Saturday 25 June 2016

Sumber Hukum Islam Pada Masa Khulafaurrasyidin dan Perkembangan Tasyri�


Pada zaman turunnya risalah, Al-Quran sudah selesai ditulis dan disusun surah dan ayatnya serta dihafal oleh para sahabat dan setelah terjadi peristiwa terbunuhnya sebagian sahabat penghafal Al-Quran dalam sebuah peperangan yang terjadi setelah Abu Bakar menjadi khalifah, kaum muslimin menyadari betapa pentingnya menghafal Al-Quran dan menjaganya dari kesirnaan. Pada zaman inilah Al-Quran pertama kali dibukukan, kemudian dilanjutkan pada zaman Utsman bin Affan untuk yang kedua kalinya disebabkan oleh perbedaan para penghafal Al-Quran terhadap sebagian bacaan sesuai dengan perbedaan logat, kemudian Utsman ingin menyatukan mereka dengan satu mushaf lalu ditulislah enam naskah dan salah satunya disimpan oleh beliau dan sisinya dibagikan ke seluruh negeri.


BAB I
PENDAHULUAN
     A.    Latar Belakang
Tarikh tasyri� Islam seperti dikemukakan Ali Al-Ayafi�i adalah ilmu yang membahas keadaan hukum-hukum pada masa nabi dan sesudahnya termasuk penjelasan dan periodesasinya. Yang pada perkembangannya hukum itu menjelaskan karakteristiknya.
Menurut batasan di atas tampak bahwa tarikh tasyri� Islam merupakan pembahasan tentang segala aktifitas manusia dalam pembentukan perundang-undangan Islam dimasa lampau, baik masa nabi, sahabat maupun tabi�in.
Pada periode ini Islam tumbuh dan berkembang menjadi pesat serta membuahkan khazanah hukum Islam. Sehingga periode ini dikenal dengan periode keemasan bagi perundang-undangan hukum Islam. Para ulama mempunyai ilmu pengetahuan dan semangat yang tinggi, juga kemantapan iman yang kuat dengan dibantu oleh para tokoh masyarakat atau disebut juga para Imam madzhab dan sahabat-sahabatnya.
Dinamakan periode pembukuan karena usaha atau gerakan untuk membukukan serta menulis terhadap hukum Islam ini mengalami kemajuan yang sangat pesat. Yang sempat dibukukan pada kesempatan ini adalah fatwa-fatwa dari kalangan para sahabat, tabi�in, as-Sunnah serta berbagai komentar secara mendalam tentang tafsir al-Quran dan lainnya.

     B.     Rumusan Masalah
1.         Bagaimana faktor-faktor perkembangan tasyri� pada masa Khulafaurrasyidin?
2.         Apa sajakah sumber hukum Islam pada masa Khulafaurrasyidin?
3.         Apa sajakah sumber-sumber hukum Islam pada masa tabi�in?
4.         Apa sebab terjadinya perbedaan di kalangan sahabat?

     C.    Tujuan
1.         Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab perkembangan tasyri� pada masa Khulafaurrasyidin
2.         Untuk mengetahui sumber-sumber hukum Islam pada masa Khulafaurrasyidin
3.         Untuk mengetahui sumber-sumber hukum Islam pada masa tabi�in
4.         Untuk mengetahui sebab terjadinya perbedaan di kalangan sahabat

     D.    Manfaat Penulisan
1.         Mengetahui faktor penyebab perkembangan tasyri� pada masa Khulafaurrasyidin
2.         Mengetahui sumber-sumber hukum Islam pada masa Khulafaurrasyidin
3.         Mengetahui sumber-sumber hukum Islam pada masa tabi�in
4.         Sebab-sebab Terjadinya Perbedaan di Kalangan Sahabat


