Thursday, 2 June 2016

Tugas Meresume Ulumul Hadist Bagian “ Al-tahammul wa al-ada’ (model transformasi hadist )





Tugas Meresume Ulumul Hadist
Bagian “ Al-tahammul wa al-ada’ (model transformasi hadist )
Oleh :  Imam Bustomi

     Di dalam agama islam terdapat petunjuk-petunjuk agama mengenai berbagai kehidupan manusia. Sebagaimana terdapat di dalam sumber ajarannya yaitu Al-Qur’an dan Hadits.
     Sebagai sumber ajaran islam yang kedua setelah Al-Qur’an keberadaan Hadits, disamping telah mewarnai masyarakat dalam berbagai bidang kehidupannya juga telah menjadi bahasan kajian yang menarik, dan tiada henti-hentinya. Hadits yang berfungsi dalam menjelaskan kandungan Al-Qur’an dan lain sebagainya. Untuk mengetahui perkembangan Hadits-Hadits maka kita dituntut mempelajari ilmu yang berkenan dengan Hadits, yakni”Ulumul Hadits”.

Al-tahammul wa al-ada’
             Al-tahammul  yakni menerima dan mendengar suatu periwayatan Hadits dari seseorang guru dengan dengan menggunakan beberapa metode penerimaan Hadits. Sedangkan Al-ada’ yakni menyampaikan atau meriwayatkan Hadits kepada orang lain.

A.     Tahammulu’l-Hadist(Penerimaan Riwayat)
1.      Periwayatan anak-anakorang kafir dan orang fasiq                                      
     Para muhadissin memperselisihkan tentang sah atau tidaknya anak yang belum dewasa, orang yang masih dalam kekafiran dan rawy yang masih dalam keaadan fasiq, di saat ia menerima hadist dari Nabi s.a.w untuk meriwayatkan hadist.  Mereka masih memperselisihkan batas minimal umur anak yang belum dewasa, yang dapat dibenarkan dalam penerimaan riwayat. Menurut pendapat Jumhur, batas umur minimalnya ialah 5 tahun. Sebab umur sekian mulai menginjak tamyis. Penerimaan suatu Hadits oleh anak yang belum sampai umur diannggap sah bila periwayatan Hadits tersebut disampaikan kepada  orang lain pada waktu sudah mukallaf. Hal ini didasarkan kepada keadaan para sahabat,tabi’in, dan ahli ilmu seperti Al-Hasan, Al-Husein, Ibnu Abbas, dan lain-lain. Namun ada pendapat yang berbeda seperti Imam

Yahya bin Ma’in menetapkan dengan tercapainya umur 15 tahun.Beliau Mempertahankan pendapatnya dengan mengemukakan alasan hadist Ibnu Umar r.a .
     Adapun penerimaan riwayat oleh orang yang masih kafir, dalilnya yang disampaikan oleh Jumhur ialah Hadits Jubair bin Muth’im yang artinya “ Bahwa ia mendengar Nabi Muhammad membaca surat At-Thur pada sembahyang maghrib”. Jubair yang akhirnya memelik agama islam setelah mendengar sabda Rasulullah s.a.w tersebut .
     Serta penerimaan riwayat orang fasiq dapat diterima setelah bertaubat dan diakui sebagai orang yang adil,tentu lebih diterima. Sedangkan oleh orang gila yang diriwayatkan setelah sehat,tetap tidak diterima karena hilangnya kesadaran.

Cara Menerima Riwayat, ada 8 macam :
1.      Sama’min lafdhi’s-Syaikhi, yakni mendengar sendiri dari perkataan gurunya, baik secara didiktekan maupun bukan, dan baik dari hafalannya maupun dari tulisannya.
2.      Al-qira’ah ‘ala’s-Syaikhi atau ‘aradl. Dikatakan demikian, karena si pembaca menyuguhkan Haditsnya kehadapan sang guru guru, baik ia sendiri maupun orang lain yang membacanya sedang ia mendengarkannya.
3.      Ijasah, yakni pemberian izin dari seseorang kepada orang lain untuk meriwayatkan Hadits daripadanya,atau kitab-kitabnya.
4.      Munawalah, yakni seorang guru memberikan sebuah naskah asli kepada muridnya atau salinan yang sudah dikoreksinya untuk diriwayatkannya.
5.      Mukatabah, yakni seorang guru yang menulis sendiri atau menyuruh orang lain menulis beberapa Hadits kepada orang ditempat lain atau yang ada dihadapannya.
6.      Wijadah, yakni memperoleh tulisan Hadits orang lain yang tidak diriwayatkannya, baik dengan lafadh sama’, qira’ah maupun selainnya, dari pemilik Hadits atau pemilik tulisan tersebut.
7.       Washiyah, yakni pesan seseorang di kala akan mati atau bepergian, dengan sebuah kitab supaya diriwayatkannya.
8.      I’lam, yakni pemberitahuan guru kepada muridnya bahwa Hadits yang diriwayatkannya adalah riwayatnya sendiri yang diterima dari guru seseorang, dengan tidak mengatakan(menyuruhnya) agar si murid meriwayatkannya.



B.      Al-Ada’ ( meriwayatkan Hadist )
        Al-Ada’ mempunyai peran yang sangat penting dan sudah tentu menurut pertanggungjawaban yang cukup berat, sebab sah tidaerknya suatu hadist juga sangat tergantung padanya. Mengingat hal ini, jumhur ahli hadist, ahli ushul dautn ahli fiqih menetapkan beberapa syarat bagi periwayatan hadist, yakni sebagai berikut :
1.      Islam, yakni seorang perawi harus muslim, dan menurut ijma’ periwayatan kafir tidak sah.
2.      Baligh, yakni perawinya cukup usia dan berakal ketika  ia meriwayatkan hadist.
3.      Adalah, yakni menjalankan kebenaran dalam segala tindakan tidak menyimpang dari garis kebenaran.
4.      Dhabith, yakni cermat dalam tulisan maupun hafalan
Lafadh-Lafadh untuk meriwayatkan Al-Hadist
      Lafadh-lafadh untuk menyampaikan hadist dikelompokkan menjadi 2, yakni :
A.      Lafadh bagi pera rawy yang mendengar langsung dari gurunya. Lafadhnya seperti, sami’tu, sami’na= saya telah mendengar . . . kami telah mendengar
B.      Lafadh bagi para rawy yang dikabarkan oleh orang lain kepadanya. Lafadhnya seperti, haddasanii, haddasanaa= seseorang telah bercerita padaku . . . seseorang telah bercerita pada kami

                     Dari uraian diatas dapatlah ditarik kesimpulan bahwa tidak semua orang bisa bertahammul al-ada’. Hanya orang tertentu yang diperbolehkan melakukannya dengan syarat-syarat yang telah disebutkan.






Referensi
1.      Judul buku       : Ilmu Hadis
Pengarang       : Dr. H. Munzier Suparta M.A

2.      Judul buku       : Ikhtisar Mushthalatul Hadits
Pengarang       : Drs. Fathur Rahman