Sunday, 5 June 2016

Kejujuran Dalam Perspektif Hadits




Kejujuran Dalam Perspektif Hadits
Andy Hadiyanto
1. Pendahuluan
Salah satu anugerah terbaik yang diberikan Islam kepada umat manusia adalah ajaran
-
ajaran dan konsep
-
konsep tentang akhlak mulia dan perilaku yang baik. Islam melalui wahyu
memberikan pengu
atan terhadap nilai
-
nilai luhur yang dimiliki manusia sebagai fithrah, agar
manusia senantiasa berada dalam kesadaran yang benar. Kesadaran yang benar tersebut akan
menimbulkan perilaku yang benar, dan selanjutnya akan membimbing manusia untuk memiliki
bu
daya prilaku (moral/ akhlaq) yang benar.
Di samping memberikan penguatan (
) terhadap nilai
-
nilai dan konsep
-
konsep luhur
yang telah dimiliki oleh kesadaran manusia, Islam datang untuk mengingatkan manusia yang
-
mungkin karena pengaruh hawa nafsu
-
lu
pa dan lalai akan nilai
-
nilai luhur tersebut. Islam hadir
untuk membangkitkan kembali kesadaran luhur yang mungkin telah dilalaikan akibat
kemaksiyatan yang dilakukan manusia. Islam kembali menginformasikan konsep
-
konsep luhur
tersebut supaya manusia kemba
li ingat dan kembali mengikuti hati nurani (akal sehat) dalam
menempuh kehidupan.
Bagian terdepan dari nilai
-
nilai dan konsep
-
konsep luhur yang ditegaskan dan
diinformasikan ulang lewat wahyu Islam adalah kejujuran/ kebenaran (
), karena kejujuran
adalah keutamaan yang paling utama dan pangkal segala akhlaq dan perilaku yang mulia
1
.
Kebesaran dan kedudukan muilia kejujuran ditunjukkan oleh banyaknya ayat dalam Al Qur‟an
dan hadits
-
hadits yang diriwayatkan dari Nabi. Al Qur
‟an mensejajarkan antara iman, taqwa,
dan kejujuran sebagaimana dijelaskan dalam firman Nya :
“ wahai orang
-
orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah dan jadilah kalian termasuk orang
-
orang
yang jujur”
Bahkan Al Qur‟an mengisyaratkan bahwea salah satu syarat kenabian adalah adanya sifat
jujur dalam pribadinya, seperti dalam ayat
-
ayat:
1)
( Yusuf wahai orang yang jujur
-
Q.S Yusuf 46)
1
Muh. Abdul Aziz Al Khuli,
Al Adab An Nabawy
, (Beirut: Dar Al Fikr, TT), h. 150
)
(ingatlah Ibrahim, ia adalah seorang yang jujur dan
nabi
-
Q.S. Maryam 41)
3)
(ingatlah Ismail, ia adalah orang yang
benar janjinya, ia adalah seorang nabi dan rasul
-
Q.S Maryam 54)
Demikianlah, Yusuf, Ibrahim, Ismail, Muhammad dan nabi
-
nabi lainnya tentunya, adalah orang
orang yang jujur dan benar, oleh karena itu salah satu sifat wajib nabi adalah “ash shidq
(kejujuran)”.
As sunnah sebagaimana Al Qur‟an juga banyak membahas dan me
njelaskan tentang
kejujuran dan kebohongan (sebagai lawan kejujuran). Dalam kedudukannya sebagai penjelasan
Al Qur‟an, kiranya perlu dilakukan kajian mendalam terhadap hadis
-
hadis Nabi yang berbicara
tentang kejujuran agar diperoleh deskripsi yang jelas te
ntang makna, kedudukan, manfaat, dan
fungsionalisasi kejujuran dalam kehidupan.
Kajian seperti semakin bertambah penting di tengah fenomena keberagamaan umat Islam
dewasa ini yang cenderung menyepelekan konsep
-
konsep akhlaq mulia, terlebih lagi konsep
keju
juran. Menurut hemat penulis sikap menyepelekan nilai
-
nilai agama tersebut terjadi karena
reduksi terhadap makna nilai
-
nilai akhlaq tersebut. Pereduksian makna tersebut terjadi karena
ketidaktahuan
(
) atau sikap masa bodoh (
).
Bertolak dari uraian di atas, maka makalah ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan
menganalisis makna kejujuran, manfaat, dan fungsionalisasinya dalam kehidupan dengan
mendasarkan pada penjelasan
-
penjelasan yang bers
umber dari Sunnah (hadits) sebagai pedoman
fungsionalisasi Al Qur‟an.
2. Pembahasan
A. Makna Kejujuran
Kejujuran yang dibicarakan dalam makalah ini merupakan terjemahan umum dari itilah
bahasa Arab “ ash shidq (
). Agar didapatkan pengertian ya
ng tepat tentang kata ash shidq ,
maka pada bagian ini perlu diuraikan pengertian dan gagasan dasar dari kata shidq tersebut, baik
secara etimologis ataupun terminologis.
