Monday, 6 November 2017

CONTOH PROPOSAL TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI KULIT HEWAN KURBAN



TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI KULIT HEWAN KURBAN
(Studi Kasus di Desa Kowel Kecamatan Pamekasan Kabupaten Pamekasan)
A.  Konteks Penelitian
Salah satu ibadah yang memiliki fungsi sosial di dalamnya adalah ibadah kurban, ibadah ini menuntut seseorang untuk senantiasa peka terhadap lingkungan sekitar sehingga akan tercipta rasa kepedulian yang tinggi dalam jiwa seseorang untuk senantiasa berpartisipasi membantu terhadap sesama yang membutuhkan.
Bagian yang menjadi bentuk ibadah sosial di dalam Islam adalah pendistribusian daging hewan kurban unttuk dibagi-bagikan kepada masyarakat terutama fakir dan miskin di lingkungan tempat tinggal pemilik hewan kurban, hal inilah yang menjadi puncak kegiatan ibadah sosial tersebut.
Pendistribusian hewan kurban telah diatur secara jelas dan lengkap di dalam hadits, termasuk di dalamnya bagian-bagian dari hewan kurban yang harus didistribusikan. Namun, yang menjadi pertanyaan dan perdebatan di kalangan para ulama adalah pendistribusian harus seluruh bagian dari hewan kurban atau tidak, terutama pada bagian kulit hewan kurban tersebut.[1]
Dalil yang mengatur tentang harusnya mendistirbusikan seluruh bagian dari hewan kurban adalah sabda Rasulullah:



من باع جلد اضحيته فلا اضحية له
Barang siapa menjual kulit hasil sembelihan kurbannya, maka tidak ada kurban baginya. (HR. Abu-Hurairah r.a).[2]
Diantara polemik yang terjadi di zaman sekarang adalah jual beli kulit hewan kurban ini. Karena sebagian ulama ada yang berpandangan mengenai kebolehan menjual kulit hewan kurban. Padahal hadits di atas sudah menjelaskan larangan menjual hasil sembelihan hewan kurban.
Adapun alasan mengapa kulit hewan kurban diperselisihkan, sebab kulit merupakan bagian yang kurang bermanfaat serta sulit diolah dan pengolahannya pun membutuhkan waktu yang lama, apalagi memerlukan keahlian khusus dalam penanganannya. Maka akan terbuang sia-sia jika kulit hasil sembelihan hewan kurban disedekahkan pada orang yang tidak memiliki keahlian mengolahnya. Sehingga sebagian ulama menjadikan jual beli kulit ini boleh.[3]
Mayoritas madzhab terutama  madzhab Syafi’I mengharamkan menjual kulit hewan kurban, tetapi uniknya di Desa yang sebagian besar penduduknya bermadzhab Syafi’I justru mempraktikannya. Dimana setiap tahunnya di Desa Kowel Kecamatan Pamekasan Kabupaten Pamekasan setiap hari raya kurban mendapatkan porsi hewan kurban cukup banyak, hal ini tidak mengherankan karena kebanyakan para penduduk di desa tersebut memiliki pekerjaan yang sudah bisa dikatakan mampu untuk berkurban.
Dengan melimpahnya hewan kurban tentu jumlah produksi kulit hewan kurban juga melimpah, kulit-kulit hewan kurban tersebut pada saat pendistribusian tidak didistribusikan, akan tetapi yang didistribusikan pada masyarakat hanya berupa daging, tulang, kaki dan kepala, sehingga belum diketahui pendistribusiannya tersebut dijual untuk dibelikan kembali dengan daging atau hasil penjualannya dimasukkan ke dalam kas masjid tempat penyembelihan hewan kurban tersebut.
Dengan konteks penelitian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian terkait masalah tersebut dengan judul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Jual Beli Kulit Hewan Kurban (Studi Kasus di Desa Kowel Kecamatan Pamekasan Kabupaten Pamekasan).”
B.  Fokus Penelitian
Berdasarkan konteks penelitian di atas, maka peneliti memfokuskan pokok permasalahan sebagai berikut:
1.    Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap jual beli kulit hewan kurban ?
2.    Bagaimana tinjauan hokum Islam terhadap praktik jual beli kulit hewan kurban di Desa Kowel Kecamatan Pamekasan Kabupaten Pamekasan ?
C.  Tujuan Penelitian
Dengan merujuk pada fokus penelitian di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.    Untuk mengetahui tinjauan hukum Islam terhadap jual beli kulit hewan kurban.
2.    Untuk mengetahui tinjauan hukum Islam terhadap praktik jual beli kulit hewan kurban di Desa Kowel Kecamatan Pamekasan Kabupaten Pamekasan.
