Wednesday 29 November 2017

HUKUM AKAD (PERJANJIAN) DALAM MUAMALAH DALAM AL-QUR’AN



HUKUM AKAD (PERJANJIAN) DALAM MUAMALAH DALAM AL-QUR’AN
MAKALAH
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata kuliah Tafsir Ahkam Muamalah
Yang Dibimbing  Oleh: Moh. Afandi, S.H.I., M.H.I.

Semester 3/ Kelas D







PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARI’AH
JURUSAN SYARI’AH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PAMEKASAN
 2017
DAFTAR ISI

JUDUL................................................................................................................. i
KATA PENGANTAR......................................................................................... ii
DAFTAR ISI....................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................. 1
A. Latar Belakang....................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.................................................................................. 1
C. Tujuan Masalah...................................................................................... 1   
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................... 2
A. Ayat Al-Qur’an tentang Akad............................................................... 2
B. Makna Mufradat.................................................................................... 3
C. Pandangan Intelektual tentang Akad dalam Al-Qur’an ....................... 5
    1. Pengertian Akad................................................................................. 6
    2. Syarat dan Rukun Akad..................................................................... 6
    3. Macam-Macam Akad......................................................................... 7
    4. Hukum Akad Di Era Digital.............................................................. 9                                         
BAB III PENUTUP........................................................................................... 10
A. Kesimpulan........................................................................................... 10
B. Saran..................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 11 KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala nikmat, karunia, serta hidayah-Nya yang diberikan kepada kami sehingga kami mampu menyelesaikan tugas yang diamanatkan kepada kami, untuk membuat makalah tentang Hukum Akad (Perjanjian) Dalam Muamalah Dalam Al-Qur’an. Terima kasih kepada Bapak Moh. Afandi, S.H.I., M.H.I. dan semua pihak yang telah mendukung dalam pembuatan makalah ini. Doa dan dukungan yang mampu memberi kami dorongan semangat dan kekuatan sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Kami menyadari bahwa makalah ini tentunya jauh dari kesempurnaan yang semestinya, oleh karena itu kami menerima segala masukan-masukan guna kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya untuk mahasiswa/i STAIN Pamekasan dan umumnya seluruh masyarakat Indonesia. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala urusan kita. Amin.







                                                                                  Pamekasan,24 November 2017
                                                                                               

                                                                                                PenyusunBAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang

Akad ialah suatu perikatan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih berdasarkan ijab dan qabul dengan adanya ketentuan syar’i. Dalam akad tentu ada syarat dan rukunnya dan disertai dengan macam-macamnya. Selain itu terdapat esensi dalam berakad yang berkaitan dengan bentuk-bentuk dan hukum akad tersebut. Akad merupakan substansi dalam jual beli dan ijab qabul yaitu penandanya. Akad bukan hanya terdapat dalam jual beli saja tetapi dalam aktivitas muamalah pasti ada perjanjian antara kedua belah pihak atau lebih.
Hukum akad dalam jual beli ada yang wajib dan mubah. Jual beli dengan atas dasar suka sama suka dan kerelaan ini menandakan hal wajib. Ini dimaksudkan agar tidak terjadi perselisihan dan mendapatkan kemaslahatan. Sedangkan hukum yang mubah yaitu dalam bentuk-bentuk akadnya. Maksudnya bisa menggunakan lafal, tulisan, dan lisan melalui media sosial tanpa harus bertemu langsung. Yang penting tetap ada unsur kerelaan dalam jual beli yang tidak merugikan terhadap kedua belah pihak tersebut.

