ARISTOTELES DAN METODE BERPIKIRNYA
MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi tugas matakuliah “Filsafat Umum”
Dibimbing
oleh Bapak Dosen Umar Bukhory, M.Ag
Disusun Oleh:
Intan Elok Okti Wardani (18201501070024)
PROGRAM STUDI TADRIS BAHASA INDONESIA
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PAMEKASAN
September 2016
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Filsafat Aristoteles berkembang dalam tiga tahapan,
pertama, ketika dia masih pelajar di akademi plato gagasannya masih dekat
dengan gurunya, kemudiandia mmengungsi pada waktu ia memimpin lyceum mencakum
enam karya tulisnya yang membahas masalah logika, yang dianggap sebagai karya
paling penting. Selain konstribusinya di bidang metafisika, fisika, etika, politik,
ilmu kedokteran, ilmu alam dan karya seni.
Aristoteles tidak hanya dianggap sebagai sumber yang
otoritatif terhadap logika dan metafisika, melainkan juga dianggap sebagai
sumber utama dari ilmu pengetahuan atau The
master of those who know, sebagaimana yang kemudian dikatakan oleh Dante
Alighieri.
B.
Rumusan
Masalah
1. Siapa
Aristoteles?
2. Apa
metode berfikirnya Aristoteles?
C.
Tujuan
Masalah
1. Untuk
mengetahui biografi Aristoteles
2. Untuk
mengetahui metode berfikirnya Aristoteles
BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi Aristoteles
Aristoteles lahir di Stageira pada Semenanjung
Kalkidile di Trasia (Balkan) pada tahun 384 SM dan meninggal di Kalkis pada
tahun 322 SM dalam usia 63 tahun. Ayahnya yang bernama Mashaon, adalah seorang
dokter istana pada raja Macedonia Amyntas II. Dari kecil, Aristoteles mendapat
asuhan dari ayahnya sendiri. Ia mendapatkan pelajaran dalam teknik membedah.
Oleh karena itu, perhatiannya banyak tertumpah padailmu-ilmu alam, terutama
ilmu biologi, sampai berumur 18 tahun, pendidikan yang diperoleh dari Ayahnya.
Tatkala ayahnya meninggal, Aristoteles pergi ke
Athena dan belajar kepada plato. Aristoteles bergaul dengan Plato sekaligus
menjadi murid Plato. Ia rajin membaca dan mengumpulkan buku-buku. Dirumahnya
disusun bibliotik yang pertama terdapat di Athena. Sehingga ia membuka
perpustakaan filsafat sendiri untuk menghormati gurunya. Oleh karena itu, rumah
filosofi ini di beri nama “Rumah Pembaca”.
Aristoteles menyelesaikan pendidikan di Athena
selama 20 tahun sebagai murid Plato. Sepeninggalan plato ia mendirikan sekolah
di Assus tetapi, terpaksa kembali ke Atena. Pada tahun 342 ia di panggil
Filipos untuk mengajarkan anaknya Alexander. Pada tahun 336 Alexander berangkat
ke medanj perang, Aristoteles kembali lagi ke Athenea[1]
dan sebagai guru Alexander ia pun terkena imbasnya.
Eurymedon si
hierophant mengumumkan bahwa Aristoteles dibenci para dewa. Ia
kemudian mengungsi ke kota kelahirannya, Chalcidice. Aristoteles menerangkan
alasan dia lari dari Athena, “Saya tidak akan membiarkan orang Athena membuat
dosa besar yang kedua kali terhadap filsafat.” Ia merajuk peristiwa hukuman
mati bagi sokrates, hanya kerena ia berbeda pemikiran, sebagai dosa besar orang
Athena yang pertama bagi filsafat. Di kota Euboea, Aristoteles meninggal dan dikubur
di samping istrinya.
Karya-karya Aristoteles dibukukan dengan
penyuntingan oleh para murid yang menjadi guru-guru sepeninggalannya.
Diperkirakan hanya 30% dari karya-karya yang selamat dan dikomplikasikan ke
dalam enam buku, yaitu:
1.
Categories
2.
On
Interpretation
3.
Prior
Analytics
4.
Posterior
Anlytics
5.
Topics
6.
On Sophistical Refucation
Susunan buku tersebut, cukup rapi dari
yang sederhana sampai ke yang kompleks pembahasannya[2].
Selain memperdalam filsafat kepada plato, Aristoteles memperluas
pengetahuannya dalam berbagai jurusan diluar academia. Pelajaran guru astronomi
yang terkenal, yaitu Eudoxos dan Kalippos. Bahkan, ia pun memperdalam retorika.
