BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
20 oktober 2013 AR ditangkap polisi karena membawa kabur kadek. 18 n0vember 2013 AR dijobloskan ke Rutan Medaeng, saat itu umurnya 14 tahun. 28 februari 2014 dipindahkan ke lapas anak di blitar. maret 2015 ia bebas dari hukuman. Mei 2015 AR mendatangi rumah kadek untuk meminta maaf, ia dilarang mendekati kadek lagi, namun keduanya tetap berkomunikasi. 6 oktober 2016 AR menyuruh kadek kerumah neneknya, ia kemudian menghabisi nyawa kadek dijalan kertajaya indah regency. 10 oktober 2016 AR ditangkap unit jatanras polrestabel Surabaya disebuah caf� dikawasan jagir. Ia dijerat dengan pasal pembunuhan.
Pembunuhan merupakan suatu aktifitas yang di lakukan oleh seseorang atau beberapa orang yang mengakibatkan seseorang atau beberapa orang meninggal dunia. Apa bila diperhatikan dari sifat perbuatan seseorang atau beberapa orang dalam melakukan pembunuhan. Pembunuhan juga merupakan penghabisan atau memisahkan nyawa dari badan orang lain dengan cara memotong, memukul, mencekik, meracuni, menjatuhkan.
Dan pada dasarnya, islam telah melarang kaum muslim melakukan pembunuhan tanpa ada alas an yang di benarkan oleh syariat. Keharaman pembunuhan telah ditetapkan al-qur�an dan sunnah.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana klasifikasi pembagian pembunuhan dan penyebab terjadinya pembunuhan ?
2. Bagaimana hukum sanksi pembunuhan di dalam al-qur�an ?
3. Bagaimana sanksi hukum bagi pembunuh ?
4. Bagaimana dialektika hukum pembunuhan dalam masyarakat dan Negara ? dan bagaimana tuntutan sanksi moral hukum dalam masyarakat dan Negara ?
5. Bagaimana nilai moral dan karakteristik pembunuhan dalam pendidikan ?
C. Tujuan
Kami menulis makalah ini untuk mengetahui klasifikasi pembagian pembunuhan dan penyebab terjadinya pembunuhan, hukum sanksi pembunuhan di dalam al-qur�an, sanksi hukum bagi pembunuh, dialektika hukum pembunuhan di dalam masyarakat dan Negara, tuntutan sanksi moral hukum dalam masyarakat dan Negara.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Klasifikasi Pembagian Pembunuhan Dan Penyebab Terjadinya Pembunuhan
1. Pembunuhan secara sengaja
Pembunuhan secara sengaja (amd) adalah pembunuhan yang di lakukan oleh seseorang dengan tujuan untuk membunuh orang lain dengan menggunakan alat yang di pandang layak untuk membunuh.
2. Pembunuhan tidak disengaja
Pembunuhan tidak disengaja (khata) adalah perbuatan yang di lakukan oleh seseorang dengan tidak ada unsur kesengajaan yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia. Sebagai contoh dapat di kemukakan bahwa seseorang melakukan penebangan pohon dan kemudian pohon yang di tebang itu, tibi-tiba tumbang dan menimpa orang yang lewat lalu meninggal dunia.
3. Pembunuhan semi sengaja
Pembunuhan semi sengaja (syibhu al-adm) adalah perbuatan yang sengaja dilakukan oleh seseorang kepada orang lain dengan tujuan mendidik. Sebagai contoh dapat di kemukakan bahwa seseorang guru memukulkan penggaris kepada kaki seorang muritnya, tiba-tiba muritnya yang dipukul itu meninggal dunia, maka perbuatan guru tersebut dinyatakan sebagai pembunuhan semi sengaja[1].