D.  Kegunaan Penelitian
Kegunaan yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.    Kegunaan Teoritis
Sebagai sumbangan khazanah keilmuan umat Islam pada umumnya, yang senantiasa berpegang teguh pada aturan ulama’ terutama pada persoalan jual beli kulit hewan kurban.
2.    Kegunaan Praktis
Diharapkan dapat memberikan kontribusi pada kajian-kajian atau karya ilmiah serta memberikan  masukan kepada masyarakat dalam rangka melaksanakan kegiatan jual belinya, agar terbebas dari jual beli yang dilarang oleh syariat Islam.
E.  Definisi Istilah
Untuk mempermudah dalam memahami judul di atas, maka perlu penulis uraikan terlebih dahulu pengertian masing-masing kata dalam judul penelitian ini, diantara sebagai berikut:
1.    Hukum Islam : seperangkat peraturan berdasarkan wahyu Allah dan sunnah rasul tentang tingkah laku manusia yang diakui dan diyakini berlaku serta mengikat untuk semua umat yang beragama Islam.[4]
2.    Jual Beli : suatu perjanjian tukar menukar benda atau barang yang mempuyai nilai secara sukarela diantara kedua belah pihak sesuai dengan perjanjian atau ketentuan yang telah dibenarkan syara’ dan disepakati.[5]
3.    Kulit hewan : bagian paling luar dari daging hewan.
4.    Kurban : segala sesuatu yang digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah, baik berupa hewan sembelihan maupun yang lainnya.[6]
Dengan demikian, maka yang dimaksud dari judul penelitian ini adalah tinjauan hukum Islam tentang praktik jual beli kulit hewan kurban bagi para penjual dan juga para pembeli karena terkait dengan tujuan adanya traksaksi tersebut.
F.   Kajian Pustaka
Kajian pustaka berisi dua hal, yaitu hasil penelusuran literatur yang relevan dan hasil penelitin terdahulu, yang dapat berfungsi sebagai bahan analisis berdasarkan kerangka teoritik yang dibangun dan sebagai pembeda dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya.
1.    Kerangka Teoritik
a.    Pengertian jual beli
Walaupun dalam bahasa Arab kata jual (البيع) dan kata beli (الشراء) adalah dua kata yang berlawanan artinya, namun orang-orang Arab biasa menggunakan ungkapan jual-beli itu dengan satu kata yaitu البيع . Untuk kata الشراء  sering digunakan derivasi dari kata jual yaitu ابتاع . Secara arti kata  البيعdalam penggunaan sehari-hari mengandung arti “saling tukar”  atau tukar menukar. Jual beli merupakan tindakan atau transaksi yang telah disyari’atkan dalam arti telah ada hukumnya yang jelas dalam Islam.[7]
Menurut Hanafiah pengertian jual beli secara definitive yaitu tukar-menukar harta benda atau sesuatu yang diinginkan dengan sesuatu sepadan melalui cara tertentu yang bermanfaat. Adapun menurut Malikiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah, bahwa jual beli yaitu tukar-menukar harta dengan harta pula dalam bentuk pemindahan milik dan kepemilikan. Dan menurut Pasal 20 ayat 2 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, bai adalah jual beli antara benda dan benda, atau pertukaran antara benda dengan uang.[8]
Dengan demikian jual-beli juga menciptakan (hubungan antara manusia) di muka bumi ini dengan alasan agar keduanya saling mengenal satu sama lain, sehingga interaksi sosial dapat terlaksana dengan baik, karena manusia merupakan makhluk sosial.
b.    Hukum jual beli
Jual beli merupakan akad yang dibolehkan berdasarkan al-Qur’an, sunnah dan ijma’ para ulama. Dilihat dari aspek hukum, jual beli hukumnya mubah kecuali jual beli yang dilarang oleh syara’. Adapun dasar hukumnya antara lain:
1)   Surat Al-Baqarah (2) ayat 275:
وَاَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَواْ
Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. (QS. al-Baqarah: 275).[9]
2)   Surat Al-Baqarah (2) ayat 282:
يَاَيُّهَاالَّذِيْنَءَامَنُوا لاَتَأْكُلُواْ أَمْوَلَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَطِلِ أِلاَّ أَنْ تَكُوْنَ تِجَرَةً عَنْ تَرَاضٍ مِّنْكُمْ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan jual beli yang berlaku atas dasar suka sama suka diantara kamu. (QS. an-Nisa’: 29).[10]
3)   Hadits Abi Sa’id:
عن أَبي سعيد عن النبي صلى الله عليه وسلم قال : التَّاجِرُ الصَّدُوْقُ الاَمِيْنُ مَعَ النَّبِيِّيْنَ وَالصِّدِّيْقِيْنَ وَالشُّهَدَاءِ
Dari Abi Sa’id dari Nabi Muhammad SAW beliau bersabda: Pedagang yang jujur (benar) dan dapat dipercaya nanti bersama-sama demngan Nabi, shiddiqin dan syuhada. (HR. At-Tirmidzi. Berkata Abu ‘Isa: Hadis ini adalah hadis yang shahih).[11]
Dari ayat-ayat al-Qur’an dan hadis yang dikemukakan di atas dapat dipahami bahwa jual beli merupakan pekerjaan yang halal dan mulia. Apabila pelakunya jujur, maka kedudukannya di akhirat nanti setara dengan para nabi, syuhada dan shiddiqin.