Ada cerita yang mengatakan bahwa ahli-ahli pidato yang yang tersohor pada waktu
itu, Isokrates dan Demosthenes, berpengaruh besar atas Aristoteles.
Dengan kecerdasan yang luar biasa, ia menguasai
berbagai ilmu yang berkembang pada masanya. Kecenderungan berfikir Aristoteles
saintifik tampak dari pandangan-pandangan filsafat yang sistematis dan banyak
menggunakan metode empiris. Pandangan filsafat Aristoteles berorientasi pada
hal-hal yang konkret.
Aristoteles murid Plato yang terkenal dengan
pemikiran-pemikannya yang berbeda dari gurunya Kalau Plato adalah seorang rasionalis
yang percaya bahwa segalasesuatu bermula dari rasio. Aristoteles berkeyakinan
bahwa, segala sesuatu yang berbentuk
kejiwaan harus menempati suatu wujud tertentu,. Wujud ini pada hakikatnya
merupakan pernyataan atau ekspresi dari jiwa. Hanya tuhanlah satu-satunya hal
yang tanpa wujud[3].
B.
Metode
Pemikiran Aristoteles
Aristoteles mengatakan bahwa ada dua metode yang
dapat digunakan untuk menarik kesimpulan demi memperoleh pengetahuan dan
keheranan baru. Kedua metode itu disebut metode induktif dan deduktif. Induksi
ialah cara menarik konklusi yang bersifat umum dari hal-hal yang khusus. Adapun
deduksi adalah cara menari konklusi berdasarkan dua kebenaran yang pasti dan
tidak diragukan, yang bertolak dari sifat umum ke khusus. Induksi berangkat dari
pengamatan dan pengetahuan indriawi yang berdasarkan pengalaman.
Aristoteles menerima baik deduksi maupun induksi,
akan tetapi dikenal sebagai filusuf barat pertama yang secara rinci dan
sistematis menyusun ketentuan-ketentuan dalam penalaran deduktif, senantiasa
dihubungkan dengan penalaran deduktif.
Daduksi maupun induksi dipaparkan di dalam logika.
Yang mana logika merupakan salah satu karya filsafati Aristoteles, sehingga
menyebabkan sering disebut sebagai pelopor, penemu atau bapak logika kendati
itu tidak berarti sebelum Aristoteles belum ada logika.
Logika tidak pernah digunakan oleh Aristoteles,
untuk meneliti berbagai argumentasi yang berangkat dari proposisi yang benar
secara analitika. Adapun untuk meneliti argumentasi yang bertolak dari proposisi
yang diragukan kebenarannya, dipakai secara dialektika.
Inti logika ada silogisme, suatu alat yang dan
mekanisme penalaran untuk menarik konklusi yang benar berdasarkan premis-premis
yang benar adalah suatu bentuk formal dari penalaran deduktif. Bagi Aristoteles
deduksi merupakan metode terbaik untuk memperoleh konklusi demi meraih
pengetahuan dan kebenaran. Itu sebabnya mengapa Aristoteles di sebut metode silogistis
deduktif.
Silogisme, penemuan Aristoteles yang murni dan
terbesar dalam logika. Aristoteles tidak menggunakan silogisme semata-mata
untuk menyusun argumentasi bagi sesuatu perdebatan, namun terutama sebagai
metode dasar bagi pengembangan suatu bidang ilmu pengetahuan. Krena,
Aristoteles tidak memasukkan logika ke dalam salah satu kelompok pembagian ilmu pengetahuan yang
disusun[4].
Menurut Aristoteles, realitas objektif tidak saja
tertangkap dengan pengertian, tetapi, juga bertepatan dengan dasar-dasar
metafisika dan logika yang tertinggi, yaitu:
1.
Semua yang benar harus sesuai dengan
adanya sendiri. Tidak mungkin ada kebenaran kalau di dalamnya ada pertentangan.
Ini terkenal sebagai hokum identika.
2.
Dari pertanyaan tentang sesuatu, jika
yang satu membenarkan dan yang lain menyalahkan, hanya satu yang benar.
Ini di sebut hokum penyangkalan.
3.
Antara dua pertanyaan yang bertentangan
mengiyakan dan meniadakan, tidak mungkin ada pertanyaan ketiga. Dasar ini di
sebut hukum penyingkiran yang ketika.
Aristoteles berpendapat bahwa ketika huukum itu
tidak saja berlaku bagi jalan pikiran,tetapi juga seluruh alam takluk
kepadanya. Ini menunjukkan bahwa dalam hal membanding dan menarik kesimpulan
harus mengutamakan yang umum.