B.       Rumusan Masalah

1.        Apa yang dimaksud dengan Akad dalam jual beli?
2.        Bagaimana hukum akad dalam jual beli?

C.      Tujuan Masalah

1.        Untuk mengetahui definisi akad dalam jual beli dari segi bahasa dan istilah.
2.        Untuk memahami hukum akad dalam jual beli yang sudah ditetaptan dan pada umumnya
BAB II
PEMBAHASAN

A.      Ayat Al-Qur’an tentang Akad
Dalam surah An-nisa’ ayat 29 yang berbunyi:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوالَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ وَلاَ تَقْتُلُوْا اَنْفُسَقُمْ اِنَّاللهَ كَ نَ بِكُمْ رَحِيْمَا (٢٩)                   

Artinya: “ Hai orang-orang beriman, janganlah kamu memakan harta kamu di antara kamu dengan jalan yang bathil. Tetapi (hendaklah) dengan perniagaan yang berdasar kerelaan di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh diri kamu. Sesungguhnya Allah terhadap kamu Maha Penyayang”.
إِنَّمَا الْبَيْعُ عَنْ تَرَاض, رواہ ابن حبان و ابن مجاح۔
“Sesungguhnya jual beli itu harus dilakukan dengan suka rela.” (HR. Ibnu Majah II/737 no. 2185 dan Ibnu Hibban no. 4967)

Dalam sabdanya yang lain:
أَلاَ لاَ تَظْلِمُوا أَلاَ لاَ تَظْلِمُوا أَلاَ لاَ تَظْلِمُوا إِنَّهُ لاَ يَحِلُّ مَالُ امْرِئٍ إِلاَّ بِطِيبِ نَفْسٍ مِنْه (رواہ احمد

"Ingatlah, janganlah berbuat zalim. Ingatlah, janganlah berbuat zalim. Sesungguhnya, harta seorang muslim itu tidak halal untuk diambil kecuali dengan sepenuh kerelaan hatinya.” (HR. Ahmad, no. 21237; dinilai sahih oleh Al-Albani)

 


B.       Makna Mufradat

Arti
Ayat
Wahai
يَا أَيُّهَا
Orang-Orang Yang
الَّذِينَ
Beriman
آمَنُوا
Janganlah Kamu Memakan
لَا تَأْكُلُوا
Harta Kamu
أَمْوالَكُمْ
Diantara Kamu
بَيْنَكُمْ
Dengan Cara Bathil
بِالْبَاطِلِ
Kecuali
إلَّا
Bahwa
أَنْ
Menjadi
تَكُونَ
Perniagaan
تِجَارَةً
Dari Dasar Suka Sama Suka
عَنْ تَرَاضٍ
Diantara Kamu
مِنْكُمْ
Dan Janganlah Kamu Membunuh
وَلاَ تَقْتُلُوْا
Diri Kamu Sendiri
اَنْفُسَقُمْ
Sesungguhnya Allah
اِنَّاللهَ
Dia
كَ نَ
Kepada Allah
بِكُمْ
Maha Penyayang
رَحِيْمَا

Melalui ayat ini Allah mengingatkan: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan yakni memperoleh harta yang merupakan sarana kehidupan kamu, di antara kamu dengan jalan yang bathil, yakni tidak sesuai dengan tuntunan syariat, tetapi hendaklah kamu peroleh harta itudengan jalan perniagaan yang berdasar kerelaan di antara kamu, kerelaan yang tidak melanggar ketentuan  agama.

