ARTIKEL
Penerapan HAM dalam kehidupan bermasyarakat untuk mengembangkan dan
meningkatkan pengetahuan tentang agama islam
Artikel ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah pendidikan
pancasila dan kewarganegaraan
Dosen pengampu: Taufikkurrahman, M.H.
DisusunOleh:
Imam Hanafi
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB
JURUSAN
TARBIYAH
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PAMEKASAN
I.
Kajian
Lapangan
Partisipasi Masyarakat dalam Kegiatan Sosial Pengajian.
Berbagai penelitian menyimpulkan bahwa, manusia yang selalu
berfikir positif, hidupnya akan jauh lebih sehat dan berbahagia. Dalam artian
bahwa orng yang selalu berfikir positif dan berusaha melakukan yang terbaik
untuk mengembangkan diri dalam bidang ilmu pengetahuan terutama tentang
syari’at islam untuk memenuhi kebutuhan
dasarnya, dan juga berhak mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari
ilmu pengetahuan dan tekhnologi, seni dan budaya demi meningkatkatkan kualitas
hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia. Sebagaimana yang dikemukakan oleh
Diana Whitney & Amanda Trosten dalam bukunya The Power of Apreciative Inquiry (4 prinsip perubahan positif dalam organisasi) menyatakan bahwa
paling tidak ada enam syarat yang diperlukan bagi pembebasan kekuatan.
Syarat-syarat tersebut dikenal dengan enam kebebasan, yaitu yang meliputi
kebebasan untuk dikenal dalam hubungan, kebebasan untuk didengar, kebebasan
untuk bermimpi dalam komunitas, kebebasan untuk memilih dalam berkontribusi,
kebebasan untuk bertindak dengan dukungan, dan kebebasan untuk menjadi positif
dengan mengembangkan ilmu pengetahuan.
Masyarakat desa sangat antusias dan bersemangat untuk menimba
ilmu pengetahuan tentang agama yang dibutuhkan untuk menjalani kehidupan bermasyarakat di tempat
diselenggarakannya pengajian. untuk
menjalani kehidupan sehari-hari. pada kegiatan pengajian ini yang memang
dilakukan setiap minggu satu kali, tepatnya pada hari senin (malam selasa), secara
bergantian dari rumah A selanjutnya pindah ke rumah si B dan begitu seterusnya.
yang mana kegiatan itu di isi dengan pembacaan yasin bersama, tahlil bersama.
setelah itu mereka mendengar dan memperhatikan apa yang disampaikan oleh
pemateri untuk mendapatkan tambahan ilmu yang bisa dijadikan pedoman dalam menjalani
kehidupan sosial dan bermasyarakat sehari-hari.melalui kegiatan ini masyarakat
menginginkan supaya para generasi bangsa khususnya para pemuda diminta agar
bisa meneruskan perjuangan mereka dalam rangka memperjuangkan ilmu tentang
keagamaan supaya mereka mejadi generasi yang berilmu luas dan berakhlakul
karimah.
Dengan demikian, para pemuda sebagai generasi bangsa dituntut untuk
berusaha dan bekerja keras agar mereka bisa bermanfaat bagi bangsa dan negara
untuk melakukan perubahan yang bertujuan untuk memajukan bangsanya
masing-masing dengan ilmu pengetahuannya terutama di daerah tempat tinggalnya
masing-masing karena adanya generasi bangsa yang berilmu dan berakhlakul
karimah yang sesuai dengan yang diharapkan bangsa.
II.
Kajian
Teori HAM
A. Pengertian Implementasi & Hak Asasi Manusia
Secara sederhana
implementasi bisa diartikan pelaksanaan atau penerapan. Majone dan Wildavsky
(dalam Nurdin dan Usman, 2002), mengemukakan implementasi sebagai evaluasi.
