Wednesday, 30 November 2016

Tugas Mata KuliahIlmu Tauhid AHLUSUNNAH (AL-ASY’ARI DAN DAN AL MATURIDI)





AHLUSUNNAH (AL-ASY’ARI DAN DAN AL MATURIDI)

Disusun UntukMemenuhiTugas Mata KuliahIlmu Tauhid
Yang DibinaOlehBapakAinul Yaqin, MA.
                                                                                                  

Disusun Oleh :

Dwi Noviyant i               (20160701O50018)
Fitriyah                        (20160701050023)
Yuliantika                   (20160701050106)




PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PAMEKASAN
2016

 


Kata Pengantar

Assalamu’alaikum Wr.Wb
Bismillahirrahmanirrahim
            Tidak ada ungkapan kata yang paling baik dan berkah bagi kehidupan ini, kecuali memanjatkan rasa syukur kehadirat Allah SWT. Yang telah melimpahkan karunia, taufiq, dan hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang  berjudul Asy’ariyah Dan Al-Maturidi dengan baik. Hal ini semata-mata ikhlas lillahi ta’ala dalam rangka menuntut ilmu dan memenuhi tugas Mata kuliah ilmu tauhid.
            Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan keharibaan junjungan Nabi Besar Muhammad SAW. Yang mana dengan perjuangan beliau kita dapat berada dalam cahaya Islam dan Iman.
            Selanjutnya kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan banyak kekurangan, sehingga sangat mengharap saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan dalam pembuatan makalah selanjutnya.
            Akhirnya kami berdo’a semoga makalah ini akan membawa manfaat kepada penulis dan pembaca pada umumnya.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb








DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR                                                                                               i
DAFTAR ISI                                                                                                             ii
BAB I : PENDAHULUAN                                                                                      1
A.    Latar Belakang                                                                                                1
B.     Rumusan Masalalah                                                                                        1
C.     Tujuan Masalah                                                                                               1                     
BAB II : PEMBAHASAN                                                                                       2
A.    Pengertian Ahlusunnah Waljama’ah                                                               2
B.     Al-asy’ari Dan Doktrin-Doktrin Teologi Al-Asy’ari                                         3
C.     Al-Maturidi Dan Doktrin-Doktrin Teologi Al-Maturidi                                 5
BAB III : PENUTUP                                                                                               11       
A.    Kesimpulan                                                                                                     11
B.    Saran                                                                                                               11
DAFTAR PUSTAKA                                                                                              12       




BAB 1
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
                                       
Di dunia ini islam telah terbagi kedalam beberapa golongan. Golongan ini tidak sedikit jumlahnya, akan tetapi yang menarik perhatian kami untuk jadikan pembahasan dalam makalah ini adalah ahlussunnah waljama’ah. Di dalam makalh ini kami ingin membahas apa sebenarnya yang di maksud dengan ahlussunnah waljama’ah, dan prinsip-prinsip yang di pegang oleh ahlussunnah waljama’ah.

B.     Rumusan Masalah

1.      Apa itu ahlussunnah waljama’ah?
2.       Siapa al-asy’ari dan bagaimana doktrin-doktrin teologi al-asy’ari?
3.      Siapa al-maturidi dan bagaimana doktrin-doktrin teologi al-maturidi?

C.    Tujuan Masalah

1.      Mengetahui dan memahami ahlussunnah
2.      Mengetahui sejarah ringkas al-asy’ari dan mengetahui doktrin-doktrin teologi al-asy’ari
3.      Mengetahui sejarah ringkas al-maturidi dan mengetahui doktrin-doktrin teologi al-maturidi





BAB 2
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Ahlussunnah Waljama’ah

