BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Bulan ramadhan yang identik dengan bulan
suci ummat Islam telah membawa banyak hal terjadi khususnya pada bulan
tersebut. Pada bulan suci tersebut, seluruh ummat Islam diwajibkan untuk ritual
tahunan, yakni berpuasa. Di Indonesia sendiri, aktivitas ibadah di bulan
ramadhan tidak jarang diisi dengan berbagai aktivitas kebudayaan, sesuai adat
dan budaya di suatu daerah tertentu. baik berupa festival atau karnaval unik di
berbagai daerah, maupun ritual penyucian diri menjelang datangnya bulan suci
tersebut. Tak ketinngalan ritual makan sahur, berbuka puasa, dan sholat
tarawih, berjamaah juga ikut mewarnai bulan suci ramadhan seluruh rangkaain ini
akhirnya akan ditutup dengan tradisi pulang kampung halaman.
Kedatangan bulan suci ramadhan juga membawa
perubahan dalam bidang ekonomi, khususnya di Indonesia hal ini sangat jelas
terlihat pada saat berbuka puasa. Berbagai kios jajanan, sebagian besar
merupakan pedagang musiman tampak bermunculan di pinggir jalan bak jamur di musim
hujan. Satu hal ynag sangat menarik yang dapat di amati saat datangnya bulan
suci ramadhan selain yang telah disebutkan di atas tadi yakni bermunculan
symbol-simbol islam dalam setiap produk yang di pasarkan saat bulan suci
ramadhan.
B. Rumusan Masalah
Adapun perumusan masalah yang
akan dibahas adalah sebagai berikut.
1.
Bagaimana identifikasi hadits yang menjelaskan tentang sahur?
2.
Bagaimana makna yang terkandung dalam hadits tersebut?
3.
Bagaimana biografi dari tokoh-tokoh perawi hadits tersebut?
4.
Bagaimana pemahaman tentang hadits tersebut?
C.
Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai
berikut.
1.
Untuk mengetahui hadits yang menjelaskan tentang sahur.
2.
Untuk mengetahui makna yang terkandung dalam hadits
tersebut.
3.
Untuk mengetahui biografi singkat dari tokoh-tokoh
perawi tersebut.
4.
Untuk mengetahui pemahaman hadits tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Identifikasi Hadits
عن انس رضي الله عنه
قال: قال رسول الله عليه وسلم: تَسَحَّرُوْافَاِنَّ فِيْ السُّحُوْرِبَرَكَةً .رواه البخرى مسلم.
B.
Pemaknaan Hadits
1.
Makna lafadz
تَسَحَّر
|
Bersahurlah
|
فَاِنّ
|
Sesungguhnya
|
السُّحُوْر
|
Sahur
|
بَرَكَةً
|
Berkah
|
2.
Makna keseluruhan
Dari anas ia berkata:” Bersabdalah Rasulullah saw. Bersahurlah kalian karena
sesungguhnya di dalam sahur itu terdapat berkah ( HR.Bukhori Muslim).
C.
Biografi Perawi Hadits
1.
Dalam Kalangan Sahabat
a.
Anas bin Malik
Biografi Anas bin Malik bin Nadhar bin Dhamdan bin junbuddin Amir
bin Ghanam bin Ady bin Najjar. Beliau biasa di panggil Abu Hamzah Al Anshari,
Al khasraji, dan di gelari sebagai
pembantu atau pelayan Rasulullah saw. Beliau di lahirkan di Yatsrib
(madinah) tahun 8 sebelum hijrah bertepatan pada tahun 612 M. Ibunya
menitipkannya kepada rasulullah saw untuk menjadi pembantu beliau. Saat itu
anas baru berusia 10 tahun. Ibunya mengatakan kepada Nabi “Aku titipkan anakku
kepadamu dan dia adalah anak yang pandai menulis”. Ibunya memohon kepada nabi
agar anaknya di jadikan sebagai pembantu beliau dan memohon untuk di doakan
beliau. Rasulullah lalu berdoa untuk Anas “ Ya allah, perbanyaklah harta dan
anaknya dab berkahilah apa apa yang engkau anugrahkan kepadanya.”(HR. Al
–bukhori dan muslim). Anas bin malik memiliki 100 anak. Anak berkata demi allah
hartaku sangat sangat melimpah, sampai kurma dan anggurku berbuah dua kali
dalam setahun. Jumlah anak anak dan cucu cucuku mencapai seratus enam Dalam
riwayat lain juga di sebutkan dari anak perempuannya aminah, mengabarkan
tentang anak beliau yang mati dan di kuburkan saja itu mencapai 120 anak,
selain cucunya, itu pada saat hajjaj berkuasa di basrah. Berkat doa rasulullah
saw, Anas menjadi sahabat yang paling
banyak anak anaknya serta paling paling panjang umurnya serta paling akhir
meninggal dunia.