Penyebab terjadinya pembunuhan karena adanya balas dendam, gangguan jiwa, cemburu, disuruh orang, perintah guru perguruan keilmuwan spiritual tertentu, dan modus lainnya. Dari segi kejiwaan unsur unsur social dalam jiwa pembunuh telah lemah. Unsur pemahaman (insight) atas adanya sanak saudara atau anak cucu dari yang terbunuh tidak berfungsi dalam jiwa pelaku. Secara social, perilaku ini akan membuat dendam yang sangat dalam dari orang tua, kakak atau adek dan kerabat terdekat. Maka situasi kehidupan kerukunan lintas warga masyarakat akan terusik dari akan konflik yang sulit di redakan. Dari segi ajaran agama, yang longgar dalam jiwa pembunuh ini ialah pembunuh itu dilarang dan dalam salah satu ajaran agama khususnya islam dinyatakan �pembunuh wajib di bunuh�. Urat nadi sifat sabar yang di tekankan dalam agama telah putus dalam jiwa pelakunya[2].
B. Dasar Hukum Sanksi Pembunuhan Didalam Al-Qur�an
Dalil hukum yang mengatur tentang sanksi hukum pembunuhan di antaranya sebagai berikut.
1. Al-qur�an surat Al-baqarah ayat 178
Yang artinya � hai orang orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh, orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba dan wanita dengan wanita. Maka barang siapa yang mendapatkan pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik pula. Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari tuhan kamu dan suatu rahmat. Barang siapa yang melampau batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih�.[3]
2. Al-qur�an surat an-nisaa� ayat 93
Yang artinya �dan barang siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya adalah jahannam, kekal ia didalamnya dan allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya�.
3. Al-qur�an surat al-maidah ayat 45
Yang artinya �dan kami telah tetapkan terhadap mereka di dalmanya (at-taurat) bahwasanya jiwa di balas dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka (pun) ada qishashnya. Barang siapa yang melepaskan (hak qishash) nya, maka melepaskan hak itu menjadi penebus dosa baginya. Barang siapa memutuskan perkara menurut apa yang di turunkan allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim�. [4]
C. Sanksi Hukum Bagi Pembunuh
Berdasarkan ayat-ayat al-qur�an yang dikutip di atas, dapat di pahami bahwa sanksi hukum atas delik pembunuhan adalah sebagai berikut.
1. Pelaku pembunuhan yang di sengaja, pihan keluarga korban dapat memutuskan salah satu dari tiga pilihan, yaitu (1) qishash, yaitu hukuman pembalasan setimpal dengan penderitaan korbannya, (2) diat yaitu pembunuh harus membanyar denda sejumlah 100 ekor unta, atau 200 ekor sapi atau 1.000 ekor kambing, atau bentu lain seperti uang yang senilai harganya. Diat tersebut diserahkan kepada pihak keluarga korban, (3) pihak keluarga memaafkannya apakah harus dengan syarat atau tanpa syarat.[5]
2. Pelaku pembunuhan dengan tidak sengaja, pihak keluarga diberikan pilihan, yaitu (1) pelaku membayar diat, (2) membayar kifarah (memerdekakan budak mukmin), (3) jika tidak makmu pelaku pembunuhan di beri hukuman moral, yaitu brpuasa selama dua bulan berturut-turut.[6]
Taubat pembunuhan pihak pertama mengatakan bahwa taubat pembunuhan bisa saja diterima. Mereka beralasan bahwa pembunuhan merupakan hak adami yang tidak bisa diselesaikan di dunia, namun tidak termasuk disini pembunuhan dengan kezaliman, karena itu haruslah harus di penuhi dialam akhirat.
Mereka berkata: penuntutan tebusan yang dilakukan ahli waris kepada pembunuhan merupakan hak palimg asasi yang telah di berika oleh allah. Artinya, ahli waris berhak memilih antara menuntut tebusan atau memberikan maaf atas perbuatan pembunuhan. Lantas maaf apa yang didapatkan oleh korban pembunuhan kalau ahli warinya meminta tebusan dan apa pula yang bisa mengobati kezaliman dari pembunuhan kalau ahli waris menuntut tebusan dengan penuh.
Ini adalah pendapat yang paling sahih dari dua pendapat. Artinya, hak korban tidak akan tergantikan dengan ahli waris menuntut tebusan secara penuh. Dalam hal ini ada dua pendapat dikalangan pengikut ahmad dna al-syafi�I serta selain keduanya.
