau kelompok dapat mengembangkan kebudayaan sesuai dengan cipta,rasa, dan
karsa masing-masing.
Dari
paparan diatas dapat di pahami bahwa individu atau kelompok mempunyai adat atau
kebudayaan yang berbeda, yang mana masing-masing dari setiap individu atau
kelompok harus menjaga kebudayaannya agar tetap ada dan utuh selamanya. Seperti halnya upacara 7
bulanan diatas yang merupakan tradisi masyarakat madura, dimana dalam hal ini
masyarakat madura harus melestarikan tradisi dan budaya yang ada dan
mengembangkannya, serta mengajarkan pada generasi selanjutnya untuk tetap
melakukan dan mengembangkan budaya nenek moyang mereka.
Kuntjaraningrat
( 1974 : 12) berpendapat bahwa kebudayaan merupakan unsur-unsur yang terdiri
dari sistem religi dan upacara keagamaan, sistem dan organisasi kemasyarakatan,
sistem pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem mata pencaharian serta sistem
teknologi dan peralatan. Dalam hal ini kebudayaan merupakan garis pemisah
antara manusia dan binatang. Manusialah yang harus membentuk kebudayaan bukan
kebudayaan yang membentuk manusia. Kebudayaan adalah suatu pengetahuan yang
diperoleh dan digunakan oleh manusia untuk menginterpretasi pengalaman dan
melahirkan tingkah laku sosial (spradley. 1997 : 5)
Fungsi
utama kebudayaan adalah untuk menerapkan dan mengembangkan nilai-nilai budaya
yang ada. Jadi masyarakat madura penting sekali untuk menjaga kebudayaannya
yang sudah ada sejak zaman nenek moyang, seperti tadisi diatas ( upacara 7
bulanan/pelet kandung). Tradisi ini
semaksimal mungkin harus dijaga dan dilestarikan karena tradisi ini merupakan
salah satu pembeda antara masyarakat madura dengan masyarakat luar madura.
Dengan adanya tradisi seperti diatas tidak menutup kemungkinan masyarakat
madura dan tradisi yang telah dilakukan akan mudah dikenal oleh masyarakat
luar, dan dengan ini nilai-nilai religi yang ada di dalamnya akan dikenal juga.
Oleh
karena itu masyarakat madura harus berupaya keras untuk tetap mempertahankan
budayanya agar tidak hilang dan bercambur dengan budaya lain.
Upaya
upaya yang harus dilakukan oleh suatu kelompok, termasuk masyarakat madura untuk mempertahankan budaya yang ada adalah
sebagai berikut:
- Menjaga kebudayaan yang ada secara bersama-sama
- Menjaga nilai-nilai keagamaan yang ada dalam budaya tersebut
- Mengembangkan budaya yang ada secara bersama-sama
- Tidak mencampur adukkan budayanya dengan budaya luar
- Menjunjung nilai-nilai yang terkandung dalam budaya tersebut
- Memfilter budaya yang datang dari luar
- Mengajarkan budaya yang ada kepada generasi selanjutnya
- Tidak terpengaruh oleh arus globalisasi.
v Kesimpulan
Tradisi upacara 7 bulanan (pelet kandung) dilakukan oleh masyarakat madura pada usia kandungan mencapai
tujuh bulan pada kehamilan pertama, yang dilaksanakan dengan ketentuan yang sudah
ditentukan atau sesuai dengan tradisi yang ada. Tradisi ini menjadi ciri khas
masyarakat madura dan menjadi pembeda anatara masyarakat madura dengan
masyarakat luar. Budaya disini merupakan unsur pembentuk identitas nasional. Diman budaya ini dibentuk atas dasar rasa
kebersamaan, cita-cita bersama, dan tujuan bersama. Mereka bersama sama menjaga
budayanya dan menjunjung tinggi
nilai-nilai budaya yang terkandung didalamnya,
serta berupaya untuk melestarikan budayanya dan mewariskan pada generasi
berikutnya.