Secara etimologis kata shidq adalah bentuk gerund (mashdar) dari verba (fi‟il)
-
yang berarti: lawan dari bohong (
), awalnya ia dipergunakan untuk ucapan
-
ucapan
informatif, yaitu kesesuaian antara informasi dengan kenyataan, atau kesesuaian antara
pernyataan lisan dengan kenyataan (
)
2
. Dalam kamus
Arab dwi bahasa (Arab
Inggris) didadaptkan bahwa ash shidq dipadankan dengan kata
-
kata:
truth
(kebenaran),
trueness
(betul/ benar),
truthfulness
(keadaan yang sebenarnya),
sincerrity
( ketulusan, kesungguhan
hati),
candor
( keterusterangan),
veracity
(kejujuran, ketelitian),
correctness
( cara yang benar/
kebenaran),
truly
(sungguh
-
sungguh),
realy
(benar
-
benar, sungguh
-
sungguh)
3
.
Secara terminologis didapati bahwa ash shidq bermakna : 1) kesesuaian antara yang
dipersepsi dengan kenyataan, 2) kesesuaia
n antara informasi yang disampaikan dengan
kenyataan, 3) kesesuaian antara lisan, pikiran, dan perbuatan
4
. As Shidq juga dimaknai sebagai :
1) ketegasan dan kemantapan hati, 2) sesuatu yang baik yang tidak dikotori oleh kebohongan dan
pengurangan
5
.
Dalam t
asawuf
ash shidq
dimaknai sebagai : 1)kesesuaian antara yang nampak dan tidak
nampak, 2) perkataan yang benar dalam situasi yang membahayakan sekalipun, 3) loyalitas
kepada Allah melalui amal, 4) tidak adanya kotoran dalam
hal
(suasana ruhani), 5) tidak a
danya
keraguan dalam keyakinan dan tidak adanya cacat dalam amalan
6
. Dalam perspektif tasawuf ash
shidq meliputi aspek mental (
) dan moral (
), ia merupakan pilar segala kebaikan dan
merupakan perkembangan dari “al ma‟rifah (pencerahan ruh
ani)”
7
.
Berdasarkan keterangan
-
keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa
ash shidq
(kejujuran) adalah sikap mental dan moral (budaya/ kebiasaan) yang mengedepankan kebenaran,
kesungguhan, keterusterangan, dan ketulusan. Seseorang dikatakan jujur apabila d
alam
menginformasikan sesuatu atau mengatakan sesuatu, ia senantiasa obyektif dan apa adanya
sesuai dengan fakta. Seseorang dikatakan jujur dalam berbuat apabila ia melakukan perbuatan
tersebut secara sungguh
-
sungguh dan tulus sesuai dengan kebenaran yang
diyakininya. Sesorang
2
lihat misalnya: Ibn Manzhur
, Lisan Al Arab
jilid 10, (Beirut: Dar Al Fikr, 1990), h. 193, atau Al Jurjani,
At
Ta’rifat
, (B
eirut: Dar Al kutub Al Araby, 1996), h. 174
-
3
Hans Wehr,
A Dictionary Of Modern Written Arabic,
(Beirut: Libraire Du Liban, 1980), h. 509, makna serupa bisa
pula dilihat pada : Ar Raghib Al Isfahani,
Mu’jam Mufradat Alfaz Al Qur’an,
(Beirut: Dar Al Fikr, T
T), hh. 284
-
285
4Qutb Musthafa sanu, Mu’jam Mushthalahat Ushul Fiqh, (beirut: Dar Al Fikr,al Mu‟ashir, 2001), h. 256
5Sa‟di Abu Jaib, Al Qomus Al Fiqhy Lughatan was thilahan, (Beirut: Dar Al Fikr, 1998), h. 209
6Al Jurjani, Op.Cit, h. 151, atau Al Qusyairy, ar Risalah Al Qusyairiyah, (Beirut: ......................)
7Hasan As Syarqawi, Mu’jam Afazh As Shufiyah, (Kairo: Mu‟asasah Mukhtar, 1987), h. 189
dikatakan jujur dalam keyakinan apabila loyalitasnya kepada kebenaran yang diyakininya benar
-
benar murni, sungguh
-
sungguh, dan tulus.