Para ulama dan seluruh umat Islam sepakat tentang kebolehannya jual beli, karena hal ini sangat dibutuhkan oleh manusia pada umumnya. Dalam kenyataan kehidupan sehari-hari tidak semua orang memiliki apa yang dibutuhkannya. Dengan jalan jual beli, maka manusia saling tolong-menolong untuk  memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan demikian, roda kehidupan ekonomi akan berjalan dengan positif karena apa yang mereka lakukan akan menguntungkan kedua belah pihak.[12]
c.    Rukun dan syarat jual beli
Rukun jual beli ada tiga, yaitu akad (ijab kabul), orang-orang yang berakad (penjual dan pembeli) dan ma’kud alaih (objek akad).[13]
Adapun syarat-syaratnya sebagai berikut:
1)   Penjual dan pembeli
a)    Berakal sehat.
b)   Tidak terpaksa/dipaksa yaitu harus dengan kesadaran diri sendiri.
c)    Buka pemboros, karena hartanya ditangan walinya.[14] Firman Allah SWT.
وَلاَ تُؤْتُواالسُّفّهَاءَ أَمْوَالَكُمُ الَّتِي جَعَلَ اللَّهُ لَكُمْ قِيَامًا وَارْزُقُوْهُمْ فِيْهَا
Dan janganlah engkau serahkan harta kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan dan berilah mereka belanja dari harta itu. (QS. An-Nisa’: 5).[15]
d)   Baligh (umur 15 tahun) kecuali jual beli dengan barang-barang yang kecil agar tidak menjadi kesulitan dan kesukaran.
2)   Objek akad
a)    Harus suci dan halal.
b)   Ada manfaatnya.
c)    Keadaan barang dapat diserahterimakan.
d)   Bentuk dzat, kadar serta sifat barang harus diketahui.
3)   Ijab dan Kabul
Bentuk ijab kabul adalah serah terima antara penjual dan pembeli. Hal ini bisa berbentuk ucapan, tulisan, hal (kebiasaan), isyarat dan tasawwul (perantara).[16]
d.   Macam-macam jual beli
Akad jual beli jumlahnya sangat banyak, namun kita dapat membaginya dengan meninjaunya dari beberapa segi sebagai berikut:
1)   Dari segi objek dibagi menjadi:
a)    Tukar-menukar uang dengan barang. Ini bentuk jual beli berdasarkan konotasinya. Misalnya tukar-menukar mobil uang dengan rupiah.
b)   Tukar menukar barang dengan barang, disebut juga dengan muqayyadah (barter). Misalnya tukar-menukar buku dengan jam.
c)    Tukar menukar uang dengan uang, disebut juga dengan sharf. Misalnya tukar-menukar rupiah dengan real.

2)   Dari segi waktu serah terima, dibagi menjadi:
a)    Barang dan uang serah terima dengan tunai.
b)   Uang dibayar di muka dan barang menyusul pada waktu yang disepakati, ini dinamakan salam.
c)    Barang diterima di muka dan uang menyusul, disebut dengan ba’I ajal (jual beli tidak tunai). Misalnya jual beli kredit.
d)   Barang dan uang tidak tunai, disebut ba’i dain bi dain (jual beli utang dengan utang).
3)   Ditinjau dari cara menetapkan harga, dibagi menjadi:
a)    Ba’i Musawwamah (jual beli dengan cara tawar-menawar), yaitu jual beli dimana pihak penjual tidak menyebutkan harga tertentu dan membuka peluang untuk ditawar.
b)   Ba’i Amanah, yaitu jual beli dimana pihak penjual menyebutkan harga pokok barang lalu menyebutkan harga jual barang tersebut. Jual beli ini terbagi lagi menjadi tiga bagian:
·      Ba’i Murabahah, yaitu penjual menyebutkan harga pokok barang dan laba.
·      Ba’i al-Wadh’iyyah, yaitu pihak penjual menyebutkan harga pokok barang atau menjual barang tersebut di bawah harga pokok.