BAB II
PEMBAHASAN
 
      1.      Tasyri� pada Masa Khulafa� Ar-Rasyidin
            Periode ini dianggap sebagai periode pertama dalam pembentukan fiqh Islam. Periode ini berawal dari zaman wafatnya Rasulullah saw. dan menghadap Allah pada tahun 11 hujriah sampai akhir zaman khulafaurrasyidin pada tahun 40 hijriah dengan gaya dan corak tersendiri. Setelah hukum-hukum syariat yang ada agar dapat menjawab segaka perkembangan dan kejadian yang terus berlangsung dan tidak ada nash-nya dalam al-Quran atau sunnah.
Menghadapi kenyataan ini, para sahabat dengan kelebihan intelektualitas, kedalaman tingkat pemahaman dan keluasan analisis terhadap sasaran dan maqashid syariat dalam menghadapi setiap masalah, mereka adalah orang yang sangat mampu untuk menjalankan mandat fiqh ini apalagi mereka memiliki keuddukan yang mulia dalam jiwa kaum muslimin yang belum tentu dimiliki oleh orang-orang selain mereka seperti para tabi�in walaupun mereka juga memiliki kemampuan untuk menyelam seperti para sahabat.
Di bawah ini akan kami jelaskan tentang aspek-aspek terpenting yang menghubungkan semua fase ini.
a.         Definisi Sahabat
Adapun yang dimaksud sahabat menurut terminologi para ulama fiqh dan ushul fiqh adalah setiap orang yang pernah bertemu dengan Nabi saw. dalam status iman kepadanya, dan meninggal dunia dalam keadaan beriman pula.
Menurut pendapat yang kedua, jumlah para sahabat sangat banyak. Abu Zur�ah menuturkan bahwa ketika wafat, Rasulullah saw. meninggalkan 114.000 orang sahabat yang pernah meriwayatkan hadits Nabi saw. dalam riwayat lain termasuk orang yang pernah melihat dan mendengar dari Rasulullah saw. Abu Zur�ah ditanya. �Di mana mereka dan di mana mereka mendengar hadits Nabi?� ia menjawab. �Dia terlihat oleh penduduk Madinah, penduduk Mekah dan di antara keduanya, orang-orang Arab Badui, orang yang bersama Nabi saw. pada waktu haji wada�, dan setiap orang yang melihayt dan mendengar dari Nabi saw. di Arafah.�
b.         Kelebihan Para Sahabat dalam Memahami Syariat
Para sahabat memiliki keistimewaan tersendiri dalam memahami syariat Islam dibandingkan orang lain, disebabkan beberapa faktor sebagai berikut:
      Mereka sangat dekat dan bertemu langsung dengan Nabi saw. sehingga memudahkan mereka untuk mengetahui asbabun nuzul ayat dan hadits.
      Mereka memiliki tingkat pemahaman yang tinggi terhadap bahasa Arab yang merupakan bahasa Al-Quran sehingga mudah untuk memahami makna Al-Quran sebab diturunkan dengan bahasa Arab.
      Mereka menghafal Al-Quran dan sunnah Rasulullah saw. menjadi orang yang pertama mempelajari ilmu syariat dan hukumnya.
c.         Perbedaan dalam Memahami Syariat di Kalangan Sahabat
Walaupun para sahabat memiliki kemampuan khusus dan tingkat pemahaman istimewa dalam memahami syariat dan meng-istinbat hukum, namun bukan berarti ini berlaku untuk semua. Akan tetapi, mereka juga berbeda-beda dalam hal tingkat pemahaman, sebab mereka juga manusia biasa yang memiliki perbedaan dan kelebihan masing-masing.
Perbedaan ini disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya sebagai berikut:
      Perbedaan tingkat pemahaman terhadap bahasa. Ada orang yang paham dengan bahasanya sendiri, istilah-istilah asing yang ada dan cara pemakaiannya.
      Perbedaan dalam hal pergaulan dengan Rasulullah saw., sebab bergaul dengan baginda Rasulullah  berpengaruh terhadap tingkat pemahaman tentang asbab nuzul ayat dan sunah.
      Kemampuan dan kapasitas individu yang berbeda, diantaranya perbedaan dalam hal tingkat pemahaman, hafalan, mengeluarkan hukum (istinbat), dan kemampuan menerjemahkan isyarat dari nash-nash syariat.