 As-sunnah secara bahasa berasal dari kata: “sannah yasinnu”, dan “yasunnuh sannan”, dan “masnun” yaitu yang di sunnahkan. Sedang “sannah amr” artinya menerangkan (menjelaskan) perkara.
As-sunnah juga mempunyai arti “at-thariq” (jalan/metode/pandangan hidup) dan “as-sirah” (prilaku) yang terpuji dan tercela, seperti sabda Rasulullah SAW, “sungguh kamu akan mengikuti prilaku orang-orang sebelum kamu sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta.” (HR. Al-bukhari No.3456,7320 dan muslim No.2669 dari sahabat Abu Said Al-khudri).
Lafazh “sannah” maknanya adalah (pandangan hidup mereka dalam urusan agama dan dunia). “Barang siapa memberi contoh satu sunnah (prilaku) yang baik dalam islam, maka baginya pahala kebaikan tersebut dan pahala orang yang mengerjakannya setelahnya, tanpa mengurangi suatu apapun dari pahalamereka. Dan barang siapa memberi contoh (prilaku yang jelek dalam islam.” (HR. Muslim).
Pengertian as-sunnah secara istilah (terminologi) yaitu petunjuk yang telah di tempuh oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya baik berkenaan dengan ilmu, aqidah, perkataan, perbuatan maupun ketetapan.
As-sunnah juga di gunakan untuk menyebut sunnah-sunnah (yang berhubungan dengan) ibadah dan ‘aqidah, lawan kata “sunnah” adalah “bid’ah”. Sedangkan jama’ah secara istilah (terminologi) yaitu kelompok kaum muslimin dan mereka adalah pendahulu ummat ini dari kalangan para sahabat, tabi’in dan orang-orang yang mengikuti jejak kebaikan mereka sampai hari kiamat; dimana mereka berkumpul berdasarkan Al-quran dan As-sunnah dan mereka berjalan sesuai dengan yang telah ditempuh oleh Rasulullah SAW  baik secara lahir maupun batin.
Dari pengertian diatas sunnah wal jama’ah merupakan orang yang mengikuti tuntunan dan kelompok pengikut Rasulullah SAW. Bisa juga berarti orang yang mengikuti Rasulullah SAW  lawannya adalah ahlul bid’ah.Disebut Ahlus sunnah, karena kuatnya mereka berpregan dan berittiba’ (mengikuti) sunnah Nabi SAW dan para sahabatnya Radiyallahu anhum.

B.      Al-asy’ari dan doktrin-doktrin teologi Al-asy’ari
Asy’ari adalah salah satu satu aliran dalam teologi yang namanya dinisbatkan kepada nama pendirinya, yaitu Hasan Ali bin Ismail Al-Asy’ari. Ia lahir di kota Basrah pada tahun 280 H/873 M dan merupakan keturunan sahabat besar Nabi yang bernama Abu Musa Al-asy’ari seorang delegasi pihak Ali r.a  dalam peristiwa tahkim.Dalam belajar agama, ia mula-mula berguru kepada Abu Ali Al-jubbai seorang pendekar Mu’tazilah. Sejak awalnya Asy’ari mengitu paham Mu’tazilah hingga usia 40 tahun. Oleh karena itu, tidak diragukan lagi bahwa Al-Asy’ari sangat memahami dan menguasai paham kemu’tazilaan. Ia sering diberi kepercayaan oleh gurunya untuk juru bicara debat tentang  Mu’tazilah dengan pihak lain.meskipun ia sangat  menguasai  mu’tazilah, keraguan selalu muncul dalam dirinya tentang  Mu’tazilah  tersebut dan ia merasa tidak puas. Setelah merenung sekitar 15 hari, akhirnya ia memutuskan  keluar dari mu’tazilah. Peristiwa itu terjadi  ketika ia berusia sekitar 40 tahun, menjelang  akhir hayat Al-jubba’i. Ia naik ke mimbar  dan berpidato,  “saudara-saudara, setelah  saya  meneliti dalil-dalil yang dikemukakan oleh masing-masing pendapat, ternyata dalil-dalil itu, menurut hemat saya, sama kuatnya. Saya memohon kepada Allah Allah SWT. Sekarang saya meninggalkan keyakinan-keyakinan lama dan menganut keyakinan baru. Keyakinan lama saya lepaskan sebagaimana sebagaimana saya lepaskan baju yang saya kenakan ini.’’
Sejak saat itu, Asy’ariyah gigih menyebarluaskan paham barunya sehinggaterbentuk mazhab baru dalam teologi islam yang dikenal dengan nama Ahlus sunnah wal jamaah. Pengikut Asy’ariyah sendiri sering disebut pula Asy’ariyah.
Doktrin-doktrin asy’ariyah yang terpenting antara lain adalah:
1.      Sifat Tuhan
Menurut ajaran Asy’ari yah.Tuhan mempunyai sifat-sifat sebgaimana disebutkan di dalam Al-Quran. Seperti Allah mengetahui dengan ilmu,  berkuasa dengan Qudrat. Hidup dengan Hayyah dan seterusnya. Sifat-sifat tersebut adalah azali. Sifat-sifat itu bukanlah Zat-Nya.
2.      Perbuatan manusia
Perbuatan manusia menurut Asy’ariyah adalah dicptakan Tuhan, bukan diciptakan oleh manusia itu sendiri. Untuk mewujudkan suatu perbuatan, manusia membutuhkan dua daya, yaitu daya tuhan dan daya manusia. Hubungan perbuatan manusia dengan kehendak Tuhanyang mutlak dijelaskan melalui teori kasb, yakni berbarengnya kekuasaan manusia dengan perbuatan Tuhan. Al-kasb mengandung arti keaktifan. Karena itu, manusia bertanggung jawab atas perbuatan yang dilakukannya.

