BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan tahapan kegiatan yang bersifat kelembagaan (seperti sekolah dan madrasah) yang digunakan untuk menyempurnakan perkembangan individu dalam menguasai pengetahuan, kebiasaan, sikap, dan sebagainya. Dalam penyelenggaraan pendidikan, proses belajar merupakan unsur yang sangat fundamental. Ini berarti bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu sangat bergantung pada proses belajar yang dialami peserta didik baik di lingkungan sekolah maupun diluar sekolah.
Indonesia sebagai negara berkembang, pendidikannya pun masih dibawah negara-negara maju. Munculnya pendidikan karakter di indonesia ditandai dengan merosotnya moral peserta didik, yang dalam hal ini pemerintah harus berpartisipasi untuk meningkatkan pendidikan karakter di indonesia. Sehingga peserta didik di indonesia bisa meningkatkan potensi dirinya ke arah yang lebih baik lagi.
Karenanya, persoalan karakter anak didik atau karakter bangsa ini menjadi isu terpenting bagi dunia pendidikan di tanah air. Anak didik yang mempunyai karakter yang tangguh tidak di ragukan lagi, bahwa hal itu merupakan sebagai ‘solusi’ bagi beragam persoalan sosial yang sedang dan akan dihadapi bangsa ini. Beragam persoalan sosial, sejak dari isu kenakalan remaja, tawuran, perilaku korupsi, narkoba dan obat terlarang, konflik sosial, dan lain-lain. Agaknya berawal dari proses pendidikan nasional yang belum selaras dengan tujuan filosofis pendidikan nasional.[1]
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas dapat diambil rumusan sebagai berikut:
1. Apa Pengertian pendidikan karakter?
2. Apa saja Landasan pendidikan karakter di indonesia?
3. Apa saja Tujuan pendidikan karakter?
4. Bagaimana Pandangan pendidikan karakter terhadap guru dan peserta didik?
5. Apa saja strategi pengembangan pendidikan karakter di sekolah?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Pengertian Pendidikan Karakter.
2. Untukmengetahui Landasan pendidikan Karakter di Indonesia.
3. Untuk mengetahui Tujuan Pendidikan Karakter.
4. Untuk mengetahui Pandangan Pendidikan Karakter terhadap Guru dan Peserta Didik.
5. Untuk mengetahui strategi pengembangan pendidikan karakter di sekolah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendidikan Karakter
Banyak orang memaknai sebuah kata, tetapi kadang tidak paham sepenuhnya terhadap makna atau penggunaanya pada konteks yang tepat. Orang-orang semacam ini biasanya sekedar ikut-ikutan menggunakan sebuah kata karena mendengar, tahu dari televisi, maupun lewat cara-cara lainnya. Kata-kata kontemporer yang biasanya diadaptasi dari bahasa asing, terutama bahasa inggris, menjadi daya tarik tersendiri. Menggunakan kata-kata bernuansa inggris ini biasanya menjadikan penggunaanya seolah-olah ikut modern dan terpelajar. Sebab, secara salah kaprah orang umumnya memahami ciri modern dan terpelajar salah satunya lewat kemampuan menggunakan kata-kata ilmiah yang dalam pendengaran orang awam sulit untuk dipahami.[2]
Istilah pendidikan karakter muncul ke permukaan pada akhir-akhir ini, setelah terjadi degradasi moral yang melanda bangsa indonesia. Pendidikan karakter terambil dari dua suku kata yang berbeda, yaitu pendidikan dan karakter. Kedua kata ini mempunyai makna sendiri-sendiri. Pendidikan lebih merujuk pada kata kerja, sedangkan karakter lebih pada sifatnya. Artinya, melalui proses pendidikan tersebut, nantiya dapat dihasilkan sebuah karakter yang baik. Untuk lebih jelasnya dibawah ini akan didefinisikan satu per satu.