      2.      Sumber Hukum Islam pada Masa Khulafa� Ar-Rasyidin
1.    Al-Quran
     Al-Quran adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Rasulullah saw. dengan lafal dan maknanya. Para sahabat sama sekali tidak pernah mendahului Al-Quran, karena ia adalah sumber pertama bagi pembentukan akidah Islam, akhlak yang mulia, dan hukum-hukum amal perbuatan termasuk juga bahasa.
     Pada zaman turunnya risalah, Al-Quran sudah selesai ditulis dan disusun surah dan ayatnya serta dihafal oleh para sahabat dan setelah terjadi peristiwa terbunuhnya sebagian sahabat penghafal Al-Quran dalam sebuah peperangan yang terjadi setelah Abu Bakar menjadi khalifah, kaum muslimin menyadari betapa pentingnya menghafal Al-Quran dan menjaganya dari kesirnaan. Pada zaman inilah Al-Quran pertama kali dibukukan, kemudian dilanjutkan pada zaman Utsman bin Affan untuk yang kedua kalinya disebabkan oleh perbedaan para penghafal Al-Quran terhadap sebagian bacaan sesuai dengan perbedaan logat, kemudian Utsman ingin menyatukan mereka dengan satu mushaf lalu ditulislah enam naskah dan salah satunya disimpan oleh beliau dan sisinya dibagikan ke seluruh negeri.
     Adapun manhaj para sahabar dalam meng-istinbat hukum dari Al-Quran adalah sebagai berikut:
     Jika ada masalah yang muncul dan memang sudah ada hukumnya serta kandungan dalilnya tepat maka mereka akan mengambil ayat ini tanpa bermusyawarah dengan siapa pun dan tidak ada perbedaan sama sekali diantara mereka dalam hal ini. Perbedaan terkadang muncul dalam beberapa hukum yang diambil dari Al-Quran walaupun tidak ada dalil yang menentangnya. Hal tersebut disebabkan oleh adanya nash yang memiliki makna lebih dari satu, seperti adanya kata musytarak (beragam makna), yaitu kata yang mengandung dua makna atau lebih, maupun kata yang bermakna majaz (kiasan).
Contoh kata quru� dalam firman Allah:


228. wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru'[142].
[142] Quru' dapat diartikan suci atau haidh. (QS. Al-Baqarah (2): 228)
     Kata tersebut adalahj bentuk jamak dari kata tunggal qar�un yang bisa diartikan haidh dan bisa pula diartikan suci. Penyebab lainnya adalah karena adanya kata yang mengandung bias pengertian antara hakikat syar�i dan kiasan bahasa, sebagaimana pada kasus pernamaan kakek dengan kata ayah dalam firmah Allah:


38. Dan aku pengikut agama bapak-bapakku Yaitu Ibrahim, Ishak dan Ya'qub. (QS. Yusuf (12): 38)
     Termasuk juga dalam hal ini ada dua nash yang membahas satu masalah tanpa diketahui secara pasti mana yang pertama dari keduanya, sebagaimana firman Allah dalm Surah Al-Baqarah ketika menjelaskan masa iddah wanita yang ditanggal mati suaminya.

234. Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah Para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber'iddah) empat bulan sepuluh hari. (QS. Al-Baqarah (2): 234)
     Dan firmah Allah dalam surah Ath-Thalaq ketika menjelaskan masa iddah wanita hamil:


4. Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. (QS. Ath-Thalaq (65): 4)
     Kedua ayat ini menjelaskan tentang masa iddah wanita hamil yang ditinggal oleh suaminya.
2.    As-Sunnah
     Para sahabat selalu kembali dan mengacu kepada As-Sunnah dalam meng-istinbat hukum manakala tiodak menemukan nashdalam kitab Allah, karena A-Sunnah adalah sumber yang kedua bagi perundang-undangan Islam setelah Al-Quran.
     Mengingat As-Sunnah pada saat itu belum dibukukan, maka yang menjadi rujukan mereka adalah hafalan para sahabat. Namun para sahabat juga memiliki tingkat kekuatan hafalan, pemahaman, dan keadilan yang berbeda-beda. Oleh karena itu, mereka sangat berhati-hati dalam periwayatan As-Sunnah karena takut manusia meninggalkan Al-Quran dan takut terjatuh dalam dusta kepada Rasulullah saw. Mereka tidak menerima suatu hadits kecuali jika ada yang bersaksi selain yang meriwayatkannya. Selain itu, mereka juga meminta sumpah dari perawi hadits dan mereka tidak suka memperbanyak periwayatan hadits.
     Adapun cara sahabat dalam mengamalkan sunnah pada zaman ini adalah jika ada hadits dan perawinya yakin karena ia memang mengetahuinya, atau karena perawinya bisa dipercaya (tsiqah), atau ada yang memberi persaksian dan tidak diketahui bahwa ia sudah meninggal sebelum periwayatan, atau tidak ada yang menentangnya maka dalam keadaan ini mereka tidak akan ragu-ragu untuk menerima dan mengamalkan dan berfatwa dengannya.
3.    Ijma�
     Ijma� adalah kesepakatan para mujtyahid dari umat Nabi Muhammad saw. dalam satu zaman tentang satu masalah syariat. Kata mujtahid mengecualikan kesepakatan yang dilakukan oleh selain mereka, misalnya kesepakatan orang awam atau muqallid (yang hanya ikut-ikutan) yang ini tidak dianggap. Ijma� juga harus berasal dari semua mujtahid, sehingga kesepakatan sebagian ulama saja tidak dianggap ijma�. Selain itu, kata zaman berarti bahwa kesepakatan yang melahirkan ijma� adalah kesepakatan setiap mujtahid yang ada pada suatu zaman tertentu dan tidak disyaratkan harus kesepakatan semua mujtahid sepanjang zaman sebab hal ini tidak mungkin terjadi.
     Para ulama berdalil atas keabsahan ijma� sebagai sumber hukum, antara lain dengan firman Allah swt.:
  
�Dan Barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu[348] dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali�.