·      Ba’i Tauliyah, yaitu penjual menyebutkan harga pokok dan menjualnya dengan harga tersebut. [17]

e.    Jual beli yang dilarang
Transaksi dikatakan tidak Islami bila tidak memenuhi syarat yang ditetapkan dalam fiqh dan terdapat pula larangan Nabi padanya dan oleh karenanya hukumnya haram. Praktik transaksi ini biasanya berlangsung di kalangan orang Arab sebelum masuk Islam. Diantara adalah sebagai berikut:
1)   Jual beli gharar
Jual beli gharar adalah jual beli yang mengandung unsure-unsur penipuan dan pengkhianatan, baik karena ketidakjelasan dalam objek jual beli atau ketidakpastian dalam cara melaksanakannya. Hukum jual beli seperti ini haram hukumnya. Alasan haramnya adalah tidak pasti dalam objek, baik barang atau cara transaksinya itu sendiri. Karena larangan dalam hal ini langsung menyentuh essensi jual belinya, maka di samping haram hukumnya transaksi itu tidak sah.
2)   Jual beli mulaqih
Jual beli mulaqih adalah jual beli barang yang menjadi objeknya yaitu hewan yang masih berada dalam bibit jantan sebelum bersetubuh dengan yang betina. Alasan pelarangan ini disini adalah apa yang diperjualbelikan tidak berada di tempat akad dan tidak dapat pula dijelaskan kualitas dan kuantitasnya. Ketidakjelasan ini menimbulkan ketidak relaan pihak-pihak. Yang menjadi larangan disini adalah essensi jual beli itu sendiri, maka hukumnya adalah tidak sahnya jual beli tersebut.[18]
3)   Jual beli mudhamin
Jual beli mudhamin adalah transaksi jual-beli yang objeknya adalah hewan yang masih berada dalam perut induknya. Yang menjadi dasar haramnya jual-beli ini adalah hadits Nabi yang telah dikutip diatas. Sedangkan alasannya adalah tidak jelasnya objek jual-beli. Meskipun sudah tampak wujudnya, namun tidaak dapat diserahkan di waktu akad dan belum pasti pula apakah dia lahir dalam keadaan hidup atau mati.
4)   Jual-beli hushah atau lemparan batu
Jual-beli hushah itu diartikan dengan beberapa arti. Di antaranya jual-beli suatu barang yang terkena oleh lemparan batu yang disediakan dengan harga tertentu. Arti lain adalah jual-beli tanah dengan harga yang sudah ditentukan, yang luasnya sejauh yang dapat dikenai oleh batu yang dilemparkan.  Hokum jual-beli yang seperti ini hukumnya haram. Dasar haramnya jual-beli ini adalah hadits Nabi yang melarang jual-beli gharar yang disebutkan diatas. Karena larangan disini mengenai eesensi jual-beli itu sendiri, maka jual-beli ini tidak sah.
5)   Jual beli muhaqalah
Jual beli muhaqalah dalam satu tafsiran adalah jual beli buah-buahan yang masih berada di tangkainya dan belum layak untuk dimakan. Hukum jual beli ini adalah haram. Alas an haramnya jual beli ini adalah karena objek yang diperjualbelikan masih belum dapat dimanfaatkan. Karena larangan disini melanggar salah satu syarat jual beli yaitu asas manfaat, maka menurut kebanyakan ulama jual beli ini tidak sah.[19]
f.     Jual beli kulit hewan kurban
Kata kurban berasal dari bahasa Arab qurban, diambil dari kata qaruba, yaqrubu, qurban wa qurbanan. Artinya, mendekati atau menghampiri. Adapun menurut istilah, kurban adalah segala sesuatu yang digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah, baik berupa hewan sembelihan maupun yang lainnya.
Dalam mendefinisikan kurban, para ulama memiliki ragam pengertian. Menurut madzhab Hanafiah kurban adalah menyembelih hewan tertentu yang diniatkan untuk mendekatkan diri kepada Allah pada waktu tertentu. Adapun menurut madzhab Malikiyah kurban adalah apa pun yang dijadikan media untuk mendekatkan diri kepada Allah, berupa hewan kambing ataupun hewan lain, yang tidak ada cacat dan disembelih pada hari kepuluh bulan Dzulhijjah, yaitu pada hari idul Adha dan beberapa hari berikutnya. Berbeda lagi dengan madzhab Syafi’i dan Hanabilah yang mengatakan bahwa kurban adalah binatang apa pun yang disembelih pada hari Idul Adha hingga hari tasyriq untuk mendekatkan diri kepada Allah.[20]
Kurban hukumnya sunnah, tidak wajib. Imam Malik, Syafi’i, Abu Yusuf, Ishak bin Rahawiah, Ibnul Mundzir, dan Ibnu Hazm berkata “kurban itu hukumnya sunnah bagi orang yang mampu (kaya), bukan wajib, baik orang itu berada di kampong halamannya (muqim), dalam perjalanan (musafir), maupun dalam mengerjakan haji.” Sebaliknya, makruh  hukumya meninggalkan kurban bagi orang yang mampu. Akan tetapi ulama lain, seperti Abu Hanifah, Imam Laits, Al-Auza’i, dan sebagian pengikut Imam Malik, mengatakan bahwa kurban hukumnya wajib meskipun pendapatnya lemah.[21]
Allah SWT berfirman:
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ (2) اِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الاَبْتَرُ (3)
…Maka laksanakanlah shalat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah). Sungguh, orang-orang yang membencimu dialah yang terputus (dari rahmat Allah). (QS. Al-Kautsar: 2-3)[22]
Menurut jumhur ulama haram hukumnya memperjual belikan bagian dari hewan kurban termasuk kulit itu sendiri. Bahkan, hal ini juga mencakup siapapun yang mewakili orang yang berkurban, sepeti takmir masjid atau panitia kurban pada suatu instansi.
