Monday, 12 December 2016

Konsep Pendidikan Perspektif Hasan Langgulung Makalah lengkap





Pendahuluan  
Filsafat pendidikan islam adalah sejumlah prinsip, kepercayaan, dan premis yang diambil dari ajaran islam atau sesuai dengan semangatnya dan mempunyai kepentingan terapan dan bimbingan dalam bidang pendidikan.
Menurut Hasan Langgulung, yang menjadi sumber dalam pemikiran pendidikan islam adalah kitab Allah (Al-Quran), sunnah, perkataan sahabat, kemaslahatan sosial, nilai-nilai dan kebiasaan sosial, serta pemikir-pemikir islam.[1]
Hasan Langgulung memandang bahwa pendidikan islam adalah suatu proses spiritual, akhlak, intelektual, dan sosial yang berusaha membimbing manusia dan memberinya nilai-nilai prinsip, dan teladan ideal dalam kehidupannya. 
Pandangan semacam ini perlu dikembangkan lebih lanjut dalam pengembangan filsafat pendidikan islam, mengingat salah satu tema sentral yang dibahas dalam filsafat pendidikan adalah kajian tentang manusia. Maka menurut Langgulung, manusia merupakan khalifah Allah yang diberi tugas mulia untuk memelihara dan melestarikan alam.
Beliau juga berpendapat bahwa mustahil kita memahami pendidikan islam tanpa memahami islam sendiri, suatu kekuatan yang memberi hidup bagi suatu peradaban raksasa yang salah satu buahnya adalah pendidikan.[2] Untuk itu, sebelum mengurai lebih lanjut mengenai pemikiran Hasan Langgulung tentang pendidikan islam, akan diurai secara ringkas terlebih dahulu mengenai riwayat hidupnya dan dapat dipahami lebih jauh siapa sebenarnya Hasan Langgulung tersebut.
Pembahasan
A.           Biografi Hasan Langgulung
Hasan Langgulung lahir di Rappang, Sulawesi Selatan, Indonesia,  tanggal 16 Oktober 1934 dari pasangan Tan Rasula dan Siti Fatimah. Riwayat pendidikan Hasan Langgulung dimulai dari pendidikan formalnya Sekolah Dasar di tempat kelahirannya, Rappang, Sulawesi Selatan tahun 1943-1949. Setamat Sekolah Dasar ia melanjutkan studinya ke tingkat Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Islam di Ujung Pandang tahun 1949-1952, dan setelah menyelesaikan pendidikannya di Ujung Pandang, ia melanjutkan studinya ke Sekolah Guru Agama Islam yang juga di Ujung Pandang pada tahun 1952-1955, serta Bahasa Inggris di Ujung Pandang pada tahun 1957-1962.[3]
Pendidikan selanjutnya, Hasan Langgulung melanjutkan studinya ke Mesir, yaitu di Islamic Studies pada Fakultas Dar Al-Ulum, Cairo University pada tahun 1962 dengan gelar Bachelor of Art (BA). Kemudian pada tahun 1967, ia berhasil menyelesaikan pendidikannya pada jenjang strata dua (S-2) dalam bidang psikologi dan Mental Hygiene di Eins Shams University dengan gelar MA. Karena tidak puas dengan kemampuan yang telah diperoleh sebelumnya, kemudian ia melanjutkan pendidikan pada tingkat strata tiga (S-3) masih dalam bidang psikologi di University  Of Georgia Amerika Serikat  dengan gelar Ph.D pada tahun 1971.[4]
Dengan memperhatikan latar belakang pengalaman pendidikan Hasan Langgulung, maka dapat diketahui bahwa ia adalah seseorang yang memiliki perhatian dalam bidang psikologi yang erat hubungannya dengan masalah pendidikan. Hal ini terbukti dengan banyaknya karya yang beliau hasilkan. Beberapa buku yang pernah ia tulis dapat di kategorikan kedalam tiga kategori yaitu, bidang psikologi, pendidikan, dan filsafat. Itulah sebabnya tidak mengherankan jika pada tahapan selanjutnya ia juga sebagai orang yang ahli dalam bidang pendidikan islam.