Allah menerima taubat orang-orang kafir yang telah membunuh nabi mereka, dan bahkan menjadikan mereka sebagai hambanya yang terpilih. Dia menyerukan kepada orang-orang yang membakar para walinya dan memfitnah untuk segera memasuki agamanya dan bertaubat. [7]
D. Dialektika Hukum Pembunuhan Dalam Masyarakat Dan Negara. Dan Tuntutan Sanksi Moral Hukum Dalam Masyarakat Dan Negara
Antara hukum dan moral terdapat hubungan yang erat sekali, ada pepatah roma yang mengatakan �quid leges sine moribus�, yang maknanya apa artinya undang-undang kalau tidak di sertai moralitas, dengan demikian hukum tidak akan berarti tanpa dijiwai moralitas, dan hukum akan kosong tanpa moralitas. Disisi lain moral juga membutuhkan hukum, sebab moral tanpa hukum hanya angan-angan saja.
Meskipun hubungan hukum dan moral sangat erat, namun hukum dan moral tetap berbeda, sebab dalam kenyataannya �mungkin � ada hukum yang bertentangan dengan moral atau ada undang-undang yang immoral, yang berarti terdapat ketidak cocokan antara hukum dengan moral. K Bertens menyatakan bahwa selain itu ada empat perbedaan antara hukum dan moral.[8]
1. Hukum lebih dikodifikasi dari pada moralitas, artinya dibukukan secara sistematis dalam kitab perundang-undangan.
2. Meski hukum dan moral mengatur tingkah laku manusia, namun hukum membatasi diri pada tingkah laku lahiriah saja, sedangkat moral mencangkup juga sikap batin seseorang.
3. Sanksi yang berkaitan dengan hukum berbeda dengan sanksi yang berkaitan dengan moralitas.
4. Hukum didasarkan atas kehendak masyarakat dan akhirnya atas kehendak Negara. [9]
Sedangkan gunawan setiardja membedakan hukum dan moral, pertama, dilihat dari dasarnya, hukum memiliki dasar yuridis, consensus, dan hukum alam, sedangkan moral berdasarkan hukum alam. Kedua, dilihat dari otonominya, hukum bersifat hetoronom yaitu datang dari luar diri manusia, sedangkan moral bersifat otonom datang dari diri sendiri. Ketiga, dilihat dari pelaksanaan, hukum secara lahiriah dapat di paksakan, sedangkan moral secara lahiriah dan terutama batiniah tidak dapat dipaksakan. Keempat, dilihat dari tujuannya, hukum mengatur kehidupan manusian dalam kehidupan bernegara, sedangkan moral mengatur kehidupan manusia sebagai manusia. Kelima, dilihat dari waktu dan tempat, hukum tergantung pada wktu dan tempat, sedangkan moral secar aobjektif tidak tergantung pada tempat dan waktu.[10]
Tuntutan dan sanksi moral, norma, hukum dalam masyarakat dan Negara. Sebagaimana diketahui bahwa manusia adalah makhluk social, yakni makhluk yang selalu berinteraksi dan membutuhkan bantuan dengan sesamanya. Hal ini disebabkan karena adanya kebutuhan atau kepentingan yang berbeda satu sama lain.
Petunjuk atau pedoman yang di sebut dengan norma atau kaidah social memberikan informasi kepada setiap orang sebagai anggota masyarakat tentang apa yang seharusnya dilakukan dan tidak dilakukan terhadap orang lain. Norma atau kaidah social itu bukan hanya sekedar petunjuk-petunjuk yang mati, melaikan harus dilaksanakan oleh setiap anggota masyarakat agar ketertiban dan keteraturan dalam masyarakat dapat terealisasi.
