Saturday 25 June 2016

Islam dan Isu Aktual Islam Politik dan Politik Islam


Politik islam (bahasa arab:Siyasah Salami) adalah politik di dalam bahasa arab dikenal dengan istilah siyasah. Oleh sebab itu, di dalam buku-buku para ulama dikenal istilah siyasah syar�iyyah. Dalam al muhith, siyasah berakar kata s�sa - yas�su. Dalam kalimat sasa addawaba yasusuha siyasatan bererti qama �alaiha wa radlaha wa adabbaha (mengurusinya, melatihnya, dan mendidiknya). Bila dikatakan sasa al amra ertinya dabbarahu (mengurusi / mengatur perkara). Bererti secara ringkas maksud politik islam adalah pengurusan atas segala urusan seluruh umat islam.


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
        Politik islam ialah aktivitas politik sebagian umat islam yang menjadikan islam sebagai acuan nilai dan basis solidaritas berkelompok. Pendukung perpolitikan ini belusm tentu seluruh umat islam. Karena itu, mereka dalam kategori politik dapat disebut sebagai kelompok politik islam, juga menekankan simbolisme keagamaan dalam berpolitik, seperti menggunakan perlambang islam, dan istilah-istilah keislaman dalam peraturan dasar organisasi, khittah perjuangan, serta wacana politik.
          Politik islam ialah aktivitas politik sebagian umat islam yang menjadikan islam sebagai acuan nilai dan basis solidaritas berkelompok. Pendukung perpolitikan ini belum tentu seluruh umat islam. Karena itu, mereka dalam kategori politik dapat disebut sebagai kelompok politik islam, juga menekankan simbolisme keagamaan dalam berpolitik, seperti menggunakan perlambang islam, dan istilah-istilah keislaman dalam peraturan dasar organisasi, khittah perjuangan, serta wacana politik.[1]
           Demokrasi islam dianggap sebagai sistem yang mengekuhkan konsep-konsep islam yang sudah lama berakar, yaitu musyawarah {syura}, persetujuan {ijma�}, dan penilaian interpretative yangmandiri {ijtihad}
            Masayarakat madani adalah masyarakat yang beradap, menjunjung tinggi nilai-nilaikemanusiaan, yang maju dalam penguasaan ilmu pengetahuan, dan teknologi. Karenaitu didalam ilmu filsafat, sejak filsafat yunani sampai msaa filsafat islamjuga dikenal istilah madinah atau polis, yang berarti kota yaitu masyarakatyang maju dan berperadaban. Masyarakat madina menjadi simbol idealisme yangdiharapkan oleh setiap masyarakat.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Politik Dalam Islam?
2. Bagaimana Sejarah Perpolitikan Dalam Islam ?
3. Bagaimana Kedudukan Politik Islam ?
4. Bagaimana Demokrasi Dalam Islam ?
5. Siapakah Masyarakat Madani ?
6. Bagaimanakah Asas-Asas Politik Dalam Islam ?
7. Bagaimana Prinsip-Prinsip Utama Politik Islam ?
8. Bagaimana Tujuan Politik Dalam Islam ?

C. Tujuan Penulisan.
1. Untuk mengetahui Pengertian Politik Dalam Islam.
2. untuk mengetahui Sejarah Perpolitikan Dalam Islam .
3. untuk mengetahui Kedudukan Politik Islam .
4. untuk mengetahui Demokrasi Dalam Islam .
5. untuk mengetahui Masyarakat Madani .
6. untuk mengetahui Asas-Asas Politik Dalam Islam .
7. untuk mengetahui Prinsip-Prinsip Utama Politik Islam .
8. Untuk Mengetahui Tujuan Politik Dalam Islam.      


BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Politik Dalam Islam
          Dalam kamus umum bahasa indonesia, karangan w.j.s poerwa darminza, politik di artikan sebagai pengetahuan mengenai ketatanegaraan atau kenegaraan, seperti tata cara pemerintahan dan sebagainya dan dapat pula berarti segala urusan dan tindakan. Siasat dan sebagainya mengenai pemerintahan sesuatu negara atau terhadap negara lain.
         Selanjutnya sebagai suatu sistem, politik adalah suatu konsepsi yang berisikan antara lain ketentuan-ketentuan tentang siapa sumber kekuasaan negara, siapa pelaksana kekuasaan tersebut, apa dasar dan bagaimana cara untuk menentukan, serta kepada siapa kewenangan melaksanakan kekuasaan itu di berikan, kepada siapa pelaksanaan kekuasaan itu bertanggung jawab dan bagaimana bentuk tanggung jawabnya.
             Politik ialah cara dan upaya menangani masalah-masalah rakyat dengan seperangkat undang-undang untuk mewujudkan kemaslahatan dan mencegah hal-hal yang merugikan bagi kepentingan manusia.
         Di dunia islam pun muncul beberapa pengertian mengenai politik atau siyasah ini. Imam al bujairimi dalam kitab at tajrid linnafi� al-�abid menyatakan siyasah adalah memperbaiki dan merencanakan urusan rakyat. Lalu ibnul qoyyim dalam kitab �ilamul muaqqin menyebutkan dua macam politik yakni siyasah shohihah (benar) dan siyasah fasidah (salah).
            Politik islam (bahasa arab:Siyasah Salami) adalah politik di dalam bahasa arab dikenal dengan istilah siyasah. Oleh sebab itu, di dalam buku-buku para ulama dikenal istilah siyasah syar�iyyah. Dalam al muhith, siyasah berakar kata s�sa - yas�su. Dalam kalimat sasa addawaba yasusuha siyasatan bererti qama �alaiha wa radlaha wa adabbaha (mengurusinya, melatihnya, dan mendidiknya). Bila dikatakan sasa al amra ertinya dabbarahu (mengurusi / mengatur perkara). Bererti secara ringkas maksud politik islam adalah pengurusan atas segala urusan seluruh umat islam.[2]
           Politik islam ialah aktivitas politik sebagian umat islam yang menjadikan islam sebagai acuan nilai dan basis solidaritas berkelompok. Pendukung perpolitikan ini belum tentu seluruh umat islam. Karena itu, mereka dalam kategori politik dapat disebut sebagai kelompok politik islam, juga menekankan simbolisme keagamaan dalam berpolitik, seperti menggunakan perlambang islam, dan istilah-istilah keislaman dalam peraturan dasar organisasi, khittah perjuangan, serta wacana politik.
 Politik islam secara substansial merupakan penghadapan islam dengan kekuasan dan negara yang melahirkan sikap dan perilaku (political behavior) serta budaya politik (political culture) yang berorientasi pada nilai-nilai islam. Sikap perilaku serta budaya politik yang memakai kata sifat islam, menurut dr. Taufik abdullah, bermula dari suatu keprihatinan moral dan doktrinal terhadap keutuhan komunitas spiritual islam.[3]

