Kaidah Yang Berkaitan
Dengan Tafsir Salaf Dan Kaidah Yang Berkaitan Dengan Tafsir Al-Quran Dengan
Pembahasan Bahasa
MAKALAH
Diajukan
untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Kaidah Tafsir
Dosen
pengampu
Khairul
Muttaqin M,Th.i
Disusun Oleh:
Imam Hanafi
PROGRAM STUDI ILMUAL-QURAN DAN TAFSIR(IQT)
JURUSAN SYARI’AH
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PAMEKASAN
TAHUN AKADEMIK 2017/2018
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kehadirat Allah SWT. Tuhan yang maha kuasa atas segala sesuatu, sehingga
kami
dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang
mungkin sangat sederhana.
Makalah
ini berisikan tentang kaidah tafsir yang berkaitan dengan tafsir salaf dan kaidah yang berkaitan
dengan pembahasan kebahasaan, semoga
makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun
pedoman dan juga berguna untuk menambah pengetahuan bagi para pembaca. Makalah
ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami
miliki sangat kurang. Oleh karena itu kami harapkan
kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun
untuk kesempurnaan makalah ini.
Pamekasan, 25 September
2017
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................
i
DAFTAR ISI..................................................................................................
ii
BAB I PEMBAHASAN.................................................................................
1
A. Kaidah Yang
Berkaitan Dengan Tafsir Salaf....................................... 1
B. Kaidah Yang
Berkaitan Dengan Tafsir Al Quran Dengan Pembahasan Bahasa 1
BAB II PENUTUP.........................................................................................
3
A.
Kesimpulam..........................................................................................
3
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................
3
BAB
I
PEMBAHASAN
A.
Kaidah
Tafsir Salaf
“Jika periode
salaf berbeda pendapat dalam penafsiran
dalam satu ayat, maka tidak boleh kepada periode setelahnya untuk menciptakan
pendapat yang ketiga yang keluar dari pendapat mereka”.
Ø Penjelasan Kaidah.
Jika
periode salaf berbeda pendapat di dalam
makna suatu ayat terhadap dua pendapat atau lebih maka perbedaan itu
diposisikan sebagai sebuah kesepakatan dari mereka atas ketidak absahan pendapat
yang lain. Hal itu terjadi karena diperbolehkan adanya pendapat lain. Padahal
masih memungkinkan untuk mentarjih pendapat dari ulamak periode salaf, secar
tidak langsung memiliki arti bahwa ulama’ yang hidup dalam periode salaf
tersebut telah salah dalam memahami suatu
ayat, sedangkan hal ini tidak bisa dibenarkan adanya. Sebab klaim
seperti itu memiliki arti bahwa periode salaf telah salah menentukan sebuah
kebenaran dan telah melalaikannya. Begitu juga, klaim tersebut memiliki
pemahaman bahwa dalam tiga periode emas (Nabi,sahabat dan tabi’in) tersebut
tidak satupun ulamak yang membela Allah dengan hujjahnya.
Adapun pendapat
para ulamak terkait kaidah tafsir salaf sangatlah beragam diantaranya
sebagaimana yang disebutkan oleh salah seorang pengarang kitab Muswaddah
yaitu “jika ahlul ijma’ mentakwil suatu ayat dan secara jelas menyatakan
kesalahan pendapat yang lain, maka tidak boleh menciptakan pendapat yang lain. Dan
jika mereka tidak secara jelas menyatakan kesalahan pendapata yang lai maka
sebagian ulama’ berpendapat bahwa boleh menciptakan takwil kedua jika takwil
tersebut tidak mengandung penyalahan terhadap takwil pertama.
Ø Contoh Kaidah dan Penjelasannya.
Firman Allah SWT dalam surah Ali ‘imran:112
ضربت عليهم
الذّلّة أينما ثقفوا إلا بحل من اللّه وحبل من النّاس
Artinya: “Mereka diliputi kehinaan dimana saja mereka
berada, kecuali jika mereka berpegang
kepada tali (Agama)Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia.”
Sebagian ulama’ berasumsi mengenai maksud berpegang teguh kepada tali
(perjanjian) dengan manusia adalah kuatnya
hubungan orang-orang Barat dengan kaum Yahudin sedangkan kaum Yahudi bisa
mendapatkan kemuliaan dengan adanya kokohnya hubungan tersebut.
