AHLUSUNNAH (AL-ASY’ARI DAN DAN AL MATURIDI)
Disusun UntukMemenuhiTugas Mata KuliahIlmu Tauhid
Yang DibinaOlehBapakAinul Yaqin, MA.
Disusun Oleh :
Dwi Noviyant i (20160701O50018)
Fitriyah (20160701050023)
Yuliantika
(20160701050106)
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
JURUSAN
TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI
AGAMA ISLAM NEGERI PAMEKASAN
2016
Kata Pengantar
Assalamu’alaikum
Wr.Wb
Bismillahirrahmanirrahim
Tidak ada ungkapan
kata yang paling baik dan berkah bagi kehidupan ini, kecuali memanjatkan rasa
syukur kehadirat Allah SWT. Yang telah melimpahkan karunia, taufiq, dan
hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Asy’ariyah Dan Al-Maturidi dengan
baik. Hal ini semata-mata ikhlas lillahi ta’ala dalam rangka menuntut ilmu dan
memenuhi tugas Mata kuliah ilmu tauhid.
Shalawat dan salam
semoga tetap tercurahkan keharibaan junjungan Nabi Besar Muhammad SAW. Yang
mana dengan perjuangan beliau kita dapat berada dalam cahaya Islam dan Iman.
Selanjutnya kami
menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan
banyak kekurangan, sehingga sangat mengharap saran dan kritik yang membangun
demi kesempurnaan dalam pembuatan makalah selanjutnya.
Akhirnya kami
berdo’a semoga makalah ini akan membawa manfaat kepada penulis dan pembaca pada
umumnya.
Wassalamu’alaikum
Wr.Wb
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI
ii
BAB I : PENDAHULUAN 1
A. Latar
Belakang 1
B. Rumusan
Masalalah 1
C.
Tujuan Masalah 1
BAB II : PEMBAHASAN 2
A.
Pengertian Ahlusunnah
Waljama’ah 2
B. Al-asy’ari Dan
Doktrin-Doktrin Teologi Al-Asy’ari 3
C.
Al-Maturidi Dan
Doktrin-Doktrin Teologi Al-Maturidi 5
BAB III : PENUTUP 11
A. Kesimpulan 11
B. Saran 11
DAFTAR PUSTAKA 12
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di dunia ini islam telah terbagi kedalam beberapa golongan.
Golongan ini tidak sedikit jumlahnya, akan tetapi yang menarik perhatian kami
untuk jadikan pembahasan dalam makalah ini adalah ahlussunnah waljama’ah. Di
dalam makalh ini kami ingin membahas apa sebenarnya yang di maksud dengan
ahlussunnah waljama’ah, dan prinsip-prinsip yang di pegang oleh ahlussunnah
waljama’ah.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa
itu ahlussunnah waljama’ah?
2.
Siapa al-asy’ari dan bagaimana doktrin-doktrin
teologi al-asy’ari?
3.
Siapa
al-maturidi dan bagaimana doktrin-doktrin teologi al-maturidi?
C.
Tujuan Masalah
1.
Mengetahui
dan memahami ahlussunnah
2.
Mengetahui
sejarah ringkas al-asy’ari dan mengetahui doktrin-doktrin teologi al-asy’ari
3.
Mengetahui
sejarah ringkas al-maturidi dan mengetahui doktrin-doktrin teologi al-maturidi
BAB
2
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Ahlussunnah Waljama’ah
As-sunnah secara bahasa
berasal dari kata: “sannah yasinnu”, dan “yasunnuh sannan”, dan “masnun” yaitu
yang di sunnahkan. Sedang “sannah amr” artinya menerangkan (menjelaskan)
perkara.
As-sunnah juga mempunyai arti “at-thariq” (jalan/metode/pandangan
hidup) dan “as-sirah” (prilaku) yang terpuji dan tercela, seperti sabda
Rasulullah SAW, “sungguh kamu akan mengikuti prilaku orang-orang sebelum kamu
sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta.” (HR. Al-bukhari
No.3456,7320 dan muslim No.2669 dari sahabat Abu Said Al-khudri).
Lafazh “sannah” maknanya adalah (pandangan hidup mereka dalam
urusan agama dan dunia). “Barang siapa memberi contoh satu sunnah (prilaku)
yang baik dalam islam, maka baginya pahala kebaikan tersebut dan pahala orang
yang mengerjakannya setelahnya, tanpa mengurangi suatu apapun dari
pahalamereka. Dan barang siapa memberi contoh (prilaku yang jelek dalam islam.”
