Friday 13 October 2017

Kaidah Yang Berkaitan Dengan Tafsir Salaf Dan Kaidah Yang Berkaitan Dengan Tafsir Al-Quran Dengan Pembahasan Bahasa


Kaidah Yang Berkaitan Dengan Tafsir Salaf Dan Kaidah Yang Berkaitan Dengan Tafsir Al-Quran Dengan Pembahasan Bahasa

MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Kaidah Tafsir
Dosen pengampu
Khairul Muttaqin  M,Th.i

 









Disusun Oleh:
Imam Hanafi


PROGRAM STUDI ILMUAL-QURAN DAN TAFSIR(IQT)
JURUSAN SYARI’AH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PAMEKASAN

TAHUN AKADEMIK 2017/2018

            KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT. Tuhan yang maha kuasa atas segala sesuatu, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang mungkin sangat sederhana.
Makalah ini berisikan tentang kaidah tafsir yang berkaitan dengan tafsir salaf dan kaidah yang berkaitan dengan pembahasan kebahasaan, semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman dan juga berguna untuk menambah pengetahuan bagi para pembaca. Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki sangat kurang. Oleh karena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.





                                                                  Pamekasan, 25 September 2017
                        
                                        
                                                                                      Penulis



                                                                                     





DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................. ii
BAB I PEMBAHASAN................................................................................. 1
A.    Kaidah Yang Berkaitan Dengan Tafsir Salaf....................................... 1
B.     Kaidah Yang Berkaitan Dengan Tafsir Al Quran Dengan Pembahasan Bahasa        1
BAB II PENUTUP......................................................................................... 3
A.    Kesimpulam.......................................................................................... 3
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 3







