Monday 12 December 2016

UPACARA PELET KANDUNG PADA MASYARAKAT MADURA-UPACARA PELET KANDUNG PADA MASYARAKAT MADURA





UPACARA PELET KANDUNG PADA MASYARAKAT MADURA
Masyarakat Indonesia khususnya orang Jawa pasti sangat dekat dengan berbagai acara ritual sebagai salah stau bentuk syukur atas nikmat yang telah diberikan Tuhan. Salah satunya adalah upacara 7 bulanan atau disebut juga dengan pelet kandung  yang lakukan oleh masyarakat atau penduduk yang berdiam di madura, dengan cara dan prosesi yang berbeda antara daerah yang satu dengan yang lainnya. Upacara 7 bulanan disini sudah berlangsung sejak zaman nenek moyang dan masih dilestarikan hingga saat ini.
Upacara 7 bulanan  adalah salah satu tradisi masyarakat madura atau jawa, dimana  upacara ini disebut juga mitoni berasal dari kata pitu yang arti nya tujuh. Upacara ini dilaksanakan pada usia kehamilan tujuh bulan dan pada kehamilan pertama kali. Upacara ini  juga  bermakna bahwa pendidikan bukan saja setelah dewasa akan tetapi semenjak benih tertanam di dalam rahim ibu.
 Hakekat dasar dari semua tradisi Jawa adalah suatu ungkapan syukur dan permohonan kepada Yang Maha Kuasa untuk keselamatan dan kenteraman.
Bukan hanya di Indonesia ternyata upacara semacam ini juga dilakukan di beberapa negara, Di beberapa negara, Tujuh bulanan (Inggris: baby shower) adalah cara untuk merayakan kelahiran tertunda atau kelahiran seorang anak baru-baru ini dengan menghadirkan hadiah kepada orang tua di sebuah pesta.
Namun, sebelum upacara 7 bulanan dilaksanakan, terlebih dahulu masyarakat madura mengadakan selamatan 4 bulanan yang dilakukan pada usia kandungan mencapai 4 bulan, dimana pada selamatan tersebut mengundang beberapa orang laki-laki, kemudian di laksanakan acara pengajian untuk mendoakan si ibu hamil dan janin yang ada dalam rahim sang ibu, karena pada usia kandungan mencapai 4 bulan disitu adalah proses dimana Allah meniupkan roh kepada janin yang ada dalam rahim sang ibu.
Kemudian ketika  usia kandungan mencapai 7 bulan, maka barulah di adakan upacara 7 bulanan atau pelet kandung, dimana sebelum prosesi 7 bulanan dilaksanakan  masih ada beberapa peralatan dan perlengkapan yang harus disiapkan untuk menunjang terlaksananya pelet kandung tersebut.  Peralatan dan perlengkapan yang harus disiapkan adalah sebagai berikut: 
Ø  Kain putih sepanjang 1 ½  meter  untuk digunakan sebagai penutup badan sang ibu hamil ketika melaksanakan upacara dimandikan.
Ø  Air 1 belanga besar untuk mandi
Ø  Uang logam yang nantinya akan di cemplungkan kedalam air yang akan dipakai dalam upacara pemandian.
Ø  Bunga setaman atau berbagai macam bunga yang akan di campur dengan air yang juga  di gunakan dalam acara pemandian.
Ø  Gayung yang terbuat dari tempurung kelapa dan gagangnya dari ranting  pohon beringin yang masih ada daunnya.
Ø  Satu butir telur ayam mentah.
Ø  Ketan kuning yang sudah dimasak.
Ø  Satu ekor ayam muda.
Ø  Minyak kelapa untuk digunakan mengurut dalam pijat perut.
Ø  Kemenyan arab
Ø  Setanggi
Ø  Sepasang kelapa gading yang telah ditulis dengan tulisan arab atau jawa
Ø  Kue prucut, juadah pasar [ jajanan pasar],  tettel, dodol, kocor dll. Minuman cendol, legen, serta adonan gula merah yang di camur dengan buah, untuk disajikan dalam upacara kenduri atau orasol.
Adapun tahap-tahap yang harus dilalui oleh si ibu hamil dalam upacara pelet kandung adalah sebagai berikut:
  • Tahap pijat perut
Dimana pada pada tahap pertama disini upacara diawali dengan pembacaan ayat-ayat al-Qur’an [ surat Yusuf dan Maryam] oleh undangan para laki-laki yang dipimpin oleh seorang kiyai. Dan selagi para lelaki itu membaca al-Qur’an di ruang tamu, maka pada saat itu juga dilaksanakan prosesi pelet kandung, dukun bayi mulai memelet atau memijat bagian perut si ibu hamil dengan menggunakan minyak kelapa. Maksud dari tindakan disini adalah untuk mengatur posisi bayi didalam kandungan.
