TINJAUAN
HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI KULIT HEWAN KURBAN
(Studi
Kasus di Desa Kowel Kecamatan Pamekasan Kabupaten Pamekasan)
A.
Konteks Penelitian
Salah
satu ibadah yang memiliki fungsi sosial di dalamnya adalah ibadah kurban, ibadah
ini menuntut seseorang untuk senantiasa peka terhadap lingkungan sekitar
sehingga akan tercipta rasa kepedulian yang tinggi dalam jiwa seseorang untuk
senantiasa berpartisipasi membantu terhadap sesama yang membutuhkan.
Bagian
yang menjadi bentuk ibadah sosial di dalam Islam adalah pendistribusian daging
hewan kurban unttuk dibagi-bagikan kepada masyarakat terutama fakir dan miskin
di lingkungan tempat tinggal pemilik hewan kurban, hal inilah yang menjadi
puncak kegiatan ibadah sosial tersebut.
Pendistribusian
hewan kurban telah diatur secara jelas dan lengkap di dalam hadits, termasuk di
dalamnya bagian-bagian dari hewan kurban yang harus didistribusikan. Namun,
yang menjadi pertanyaan dan perdebatan di kalangan para ulama adalah
pendistribusian harus seluruh bagian dari hewan kurban atau tidak, terutama
pada bagian kulit hewan kurban tersebut.[1]
Dalil
yang mengatur tentang harusnya mendistirbusikan seluruh bagian dari hewan
kurban adalah sabda Rasulullah:
من باع جلد اضحيته فلا اضحية له
Barang siapa menjual kulit hasil sembelihan kurbannya, maka tidak
ada kurban baginya. (HR.
Abu-Hurairah r.a).[2]
Diantara
polemik yang terjadi di zaman sekarang adalah jual beli kulit hewan kurban ini.
Karena sebagian ulama ada yang berpandangan mengenai kebolehan menjual kulit
hewan kurban. Padahal hadits di atas sudah menjelaskan larangan menjual hasil
sembelihan hewan kurban.
Adapun
alasan mengapa kulit hewan kurban diperselisihkan, sebab kulit merupakan bagian
yang kurang bermanfaat serta sulit diolah dan pengolahannya pun membutuhkan
waktu yang lama, apalagi memerlukan keahlian khusus dalam penanganannya. Maka
akan terbuang sia-sia jika kulit hasil sembelihan hewan kurban disedekahkan
pada orang yang tidak memiliki keahlian mengolahnya. Sehingga sebagian ulama
menjadikan jual beli kulit ini boleh.[3]
Mayoritas
madzhab terutama madzhab Syafi’I
mengharamkan menjual kulit hewan kurban, tetapi uniknya di Desa yang sebagian
besar penduduknya bermadzhab Syafi’I justru mempraktikannya. Dimana setiap
tahunnya di Desa Kowel Kecamatan Pamekasan Kabupaten Pamekasan setiap hari raya
kurban mendapatkan porsi hewan kurban cukup banyak, hal ini tidak mengherankan
karena kebanyakan para penduduk di desa tersebut memiliki pekerjaan yang sudah
bisa dikatakan mampu untuk berkurban.
Dengan
melimpahnya hewan kurban tentu jumlah produksi kulit hewan kurban juga
melimpah, kulit-kulit hewan kurban tersebut pada saat pendistribusian tidak
didistribusikan, akan tetapi yang didistribusikan pada masyarakat hanya berupa
daging, tulang, kaki dan kepala, sehingga belum diketahui pendistribusiannya
tersebut dijual untuk dibelikan kembali dengan daging atau hasil penjualannya
dimasukkan ke dalam kas masjid tempat penyembelihan hewan kurban tersebut.
Dengan
konteks penelitian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian
terkait masalah tersebut dengan judul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Jual Beli
Kulit Hewan Kurban (Studi Kasus di Desa Kowel Kecamatan Pamekasan Kabupaten
Pamekasan).”
B.
Fokus Penelitian
Berdasarkan konteks penelitian di atas, maka
peneliti memfokuskan pokok permasalahan sebagai berikut:
1.
Bagaimana
tinjauan hukum Islam terhadap jual beli kulit hewan kurban ?
2.
Bagaimana
tinjauan hokum Islam terhadap praktik jual beli kulit hewan kurban di Desa Kowel
Kecamatan Pamekasan Kabupaten Pamekasan ?
C.
Tujuan Penelitian
Dengan
merujuk pada fokus penelitian di atas, maka tujuan penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1.
Untuk
mengetahui tinjauan hukum Islam terhadap jual beli kulit hewan kurban.
2.
Untuk
mengetahui tinjauan hukum Islam terhadap praktik jual beli kulit hewan kurban
di Desa Kowel Kecamatan Pamekasan Kabupaten Pamekasan.
D.
Kegunaan Penelitian
Kegunaan yang diharapkan dari hasil penelitian
ini adalah sebagai berikut:
1.