[348] Allah biarkan mereka bergelimang dalam kesesatan.
4.    Ra�yi (Pendapat Pribadi)
     Yang dimaksud dengan ra�yi (ijtihad) adalah mencurahkan segala upaya dalam rangka mencari hukum dan mengeluarkannya dari dalil yang sudah terperinci, baik dalil berupa nash dari Al-Quran atau sunnah atau berupa hal yang darurat.
     Adapun sikap para sahabat terhadap ra�yi (pendapat pribadi), mereka bukan termasuk orang yang terbiasa dengan cara seperti ini, walaupun banyak masalah yang mereka hadapi yang tidak ada nashyang pasti, baik dari Al-Quran atau sunah. Pada mulanya mereka ragu untuk menggunakan cara ini, namun keraguan itu sedikit demi sedikit hilang terutama ketika mereka bermusyawarah untuk mengumpulkan Al-Quran. Dan setelah itu barulah mereka mulai leluasa menggunakan cara ini, termasuk ketika mereka menghadapi berbagai permasalahan besar terutama dalam bab fiqh selain bab ibadah dan cara mereka dengan ra�yi juga beragam dan masing-masing mempunyai  nama khusus setelah itu �seperti yang akan dijelaskan ketika membahas tentang fase kedua dari fase ini �berupa qiyas, istihsan, maslahat mursalah dan adat, walaupun sebagian besar pendapat yang mereka gunakan pada dasarnya berlandaskan pada kemaslahatan.