  • Tahap penyepakan ayam
Setelah upacara pijat perut maka dilaksanakan upacara penyepakan ayam, dimana dukun bayi akan membimbing si ibu hamil menuju ayam yang diikat di kaki ranjang untuk disepak sampai menimbulkan bunyi ” keok ” kemudian ayam yang disepak ini nantinya setelah upacara selesai akan di berikan kepada dukun bayi sebagai ucapan terimakasih sekaligus sebagai pengurip.
  • Tahap penginjakan telur mentah dan kelapa muda
Dalam penginjakan telur dan kelapa muda disini adalah dilakukan ketika tahap penyipakan ayam selesai, disini dukun bayipun membimbing si ibu hamil menuju prosesi ini. Dalam prosesi ini si ibu hamil terlebih dahulu diminta untuk memakai kain putih kemudian disuruh  kaki kanannya untuk menginjak kelapa muda dan kaki kirinya menginjak telur. Yang unik dari prosesi ini adalah apabila telur yang di injak itu berhasil  dipecahkan, mereka meyakini  bahwa anak yang yang bakal lahir nanti adalah anak laki-laki, akan tetapi apabila telur tidak berhasil dipecahkan maka si dukun bayi akan memungut telur tersebut untuk di gelindingkan ke perut si ibu hingga menggelinding menyentuh tanah, nah begitu telur itu pecah maka para undangan yang hadirpun akan berseru ” jabing! jabing! ” yang berarti bahwa bayi  yang lahir  kelak akan berjenis kelamin perempuan.
  • Tahap ritual dimandikan
Tahap selanjutnya adalah tahap memandikan si ibu hamil, pada tahap ini si ibu hamil dimandikan oleh dukun bayi yang kemudian di lanjutkan oleh kerabat dengan menggunakan air yang sudah dicampur dengan bunga setaman atau berbagai macam bunga di depan atau di halaman rumah. Sang dukun bayi pertama-tama akan mengambil gayung yang tebuat dari tempurung kelapa dan gagangnya dari ranting pohon beringin yang masih ada daunnya, kemudian menaburkan bunga setaman dan uang logam kedalam air kongkoman yang ada dalam sebuah periuk tanah, kemudian mengambil air tersebut menggunakan gayung tadi lalu diguyurkan kepada si ibu hamil. Selesai dukun bayi kemudian giliran kerabat untuk mengguyurkan air ke tubuh si ibu hamil dengan menggunakan air yang sama tadi hingga air kongkoman tadi habis. Selesai dimandikan kemudian si ibu hamil ini pun akan di bawa kembali ke dalam kamar untuk dirias dan dipakaikan baju.
Setelah itu, acara diteruskan dengan penyerahan cengker yang dituliskan arab atau jawa kepada kiyai untuk di doakan. Setelah selesai di doakan barulah cengker itu diserahkan kepada mertua perempuan dari keluarga suami untuk diletakkan di tempat tidur menantu yang sedang hamil itu hingga si menantu melahirkan bayinya. Dan ranting beringin yang dijadikan gagang gayung pemandian si ibu hamil akan dilepas dan diletakkan diatas pintu rumahnya sampai melahirkan.
  • Tahap orasol atau kenduri
Tahap ini merupakan tahap terakhir dari upacara pelet kandung. Dimana pada tahap ini semua tamu undangan akan dijamu dengan makanan khas upacara pelet kandung seperti: kue procut, juadah pasar (jajan pasar), kue persegi, tettel, ketan, minuman cendol, la’ang atau bunga siwalan (semacam legen) dan sebagainya. Hal diatas sebagai ungkapan syukur kepada tuhan dan ungkapan terima kasih kepada kerabat dan para undangan yang telah ikut membantu terlaksananya upacara 7 bulanan (pelet kandung).
v  Kajian teori
        Upacara 7 bulanan diatas ( pelet kandung) merupakan tradisi masyarakat madura yang sudah melekat di masing-masing kelompok dan sudah diterapkan dalam kehidupannya. Upacara pelet kandung ini sudah menjadi budaya masyarakat madura yang di gelar pada usia kandungan mencapai 7 bulan pada kehamilan pertama, dan budaya masyarakat madura ini merupakan salah satu dari unsur-unsur pembentuk identitas nasional. Identitas nasional disini merupakan tanda-tanda, ciri-ciri, jati diri yang melekat pada individu atau kelompok, serta sesuatu yang membedakannya dengan yang lain. Identitas nasional juga diartikan sebagai sifat khas yang menerangkan dan sesuai dengan kesadaran diri sendiri, golongan sendiri, kelompok, komonitas atau negara sendiri yang diikat dengan rasa, kesamaan, cita-cita bersama, dan tujuan bersama. Jadi, upacara 7 bulanan yang diadakan oleh masyarakat madura menjadi pembeda antara masyarakat madura yang dikenal dengan nilai-nilai religi dengan masyarakat luar madura yang kurang akan nilai-nilai religi.  