Tingkat kepatuhan masyarakat terhadap norma atau kaidah social tersebut merupakan barometer dari tingkat ketertiban dan keteraturan masyarakat. Norma atau kaidah sosial yang menjadi pedoman manusia berperilaku dalam masyarakat ada bermacam-macam, yaitu.[11]
1. Norma/Kaidah Agama
Merupakan serangkaian petunjuk hidup yang berisi pedoman-pedoman perilaku manusia yang datangnya dari tuhan yang memuat tentang perintah-perintah, larangan-larangan, dan anjuran-anjuran. Norma/kaidah agama ini bertujuan untuk membentuk manusia (insan kamil) yaitu manusia yang baik hubungannya dengan tuhan, dengan sesame manusia, dan dengan alam sekitarnya. Pelanggaran terhadap norma/kaidah agama dikenakan sanksi yang datangnya dari tuhan dan pelaksanaan sanksi tersebut dilakukan besok didalam akhirat.
Oleh karena itu tingkat kepatuhan seseoran trhadap norma/kaidah agama tergantung pada tebat tipisnya keimanan orang tersebut. Artinya makin tebal tingkat imanya makin tinggi kepatuhannya terhadap norma/kaidah agama, sebaliknya makin tipis imannya makin rendah pula tingkat kepatuhannya. Bahkan adea pula yang sama sekali tidak beriman kepada tuhan, sehingga mereka tidak merasa terikat oleh norma/kaidah agama tersebut.
2. Norma/kaidah kesusilaan
Merupakan serangkaian petunjuk yang berisi pedoman perilaku manusia dalam masyarakat yang berasal dari bisikan kalbu atau hati nurani manusia, yang di akui dan diinsyafi oleh setiap manusia sebagai pedoman dalam sikap dan perbuatannya. Suara manusia berbisikan petbuatan-perbuatan mana yang baik dan mana perbuatan yang buruk, sehingga tidak boleh di lakukan oleh manusia dalam masyarakat.
Dengan demikian bisikan hati nurani itu akan mengatakan hal yang sebenarnya (objektif) dan memuat unsur-unsur yang ideal saja tanpa menghiraukan kenyataan dalam masyarakat. Pelanggaran terhadap norma/kaidah kesusilaan ini pun ada sanksinya, yaitu sanki yang datangnya dari hati nurani itu sendiri.
Suatu contoh: orang yang melakukan pembunuhan kepada orang lain, walaupun ia dapat melepaskan diri dari jerat-jerat hukum, namun hati nuraninya pasti mengatakanbahwa perbuatan pembunuhan itu merupakan perbuatan yang tercela. Jika hati nuraninya orang itu peka, ia akan merasa selalu bersalah yang selalu menganggu jiwanya sehingga dalam dirinya tidak ada lagi ketentraman dan kedamaian dalam hidupnya. [12]
3. Norma/kaidah hukum
Berbeda dengan norma/kaidah agama, dan kesusilaan yang hanya pertumpu pada unsur idealnya atau kenyataannya saja, maka pada norma/kaidah hukum selain memperhatika unsur idealnya juga memperhatikan unsur kenyataan. Ciri yang menonjol dari hukum mulai tanpak pada penciptaan norma hukum yang murni, yaitu yang dibuat dengan sengaja oleh suatu badan perlengkapan dalam masyarakat yang khusus di tugasi untuk menjalankan penciptaan atau perbuatan hukum itu.
Dilihat dari segi ini, norma hukum merupakan serangkaian petunjuk yang berisi pedoman-pedoman perilaku manusia dalam masyarakat yang sengaja di buat oleh badan perlengkapan masyarakat yang ditugasi untuk itu, dengan tujuan menciptakan ketertiban dalam masyarakat.
Disamping itu norma hukum tidak boleh sama sekali melupakan unsur kenyataan yang ada dalam masyarakat, sebab norma hukum bukanlah semata-mata merupakan ketentuan-ketntuan yang mati, melainkan ia harus benar-benar hidup dalam arti ketentuan-ketentuan norma hukum tersebut benar-banar dilaksanakan oleh semua anggota masyarakat dalam suatu masyarakat tertentu (berlaku secara sosiologis). [13]
Dari uraian diatas, dijelaskan bahwa norma hukum dapat meramuk kedua unsur tersebut, yaitu unsur ideal dan unsur kenyataan secara seimbang, artinya norma hukum itu jang terlalu ideal sehinga sulit untuk diterapakan dalam masyarakat, juga jangan terlalu menyampingkan unsur ideal, sehinga tidak menciptakan ketertiban dan ketentraman dalam masyarakat.
