Wednesday 5 October 2016

ARISTOTELES DAN METODE BERPIKIRNYA


ARISTOTELES DAN METODE BERPIKIRNYA
MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi tugas matakuliah “Filsafat Umum
Dibimbing oleh Bapak Dosen Umar Bukhory, M.Ag

 










Disusun Oleh:

Intan Elok Okti Wardani     (18201501070024)

PROGRAM STUDI TADRIS BAHASA INDONESIA
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PAMEKASAN
September  2016




BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Filsafat Aristoteles berkembang dalam tiga tahapan, pertama, ketika dia masih pelajar di akademi plato gagasannya masih dekat dengan gurunya, kemudiandia mmengungsi pada waktu ia memimpin lyceum mencakum enam karya tulisnya yang membahas masalah logika, yang dianggap sebagai karya paling penting. Selain konstribusinya di bidang metafisika, fisika, etika, politik, ilmu kedokteran, ilmu alam dan karya seni.
Aristoteles tidak hanya dianggap sebagai sumber yang otoritatif terhadap logika dan metafisika, melainkan juga dianggap sebagai sumber utama dari ilmu pengetahuan atau The master of those who know, sebagaimana yang kemudian dikatakan oleh Dante Alighieri.
B.     Rumusan Masalah
1.      Siapa Aristoteles?
2.      Apa metode berfikirnya Aristoteles?
C.    Tujuan Masalah
1.      Untuk mengetahui biografi Aristoteles
2.      Untuk mengetahui metode berfikirnya Aristoteles








BAB II
PEMBAHASAN
A.    Biografi Aristoteles
Aristoteles lahir di Stageira pada Semenanjung Kalkidile di Trasia (Balkan) pada tahun 384 SM dan meninggal di Kalkis pada tahun 322 SM dalam usia 63 tahun. Ayahnya yang bernama Mashaon, adalah seorang dokter istana pada raja Macedonia Amyntas II. Dari kecil, Aristoteles mendapat asuhan dari ayahnya sendiri. Ia mendapatkan pelajaran dalam teknik membedah. Oleh karena itu, perhatiannya banyak tertumpah padailmu-ilmu alam, terutama ilmu biologi, sampai berumur 18 tahun, pendidikan yang diperoleh dari Ayahnya.
Tatkala ayahnya meninggal, Aristoteles pergi ke Athena dan belajar kepada plato. Aristoteles bergaul dengan Plato sekaligus menjadi murid Plato. Ia rajin membaca dan mengumpulkan buku-buku. Dirumahnya disusun bibliotik yang pertama terdapat di Athena. Sehingga ia membuka perpustakaan filsafat sendiri untuk menghormati gurunya. Oleh karena itu, rumah filosofi ini di beri nama “Rumah Pembaca”.
Aristoteles menyelesaikan pendidikan di Athena selama 20 tahun sebagai murid Plato. Sepeninggalan plato ia mendirikan sekolah di Assus tetapi, terpaksa kembali ke Atena. Pada tahun 342 ia di panggil Filipos untuk mengajarkan anaknya Alexander. Pada tahun 336 Alexander berangkat ke medanj perang, Aristoteles kembali lagi ke Athenea[1] dan sebagai guru Alexander ia pun terkena imbasnya.
Eurymedon si hierophant mengumumkan bahwa Aristoteles dibenci para dewa. Ia kemudian mengungsi ke kota kelahirannya, Chalcidice. Aristoteles menerangkan alasan dia lari dari Athena, “Saya tidak akan membiarkan orang Athena membuat dosa besar yang kedua kali terhadap filsafat.” Ia merajuk peristiwa hukuman mati bagi sokrates, hanya kerena ia berbeda pemikiran, sebagai dosa besar orang Athena yang pertama bagi filsafat. Di kota Euboea, Aristoteles meninggal dan dikubur di samping istrinya.
Karya-karya Aristoteles dibukukan dengan penyuntingan oleh para murid yang menjadi guru-guru sepeninggalannya. Diperkirakan hanya 30% dari karya-karya yang selamat dan dikomplikasikan ke dalam enam buku, yaitu:
1.      Categories
2.      On Interpretation
3.      Prior Analytics
4.      Posterior Anlytics
5.      Topics
6.       On Sophistical Refucation
Susunan buku tersebut, cukup rapi dari yang sederhana sampai ke yang kompleks pembahasannya[2].
Selain memperdalam filsafat  kepada plato, Aristoteles memperluas pengetahuannya dalam berbagai jurusan diluar academia. Pelajaran guru astronomi yang terkenal, yaitu Eudoxos dan Kalippos. Bahkan, ia pun memperdalam retorika. Ada cerita yang mengatakan bahwa ahli-ahli pidato yang yang tersohor pada waktu itu, Isokrates dan Demosthenes, berpengaruh besar atas Aristoteles.
Dengan kecerdasan yang luar biasa, ia menguasai berbagai ilmu yang berkembang pada masanya. Kecenderungan berfikir Aristoteles saintifik tampak dari pandangan-pandangan filsafat yang sistematis dan banyak menggunakan metode empiris. Pandangan filsafat Aristoteles berorientasi pada hal-hal yang konkret.
Aristoteles murid Plato yang terkenal dengan pemikiran-pemikannya yang berbeda dari gurunya Kalau Plato adalah seorang rasionalis yang percaya bahwa segalasesuatu bermula dari rasio. Aristoteles berkeyakinan bahwa, segala  sesuatu yang berbentuk kejiwaan harus menempati suatu wujud tertentu,. Wujud ini pada hakikatnya merupakan pernyataan atau ekspresi dari jiwa. Hanya tuhanlah satu-satunya hal yang tanpa wujud[3].