Menurut Pendapat saya mengenai biografi Hasan Langgulung saya setuju dengan pernyataan diatas,  karena  dalam  literatur lain sudah banyak menjelaskan mengenai  kebenaran biografi Hasan Langgulung misalnya, dalam bukunya Syamsul Kurniawan dan Erwin Mahrus, Abuddin Nata, dan Susanto.   Yang dijelaskan bahwasanya Biografi dari Hasan Langgulung itu sama. Sehingga dari beberapa sumber yang membahas tentang riwayat hidup sang tokoh cukup kiranya memberikan kayakinan kepada pembaca bahwa beliau benar-benar ahli dalam ilmunya, yaitu kemampuannya dalam bidang pendidikan dan psikologi, yang mana tidak hanya melihat sisi pendidikan secara konprehensif saja melainkan juga mengkaji secara detail didalamnya, salah satu contohnya adalah dengan mengkaji ilmu psikologi yang mampu melihat jiwa dan perasaan (suasana diri) dari seseorang pembelajar dan sehubungannya, sehingga dengan ilmu yang dikaji dapat pula memberikan acuan dan arahan bagi para guru untuk memperbaiki dan mengevaluasi cara belajar dan mengajar kedepan menjadi lebih baik demi kualitas dan kuantitas hasil belajar.                                                            
B.            Pemikiran Tentang Pendidikan
Berdasarkan latar belakang pendidikannya sebagaimana tersebut di atas, maka corak pemikiran Hasan Langgulung adalah berbasis psikologi islam yang berdasarkan Al-Quran dan Al-Sunnah, yang antara lain di tandai oleh adanya keseimbangan antara jasmani dan rohani, spiritual dan material, yang fisik dan metafisik. Adapun corak pemikiran Hasan Langgulung mengenai pendidikan dapat dilihat dari beberapa aspek pendidikan yaitu sebagai berikut:
1.    Konsep Pendidikan
Pendidikan, menurut Hasan Langgulung yang dalam bahasa Inggris education dan dari bahasa latin educere, berarti memasukkan sesuatu, yang artinya memasukkan ilmu ke kepala seseorang, kalaulah ilmu itu memang masuk di kepala.[5]Sedangkan dalam bahasa Arab ada beberapa istilah yang biasa dipergunakan dalam pengertian pendidikan yaitu, ta’lim, tarbiyah, dan ta’dib. Walaupun ketiga istilah tersebut bisa digunakan dengan pengertian yang sama, dalam artian ketiganya mempunyai arti dalam ranah mendidik dan mendidikkan, hanya saja ia lebih cenderung menggunakan kata ta’dib untuk menggambarkan muatan pendidikan.
Menurutnya, kata ta’dibmerupakan suatu proses pengajaran yang bertujuan menyeluruh, baik transformasi pengetahuan, penghayatan, dan penyadaran serta pembentukan sikap atau perilaku yang bertujuan untuk mengantarkan manusia menjadi sosok manusia yang sempurna.[6]
Dengan melihat penjelasan di atas sudah jelas dimana pendidikan merupakan suatu proses pengajaran yang mana tidak hanya mentransformasikan suatu pengetahuan saja akan tetapi juga  memperhatikan segi akhlaknya, yaitu menciptakan berbagai pola tingkah laku pada anak didik yang sedang di didik. Pendidikan islam pada umumnya merupakan proses spiritual, akhlak, intelektual, dan sosial yang berusaha untuk membimbing anak didik dan memberinya nilai-nilai serta prinsip teladan ideal dalam kehidupannya yang nantinya bertujuan untuk mempersiapkan kehidupan dunia dan akhirat.[7]
Pendidikan semestinya mampu merangsang tumbuhnya potensi yang ada pada peserta didik, pendidikan disini tidak hanya menekankan pada kemampuan manusia memperoleh pengetahuan dari sesama manusia melainkan kemampuan memperoleh pengetahuan dari lingkungan sekitar. Pendidikan merupakan proses transformasi memindahkan ilmu pengetahuan dari seseorang kepada orang lain. Proses transformasi yang dilakukan oleh seseorang bertujuan untuk membawa perubahan pada diri seseorang dalam kehidupan pribadinya sebagai mahkluk individual, sosial serta alam sekitarnya.