3.      Pelaku dosa besar
Menurut Asy’ari, seorang muslim yang melakukan perbuatan dosa besar dan meninggal dunia sebelum sempat bertobat, tetap dihukumi mukmin dan kafir, dan diakhirat ada beberapa kemungkinan:
a.       Ia mendapat ampunan dari Allah dengan rahmat-nya sehingga pelaku dosa besar  tersebut memasukannya kedalam surga
b.      Ia mendapat syafaat dari Nabi Muhammad SAW. sebagaimana sabdanya yang artinya:“syafaat adalah untuk umatku yang melakukan dosa besar”
c.       Alah memberikan hukuman kepadanya dengan dimasukkan kedalam siksa neraka yang sesuai dengan dosa besar yang dilakukannya. Kemudian dia memasukkan kedalam syurga.

4.      Keadilan Tuhan
Al-Asy’ari berpendapat bahwa Tuhan tidak mempunyai kewajiban apapun. Tuhan tidak wajib memasukkan orang, baik kesurga maupun ke neraka. Semua itu merupakan kehendak mutlak Tuhan, sebab Tuhanlah yang maha kuasa segala-galanya adalah mililk Allah.  jika Tuhan memasukkan seluruh manusia kedalam syurga, bukan berarti ia tidak adil. Sebaliknya jika Tuhan memasukkan seluruh manusia kedalam neraka, bukan berarti ia zalim. Tuhan adalah penguasa mutlak dan tidak ada yang lebih kuasa. Ia dapat dan boleh melakukan apa saja yang dikehendaki-Nya.
Demikian pokok-pokok aliran Asy’ari untuk mengetahui lebih luas tentang pendapat Asy’ari dapat diperoleh dari buku-buku karya beliau, diantaranya Muqalatul Islamiyah wa ikhtilaful mushallin, Al-ibanah, Al-luma dan sebagainya.