(HR. Muslim).
Pengertian as-sunnah secara istilah (terminologi) yaitu petunjuk
yang telah di tempuh oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya baik berkenaan
dengan ilmu, aqidah, perkataan, perbuatan maupun ketetapan.
As-sunnah juga di gunakan untuk menyebut sunnah-sunnah (yang
berhubungan dengan) ibadah dan ‘aqidah, lawan kata “sunnah” adalah “bid’ah”. Sedangkan
jama’ah secara istilah (terminologi) yaitu kelompok kaum muslimin dan mereka
adalah pendahulu ummat ini dari kalangan para sahabat, tabi’in dan orang-orang
yang mengikuti jejak kebaikan mereka sampai hari kiamat; dimana mereka
berkumpul berdasarkan Al-quran dan As-sunnah dan mereka berjalan sesuai dengan
yang telah ditempuh oleh Rasulullah SAW
baik secara lahir maupun batin.
Dari pengertian diatas sunnah wal jama’ah merupakan orang yang
mengikuti tuntunan dan kelompok pengikut Rasulullah SAW. Bisa juga berarti
orang yang mengikuti Rasulullah SAW
lawannya adalah ahlul bid’ah.Disebut Ahlus sunnah, karena kuatnya mereka
berpregan dan berittiba’ (mengikuti) sunnah Nabi SAW dan para sahabatnya
Radiyallahu anhum.
B.
Al-asy’ari dan doktrin-doktrin
teologi Al-asy’ari
Asy’ari adalah salah satu satu aliran dalam teologi yang namanya dinisbatkan
kepada nama pendirinya, yaitu Hasan Ali bin Ismail Al-Asy’ari. Ia lahir di kota
Basrah pada tahun 280 H/873 M dan merupakan keturunan sahabat besar Nabi yang
bernama Abu Musa Al-asy’ari seorang delegasi pihak Ali r.a dalam peristiwa tahkim.Dalam belajar agama,
ia mula-mula berguru kepada Abu Ali Al-jubbai seorang pendekar Mu’tazilah.
Sejak awalnya Asy’ari mengitu paham Mu’tazilah hingga usia 40 tahun. Oleh
karena itu, tidak diragukan lagi bahwa Al-Asy’ari sangat memahami dan menguasai
paham kemu’tazilaan. Ia sering diberi kepercayaan oleh gurunya untuk juru
bicara debat tentang Mu’tazilah dengan
pihak lain.meskipun ia sangat
menguasai mu’tazilah, keraguan
selalu muncul dalam dirinya tentang
Mu’tazilah tersebut dan ia merasa
tidak puas. Setelah merenung sekitar 15 hari, akhirnya ia memutuskan keluar dari mu’tazilah. Peristiwa itu
terjadi ketika ia berusia sekitar 40
tahun, menjelang akhir hayat Al-jubba’i.
Ia naik ke mimbar dan berpidato, “saudara-saudara, setelah saya
meneliti dalil-dalil yang dikemukakan oleh masing-masing pendapat,
ternyata dalil-dalil itu, menurut hemat saya, sama kuatnya. Saya memohon kepada
Allah Allah SWT. Sekarang saya meninggalkan keyakinan-keyakinan lama dan
menganut keyakinan baru. Keyakinan lama saya lepaskan sebagaimana sebagaimana
saya lepaskan baju yang saya kenakan ini.’’
Sejak saat itu, Asy’ariyah gigih menyebarluaskan paham barunya
sehinggaterbentuk mazhab baru dalam teologi islam yang dikenal dengan nama
Ahlus sunnah wal jamaah. Pengikut Asy’ariyah sendiri sering disebut pula
Asy’ariyah.
Doktrin-doktrin asy’ariyah yang terpenting antara lain adalah:
1.
Sifat
Tuhan
Menurut ajaran
Asy’ari yah.Tuhan mempunyai sifat-sifat sebgaimana disebutkan di dalam
Al-Quran. Seperti Allah mengetahui dengan ilmu, berkuasa dengan Qudrat. Hidup dengan Hayyah
dan seterusnya. Sifat-sifat tersebut adalah azali. Sifat-sifat itu bukanlah
Zat-Nya.
2.