Pengembangan potensi yang dimaksud disini adalah fitrah manusia itu sendiri sebagaimana yang terkandung dalam Al-Asma Al-Husna, yang pengembangannya merupakan ibadah. Sedangkan pewarisan budaya dimaksudkan adalah Ad-Din yang menjadi tapak tegaknya peradaban islam, yang diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya sebagai perwujudan dari ibadah kepada-Nya. Adapun interaksi antara potensi dan budaya menggambarkan potensi (fitrah) berkembang dari dalam tiap individu, sedangkan Ad-Din bersifat dari luar ke dalam.[8]
Pendidikan menurut Hasan Langgulung sebagaimana tercermin dalam kata ta’dib adalah, pertamapemindahan nilai-nilai, budaya, dan pengetahuan kepada orang lain, atau dari satu generasi kepada generasi berikutnya. Artinya pendidikan merupakan sebuah proses pengajaran yang berarti pemindahan pengetahuan. Pengetahuan yang di ajarkan kepada peserta didik harus diketahui secara detail sehingga pendidikan yang berlangsung dapat menjadikan seseorang bersifat rasional.
Kedua, pendidikan adalah latihan, yaitu melatih seseorang membiasakan diri dalam mengerjakan pekerjaan tertentu sehingga membuat seseorang tersebut menjadi mahir  yang akan mengantarkan seseorang tersebut sampai pada keterampilan (Psikomotor).
Ketiga, pendidikan adalah penanaman nilai. Dalam proses ini merupakan usaha menanamkan nilai-nilai tertentu kedalam diri seseorang agar dihayati. Penanaman nilai ini merupakan ranah afektif dalam pembelajaran, yakni ranah kesadaran dan penghayatan nilai-nilai pendidikan islam.[9]
Dari penjelasan di atas juga menjelaskan bahwa, pendidikan juga bisa dipandang dari sudut masyarakat, dimana pendidikan dalam masyarakat bisa diartikan sebagai pewarisan nilai-nilai kebudayaan yang dimiliki masyarakat tertentu. Pewarisan ini dilakukan oleh generasi tua kepada generasi muda yang bertujuan untuk tetap menjaga dan mempertahankan nilai-nilai budaya yang dimilikinya.
Menurut Hasan langgulung, memindahkan nilai kebudayaan kepada setiap individu masyarakat melalui berbagai proses. Proses tersebut melalui pengajaran, latihan, dan indoktrinasi. Melalui pengajaran ialah memindahkan pengetahuan dari individu kepada individu lain, dan latihan ialah membiasakan diri melalakukan sesuatu supaya memperoleh suatu kemahiran, sedangkan melalui indoktrinasi ialah menjadikan seseorang dapat meniru apa yang dilakukan oleh orang lain. Ketiga proses ini berjalan serentak dalam masyarakat primitif dan modern.[10] 
2.    Tujuan Pendidikan
Menurut Hasan Langgulung tujuan pendidikan islam adalah sama dengan tujuan hidup manusia, yaitu memikul amanah Allah SWT di muka bumi dalam rangka beribadah kepada Allah SWT. Adapun tujuan pendidikan menurut Hasan Langgulung dapat di rinci sebagai berikut:
a.    Membina generasi muda agar menyembah Allah SWT dengan cara melaksanakan segala perintahnya dan menjauhi larangannya.
b.    Mendidik generasi muda agar dapat hidup di masyarakat dengan mengakui adanya prinsip kerja sama, persaudaraan, dan persamaan.
c.    Mendidik generasi muda agar menggunakan pikirannya dengan cermat dan produktif.
d.   Membentuk pribadi yang suka terbuka dan bergaul dengan orang lain.
e.    Mendidik generasi muda agar dapat menggunakan pemikiran ilmiah.[11]
Dengan adanya tujuan pendidikan tersebut telah menunjukkan bahwa ada keterpaduan tujuan pendidikan islam dengan aspek pengetahuan (kognitif), penghayatan dan kesadaran terhadap nilai-nilai tertentu (afektif), maupun keterampilan (psikomotorik). Keberhasilan suatu pendidikan islam tidak hanya dilihat pada spek pengetahuan saja (transfer of knowladge), tetapi yang terpenting adalah tumbuhnya kesadaran dan penghayatan dalam diri peserta didik terhadap nilai (transfer of values) yang dimanifestasikan dalam tingkah laku sehari-hari.