B. Sejarah Perpolitikan Dalam Islam
   Fakta-fakta sejarah : di antara fakta sejarah yang tidak dapat diingkari oleh siapapun adalah, setelah timbulnya dakwah Islam, kemudian terbentuk bangunan masyarakat baru yang mempunyai identitas independen yang membedakannya dari masyarakat lain. Mengakui satu undang-undang, menjalankan kehidupannya sesuai dengan sistem yang satu, menuju kepada tujuan-tujuan yang sama, dan di antara individu-individu masyarakat yang baru itu terdapat ikatan ras, bahasa, dan agama yang kuat, serta adanya perasaan solidaritas secara umum. Bangunan masyarakat yang memiliki semua unsur-unsur tadi itulah yang dinamakan sebagai bangunan masyarakat 'politik'. Atau yang dinamakan sebagai 'negara'. Tentang negara, tidak ada suatu definisi tertentu, selain aanya fakta terkumpulnya karakteristik-karakteristi yang telah disebutkan tadi dalam suatu bangunan masyarakat.
   Di antara fakta-fakta sejarah yang tidak diperselisihkan juga adalah, bangunan masyarakat politik ini atau 'negara', telah memulai kehidupan aktifnya, dan mulai menjalankan tugas-tugasnya, dan merubah prinsip-prinsip teoritis menuju dataran praksis. Setelah tersempurnakan kebebasan dan kedaulatannya, dan kepadanya dimasukkan unsur-unsur baru dan adanya penduduk. Yaitu setelah pembacaan bai'at Aqabah satu dan dua, yang dilakukan antara Rasulullah Saw dengan utusan dari Madinah, yang dilanjutkan dengan peristiwa hijrah. Para faktanya, kedua bai'at ini --yang tidak diragukan oleh seorangpun tentang berlangsungnya kedua bai'at ini-- merupakan suatu titik transformasi dalam Islam .
           Dan peristiwa hijrah hanyalah salah satu hasil yang ditelurkan oleh kedua peristiwa bai'at itu. Pandangan yang tepat terhadap kedua bai'at tadi adalah dengan melihatnya sebagai batu pertama dalam bangunan 'negara Islam'. Dari situ akan tampak urgensitas kedua hal itu. Alangkah miripnya kedua peristiwa bai'at itu dengan kontrak-kontrak sosial yang di deskripsikan secara teoritis oleh sebagian filosof politik pada era-era modern. Dan menganggapnya sebagai fondasi bagi berdirinya negara-negara dan pemerintahan. Namun bedanya, 'kontrak sosial' yang dibicarakan Roussou dan sejenisnya hanyalah semata ilusi dan imajinasi, sementara kontrak sosial yang terjadi dalam sejarah Islam ini berlangsung dua kali secara realistis di Aqabah. Dan di atas kontrak sosial itu negara Islam berdiri. Ia merupakan sebuah kontrak historis. Ini merupakan suatu fakta yang diketahui oleh semua orang. Padanya bertemu antara keinginan-keinginan manusiawi yang merdeka dengan pemikiran-pemikiran yang matang, dengan tujuan untuk mewujudkan risalah yang mulia.
             Dengan demikian, negara Islam terlahirkan dalam keadaan yang amat jelas. Dan pembentukannya terjadi dalam tatapan sejarah yang jernih. Karena Tidak ada satu tindakan yang dikatakan sebagai tindakan politik atau kenegaraan, kecuali dilakukan oleh negara Islam yang baru tumbuh ini. Seperti Penyiapan perangkat untuk mewujudkan keadilan, menyusun kekuatan pertahanan, mengadakan pendidikan, menarik pungutan harta, mengikat perjanjian atau mengirim utusan-utusan ke luar negeri. Ini merupakan fakta sejarah yang ketiga. Adalah mustahil seseorang mengingkarinya. Kecuali jika kepadanya dibolehkan untuk mengingkari suatu fakta sejarah yang terjadi di masa lalu, dan yang telah diterima kebenarannya oleh seluruh manusia.
            Dari fakta-fakta yang tiga ini yang telah kami sebutkan terbentuk bukti sejarah yang menurut kami dapat kami gunakan sebagai bukti di samping pendapat kalangan orientalis yang telah disitir sebelumnya atas sifat politik sistem Islam. Jika telah dibuktikan, dengan cara-cara yang telah kami gunakan tadi, bahwa sistem Islam adalah sistem politik, dengan demikan maka terwujudlah syarat pertama yang mutlak diperlukan bagi keberadaan pemikiran politik. Karena semua pemikiran tentang hal ini: baik tentang pertumbuhannya, hakikatnya, sifat-sifatnya atau tujuan-tujuannya, niscaya ia menyandang sifat ini, yaitu sifatnya sebagai suatu pemikiran politik. Syarat ini merupakan faktor yang terpenting dalam pertumbuhan pemikiran ini. Bahkan ia merupakan landasan berpijak bagi kerangka-kerangka teoritis dan aliran-aliran pemikiran yang beragam. Oleh karena itu, amatlah logis jika kami curahkan seluruh perhatian ini untuk meneliti dan menjelaskannya.[4]