Browne dan Wildavsky (dalam Nurdin dan Usman, 2004:70) mengemukakan bahwa
”implementasi adalah perluasan aktivitas yang saling menyesuaikan”. Pengertian
implementasi sebagai aktivitas yang saling menyesuaikan juga dikemukakan oleh
Mclaughin (dalam Nurdin dan Usman, 2004). Adapun Schubert (dalam Nurdin dan Usman,
2002:70) mengemukakan bahwa ”implementasi adalah sistem rekayasa.”
Sedangkan Dalam
undang-undang Republik Indonesia No. 39 tahun 1999, dijelaskan pengertian hak
asasi manusia (HAM) seperti dalam pasal 1 ayat (1), hak asasi manusia adalah
seperangkat hak yang melekat pada hakekat keberadaan manusia sebagai makhluk
Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugrahNya yang wajib dihormati, dijunjung
tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi
kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
HAM / Hak Asasi Manusia
adalah hak yang melekat pada diri setiap manusia sejak awal dilahirkan yang
berlaku seumur hidup dan tidak dapat diganggu gugat siapa pun. Sebagai warga
negara yang baik kita mesti menjunjung tinggi nilai hak asasi manusia tanpa
membeda-bedakan status, golongan, keturunan, jabatan, dan lain sebagainya.
Melanggar HAM seseorang bertentangan dengan hukum yang berlaku di Indonesia.
Hak asasi manusia memiliki wadah organisasi yang mengurus permasalahan seputar
hak asasi manusia yaitu Komnas HAM. Kasus pelanggaran ham di Indonesia memang
masih banyak yang belum tuntas, sehingga diharapkan perkembangan dunia HAM di
Indonesia dapat terwujud ke arah yang lebih baik. Salah satu tokoh ham di
Indonesia adalah Munir yang tewas dibunuh di atas pesawat udara saat menuju
Belanda dari Indonesia.
Pembagian Bidang, Jenis
dan Macam Hak Asasi Manusia Dunia :
1. Hak asasi pribadi / personal Right
- Hak kebebasan untuk bergerak, bepergian dan berpindah-pndah tempat
- Hak kebebasan mengeluarkan atau menyatakan pendapat
- Hak kebebasan memilih dan aktif di organisasi atau perkumpulan
- Hak kebebasan untuk memilih, memeluk, dan menjalankan agama dan
kepercayaan yang diyakini masing-masing
2. Hak asasi politik / Political Right
- Hak untuk memilih dan dipilih dalam suatu pemilihan
- hak ikut serta dalam kegiatan pemerintahan
- Hak membuat dan mendirikan parpol / partai politik dan organisasi politik
lainnya
- Hak untuk membuat dan mengajukan suatu usulan petisi
- Hak untuk membuat dan mengajukan suatu usulan petisi
3. Hak azasi hukum / Legal Equality Right
- Hak mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan
- Hak untuk menjadi pegawai negeri sipil / pns
- Hak mendapat layanan dan perlindungan hukum
4. Hak azasi Ekonomi / Property Rigths
- Hak kebebasan melakukan kegiatan jual beli
- Hak kebebasan mengadakan perjanjian kontrak
- Hak kebebasan menyelenggarakan sewa-menyewa, hutang-piutang, dll
- Hak kebebasan untuk memiliki susuatu
- Hak memiliki dan mendapatkan pekerjaan yang layak
5. Hak Asasi Peradilan / Procedural Rights
- Hak mendapat pembelaan hukum di pengadilan
- Hak persamaan atas perlakuan penggeledahan, penangkapan, penahanan dan penyelidikan
di mata hukum.
6. Hak asasi sosial budaya / Social Culture Right
- Hak menentukan, memilih dan mendapatkan pendidikan
- Hak mendapatkan pengajaran
- Hak untuk mengembangkan budaya yang sesuai dengan bakat dan minat
Jadi secara keseluruhan Implementasi Hak Asasi Manusia adalah penerapan
atau pelaksanaan hak-hak yang melekat pada diri manusia sejak dilahirkan dan
hak-hak tersebut tidak dapat di ganggu gugat. Dan kita harus menjujung tinggi
nilai-nilai dari hak asasi manusia tersebut.