Karena harta benda mempunyai kedudukan di bawah nyawa, bahkan terkadang nyawa dipertaruhkan untuk memperoleh atau mempertahankannya. Maka pesan ayat ini selanjutnyaadalah Dan janganlah kamu membunuh diri kamu sendiri, atau membunuh orang lain secara tidak hakkarena orang lain adalah sama dengankamu, dan bila kamu membunuhnya , maka kamu pun terancam dibunuh, karena sesungguhnya Allah terhadap kamu Maha Penyayang.[1]
Penggunaan kata makan untuk melarang perolehan harta secara batil, karena kebutuhan pokok manusia adalah makan. Dan kalau makan yang merupakan kebutuhan pokok itu terlarang memperolehnya dengan batil, maka tentu lebih terlarang lagi, bila perolehan dengan batil menyangkut kebutuhan sekunder apalagi tertier. Dapat ditambahkan di sini bahwa harta pribadi demi pribadi, seharusnya dirasakan dan di fungsikan sebagai milik bersama, (harta kamu) yang di buktikan dengan fungsi sosial harta itu. Redaksi ini juga mengandung kerjasama dan tidak saling merugikan, karena “Bila mitra saya rugi, saya juga akan merugi”. Bukankah harta tersebut adalah milik bersama? Karena itu dalam berbisnis, harta hendaknya diilustrasikan berada di tengah. Inilah yang diisyaratkan oleh ayat di atas dengan kata (بَيْنَكُمْ) bainakum/di antara kamu bukankah sesuatu yang di tengah ke arahnya, bahkan kalau dapat, akan ditarik sedekat mungkin posisinya, demikian juga pihak kedua. Agar yang ditarik tidak putus , atau agar yang menarik tidak terseret, maka diperlukan kerelaan mengulur masing-masing. Bahkan yang terbaik adalah bila masing-masing senang dan bahagia, dengan apa yang diperolehnya.
Ayat di atas menekankan juga keharusan mengindahkan peraturan-peraturan yang ditetapkan dan tidak melakukan apa yang diistilahkan oleh ayat di atas dengan (البا طل) al-bathil, yakni pelanggaran terhadap ketentuan agama atau persyaratan yang disepakati. Dalam konteks ini, Nabi saw, bersabda, “kaum muslim sesuai dengan (harus menepati) syarat-syarat yang mereka sepakati, selama tidak menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halam. Selanjutnya ayat di atas menekankan juga keharusan adanya kerelaan kedua belah pihak, atau yang diistilahkannya dengan (عن ترا ض مِنْكُمْ ) ‘an taradhin minkum. Walaupun kerelaan adalah sesuatu yang tersembunyi di lubuk hati, tetapi indicator dan tanda-tandanya dapat terlihat.[2] Ijab dan qabul, atau apa saja yang dikenal dalam adat kebiasaan sebagai serah terima, adalah bentuk-bentuk yang digunakan hukum menunjukkan kerelaan.[3] Hal inilah yang menunjukkan bahwa wajibnya berakad di dasarkan atas kerelaan atau suka sama suka.
C.      Pandangan Intelektual tentang Akad dalam Al-Qur’an
Akad merupakan substansi dalam jual beli. sedangkan Ijab qabul adalah penandanya. Untuk dinyatakan berakad tentulah ada ijab dan qabul didalamnya. Hal ini dapat di bahas lebih lanjut dalam pengertian, syarat dan rukun, Macam-macam akad, serta hukum akad di era digital.