        Identitas nasional terbentuk atas empat unsur yaitu:
1. Agama                                        
2. Suku
3. bahasa
4. Budaya
Disini, tradisi yang dilakukan oleh orang madura di atas, merupakan budaya, dimana budaya disini merupakan unsur identitas nasional yang terakhir. Budaya adalah pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang meliputi akal, pikiran, budi, dan peradapan yang digunakan sebagai pedoman untuk bertindak dan mengembangkann nilai-nilai budaya serta melestarikan budaya yang sudah ada.
Budaya disini mencerminkan keadaan sosial orang-orang yang ada diwilayah tersebut. Budaya lahir dan dikembangkan oleh manusia melalui akal dan pikiran kebiasaan dan terdisi. Setiap individu dan kelompok mempunya kebudayaan masing-masing yang berbeda antara yang satu dengan yang lain, bahkan budaya diklaim sebagai hak paten manusia.
Kebudayaan merupakan hasil belajar yang sangat bergantung pada perkembangan kemampuan manusia  yang unik, yang memanfaatkan simbol, tanda, atau isyarat yang tidak ada paksaan atau hubungan manusia alamiah dengan hal-hal yang mereka pertahankan. Dengan demikian setiap manusia baik individu atau kelompok dapat mengembangkan kebudayaan sesuai dengan cipta,rasa, dan karsa masing-masing.
Dari paparan diatas dapat di pahami bahwa individu atau kelompok mempunyai adat atau kebudayaan yang berbeda, yang mana masing-masing dari setiap individu atau kelompok harus menjaga kebudayaannya agar tetap ada  dan utuh selamanya. Seperti halnya upacara 7 bulanan diatas yang merupakan tradisi masyarakat madura, dimana dalam hal ini masyarakat madura harus melestarikan tradisi dan budaya yang ada dan mengembangkannya, serta mengajarkan pada generasi selanjutnya untuk tetap melakukan dan mengembangkan budaya nenek moyang mereka.
Kuntjaraningrat ( 1974 : 12) berpendapat bahwa kebudayaan merupakan unsur-unsur yang terdiri dari sistem religi dan upacara keagamaan, sistem dan organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem mata pencaharian serta sistem teknologi dan peralatan. Dalam hal ini kebudayaan merupakan garis pemisah antara manusia dan binatang. Manusialah yang harus membentuk kebudayaan bukan kebudayaan yang membentuk manusia. Kebudayaan adalah suatu pengetahuan yang diperoleh dan digunakan oleh manusia untuk menginterpretasi pengalaman dan melahirkan tingkah laku sosial (spradley. 1997 : 5)
Fungsi utama kebudayaan adalah untuk menerapkan dan mengembangkan nilai-nilai budaya yang ada. Jadi masyarakat madura penting sekali untuk menjaga kebudayaannya yang sudah ada sejak zaman nenek moyang, seperti tadisi diatas ( upacara 7 bulanan/pelet  kandung). Tradisi ini semaksimal mungkin harus dijaga dan dilestarikan karena tradisi ini merupakan salah satu pembeda antara masyarakat madura dengan masyarakat luar madura. Dengan adanya tradisi seperti diatas tidak menutup kemungkinan masyarakat madura dan tradisi yang telah dilakukan akan mudah dikenal oleh masyarakat luar, dan dengan ini nilai-nilai religi yang ada di dalamnya akan dikenal juga.
Oleh karena itu masyarakat madura harus berupaya keras untuk tetap mempertahankan budayanya agar tidak hilang dan bercambur dengan budaya lain.
Upaya upaya yang harus dilakukan oleh suatu kelompok, termasuk masyarakat madura  untuk mempertahankan budaya yang ada adalah sebagai berikut:
  1. Menjaga kebudayaan yang ada secara bersama-sama
  2. Menjaga nilai-nilai keagamaan yang ada dalam budaya tersebut
  3. Mengembangkan budaya yang ada secara bersama-sama
  4. Tidak mencampur adukkan budayanya dengan budaya luar
  5. Menjunjung nilai-nilai yang terkandung dalam budaya tersebut
  6. Memfilter budaya yang datang dari luar
  7. Mengajarkan budaya yang ada kepada generasi selanjutnya
  8. Tidak terpengaruh oleh arus globalisasi.

v  Kesimpulan
Tradisi  upacara 7 bulanan (pelet kandung) dilakukan  oleh masyarakat madura pada usia kandungan mencapai tujuh bulan  pada kehamilan pertama,  yang dilaksanakan dengan ketentuan yang sudah ditentukan atau sesuai dengan tradisi yang ada. Tradisi ini menjadi ciri khas masyarakat madura dan menjadi pembeda anatara masyarakat madura dengan masyarakat luar. Budaya disini merupakan unsur pembentuk  identitas nasional. Diman  budaya ini dibentuk atas dasar rasa kebersamaan, cita-cita bersama, dan tujuan bersama. Mereka bersama sama menjaga budayanya dan menjunjung  tinggi nilai-nilai budaya yang terkandung didalamnya,  serta berupaya untuk melestarikan budayanya dan mewariskan pada generasi berikutnya.