B.     Metode Pemikiran Aristoteles
Aristoteles mengatakan bahwa ada dua metode yang dapat digunakan untuk menarik kesimpulan demi memperoleh pengetahuan dan keheranan baru. Kedua metode itu disebut metode induktif dan deduktif. Induksi ialah cara menarik konklusi yang bersifat umum dari hal-hal yang khusus. Adapun deduksi adalah cara menari konklusi berdasarkan dua kebenaran yang pasti dan tidak diragukan, yang bertolak dari sifat umum ke khusus. Induksi berangkat dari pengamatan dan pengetahuan indriawi yang berdasarkan pengalaman.
Aristoteles menerima baik deduksi maupun induksi, akan tetapi dikenal sebagai filusuf barat pertama yang secara rinci dan sistematis menyusun ketentuan-ketentuan dalam penalaran deduktif, senantiasa dihubungkan dengan penalaran deduktif.
Daduksi maupun induksi dipaparkan di dalam logika. Yang mana logika merupakan salah satu karya filsafati Aristoteles, sehingga menyebabkan sering disebut sebagai pelopor, penemu atau bapak logika kendati itu tidak berarti sebelum Aristoteles belum ada logika.
Logika tidak pernah digunakan oleh Aristoteles, untuk meneliti berbagai argumentasi yang berangkat dari proposisi yang benar secara analitika. Adapun untuk meneliti argumentasi yang bertolak dari proposisi yang diragukan kebenarannya, dipakai secara dialektika.
Inti logika ada silogisme, suatu alat yang dan mekanisme penalaran untuk menarik konklusi yang benar berdasarkan premis-premis yang benar adalah suatu bentuk formal dari penalaran deduktif. Bagi Aristoteles deduksi merupakan metode terbaik untuk memperoleh konklusi demi meraih pengetahuan dan kebenaran. Itu sebabnya mengapa Aristoteles di sebut metode silogistis deduktif.
Silogisme, penemuan Aristoteles yang murni dan terbesar dalam logika. Aristoteles tidak menggunakan silogisme semata-mata untuk menyusun argumentasi bagi sesuatu perdebatan, namun terutama sebagai metode dasar bagi pengembangan suatu bidang ilmu pengetahuan. Krena, Aristoteles tidak memasukkan logika ke dalam salah  satu kelompok pembagian ilmu pengetahuan yang disusun[4].
Menurut Aristoteles, realitas objektif tidak saja tertangkap dengan pengertian, tetapi, juga bertepatan dengan dasar-dasar metafisika dan logika yang tertinggi, yaitu:
1.      Semua yang benar harus sesuai dengan adanya sendiri. Tidak mungkin ada kebenaran kalau di dalamnya ada pertentangan. Ini terkenal sebagai hokum identika.
2.      Dari pertanyaan tentang sesuatu, jika yang satu membenarkan dan yang lain menyalahkan, hanya satu yang benar. Ini  di sebut hokum penyangkalan.
3.      Antara dua pertanyaan yang bertentangan mengiyakan dan meniadakan, tidak mungkin ada pertanyaan ketiga. Dasar ini di sebut hukum penyingkiran yang ketika.
Aristoteles berpendapat bahwa ketika huukum itu tidak saja berlaku bagi jalan pikiran,tetapi juga seluruh alam takluk kepadanya. Ini menunjukkan bahwa dalam hal membanding dan menarik kesimpulan harus mengutamakan yang umum.
Karya luar biasa Aristoteles adalah filsafat etika, Negara, logika, metafisika, dan lain-lainnya. Di dalam dunia filsafat, Aristoteles dinobatkan terwujudnya logika modern, seperti matematika. Logika tradisional disebut juga dengan logika formal, yang oleh kaum santri pondokan disebut dengan ilmu manthiq.
Bagi Aristoteles, etika adalah sarana untuk mencapai kebahagiaan dan sebagai barang yang tertinggi dalam kehidupan. Etika dapat mendidik manusia supaya memiliki sikap yang pantas dalam segala perbuatan. Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa kebaikan terletak di tengah-tengah antara dua ujung yang paling jauh[5].
Aristoteles filosof yang lur biasa, didikan yang di peroleh pada waktu kecil ia mempelajari teknik pembedahan dalam dunia kedokteran juga mempengaruhi pandangan ilmiah dan pandangan filosofinya. Menurut Aristoteles alam idea bukan alam banyangan, hakikatnya segala sesuatu yang tidak terletak pada keadaan bendanya, malainkan padapengertian keberadaannya. Akan tetapi, idea itu tidak terlepas sama sekali dari keadaan yang nyata.
Bagi Aristoteles, Filsafat alam adalah cabang dari filsafat yang membahas masalah fenomena alam yang mencakup fisika, biologi, dan ilmu pengetahuan alam yang lain. Pada zaman modern, justru filsafatlah yang dibatasi hanya pada hal-hal abstrak, seperti etika dan metafisika dengan logika yang memegang peranan terpenting. Saat ini ilmu filsafat cenderung meninggalkan metode penelitian empiris pada fenomena alam. Padahal pada zaman Aristoteles, penjelajahan intelektual filsafat mencakup segala hal yang membutuhkan sumbangan inteektual. Bagi Aristoteles, ilmu pengetahuan yang dijelajahi boleh bersifat praktis empiris, teoritis, atau seni puitis.[6]