Kegunaan Teoritis
Sebagai sumbangan khazanah keilmuan umat Islam
pada umumnya, yang senantiasa berpegang teguh pada aturan ulama’ terutama pada
persoalan jual beli kulit hewan kurban.
2.
Kegunaan Praktis
Diharapkan dapat memberikan kontribusi pada
kajian-kajian atau karya ilmiah serta memberikan masukan kepada masyarakat dalam rangka
melaksanakan kegiatan jual belinya, agar terbebas dari jual beli yang dilarang
oleh syariat Islam.
E. Definisi Istilah
Untuk mempermudah dalam memahami judul di
atas, maka perlu penulis uraikan terlebih dahulu pengertian masing-masing kata
dalam judul penelitian ini, diantara sebagai berikut:
1. Hukum Islam : seperangkat
peraturan berdasarkan wahyu Allah dan sunnah rasul tentang tingkah laku manusia
yang diakui dan diyakini berlaku serta mengikat untuk semua umat yang beragama
Islam.[4]
2. Jual Beli : suatu perjanjian tukar menukar benda atau barang yang mempuyai
nilai secara sukarela diantara kedua belah pihak sesuai dengan perjanjian atau
ketentuan yang telah dibenarkan syara’ dan disepakati.[5]
3. Kulit hewan : bagian paling luar dari daging hewan.
4. Kurban : segala sesuatu yang digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah,
baik berupa hewan sembelihan maupun yang lainnya.[6]
Dengan demikian, maka yang dimaksud dari judul
penelitian ini adalah tinjauan hukum Islam tentang praktik jual beli kulit
hewan kurban bagi para penjual dan juga para pembeli karena terkait dengan
tujuan adanya traksaksi tersebut.
F. Kajian Pustaka
Kajian pustaka
berisi dua hal, yaitu hasil penelusuran literatur yang relevan dan hasil
penelitin terdahulu, yang dapat berfungsi sebagai bahan analisis berdasarkan
kerangka teoritik yang dibangun dan sebagai pembeda dengan penelitian yang
telah dilakukan sebelumnya.
1. Kerangka Teoritik
a. Pengertian jual beli
Walaupun dalam bahasa Arab kata jual (البيع) dan
kata beli (الشراء)
adalah dua kata yang berlawanan artinya, namun orang-orang Arab biasa
menggunakan ungkapan jual-beli itu dengan satu kata yaitu البيع . Untuk kata الشراء sering digunakan derivasi dari kata jual yaitu ابتاع . Secara arti
kata البيعdalam penggunaan sehari-hari mengandung arti “saling
tukar” atau tukar menukar. Jual
beli merupakan tindakan atau transaksi yang telah disyari’atkan dalam arti
telah ada hukumnya yang jelas dalam Islam.[7]
Menurut Hanafiah pengertian jual beli
secara definitive yaitu tukar-menukar harta benda atau sesuatu yang diinginkan
dengan sesuatu sepadan melalui cara tertentu yang bermanfaat. Adapun menurut
Malikiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah, bahwa jual beli yaitu tukar-menukar harta
dengan harta pula dalam bentuk pemindahan milik dan kepemilikan. Dan menurut
Pasal 20 ayat 2 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, bai adalah jual beli
antara benda dan benda, atau pertukaran antara benda dengan uang.[8]
Dengan demikian
jual-beli juga menciptakan (hubungan antara manusia) di muka bumi ini dengan
alasan agar keduanya saling mengenal satu sama lain, sehingga interaksi sosial
dapat terlaksana dengan baik, karena manusia merupakan makhluk sosial.
b.
Hukum
jual beli
Jual
beli merupakan akad yang dibolehkan berdasarkan al-Qur’an, sunnah dan ijma’
para ulama. Dilihat dari aspek hukum, jual beli hukumnya mubah kecuali jual
beli yang dilarang oleh syara’. Adapun dasar hukumnya antara lain:
1)
Surat
Al-Baqarah (2) ayat 275:
وَاَحَلَّ
اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَواْ
Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. (QS. al-Baqarah: 275).[9]
2)
Surat
Al-Baqarah (2) ayat 282:
يَاَيُّهَاالَّذِيْنَءَامَنُوا
لاَتَأْكُلُواْ أَمْوَلَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَطِلِ أِلاَّ أَنْ تَكُوْنَ
تِجَرَةً عَنْ تَرَاضٍ مِّنْكُمْ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan jual beli yang berlaku
atas dasar suka sama suka diantara kamu.
(QS. an-Nisa’: 29).[10]
3)
Hadits Abi Sa’id:
عن أَبي سعيد عن النبي صلى الله عليه وسلم قال : التَّاجِرُ الصَّدُوْقُ
الاَمِيْنُ مَعَ النَّبِيِّيْنَ وَالصِّدِّيْقِيْنَ وَالشُّهَدَاءِ
Dari Abi Sa’id dari Nabi Muhammad SAW beliau bersabda: Pedagang
yang jujur (benar) dan dapat dipercaya nanti bersama-sama demngan Nabi,
shiddiqin dan syuhada. (HR.