Karya luar biasa Aristoteles adalah filsafat etika,
Negara, logika, metafisika, dan lain-lainnya. Di dalam dunia filsafat,
Aristoteles dinobatkan terwujudnya logika modern, seperti matematika. Logika
tradisional disebut juga dengan logika formal, yang oleh kaum santri pondokan
disebut dengan ilmu manthiq.
Bagi Aristoteles, etika adalah sarana untuk mencapai
kebahagiaan dan sebagai barang yang tertinggi dalam kehidupan. Etika dapat
mendidik manusia supaya memiliki sikap yang pantas dalam segala perbuatan.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa kebaikan terletak di tengah-tengah antara
dua ujung yang paling jauh[5].
Aristoteles filosof yang lur biasa, didikan yang di
peroleh pada waktu kecil ia mempelajari teknik pembedahan dalam dunia
kedokteran juga mempengaruhi pandangan ilmiah dan pandangan filosofinya.
Menurut Aristoteles alam idea bukan alam banyangan, hakikatnya segala sesuatu
yang tidak terletak pada keadaan bendanya, malainkan padapengertian
keberadaannya. Akan tetapi, idea itu tidak terlepas sama sekali dari keadaan
yang nyata.
Bagi Aristoteles, Filsafat alam adalah cabang dari
filsafat yang membahas masalah fenomena alam yang mencakup fisika, biologi, dan
ilmu pengetahuan alam yang lain. Pada zaman modern, justru filsafatlah yang
dibatasi hanya pada hal-hal abstrak, seperti etika dan metafisika dengan logika
yang memegang peranan terpenting. Saat ini ilmu filsafat cenderung meninggalkan
metode penelitian empiris pada fenomena alam. Padahal pada zaman Aristoteles,
penjelajahan intelektual filsafat mencakup segala hal yang membutuhkan
sumbangan inteektual. Bagi Aristoteles, ilmu pengetahuan yang dijelajahi boleh
bersifat praktis empiris, teoritis, atau seni puitis.[6]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Aristoteles menyelesaikan pendidikan di Atena selama
20 tahun sebagai murid plato.sepeninggalan plato ia mendirikan sekolah di Assus
tetapi, terpaksa kembali ke Atena. Pada tahun 342 ia di panggil Filipos untuk
mengajarkan anaknya Alexander. Pada tahun 336 Alexander berangkat ke medanj
perang, Aristoteles kembali lagi ke Atena. Ketika ada keributan di Atena, ia
meninggalkan Atena, karena didakwah sebagaib orang terpercaya kepada dewa.
Aristoteles mengatakan bahwa ada dua metode yang
dapat digunakan untuk menarik kesimpulan demi memperoleh pengetahuan dan
keheranan baru. Kedua metode itu disebut metode induktif dan deduktif. Induksi
ialah cara menarik konklusi yang bersifat umum dari hal-hal yang khusus. Adapun
deduksi adalah cara menari konklusi berdasarkan dua kebenaran yang pasti dan
tidak diragukan, yang bertolak dari sifat umum ke khusus. Induksi berangkat
dari pengamatan dan pengetahuan indriawi yang berdasarkan pengalaman.
DAFTAR PUSTAKA
Hakim, Atang Abdul. Filsafat Umum Dari Metologi Sampai
Teofilosofi. Bandung: Pustaka Setia. 2008.
Poedjawijatna.
Pembimbing Kearah Alam Filsafat.
Jakarta: Pembangunan, 1980..
Rapar,
Jan Hendrik. Penghantar Filsafat.Yogyakarta:
Kanisius,1996.
Sarwono,
Sarlito W. Berkenalan dengan
Aliran-aliran dan Tokoh-tokoh Psikologi. Jakarta: Bulan Bintang, 2000.
Yuana,Kumara
Ari. The Greatest Philosophers, Yogyakarta:
Andi Offset. 2010.
[1] Poedjawijatna, Pembimbing Kearah Alam Filsafat,
(Jakarta: Pembangunan, 1980), hlm, 33.
[2] Kumara Ari Yuana, The Greatest Philosophers, (Yogyakarta:
Andi Offset, 2010), hlm, 43
[3] Sarlito W. Sarwono, Berkenalan dengan Aliran-aliran dan
Tokoh-tokoh Psikologi, (Jakarta: Bulan Bintang, 2000), hlm, 24.
[4] Jan Hendrik Rapar, Penghantar Filsafat, (Yogyakarta:
Kanisius ,1996), hlm, 104.
[5] Atang Abdul Hakim dan Beni Ahmad
Saebani,Filsafat Umum Dari Metologi
Sampai Teofilosofi, (Bandung: PustakaSetia, 2008), 217.
[6] Ibid 44