Pendidikan sendiri merupakan terjemahan dari education, yang kata dasarnya educateatau bahasa latinnya educo. Educo berarti mengembangkan dari dalam; mendidik, melaksanakan hukum kegunaan. Ada pula yang mengatakan bahwa kata educationberasal dari bahasa latin educare yang memiliki konotasi melatih atau menjinakkan (seperti dalam konteks manusia melatih hewan-hewan yang liar menjadi semakin jinak sehingga bisa diternakkan).[3]
Sedangkan karakter berarti to mark (menandai) dan memfokuskan, bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku.[4]
Dari pengertian diatas, antara pendidikan dan karakter dapat diambil pengertian bahwa pendidikan karakter ialah suatu pendidikan yang mengajarkan tabiat, moral, tingkah laku maupun kepribadian. Maksudnya proses pembelajaran yang dilakukan di lembaga pendidikan harus mampu mengarahkan, dan menanamkan nilai-nilai kebaikan kepada peserta didik yang kemudian dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Menrut Fakry Gaffar, pendidikan karakter ialah suatu proses transformasi nilai-nilai kehidupan untuk ditumbuh-kembangkan dalam kepribadian seseorang sehingga menjadi satu dalam perilaku kehidupan orang itu. David Elkind dan Freddy Sweet menambahkan bahwa pendidikan karakter adalah usaha sengaja atau sadar untuk membantu manusia memahami, peduli tentang, dan melaksanakan nilai-nilai etika inti.[5]
B. Landasan Pendidikan Karakter di Indonesia
Pendidikan karakter untuk 1,3 miliar menjadi manusia yang berkarakter (rajin, jujur, peduli terhadap sesama, rendah hati dan terbuka), Pendidikan karakter harus diterapkan sejak usia dini.[6]Dalam pelaksanaan pendidikan karakter di indonesia, ada landasan-landasan dimaksudkan supaya pendidikan karakter yang diajarkan tidak menyimpang dari jati diri masyarakat dan bangsa indonesia. Dalam berbagai literatur disebutkan bahwa pendidikan karakter di Indonesia didasarkan pada sembilan pilar karakter dasar, meliputi: 1) Cinta kepada Allah dan semesta beseta isinya, 2) tanggung jawab, disiplin, dan mandiri, 3) jujur, 4) hormat dan santun, 5) kasih sayang, peduli, dan kerja sama, 6) percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah, 7) keadilan dan kepemimpinan, 8) baik dan rendah hati, 9) toleransi, cinta damai, dan perasaan.
Berikut ini merupakan landasan-landasan dalam melaksanakan dan mengembangkan pendidikan karakter di Indonesia.
1. Agama
Agama merupakan sumber kebaikan. oleh kaena itu, pendidikan karakter harus dilaksanakan berdasarkan nilai-nilai ajaran agama. Pendidikan karakter tidak boleh bertentangan dengan agama. Landasan ini tepat bila diterapkan di Indonesia, sebab agama merupakan landasan yang pertama dan utama dalam mengembangkan pendidikan karakter di Indonesia, khususnya pada lembaga pendidikan anak usia dini.
2. Pancasila
Negara Kesatuan Republik Indonesia ditegakkan atas prinsip-prinsip kehidupan kebangsaan dan kenegaraan. Pancasila merupakan dasar negara indonesia yang menjadi acuan dalam melaksanakan setiap roda pemerintahan. Oleh karena itu, pancasila ialah satu-satunya pandangan hidup yang dapat mempersatukan bangsa.
3. Budaya
Indonesia adalah salah satu negara yag memiliki keanekaragaman budaya. Di daerah mana pun di Indonesia, pasti mempunyai kebudayaan yang berbeda-beda. Oleh karena itu, budaya yang ada di Indonesia harus menjadi sumber nilai dalam pendidikan karakter bangsa. Hal ini dimaksudkan supaya pendidikan yang ada tidak tercabut dari akar budaya bangsa Indonesia.
4. Tujun Pendidikan Nasional
Rumusan pendidikan nasional secara keseluruhan telah diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Disebutkan bahwa fungsi dan tujuan pendidikan nasional ialah mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam mencerdaskan kehidupn bangsa, bertujuan untuk mengebangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang berima dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Landasan ini tidak boleh terlupakan, meskipun itu pada anak usia dini. Sebab, pendidikan karakter sudah disesuaikan dengan tujua pendidikan nasional, nilai-nilai pendidikan karakter yang dikembangkan harus terintegrasikan dengan tujuan pendidikan nasional.[7]
Itulah beberapa landasan yang ada pada penddikan karakter yang harus diterapkan dan dijadikan patokan pada setiap lembaga-lembaga pendidikan yang ada di Indonesia, mulai dari anak usia dini sampai ke perguruan tinggi. Karena melalui pendidikan karakter, pendidik bisa mengetahui kemampuan yang dimiliki peserta didiknya.