At-Tirmidzi. Berkata Abu ‘Isa: Hadis ini adalah hadis yang shahih).[11]
Dari
ayat-ayat al-Qur’an dan hadis yang dikemukakan di atas dapat dipahami bahwa
jual beli merupakan pekerjaan yang halal dan mulia. Apabila pelakunya jujur,
maka kedudukannya di akhirat nanti setara dengan para nabi, syuhada dan shiddiqin.
Para
ulama dan seluruh umat Islam sepakat tentang kebolehannya jual beli, karena hal
ini sangat dibutuhkan oleh manusia pada umumnya. Dalam kenyataan kehidupan sehari-hari
tidak semua orang memiliki apa yang dibutuhkannya. Dengan jalan jual beli, maka
manusia saling tolong-menolong untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan demikian, roda kehidupan ekonomi
akan berjalan dengan positif karena apa yang mereka lakukan akan menguntungkan
kedua belah pihak.[12]
c.
Rukun
dan syarat jual beli
Rukun
jual beli ada tiga, yaitu akad (ijab kabul), orang-orang yang berakad (penjual
dan pembeli) dan ma’kud alaih (objek akad).[13]
Adapun
syarat-syaratnya sebagai berikut:
1)
Penjual
dan pembeli
a)
Berakal
sehat.
b)
Tidak
terpaksa/dipaksa yaitu harus dengan kesadaran diri sendiri.
c)
Buka
pemboros, karena hartanya ditangan walinya.[14]
Firman Allah SWT.
وَلاَ تُؤْتُواالسُّفّهَاءَ أَمْوَالَكُمُ الَّتِي جَعَلَ اللَّهُ
لَكُمْ قِيَامًا وَارْزُقُوْهُمْ فِيْهَا
Dan janganlah engkau serahkan harta kepada orang-orang yang belum
sempurna akalnya, yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan dan berilah
mereka belanja dari harta itu. (QS.
An-Nisa’: 5).[15]
d)
Baligh
(umur 15 tahun) kecuali jual beli dengan barang-barang yang kecil agar tidak
menjadi kesulitan dan kesukaran.
2)
Objek
akad
a)
Harus
suci dan halal.
b)
Ada
manfaatnya.
c)
Keadaan
barang dapat diserahterimakan.
d)
Bentuk
dzat, kadar serta sifat barang harus diketahui.
3)
Ijab
dan Kabul
Bentuk
ijab kabul adalah serah terima antara penjual dan pembeli. Hal ini bisa
berbentuk ucapan, tulisan, hal (kebiasaan), isyarat dan tasawwul (perantara).[16]
d.
Macam-macam
jual beli
Akad
jual beli jumlahnya sangat banyak, namun kita dapat membaginya dengan
meninjaunya dari beberapa segi sebagai berikut:
1)
Dari
segi objek dibagi menjadi:
a)
Tukar-menukar
uang dengan barang. Ini bentuk jual beli berdasarkan konotasinya. Misalnya
tukar-menukar mobil uang dengan rupiah.
b)
Tukar
menukar barang dengan barang, disebut juga dengan muqayyadah (barter). Misalnya
tukar-menukar buku dengan jam.
c)
Tukar
menukar uang dengan uang, disebut juga dengan sharf. Misalnya
tukar-menukar rupiah dengan real.
2)
Dari
segi waktu serah terima, dibagi menjadi:
a)
Barang
dan uang serah terima dengan tunai.
b)
Uang
dibayar di muka dan barang menyusul pada waktu yang disepakati, ini dinamakan salam.
c)
Barang
diterima di muka dan uang menyusul, disebut dengan ba’I ajal (jual beli
tidak tunai). Misalnya jual beli kredit.
d)
Barang
dan uang tidak tunai, disebut ba’i dain bi dain (jual beli utang dengan
utang).
3)
Ditinjau
dari cara menetapkan harga, dibagi menjadi:
a)
Ba’i
Musawwamah (jual beli
dengan cara tawar-menawar), yaitu jual beli dimana pihak penjual tidak
menyebutkan harga tertentu dan membuka peluang untuk ditawar.
b)
Ba’i
Amanah, yaitu jual beli dimana pihak penjual
menyebutkan harga pokok barang lalu menyebutkan harga jual barang tersebut.
Jual beli ini terbagi lagi menjadi tiga bagian:
· Ba’i Murabahah, yaitu penjual menyebutkan harga pokok barang dan laba.
· Ba’i al-Wadh’iyyah, yaitu pihak penjual menyebutkan harga pokok barang atau menjual
barang tersebut di bawah harga pokok.
e.
Jual
beli yang dilarang
Transaksi
dikatakan tidak Islami bila tidak memenuhi syarat yang ditetapkan dalam fiqh
dan terdapat pula larangan Nabi padanya dan oleh karenanya hukumnya haram.