      3.      Sumber Hukum Islam pada Masa Tabi�in
 Abu Bakar As-Shiddiq R.a
            Setelah Nabi saw. berpulang kehadirat Allah, permasalahan politik muncul. Umat Islam mulai kebingungan mencari pengganti Nabi dan terjadi perselisihan antara Kaum Muhajirin dan Kaum Anshar. Ditambah lagi dalam kelompok �pembela keluarga Nabi� yang menjadi embrio dari madhab Syi�ah dan Hawarij. Perpecahanpun hampir terjadi ditubuh kaum muslimin. Dan akhirnya terselamatkan dengan diangkatnya Abu Bakar sebagai Khalifah pertama atas dasar kesepakatan Kaum Anshar dan Kaum Muhajirin dan menjadi dasar hukum pengangkatan pemimpin dalam pemerintahan pasca Nabi.
            Pada masa Abu Bakar, masalah keberagamaan umat Islam timbul dengan adanya sebagian kecil kaum muslimin pindah keyakinan �murtad�. Merekapun langsung diperangi oleh Abu Bakar dengan mendapat legitimasi dari hadits. Kemudian persoalan lainnya adalah kelompok orang yang engan membayar zakat. Dengan sikap keras beliau memerangi mereka agar menunaikan kewajiban membayarnya. Beliau berpikir bahwa dengan kekerasanlah mereka akan menunaikan kewajiban membayar zakat. Disamping itu, persoalan itu yang muncul adalah permasalahan hukum yang menyangkut pranata sosial seperti kasus hukum waris dan lain sebagainya.
            Persoalan lain yang tidak kalah penting adalah pembukuan Al-Quran pada masa Abu Bakar yang menguras banyak energi dalam menyelasaikannya. Berawal dari banyaknya khuffadz Al-Quran yang meninggal pada peperangan Yamamah mereka mulai memikirkan keberadaan Al-Quran jika tidak dibukukan. Atas dasar dorongan Umar Ibn Khatab, khalifah pertama ini mengumpulkan Al-Quran dengan berdasarkan pada kemaslahatan umat muslim dalam menjaga agamanya.
Umar Bin Khattab
Setelah Umar bin Khattab mengantikan Abu Bakar sebagai khalifah, beliau melanjutkan apa yang dicita-citakan Abu Bakar untuk menyebarkan islam ke berbagai wilayah. Umar pun mampu melaksanakannya dengan menguasai beberapa daerah seperti persia, syiria, kuffah, basrah, mesir dan armenia. Islam pun menyebar sehingga banyak orang mawalli (bukan orang arab) bnyak yang masuk islam dengan beraneka latar belakang kehidupan sosial budaya.
Disamping itu, berbagai persoalan banyak bermunculan setelah terjadinya penyebaran islam ke berbagai daerah yang memiliki sosio historis berbeda dengan bangsa arab. Ditambah lagi dengan munculnya persoalan sunnah nabi yang datang dari umat islam sendiri dan dari kelompok lain (munafiq). Dari dalam umat islam sendiri banyak hadist yang berubah karena faktor lupa dan keliru dalam menerima dan menyampaikannya. Sedangkan dari kelompok munafik, mereka sengaja melakukan pendustaan dan kebathilan dalam sunnah dengan maksud merusak agama islam. Oleh karena itu pada masa Umar, para sahabat dilarang keluar dari madinah agar tidak menyebarkan hadist secara sembarangan dan dapat melakukan musyawarah dalam menghadapi persoalan hukum yang penting
Faktor-Faktor Perkembangan Tasyri� Pada Periode Ini Adalah :
1)                  Kebanyakan umat Islam adalah orang awam yang belum mampu memahami nas-nas Al-quran dan hadist kecuali dengan bantuan orang-orang yang mengajarkan kepadanya.
2)                  Materi undang-undang tersebut belum tersebar luas dikalangan umat Islam sehingga setiap individu belum dapat mempelajarinya, sebab teks Al-Qur'an pada awal periode ini baru dihimpun dalam lembaran-lembaran khusus yang disimpan di rumah kediaman Rasulullah saw dan di rumah sebagian sahabat-sahabatnya, dan sunnah pun belum dikodifikasikan sama sekali.
3)                  Materi undang-undang hanya mensyariatkan hukum-hukum tentang berbagai peristiwa dan urusan-urusan peradilan yang terjadi itu dan belum mensyariatkan hukum-hukum tentang peristiwa yang belum dan yang mungkin akan terjadi. Sementara umat Islam terus menerus akan dihadapkan oleh sejumlah kebutuhan hukum tentang kejadian baru serta urusan peradilan yang belum pernah terjadi pada masa Nabi saw, dan ketetapan hukumnya pun belum ada dirumuskan dalam nash-nash.
Sehubungan dengan hal tersebut diatas, maka para ulama dari kalangan sahabat dan tokoh-tokoh pada periode ini berkewajiban menegakkan Tasyri� itu. Kewajiban tersebut berupa:
      1.     Menjelaskan kepada umat Islam tentang persoalan-persoalan yang membutuhkan penjelasan dan interpretasi dari teks-teks hukum dalam Al-Qur'an dan sunnah.
      2.      Menyebarluaskan di kalangan umat Islam tentang hal-hal yang mereka hafal dari ayat-ayat Al-Qur'an dan hadits-hadits Rasulullah saw.
3.      Menfatwakan kepada masyarakat tentang peristiwa-peristiwa hukum dan urusan-urusan peradilan yang belum ada ketetapan hukumnya.
Sumber-Sumber Tasyri Pada Masa Khalifah Umar Bin Khattab
o    Al-Quran
Ini adalah sumber pertama bagi penentuan aqidah Islam, akhlak yang mulia, dan hukum- hukum amal perbuatan termasuk juga bahasa.
o    Al-Hadits
Para sahabat selalu kembali dan mengacu kepada Hadist dalam mengishtinbatkan hukum ketika tidak menemukan nash dalam Al- Qur�an, karena Hadist adalah sumber hukum kedua setelah Al-Qur�an.
o    Ijtihad Sahabat
Jika dalam suatu permasalahan yang muncul itu tidak ditemukan hukumnya dalam Al-Quran maupun Hadits, maka para sahabat pun berijtihad dengan menggunakan Ra�yu / buah pemikiran mereka. ijtihad adalah mencurahkan segenap kesungguhan dalam penggalian hukum syar�i yang bersumber dari Al-Quran dan Al-Hadits yang telah ditetapkan sebagai dalil hukum.
Kemajuan-Kemajuan Yang Dicapai Khalifah Umar Bin Khattab
Selama pemerintahan Umar, kekuasaan Islam tumbuh dengan sangat pesat. Islam mengambil alih Mesopotamia dan sebagian Persia dari tangan dinasti Sassanid dari Persia (yang mengakhiri masa kekaisaran sassanid) serta mengambil alih Mesir, Palestina, Syria, Afrika Utara dan Armenia dari kekaisaran Romawi (Byzantium). Saat itu ada dua negara adi daya yaitu Persia dan Romawi. Namun keduanya telah ditaklukkan islam pada jaman Umar. Sejarah mencatat banyak pertempuran besar yang menjadi awal penaklukan ini. Pada pertempuran Yarmuk, yang terjadi di dekat Damaskus. 20 ribu pasukan Islam mengalahkan pasukan Romawi yang mencapai 70 ribu dan mengakhiri kekuasaan Romawi di Asia Kecil bagian selatan.