Partisipasi masyarakat dalam kegiatan pengajian merupakan satu
contoh dari hak asasi sosial dan kebudayaan yang meliputi diantaranya, hak
kebebasan mendapatkan pengajaran atau hak pendidikan.sebagaimana tercantum
dalam piagam HAM Indonesia yang memuat 10 bab, 44 pasal, yaitu pada Bab 111
Hak Mengembangkan Diri pasal 4 dan 5 yaitu; setiap orang berhak atas
perlindungan dan kasih sayang untuk mengembangkan pribadinya, memperoleh, dan
mengembangkan pendidikan untuk meningkatkan kualitas hidupnya dan juga berhak
mengembangkan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan tekhnologi, seni
dan budaya demi kesejahteraan umat manusia. Di dalam piagam HAM Indonesia pada
bab 3 pasal 4dan 5 tersebut sudah jelas bahwa setiap manusia baik laki-laki
maupun perempuan mempunyai hak untuk mengembangkan pendidikan dan memperoleh
manfaat dari ilmu pengetahuan dan tekhnologi.dan juga terdapat dalam
instrumen-instrumen HAM di Indonesia yang terdiri dari: UUD 1945, Tap MPR No.
XVII/MPR/1998, dan UU No. 39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia.
B. Latar Belakang Implementasi Hak Asasi Manusia
Hal-hal yang mendasari dalam pembuatan artikel ini ini adalah bagaimana
kita sebagai mahasiswa menyikapi dari permasalahan-permasalahan yang sedang
terjadi di Indonesia. Karena penerapan HAM di Indonesia menurut pandangan kami
masih kurang merata karena masih ada saja HAM tersebut di injak-injak sehingga
tidak mempunyai harga diri lagi. Persoalan hak-hak asasi manusia (HAM)
merupakan masalah hukum dan politik yang saya geluti sejak akhir tahun 1960-an
dan awal dasawarsa 1970-an melalui Lembaga Bantuan Hukum (YLBHI). Di Indonesia
terdapat Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM yaitu
sebuah lembaga mandiri di Indonesia yang kedudukannya setingkat dengan lembaga negara lainnya dengan
fungsi melaksanakan kajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, investigasi,
dan mediasi terhadap persoalan-persoalan hak asasi manusia.
Latar belakang munculnya Hak Asasi Manusia;
a) Akibat
dari tindakan sewenang-wenang dan ketidak adilan, kezaliman, dan perbudakan dari penjajahan
b) Munculnya inisiatif manusia terhadap harga diri dan martabatnya
C. Tujuan Implementasi Hak
Asasi Manusia.
Implementasi merupakan bentuk tindak lanjut atau penerapan, jadi tujuan
dari Implementasi Hak Asasi Manusia adalah.
- untuk Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak asasi
manusia sesuai dengan Pancasila, UUD 1945, dan Piagam PBB serta Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.
- Meningkatkan perlindungan dan penegakan hak asasi manusia guna
berkembangnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan kemampuannya
berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan.
- Untuk mempertahankan hak-hak warga negara di Indonesia. aparat negara mendorong tumbuh berkembangnya pribadi manusia
yang Multidimensional.
D. Sasaran dari Implementasi HAM
Sasaran dari
penerapan HAM ini adalah agar setiap manusia dapat menggunakan hak-hak nya
sebagai warga negara Indonesia, bukan saling menginjak-injak atau merebut
hak-hak dari mereka yang di ambil HAM nya. Misalnya hak untuk memperoleh
keadilan, hak untuk kemerdekaan, hak untuk mengemukakan pendapat dan masih
banyak hak-hak lainnya.