 BAB I
PEMBAHASAN
A.    Kaidah Tafsir Salaf
“Jika periode salaf  berbeda pendapat dalam penafsiran dalam satu ayat, maka tidak boleh kepada periode setelahnya untuk menciptakan pendapat yang ketiga yang keluar dari pendapat mereka”.
Ø  Penjelasan Kaidah.
Jika periode  salaf berbeda pendapat di dalam makna suatu ayat terhadap dua pendapat atau lebih maka perbedaan itu diposisikan sebagai sebuah kesepakatan dari mereka atas ketidak absahan pendapat yang lain. Hal itu terjadi karena diperbolehkan adanya pendapat lain. Padahal masih memungkinkan untuk mentarjih pendapat dari ulamak periode salaf, secar tidak langsung memiliki arti bahwa ulama’ yang hidup dalam periode salaf tersebut telah salah dalam memahami suatu  ayat, sedangkan hal ini tidak bisa dibenarkan adanya. Sebab klaim seperti itu memiliki arti bahwa periode salaf telah salah menentukan sebuah kebenaran dan telah melalaikannya. Begitu juga, klaim tersebut memiliki pemahaman bahwa dalam tiga periode emas (Nabi,sahabat dan tabi’in) tersebut tidak satupun ulamak yang membela Allah dengan hujjahnya.
Adapun pendapat para ulamak terkait kaidah tafsir salaf sangatlah beragam diantaranya sebagaimana yang disebutkan oleh salah seorang pengarang kitab Muswaddah yaitu “jika ahlul ijma’ mentakwil suatu ayat dan secara jelas menyatakan kesalahan pendapat yang lain, maka tidak boleh menciptakan pendapat yang lain. Dan jika mereka tidak secara jelas menyatakan kesalahan pendapata yang lai maka sebagian ulama’ berpendapat bahwa boleh menciptakan takwil kedua jika takwil tersebut tidak mengandung penyalahan terhadap takwil pertama.
Ø  Contoh Kaidah dan Penjelasannya.
Firman Allah SWT dalam surah Ali ‘imran:112
ضربت عليهم الذّلّة أينما ثقفوا إلا بحل من اللّه وحبل من النّاس
Artinya: “Mereka diliputi kehinaan dimana saja mereka berada,  kecuali jika mereka berpegang kepada tali (Agama)Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia.”
Sebagian ulama’ berasumsi  mengenai maksud berpegang teguh kepada tali (perjanjian) dengan manusia  adalah kuatnya hubungan orang-orang Barat dengan kaum Yahudin sedangkan kaum Yahudi bisa mendapatkan kemuliaan dengan adanya kokohnya hubungan tersebut.
Namun penafsiran tersebut tertolak. Sebab, para ulama’ mufasir telah menyepakati bahwa yang dimaksud dengan hablun min-Allah adalah janji-janji Allah yang akan diberikan kepada orang-orang yang beriman. Dan yang dimaksud dengan hablun min-Annas adalah janji-janji Allah yang diberikan kepada orang-orang kafir, sedangkan kehinaan (al-Dzillat) adalah suatu hal yang Allah tetapkan sebagai sebuah pemberian yang tidak akan pernah hilang kepada orang-orang kafir dalam setiap keadaan.
B.     Kaidah Tafsir yang Berhungan dengan Tafsir al-Quran dengan Pembahasan Bahasa.
“Memperhatikan makna yang dominan yang lebih masyhur dan yang lebih fashih dari makna yang syadz dan jarang digunakan”.
Ø  Penjelasan kaidah : Maksud daripada kaidah diatas adalah pada saat Alquran diturunkan dengan menggunakan bahasa arab yang paling fashih maka tidak diperbolehkan memperlihatkan penafsiran suatu makna ayat yang rancu dan jarang digunakan  terhadap  makna yang lebih mashur dan lebih fashih.
Ø  Contoh kaidah :
1.    Firman Allah SWT:
لايذوقون فيها بردا ولا شرابا
Artinya ; “mereka di dalam neraka tidak akan pernah merasakan dingin dan juga tidak mendapatkan  minuman.”
Sebagian ulama’ menafsirkan kata Bardan (dingin) dengan arti tidur. Padahal kata bardan  yang  berarti tidur itu jarang digunakan bahasa  arab. Adapun yang  populer digunakan makna bardan adalah sesuatu yang dapat mendingnkan panas badan. Dalam contoh ini tidak boleh mengalihkan makna yang kedua terhadap makna yang pertama.
Ibnu Jarir berkata, walaupun kata an-naum  digunakan pada arti sesuatu yang menghilangkan haus sehuingga bisa dikategorikan bardan. Tetap itu bukanlah nama atau istilah yang masyhur digunakan dalam  bahasa Arab, maka tetap yang menjadi pijakan dalam menafsirkan al-Quran adalah makna yang masyhur bukan yang lain.
2.    Firman Allah SWT:
وتخرج الحيّ من الميّت وتخرج الميّت من الحيّ
Artinya: “Engkau keluarkan yang hidup dari yang mati dan enkau keluarkan yang mati dari yang hidup.”
Adapun sebagian mufasir menafsirkan terhadap ayat diatas  adalah mengeluarkan sesuatu yang hidup dari sperma (yang mati atau tidak bernyawa) dan mengeluarkan sperma dari yang sesuatu yang hidup. Dan ada juga yang menafsirkan ayat tersebut dengan makna  adalah mengeluarkan pohon kurma dari biji kurma dan sebaliknya, dan mengeluarkan tangkai padi dari padi dan sebaliknya, dan mengeluarkan telur dari ayam dan sebaliknya. Dan ada lagi yang menafsirkan ayat di atas adalah mengeluarkan orang yang beriman dari orang yang kafir dan sebaliknya.
Setelah men-tarjih pendapat yang pertama, Ibnu Jarir berkata “mengenai yang men-takwil ayat tersebut dengan arti menjadikan biji dari pohon padi dan sebaliknya, menjadikan telur dari ayam dan sebaliknya, dan seterusnya”. Itu berdasarkan semua makna kontekstual dan jarang digunakan orang-orang arab dalam pembicaraan mereka. Oleh karena itu sesuai dengan kaidah di atas yaitu mengarahkan makna al-Quran terhadap makna lahir yang sering digunakan dalam pembicaraan, lebih utama dari pada makan yang samar atau masih kabur.

BAB II
KESIMPULAN
A.    Kaidah yang berhubungan dengan tafsir salaf:
 Jika periode salaf  berbeda pendapat dalam penafsiran dalam satu ayat, maka tidak boleh kepada periode setelahnya untuk menciptakan pendapat yang ketiga yang keluar dari pendapat mereka.
B.     Kaidah tafsir yang berhubungan dengan tafsir alQuran dengan pembahasan bahasa.
Memperhatikan makna yang dominan yang lebih masyhur dan yang lebih fashih dari makna yang syadz dan jarang digunakan