Ada beberapa perkembangan peradaban Islam pada masa khalifah Umar bin Khathab, yang meliputi Sistem pemerintahan (politik), ilmu pengetahuan, sosial, seni, dan agama.
1.        Perkembangan Politik
Pada masa khalifah Umar bin khatab, kondisi politik islam dalam keadaan stabil, usaha perluasan wilayah Islam memperoleh hasil yang gemilang. Karena perluasan daerah terjadi dengan cepat, Umar Radhiallahu �anhu  segera mengatur administrasi negara dengan mencontoh administrasi yang sudah berkembang terutama di Persia. Perluasan penyiaran Islam ke Persia sudah dimulai oleh Khalid bin Walid pada masa Khalifah Abu Bakar, kemudian dilanjutkan oleh Umar.
2.        Perkembangan Ekonomi
Karena perluasan daerah terjadi dengan cepat, dan setelah Khalifah Umar mengatur administrasi negara dengan mencontoh administrasi yang sudah berkembang terutama di Persia. Pada masa ini juga mulai diatur dan ditertibkan sistem pembayaran gaji dan pajak tanah. Pengadilan didirikan dalam rangka memisahkan lembaga yudikatif dengan lembaga eksekutif. Untuk menjaga keamanan dan ketertiban,
3.        Perkembangan Pengetahuan
Pada masa khalifah Umar bin Khatab, sahabat-sahabat yang sangat berpengaruh tidak diperbolehkan untuk keluar daerah kecuali atas izin dari khalifah dan dalam waktu yang terbatas. Jadi kalau ada diantaa umat Islam yang ingin belajar hadis harus perdi ke Madinah, ini berarti bahwa penyebaran ilmu dan pengetahuan para sahabat dan tempat pendidikan adalah terpusat di Madinah.
4.        Perkembangan Sosial
Pada masa Khalifah Umar ibn Khatthab ahli al-dzimmah yaitu penduduk yang memeluk agama selain Islam dan berdiam diwilayah kekuasaan Islam. Al-dzimmah terdiri dari pemeluk Yahudi, Nasrani dan Majusi. Mereka mendapat perhatian, pelayanan serta perlindungan pada masa Umar. Dengan membuat perjanjian, yang antara lain berbunyi ;
Keharusan orang-orang Nasrani menyiapkan akomodasi dan konsumsi bagi para tentara Muslim yang memasuki kota mereka, selama tiga hari berturut-turut.
5.        Perkembangan Agama
keadaan agama Islam pada masa Umar bin Khatthab sudah mulai kondusif, dikarenakan karena kepemimpinannya yang loyal, adil, dan bijaksana. Pada masa ini Islam mulai merambah ke dunia luar, yaitu dengan menaklukan negara-negara yang kuat, agar islam dapat tersebar kepenjuru dunia.
 Utsman bin Affan
Pada khalifah Utsman  bin Affan Al-Quran sudah dibukukan, setelah dipertimbangkan akan kemaslahatannya yang lebih besar. Adapun sumber hukum Islam yang kedua adalah hadits yang ketika itu belum dibukukan, sebab dikhawatirkan akan bercampur dengan Al-Quran. Meski demikian upaya untuk pemeliharaan tetap dilakukan sehingga kebenaran riwayatnya dapat dijamin.
Utsman bin Affan hanya dipanggil �khalifah� saja karena akan terlalu panjang gelar yang akan disematkan kepadanya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi fiqh periode ini
o  Tragedi pembunuhan Utsman pada awal masa kekhalifahan Utsman. Espedisi militer terus digalakkan sehinggal wilayah Islam terus meluas dari ujung barat hingga timur Arabi. Namun, pada pertengahan kepemimpinannya, Utsman ditunjuk sebagai khalifah pada usia 70 mulai mengalami kelemahan fisik. Hal ini berimbas pula pada kelemahan kepemimpinan. Kebijakan-kebijakannya terkesan nepotis dengan banyak mengangkat keluarganya sendiri sebagai pejabat pemerintahan, posisi penting dalam pemerintahannya diserahkan kepada keluarga Bani Umayyah. Sikap politik Utsman ini menuai reaksi keras dari beberapa pihak yang paling kontroversial adalah pengangkatan Marwan Ibn Al-Hakam sebagai sekretaris negara. Beberapa tokoh mendesak Utsman untuk mundur, namun Utsman menolak. Ali mengingatkan Utsman untuk kembali pada kebijakan Abu Bakar dan Umar. Namun Utsman merasa ada yang keliru dalam langkahnya, situasi semakin memanas pada tahun 35 H/ 656 M. Pasukan dari Mesir, Bashrah, Kufah bergerak mereka berdalih hendak menunaikan ibadah haji namun ternyata mengepung Madinah kemudia para tentara tersebut berkualisi mendesak untuk mundur dari jabatannya. Para perajurit mengepung Madinah terutama kediaman Utsman selama 40 hari. Ditengah suasana tidak menentu, Muhammad Ibn Abi Bakar menerobos masuk kerumah Utsman dan memukulnya. Setelah itu, para penyerbu lainnya masuk dan membantai Utsman dan keluarganya. Pada tanggal 8 Dzulhijjah 35 Hijriah, Utsman seorang diantara sepuluh orang yang dijanjikan sebagai penghuni surga oleh Rasulullah menghembuskan nafas terakhirnya diatas mushaf yang sedang dibacanya.
Ali bin Abi Thalib
Setelah Utsman bin Affan wafat, warga Madinah dan tiga pasukan dari Mesir, Bashrah dan Kufah bersepakat memilih Ali Ibn Abi Thalib sebagai khalifah. Namun Muawiyah menolak. Ia bersikeras tidak mau membai�at Ali sebelum pembunuh Utsman dihukum. Mendapati penolakan ini, Ali berencana menggempur muawiyah. Rancana ini ternyata menuai protes dari sejumlah sahabat penting, mereka menyarankan agar Ali menunda rencananya menyerang Muawiyah tapi Ali bersikeras. Maka, terjadilah peristiwa menyedihkan itu, perangn antara umat Islam yang anyir darahnya tidak bisa dibasuh dengan apapun juga. Sekitar 1000 orang tewas dalam peperangan ini.
Semasa pemerintahannya, sayyidina Ali tidak dapat berbuat untuk mengembangkan hukum Islam. Karena keadaan negara tidak stabil, banyak perpecahan yang serius dalam tubuh umat Islam yang bermuara pada perang saudara sehingga menimbulkan beberapa kelompok diantaranya ASWAJA  (Sunni) yaitu kelompok umat Islam yang berpegang teguh pada sunah nabi Muhammad dan Syi�ah yaitu pengikut Ali bin Abi Thalib. Perpecahan antara dua kelompok ini dimulai dengan perbedaan pendapat mengenai masalah politik yakni siapakah yang berhak menjadi khalifah, kemudian disusul dengan masalah pemahaman akidah, pelaksanaan ibadah, sistem hukum dan kekeluargaan, sumber hukum Islam dimasa khulafaurrasyidin ini adalah Al-Quran, sunah, ijma�, sahabat dan qiyas.
Kedudukan Ijtihad dan Ruang Ijtihad Sahabat
Diantara pendapat Ali bin Abi Thalib adalah pertama, dalam Al-Quran tedapat larangan meminum khamar yang keharamannya ditetapkan secara berangsur-angsur. Akan tetapi, dalam tiga ayat tersebut tidak terdapat sanksi bagi yang melanggar keharaman tersebut. Sanksi bagi peminum khamar adalah delapan puluh kali jilid karena pelanggaran atau tindakana meminum khamar diqiyaskan kepada penuduh zina (qadzt).