2.
Perawi Hadits Terakhir
a.
Al- Bukhori
Al- Bukhori lahir di 13 syawal 194H (21 Juli 810), atau lebih di
kenal Imam Bukhori adalah ahli hadis yang termansyur di antara para ahli hadis
sejak dulu hingga kini bersama dengan imam muslim,Abu Daud, Tirmidzi,An nashai
dan Ibnu Majah. Bahkan dalam buku buku figih dan hadis, hadis hadisnya memiliki
derajat yang tinggi. Sebagian menyebutnya dengan julukan Amirul Mukminin fil
Hadis (pemimpin orang orang yang beriman dan hal ilmu hadis). Dalam bidang ini,
hampir semua ulama di dunia merujuk kepadanya.
b.
Imam Muslim
Imam Muslim di lahirkan di Naisabur pada tahun 202 H atau 817 M.
Imam muslim bernama lengkap Imam Abul Husain muslim bin hajjaj bin muslim bin
kausyas al qushairi, yang sekarang ini termasuk wilayah dalam sebutan nama
wara’a an nahr, Artinya daerah daerah yang terletak di sekitar sungai jihun di
Uzbekistan, asia tengah. Pada masa dinasti samanid,Naisabur menjadi pusat
pemerintahan dan perdangangan selama lebih kurang 150 tahun. Seperti hanya
Baghdad di ababd pertengahan, Naisabur, juga Bukhara( kota kelahiran imam
bukhori) sebagai salah satu ilmu dan pusat peradaban di kawasan asia tengah. Di
sini pula bermukim banyak ulama besar.perhatian dan minat imam muslim terhadap
ilmu hadis memang luar biasa.
D. Pemahaman Hadits
1. Makna Sahur
Sahur adalah makanan yang di makan pada
waktu sahar. Sahar menurut bahasa ialah nama bagi akhir suku malam dan
permulaan suku siang malam dan permulaan suku siang lawannya ialah Ashir suku
siang.
Menurut Az –Zamkhsyari, di namai
waktu sahar dengan sahar karena ia adalah waktu berlakunya malam dan datangnya
siang. Dengan demikian, jelaslah bahwa sahar bukanlah satu atau dua jam sebelum
satu atau dua jam sebelum terbit fajar, namun yang di maksud adalah nama waktu
pergantian siang dan malam.
Jadi apabila kita makan kita makan pada jam 24.00 (jam
12 malam) atau sedikit setelah itu tidaklah dapat di namakan “Bersaur
(mengerjakan makan saur).
2. Hukum Sahur
انس رضي الله عنه قال:
قال رسول الله عليه وسلم : تَسَحَّرُوْافَاِنَّ فِيْ السُّحُوْرِبَرَكَةً مُتَفَقٌ
عَلَيْه
Artinya:
Dari Anas bin malik r.a, ia
berkata berkata” Bersabda rasulullah saw” sahurlah kalian, karena sesungguhnya
di dalam saur ada keberkahan.” (HR.Bukhori muslim).
3. Keraguan tentang waktu sahur
Bila seseorang ragu apakah telah
habis waktu ataukah belum, maka ia diperbolehkan makan dan minum hingga nyata
nyata baginya bahwa waktu sahur telah habis dan masuk waktu shubuh.[1]
4. Hikmah saur
Diriwatkan oleh Ahmad dari Abu sa’id bahwa Nabi saw
bersabda:
اَلسَحُوْرَ
أَكُلُهُ بَرَكَةَ فَلاَ تَدَعُوْهُ وَلَوْ أَنْ يَجْرَعَ أَحَدُكُمْ جُرْعَةَ منْ
مَاء فَان اَللهَ وَمَلاَئكَتَهُ
يُصَلوْنَ عَلَى اْلمُتَسَحُريْنَ احمد
Artinya:
Umat saya selalu dalam kebaikan,
selama mereka segera berbuka dan mengakhirkan saur.