C. Kedudukan Politik Dalam Islam
  Terdapat tiga pendapat  di kalangan pemikir muslim  tentang kedudukan politik dalam syariatislam. Yaitu:
  Pertama,kelompok  yang menyatakan bahwa islam adalah suatu agama yang serbah lengkap didalamnya terdapat pula antara lain system ketatanegaraan atau politik. Kemudian lahir sebuah istilah yang disebut dengan fikih siasah (system ketatanegaraan dalam islam) merupakan bagian integral dari ajaran islam.  Lebih jauh kelompok ini berpendapat bahwa system ketatanegaraan yang harus diteladani adalah system yang telah dilaksanakan oleh nabi Muhammad SAW dan oleh parakhulafa al-rasyidin yaitu sitem khilafah.
  Kedua,kelompok yang berpendirian bahwa islam adalah agama dalam pengertian barat. Artinya agama tidak ada hubungannya dengan kenegaraan. Menurut aliran ini nabi Muhammad hanyalah seorang rasul, seperti rasul-rasul yang lain bertugas menyampaikan risalah tuhan kepada segenap alam. Nabi tidak bertugas untuk mendirikan dan memimpin suatu Negara.
           Ketiga menolak bahwa islam adalah agama yang serba lengkap yang terdapat didalamnya segala sistem ketatanegaraan, tetapi juga menolak pendapat bahwa islam sebagaimana pandanagan barat yang hanya mengatur hubungan manusia dengan tuhan. Aliran ini berpendirian bahwa dalam islam tidak teredapat sistem ketatanegaraan, tetap terdapat seperangkat tata nilai etika bagi kehidupan bernegara.
           Sejarah membuktikan bahwa nabi kecuali sebagai rasul, meminjam istilah harun nasution, kepala agama, juga beliau adalah kepala negara. Nabi menguasai suatu wilayah yaitu yastrib yangkemudian menjadi madinah al-munawwarah sebagai wilayah kekuasaan nabi sekaligusmanjadi pusat pemerintahannya dengan piagam madinah sebagai aturan dasarkenegaraannya. Sepeninggal nabi, kedudukan beliau sebagai kepala negaradigantikan abu bakar yang merupakan hasil kesepakatan tokoh-tokoh sahabat,selanjutnya disebut khalifah. Sistem pemerintahannya disebut �khalifah�. Sistem�khalifah� ini berlangsung hingga kepemimpinan berada dibawah kekuasaankhalifah terakhir, ali �karramah allahu wajhahu�.[5]

D. Demokrasi Dalam Islam
            Kedaulatan mutlak dan keesaan tuhanyang terkandung dalam konsep tauhid dan peranan manusia yang terkandung Dalamkonsep khalifah memberikan kerangka yang dengannya para cendikiawan belakanganini mengembangkan teori politik tertentu yang dianggap demokratis. Didalamnyatercakup definisi khusus dan pengakuan terhadap kedaulatan rakyat, tekanan padakesamaan derajat, manusia, dan kewajiban rakyat sebsgai pengemban pemerintahan.
           Demokrasi islam dianggap sebagai sistem yang mengekuhkan konsep-konsep islam yang sudah lama berakar, yaitu musyawarah {syura}, persetujuan {ijma�}, dan penilaian interpretative yang mandiri {ijtihad}, Musyawarah, konsensus, dan ijtihad merupakan konsep-konsep yang sangat penting bagi artikulasi demokrasi islam dalam kerangka keesaan tuhan dan kewajiban-kewajiban manusia sebagai khalifah-nya. Meskipun istilah-istilah ini banyak diperdebatkan maknanya, namun lepas dari ramainya perdebatan maknanya di dunia islam, istilah-istilah ini memberi landasan yang efektif untuk memahami hubungan antara islam dan demokrasi di dunia kontemporer.[6]