      4.      Sebab-sebab Terjadinya Perbedaan di Kalangan Sahabat
            Perbedaan yang terjadinya di antara para sahabat dalam masalah hukum syariat bukan disebabkan oleh hawa nafsu pribadi atau karena intrik pribadi. Namun, karena membahas urusan agama berdasarkan ilmu dan ijtihad yang ditopang oleh dalil sehingga tidak ada cela bagi mereka karena semuanya kembali kepada faktor yang memang tidak dapat dihindari, dan mereka tidak ada kemampuan untuk memenuhi semuanya.
Semua sebab ini dapat diringkas sebagai berikut:
o  Nash yang ada bersifat zhanni ad-dalalah (kandungan dalil yang masih belum pasti)
o  Sunnah belum dibukukan

Perbedaan Sahabat dalam Berijtihad
     Perbedaan ini terjadi disebabkan faktor domisili terutama setelah penaklukan kota Mekah. Jika seorang sahabat tidak menemukan nash, baik dalam Al-Quran atau sunnah dalam satu masalah, ia akan berijtihad untuk menetukan hukum syariatnya dengan tetap mempertahankan aspek kemaslahatan orang banyak, membawa manfaat dan menolak mudarat, dan memenuhi segala hajat serta kemaslahatan umum yang sedikit banyaknya berbeda dari satu negeri dengan negeri yang lain. Apa yang dihadapi oleh Abdullah bin Mas�ud di Kufah, belum tentu dihadapi oleh Abdullah bin Umar di Madinah, sama dengan Muawiyah yang berada di negeri Syam. Jadi, perbedaan lingkungan dapat menyebabkan terjadinya perbedaan cara berpikir bagi menentukan satu maslahat, termasuk motivasi seorang mujtahid ketika menentukan hukum syar�i bagi masalah tertentu.
Karakteristik Tasyri� pada Zaman Sahabat
     Tasyri (perundang-undangan) pada masa sahabat mnemiliki karakteristik dan keistimewaan sebagai berikut:
o  Fiqh pada zaman ini sangat sejalan dan serasi dengan segala permasalahan yang muncul, tidak hanya terbatas pada apa yang pernah ada pada masa kerasulan.
o  Pada zaman ini Al-Quran telah dibukukan dan mushaf disentralisasikan yang dengannya kaum muslimin terhindar dari pertikaian tentang sumber utama bagi syariat Islam yang sebelumnya mereka terpecah kepada beberapa kelompok
o  Pada zaman ini hadits belum diriwayatkan seperti sekarang, kecuali jika ada keperluan mendesak seperti ingin mengetahui tentang hukum satu masalah, periwayatan tidak begitu digemari kecuali pda akhir-akhir zaman ini ketika para sahabat berpencar di berbagai pelosok negeri yang baru ditaklukkan.
o  Pada zaman ini muncul satu sumber baru bagi perundang-undangan Islam, yaitu Ijma� dan itu sering terjadi karena memang mudah untuk dilakukan dan semua asbabnya memadai seperti yang sudah kamu jelaskan.
o  Pada zaman ini banyak terjadi ijtihad yang berlandaskan kepada pemahaman tentang illat hukum baik atau tidaknya.
o  Para sahabat tidak mewariskan fiqh yang tertulis yang dapat dirujuk namun mereka hanya mewariskan fatwa dan hukum yang tersimpan dalam dada para sahabat dan disampaikan kepada kita dengan cara periwayatan.