Saur itu suatu berkah. Maka
janganlah kamu meninggalkannya, walaupun hanya dengan seteguk air, karena
sesungguhnya allah dan malaikatnya bershalawat atas orang orang yang
bersaur.(HR.Ahmad)
Adapun tentang sunnatnya
mengakhirkan sahur karena di dalam hadis terdapat riwayat
ان تَاْ خيْرَا لسُحُوْر منْ سُنَن
المُرْسَليْنَ
Artinya:
“Sesungguhnya mengakhirkan sahur
itu termasuk sunnah para rasul”
Hadis ini diriwayatkan oleh ibnu
Hibban dalam kitab sahihnya. Kemudian di dalam suatu hadis, tersebut juga
riwayat bahwa nabi saw.bersabda
لاَتَزَالُ اُمتيْ بخَيْر
مَاعَجلُوْاالْفطْرَ وَاَخرُوْاا لْسُحُوْرَ
Artinya:
“Umat saya selalu dalam kebaikan,
selama selama mereka berbuka dan mengakhirkan sahur”
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam
Ahmad dalam kitab musnadnya. Lagi pula, mengakhirkan sahur itu mengandung
hikmah, yaitu agar kita kuat menjalani ibadah puisi.
Dan juga patut di ketahui bahwa
sunatnya sahur itu sudah merupakan ijma pada ulama, dan kesunatan itu sudah
diperboleh walau dengan makan sedikit atau minum air. Dalam kitab sahih Ibnu
Hibban terdapat hadist yang menyatakan
تَسَحرُوْا وَلَوْ بحُرْعَة
مَاء
Artinya:
“sahurlah walau dengan seteguk
air”
Hadist ini juga disebutkan oleh
Imam Nawami dalam kitabnya syarah muhazzab. Adapun waktu sahur ialah tengah
malam(malam sudah dapat separuh). Demikian yang di sebutkan oleh Imam Rofi’i
pada iman yang akhir[2]
Sahur memungkinkan tertinggalnya
sisa sisa makanan di mulut. Sekurang kurangnya terdapat dua tinjauan terkait dengan sisa sisa sahur itu.
Pertama yang melekat pada sela sela gigi. Ada yang tidak dapat di cegah masuk
ke dalam tenggorokan ada yang dapat di cegah. Kedua berkaitan dengan besarnya
sisa makanan sahur di sela sela gigi itu.
Pertama, jika sisa makanan sahur
itu tidak dapat di cegah masuk ke dalam kerongkongan bersama air ludah, hal itu
tidak dapat membatlkan puasa. Jika makanan sahur tidak dapat di rasakan dan
masuk bersama air ludah sampai ke kerongkongan, hal tersebut membatalkan puasa
dan mewajibkan qadha’, jika sisa makanan belum sampai ke tenggorokan, hal itu
tidak membatalkan puasa. Imam –Ramli menyatakan bahwa jika masuknya makanan
sisa saur itu bisa di rasakan, terapi
tidak dapat di cegah masuknya karena proses sebab tersebut, antara lain adalah tersedak, kaget, berdiri mendadak, mengeluarkan
ludah yang banyak karena bau makanan sedap, atau tidur dengan posisi kepala
lebih tinggi dari pada perut. Tentang hal hal yang dapat di cegah atau tidak
dapat di kendalikan ini, para ulama mendasarkan pada beberapa hadis Rasulullah
saw, antara lain:
Sesungguhnya Allah
meletakkan (tuntutan) dari umatku (apabila):salah, lupa, dan adanya hal hal
yang memaksa. (HR Ibnu majah dari ibnnu abbas r.a) Al –Albani menyatakan hadis
ini sholeh.
Imam Ar- Ramli memberikan catatan bahwa jika
sisa itu sudah bercampur dengan ludah, hal itu tidak membatalkan puasa karena
sudah sulit untuk di kendalikan. Syekh Al- Malyabari dalam fathul Mu’in
memberikan catatan, asal ludah bersama sisa sahur terlarut di dalammya dan
masuk ke dalam kerongkongan secara alamiah. Maksudnya, bukan karena di isap.
Jika bisa di pisahkan antara sisa sisa sahur dan air ludah, orang yang berpuasa
hendaknya tidak menelannya. Melainkan segera mengeluarkannya karena jika
memasuki kerongkongan dapat membatalkan puasa.