C. Tujuan Pendidikan Karakter
Sejak zaman modern, manusia mulai menyadari bahwa dirinya adalah subjek yang bisa mengarahkan alam dan menggunakan potensi dari alam (termasuk manusia) untuk mencapai tujuan. Karenanya, tujuan itu harus dilakukan dengan mengolah sumber daya manusia (SDM) agar tercipta kemampuan dan keterampilan yang dapat digunakan untuk memanfaatkan alam. Sejak disadarinya kemampuan manusia untuk mengeksploitasi alam yang bisa diubah untuk memudahkan kehidupannya, pendidikan menjadi kegiatan yang kemudian dianggap penting untuk menjadi bagian dari mengatur masyarakat.[8]
Dalam konsep yang dirumuskan Carl rogers, sumber daya manusia yang memiliki kepribadian yang seimbang, yaitu sebagai berikut:
a. Bersikap terbuka, menerima berbagai pengalaman, dan berusaha memahami perasaan-perasaan internalnya.
b. Hidup secara eksistensialistik, yaitu memiliki kepuasan batin bahwa setiap saat ia menginginkan pengalaman baru, ini berarti memiliki perasaan internal bahwa ia bergerak dan tumbuh.
c. Dalam struktur keanggotaannya, ia menemukan hal yang dipercaya untuk mencapai tingkah laku yang paling banyak memberikan kepusasan dalam tiap kondisi nyata, ia melakukan apa yang dirasakannya benar dalam konteks kekinian. Ia berpegang pada pembentukan totalitas dan komperehensif pada dirinya untuk mengarahkan tingkah laku sesuai dengan pengalamannya.[9]
Di indonesia, akhir-akhir ini menjadi isu yang sangat hangat sejak pendidikan karakter dicanangkan oleh pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam peringatan hari pendidikan nasional, pada 2 mei 2010. Tekad pemerintah untuk menjadikan pengembangan karakter dan budaya bangsa sebagai bagian yang tak terpisahkan dari sistem pendidikan nasional harus didukung secara serius.[10]Bermula dari sinilah, akhirnya kemendiknas membuat kebijakan baru, yaitu memasukkan nilai-nilai pendidikan karakter dalam setiap pembelajaran di sekolah. Meskipun hal ini sedikit ada pro dan kontra, pemerintah tetap mengamininya. Tentu yang demikian tidak ada maksud apa-apa, tetapi demi kemajuan dan kebaikan bangsa kita tercinta Indonesia.[11]
Untuk itu, pendidikan pada saat sekarang ini menjadi sangat penting bagi anak bangsa indonesia. Agar bisa mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya baik itu dalam bidang pengetahuan maupun teknologi dan mengembangkannya untuk masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Sehingga akan tercipta bangsa dan negara yang berpendidikan.
Usaha-usaha yang dilakukan untuk menanamkan nilai-nilai dan norma-norma yang akan diwariskan kepada generasi berikutnya untuk dikembangkan dalam hidup dan kehidupan yang terjadi dalam suatu proses pendidikan. Karenanya bagaimanapun peradaban suatu masyarakat, didalamnya berlangsung dan terjadi suatu proses pendidikan sebagai usaha manusia untuk melestarikan hidupnya.[12]
Dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pemerintah menyebutkan bahwa tujuan pendidikan adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Berkaitan dengan pendidikan karakter, tujuan pendidikan yang telah ditetapkan pemerintah tersebut wajib ditaati dan diikuti, dengan kata lain, tujuan pendidikan tidak boleh menyimpang dengan tujuan pendidikan yang ada. Bahkan, diharapkan dapat mendukung atau menyempurnakan sehingga apa yang menjadi tujuan pendidikan dapat terwujud dengan mudah dan mendapatkan hasil yang optimal.
Menurut Darma Kesuma, tujuan pendidikan karakter, khususnya dalam seting sekolah, diantaranya sebagai berikut:
1. Menguatkan dan mengembangkan nilai-nilai kehidupan yang dianggap penting dan perlu sehingga menjadi kepribadian atau kepemilikan peserta didik yang khas sebagaimana nilai-nilai yang dikembangkan.