BAB III
PENUTUP
       1.      Kesimpulan
Periode ini dianggap sebagai periode pertama dalam pembentukan fiqh Islam. Periode ini berawal dari zaman wafatnya Rasulullah saw. dan menghadap Allah pada tahun 11 hujriah sampai akhir zaman khulafaurrasyidin pada tahun 40 hijriah dengan gaya dan corak tersendiri. Setelah hukum-hukum syariat yang ada agar dapat menjawab segaka perkembangan dan kejadian yang terus berlangsung dan tidak ada nash-nya dalam al-Quran atau sunnah.
Sumber hukum Islam pada masa khulafaurrasyidin yaitu Al-Quran, As-Sunnah, Ijma�, Ra�yi (pendapat pribadi).
Perbedaan yang terjadinya di antara para sahabat dalam masalah hukum syariat bukan disebabkan oleh hawa nafsu pribadi atau karena intrik pribadi. Namun, karena membahas urusan agama berdasarkan ilmu dan ijtihad yang ditopang oleh dalil sehingga tidak ada cela bagi mereka karena semuanya kembali kepada faktor yang memang tidak dapat dihindari, dan mereka tidak ada kemampuan untuk memenuhi semuanya.
Semua sebab ini dapat diringkas sebagai berikut:
o  Nash yang ada bersifat zhanni ad-dalalah (kandungan dalil yang masih belum pasti)
o  Sunnah belum dibukukan
      2.      Saran
Dengan selesainya makalah ini, penulis berharap kepada semua pihak terutama dosen pengampu mata kuliah Tarikh Tasyri� agar memberikan respon positif terhadap makalah ini. Penulis sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kategori sempurna. Maka dari itu, masukan dan kritikan yang membangun atas kesempurnaan makalah ini sangat penulis harapkan.

DAFTAR PUSTAKA
Khalil, Rasyad Hasan. 2009. Tarikh Tasyri�. Jakarta: AMZAH
Bik, Hudhari. 1980. Tarjamah Tarikh Al-Tasyri� Al-Islami. Semarang: DAARUL IHYA