Praktik transaksi ini biasanya berlangsung di kalangan orang Arab sebelum masuk
Islam. Diantara adalah sebagai berikut:
1)
Jual
beli gharar
Jual
beli gharar adalah jual beli yang mengandung unsure-unsur penipuan dan
pengkhianatan, baik karena ketidakjelasan dalam objek jual beli atau
ketidakpastian dalam cara melaksanakannya. Hukum jual beli seperti ini haram
hukumnya. Alasan haramnya adalah tidak pasti dalam objek, baik barang atau cara
transaksinya itu sendiri. Karena larangan dalam hal ini langsung menyentuh
essensi jual belinya, maka di samping haram hukumnya transaksi itu tidak sah.
2)
Jual
beli mulaqih
Jual
beli mulaqih adalah jual beli barang yang menjadi objeknya yaitu hewan
yang masih berada dalam bibit jantan sebelum bersetubuh dengan yang betina. Alasan
pelarangan ini disini adalah apa yang diperjualbelikan tidak berada di tempat
akad dan tidak dapat pula dijelaskan kualitas dan kuantitasnya. Ketidakjelasan
ini menimbulkan ketidak relaan pihak-pihak. Yang menjadi larangan disini adalah
essensi jual beli itu sendiri, maka hukumnya adalah tidak sahnya jual beli
tersebut.[18]
3)
Jual
beli mudhamin
Jual
beli mudhamin adalah transaksi jual-beli yang objeknya adalah hewan yang
masih berada dalam perut induknya. Yang menjadi dasar haramnya jual-beli ini
adalah hadits Nabi yang telah dikutip diatas. Sedangkan alasannya adalah tidak
jelasnya objek jual-beli. Meskipun sudah tampak wujudnya, namun tidaak dapat
diserahkan di waktu akad dan belum pasti pula apakah dia lahir dalam keadaan
hidup atau mati.
4)
Jual-beli
hushah atau lemparan batu
Jual-beli
hushah itu diartikan dengan beberapa arti. Di antaranya jual-beli suatu
barang yang terkena oleh lemparan batu yang disediakan dengan harga tertentu.
Arti lain adalah jual-beli tanah dengan harga yang sudah ditentukan, yang
luasnya sejauh yang dapat dikenai oleh batu yang dilemparkan. Hokum jual-beli yang seperti ini hukumnya
haram. Dasar haramnya jual-beli ini adalah hadits Nabi yang melarang jual-beli gharar
yang disebutkan diatas. Karena larangan disini mengenai eesensi jual-beli itu
sendiri, maka jual-beli ini tidak sah.
5)
Jual
beli muhaqalah
Jual
beli muhaqalah dalam satu tafsiran adalah jual beli buah-buahan yang
masih berada di tangkainya dan belum layak untuk dimakan. Hukum jual beli ini
adalah haram. Alas an haramnya jual beli ini adalah karena objek yang
diperjualbelikan masih belum dapat dimanfaatkan. Karena larangan disini melanggar
salah satu syarat jual beli yaitu asas manfaat, maka menurut kebanyakan ulama
jual beli ini tidak sah.[19]
f.
Jual
beli kulit hewan kurban
Kata
kurban berasal dari bahasa Arab qurban, diambil dari kata qaruba,
yaqrubu, qurban wa qurbanan. Artinya, mendekati atau menghampiri. Adapun
menurut istilah, kurban adalah segala sesuatu yang digunakan untuk mendekatkan
diri kepada Allah, baik berupa hewan sembelihan maupun yang lainnya.
Dalam
mendefinisikan kurban, para ulama memiliki ragam pengertian. Menurut madzhab
Hanafiah kurban adalah menyembelih hewan tertentu yang diniatkan untuk
mendekatkan diri kepada Allah pada waktu tertentu. Adapun menurut madzhab
Malikiyah kurban adalah apa pun yang dijadikan media untuk mendekatkan diri
kepada Allah, berupa hewan kambing ataupun hewan lain, yang tidak ada cacat dan
disembelih pada hari kepuluh bulan Dzulhijjah, yaitu pada hari idul Adha dan
beberapa hari berikutnya. Berbeda lagi dengan madzhab Syafi’i dan Hanabilah
yang mengatakan bahwa kurban adalah binatang apa pun yang disembelih pada hari
Idul Adha hingga hari tasyriq untuk mendekatkan diri kepada Allah.[20]
Kurban
hukumnya sunnah, tidak wajib. Imam Malik, Syafi’i, Abu Yusuf, Ishak bin
Rahawiah, Ibnul Mundzir, dan Ibnu Hazm berkata “kurban itu hukumnya sunnah bagi
orang yang mampu (kaya), bukan wajib, baik orang itu berada di kampong
halamannya (muqim), dalam perjalanan (musafir), maupun dalam
mengerjakan haji.” Sebaliknya, makruh
hukumya meninggalkan kurban bagi orang yang mampu. Akan tetapi ulama
lain, seperti Abu Hanifah, Imam Laits, Al-Auza’i, dan sebagian pengikut Imam
Malik, mengatakan bahwa kurban hukumnya wajib meskipun pendapatnya lemah.[21]
Allah
SWT berfirman:
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ (2) اِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الاَبْتَرُ (3)
…Maka laksanakanlah shalat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah
(sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah). Sungguh, orang-orang yang
membencimu dialah yang terputus (dari rahmat Allah). (QS. Al-Kautsar: 2-3)[22]
Menurut
jumhur ulama haram hukumnya memperjual belikan bagian dari hewan kurban
termasuk kulit itu sendiri. Bahkan, hal ini juga mencakup siapapun yang
mewakili orang yang berkurban, sepeti takmir masjid atau panitia kurban pada
suatu instansi.