Sanksi norma hukum tegas dan dapat dipaksakan oleh penguasa, sehingga kaidah social yang terakhir diharapkan dapat dapat menjamin terciptanya ketertiban dan keteraturan dalam masyarakat. [14]
E. Nilai Moral Dan Karakteristik Pembunuhan Dalam Masyarakat
Pengartian pendidikan budi pekerti, pendidikan nialai, pendidikan moral, dan pendidikan karakter sering kali membingungkan dan mengaburkan satu sama lain.
Pengertian budi pekerti mengacu pada pada pengertian dalam bahasa inggris, yang diterjemahkan sebagai moralitas. Moralitas mengandung beberapa pengertian antara lain: 1. Adat istiadat, 2. Sopan santun dan, 3. Perilaku.namun pengertian secara hakiki adalah perilaku. Sementara itu menurut draft kurikulum berbasis kompetensi (2001) budi pekerti berisi nilai-nilai perilaku manusia yang diukur menurut kebaikan dan keburukannyamelalui norma agama, norma hukum, tata krama dan sopan santun.
Untuk menghindari kerancuan pendidikan budi pekerti denagn jenis pendidikan nilai, pendidikan moral, dan pendidikan karakter maka perlu dikemukakan pengertian masing-masing, antara lain:[15]
a. Pendidikan Nilai-Nilai
Pengembangan pribadi seseorang tentang pola kenyakinan yang terdapat dalam system kenyakinansuatu masyarakat tentang hal baik yang harus dilakukan dan hal buruk serta pengaturan perilaku. Nilai-nilai hidup dala masyarakat sangat banyak jumlahnya sehinga pendidik berusaha membantu mengenali, memilih, dan menetapkan nilai-nilai sehingga dapat digunakan sebagai landasan pengambilan keputusan untuk berperilaku secara konsisten dan menjadi kebiasaan dalam hidup bermasyarakat.[16]
b. Pendidikan Moral
Berusaha untuk mengembangkan pola perilaku seseorang sesuai dengan kehendak masyarakatnya. Kehendak ini mewujud moralitas atau kesulitan yang berisi nilai-nilai dan kehidupan yang berada dalam masyarakat. Karena menyangkut dua aspek, yaitu (a) nilai-nilai, dan (b) kehidupan nyata.
c. Pendidikan Karakter
Sering disamakan dengan pendididkan budi pekerti, seseorang dapat dikatakan berkarakter atau berwatak jika telah berhasil menyerap nilai dan keyakinan yang di kehendaki masyarakat serta digunakan sebagai kekuatan moral dalam kehidupan.
Dan karakter ini juga berkaitan dengan pembunuhan dikarenakan jika seseorang tidak mempunyai karakter maka orang tersebut akan melakukan hal yang tidak ia duga seperti membunuh orang lain tanpa aa alasan yang jelas.[17]
Kerugian seseorang memiliki akhlak tercela
1. Dimurkai dan di benci oleh allah swt
Seseorang yang memiliki akhlak tercelaakan terbiasa akan segala bentuk kedurhakaaan dan kemaksiatan terhadap allah.
2. Dibenci dan dijauhi oleh manusia
Seseorang yang terbiasa dengan akhlak yang buruk, ia akan selalu membuan ked0liman, aniaya, dan merugikan orang lain.
3. Mendapatkan penderitaan dan kehinaan dunia akhiran. [18]
Factor-faktor yang mempengaruhi akhlak tercela.
Yaitu seseorang memiliki akhlak tercela karena dalam diri manusia terdapat nufsu yang mengaja manusia memilikiakhlak tercela. [19]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dengan ini kita bisa mengetahui bagaimana klasifikasi pembunuhan dan penyebabnya, hukum sanksi pembunuhan didalam al-qur�an, sanksi hukum bagi pembunuh, dialektika hukum pembunuhan dalam masyarakat dan Negara. Dan tuntutan sanksi moral hukum dalam masyarakat dan Negara, dan nilai moral serta karakteristik pembunuhan dalam masyarakat
Dan setelah selesainya makalah ini kita bisa mengetahu dan memahami bagaimana sanksi hukum bagi sipembunuh.