C.    Al-maturidiyah dan doktrin-doktrin teologi al-maturidi
Berdasarkan buku pengantar teologi islam, aliran maturidiyah diambil dari nama pendirinya, yaitu Abu mansur muhammad bin muhammad. Di samping itu, dalam buku terjemahan oleh abd. RahmanDahlan dan Ahmad Qarib menjelaskan bahwa pendiri aliran maturidiyah yakni Abu Mansur al-maturidi, kemudian namanya dijadikan sebagai nama aliran ini.[1]Maturidiya adalah aliran kalam yang di nisbatkan oleh Abu Mansur Al-Maturidi yang berpijak kepada penggunaan argumentasi dan dalil aqli kalami dalam membantah penyilisihnya seperti mu’tazilah, jahmiyah dan lain-lain untuk menetapkan hakikat agama dan aqidah islamiyyah. Sejalan dengan itu juga, aliran Al-Maturidiyah merupakan aliran teologi dalam islam yang didirika oleh Abu Mansur Muhammad al-Maturidiah dalam kelompok ahli sunnah wal jamaah yang merupakan ajaran teknologi yang bercorak rasional.
Aliran maturidiah lahir di samarkand pertengahan kedua dari abad IX M. Riwayat hidup Abu Mansur Muhammad ibn Mahmud Al-Maturidi tidak banyak diketahui. Ia sebagai pengikut Abu Hanifah sehingga paham teologinya memiliki banyak persamaan dengan paham-paham yang dipegang Abu Hanifah. Sistem pemikiran aliran maturidiyah, termasuk golongan telogi ahli sunnah. Ada juga suatu pendapat yang mengatakan bahwa ada karangan-karangan yang disusun oleh Al-Maturidi, yaitu risalah fi Al-‘Aqaid dan Syarh Al-Fiqh Al-Akbar. Sebagai informasi yang menambah wawasan tentang Al-maturidiyah adalah buku yang dikarang oleh pengikut-pengikutnya, seprti buku Isyarat Al-Maram oleh Abu Al-Bayani dan Al-Basdawi dengan bukunya Usul Al-Din.
Doktrin-doktrin teologi Al-Maturidiyah
1.      Akal dan wahyu
Dalam pemikiran teologinya, Al-Maturidi mendasarkan pada Al-Qur’an dan akal dalam bab ini ia sama dengan Al-Asy’ari. Menurut Al-Maturidi, mengetahui Tuhan dan kewajiban mengetahui Tuhan dapat diketahui dengan akal. Kemampuan akal dalam mengetahui dua hal tersebut sesuai dengan ayat-ayat Al-Qur’an yang memerintahkan manusia untuk menggunakan akal dalam usaha memperoleh pengetahuan dan keimanannya terhadap Allah melalui pengamatan dan pemikiran yang mendalam tentang makhluk ciptaannya. Kalau akal tidak mempunyai kemampuan memperoleh pengetahuan tersebut, tentunya Allah tidak akan menyuruh manusia untuk melakukannya. Dan ornag yang mau menggunakan akal untuk memproleh iman dan pengetahuan mngenai Allah berarti meninggalkan kewajiban yang diperintah ayat-ayat tersebut. Namun akal menurut Al-Maturidi, tidak mampu mengetahui kewajiban-kewajiban yang lainya. Dalam masalah baik dan buruk, Al-Maturidi berpendapat bahwa penentu baik dan buruk sesuatu itu terletak pada suatu itu sendiri, sedangkan perintah atau larangan syri’ah hanyalah mengikuti ketentuan akal menegenai baik dan buruknya seuatu. Dalam kondis demikian, wahyu diperoleh untuk dijadikan sebagai pembimbing.
Al-Maturidi membagi kaitan sesuatu dengan akal pada tiga macam, yaitu:
a.       Akal dengan sendirinya hanya mengetahui kebaikan sesuatu itu.
b.      Akal dengan sendirinya hanya mengetahui kebutuhan sesuatu itu.
c.       Akal tidak mengetahui kebaikan dan keburukan sesuatu, kecuali dengan petunjuk ajaran wahyu.[2]
Jadi, yang baik itu baik karena diperintah Allah, dan yang buruk itu karena larangan Allah. Pada konteks ini Al-Maturidi berada pada posisi tengah dari Mu’tazilah dan Al-Asy’ari.
2.      Perbuatan manusia
Menurut Al-Maturidi perbuatan manusia adalah ciptaan Tuhan karena segala sesuatu dalam wujud ini adalah ciptaan-Nya. Dalam hal ini, Al-Maturidi mempertemukan antara ikhtiyar sebagai perbuatan manusia dan qudrat Tuhan pencipta perbuatan manusia.
Dengan demikian tidak ada pertentangan antara qudrat Tuhan yang menciptakan perbuatan manusia dan ikhtiyar yang ada pada manusia. Kemudian karena daya diciptakan dalam diri manusia dan perbuatan yang dilakukan adalah perbuatan manusia sendiri dalam arti yang sebenarnya, maka tentu daya itu tentu juga daya manusia.[3]

3.      Kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan
Telah diuraikan diatas bahwa perbuatan manusia dan segala sesuatu dalam wujud ini, yang baik atau buruk adalah ciptaan Allah SWT. Menurut Al-Maturidi qudrat Tuhan tidak sewenang-wenang (absolut), tetapi perbuatan dan kehendak-Nya itu berlangsung sesuai dengan hikmah dan keadilan yang sudah ditetapkan-Nya sendiri.

4.      Sifat Tuhan
Dalam hal ini faham Al-Maturidi cenderung mendekati faham mutzilah. Perbedaan keduanya terletak pada pengakuan Al-Maturidi tentang adanya sifat-sifat Tuhan, sedangkan mutazilah menolak adanya sifat-sifat Tuhan. Tuhan mempunyai sifat-sifat, seperti sama, bashar, kalam, dan sebagainya. Al-Maturidi berpendapat bahwa sifat itu tidak dikatakan sebagai esensi-Nya dan bukan pula lain dari esensi-Nya. Sifat-sifat Tuhan itu mulzamah (ada bersama/inheren) dzat tanpa terpisah (innaha lam takun ain adz-dzat wa la hiya ghairuhu) sifat tidak berwujud tersendiri dari dzat, sehingga berbilangnya sifat tersendiri dari dzat sehingga berbilangnya sifat tidak akan membawa kepada bilangannya yang qadim (taadud al-qadamah)Tampaknya faham tentang makna sifat Tuhan ini cenderung mendekati faham mu’tazilah, perbedaannya terletak pada pengakuan terhadap adanya sifat Tuhan.

