Tugas Meresume Ulumul Hadist
Bagian “ Al-tahammul wa al-ada’
(model transformasi hadist )
Oleh : Imam Bustomi
Di dalam agama
islam terdapat petunjuk-petunjuk agama mengenai berbagai kehidupan manusia.
Sebagaimana terdapat di dalam sumber ajarannya yaitu Al-Qur’an dan Hadits.
Sebagai sumber
ajaran islam yang kedua setelah Al-Qur’an keberadaan Hadits, disamping telah
mewarnai masyarakat dalam berbagai bidang kehidupannya juga telah menjadi
bahasan kajian yang menarik, dan tiada henti-hentinya. Hadits yang berfungsi
dalam menjelaskan kandungan Al-Qur’an dan lain sebagainya. Untuk mengetahui
perkembangan Hadits-Hadits maka kita dituntut mempelajari ilmu yang berkenan
dengan Hadits, yakni”Ulumul Hadits”.
Al-tahammul wa al-ada’
Al-tahammul
yakni menerima dan mendengar suatu periwayatan Hadits dari seseorang
guru dengan dengan menggunakan beberapa metode penerimaan Hadits. Sedangkan
Al-ada’ yakni menyampaikan atau meriwayatkan Hadits kepada orang lain.
A.
Tahammulu’l-Hadist(Penerimaan Riwayat)
1.
Periwayatan
anak-anakorang kafir dan orang fasiq
Para muhadissin memperselisihkan tentang sah atau tidaknya anak yang
belum dewasa, orang yang masih dalam kekafiran dan rawy yang masih dalam
keaadan fasiq, di saat ia menerima hadist dari Nabi s.a.w untuk meriwayatkan
hadist. Mereka masih memperselisihkan
batas minimal umur anak yang belum dewasa, yang dapat dibenarkan dalam
penerimaan riwayat. Menurut pendapat Jumhur, batas umur minimalnya ialah 5 tahun.
Sebab umur sekian mulai menginjak tamyis. Penerimaan suatu Hadits oleh anak
yang belum sampai umur diannggap sah bila periwayatan Hadits tersebut
disampaikan kepada orang lain pada waktu
sudah mukallaf. Hal ini didasarkan kepada keadaan para sahabat,tabi’in, dan
ahli ilmu seperti Al-Hasan, Al-Husein, Ibnu Abbas, dan lain-lain. Namun ada
pendapat yang berbeda seperti Imam
Yahya bin Ma’in menetapkan dengan
tercapainya umur 15 tahun.Beliau Mempertahankan pendapatnya dengan mengemukakan
alasan hadist Ibnu Umar r.a .
Adapun penerimaan riwayat oleh orang yang masih kafir, dalilnya yang
disampaikan oleh Jumhur ialah Hadits Jubair bin Muth’im yang artinya “ Bahwa ia
mendengar Nabi Muhammad membaca surat At-Thur pada sembahyang maghrib”. Jubair
yang akhirnya memelik agama islam setelah mendengar sabda Rasulullah s.a.w
tersebut .
Serta penerimaan riwayat orang fasiq dapat diterima setelah bertaubat
dan diakui sebagai orang yang adil,tentu lebih diterima. Sedangkan oleh orang
gila yang diriwayatkan setelah sehat,tetap tidak diterima karena hilangnya
kesadaran.
Cara Menerima Riwayat, ada 8 macam :
1. Sama’min lafdhi’s-Syaikhi, yakni
mendengar sendiri dari perkataan gurunya, baik secara didiktekan maupun bukan,
dan baik dari hafalannya maupun dari tulisannya.
2. Al-qira’ah ‘ala’s-Syaikhi atau
‘aradl. Dikatakan demikian, karena si pembaca menyuguhkan Haditsnya kehadapan
sang guru guru, baik ia sendiri maupun orang lain yang membacanya sedang ia
mendengarkannya.
3. Ijasah, yakni pemberian izin dari
seseorang kepada orang lain untuk meriwayatkan Hadits daripadanya,atau
kitab-kitabnya.
4. Munawalah, yakni seorang guru
memberikan sebuah naskah asli kepada muridnya atau salinan yang sudah
dikoreksinya untuk diriwayatkannya.
5. Mukatabah, yakni seorang guru yang
menulis sendiri atau menyuruh orang lain menulis beberapa Hadits kepada orang
ditempat lain atau yang ada dihadapannya.
6. Wijadah, yakni memperoleh tulisan
Hadits orang lain yang tidak diriwayatkannya, baik dengan lafadh sama’, qira’ah
maupun selainnya, dari pemilik Hadits atau pemilik tulisan tersebut.
7. Washiyah, yakni pesan seseorang di kala akan
mati atau bepergian, dengan sebuah kitab supaya diriwayatkannya.
8. I’lam, yakni pemberitahuan guru
kepada muridnya bahwa Hadits yang diriwayatkannya adalah riwayatnya sendiri
yang diterima dari guru seseorang, dengan tidak mengatakan(menyuruhnya) agar si
murid meriwayatkannya.
B.
Al-Ada’ ( meriwayatkan Hadist )
Al-Ada’ mempunyai peran yang sangat
penting dan sudah tentu menurut pertanggungjawaban yang cukup berat, sebab sah
tidaerknya suatu hadist juga sangat tergantung padanya. Mengingat hal ini,
jumhur ahli hadist, ahli ushul dautn ahli fiqih menetapkan beberapa syarat bagi
periwayatan hadist, yakni sebagai berikut :
1. Islam, yakni seorang perawi harus
muslim, dan menurut ijma’ periwayatan kafir tidak sah.
2. Baligh, yakni perawinya cukup usia
dan berakal ketika ia meriwayatkan
hadist.
3. Adalah, yakni menjalankan kebenaran
dalam segala tindakan tidak menyimpang dari garis kebenaran.
4. Dhabith, yakni cermat dalam tulisan
maupun hafalan
Lafadh-Lafadh untuk meriwayatkan
Al-Hadist
Lafadh-lafadh untuk menyampaikan
hadist dikelompokkan menjadi 2, yakni :
A. Lafadh bagi pera rawy yang mendengar
langsung dari gurunya. Lafadhnya seperti, sami’tu, sami’na= saya telah
mendengar . . . kami telah mendengar
B. Lafadh bagi para rawy yang dikabarkan
oleh orang lain kepadanya. Lafadhnya seperti, haddasanii, haddasanaa= seseorang
telah bercerita padaku . . . seseorang telah bercerita pada kami
Dari uraian diatas dapatlah ditarik kesimpulan bahwa tidak semua orang
bisa bertahammul al-ada’. Hanya orang tertentu yang diperbolehkan melakukannya
dengan syarat-syarat yang telah disebutkan.
Referensi
1.
Judul
buku : Ilmu Hadis
Pengarang : Dr. H. Munzier Suparta M.A
2.
Judul
buku : Ikhtisar Mushthalatul Hadits
Pengarang : Drs. Fathur Rahman