2. Mengoreksi perilaku peserta didik yang tidak bersesuaian dengan nilai-nilai yang dikembangkan oleh sekolah.
3. Membangun koneksi yang harmonis dengan keluarga dan masyarakat dalam memerankan tanggung jawab pendidikan karakter secara bersama.[13]
D. Pandangan Pendidikan Karakter Terhadap Guru dan Peserta Didik
Pendidikan bagi kehidupan umat manusia merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi sepanjang hayat. Tanpa pendidikan sama sekali mustahil suatu kelompok manusia dapat hidup berkembang sejalan dengan aspirasi (cita-cita) untuk maju, sejahtera dan bahagia menurut konsep pandangan hidup mereka. Salah satu naluri manusia yang terbentuk dalam jiwanya secara individual adalah kemampuan dasar yang disebut para ahli psikologi sosial sebagai instink gregorius (naluri untuk hidup berkelompok) atau hidup bermasyarakat.
Manusia adalah makhluk yang dinamis, dan bercita-cita ingin meraih kehidupan yang sejahtera dan bahagia dalam arti yang luas, baik lahiriah maupun batiniah, duniawi dan ukhrawi. Jadi antara kedudukan pendidikan yang dilembagakan dalam berbagai bentuk atau model dalam masyarakat, dengan dinamika masyarakatnya selalu berinteraksi (saling mempengaruhi) sepanjang waktu.[14]
Begitu pula halnya dengan seorang guru yang mendidik peserta didiknya dengan penuh kesabaran dan ketekunan dalam membimbing dan mengajar peserta didiknya, Profesi guru disini sangatlah mulia karena tugas dan tanggung jawab agar para anak didik tidak hanya cerdas dalam pelajaran saja, guru juga menginginkan peserta didiknya memiliki akhlak mulia baik kepada orang tua, guru, masyarakat dan lingkungan sekitarnya.
Bila seorang guru bertugas hanya karena ia membutuhkan pekerjaan dan penghasilan, akan semakin jauh panggang dari api jika dunia pendidikan di negeri ini menghendaki terbangunnya karakter yang mulia dari peserta didiknya. Oleh karena itu, apabila negeri ini menghendaki keberhasilan dalam membangun pendidikan karakter, langkah pertama yang harus dilakukan adalah membangun mental para guru agar mempunyai jiwa pengorbanan dan mencintai profesinya dengan sepenuh hati.[15]
Dalam kaitannya dengan pembentukan karakter anak didik, maka peran guru di sekolah sangat penting, guru harus mampu membangun citra positif pada anak didik di sekolah, anak didik harus didorong aktif berdiskusi, mengemukakan pendapatnya, serta harus memberikan nasihat, arahan tentang karakter negatif (misal perilaku kenakalan remaja, penggunaan obat-obatan terlarang), dan memberikan teladan yang baik bagi anak didik di sekolah maupun di masyarakat. Di samping itu, guru harus banyak memberi pujian, komentar positif, dan memperlakukan anak didik secara baik dan bersifat mendidik, serta menumbuhkan rasa percaya diri pada anak didik.
Sekolah yang berkomitmen mengembangkan karakter melihat diri mereka sendiri melalui lensa moral, untuk menilai bahwa segala sesuatu yang berlangsung di sekolah memengaruhi perkembangan karakter siswa. Pendekatan yang komprehensif menggunakan semua aspek persekolahan sebagai peluang untuk pengembangan karakter. Mencakup kurikulum tersembunyi, hidden curriculum (upacara dan prosedur sekolah, keteladanan guru, hubungan siswa dengan guru, staf sekolah, proses pengajaran, keberagaman siswa, penilaian pembelajaran, pengelolaan lingkungan sekolah, kebijakan disiplin), kurikulum akademik, termasuk kurikulum kesehatan jasmani, dan program-program ekstrakurikuler, serta kegiatan-kegiatan setelah jam sekolah.[16]
Guru di sekolah yang paling penting harus dapat menjadi teladan dan idola yang baik bagi pertumbuhan dan perkembangan karakter anak didik. Apa pun yang dilakukan oleh guru baik nilai-nilai atau budi pekerti maupun tingkah lakunya akan dilihat, ditiru dan dicontoh oleh anak didik. Ada beberapa ciri guru yang menjadi idola bagi anak didik di sekolah, antara lain:
1. Anak bersemangat ke sekolah.
2. Anak akan mengatakan sayang atau suka kepada gurunya.
3. Anak selalu merindukan gurunya.
4. Anak akan mengerjakan tugas yang diberikan, karena tidak ingin mengecewakan gurunya.[17]
Adapun manfaat yang diperoleh dari pendidikan karakter, baik langsung maupun tidak langsung, antara lain sebagai berikut:
1. Peserta didik mampu mengatasi masalah pribadinya sendiri.
2. Meningkatkan rasa tanggung jawab terhadap diri sendiri dan orang lain.
3. Dapat memotivasi peserta didik dalam meningkatkan prestasi akademiknya.
4. Meningkatkan suasana sekolah yang aman, nyaman dan menyenangkan serta kondusif untuk proses belajar mengajar yang efektif.[18]
E. Strategi Pengembangan Pendidikan Karakter di Sekolah
Kualitas pembelajaran menjadi kunci dalam peningkatan sumber daya manusia. Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang secara sistematis melaksanakan program bimbingan, pengajaran, dan atau pelatihan dalam rangka membantu para siswa agar mampu mengembangkan potensinya secara optimal, baik yang menyangkut aspek moral-spiritual, intelektual, emosional, sosial, maupun fisik-motoriknya. Pembelajaran yang berkualitas merupakan pembelajaran yang terencana dan sengaja diciptakan (intentionallearning), bukan belajar yang terjadi secara insidental (incidentallearning). Patricia L. Smith, dan Tillman J. Ragan (Pribadi, 2009) menyatakan bahwa pembelajaran adalah pengembangan dan penyampaian informasi dan kegiatan yang diciptakan untuk memfasilitasi pencapaian tujuan yang spesifik.[19]
Hurlock (1986:322) mengemukakan bahwa sekolah merupakan faktor penentu bagi perkembangan kepribadian anak, baik dalam cara berfikir, bersikap, maupun berprilaku. Sekolah berperan sebagai substitusi keluarga, dan guru sebagai substitusi orang tua.
Desain pembelajaran merupakan kegiatan yang penting untuk dilaksanakan sebelum seorang guru melaksanakan aktivitas pembelajaran di kelas.[20]
Dalam UU Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun 2005 disebutkan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai,dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Jadi, peran guru dalam pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah adalah seperangkat sikap yang dimiliki oleh guru seperti mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai,dan mengevaluasi peserta didik untuk membentuk karakter siswa.[21]
Guru memegang peranan yang sangat strategis terutama dalam membentuk karakter serta mengembangkan potensi siswa. Hal inilah yang menjadikan guru untuk selalu on the right track, sesuai dengan ajaran agama yang suci, adat istiadat yang baik dan aturan pemerintah. Strategi seorang guru tidak hanya bermakna pasif, justru harus bermakna aktif progresif, dalam arti guru harus bergerak memberdayakan masyarakat menuju kualitas hidup yang baik dan perfect di segala aspek kehidupan, khusunya pengetahuan, moralitas, sosial, budaya,dan ekonomi kerakyatan.
Pemberian bantuan terhadap individu untuk mencapai pemahaman dan pengarahan diri dibutuhkan untuk melakukan penyesuaian diri secara maksimal terhadap sekolah, keluarga, serta masyarakat. Sehubungan dengan peranannya sebagai pembimbing, seorang guru melakukan hal-hal sebagai berikut:
a. Mengumpulkan data tentang siswa.
b. Mengamati tingkah laku siswa dalam situasi sehari-hari.
c. Mengenal para siswa yang memerlukan bantuan khusus.
d. Mengadakan pertemuan atau hubungan dengan orang tua siswa, baik secara individu, maupun secara kelompok untuk memperoleh saling pengertian tentang pendidikan anak.
e. Bekerja sama dengan masyarakat dan lembaga-lembaga lainnya untuk membantu memecahkan masalah siswa.
f. Membuat catatan pribadi siswa serta menyiapkannya dengan baik.
g. Menyelenggarakan bimbingan kelompok atau individu.
h. Bekerja sama dengan petugas-petugas bimbingan lainnya untuk membantu memecahkan masalah siswa.
i. Menyusun program bimbingan sekolah bersama-sama dengan petugas bimbingan lainnya.
j. Meneliti kemajuan siswa, baik di sekolah maupun diluar sekolah.[22]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter ialah suatu pendidikan yang mengajarkan tabiat, moral, tingkah laku maupun kepribadian. Maksudnya proses pembelajaran yang dilakukan di lembaga pendidikan harus mampu mengarahkan, dan menanamkan nilai-nilai kebaikan kepada peserta didik yang kemudian dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Adapun tujuan pendidikan karakter, khususnya dalam seting sekolah, diantaranya sebagai berikut:
1. Menguatkan dan mengembangkan nilai-nilai kehidupan yang dianggap penting dan perlu sehingga menjadi kepribadian atau kepemilikan peserta didik yang khas sebagaimana nilai-nilai yang dikembangkan.