E. Masyarakat Madani
         Masayarakat madani adalah masyarakat yang beradap, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, yang maju dalam penguasaan ilmu pengetahuan, dan teknologi. Karenaitu didalam ilmu filsafat, sejak filsafat yunani sampai msaa filsafat islamjuga dikenal istilah madinah atau polis, yang berarti kota yaitu masyarakat yang maju dan berperadaban. Masyarakat madina menjadi simbol idealisme yang diharapkan oleh setiap masyarakat.
     Kata madani merupakan penyifatan terhadap kota madinah, yaitu sifat yang ditunjukanoleh kondisi dan sisyem kehidupan yang berlaku di kota madinah . kondisi dansistem kehidupan menjadi popular dan dianggap ideal untuk menggambaraknmasyarakat yang islami, sekalipun penduduknya terdiri dari berbgai macamkeyakinan. Mereka hidup dengan rukun, saling membantu, taat hukum, dan menujjukankepercayaan penuh terhadap kepemimpinannya. aL-qur�an menjadi konstitusi untukmenyelesaikan berbagai persoalan hidup yang terjadi diantara penduduk madinah.
      Perjanjian madinah berisikesepakatan ketiga unsur masyarakat untuk saling tolong-menolong, menciptakankedamaian, dalam kehidupan social, menjadikan aL-qur�an sebagai konstitu,menjadikan rasulullah SAW sebagai pemimpin yang ketaatan penuh terhadapkeputusan-keputusannya, dan memberikan kebebaan bagi penduduknya untuk memelukagama serta beribadah sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya.
            Masyarakat madani sebagai masyarakatideal memeliki karakteristik   sebagai berikut :
a)       Bertuhan
b)       Damai
c)       Tolong-menolong
d)       Toleran
e)       Keseimbangan antara hak dan kewajiban social
f)        Berperadaban tinggi
g)       Berakhlak mulia.[7]

F. Asas-Asas SiStem Politik Islam
1.   Hakimiyyah Ilahiyyah
       Hakimiyyah atau memberikan kuasa pengadilan dan kedaulatan hukum tertinggi dalam sistem politik Islam hanyalah hak mutlakAllah.
Dan Dialah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhakdisembah) melainkan Dia, bagi-Nyalah segala puji di dunia dan di akhirat, danbagi-Nyalah segala penentuan dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan. (Al-Qasas: 70)
                  Hakimiyyah Ilahiyyah membawa pengertian-pengertian berikut:
  Bahawasanya Allah Pemelihara alam semesta yang pada hakikatnya adalahTuhan yang menjadi pemelihara manusia, dan tidak ada jalan lain bagi manusiakecuali patuh dan tunduk kepada sifat IlahiyagNya Yang Maha Esa.
  Bahawasanya hak untuk menghakimi dan meng adili tidak dimiliki oleh siapapun kecuali Allah.
  Bahawasanya hanya Allah sahajalah yang memiliki hak mengeluarkan hukumsebab Dialah satu-satuNya Pencipta.
  Bahawasanya hanya Allah sahaja yang memiliki hakmengeluarkan peraturan-peraturan sebab Dialah satu-satuNya Pemilik
Bahawasanya hukum Allah adalah suatu yang benar sebabhanya Dia sahaja yang Mengetahui hakikat segala sesuatu dan di     tanganNyalah sahaja penentuan hidayah dan penentuan jalan yang selamat dan lurus.
                 Hakimiyyah Ilahiyyah membawa arti bahwa terutama kepada sistem politik Islam ialah tauhid kepada Allah di segi Rububiyyahdan Uluhiyyah.