Haramnya
menjual kulit hewan kurban bersifat umum, artinya mencakup segala bentuk jual
beli kulit kurban, baik menukar kulit dengan uang, maupun kulit dengan selain
uang (misalnya dengan daging). Semuanya masih termasuk jual beli, sebab jual
beli adalah menukarkan harta dengan harta. Jadi, penukaran kulit kurban dengan
daging tetap termasuk jual beli.[23]
Ditinjau
dari objek jual beli, jual beli dibagi menjadi tiga macam, yaitu sebagai
berikut:
1)
Jual
beli umum, yaitu menukar uang dengan barang.
2)
Jual
beli ash-sharf (money changing), yaitu tukar menukar uang dengan uang.
3)
Jual
beli al-muqayadhah (barter), yaitu tukar menukar barang dengan barang.
Jadi,
atas dasar itulah keharaman menjual kulit ini mencakup segala bentuk
tukar-menukar kulit, termasuk menukar kulit dengan barang dagangan sebab hal
ini tergolong jual beli barter.
Akan
tetapi sebagian ulama, seperti penganut Madzhab hanafi, Hasan dan Auza’i
membolehkannya. Meskipun demikian, pendapat yang lebih kuat dan lebih
berhati-hati adalah pendapat jumhur ulama. Bahkan, Ahmad bin Hanbl berkata,
“Subhanallah! Bagaimana mungkin ia menjual kulit hewan kurban, padahal ia telah
menjadikannya sebagai milik Allah.”[24]
2.
Kajian
Terdahulu
Untuk
mengetahui validitas penelitian yang akan peneliti lakukan, maka dalam kajian
terdahulu ini penulis akan uraikan beberapa skripsi yang membahas tentang hewan
kurban. Adapun skripsi tersebut sebagai berikut:
a.
Skripsi
yang disusun oleh Farihin yang berjudul Efektifitas dan Efisiensi Penyaluran
Daging Kurban dengan Sistem Kornet di rumah Zakat Indonesia Cabang Surabay
Perspektif Hukum Islam (Jurusan Muamalah, Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampl
Surabaya, 2006).[25]
Skripsi ini menjelaskan tentang kefektifan pembagian daging kurbang dengan
menggunakan sistem kornet, karena biasanya pembagian selalu dilakukan dalam
bentuk pembagian daging yang masih segar, namun rumah zakat ini mencoba
mengolah daging tersebut dalam bentuk kornet. Hal ini dilakukan untuk
mengawetkan daging tersebut dalam bentuk kornet, karena jika diawetkan jangka
waktunya lebih lama. Disamping rumah zakat ini juga mempunya target penyaluran
di luar wilayah. Penyaluran dagiong kurbang dalam perspektif hokum Islam
tersebut tidak bertentangan dengan syariat Islam, karena kebanyakan ahlul
ilmi dalam menyimpan daging kurban adalah boleh.
b.
Skripsi
yang disusun oleh Lutfi Rizki Kurniawan yang berjudul Tinjauan Hukum Islam
Terhadap Manajemen Pembiayaan dan Penyaluran Hewan Kurban di Masjid Al-Ikhlas
Bluru Sidoarjo (Jurusan Muamalah, fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel Surabaya,
2008).[26] Dalam
skripsi ini pembahasannya difokuskan pada pembiayaan hewan kurban yang
pembiayaannya digunakan dari uang kas Masjid Al-Ikhlas Bluru Sidoarjo. Akan
tetapi, biaya perawatan dan pelaksanaan penyembelihan ditanggung orang
yang berkurban karena panitia tugasnya
hanya membantu dalam pelaksanaan penyembelihan hewan kurban. Menurut Islam
pembiayaan tersebut tidak bertentangan dengan syari’at.
c.
Skripsi
yang disusun oleh Dina Malisa yang berjudul Analisis Hukum Islam Terhadap
Pandangan Tokoh Agama Tentang Jual Beli Kulit Hewan Kurban di Masjid Muttaqin
Desa Bedanten Kecamatan BUngah Kabupaten Gresik (Jurusan Muamalah, Fakultas
Syariah IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2010).[27]
Dengan
demikian, penelitian dengan judul Tinjauan Hukum Islam Terhadap Jual Beli Kulit
Hewan Kurban di Desa Kowel Kecamatan Pamekasan Kabupaten Pamekasan tidak
merupakan pengulangan atau duplikasi dari kajian atau penelitian yang sudah
ada, karena penelitian ini penulis mengkaji tentang mekanisme jual beli kulit
hewan kurban, akad-akad yang digunakan dalam transaksi jual beli kulit hewan
kurban, distribusi hewan kurban di Desa dan Tinjauan Hukum Islam terhadap Jual
Beli Kulit Hewan Kurban di Desa Kowel Kecamatan Pamekasan Kabupaten Pamekasan.