BAB III

PENUTUP
A.    Kesimpulan
Aristoteles menyelesaikan pendidikan di Atena selama 20 tahun sebagai murid plato.sepeninggalan plato ia mendirikan sekolah di Assus tetapi, terpaksa kembali ke Atena. Pada tahun 342 ia di panggil Filipos untuk mengajarkan anaknya Alexander. Pada tahun 336 Alexander berangkat ke medanj perang, Aristoteles kembali lagi ke Atena. Ketika ada keributan di Atena, ia meninggalkan Atena, karena didakwah sebagaib orang terpercaya kepada dewa.
Aristoteles mengatakan bahwa ada dua metode yang dapat digunakan untuk menarik kesimpulan demi memperoleh pengetahuan dan keheranan baru. Kedua metode itu disebut metode induktif dan deduktif. Induksi ialah cara menarik konklusi yang bersifat umum dari hal-hal yang khusus. Adapun deduksi adalah cara menari konklusi berdasarkan dua kebenaran yang pasti dan tidak diragukan, yang bertolak dari sifat umum ke khusus. Induksi berangkat dari pengamatan dan pengetahuan indriawi yang berdasarkan pengalaman.
















DAFTAR PUSTAKA
Hakim, Atang Abdul. Filsafat Umum Dari Metologi Sampai Teofilosofi. Bandung: Pustaka Setia. 2008.
Poedjawijatna. Pembimbing Kearah Alam Filsafat. Jakarta: Pembangunan, 1980..
Rapar, Jan Hendrik. Penghantar Filsafat.Yogyakarta: Kanisius,1996.
Sarwono, Sarlito W. Berkenalan dengan Aliran-aliran dan Tokoh-tokoh Psikologi. Jakarta: Bulan Bintang, 2000.
Yuana,Kumara Ari. The Greatest Philosophers, Yogyakarta: Andi Offset. 2010.



[1] Poedjawijatna, Pembimbing Kearah Alam Filsafat, (Jakarta: Pembangunan, 1980), hlm, 33.
[2] Kumara Ari Yuana, The Greatest Philosophers, (Yogyakarta: Andi Offset, 2010), hlm, 43
[3] Sarlito W. Sarwono, Berkenalan dengan Aliran-aliran dan Tokoh-tokoh Psikologi, (Jakarta: Bulan Bintang, 2000), hlm, 24.
[4] Jan Hendrik Rapar, Penghantar Filsafat, (Yogyakarta: Kanisius ,1996), hlm, 104.
[5] Atang Abdul Hakim dan Beni Ahmad Saebani,Filsafat Umum Dari Metologi Sampai Teofilosofi, (Bandung: PustakaSetia, 2008), 217.
[6] Ibid 44