Namun penafsiran tersebut tertolak. Sebab, para ulama’ mufasir
telah menyepakati bahwa yang dimaksud dengan hablun min-Allah adalah
janji-janji Allah yang akan diberikan kepada orang-orang yang beriman. Dan yang
dimaksud dengan hablun min-Annas adalah janji-janji Allah yang diberikan
kepada orang-orang kafir, sedangkan kehinaan (al-Dzillat) adalah suatu
hal yang Allah tetapkan sebagai sebuah pemberian yang tidak akan pernah hilang
kepada orang-orang kafir dalam setiap keadaan.
B.
Kaidah
Tafsir yang Berhungan dengan Tafsir al-Quran dengan Pembahasan Bahasa.
“Memperhatikan
makna yang dominan yang lebih masyhur dan yang lebih fashih dari makna yang
syadz dan jarang digunakan”.
Ø Penjelasan kaidah : Maksud daripada kaidah
diatas adalah pada saat Alquran diturunkan dengan menggunakan bahasa arab yang
paling fashih maka tidak diperbolehkan memperlihatkan penafsiran suatu
makna ayat yang rancu dan jarang digunakan terhadap makna yang lebih mashur dan lebih fashih.
Ø Contoh
kaidah :
1. Firman
Allah SWT:
لايذوقون فيها
بردا ولا شرابا
Artinya
; “mereka di dalam neraka tidak akan pernah merasakan dingin dan juga tidak
mendapatkan minuman.”
Sebagian ulama’ menafsirkan kata Bardan (dingin) dengan arti
tidur. Padahal kata bardan yang
berarti tidur itu jarang digunakan bahasa arab. Adapun yang populer digunakan makna bardan adalah
sesuatu yang dapat mendingnkan panas badan. Dalam contoh ini tidak boleh
mengalihkan makna yang kedua terhadap makna yang pertama.
Ibnu Jarir berkata, walaupun kata an-naum digunakan pada arti sesuatu yang menghilangkan
haus sehuingga bisa dikategorikan bardan. Tetap itu bukanlah nama atau
istilah yang masyhur digunakan dalam
bahasa Arab, maka tetap yang menjadi pijakan dalam menafsirkan al-Quran
adalah makna yang masyhur bukan yang lain.
2. Firman Allah SWT:
وتخرج الحيّ من الميّت وتخرج الميّت من الحيّ
Artinya:
“Engkau keluarkan yang hidup dari yang mati dan enkau keluarkan yang mati
dari yang hidup.”
Adapun sebagian
mufasir menafsirkan terhadap ayat diatas
adalah mengeluarkan sesuatu yang hidup dari sperma (yang mati atau tidak
bernyawa) dan mengeluarkan sperma dari yang sesuatu yang hidup. Dan ada juga
yang menafsirkan ayat tersebut dengan makna adalah mengeluarkan pohon kurma dari biji
kurma dan sebaliknya, dan mengeluarkan tangkai padi dari padi dan sebaliknya,
dan mengeluarkan telur dari ayam dan sebaliknya. Dan ada lagi yang menafsirkan
ayat di atas adalah mengeluarkan orang yang beriman dari orang yang kafir dan
sebaliknya.
Setelah men-tarjih
pendapat yang pertama, Ibnu Jarir berkata “mengenai yang men-takwil ayat
tersebut dengan arti menjadikan biji dari pohon padi dan sebaliknya, menjadikan
telur dari ayam dan sebaliknya, dan seterusnya”. Itu berdasarkan semua makna
kontekstual dan jarang digunakan orang-orang arab dalam pembicaraan mereka.
Oleh karena itu sesuai dengan kaidah di atas yaitu mengarahkan makna al-Quran
terhadap makna lahir yang sering digunakan dalam pembicaraan, lebih utama dari
pada makan yang samar atau masih kabur.
BAB II
KESIMPULAN
A.
Kaidah
yang berhubungan dengan tafsir salaf:
Jika periode salaf berbeda pendapat dalam penafsiran dalam satu
ayat, maka tidak boleh kepada periode setelahnya untuk menciptakan pendapat
yang ketiga yang keluar dari pendapat mereka.
B.
Kaidah
tafsir yang berhubungan dengan tafsir alQuran dengan pembahasan bahasa.
Memperhatikan makna yang dominan yang lebih masyhur dan yang lebih
fashih dari makna yang syadz dan jarang digunakan