E. Penerapan Hak Asasi Manusia di Indonesia
Pelaksanaan hak asasi
manusia (HAM) di Indonesia baru pada tahap kebijakan belum menjadi bagian dari
sendi-sendi dasar kehidupan berbangsa untuk menjadi faktor integrasi atau
persatuan. Problem dasar HAM yaitu penghargaan terhadap martabat dan privasi
warga negara sebagai pribadi juga belum ditempatkan sebagaimana mestinya. Demikian
disampaikan Wakil Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Marzuki
Darusman dalam diskusi yang diselenggarakan Forum Diskusi Wartawan Politik
(FDWP), di Wisma Surabaya Post Jakarta. Dalam diskusi itu diperbincangkan
masalah hak asasi politik dan demokrasi di Indonesia termasuk hubungan Komnas
HAM dan pemerintah. “Pelaksanaan HAM di negara kita masih maju mundur. Namun
itu tidak menjadi soal karena dalam proses,” kata Marzuki. Padahal jika melihat
sisi historis, kata Marzuki, HAM di Indonesia beranjak dari amanat penderitaan
rakyat untuk mewujudkan kemerdekaan dari penjajah. Begitu pula seperti tercermin
dari Sila Kemanusiaan yang berpangkal dari falsafah kehidupan berbangsa dan
bernegara.
Bangsa Indonesia memiliki krisis multi dimensional sebagai akibat menumpuknya masalah
ekonomi, social, budaya, politik, hukum dan keamanan. Kondisi
demikian sangat berpotensi untuk terjadinya sebuah pelanggaran HAM. Pelanggaran
Hak Asasi Manusia banyak dilakukan oleh aparat terhadap warga negara dan
sebaliknya, bahkan antar warga negara sendiri, hal tersebut sering kita
saksikan baik secara langsung maupun melalui media elektronik maupun media
cetak seperti:
· Penganiayaan
· Pemerkosaan
· Kekerasan dalam rumah tangga
· Penjualan anak dan perempuan
· Pembakaran tempat ibadah.
Kondisi tersebut
tidak boleh di biarkan begitu saja, karena akan berdampak pada mental anak cucu
bangsa ini. Contoh penerapan HAM dalam kehidupan sehari-hari, antara lain
1. Melarang anggota masyarakat untuk tidak main hakim
sendiri dalam menghadapi pelanggaran HAM atau kejahatan yang terjadi di
lingkungan masyarakat setempat.
2. Memberi contoh yang baik dalam kehidupan bermasyarakat
sehari hari dengan berperilaku yang baik dan sopan misalnya dalam
menjalankan kendaraan bermotor dijalan umum atau jalan raya dengan tidak
mentang-mentang bahwa ia aparat kepolisian.
3. Cepat tanggap dan membantu kesulitan yang terjadi di
lingkungannya.
4. Memberi pertolongan baik di lingkungan tugasnya maupun
di tempat-tempat lain bila ada orang/anggota masyarakat yang memerlukan
pertolongan.
5. Sopan berkendaraan di jalan umum, dengan mengikuti
peraturan/rambu-rambu lalulintas yang berlaku.
6. Dalam menggunakan fasilitas Rumah Tangga diusahakan
tidak mengganggu lingkungan disekitarnya.
7. Ikut berpartisipasi dalam menjaga keamanan dan
ketertiban di lingkungan masyarakat dimana ia bertempat tinggal.
8. Menahan diri apabila terjadi pertengkaran diantara
sesama rekan atau tetangga dan berupaya menyelesaikan pertengkaran
tersebut dengan baik dan terhormat, serta jangan ikut-ikutan main hakim
sendiri.
9. Melakukan kegiatan rumah tangga dengan tidak
mengganggu ketenangan dan ketertiban tetangganya.
10. Mentaati tata tertib lingkungan hidup sehari-hari di
lingkungan masyarakat masing- masing.
11. Menghindari pertengkaran/adu fisik karena
masing-masing merasa dirinya benar.
12. Jangan
mengembangkan perselisihan antar anak menjadi perselisihan antar orang tua
Maka kemudian menimbulkan
keresahan, itu bukan berarti pemerintah mengabaikan Hak Asasi Manusia
(HAM)," kata Din di Jakarta, Jumat (4/3/2011).
E.
HAM untuk Mencegah Absolutisme Kekuuasaan Negara
Berdasarkan pemahaman tentang
akar HAM, dalam sejarah perjuangan bangsa itu
menurut saya, persoalan penegakan HAM haruslah dilihat
dari cita-cita bangsa untuk mengangkat harkat dan martabat manusia Indonesia.