Sehingga dalam konteks tujuan pendidikan islam, tujuan pendidikan harus mampu mengakomodasikan tiga fungsi dari agama yaitu:
1.    Funsi spiritual, yaitu berkaitan dengan akidah dan iman.
2.    Fungsi psikologis, yaitu berkaitan dengan tingkah laku individu, termasuk nilai akhlak yang mengangkat derajat manusia ke derajat yang lebih sempurna.
3.      Fungsi sosial, yaitu berkaitan dengan aturan yang menghubungkan manusia dengan manusia lain ataupun masyarakat.[12]
Dengan adanya tujuan pendidikan tersebut sudah jelas bahwa, Tujuan pendidikan Islam sangat urgen sekali dalam kehidupan bermasyarakat, lingkungan termasuk pribadi. Dalam kehidupan kita hanya dituntut untuk menyembah Allah bukan kepada yang lain karena pemilik asli adalah Rob yang Maha memiliki segalanya termasuk jasad dan jiwa manusia. Pendidikan juga tujuan akhirnya adalah mengabdi kepada masyarakat dengan totalitas ilmu yang kita miliki supaya diarahkan   kepada mereka yang tidak mengetahui, bekerjasama, gotong royong adalah bentuk dari hasil pendidikan itu sendiri. Dengan suatu pendidikan manusia mampu menggunakan segala akal dan pikirannya dengan baik, selalu menganalisa keadaan, mengambil suatu peluang dalam keadaan dan lingkungan sekitar sebagaimana Allah ciptakan segala sesuatu di muka bumi ini tanpa sia-sia, maka dari itu manusia perlu membuka mata dan  pikirannya untuk selalu bersyukur dengan karuniaNya.
Dengan demikian, tujuan pendidikan islam mempunyai cakupan yang luas, meliputi pancapaian tujuan jasmani, rohani, mental, sosial, dan bersifat universal yang nantinya mampu mewujudkan insan saleh dan masyarakat saleh yang merupakan strategi pengembangan pendidikan islam. Sehingga melahirkan peserta didik yang beriman dan beramal saleh.[13]
3.    Kurikulum
Sejalan dengan tujuan pendidikan sebagaimana tersebut diatas, maka kurikulum hendaknya dibentuk sedemikian rupa sehingga mampu mendorong terciptanya manusia yang di inginkan.
Kurikulum pendidikan hendaknya mampu membina seluruh potensi manusia dan seluruh aspek kehidupannya. Hal ini dimaksudkan agar mampu mengemban tugas dan amanah sebagai khalifah Allah SWT di muka bumi. Dengan cara demikian, maka akan di hasilkan manusia se utuhnya, yakni manusia yang memiliki kemampuan universal baik intelektual maupun spiritual.[14] 
Dengan adanya kurikulum dapat membantu kepada para pelaksana          pendidikan dalam proses pembimbingan peserta didik, terutama kurikulum itu sendiri sebagai tujuan kesukseksesan anak bangsa yang dicita-citakan keluarga, maupun masyarakat. Maka dapat didefinisikan bahwa, kurikulum adalah sejumlah pengalaman, pendidikan, kebudayaan, sosial, keolahragaan, dan kesenian yang disediakan oleh sekolah bagi murid di dalam maupun diluar sekolah dengan maksud menolong mereka untuk berkembang dan mengubah tingkah laku mereka sesuai dengan tujuan pendidikan.[15]
Dengan melihat penjelasan di atas sudah jelas bahwa kurikulum merupakan salah satu komponen yang sangat menentukan dalam suatu sistem pendidikan. Oleh karena itu, kurikulum merupakan salah satu alat untuk mencapai tujuan pendidikan sekaligus sebagai pedoman dalam pelaksanaan pengajaran pada semua jenis dan tingkat pendidikan.
Sehubungan dengan pemikiran tersebut di atas, maka kurikulum harus disusun dengan berdasar pada prinsip-prinsip, yaitu:
1.    Prinsip keutuhan, yaitu memperhatikan seluruh aspek potensi manusia, yaitu badan, jiwa, akal, dan rohaninya.
2.    Prinsip keterpaduan, yaitu keterpaduan antara komponen yang satu dengan yang lain (keterkaitan individu dengan masyarakat maupun antar komponen manusia).
3.    Prinsip kesesuaian, yaitu kesesuaian dengan kondisi perkembangan peserta didik, serta dimulai dari yang mudah menuju kepada yang lebih sulit.