2. Mengoreksi perilaku peserta didik yang tidak bersesuaian dengan nilai-nilai yang dikembangkan oleh sekolah.
3. Membangun koneksi yang harmonis dengan keluarga dan masyarakat dalam memerankan tanggung jawab pendidikan karakter secara bersama.
4. Guru di sekolah yang paling penting harus dapat menjadi teladan dan idola yang baik bagi pertumbuhan dan perkembangan karakter anak didik. Apa pun yang dilakukan oleh guru baik nilai-nilai atau budi pekerti maupun tingkah lakunya akan dilihat, ditiru dan dicontoh oleh anak didik.
Adapun landasan pendidikan karakter di Indonesia diantaranya: a) Agama, b) Pancasila, c) Budaya, d) Tujuan Pendidikan Nasional.
B. Saran
Setitik harapan dari saya sebagai penyusun kepada semua pihak baik pengoreksi maupun pembaca untuk memberikan kritik dan saran kepada saya. Karena makalah yang saya susun inimasih jauh dari kesempurnaan. Kritik dan saran yang membangun sanagt saya butuhkan untuk kekuranagn yang ada pada makalah yang saya susun ini.
DAFTAR PUSTAKA
Azzet, Akhmad Muhamimin. Urgensi Pendidikan Karakter di Indonesia. Cipta. 2013.
Fadlillah, Muhammad & Lilif Mualifatu Khorida. Pendidikan Karakter Anak UsiaDini. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. 2013.
Ihsan, Fuad. Dasar-Dasar Kependidikan: Komponen MKDK. Jakarta: Rineka Aditama. 2013.
Jalaluddin dan Abdullah Idi. Filsafat Pendidikan.Jakarta: Rajawali Pers. 2013.
Mu’in, Fatchul. Pendidikan Karakter Konstruksi Teoritik & Praktik.Jogjakarta:Ar-Ruzz Media. 2011.
Naim, Ngainun. Character Building. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. 2012
Salahudidin, Anas. FilsafatPendidikan. Bandung: Pustaka Setia. 2011.
Suryana, Aa & Feni fatriani. Pengembangan Pendidikan Karakter. Bandung: Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.2011.
Barnawi& M. Arifin, strategi&kebijakanpembelajaranpendidikankarakter, jogjakarta: Ar-Ruzz Media,2012
NovanArdyWiyana, Membumikanpendidikankarakter di SD, jogjakarta: Ar-Ruzz Media,2013
[1]Jalaluddin dan Abdullah idi, Filsafat Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), hlm.206-207.
[2]Ngainun Naim, Character Building, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media,2012), hlm.49.
[3] Muhammad Fadlillah & Lilif Mualifatu Khorida, Pendidikan Karakter Anak Usia Dini,(Jogjakarta: Ar-Ruzz Media,2013), hlm.16-17.
[4] Ibid, hlm.20.
[5] Ibid, hlm.22.
[6] Anas Salahuddin, FilsafatPendidikan, (Bandung: Pustaka Setia,2011), hlm.205.
[7]Fadlillah, PendidikanKarakter, hlm.32-35.
[8] Fatchul Mu’in, Pendidikan Karakter Konstruksi Teoritik & Praktik, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media,2011), hlm.289.
[9]Ngainun, Character Building, hlm.62.
[10] Fatchul, Pendidikan Krakter, hlm.323.
[11] Fadlillah & Lilif, PendidikanKarakter, hlm.16
[12] Fuad Ihsan, Dasar-Dasar Kependidikan: KomponenMKDK,(Jakarta: Rineka Cipta. 2013)Hlm. 2.
[13] Muhammad Fadlillah, Pendidikan Karakter, hlm. 24-25.
[14] Fuad, Dasar-Dasar Kependidikan, hlm.2-3.
[15] Akhmad Muhamimin Azzet, Urgensi Pendidikan Karakter di Indonesia, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media,2011), hlm.23.
[16]Anas Salahudidin, FilsafatPendidikan, hlm.209.
[17]Aa suryana & Feni fatriani, Pengembangan Pendidikan Karakter, (Bandung: Refika Aditama,2013), hlm.119.
[18] Ibid, hlm.118
[20] Ibid, hlm.66
[21] Novan Ardy Wiyana, Membumikan pendidikan karakter di SD,(jogjakarta: Ar-Ruzz Media,2013), hlm.163.
[22] Ibid, hlm.164-166.