Haramnya menjual kulit hewan kurban bersifat umum, artinya mencakup segala bentuk jual beli kulit kurban, baik menukar kulit dengan uang, maupun kulit dengan selain uang (misalnya dengan daging). Semuanya masih termasuk jual beli, sebab jual beli adalah menukarkan harta dengan harta. Jadi, penukaran kulit kurban dengan daging tetap termasuk jual beli.[23]
Ditinjau dari objek jual beli, jual beli dibagi menjadi tiga macam, yaitu sebagai berikut:
1)   Jual beli umum, yaitu menukar uang dengan barang.
2)   Jual beli ash-sharf (money changing), yaitu tukar menukar uang dengan uang.
3)   Jual beli al-muqayadhah (barter), yaitu tukar menukar barang dengan barang.
Jadi, atas dasar itulah keharaman menjual kulit ini mencakup segala bentuk tukar-menukar kulit, termasuk menukar kulit dengan barang dagangan sebab hal ini tergolong jual beli barter.
Akan tetapi sebagian ulama, seperti penganut Madzhab hanafi, Hasan dan Auza’i membolehkannya. Meskipun demikian, pendapat yang lebih kuat dan lebih berhati-hati adalah pendapat jumhur ulama. Bahkan, Ahmad bin Hanbl berkata, “Subhanallah! Bagaimana mungkin ia menjual kulit hewan kurban, padahal ia telah menjadikannya sebagai milik Allah.”[24]
2.    Kajian Terdahulu
Untuk mengetahui validitas penelitian yang akan peneliti lakukan, maka dalam kajian terdahulu ini penulis akan uraikan beberapa skripsi yang membahas tentang hewan kurban. Adapun skripsi tersebut sebagai berikut:
a.    Skripsi yang disusun oleh Farihin yang berjudul Efektifitas dan Efisiensi Penyaluran Daging Kurban dengan Sistem Kornet di rumah Zakat Indonesia Cabang Surabay Perspektif Hukum Islam (Jurusan Muamalah, Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampl Surabaya, 2006).[25] Skripsi ini menjelaskan tentang kefektifan pembagian daging kurbang dengan menggunakan sistem kornet, karena biasanya pembagian selalu dilakukan dalam bentuk pembagian daging yang masih segar, namun rumah zakat ini mencoba mengolah daging tersebut dalam bentuk kornet. Hal ini dilakukan untuk mengawetkan daging tersebut dalam bentuk kornet, karena jika diawetkan jangka waktunya lebih lama. Disamping rumah zakat ini juga mempunya target penyaluran di luar wilayah. Penyaluran dagiong kurbang dalam perspektif hokum Islam tersebut tidak bertentangan dengan syariat Islam, karena kebanyakan ahlul ilmi dalam menyimpan daging kurban adalah boleh.
b.    Skripsi yang disusun oleh Lutfi Rizki Kurniawan yang berjudul Tinjauan Hukum Islam Terhadap Manajemen Pembiayaan dan Penyaluran Hewan Kurban di Masjid Al-Ikhlas Bluru Sidoarjo (Jurusan Muamalah, fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2008).[26] Dalam skripsi ini pembahasannya difokuskan pada pembiayaan hewan kurban yang pembiayaannya digunakan dari uang kas Masjid Al-Ikhlas Bluru Sidoarjo. Akan tetapi, biaya perawatan dan pelaksanaan penyembelihan ditanggung orang yang  berkurban karena panitia tugasnya hanya membantu dalam pelaksanaan penyembelihan hewan kurban. Menurut Islam pembiayaan tersebut tidak bertentangan dengan syari’at.
c.    Skripsi yang disusun oleh Dina Malisa yang berjudul Analisis Hukum Islam Terhadap Pandangan Tokoh Agama Tentang Jual Beli Kulit Hewan Kurban di Masjid Muttaqin Desa Bedanten Kecamatan BUngah Kabupaten Gresik (Jurusan Muamalah, Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2010).[27]  
Dengan demikian, penelitian dengan judul Tinjauan Hukum Islam Terhadap Jual Beli Kulit Hewan Kurban di Desa Kowel Kecamatan Pamekasan Kabupaten Pamekasan tidak merupakan pengulangan atau duplikasi dari kajian atau penelitian yang sudah ada, karena penelitian ini penulis mengkaji tentang mekanisme jual beli kulit hewan kurban, akad-akad yang digunakan dalam transaksi jual beli kulit hewan kurban, distribusi hewan kurban di Desa dan Tinjauan Hukum Islam terhadap Jual Beli Kulit Hewan Kurban di Desa Kowel Kecamatan Pamekasan Kabupaten Pamekasan.