Perbuatan
manusia
Perbuatan manusia menurut Asy’ariyah adalah dicptakan Tuhan, bukan
diciptakan oleh manusia itu sendiri. Untuk mewujudkan suatu perbuatan, manusia
membutuhkan dua daya, yaitu daya tuhan dan daya manusia. Hubungan perbuatan
manusia dengan kehendak Tuhanyang mutlak dijelaskan melalui teori kasb, yakni
berbarengnya kekuasaan manusia dengan perbuatan Tuhan. Al-kasb mengandung arti
keaktifan. Karena itu, manusia bertanggung jawab atas perbuatan yang dilakukannya.
3.
Pelaku
dosa besar
Menurut
Asy’ari, seorang muslim yang melakukan perbuatan dosa besar dan meninggal dunia
sebelum sempat bertobat, tetap dihukumi mukmin dan kafir, dan diakhirat ada
beberapa kemungkinan:
a.
Ia
mendapat ampunan dari Allah dengan rahmat-nya sehingga pelaku dosa besar tersebut memasukannya kedalam surga
b.
Ia
mendapat syafaat dari Nabi Muhammad SAW. sebagaimana sabdanya yang artinya:“syafaat
adalah untuk umatku yang melakukan dosa besar”
c.
Alah
memberikan hukuman kepadanya dengan dimasukkan kedalam siksa neraka yang sesuai
dengan dosa besar yang dilakukannya. Kemudian dia memasukkan kedalam syurga.
4.
Keadilan
Tuhan
Al-Asy’ari berpendapat bahwa Tuhan tidak mempunyai kewajiban
apapun. Tuhan tidak wajib memasukkan orang, baik kesurga maupun ke neraka.
Semua itu merupakan kehendak mutlak Tuhan, sebab Tuhanlah yang maha kuasa
segala-galanya adalah mililk Allah. jika
Tuhan memasukkan seluruh manusia kedalam syurga, bukan berarti ia tidak adil.
Sebaliknya jika Tuhan memasukkan seluruh manusia kedalam neraka, bukan berarti
ia zalim. Tuhan adalah penguasa mutlak dan tidak ada yang lebih kuasa. Ia dapat
dan boleh melakukan apa saja yang dikehendaki-Nya.
Demikian pokok-pokok aliran Asy’ari untuk mengetahui lebih luas
tentang pendapat Asy’ari dapat diperoleh dari buku-buku karya beliau,
diantaranya Muqalatul Islamiyah wa ikhtilaful mushallin, Al-ibanah, Al-luma
dan sebagainya.
C.
Al-maturidiyah
dan doktrin-doktrin teologi al-maturidi
Berdasarkan buku pengantar teologi islam, aliran maturidiyah
diambil dari nama pendirinya, yaitu Abu mansur muhammad bin muhammad. Di
samping itu, dalam buku terjemahan oleh abd. RahmanDahlan dan Ahmad Qarib
menjelaskan bahwa pendiri aliran maturidiyah yakni Abu Mansur al-maturidi,
kemudian namanya dijadikan sebagai nama aliran ini.[1]Maturidiya
adalah aliran kalam yang di nisbatkan oleh Abu Mansur Al-Maturidi yang berpijak
kepada penggunaan argumentasi dan dalil aqli kalami dalam membantah
penyilisihnya seperti mu’tazilah, jahmiyah dan lain-lain untuk menetapkan
hakikat agama dan aqidah islamiyyah. Sejalan dengan itu juga, aliran
Al-Maturidiyah merupakan aliran teologi dalam islam yang didirika oleh Abu
Mansur Muhammad al-Maturidiah dalam kelompok ahli sunnah wal jamaah yang
merupakan ajaran teknologi yang bercorak rasional.
Aliran maturidiah lahir di samarkand pertengahan kedua dari abad IX
M. Riwayat hidup Abu Mansur Muhammad ibn Mahmud Al-Maturidi tidak banyak
diketahui. Ia sebagai pengikut Abu Hanifah sehingga paham teologinya memiliki
banyak persamaan dengan paham-paham yang dipegang Abu Hanifah. Sistem pemikiran
aliran maturidiyah, termasuk golongan telogi ahli sunnah. Ada juga suatu
pendapat yang mengatakan bahwa ada karangan-karangan yang disusun oleh
Al-Maturidi, yaitu risalah fi Al-‘Aqaid dan Syarh Al-Fiqh Al-Akbar. Sebagai
informasi yang menambah wawasan tentang Al-maturidiyah adalah buku yang
dikarang oleh pengikut-pengikutnya, seprti buku Isyarat Al-Maram oleh Abu
Al-Bayani dan Al-Basdawi dengan bukunya Usul Al-Din.