G.
Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis penelitian
Pendekatan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif karena itu
data-data disajikan dalam bentuk kata-kata atau tertulis seperti Al-Qur’an, kitab-kitab fiqih, kitab-kitab
hadis, dan sumber yang lainnya yang relevan dengan pokok permasalahan.[28] Jenis penelitian dalam penyusun skripsi ini
adalah penelitian lapangan (field research) yaitu penelitian dengan
penelitian yang diperoleh dari kegiatan di lapangan kerja penelitian.[29]
Penelitian ini dilakukan di Desa Kowel Kecamatan Pamekasan Kabupaten Pamekasan.
2. Kehadiran Peneliti
Metode ini merupakan salah satu langkah penting dalam penelitian yang
menggunakan pendekatan kualitatif, dari itu peneliti hadir langsung pada tempat
yang akan diteliti, untuk mencari informasi dan fakta-fakta yang jelas dalam
melengkapi fokus dan tujuan penelitian.
Pada tahap
penelitian awal, peneliti mendatangi tempat penelitian dii Desa Kowel Kecamatan
Pamekasan Kabupaten Pamekasan tepatnya di salah satu rumah Bapak Samsul yang
sudah sering melakukan transaksi ini. Hal ini peneliti lakukan untuk meminta
izin guna mendapatkan informasi tentang jual beli kulit hewan kurban.
Selanjutnya mengumpulkan data sesuai dengan waktu senggang subjek penelitian.
3.
Lokasi
Penelitian
Pada penelitian
kali ini, lokasi yang akan dipilih sebagai sasaran penelitian ialah Desa Kowel
Kecamatan Pamekasan Kabupaten Pamekasan. Tepatnya di sebuah bangunan yang sudah
menjadi tempat penyembelihan hewan kurban dan juga transaksi jual beli kulit
hewan kurban.
Lokasi tersebut
menjadi pilihan peneliti, dikarenakan para penduduk di desa tersebut mayoritas
Islam, namun masih saja belum mengetahui syarat-syarat dan hukum dalam
transaksi yang mereka lakukan. Selain itu, karena di rumah produksi ini belum
pernah dijadikan objek penelitian.
4. Sumber Data
Sumber
data merupakan subjek darimana data dapat diperoleh. Sumber data yang digunakan
dalam pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu:
a. Data primer
Data primer yaitu data yang di peroleh langsung dari narasumber dari
obyek penelitian. Data tersebut meliputi hasil wawancara antara penulis dengan orang-orang yang menjadi
subyek penelitian pada penelitian ini.
b. Data Skunder
Data skunder yaitu data yang di peroleh dari hasil kepustakaan seperti
buku-buku, kitab dan literatur-literatur lain yang berhubungan dengan
permasalahan sewa –menyewa.
5. Prosedur Pengumpulan Data
a. Studi lapangan
1) Observasi
Observasi yaitu pengamatan dan Pencatatan sistematis terhadap fenomena
yang diteliti.[30]
Observasi yaitu pengamatan langsung
tanpa perantara terhadap obyek yang diteliti. Metode ini dilakukan untuk
mengumpulkan data yang berupa pengamatan di lapangan tentang jual beli kulit
hewan kurban rumah di Desa Kowel Kecamatan
Pamekasan Kabupaten Pamekasan.
2) Wawancara
Wawancara merupakan salah satu metode pengumpulan data yang dilakukan
langsung berhadapan dengan narasumber maupun tidak berhadapan ataumemberikan
daftar pertanyaan untuk dijawab.[31]
Dalam metode ini, penyusun menggunakan metode bebas terpimpin atau interview
guide. Maksudnya penyusun sebagai pewawancara harus mewawancarai responden
dengan menggunakan catatan mengenai pokok-pokok yang ditanyakan, agar arah
wawancara tetap dapat dikendalikan, dan tidak menyimpang dari pedoman yang
ditetapkan. Wawancara sudah penyusun lakukan dengan 5 orang responden berasal
dari penyembelih, pemilik hewan kurban, pembeli dan pendapat tokoh masyarakat
setempat (Ketua RT, ketua RW, ulama). Dengan mendapatkan data dari beberapa
sumber maka bisa mendapatkan informasi yang benar.
b. Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan atau lebih dikenal dokumentasi adalah suatu teknik
pengumpulan data yang diperoleh dari buku, kitab, notulensi, makalah,
peraturan, dan lain-lain.[32]
Dokumentasi akan dipergunakan untuk pencarian data sekunder.