2. Risalah
                   Risalah bererti bahawa kerasulan beberapa orang lelaki di kalangan manusia sejak Nabi Adam hingga kepada Nabi Muhammads.a.w adalah suatu asas yang penting dalam sistem politik Islam. Melaluilandasan risalah inilah maka para rasul mewakili kekuasaan tertinggi Allahdalam bidang perundangan dalam kehidupan manusia. Para rasul meyampaikan,mentafsir dan menterjemahkan segala wahyu Allah dengan ucapan dan perbuatan.
                  Dalam sistem politik Islam, Allah telahmemerintahkan agar manusia menerima segala perintah dan larangan Rasulullahs.a.w. Manusia diwajibkan tunduk kepada perintah-oerintah Rasulullah s.a.w dantidak mengambil selain daripada Rasulullah s.a.w untuk menjadi hakim dalamsegala perselisihan yang terjadi di antara mereka. Firman Allah:

Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikanAllah kepada Rasul-Nya yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untukAllah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin danorang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan hanya beredar diantara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamumaka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; danbertakwalah kepada Allah.SesungguhnyaAllah sangat keras hukuman-Nya. (Al-Hasyr: 7)
Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hinggamereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudianmereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamuberikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.(An-Nisa�: 65)
3.   Khilafah
          Khilafah bererti perwakilan. Kedudukan manusia di atas muka bumi ini adalah sebagai wakil Allah. Oleh itu, dengan kekuasaanyang telah diamanahkanini, maka manusia hendaklah melaksanakan undang-undang Allah dalam batas yangditetapkan. Di atas landasan ini, maka manusia bukanlah penguasa atau pemiliktetapi hanyalah khalifah atau  wakilAllah yang menjadi Pemilik yang sebenar.
Kemudian Kami jadikan kamu pengganti-pengganti (mereka) di mukabumi sesudah mereka, supaya Kami memperhatikan bagaimana kamu berbuat. (Yunus: 14)
      Seseorang khalifah hanya menjadi khalifah yang sah selama mana ia benar-benar mengikuti hukum-hukum Allah. Ia menuntun agar tugas khalifah dipegang oleh orang-orang yang memenuhi syarat-syarat berikut:
            Terdiri dari pada orang-orang yang benar-benar boleh menerima dan mendukung prinsip-prinsip tanggungjawab yang terangkum dalam pengertian kkhilafah
                                           Tidak terdiri dari pada orang-orang zalim, fasiq, fajir dan lalai terhadap Allah serta bertindak melanggar batas-batas yang ditetapkan olehNya,Terdiri dari pada orang-orang yang berilmu, berakal sihat, memiliki  kecerdasan, kearifanserta kemampuan intelek dan fizikal Terdiri dari pada orang-orang yang amanah sehingga dapat dipikulkan tanggungjawab kepada mereka dengan yakin  dan tanpa keraguan.[8]