B. Saran
Dengan selesainya makalah ini, diharapkan bagi mahasiswa khususnya bagi sipenulis sendiri agar lebih mudah memahami secara mendalam tentang hal-hal yang berkaitan dengan materi yang saya susun ini. Saya sendiri menyadari bahwa dalam makalah yang saya susun ini masih banyak kekuranagan dan kehilapan oleh Karena itu, kepada para pembaca dan para pakar utama penulis mengharapkan mohon dimaafkan jika ada kesalahan yang sengaja maupun tidak sengaja.
Kepada semua pihak khususnya kepada Dosen pembimbing yang telah memberikan kritik dan saran demi kesempurnaan makalah ini, terutama kami ucapkan terima kasih.
DAFTAR RUJUKAN
� Zainuddi, Haji. Hukum Pidana Islam. Jakarta: Sinar Grafika. 2007
� Tumanggor, Rusmin. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Kencana. 2014
� Qayyim Al-Jauziyah, Ibnu. Pengobatan Komprehensif Penyakit Hati. Yogyakarta: Mantra Pustaka. 2006
� Salamah, Umi. Ilmu Sosial Dan Budaya Dasar. Malang: Intimedia. 2014
� Zuriah, Nurul. Pendidikan Moran Dan Budi Pekerti Dalam Perspektif Perubahan. Jakarta: PT Bumi Aksara. 2007
� Muchlis Solichin, Mohammad. Upaya Sang Sufi Menuju Allah. Surabaya: Buku Pena Salsabila, 2014.
[1]Dr.H.Zainuddin Ali. Hukum Pidana Islam(Jakarta: Sinar Grafika, 2007). Hlm.24
[2] Dr. Rusmin Tumanggor. Ilmu Jiwa Agama (Jakarta: Kencana, 2014). Hlm. 134
[3] Dr.H.Zainuddin Ali. Hukum Pidana Islam(Jakarta: Sinar Grafika, 2007). Hlm. 25
[4] Dr.H.Zainuddin Ali. Hukum Pidana Islam, Hlm. 26-27
[5] Dr.H.Zainuddin Ali. Hukum Pidana Islam, Hlm. 36
[6] Dr.H.Zainuddin Ali. Hukum Pidana Islam, Hlm. 35
[7]Ibnu Qayyim Al-Jauziyah. Pengobatan Komprehensif Penyakit Hati (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2006), Hlm. 441-442
[8]Umi Salamah. Ilmu Sosial Dan Budaya Dasar (Malang: Intimedia, 2014), Hlm. 208
[9] Umi Salamah. Ilmu sosial dan budaya dasar, Hlm. 209
[10] Umi Salamah. Ilmu Sosial Dan Budaya Dasar, Hlm. 210
[11] Umi Salamah. Ilmu Sosial Dan Budaya Dasar, Hlm. 210
[12] Umi Salamah. Ilmu Sosial Dan Budaya Dasar, Hlm. 213
[13] Umi Salamah. Ilmu Sosial Dan Budaya Dasar, Hlm. 215
[14] Umi salamah. Ilmu Sosial Dan Budaya Dasar, Hlm. 217
[15] Nurul Zuriah. Pendidikan Moral Dan Budi Pekerti Dalam Perspektif Perubahan (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2007), Hlm. 17
[16] Nurul Zuriah. Pendidikan Moral Dan Budi Pekerti Dalam Perspektif Perubahan, Hlm. 19
[17] Nurul Zuriah. Pendidikan Moral Dan Budi Pekerti Dalam Perspektif Perubahan, Hlm. 19
[18]Mohammat Muchlis Solichin. Upaya Sang Sufi Menuju Allah(Surabaya: Buku Pena Salsabila, 2014). Hlm. 112
[19] Mohammat Muchlis Solichin. Upaya Sang Sufi Menuju Allah.Hlm.109