6. Analisis Data
Analisis data yang penyusun gunakan adalah analisa data kualitatif yang
menganalisis data yang terkumpul, setelah itu disimpulkan dengan menggunakan
pendekatan atau cara berfikir induktif, yaitu berpijak dari pengetahuan yang
bersifat umum dan bertitik tolak dari pengetahuan umum, kemudian ditarik
kesimpulan khusus. Dalam hal ini dikemukakan data lapangan tentang jual beli
kulit hewan kurban, kemudian penyusun menganalisis data tersebut dengan
menggunakan beberapa teori dan ketentuan umum yang berlaku menurut hukum Islam.
7. Pengecekan Keabsahan Data
Untuk menentukan keabsahan data diperlukan teknik pemeriksaan, maka
peneliti mengeceknya secara cermat agar penelitian yang dilakukan tidak
terkesan sia-sia atau menjadi simbol semata.
Dalam upaya validitas terhadap data yang diperoleh di lapangan, supaya
tidak terkesan semu, maka peneliti mengecek data temuan tersebut dengan teknik
sebagai berikut:
a. Perpanjangan Keikutsertaan
Keikutsertaan
peneliti sangat menentukan dalam pengumpulan data. Keikutsertaan tersebut tidak
hanya dilakukan dalam waktu yang singkat, tetapi memerlukan perpanjangan
keikutsertaan peneliti. Karena dengan begitu peneliti dapat menguji ketidak
benaran informasi, dan membangun kepercayaan subyek.
b. Ketekunan Pengamatan
Ketekunan pengamatan bermaksud menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam
situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari dan
kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut.
Secara
terperinci dan berkesinambungan terhadap Tinjaun Hukum Islam Terhadap Jual Beli Kulit Hewan Kurban.
c. Triangulasi
Triangulasi yaitu pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu
yang lain di luar itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding
terhadap data itu.[33]
Adapun triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah
memanfaatkan sumber lainnya yaitu peneliti berusaha membandingkan hasil
pengamatan lapangan dengan data hasil wawancara dengan masyarakat di Desa Kowel
Kecamatan Pamekasan Kabupaten Pamekasan.
8. Tahap-Tahap Penelitian
Tahap-tahap penelitian yang ditempuh adalah penelitian tahap pra
lapangan, tahap pekerjaan lapangan, tahap penyusunan laporan, dan tahapan
penyusunan laporan, atau secara rinci dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Tahap Pra Lapangan
Terdiri dari menyusun rancangan penelitian, memilih lapangan penelitian,
menjajaki dan menilai keadaan lapangan, memilih dan memanfaatkan informan,
menyiapkan perlengkapan penelitian dan mengantisipasi persoalan ketika
penelitian.
b. Tahap Pekerjaan Lapangan
Pada tahap ini peneliti sudah mulai memasuki (lokasi penelitian). Akan
tetapi sebelum memasuki lokasi penelitian harus lebih dahulu memahami latar
belakang penelitian serta mempersiapkan fisik dan mental. Setelah semuanya
siap, barulah peneliti bisa memasuki lokasii Desa Kowel Kecamatan Pamekasan
Kabupaten Pamekasan.
c. Tahap Penulisan Laporan
Pada tahap ini peneliti membukukan hasil temuan data di lapangan. Untuk
melaporkan data yang ditemukan di lapangan dan menyelesaikan hasil tersebut.
DAFTAR
PUSTAKA
Departemen
Agama RI, Al-qur’an dan Terjemahannya,(Surabaya: Duta Ilmu, 2005
At-Tirmidzi, Sunan
At-Tirmidizi Juz 3, Nomor hadis 1209, CD Room, Maktabah Kutub Al-Mutun,
Silsilah Al-‘Ilm An-Nafi, Seri 4, Al-Ishdar Al-Awwal, 1426 H, hlm. 515
Arikunto, Suharsimi,
Metode Penelitian; Suatu Pendekatan dan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta,
1991
J. Moleong,
Lexy, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004
Koentjaraningrat,
Metode-Metode Penelitian, Jakarta: Gramedia, 1991
M. Ali, Penelitian
Pendidikan Prosedur dan Strategi, (Bandung: Aksara, 1985
Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah, Jakarta:
Kencana PrenaMedia Group, 2012
Muhammad bin Abdullah
Al-Nishaburiy Al-Mustadrak ‘ala Al-Shahihain, (Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah,
1411 H), jilid II
Moh. Hefni, Sejarah Hukum Islam di Dunia Muslim, Pamekasan:
STAIN Pamekasan, 2006
Moh. Zaini, Fiqh
Muamalah, Surabaya: Pena Salsabila, 2013
Muslich, Ahmad
Wardi, Fiqh Muamalat, Jakarta: Amzah, 2013
Rosidin, Didin Nurul, Kurban dan Permasalahannya:
Menyingkap Tabir Dibalik Syariat Kurban, Jakarta: Inti Medina, 2009
Said, Fuad, Kurban
dan Akikah Menurut Ajar Islam, Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1994
Suhendi, Hendi, Fiqh Muamalah, Jakarta: Rajawali
Pers, 2010
Supardi, Metodologi
Penelitian Ekonomi dan Bisnis, Yogyakarta: UIIPress, 2005
Syarifuddin, Amir, Garis-Garis Besar Fiqh, Jakarta:
Kencana, 2003
Dina Malisa,
Analisis Hukum Islam Terhadap Pandangan Tokoh Agama Tentang Jual Beli Kulit
Hewan Kurban di Masjid Muttaqin Desa Bedanten Kecamatan BUngah Kabupaten Gresik
(Jurusan Muamalah, Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2010).