Sejarah menunjukkan bahwa penyalahgunaan Kekuasaan Negara (abuse of power)
merupakan ancaman paling efektif terhadap hak-hak asasi yang merendahkan
martabat manusia sebagaimana dibuktikan selama 40 tahun terakhir. Terutama
kecenderungan penguasa untuk membangun kekuasaan yang absolute. Cita-cita
bangsa untuk mengangkat harkat dan martabat manusia Indonesia tersebut dapat bahkan
harus dijadikan alat ukur untuk menakar rezim-rezim yang pernah berkuasa
setelah Indonesia merdeka. Adanya perlakuan sewenang-wenang terhadap hak-hak
asasi manusia oleh penguasa dalam empat puluh tahun terakhir, baik dalam masa
Orde Lama maupun Orde Baru, sudah menyimpang dari cita-cita bangsa untuk
mengangkat martabat manusia Indonesia.
Kita mesti mengambil pelajaran
penting dari kecanggihan rezim Orde Baru dalam
Mengeliminir hak-hak asasi
manusia dengan menggunakan berbagai instrumen politik. Secara sosial, HAM
dikualifikasikan sebagai paham individualistik yang bertentangan dengan watak
dan kepribadian bangsa Indonesia yang kolektiv secara politik HAM
distigmatisasi sebagai paham liberalistik yang bertentangan dengan Pancasila.
dan secara budaya diajukan argument partikularistik bahwa bangsa Indonesia
memiliki hak-hak asasi sendiri (khas) yang didasarkan pada budaya bangsa.
Pemikiran partikularistik
tersebut dipakai untuk menolak watak universal dari HAM yang secara efektif
memungkinkan dilahirkannya kebijakan politik, termasuk di bidang hukum, yang
mengabaikan hak-hak asasi manusia. Bagi saya sendiri, kecenderungan semacam itu
juga mewarnai zaman Orde Lama yang dimungkinkan terjadi karena filosofi
kenegaraan, statside integralistik dari Soepomo, yang menjiwai UUD
1945 waktu itu, yang pada dasarnya menolak hak-hak asasi manusia,
kendati di dalamnya ada beberapa
pasal mengenai hak-hak warganegara. Seperti kita ketahui, hasil dari
kecenderungan itu adalah absolutisme kekuasaan negara yang dipegang kepala
negara (presiden).
Ini sebenarnya yang menjadi dasar
bagi saya menawarkan constitutional government
atau constitutionalisme sebagai
alternatif pendekatan untuk memikirkan reformasi sistem politik dan
pemerintahan di Indonesia, yang saya tawarkan jauh-jauh hari sebelum munculnya
gerakan reformasi. Tawaran ini juga secara pro-aktif saya ajukan pada saat
mulai munculnya gagasan untuk mengamandemen UUD 1945. Menurut paham ini,
hak-hak asasi manusia yang secara tertulis harus secara ekspilit dan terinci
tertuang dalam konstitusi. Dengan demikian secara normatif hak-hak asasi
manusia dan hak-hak warga negara maupun kewajiban negara terdeskripsikan secara
jelas sebagaimana kerangka perumusan HAM PBB, mulai dari DUHAM dan berbagai
konvensi lainnya.
Rumusan konstitusi akan menjadi
ukuran untuk membatasi kekuasaan negara, kekuasaan pemerintah khususnya. Aturan
normatif memang tidak dengan sendirinya berefek membatasi kekuasaan negara.
Akan tetapi apa yang tertuang dalam konstitusi bisa menjadi dasar dan instrumen
bagi masyarakat sipil, bagi rakyat, untuk menilai, bergerak dan melakukan
tuntutan terhadap negara.