Doktrin-doktrin teologi Al-Maturidiyah
1.
Akal
dan wahyu
Dalam pemikiran teologinya, Al-Maturidi mendasarkan pada Al-Qur’an
dan akal dalam bab ini ia sama dengan Al-Asy’ari. Menurut Al-Maturidi,
mengetahui Tuhan dan kewajiban mengetahui Tuhan dapat diketahui dengan akal.
Kemampuan akal dalam mengetahui dua hal tersebut sesuai dengan ayat-ayat
Al-Qur’an yang memerintahkan manusia untuk menggunakan akal dalam usaha
memperoleh pengetahuan dan keimanannya terhadap Allah melalui pengamatan dan
pemikiran yang mendalam tentang makhluk ciptaannya. Kalau akal tidak mempunyai
kemampuan memperoleh pengetahuan tersebut, tentunya Allah tidak akan menyuruh
manusia untuk melakukannya. Dan ornag yang mau menggunakan akal untuk memproleh
iman dan pengetahuan mngenai Allah berarti meninggalkan kewajiban yang diperintah
ayat-ayat tersebut. Namun akal menurut Al-Maturidi, tidak mampu mengetahui
kewajiban-kewajiban yang lainya. Dalam masalah baik dan buruk, Al-Maturidi
berpendapat bahwa penentu baik dan buruk sesuatu itu terletak pada suatu itu
sendiri, sedangkan perintah atau larangan syri’ah hanyalah mengikuti ketentuan
akal menegenai baik dan buruknya seuatu. Dalam kondis demikian, wahyu diperoleh
untuk dijadikan sebagai pembimbing.
Al-Maturidi
membagi kaitan sesuatu dengan akal pada tiga macam, yaitu:
a.
Akal
dengan sendirinya hanya mengetahui kebaikan sesuatu itu.
b.
Akal
dengan sendirinya hanya mengetahui kebutuhan sesuatu itu.
c.
Akal
tidak mengetahui kebaikan dan keburukan sesuatu, kecuali dengan petunjuk ajaran
wahyu.[2]
Jadi, yang baik
itu baik karena diperintah Allah, dan yang buruk itu karena larangan Allah.
Pada konteks ini Al-Maturidi berada pada posisi tengah dari Mu’tazilah dan
Al-Asy’ari.
2.
Perbuatan
manusia
Menurut Al-Maturidi perbuatan manusia adalah ciptaan Tuhan karena
segala sesuatu dalam wujud ini adalah ciptaan-Nya. Dalam hal ini, Al-Maturidi
mempertemukan antara ikhtiyar sebagai perbuatan manusia dan qudrat Tuhan
pencipta perbuatan manusia.
Dengan demikian tidak ada pertentangan antara qudrat Tuhan yang
menciptakan perbuatan manusia dan ikhtiyar yang ada pada manusia. Kemudian
karena daya diciptakan dalam diri manusia dan perbuatan yang dilakukan adalah
perbuatan manusia sendiri dalam arti yang sebenarnya, maka tentu daya itu tentu
juga daya manusia.[3]
3.
Kekuasaan
dan kehendak mutlak Tuhan
Telah diuraikan diatas bahwa perbuatan manusia dan segala sesuatu
dalam wujud ini, yang baik atau buruk adalah ciptaan Allah SWT. Menurut
Al-Maturidi qudrat Tuhan tidak sewenang-wenang (absolut), tetapi perbuatan dan
kehendak-Nya itu berlangsung sesuai dengan hikmah dan keadilan yang sudah
ditetapkan-Nya sendiri.
4.
Sifat
Tuhan
Dalam hal ini faham Al-Maturidi cenderung mendekati faham mutzilah.