1.        Pengertian Akad
Akad menurut pengertian bahasa berarti sambungan, janji dan mengikat. Menurut Wahbah al-Zuhail. Akad ialah “ikatan antara dua perkara, ikatan secara nyata maupun ikatan secara maknawi dari satu segi maupun dua segi. Sedangkan secara istilah bahwa akad ialah suatu perikatan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih berdasarkan ijab dan qabul dengan adanya ketentuan syar’i.[4]
2.        Syarat dan Rukun Akad
1.        Syarat Akad
a.    Syarat terjadinya akad adalah segala sesuatu yang disyaratkan untuk terjadinya akad secara syara’. Jika tidak memenuhi syarat tersebut maka akad menjadi batal.
b.    Syarat sah
Syarat sah akad adalah segala sesuatu yang disyaratkan syara’ untuk menjami keabsahan akad. Jika tidak dipenuhi maka akad tersebut akan rusak.
c.       Syarat memberikan
Dalam pelaksanaan akad, ada dua syarat yaitu:
·      Kepemilikan
Kepemilikan ialah sesuatu yang dimiliki oleh seseorang sehingga ia bebas beraktifitas dengan apa yang dimilikinya.
·      Kekuasaan
Kekuasaan ialah kemampuan seseorang dalam melakukan penguasaan baik secara dilakukan sendiri ataupun menjadi wakil.[5]
·      Syarat keharusan (Lujum)
Dasar dalam akad adalah kepastian. diantaranya syarat luzum dalam jual beli adalah terhindarnya dari beberapa khiyar jual beli, khiyar syarat dan khiyar aib. Jiaka luzum tampak maka akad batal atau dikembalikan.[6]
2.        Rukun akad
Ulama selain Hanafiyah berpendapat bahwa akad memliki empat rukun, yaitu:
a.       Orang yang akad (‘aqid), contoh: penjual dan pembeli.
b.      Sesuatu yang diakadkan (maqud alaih), contoh: harga atau yang dihargakan.
c.       Shighat, yaitu ijab dan qabul.[7]
d.   Maudhu’ al ‘aqd ialah tujuan atau maksud pokok mengadakan akad. Berbeda akad, maka berbeedalah tujuan pokok akad.[8]
3.        Macam - Macam Akad
1.        ‘Aqad Munjiz yaitu akad yang dilaksanakan langsung pada waktu selesainya kad.
2.        ‘Aqad Mu’alaq ialah akad yang di dalam pelaksanaannya terdapat syarat-syarat yang telah ditentukan dalam akad, misalnya penentuan penyerahan barang-barang yang diakadkan setelah adanya pembayaran.
3.        ‘Aqad Mudhaf ialah akad yang dalam pelaksanaannya terdapat syarat-syarat yang telah ditentukan akad.
Macam-macam akad beraneka ragam tergantung dari sudut tinjauannya. Karena ada perbedaan-perbedaan tinjauan, akad akan ditinjau dari segi-segi berikut:[9]
1.        Ada dan tidaknya qismah pada akad., maka akad terbagi dua bagian:
a.    Akad musammah, yaitu akad yang telah ditetapkan syara’ dan telah ada hukum-hukumnya, seperti jual beli, hibah, dan ijarah.
b.    Akad ghair musammah ialah akad yang belum ditetapkan pleh syara’ dan belum ditetapkan hukum-hukumnya.
2.        Disyari’atkan dan tidaknya akad, ditinjau dari segi ini akad terbagi dua bagian:
a.    Akad musyara’ah ialah akad-akad yang dibenarkan oleh syara’ seperti gadai dan jual beli.
b.    Akad mamnu’ah ialah akad-akad yang dilarang syara’ seperti menjual anak binatang dalam perut induknya.
3.        Sah dan batalnya akad, ditinjau dari segi ini akad terbagi menjadi dua:
a.                    Akad shahihah, yaitu akad-akad yang mencukupi persyaratannya, baik syarat yang khusus maupun syarat yang umum.
b.      Akad fasihah, yaitu akad-akad yang cacat atau cedera karena kurang salah satu syarat syaratnya, baik syarat umum maupun syarat khusus, seperti nikah tanpa wali.
4.        Sifat bendanya, ditinjau dari sifat ini benda akad terbagi dua:
a.    Akad ‘ainiyah, yaitu akad yang disyaratkan dengan penyerahan barang-barang seperti jual beli.
b.    Akad ghair ‘ainiyah yaitu akad yang tidak disertai dengan penyerahan barang-barang.
5.        Berlakunya dan tidaknya akad, dari segi ini akad dibagi menjadi dua bagian:
a.    Akad nafidzah yaitu akad yang bebas atau terlepas dari penghalang-penghalang akad.
b.    Akad mauqufah yaitu akad-akad yang bertalian persetujuan-persetujuan.[10]