Jaminan konstitusional atas
hak-hak asasi manusia memberikan dasar yang kokoh
bagi rakyat pemilik kedaulatan,
yang nota benenya memiliki dasar historis untuk ikut menentukan corak kekuasaan
negara. Dicantumkannya hak-hak asasi manusia ke dalam UUD 1945, melalui
amandemen dalam beberapa tahun terakhir ini, dapat dicatat sebagai langkah awal
dalam menjabarkan cita-cita bangsa ini untuk menghormati dan meningkatkan
harkat dan martabatnya, sekaligus meletakkan rambu-rambu untuk mencegah
lahirnya kembali penguasa negara yang otoriter .
F. Supremasi Hukum Dalam Rangka
Peningkatan Perlindungan HAM
Perlu dicatat, bahwa dari segi
hukum, dalam sepuluh tahun terakhir ini ada sejumlah kemajuan penting mengenai
upaya bangsa ini untuk melindungi HAM. Seperti yang telah kita ketahui, ada
sejumlah produk politik yang penting tentang HAM. Tercatat mulai dikeluarkannya
TAP MPR No. XVII/1998, kemudian amandemen UUD 1945 yang secara eksplisit sudah
memasukkan pasal-pasal cukup mendasar mengenai hak-hak asasi manusia, UU No,
39/1999 tentang Hak-Hak Asasi Manusia, dan UU No. 26/2000 tentang Pengadilan
HAM. Setelah dilakukannya amandemen dengan sendirinya UUD 1945 sebenarnya sudah
dapat dijadikan dasar konstitusional untuk memperkokoh upaya-upaya peningkatan
perlindungan HAM. Adanya undang-undang tentang HAM dan peradilan HAM, merupakan
perangkat organik untuk menegakkan hukum dalam kerangka perlindungan HAM atau
sebaliknya penegakan supremasi hukum dalam rangka perlindungan HAM. Semua ini
melengkapi sejumlah konvenan PBB tentang HAM seperti tentang hak-hak perempuan,
hak anak atau kovenan
tentang anti diskriminasi serta
kovenan tentang anti tindakan kekejaman yang sudah
diratifikasi.
Saya sendiri memang kurang puas
dengan pasal-pasal tentang HAM yang sudah
tercantum dalam UUD 1945. tetapi,
menurut hemat saya, akan lebih baik kalaupasal pasal inti dari DUHAM, kovenan
hak sipil dan politik, dan kovenan hak ekonomi, sosial dan budaya secara
komprehensif dimasukkan ke dalam UUD 1945. Namun demikian, dimasukkannya
sejumlah hak dalam UUD 1945 tersebut dengan sendirinya mengandung makna
simbolik dan menjadi dasar bagi diratifikasinya, khususnya dua kovenan yang amat
monumental yaitu kovenan hak sipil dan politik serta kovenan hak ekonomi,
sosial dan budaya berikut sebagaimana yang sudah diagendakan dalam Rencana Aksi
Nasional HAM sejak 1998 walaupun tampaknya tidak berjalan dengan baik. Adanya
Komisi Nasional HAM (Komnas HAM) dan peradilan HAM patut dicatat sebagai
perangkat kelembagaan dasar peningkatan upaya penghormatan dan perlindungan HAM
dengan peningkatan kelembagaan yang dapat dikaitkan langsung dengan upaya
penegakan hukum. Saya mencatat, memang masih banyak kelemahan dari kedua
lembaga tersebut, akan tetapi dengan adannya Komnas HAM dan peradilan HAM
dengan sendirinya upaya-upaya peningkatan penghormatan dan perlindungan HAM ini
memiliki dua pijakan penting, yaitu pijakan normatif berupa konstitusi dengan UU
organiknya serta Komnas HAM dan peradilan HAM yang memungkinkan berbagai
pelanggaran HAM dapat diproses sampai di pengadilan. Dengan demikian, maka
perlindungan HAM dapat diletakkan dalam kerangka supremasi hukum. Dengan
demikian pula apa yang saya katakan di atas “perjuangan harus dipahami sebagai
komitmen nasional” memperoleh pijakan legal, konstitusional dan institusional
dengan dibentuknya kelembagaan yang berkaitan dengan HAM dan hukum. Namun
demikian tidak berarti bahwa perjuangan HAM sebagaimana dilakukan
lembaga-lembaga di luar negeri tidak penting. Peran masyarakat tetap penting,
karena institusi Negara biasanya memiliki kepentingannya sendiri. Lebih bila
dilihat darilogika penegakan HAM, dengan kekuasaan yang dimilikinya. Negara,
lebih khusus aparat pemerintah -terutama yang berurusan dengan keamanan dan
pertahanan, termasuk yang paling potensial melakukan pelanggaran HAM. Tetapi
sebaliknya Negara termasuk aparat kekuasaannya (Polisi dan Tentara)
berkewajiban, bukan hanya melindungi, menghormati dan memberi jaminan atas HAM
akan tetapi bila dilihat dari penegakan supremasi hukum maka pemerintah
dituntut untuk semakin menyempurnakan dan membenahi perangkat hukum dan
perundang-undangan yang kondusif bagi penegakan HAM. kalau demikian halnya,
kemudian muncul agenda besar.