Perbedaan keduanya terletak pada pengakuan Al-Maturidi tentang adanya
sifat-sifat Tuhan, sedangkan mutazilah menolak adanya sifat-sifat Tuhan. Tuhan
mempunyai sifat-sifat, seperti sama, bashar, kalam, dan sebagainya. Al-Maturidi
berpendapat bahwa sifat itu tidak dikatakan sebagai esensi-Nya dan bukan pula
lain dari esensi-Nya. Sifat-sifat Tuhan itu mulzamah (ada bersama/inheren) dzat
tanpa terpisah (innaha lam takun ain adz-dzat wa la hiya ghairuhu) sifat tidak
berwujud tersendiri dari dzat, sehingga berbilangnya sifat tersendiri dari dzat
sehingga berbilangnya sifat tidak akan membawa kepada bilangannya yang qadim
(taadud al-qadamah)Tampaknya faham tentang makna sifat Tuhan ini cenderung mendekati
faham mu’tazilah, perbedaannya terletak pada pengakuan terhadap adanya sifat
Tuhan.
5.
Melihat
Tuhan
Al-Maturidi mengatakan bahwa manusia dapat melihat Tuhan. Hal ini
diberitahukan oleh Al-Qur’an, antara lain firman Allah dalam surat Al-Qiyamah
ayat 22 dan 23. Namun melihat Tuhan, kelak di akhirat tidak dalam bentuknya
(bila kaifa), karena keadaan di akhirat tidak sama dengan keadaaan di dunia.
6.
Kalam
Tuhan
Al-Maturidi membedakan antara kalam yang tersusun dengan huruf dan
bersuara dengan kalam nafsi (sabda yang sebenarnya atau kalam abstrak). Kalam
nafsi adalah sifat qadim bagi Allah, sedangkan kalam yang tersusun dari huruf
dan suara adalah baharu (hadits). Kalam nafsi tidak dapat diketahui hakikatnya
bagaimana Allah bersifat dengannya (bila kaifa) tidak diketahu, kecuali dengan
suatu perantara.[4]
7.
Perbuatan
manusia
Menurut Al-Maturidi, tidak ada suatu yang terdapat dalam wujud ini,
kecuali semuanya atas kehendak Tuhan, dan tidak ada yang memaksa atau membatasi
kehendak Tuhan kecuali karena ada hikmah dan keadilan yang ditentukan oleh
kehendaknya sendiri. Oleh karena itu, Tuhan tidak wajib berbuat ash-shalah
wa-al ashlah (yang baik dan terbaik bagi manusia). Setiap perbuatan Tuhan yang
bersifat mencipta atau kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepada manusia tidak
lepas dari hikmah dan keadilan yang di kehendaki-Nya. Kewajiban-kewajiban
tersebut adalah:
a.
Tuhan
tidak akan membebankan kewajiban-kewajiban kepada manusia di luar kemampuannya
karena hal tersebut tidak sesuai dengan keadilan, dan manusia juga diberi
kemerdekaan oleh Tuhan dan kemampuan dan perbuatannya.
b.
Hukuman
atau ancaman dan janji terjadi karena merupakan tuntunan keadilan yang sudah
ditetapkannya.
8.
Pelaku
dosa besar
Al-Maturidi berpendapat bahwa orang yang berdosa besar tidak kafir
dan tidak kekal didlam neraka walaupun ia mati sebelum bertaubat. Hal ini karena
Tuhan sudah menjanjikan akan memberikan balasan kepada manusia sesuai dengan
perbuatannya. Kekal didalam neraka adalah balasan untuk orang yang berbuat dosa
syirik. Dengan demikian, berbuat dosa besar selain syirik tidak akan
menyebabkan pelakunya kekal didalam neraka. Oleh karena itu, perbuatan dosa
besar (selain syirik) tidaklah menjadikan seseorang kafir atau murtad.
9.
Pengutusan
Rasul
Pandangan Al-Maturidi tidak jauh beda dengan pandang mu’tazilah
yang berpendapat bahwa pengutusan Rasul ke tengah-tengah umatnya adalah
kewajiban Tuhan agar manusia dapat berbuat baik dan terbaik kehidupannya.
Pengutusan Rasul berfungsi sebagai sumber informasi. Tanpa
mengikuti ajarannya wahyu yang disampaikan Rasul berarti manusia telah
membebankan sesuatu yang berada diluar kemampuannya kepada akalnya.[5]
Ada dua golongan di dalam aliran Maturiduyah, yaitu.
1.
Golongan
Samarkand
Yang menjadi golongan ini adalah pengikut-pengikut Al-maturidiyah
sendiri. Golongan ini cenderung ke arah paham mu’tazilah, sebagaimana pendapatnya
soal sifat-sifat Tuhan. Maturidi dan Asy’ari terdapat kesamaan pandangan.