4.    Prinsip keaslian, yaitu dalam tujuan, materi, dan metode yang tercantum dalam kurikulum hendaknya di ambil dari ajaran islam. Sedangkan yang tidak bersumber dari ajaran islam bisa di ambil selagi tidak bertentangan.
5.    Prinsip ilmiah, yaitu sesuai dengan prinsip dan kaidah ilmiah sehingga dapat diterima dikalangan akademik.
6.    Prinsip sesuai dengan perkembangan zaman, yaitu dengan cara memuat sains dan teknologi yang sejalan dengan nilai ajaran islam.
7.    Prinsip praktikal, yaitu kurikulum pendidikan islam hendaknya tidak hanya berbicara soal teoritis saja, melainkan harus dipraktekkan. Karena suatu ilmu tidak akan berhasil dan dapat diterapkan jika tidak disertai dengan praktek.
8.    Prinsip holistik, yaitu kandungan kurikulum harus memuat tentang pengetahuan agama dan syariah, ilmu bahasa dan sastra, ilmu sejarah dan sosial, ilmu falsafah, logika, debat, diskusi, ilmu-ilmu murni, ilmu-ilmu kealaman, eksperimental, terapan dan praktis.[16]  
Paling tidak ada empat aspek utama yang menjadi ciri-ciri ideal suatu kurikulum yaitu:
a.    Memuat tujuan pendidikan yang ingin di capai.
b.    Memuat sejumlah pengetahuan dan keterampilan yang memperkaya aktifitas dan pengalaman peserta didik sesuai dengan perkembangan peserta didik dan dinamika masyarakat.
c.    Memuat metode, cara mengajar, dan bimbingan yang dapat di ikuti peserta didik dan mendorongnya ke arah yang dihendaki.
d.   Memuat metode dan cara penilaian yang di gunakan untuk mengukur dan menilai hasil proses pendidikan, baik aspek jasmani, akal, dan hati.[17]
Analisis
Saya sepakat dengan buku “Filsafat dan Pemikiran Pendidikan Islam” karangan Bapak Siswanto, yng mana jika  melihat dari biografi Hasan Langgulung bahwasanya beliau merupakan seseorang yang memiliki intelek yang tinggi, menguasai dan menghayati ilmu agama, serta memiliki perhatian dalam bidang psikologi yang erat hubungannya dengan masalah pendidikan. Hal ini terbukti dengan banyaknya karya yang beliau hasilkan. Beberapa buku yang pernah ia tulis dapat di kategorikan kedalam tiga kategori yaitu, bidang psikologi, pendidikan, dan filsafat.
Begitu pula dalam konsep pendidikan menurut Hasan Langgulung, yang menjelaskan tujuan pendidikan, serta kurikulum, yang didalamnya dijelaskan bahwa pendidikan tersebut tidak hanya fokus dalam mentransformasikan suatu pengetahuan saja (transfer of knowladge) akan tetapi juga  memperhatikan segi akhlaknya, yaitu menciptakan berbagai pola tingkah laku pada anak didik yang sedang di didik, dan memberinya nilai-nilai serta prinsip teladan ideal dalam kehidupannya yang nantinya bertujuan untuk mempersiapkan kehidupan dunia dan akhirat.
Namun disini, ada sedikit kekurangan dalam buku tersebut yaitu kurang menjelaskan secara detail mengenai ulasan-ulasan yang berhubungan dengan psikologi pendidikan islam jika memang Hasan Langgulung tersebut  memiliki perhatian dalam bidang psikologi. Yang mana tidak hanya menjelaskan bahwa fungsi pendidikan itu sebagai pemindahan nilai-nilai ilmu dan keterampilan dari generasi tua ke generasi muda untuk melanjutkan dan memelihara identitas tersebut. Namun semestinya juga dijelaskan bagaimana dalam tinjauan psikologi tersebut harus dipenuhi supaya proses belajar dapat terjadi, dan bagaimana dalam proses pembelajaran peserta didik tidak hanya menerima pengetahuan dalam keadaan pasif akan tetapi aktif dan dinamis. Yang hal ini sesuai dalam bukunya Syamsul Kurniawan dan Erwin Mahrus “Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam”. Selain itu juga dijelaskan dalam bukunya Abudin Nata “Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat” yang menjelaskan, dalam psikologi dikatakan bahwa manusia adalah makhluk multi dimensional dan multitalented. Manusia adalah makhluk yang suka meniru, suka pada cerita, suka mencoba, dan sebagainya yang hal ini merupakan kejiwaan yang positif. Selain itu juga terdapat kejiwaan yang kurang positif seperti rasa enggan, cepat bosan, dan sebagainya. Sehingga, untuk itu diperlukan sebuah metode. Bagaimana metode yang digunakan agar sesuai dengan jiwa manusia.