Pertama, menyempurnakan
Produk-produk hukum, perundang-undangan tentang
HAM. Produk hukum tersebut perlu
disesuaikan dengan semangat konstitusi yang secara eksplisit sudah memberi
dasar bagi perlindunan dan jaminan atau HAM. Termasuk disesuaikan dengan
ketentuan-ketentuan dalam konvensi/kovenan internasional tentang HAM, baik dari
segi materi tentang HAM-nya itu sendiri maupun tentang kelembagaan Komnas HAM
dan peradilan HAM.
Kedua, melakukan inventarisasi,
mengevaluasi dan mengkaji seluruh produk hukum
KUHP dan KUHAP, yang berlaku yang
tidak sesuai dengan HAM. Banyak sekali pasal-pasal dalam berbagai UU yang tidak
sesuai, bahkan bertentangan dengan HAM.
Termasuk UU yang dihasilkan dalam
lima tahun terakhir ini. Hal ini sebagai konsekuensi dari watak rejim
sebelumnya yang memang anti-HAM, sehingga dengan sendirinya produk UU-nya pun
sama sekali tidak mempertimbangan masalah HAM.
Dalam konteks ini, maka agenda
ini sejalan dan dapat disatukan dengan agenda
reformasi hukum nasional dan
ratifikasi konvensi/kovenan, internasional tentang HAM.
yang paling mendasar seperti
kovenan sipil-politik dan kovenan hak ekonomi, sosial dan budaya berikut
protocol operasionalnya. Dari segi ukuran maupun substansi serta
permasalahannya hal ini merupakan agenda raksasa. Untuk itu pemerintah tidak
bisa bekerja sendiri, tetapi perlu melibatkan masyarakat yang memiliki
perhatianyang sama seperti kalangan LSM bidang hukum. Dan untuk itu pula
perlu dibuat skala prioritas supaya perencanaannya realistis dan pelaksanaannya
dilakukan bertahap.
Ketiga, mengembangkan kapasitas
kelembagaan pada instansi-instansi peradilan
dan instansi lainnya yang terkait
dengan penegakan supremasi hukum dan perlindungan HAM. Dalam kesempatan ini,
saya tidak ingin ikut membicarakan persoalan memburuknya kondisi system
peradilan kita, akan tetapi yang perlu diprioritaskan dalam pengembangan
kelembagaan ini adalah meningkatkan kapasitas hakim, jaksa, polisi, panitera
dan unsur-unsur pendukungnya dalam memahami dan menangani perkara-perkara hukum
yang berkaitan dengan HAM. Termasuk di dalamnya mengenai administrasi dan
pelaksanaan penanganan perkara-perkara hukum mengenai pelanggaran HAM. Ini
harus disadari betul mengingat masalah HAM baru masuk secara resmi dalam
beberapa tahun terakhir ini saja dalam sistem peradilan kita. Bahkan, perlu
diakui secara jujur masih banyak, kalau tidak mau dikatakan pada umumnya,
aparat penegak hukum kita yang tidak memahami persoalan HAM. Lebih-lebih untuk
menangani perkara hukum di peradilan yang pembuktiannya amat pelik dan harus
memenuhi standar Komisi HAM PBB. Oleh sebab itu institutional capacity
building di instansi-instansi Negara yang terkait dengan masalah HAM
ini menjadi amat penting dan mendesak.