G.  Metode Penelitian
1.    Pendekatan dan Jenis penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif karena itu data-data disajikan dalam bentuk kata-kata atau tertulis seperti Al-Qur’an, kitab-kitab fiqih, kitab-kitab hadis, dan sumber yang lainnya yang relevan dengan pokok permasalahan.[28] Jenis penelitian dalam penyusun skripsi ini adalah penelitian lapangan (field research) yaitu penelitian dengan penelitian yang diperoleh dari kegiatan di lapangan kerja penelitian.[29] Penelitian ini dilakukan di Desa Kowel Kecamatan Pamekasan Kabupaten Pamekasan.
2.    Kehadiran Peneliti
Metode ini merupakan salah satu langkah penting dalam penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif, dari itu peneliti hadir langsung pada tempat yang akan diteliti, untuk mencari informasi dan fakta-fakta yang jelas dalam melengkapi fokus dan tujuan penelitian.
Pada tahap penelitian awal, peneliti mendatangi tempat penelitian dii Desa Kowel Kecamatan Pamekasan Kabupaten Pamekasan tepatnya di salah satu rumah Bapak Samsul yang sudah sering melakukan transaksi ini. Hal ini peneliti lakukan untuk meminta izin guna mendapatkan informasi tentang jual beli kulit hewan kurban. Selanjutnya mengumpulkan data sesuai dengan waktu senggang subjek penelitian.
3.    Lokasi Penelitian
Pada penelitian kali ini, lokasi yang akan dipilih sebagai sasaran penelitian ialah Desa Kowel Kecamatan Pamekasan Kabupaten Pamekasan. Tepatnya di sebuah bangunan yang sudah menjadi tempat penyembelihan hewan kurban dan juga transaksi jual beli kulit hewan kurban.
Lokasi tersebut menjadi pilihan peneliti, dikarenakan para penduduk di desa tersebut mayoritas Islam, namun masih saja belum mengetahui syarat-syarat dan hukum dalam transaksi yang mereka lakukan. Selain itu, karena di rumah produksi ini belum pernah dijadikan objek penelitian.
4.    Sumber Data
Sumber data merupakan subjek darimana data dapat diperoleh. Sumber data yang digunakan dalam pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu:
a.    Data primer
Data primer yaitu data yang di peroleh langsung dari narasumber dari obyek penelitian. Data tersebut meliputi hasil wawancara antara  penulis dengan orang-orang yang menjadi subyek penelitian pada penelitian ini.
b.    Data Skunder
Data skunder yaitu data yang di peroleh dari hasil kepustakaan seperti buku-buku, kitab dan literatur-literatur lain yang berhubungan dengan permasalahan sewa –menyewa.
5.      Prosedur Pengumpulan Data
a.    Studi lapangan
1)   Observasi
Observasi yaitu pengamatan dan Pencatatan sistematis terhadap fenomena yang diteliti.[30] Observasi yaitu pengamatan langsung  tanpa perantara terhadap obyek yang diteliti. Metode ini dilakukan untuk mengumpulkan data yang berupa pengamatan di lapangan tentang jual beli kulit hewan kurban rumah di Desa  Kowel Kecamatan Pamekasan Kabupaten Pamekasan.


2)   Wawancara
Wawancara merupakan salah satu metode pengumpulan data yang dilakukan langsung berhadapan dengan narasumber maupun tidak berhadapan ataumemberikan daftar pertanyaan untuk dijawab.[31] Dalam metode ini, penyusun menggunakan metode bebas terpimpin atau interview guide. Maksudnya penyusun sebagai pewawancara harus mewawancarai responden dengan menggunakan catatan mengenai pokok-pokok yang ditanyakan, agar arah wawancara tetap dapat dikendalikan, dan tidak menyimpang dari pedoman yang ditetapkan. Wawancara sudah penyusun lakukan dengan 5 orang responden berasal dari penyembelih, pemilik hewan kurban, pembeli dan pendapat tokoh masyarakat setempat (Ketua RT, ketua RW, ulama). Dengan mendapatkan data dari beberapa sumber maka bisa mendapatkan informasi yang benar.
b.    Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan atau lebih dikenal dokumentasi adalah suatu teknik pengumpulan data yang diperoleh dari buku, kitab, notulensi, makalah, peraturan, dan lain-lain.[32] Dokumentasi akan dipergunakan untuk pencarian data sekunder.