G. Prinsip-Prinsip Utama Sistem Politik Islam.
1. Musyawarah
               Asas musyawarah yang paling utamaadldah berkenaan dengan pemilihan ketua negara dan oarang-oarang yang akanmenjawat tugas-tugas utama dalam pentadbiran ummah. Asas musyawarah yang keduaadalah berkenaan dengan penentuan jalan dan cara pelaksanaan undang-undang yangtelah dimaktubkan di dalam Al-Quran dan As-Sunnah. Asas musyawarah yangseterusnya ialah berkenaan dengan jalan-jalan bagi menetukan perkara-perkarabaru yang timbul di dalangan ummah melalui proses ijtihad.
2.  Keadilan
  Prinsip ini adalah berkaitan dengankeadilan sosial yang dijamin oleh sistem sosial dan sistem ekonomi Islam. Dalampelaksanaannya yang luas, prinsip keadilan yang terkandung dalam sistem politikIslam meliputi dan merangkumi segala jenis perhubungan yang berlaku dalamkehidupan manusia, termasuk keadilan di antara rakyat dan pemerintah, di antaradua pihak yang bersebgketa di hadapan pihak pengadilan, di antara pasangansuami isteri dan di antara ibu bapa dan anak-anaknya.kewajipan berlaku adil danmenjauhi perbuatan zalim adalah di antara asas utama dalam sistem sosial Islam,maka menjadi peranan utama sistem politik Islam untuk memelihara asas tersebut.Pemeliharaan terhadap keadilan merupakan prinsip nilai-nilai sosial yang utamakerana dengannya dapat dikukuhkan kehidupan manusia dalam segala aspeknya.
3.  Kebebasan
Kebebasan yang diipelihara olehsistem politik Islam ialah kebebasan yang berterskan kepada makruf dankebajikan. Menegakkan prinsip kebebasan yang sebenaradalah tujuan terpentingbagi sistem politik dan pemerintahan Islam serta menjadi asas-asas utama bagiundang-undang perlembagaan negara Islam.
   4.  Persamaan
  Persamaan di sini terdiri daripada persamaan dalam mendapatkan dan menuntut hak, persamaan dalam memikultanggungjawab menurut peringkat-peringkat yang ditetapkan oleh undang-undang perlembagaan dan persamaan berada di bawah kuatkuasa undang-undang.
   5.  Hak menghisab pihak pemerintah
               Hak rakyat untuk menghisab pihak pemerintah dan hak mendapat penjelasan terhadap tindak tanduknya. Prinsip iniberdasarkan kepada kewajipan pihak pemerintah untuk melakukan musyawarah dalamhal-hal yang berkaitan dengan urusan dan pentadbiran negara dan ummah. Hakrakyat untuk disyurakan adalah bererti kewajipan setiap anggota dalammasyarakat untuk menegakkan kebenaran dan menghapuskan kemungkaran. Dalampengertian yang luas, ini juga bererti bahawa rakyat berhak untuk mengawasi danmenghisab tindak tanduk dan keputusan-keputusan pihak pemerintah.[9]

H. Tujuan Politik Dalam Islam.
  Tujuan sistem politik Islam adalah untuk membangunkan sebuah sistem pemerintahan dan kenegaraan yang tegak di atas dasar untuk melaksanakan seluruh hukum syariat Islam.  Tujuan utamanya ialah menegakkan sebuah negara Islam atau Darul Islam.  Dengan adanya pemerintahan yang mendukung syariat, maka akan tertegak lah  Ad-Din dan berterusanlah segala urusan manusia menurut tuntutan-tuntutan Ad-Din tersebut. Para fuqahak Islam telah menggariskan 10 perkara penting sebagai tujuankepada sistem politik dan pemerintahan Islam:
1)  Memelihara keimanan menurut prinsip-prinsip yang telahdisepakati oleh ulamak salaf daripada kalangan umat Islam
2)  Melaksanakanproses pengadilan dikalangan rakyat dan menyelesaikan masalah dikalanganorang-orang yang berselisih
3) Menjagakeamanan daerah-daerah Islam agar manusia dapat hidup dalam keadaan aman dandamai
4) Melaksanakanhukuman-hukuman yang telah ditetapkan syarak demi melindungi hak-hak manusia
5)  Menjaga perbatasan negara dengan pelbagai persenjataanbagi menghadapi kemungkinan serangan daripada pihak luar
6) Melancarkan jihad tserhadap golongan yang menentang Islam
7) Mengendalikan urusan pengutipan cukai, zakat, dan sedekah sebagaimana yang ditetapkan syaraks
8) Mengatur anggaran belanjawan dan perbelanjaan dari pada perbendaharaan negara agar tidak digunakan secara boros atau kikir
9) Melantik pegawai-pegawai yang cekap dan jujur bagimengawal kekayaan negara dan menguruskan hal-ehwal pentadbiran negara.
10) Menjalankan pengawalan dan pemeriksaan yangrapi dalam hal-ehwal awam demi untuk memimpin negara dan melindungi  Agama.[10]


BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
            Politik islam ialah aktivitas politik sebagian umat islam yang menjadikan islam sebagai acuan nilai dan basis solidaritas berkelompok. Pendukung perpolitikan ini belum tentu seluruh umat islam. Karena itu, mereka dalam kategori politik dapat disebut sebagai kelompok politik islam, juga menekankan simbolisme keagamaan dalam berpolitik, seperti menggunakan perlambang islam, dan istilah-istilah keislaman dalam peraturan dasar organisasi, khittah perjuangan, serta wacana politik.
              Politik islam ialah aktivitas politik sebagian umat islam yang menjadikan islam sebagai acuan nilai dan basis solidaritas berkelompok. Pendukung perpolitikan ini belum tentu seluruh umat islam. Karena itu, mereka dalam kategori politik dapat disebut sebagai kelompok politik islam, juga menekankan simbolisme keagamaan dalam berpolitik, seperti menggunakan perlambang islam, dan istilah-istilah keislaman dalam peraturan dasar organisasi, khittah perjuangan, serta wacana politik.[11]
             Demokrasi islam dianggap sebagai sistem yang mengekuhkan konsep-konsep islam yang sudah lama berakar, yaitu musyawarah {syura}, persetujuan {ijma�}, dan penilaian interpretative yangmandiri {ijtihad}
              Masayarakat madani adalah masyarakat yang beradap, menjunjung tinggi nilai-nilaikemanusiaan, yang maju dalam penguasaan ilmu pengetahuan, dan teknologi. Karenaitu didalam ilmu filsafat, sejak filsafat yunani sampai msaa filsafat islamjuga dikenal istilah madinah atau polis, yang berarti kota yaitu masyarakatyang maju dan berperadaban. Masyarakat madina menjadi simbol idealisme yangdiharapkan oleh setiap masyarakat.
            Tujuan sistem politik Islam adalah untuk membangunkan sebuah sistem pemerintahan dan kenegaraan yang tegak di atas dasar untuk melaksanakan seluruh hukum syariat Islam.  Tujuan utamanya ialah menegakkan sebuah negara Islam atau Darul Islam.  Dengan adanya pemerintahan yang mendukung syariat, maka akan tertegak lah  Ad-Din dan berterusanlah segala urusan manusia menurut tuntutan-tuntutan Ad-Din tersebut.
B. Saran
           Semoga dengan disusunnya makalah ini, dapat menambah pengetahuan kita tentang Politik Dalam Islam.
                  Kami menyadari terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Untuk itu, kami mengharap saran yang konstruktif dari teman-teman sekalian serta para pembaca terutama dosen pengampu demi perbaikan makalah kami dimasa yang akan datang.


DAFTAR RUJUKAN

          Pulungan,J. Suyuti, Fiqh Siyasah, Ajaran Sejarah Dan Pemikiran, Jakarta: Pt.    Raja Grafindo Persada,1993.
          Ayadzali, Munawir ,  Islam Dan Tata Negara, Cet V. Jakarta: Ui  Press.1990
          Madjid, Nurcholish, Cita-Cita Politik Islam,Cet.Ii. Jakarta: Paramadina 2009.
          Al-Bahnasawi, Salim Ali , Wawasan Sistem Politik Islam ,Jakarta:Pustaka Al-Kautsar, Cet. I,1999.


[1] Salim Ali Al-Bahnasawi, Wawasan Sistem Politik Islam (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, Cet. I, 1999).Hlm.34-36.
[2]J. Suyuti  Pulungan, Fiqh Siyasah,Ajaran Sejarah Dan Pemikiran(Jakarta: Pt. Raja Grafindo Persada,1993).Hlm.125.
[3]  Wawasan Sistem Politik Islam, .Hlm.34.
[4]  Badri Yatim,  Sejarah Peradaban Islam,( Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008).Hlm. 84-86.
[5] Nurcholish Madjid, Cita-cita Politik Islam,Cet.II.( Jakarta: Paramadina 2009). Hlm.123-124.
[6] Ibid. 170.
[7]  Ibid. 172-173.
[8] Munawir Ayadzali,  Islam Dan Tata Negara, Cet V.( Jakarta: UI Press.1990).Hlm.79-81.
8Ibid. 120-123.[9] Cita-Cita Politik Islam.Hlm.90-91.
[10] Cita-Cita Politik Islam.Hlm.90-91.