Keempat, penting juga diagendakan
adalah sosialisasi dan pemahaman tentang
HAM itu sendiri, khususnya di
kalangan pemerintahan, utamanya di kalangan instansi
yang secara langsung maupun tidak
langsung berkaitan dengan masalah HAM. Sosialisasi pemahaman HAM ini, lagi-lagi
merupakan pekejaan raksasa, dan sangat terkait dengan penegakan profesionalisme
aparat di dalam melaksanakan bidang kerjanya. Gamangnya aparat pemerintah dalam
mengurusi dan ber-urusan dengan masyarakat yang partisipasi politik dan daya
kritisnya makin meningkat ini disebabkan, antara lain bukan semata-mata karena
kurang memahami masalah HAM,
akan tetapi juga karena mereka
umumnya kurang dapat melaksanakan rambu-rambu profesionalismenya.
Ini berlaku bagi aparat sipil maupun aparat keamanan.
Kelima, tentu saja kerjasama
dengan kalangan di luar pemerintahan, terutama
kalangan Ornop/LSM,
akademisi/perguruan tinggi dan kalangan masyarakat lainnya yang memiliki
kepedulian terhadap penegakan hukum dan HAM seharusnya menjadi agenda yang
terprogram dengan baik. Bukan saatnya bagi instansi pemerintah tertutup dengan
kalangan masyarakat sebagaimana terjadi di masa lalu. Dalam kerangka
mengembangkan iklim yang lebih demokratis, kini saatnya kalangan pemerintah
bersikap lebih terbuka kepada masyarakat, lebih-lebih untuk keinginan bersama
memajukan HAM dalam konteks penegakan hukum. Perlu disadari bahwa kalangan di
luar pemerintah, seperti lembaga LBH /YLBHI, sudah lama berkecimpung di bidang
penegakan HAM, sejak ketika HAM masih dipandang sebagai masalah sensitif atau
bahkan subversif secara politik. Pengalaman panjang mereka dapat dimanfaatkan
untuk penyempurnaan kebijakan pemerintah dalam penegakan HAM.
III.Kesimpulan.
Berbagai penelitian menyimpulkan bahwa, manusia yang selalu
berfikir positif, hidupnya akan jauh lebih sehat dan berbahagia. Dalam artian
bahwa orang yang selalu berfikir positif dan berusaha melakukan yang terbaik
untuk mengembangkan diri dalam bidang ilmu pengetahuan terutama tentang
syari’at islam untuk memenuhi kebutuhan
dasarnya dalam menjalani kehidupan bermasyarakat, dalam suatu organisasi
keilmuan yang berkembang di kalangan masyarakat seperti yang telah dipaparkan/
dijelaskan di bagian awal artikel ini bahwa, manusia berhak mengembangkan
dirinya termasuk dalam bidang ilmu pengetahuan seperti yang tercantum dalam Hak kebebasan memilih dan aktif di organisasi atau perkumpulan untuk
mendapatkan pendidikan atau
pembelajaran dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan tekhnologi, seni
dan budaya demi meningkatkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat
manusia. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Diana Whitney & Amanda Trosten
dalam bukunya The Power of
Apreciative Inquiry (4 prinsip
perubahan positif dalam organisasi) menyatakan bahwa paling tidak ada enam
syarat yang diperlukan bagi pembebasan kekuatan. Syarat-syarat tersebut dikenal
dengan enam kebebasan, yaitu yang meliputi kebebasan untuk dikenal dalam
hubungan, kebebasan untuk didengar, kebebasan untuk bermimpi dalam komunitas,
kebebasan untuk memilih dalam berkontribusi, kebebasan untuk bertindak dengan
dukungan, dan kebebasan untuk menjadi positif dengan mengembangkan ilmu
pengetahuan.