6.      Analisis Data
Analisis data yang penyusun gunakan adalah analisa data kualitatif yang menganalisis data yang terkumpul, setelah itu disimpulkan dengan menggunakan pendekatan atau cara berfikir induktif, yaitu berpijak dari pengetahuan yang bersifat umum dan bertitik tolak dari pengetahuan umum, kemudian ditarik kesimpulan khusus. Dalam hal ini dikemukakan data lapangan tentang jual beli kulit hewan kurban, kemudian penyusun menganalisis data tersebut dengan menggunakan beberapa teori dan ketentuan umum yang berlaku menurut hukum Islam.
7.      Pengecekan Keabsahan Data
Untuk menentukan keabsahan data diperlukan teknik pemeriksaan, maka peneliti mengeceknya secara cermat agar penelitian yang dilakukan tidak terkesan sia-sia atau menjadi simbol semata.
Dalam upaya validitas terhadap data yang diperoleh di lapangan, supaya tidak terkesan semu, maka peneliti mengecek data temuan tersebut dengan teknik sebagai berikut:
a.    Perpanjangan Keikutsertaan
Keikutsertaan peneliti sangat menentukan dalam pengumpulan data. Keikutsertaan tersebut tidak hanya dilakukan dalam waktu yang singkat, tetapi memerlukan perpanjangan keikutsertaan peneliti. Karena dengan begitu peneliti dapat menguji ketidak benaran informasi, dan membangun kepercayaan subyek.
b.    Ketekunan Pengamatan
Ketekunan pengamatan bermaksud menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut.
Secara terperinci dan berkesinambungan terhadap Tinjaun Hukum Islam Terhadap Jual Beli Kulit Hewan Kurban.
c.    Triangulasi
Triangulasi yaitu pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.[33]
Adapun triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah memanfaatkan sumber lainnya yaitu peneliti berusaha membandingkan hasil pengamatan lapangan dengan data hasil wawancara dengan masyarakat di Desa Kowel Kecamatan Pamekasan Kabupaten Pamekasan.
8.      Tahap-Tahap Penelitian
Tahap-tahap penelitian yang ditempuh adalah penelitian tahap pra lapangan, tahap pekerjaan lapangan, tahap penyusunan laporan, dan tahapan penyusunan laporan, atau secara rinci dapat diuraikan sebagai berikut:
a.    Tahap Pra Lapangan
Terdiri dari menyusun rancangan penelitian, memilih lapangan penelitian, menjajaki dan menilai keadaan lapangan, memilih dan memanfaatkan informan, menyiapkan perlengkapan penelitian dan mengantisipasi persoalan ketika penelitian.
b.    Tahap Pekerjaan Lapangan
Pada tahap ini peneliti sudah mulai memasuki (lokasi penelitian). Akan tetapi sebelum memasuki lokasi penelitian harus lebih dahulu memahami latar belakang penelitian serta mempersiapkan fisik dan mental. Setelah semuanya siap, barulah peneliti bisa memasuki lokasii Desa Kowel Kecamatan Pamekasan Kabupaten Pamekasan.
c.    Tahap Penulisan Laporan
Pada tahap ini peneliti membukukan hasil temuan data di lapangan. Untuk melaporkan data yang ditemukan di lapangan dan menyelesaikan hasil tersebut.


















DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama RI, Al-qur’an dan Terjemahannya,(Surabaya: Duta Ilmu, 2005
At-Tirmidzi, Sunan At-Tirmidizi Juz 3, Nomor hadis 1209, CD Room, Maktabah Kutub Al-Mutun, Silsilah Al-‘Ilm An-Nafi, Seri 4, Al-Ishdar Al-Awwal, 1426 H, hlm. 515
Arikunto, Suharsimi, Metode Penelitian; Suatu Pendekatan dan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta, 1991
J. Moleong, Lexy, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004
Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian, Jakarta: Gramedia, 1991
M. Ali, Penelitian Pendidikan Prosedur dan Strategi, (Bandung: Aksara, 1985
Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah, Jakarta: Kencana PrenaMedia Group, 2012
Muhammad bin Abdullah Al-Nishaburiy Al-Mustadrak ‘ala Al-Shahihain, (Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah, 1411 H), jilid II
Moh. Hefni, Sejarah Hukum Islam di Dunia Muslim, Pamekasan: STAIN Pamekasan, 2006
Moh. Zaini, Fiqh Muamalah, Surabaya: Pena Salsabila, 2013
Muslich, Ahmad Wardi, Fiqh Muamalat, Jakarta: Amzah, 2013
Rosidin, Didin Nurul, Kurban dan Permasalahannya: Menyingkap Tabir Dibalik Syariat Kurban, Jakarta: Inti Medina, 2009
Said, Fuad, Kurban dan Akikah Menurut Ajar Islam, Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1994
Suhendi, Hendi, Fiqh Muamalah, Jakarta: Rajawali Pers, 2010
Supardi, Metodologi Penelitian Ekonomi dan Bisnis, Yogyakarta: UIIPress, 2005
Syarifuddin, Amir, Garis-Garis Besar Fiqh, Jakarta: Kencana, 2003
Dina Malisa, Analisis Hukum Islam Terhadap Pandangan Tokoh Agama Tentang Jual Beli Kulit Hewan Kurban di Masjid Muttaqin Desa Bedanten Kecamatan BUngah Kabupaten Gresik (Jurusan Muamalah, Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2010).