4.        Hukum Akad Di Era Digital
Di era digital kecanggihan alat komunikasi semakin melesat seperti handphone android bisa digunakan bermedia sosial. Yang awalnya hanya bisa sms dan nelfon, Akan tetapi, seperti sekarang Whatshapp dapat digunakan untuk berkomunikasi dengan cepat dan lancar. Hal ini juga mempermudah dalam jual beli yang sering terjadi. Jual beli itu disebut dengan jual beli online. Hukum akad dalam jual beli online itu sah menurut syara’ sepanjang memenuhi dalam ijab qabul Maksudnya antar keduanya harus saling suka sama suka dan ada kerelaan. Kedua, dalam objek akad dapat berwujud apa yang sudah di sepakati antar kedua belah pihak. Ketiga, Pihak-pihak yang melaksanakan haruslah berakal, sehat, dewasa, dan cakap hukum. Keempat, tujuan akad dan akibatnya maksudnya dalam jual beli ini berupaya dapat membantu dalam kebutuhan dan perekonomian seseorang serta menjauhi kemudharatan dan mendapatkan kemashlatan bersama.
Selain itu hukum dalam bentuk-bentuk akad seperti dengan penglafalan, tulisan, dan lisan yang di terapkan pada zaman masa sekarang atau era digital ini yaitu mubah karena Menurut pendapat ulama hukum Islam lainnya seperti Nawawi, Mutawali, Baghawi, berpendapat bahwa lafaz ijab dan qabul dengan bentuk kalimat (ucapan) tidak harus dilakukan. Yang penting dalam jual beli itu sudah cukup kalau dimengerti oleh adat istiadat dan kebiasaan setempat. Alasannya, setiap daerah mempunyai cara jual beli yang sudah dipahami sebagai hukum dan berlaku terus menerus. Selain itu tanpa ucapan pernyataan sebagai ijab dan qabul akan terjadi peristiwa hukum jual beli kalau sudah ada penyerahan barang masing-masing pihak seperti yang terjadi di tempat penjualan umum (pasar atau toko). Sedangkan tulisan yang berisi pernyataan dan penyerahan seperti akte atau saksi-saksi sudah merupakan ijab dan qabul dalam jual beli. Pendapat ulama ini menunjukkan keluwesan hukum yang dapat dilaksanakan aturannya sesuai hukum sepetempat seperti yang banyak dilakukan sekarang di Indonesia.[11] Akan tetapi akad yang tidak bisa diubah dalam masa zaman apapun yaitu akad pernikahan. Karena dalam ijab qabulnya wajib saling bertemu ketika berakad. Sehingga acara ini sangat sacral atau janji pasangan kepada Allah.
BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan

1.      Akad menurut pengertian bahasa berarti sambungan, janji dan mengikat. Menurut Wahbah al-Zuhail. Akad ialah “ikatan antara dua perkara, ikatan secara nyata maupun ikatan secara maknawi dari satu segi maupun dua segi. Sedangkan secara istilah bahwa akad ialah suatu perikatan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih berdasarkan ijab dan qabul dengan adanya ketentuan syar’i.
2.      Hukum Akad dalam jual beli yaitu wajib dan mubah. Yang dikatakan hukumnya wajib yaitu dalam jual beli harus ada kerelaan antar kedua belah pihak atau lebih dan ada rasa suka sama suka dan saling rela dalam hal tersebut. Sedangkan hukumnya mubah itu dilihat dari bentuk-bentuk akad yang dilakukan. Hal ini meliputi lafal, tulisan, dan lisan yang dilakukan melalui media sosial yang mana mempermudah transaksi dalam jual beli tanpa bertemu langsung akad itu dapat terlaksana dengan baik.

B.       Saran

Makalah yang saya buat ini masih dikatakan tidak sempurna dalam penyusun materi tentang akad jual beli. Maka dari itu masukan dan nasehat oleh dosen pengampu yang saya harapkan agar saya mengetahui letak kesalahannya. Oleh karena itu, saya mohon maaf jika ada kekurangan dalam penulisan makalah ini, hal ini karena adanya keterbatasan dalam pemahaman yang saya dapatkan. Akan tetapi, saya tetap berupaya menjalankan tugas sesuai dengan silabus yang dosen pengampu berikan untuk membuat makalah individu ini.



DAFTAR PUSTAKA

Sakinah.  Fiqh Mu’amalah. Pamekasan:  Stain Pamekasan Press. 2006.
Syafei, Rachmat.  Fiqih Muamalah. Bandung: Pustaka Setia. 2001.

Suhendi.  Fiqh Muamalah. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2013.

Shihab, M. Quraish. Tafsir Al-Mishbah Vol. 2. Jakarta: Lentera Hati. 2002.
Djamali, Abdul.  Hukum Islam. Mandar Maju, 2002.





[1] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Vol. 2(Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm. 391-392.
[2] Ibid.
[3] Ibid. 393.
[4] Sakinah, Fiqh Mu’amalah( Pamekasan:  Stain Pamekasan Press, 2006), hlm. 21.
[5] Ibid. 24.
[6] Ibid. 25.
[7] Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah(Bandung: Pustaka Setia, 2001), hlm. 45.
[8] Suhendi, Fiqh Muamalah(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013), hlm. 47.
[9] Ibid. 52-53.
[10] Ibid. 54.
[11] Abdul Djamali, Hukum Islam(Mandar Maju, 2002), hlm. 154.