Menurut maturidi, Tuhan mempunyai sifat-sifat Tuhan mengetahui bukan dengan
zat-Nya, melainkan dengan pengetahuan-Nya. Begitu juga Tuhan berkuasa bukan
Zat-Nya.
Maturidi
menolak paham-paham mu’tazilah, antara lain dalam soal:
a.
Tidak
sepaham dengan mengenai pendapat Mu’tazilah yang mengatakan bahwa Al-quran itu
mahluk.
b.
Al
Salah wa Al-Aslah
c.
Paham
posisi menengah kaum mu’tazilah
Dengan demikian, lebih lanjut Al-Maturidi berpendapat Tuhan
mempunyai kewajiban-kewajiban tertentu. Dan kalam (firman) tidak di ciptakan,
tetapi bersifat qadim.
Dosa besar yang dilakukan seseorangmenurut maturidi masih tetap
mukmin, ia sepaham dengan asy’ari. Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa mereka yang
berdosa besar akan di tentukan Tuhan kelak di akhirat.
2.
Golongan
Bukhara
Golongan bukhara ini di pimpin oleh Abu Al-User Mohammad Albasdawi.
Dia merupakan pengikut maturidi yang penting dan penerus yang baik dalam
pemikirannya. Nenek Albasdawi menjadi salah satu murid Maturidi. Dari orang
tuanya, Albasdawi dapat menerima ajaran-ajaran Maturidi. Kemudian Albasdawi
dalam perkembangan pemikirannya, mempunyai salah seorang murid yaitu Najm Aldin
Muhammad Alnafsi dengan karyanya Al-‘aqoidul Nasafiah.
Dengan demikian, yang di maksud golongan Bukhara adalah
pengikut-pengikut Albasdawi di dalam aliran Al-Maturidiyah, yang mempunyai
pendapay lebih dekat kepada pendapat- pendapat Al-Asy’ari.
Namun walaupun sebagai aliran Al-Maturidyiah, Al-Basdawi tidak
selamanya sepaham dengan Al-Maturidi. Ajaran-ajaran teologinya banyak di anut
oleh sebagian banyak umat islam yag bermazhab Hanafi. Dan pemikiran-pemikiran
Maturidiyah sampai sekarang masih hidup
dan berkembang dikalangan umat islam.
BAB 3
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kelompok Asy’ariyan dan Al-maturidi muncul karena ketidakpuasan Abu
Manshur Muhammad ibn Muhammad ibn Mahmud
Al-maturidi terhadap argumen dan pendapat-pendapat yang dilontarkan oleh
kelompok mu’tazilah. Asy’ariyah gigih
meneyebarluaskan paham barunya sehingga terbentuk mazhab barunya dalam teologi
islam yaitu Ahlus Sunnah wal Jamaah. Pengikut Asy’ariyah sering pula disebut
dengan Asy’ariyah.
Antara Asy’ariyah dan Maturidiyah sendiri memiliki beberapa
perbedaan, di antaranya ialah dalam hal-hal sebagai berikut: Tentang sifat
Tuhan, tentang perbuatan manusia. Tentang Al-Quran, kewajiban Tuhan, pelaku
dosa besar, rupa Than, dan juga janji Tuhan.
Pokok-pokok ajsaran Al-Maturidiyahpada dasarnya memiliki banyak
kesamaan dengan aliran mu’tazilah dalam memaparkan pendapat-pendapat
mu’tazilah. Perbedaan yang muncul bisa dikatakan hanya dalam penjelasan ajaran
mereka atau dalam masalah cabang.
Dikalangan maturidiyah sendiri ada dua kelompok yang juga memiliki
kecenderungan pemikiran yang berbeda yaitu kelompok sumarkand yaitu
pengikut-pengikut al-maturidi sendiri yang paham-paham teologinya lebih dekat
kepada paham mu’tazilah dan pahaqm bukhara yaitu pengikut al-Bazdawi yang
codong kepada Asy’ari.
B.
Saran
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, mohon maaf
apabila ada kesalahan dan kekurangannya
dalam makalah ini. Kritik dan saran sangat kami harapkan untuk memperbaiki
makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Hanaf,
Ahmad. Pengantar Tetologi Islam. Jakarta: Al-husna Baru, 2003.
Nasation,
Harun. Teologi Islam Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan. Jakarta:
UI- press, 1986.