5.      Melihat Tuhan
Al-Maturidi mengatakan bahwa manusia dapat melihat Tuhan. Hal ini diberitahukan oleh Al-Qur’an, antara lain firman Allah dalam surat Al-Qiyamah ayat 22 dan 23. Namun melihat Tuhan, kelak di akhirat tidak dalam bentuknya (bila kaifa), karena keadaan di akhirat tidak sama dengan keadaaan di dunia.

6.      Kalam Tuhan
Al-Maturidi membedakan antara kalam yang tersusun dengan huruf dan bersuara dengan kalam nafsi (sabda yang sebenarnya atau kalam abstrak). Kalam nafsi adalah sifat qadim bagi Allah, sedangkan kalam yang tersusun dari huruf dan suara adalah baharu (hadits). Kalam nafsi tidak dapat diketahui hakikatnya bagaimana Allah bersifat dengannya (bila kaifa) tidak diketahu, kecuali dengan suatu perantara.[4]

7.      Perbuatan manusia
Menurut Al-Maturidi, tidak ada suatu yang terdapat dalam wujud ini, kecuali semuanya atas kehendak Tuhan, dan tidak ada yang memaksa atau membatasi kehendak Tuhan kecuali karena ada hikmah dan keadilan yang ditentukan oleh kehendaknya sendiri. Oleh karena itu, Tuhan tidak wajib berbuat ash-shalah wa-al ashlah (yang baik dan terbaik bagi manusia). Setiap perbuatan Tuhan yang bersifat mencipta atau kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepada manusia tidak lepas dari hikmah dan keadilan yang di kehendaki-Nya. Kewajiban-kewajiban tersebut adalah:
a.       Tuhan tidak akan membebankan kewajiban-kewajiban kepada manusia di luar kemampuannya karena hal tersebut tidak sesuai dengan keadilan, dan manusia juga diberi kemerdekaan oleh Tuhan dan kemampuan dan perbuatannya.
b.      Hukuman atau ancaman dan janji terjadi karena merupakan tuntunan keadilan yang sudah ditetapkannya.

8.      Pelaku dosa besar
Al-Maturidi berpendapat bahwa orang yang berdosa besar tidak kafir dan tidak kekal didlam neraka walaupun ia mati sebelum bertaubat. Hal ini karena Tuhan sudah menjanjikan akan memberikan balasan kepada manusia sesuai dengan perbuatannya. Kekal didalam neraka adalah balasan untuk orang yang berbuat dosa syirik. Dengan demikian, berbuat dosa besar selain syirik tidak akan menyebabkan pelakunya kekal didalam neraka. Oleh karena itu, perbuatan dosa besar (selain syirik) tidaklah menjadikan seseorang kafir atau murtad.

9.      Pengutusan Rasul
Pandangan Al-Maturidi tidak jauh beda dengan pandang mu’tazilah yang berpendapat bahwa pengutusan Rasul ke tengah-tengah umatnya adalah kewajiban Tuhan agar manusia dapat berbuat baik dan terbaik kehidupannya.
Pengutusan Rasul berfungsi sebagai sumber informasi. Tanpa mengikuti ajarannya wahyu yang disampaikan Rasul berarti manusia telah membebankan sesuatu yang berada diluar kemampuannya kepada akalnya.[5]
Ada dua golongan di dalam aliran Maturiduyah, yaitu.
1.      Golongan Samarkand
Yang menjadi golongan ini adalah pengikut-pengikut Al-maturidiyah sendiri. Golongan ini cenderung ke arah paham mu’tazilah, sebagaimana pendapatnya soal sifat-sifat Tuhan. Maturidi dan Asy’ari terdapat kesamaan pandangan. Menurut maturidi, Tuhan mempunyai sifat-sifat Tuhan mengetahui bukan dengan zat-Nya, melainkan dengan pengetahuan-Nya. Begitu juga Tuhan berkuasa bukan Zat-Nya.
Maturidi menolak paham-paham mu’tazilah, antara lain dalam soal:
a.       Tidak sepaham dengan mengenai pendapat Mu’tazilah yang mengatakan bahwa Al-quran itu mahluk.
b.      Al Salah wa Al-Aslah
c.       Paham posisi menengah kaum mu’tazilah
Dengan demikian, lebih lanjut Al-Maturidi berpendapat Tuhan mempunyai kewajiban-kewajiban tertentu. Dan kalam (firman) tidak di ciptakan, tetapi bersifat qadim.
Dosa besar yang dilakukan seseorangmenurut maturidi masih tetap mukmin, ia sepaham dengan asy’ari. Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa mereka yang berdosa besar akan di tentukan Tuhan kelak di akhirat.