Orang yang bersikap shidq (jujur) disebut
shadiq
(
) atau
shiddiq
(
). Ada
beberapa pendapat
tentang perbedaan antara
shadiq
dan
shiddiq
,
shadiq
adalah orang memiliki
sifat (berbuat) jujur/ benar dalam salah satu aspek kejujuran saja (seperti dalam ucapan saja, atau
dalam perbuatan saja), sedangkan
shiddiq
apabila orang tersebut jujur dalam sel
uruh aspek
kehidupannya
8
. Adapula yang berpendapat bahwa
shadiq
apabila sikap jujur tersebut muncul
secara temporal dan belum menjadi
habit
, artinya ia seringkali berlaku jujur tetapi pada saat
-
saat
tertentu iapun berlaku tidak jujur, sebaliknya
shiddiq
ad
alah orang selalu jujur artinya kejujuran
tersebut telah menjadi
habit
nya
9
B. Pembagian Kejujuran
Imam Al Ghazali sebagaimana dikutip oleh Shafwat Abdul Fatah membagi sikap jujur ke
dalam enam jenis, yaitu :
10
1) Jujur dalam Lisan, berarti :
-
memberi i
nformasi yang benar (
)
-
menepati janji (
)
-
mendeskripsikan dengan benar dan tepat (
) dan tidak didasari oleh
zhonn
-
meminta atau bertanya sesuatu secara sungguh
-
sungguh, tidak untuk mempermainkan
atau menguji.
2) Jujur dalam berniat dan
berkehendak , yaitu apabila niat dan kehendak tersebut dilakukan
dengan ikhlas semata
-
mata untuk mencari ridho Allah.
3) Jujur dalam berobsesi atau bercita
-
cita, yaitu tekad yang kuat, sungguh
-
sungguh, dan tulus
untuk melakukan kebaikan, untuk membuktikan
kebenaran yang diyakininya.
8
Sa‟d Riyadh,
‘Ilm An Nafs Fii al Hadits as Syarif,
(Kairo: Mu‟asasah Iqra‟ , 2004), h.
82
9
Muh. Abdur rauf al Munawi,
Attawaquf ‘ala Muhimmah at ta’ariif,
(Beirut: Dar Al Fikr, 1990), h. 451
10
Shafwat Abdul Fattah,
Asshidq wa Atsaruhu fi Hayah al fard wa Al Ummah
terj.
Mungkinkah Kita jujur
,
(
Jakarta:
Gema Insani , 2004), hh. 20
-
26, lihat
pula : Sa‟d Riyadh,
Op.Cit,
h. 82
) Jujur dalam menepati obsesi, apabila berjanji dan berobsesi ia tidak hanya berhenti pada tekad
atau angan
-
angan saja, tetapi ia bersungguh
-
sungguh pula untuk merealisasikan cita
-
cita tersebut.
5) Jujur dalam beramal, yaitu b
erbuat secara sungguh
-
sungguh dan tulus sehingga tidak terjadi
gap antara teori (isi hati) dan praktek (amaliah sehari
-
hari).
6) Jujur dalam Stasiun
-
stasiun ruhani (
), yaitu kesungguhan dan ketulusan dalam
menempuh proses
proses pensucian diri agar
dapat mendekatkan diri pada Tuhan. Kejujuran
jenis ini terlihat pada kesungguhan dalam: takut kepada Tuhan (
), berharap (
), zuhud
(
), dan berserah diri (
), dan sebagainya.
Sedangkan kejujuran dalam penggunaan Al Qur‟an memiliki beb
erapa cakupan
sebagaimana terlihat dalam ayat
-
ayat berikut:
1. Pengaruh dalam kebaikan (kejujuran) (
), lihat Q.S. 10 ayat 2
2. Kedudukan yang baik (
), lihat Q.S 10 ayat 93
3. Awal dan akhir yang baik (
), lihat Q.S 17 ayat 8
0
4. Kenangan yang baik, buah bibir, perkataan yang baik (
), lihat Q.S 19 ayat 50
5. Kebenaran obyektif (
), lihat Q.S 6 ayat 115
6. Memenuhi janji (
), lihat Q.S 33 ayat 23
7. Sungguh
-
sungguh berjihad dan tidak ragu terhadap
ajaran Allah, lihat Q.S 49 ayat 15
8. Tekad untuk taat, lihat Q.S 47 ayat 21
9. Mencari karunia Allah, lihat Q.S 59 ayat 8
10. Beriman, shadaqah, ibadah (sholat dan zakat), menepati janji, dan sabar, lihat Q.S 2 ayat 177
Dari ungkapan
-
ungkapan yang dipe
rgunakan Al Qur‟an, kejujuran berada pada tataran
amalan hati (seperti ikhlas dalam tekad, kesungguhan dalam berobsesi, keyakinan yang mantap
dan pengetahuan yang tepat), amalan lahir (seperti bersungguh
-
sungguh, berbuat yang terbaik,
memberi manfaat dan k
ebaikan pada orang lain), dan implikasi suatu perbuatan baik (seperti
nama baik, awal dan akhir yang baik, dan sebagainya).
C. Himbauan Nabi Tentang Kejujuran
Dalam berbagai kesempatan Rasul menjelaskan baik secara tersurat ataupun tersirat
tentang makna
jujur dan bentuk fungsionalisasinya,. Berikut ini beberapa hadits Nabi yang
menerangkan tentang kejujuran.
1) Kejujuran adalah pangkal kebaikan