Dalam beberapa buku yang membahas tentang pemikiran Hasan Langgulung yang dikutip dari beberapa penulis, disana dijelaskan secara rinci jika memang Hasan Langgulung juga memperhatikan aspek psikologi dalam pendidikan, namun jika saya mentelaah secara keseluruhan buku yang ditulis oleh Bapak Siswanto kurang dibahas secara rinci, perihal psikologi itu sendiri. Sehingga perlu dijelaskan secara signifikan ketika melihat pada ranah pendidikan, hal ini bertujuan untuk  memahamkan para pembaca .
Penutup
Dari uraian dan analisis diatas dapat disimpulkan mengenai riwayat hidup Hasan Langgulung dapat dikatakatan bahwa ia termasuk kategori seseorang yang mempunyai intelek yang tinggi, selain mengusai dan menghayati ilmu agama ia juga memahami ilmu pengetahuan dengan titik keahliannya dalam bidang psikologi. Begitu pula mengenai pemikiran Hasan Langgulung tentang pendidikan, yaitu pendidikan menurut Hasan Langgulung adalah usaha membimbing, mengarahkan potensi hidup manusia, berupa kemampuan dasar (fitrah) dan kemampuan belajar sehingga terjadilah perubahan didalam kehidupan pribadinya sebagai makhluk individual, sosial serta dalam hubungannya denganalam sekitar.
Sedangkan jika dilihat dari tujuan pendidikannya yaitu suatu perwujudan dari nilai-nilai ideal yang terbentuk dalam pribadi manusia, dan membinanya agar menjadi hamba Allah yang shaleh dalam kehidupan dunia dan akhirat.
Begitu pula dengan kurikulumnya, yaitu serangkaian kegiatan pembelajaran yang direncanakan, diprogram secara terperinci untuk mencapai tujuan pendidikan yang di inginkan.   
Daftar Rujukan
Kurniawan, Syamsul dan Erwin Mahrus. Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. 2011.
Muhaimin. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah, dan Perguruan Tinggi, Jakarta: Rajawali Pers. 2012.
Nata, Abudin. Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat, Jakarta: Rajawali Pers. 2013.
Salim, Haitami dan Syamsul Kurniawan. Studi Ilmu Pendidikan Islam, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. 2012.
Siswanto. Filsafat dan Pemikiran Pendidikan Islam, Surabaya: Pena Salsabila. 2015.
Susanto, A. Pemikiran Pendidikan Islam, Jakarta: Amzah. 2010.
                                              


[1]Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah, dan Perguruan Tinggi, (Jakarta: Rajawali Pers. 2012), hlm.81
[2]Syamsul Kurniawan dan Erwin Mahrus, Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. 2011), hlm. 275

[3]Siswanto, Filsafat dan Pemikiran Pendidikan Islam, (Surabaya: Pena Salsabila. 2015), hlm. 191
[4]Syamsul Kurniawan, Jejak Pemikiran, hlm. 272
[5]Syamsul Kurniawan, Jejak Pemikiran, hlm. 273
[6]Siswanto, Filsafat dan Pemikiran, hlm. 193
[7] A. Susanto, Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: Amzah. 2010 ), hlm. 128
[8] Ibid, hlm. 129
[9]Siswanto, Filsafat dan Pemikiran, hlm. 194
[10]Syamsul kurniawan, Jejak Pemikiran, hlm. 274
[11]Siswanto, Filsafat dan Pemikiran, hlm. 195
[12] Haitami Salim dan Syamsul Kurniawan, Studi Ilmu Pendidikan Islam, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. 2012), Hlm. 115
[13]Susanto, Pemikiran Pendidikan, hlm. 134
[14]Siswanto, Filsafat dan Pemikiran, hlm. 200
[15]Ibid, hlm. 135
[16]Abudin Nata, Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat, (Jakarta: Rajawali Pers. 2013), hlm. 345
[17] Hitami Salim, Studi Ilmu Pendidikan , hlm. 197-198