Farihin, Efektifitas dan Efisiensi Penyaluran Daging Kurban dengan Sistem Kornet di rumah Zakat Indonesia Cabang Surabay Perspektif Hukum Islam (Jurusan Muamalah, Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampl Surabaya, 2006)
Lutfi Rizki Kurniawan, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Manajemen Pembiayaan dan Penyaluran Hewan Kurban di Masjid Al-Ikhlas Bluru Sidoarjo (Jurusan Muamalah, fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2008





[1] Fuad Said, Kurban dan Akikah Menurut Ajar Islam, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1994), hlm. 84
[2] Muhammad bin Abdullah Al-Nishaburiy Al-Mustadrak ‘ala Al-Shahihain, (Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah, 1411 H), jilid II, hlm. 42
[3] Said., Kurban dan Akikah Menurut Ajar Islam, hlm. 95-96
[4] Moh. Hefni, Sejarah Hukum Islam di Dunia Muslim, (Pamekasan: STAIN Pamekasan, 2006), hlm. 3
[5] Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hlm. 68
[6] Didin Nurul Rosidin, Kurban dan Permasalahannya: Menyingkap Tabir Dibalik Syariat Kurban, (Jakarta: Inti Medina, 2009), hlm. 41
[7] Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh, (Jakarta: Kencana, 2003), hlm. 192-193
[8] Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah, (Jakarta: Kencana PrenaMedia Group, 2012), hlm. 101
[9] Departemen Agama RI, Al-qur’an dan Terjemahannya,(Surabaya: Duta Ilmu, 2005) hlm. 58
[10]Departemen Agama RI, Al-qur’an dan Terjemahannya, hlm. 107
[11]At-Tirmidzi, Sunan At-Tirmidizi Juz 3, Nomor hadis 1209, CD Room, Maktabah Kutub Al-Mutun, Silsilah Al-‘Ilm An-Nafi, Seri 4, Al-Ishdar Al-Awwal, 1426 H, hlm. 515
[12] Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Amzah, 2013), hlm. 179
[13] Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hlm. 70
[14] Moh. Zaini, Fiqh Muamalah, (Surabaya: Pena Salsabila, 2013), hlm. 25
[15] Departemen Agama RI, Al-qur’an dan Terjemahannya, hlm. 100
[16] Moh. Zaini, Fiqh Muamalah, hlm. 26
[17] Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah, hlm. 108-110
[18] Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh, hlm. 201-202
[19] Ibid., hlm. 202-203
[20] Rosidin, Kurban dan Permasalahannya, hlm. 41-42
[21] Ibid., hlm. 42
[22] Depatemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, hlm. 912
[23] Rosidin, Kurban dan Permasalahannya, hlm. 69
[24] Ibid., hlm. 69-70
[25] Farihin, Efektifitas dan Efisiensi Penyaluran Daging Kurban dengan Sistem Kornet di rumah Zakat Indonesia Cabang Surabay Perspektif Hukum Islam (Jurusan Muamalah, Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampl Surabaya, 2006), hlm. 74
[26] Lutfi Rizki Kurniawan, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Manajemen Pembiayaan dan Penyaluran Hewan Kurban di Masjid Al-Ikhlas Bluru Sidoarjo (Jurusan Muamalah, fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2008), hlm. 59
[27] Skripsi yang disusun oleh Dina Malisa, Analisis Hukum Islam Terhadap Pandangan Tokoh Agama Tentang Jual Beli Kulit Hewan Kurban di Masjid Muttaqin Desa Bedanten Kecamatan BUngah Kabupaten Gresik (Jurusan Muamalah, Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2010).
[28] Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004), hlm. 3
[29]Supardi, Metodologi Penelitian Ekonomi dan Bisnis, (Yogyakarta: UIIPress, 2005), hlm 34.
[30] Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian, (Jakarta: Gramedia, 1991), hlm. 44
[31] M. Ali, Penelitian Pendidikan Prosedur dan Strategi, (Bandung: Aksara, 1985), hlm. 91
[32] Suharsimi Arikunto, Metode Penelitian; Suatu Pendekatan dan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), hlm. 231
[33] Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, hlm. 324-331