2.      Golongan Bukhara
Golongan bukhara ini di pimpin oleh Abu Al-User Mohammad Albasdawi. Dia merupakan pengikut maturidi yang penting dan penerus yang baik dalam pemikirannya. Nenek Albasdawi menjadi salah satu murid Maturidi. Dari orang tuanya, Albasdawi dapat menerima ajaran-ajaran Maturidi. Kemudian Albasdawi dalam perkembangan pemikirannya, mempunyai salah seorang murid yaitu Najm Aldin Muhammad Alnafsi dengan karyanya Al-‘aqoidul Nasafiah.
Dengan demikian, yang di maksud golongan Bukhara adalah pengikut-pengikut Albasdawi di dalam aliran Al-Maturidiyah, yang mempunyai pendapay lebih dekat kepada pendapat- pendapat Al-Asy’ari.
Namun walaupun sebagai aliran Al-Maturidyiah, Al-Basdawi tidak selamanya sepaham dengan Al-Maturidi. Ajaran-ajaran teologinya banyak di anut oleh sebagian banyak umat islam yag bermazhab Hanafi. Dan pemikiran-pemikiran Maturidiyah  sampai sekarang masih hidup dan berkembang dikalangan umat islam.
BAB 3
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Kelompok Asy’ariyan dan Al-maturidi muncul karena ketidakpuasan Abu Manshur Muhammad ibn Muhammad ibn Mahmud  Al-maturidi terhadap argumen dan pendapat-pendapat yang dilontarkan oleh  kelompok mu’tazilah. Asy’ariyah gigih meneyebarluaskan paham barunya sehingga terbentuk mazhab barunya dalam teologi islam yaitu Ahlus Sunnah wal Jamaah. Pengikut Asy’ariyah sering pula disebut dengan Asy’ariyah.
Antara Asy’ariyah dan Maturidiyah sendiri memiliki beberapa perbedaan, di antaranya ialah dalam hal-hal sebagai berikut: Tentang sifat Tuhan, tentang perbuatan manusia. Tentang Al-Quran, kewajiban Tuhan, pelaku dosa besar, rupa Than, dan juga janji Tuhan.
Pokok-pokok ajsaran Al-Maturidiyahpada dasarnya memiliki banyak kesamaan dengan aliran mu’tazilah dalam memaparkan pendapat-pendapat mu’tazilah. Perbedaan yang muncul bisa dikatakan hanya dalam penjelasan ajaran mereka atau dalam masalah cabang.
Dikalangan maturidiyah sendiri ada dua kelompok yang juga memiliki kecenderungan pemikiran yang berbeda yaitu kelompok sumarkand yaitu pengikut-pengikut al-maturidi sendiri yang paham-paham teologinya lebih dekat kepada paham mu’tazilah dan pahaqm bukhara yaitu pengikut al-Bazdawi yang codong kepada Asy’ari.

B.     Saran
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, mohon maaf apabila ada kesalahan  dan kekurangannya dalam makalah ini. Kritik dan saran sangat kami harapkan untuk memperbaiki makalah ini.



DAFTAR PUSTAKA

Hanaf, Ahmad. Pengantar Tetologi Islam. Jakarta: Al-husna Baru, 2003.
Nasation, Harun. Teologi Islam Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan. Jakarta: UI-           press, 1986.


[1] Ahmad Hanaf, Pengantar Teologi Islam, (Jakarta:Pustaka Al-Husna Baru,2003), hlm.167.
[2]Harun Nasution, teologi islam: Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, (jakarta: UI-Press, 1986), hal. 69
[3] Ibid,. Hal. 127
[4] Ibid.,hlm. 129
[5] Jbid.,hal 131-132