Farihin,
Efektifitas dan Efisiensi Penyaluran Daging Kurban dengan Sistem Kornet di
rumah Zakat Indonesia Cabang Surabay Perspektif Hukum Islam (Jurusan Muamalah,
Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampl Surabaya, 2006)
Lutfi Rizki
Kurniawan, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Manajemen Pembiayaan dan Penyaluran
Hewan Kurban di Masjid Al-Ikhlas Bluru Sidoarjo (Jurusan Muamalah, fakultas
Syariah IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2008
[1] Fuad Said, Kurban
dan Akikah Menurut Ajar Islam, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1994), hlm. 84
[2] Muhammad bin
Abdullah Al-Nishaburiy Al-Mustadrak ‘ala Al-Shahihain, (Beirut: Dar Al-Kutub
Al-Ilmiyah, 1411 H), jilid II, hlm. 42
[4] Moh. Hefni, Sejarah Hukum Islam di Dunia Muslim, (Pamekasan:
STAIN Pamekasan, 2006), hlm. 3
[6] Didin Nurul Rosidin, Kurban dan Permasalahannya: Menyingkap Tabir
Dibalik Syariat Kurban, (Jakarta: Inti Medina, 2009), hlm. 41
[8] Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah,
(Jakarta: Kencana PrenaMedia Group, 2012), hlm. 101
[9] Departemen
Agama RI, Al-qur’an dan Terjemahannya,(Surabaya: Duta Ilmu, 2005) hlm.
58
[10]Departemen
Agama RI, Al-qur’an dan Terjemahannya, hlm. 107
[11]At-Tirmidzi, Sunan
At-Tirmidizi Juz 3, Nomor hadis 1209, CD Room, Maktabah Kutub Al-Mutun,
Silsilah Al-‘Ilm An-Nafi, Seri 4, Al-Ishdar Al-Awwal, 1426 H, hlm. 515
[12] Ahmad Wardi
Muslich, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Amzah, 2013), hlm. 179
[13] Hendi Suhendi,
Fiqh Muamalah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hlm. 70
[14] Moh. Zaini, Fiqh
Muamalah, (Surabaya: Pena Salsabila, 2013), hlm. 25
[15] Departemen
Agama RI, Al-qur’an dan Terjemahannya, hlm. 100
[16] Moh. Zaini, Fiqh
Muamalah, hlm. 26
[17] Mardani, Fiqh
Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah, hlm. 108-110
[18] Amir
Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh, hlm. 201-202
[19] Ibid., hlm.
202-203
[20] Rosidin, Kurban
dan Permasalahannya, hlm. 41-42
[21] Ibid., hlm. 42
[22] Depatemen
Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, hlm. 912
[23] Rosidin, Kurban
dan Permasalahannya, hlm. 69
[24] Ibid., hlm.
69-70
[25] Farihin,
Efektifitas dan Efisiensi Penyaluran Daging Kurban dengan Sistem Kornet di
rumah Zakat Indonesia Cabang Surabay Perspektif Hukum Islam (Jurusan Muamalah,
Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampl Surabaya, 2006), hlm. 74
[26] Lutfi Rizki
Kurniawan, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Manajemen Pembiayaan dan Penyaluran
Hewan Kurban di Masjid Al-Ikhlas Bluru Sidoarjo (Jurusan Muamalah, fakultas
Syariah IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2008), hlm. 59
[27] Skripsi yang
disusun oleh Dina Malisa, Analisis Hukum Islam Terhadap Pandangan Tokoh Agama
Tentang Jual Beli Kulit Hewan Kurban di Masjid Muttaqin Desa Bedanten Kecamatan
BUngah Kabupaten Gresik (Jurusan Muamalah, Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel
Surabaya, 2010).
[28] Lexy J.
Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2004), hlm. 3
[29]Supardi, Metodologi
Penelitian Ekonomi dan Bisnis, (Yogyakarta: UIIPress, 2005), hlm 34.
[30]
Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian, (Jakarta: Gramedia, 1991),
hlm. 44
[31] M. Ali, Penelitian
Pendidikan Prosedur dan Strategi, (Bandung: Aksara, 1985), hlm. 91
[32] Suharsimi
Arikunto, Metode Penelitian; Suatu Pendekatan dan Praktek, (Jakarta:
Rineka Cipta, 1991), hlm. 231
[33] Moleong, Metode
Penelitian Kualitatif, hlm. 324-331