Perampok berteriak kepada semua orang di sebuah bank, “Jangan bergerak! Uang ini semua milik negara, hidup Anda adalah milik Anda.” Semua orang di bank kemudian tiarap. Hal ini disebut mind changing concept, artinya mengubah cara berpikir; semua orang berhasil mengubah cara berpikir dari cara yang biasa menjadi cara yang kreatif.
Salah satu nasabah seksi mencoba merayu perampok, tetapi malah membuat perampok marah dan berteriak. Sang perampok berteriak, “Yang sopan mbak! Ini perampokan bukan perkosaan!” Hal ini disebut, being professional, artinya bertindak profesional, fokus hanya pada pekerjaan sesuai prosedur yang diberikan.
Setelah selesai merampok bank dan kembali ke rumah; perampok muda yang lulusan MBA dari universitas terkenal berkata kepada perampok tua yang hanya lulusan SD, “Bang, sekarang kita hitung hasil rampokan kita.”
Setelah selesai merampok bank dan kembali ke rumah; perampok muda yang lulusan MBA dari universitas terkenal berkata kepada perampok tua yang hanya lulusan SD, “Bang, sekarang kita hitung hasil rampokan kita.”
Perampok tua menjawab, “Dasar bodoh, uang yang kita rampok banyak, repot menghitungnya, kita tunggu saja berita TV, pasti ada berita mengenai jumlah uang yang kita rampok.” Hal ini disebut, experience,” artinya pengalaman; pengalaman lebih penting daripada selembar kertas dari universitas.
Sementara di bank yang dirampok, si manajer berkata kepada kepala cabangnya untuk segera lapor ke polisi. Tapi kepala cabang berkata, “Tunggu dulu, kita ambil dulu 80 miliar untuk kita bagi dua, nanti totalnya kita laporkan sebagai uang yang dirampok.” Hal ini disebut, swim with the tide, artinya ikuti arus; mengubah situasi yang sulit menjadi keuntungan pribadi.
Kemudian kepala cabang berkata, “Alangkah indahnya jika terjadi perampokan tiap bulan.” Hal ini disebut, killing boredom, artinya menghilangkan kebosanan; kebahagiaan pribadi jauh lebih penting dari pekerjaan Anda.
Keesokan harinya berita di TV melaporkan uang 100 miliar dirampok dari bank. Perampok menghitung uang hasil perampokan dan perampok sangat murka. “Kita susah payah merampok cuma dapat 20 milliar, orang bank tanpa usaha dapat 80 milliar. Lebih enak jadi perampok yang berpendidikan rupanya.” Hal ini disebut sebagai, knowledge is worth as much as gold, artinya pengetahuan lebih berharga daripada emas.
Di tempat lain manajer dan kepala cabang bank tersenyum bahagia karena mendapat keuntungan dari perampokan yang dilakukan orang lain. Hal ini disebut sebagai, seizing opportunity, artinya berani mengambil risiko.
Selamat mencermati kisah di atas, meski mengandung humor tapi ada beberapa point yang bisa kita tangkap dari humor bisnis di atas. Apakah Anda bisa melihat, mengapa bangsa ini selalu ada keributan? Kisah perampokan di atas, adalah representing segala sesuatu yang terjadi di negara ini. (Rif’an via WA Dewan Guru Rakha Group tulisan Nanang Qasim, alumni Al-Azhar University, Kairo, asal NTB).
Selamat mencermati kisah di atas, meski mengandung humor tapi ada beberapa point yang bisa kita tangkap dari humor bisnis di atas. Apakah Anda bisa melihat, mengapa bangsa ini selalu ada keributan? Kisah perampokan di atas, adalah representing segala sesuatu yang terjadi di negara ini. (Rif’an via WA Dewan Guru Rakha Group tulisan Nanang Qasim, alumni Al-Azhar University, Kairo, asal NTB).
Muhammad Natsir (alm), seorang negarawan Indonesia yang diakui oleh dunia internasional mengatakan, “Membangun bangsa dan negara tidak hanya membangun jalan-jalan raya dan taman-taman, gedung-gedung bertingkat dan jembatan-jembatan, bukan hanya mengolah sawah dan mendirikan pabrik serta segala fasilitas fisik lainnya, tetapi membangun jiwa manusianya agar menjadi manusia berakhlak mulia, karena bila akhlak rusak semua pembangunan yang dilaksanakan susah payah berpuluh tahun akan ambruk hanya dalam tempo puluhan menit.”
Di dalam atsar sahabi dikatakan, “Membangun kehidupan dunia (bangsa dan negeri) diperlukan: Ilmu para cerdik cendekia dan petuah para ulama; keadilan para pejabat dan penguasa; ikhlasnya ibadah (doa) para pengabdi; serta kejujuran para pengusaha dan pemegang kendali ekonomi; kedisiplinan para petugas dan pekerja.”
Tetapi Ibnu Mubarak berkata pula, “Rusaknya masyarakat dan umat muncul lewat orang-orang terhormat, mereka itu ialah ulama dan cerdik cendekia; pasukan bersenjata dan alat negara, para ahli ibadah, pedagang dan pemegang kendali ekonomi, serta para petugas, pekerja, karyawan dan buruh.” (At-Tafsir Al-Kabir, juz II, hal 182).
Tentu jika semua komponen ini menggunakan posisinya sebagai kesempatan menjadi “perampok” cerdas. Ibu Rahmi Hatta pernah berkata, “Dulu sewaktu masa merebut dan mempertahankan kemerdekaan, semua komponen bangsa berbuat apa saja yang bisa diberikan kepada republik ini, sekarang bisa jadi bertindak untuk meraup apa saja yang bisa dikutil dari negeri ini.”
Membangun negara diperlukan pemimpin yang pro kesejahteraan rakyat, bukan pro kepentingan konglomerat; jika demikian sang pemimpin tersebut tergolong ‘perampok cerdas’.(*)