Jika yang masuk itu sisa sisa
makanannya, melainkan rasa atau baunya dan tidak dapat di hindarkan, hal itu
tidak membatalkan puasa. Demikian di dalam kitab Raddul Mukhtar, salah satu
kitab rujukan mazhab Hanafi. Penjelasan yang sama kita dapatkan dalam kitab rujukan mazhab Syafi’i, Asnal
Mathalib dan Fathul Mu’in. Kitab terakhir ini memberikan catatan, asal ludah
bersama sisa sahur terlarut di dalammya.
Kedua, berkaitan dengan besarnya
sisa makanan itu. Dalam hal ini terdapat dua kategori ukuran, yaitu sebesar
biji merica atau lada dan yang kurang dari sebiji merica. Ada yang menyebutkan
ukuran kacang kedelai sebagi patokan. Jika sisa sisa itu sebesar sebiji merica,
hal ini membatalkan puasa, baik kita dalam keadaan dapat maupun tidak dapat
mengendalikannya. Para ulama Mazhab Hanbali bahwa jika besarnya tidak mencapai
sebiji merica, tetapi orangnya tidak dapat mengendalikan, hukumnya adalah
makruh. Jika sebenarnya orang itu dapat mengendalikannya. Tetapi terlanjur
masuk ke kerongkongan, puasanya batal dan ia wajib meng-qadha’.
As-Sarkhasyi, salah satu ulama
mazhab Hanafi, di dalam kitab Al-Mabsuth, menyatakan bahwa jika besarnya sisa
makanan kurang dari sebiji merica dan tidak dapat di kendalikan, tidak
mebatalkan puasa. Imam-Rabi’ dalam kitab Imam-Syaf’i’i. Al- Umm, menyatakan
bahwa jika besarnya sisa makanan tidak mencapai sebiji merica dan orang yang
berpuasa itu menyadari, tetapi tidak dapat mencegahnya, hukumya makruh.
As-Sarkhasyi menyatakan bahwa jika
besar sisa makanan itu kurang dari sebiji merica dan orang itu sebenarnya bisa
mencegah masuknya, puasanya batal begitu sisa tadi memasuki kerongkongan. Wajib
atas orang itu untuk melaksnaakna qadha’ atas puasanya.
Dari tinjauan- tinjauan yang telah
di paparkan di atas, menelan makanan
sahur sebisa mungkin di hindarkan. Jika besarnya makanan ukuran biji
merica atau lada dapat membatalkan puasa jika masuk sampai ke tenggorokan dan
hal tersebut mewajibkan seseorang untuk meng-qadha’ puasanya. Jika sampai
batal, orang tersebut wajb imsak atau menahan diri dari segala hal yang
membatalkan puasa sampai terbenam matahari dan puasa hari itu tidak di
perhitungkan sebagai puasa. Jika sisa itu lebih kecil dari merica, hukum
menelannya adalah makruh meskipun karena terlanjur masuk (tidak sengaja). Jika
sisa makanan karut ke dalam air ludah dan masuk dengan tidak terasa bersama
ludah, puasa seorang tidak batal karenanya.[3]
Mengakhirkan
Saur
Di sunnahkan mengakhirkan saur
sesaaat sebelum fajar, karena nabi saw dan Zaid bin Tsabit r.a melakukan saur,
ketika selesai makan saur nabi saw bangkit untuk shalat subuh, dan jarak
(selang waktu) anatara saur dan masuknya sholat kira kira lamanya seorang
membaca lima puluh ayat di kitabullah.
Anas
r.a meriwayatkan dari Zaid bin Tzabit r.a
“kami
makan saur bersama rasulullah saw kemudian beliau shalat” Aku tanyakan (kata
Anas) karena dan malaikatnya besholawat kepda orang orang yang shur (telah
lewat takhrijnya).[4]
Oleh
sebab itu seorang muslim hendaknya tidak menyia nyiakan pahala yang besar ini
dari Rabb yang maha pengasih. Dan sahurnya seorang muslim yang paling afdal
adalah korma.[5]
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Sahur adalah makan pada
dini hari (di sunnahkan menjelang fajar sebelum subuh) bagi orang yang
menjalankan ibadah puasa. Dan di dalam saur itu terdapat berkah makannya
B.
Saran
Makalah ini dapat digunakan oleh mahasiswa yang ingin
mengetahui tentang hadits yang berkaitan dengan materi tentang saur. Oleh
karena keterbatasan pengetahuan, maka penulis menyarankan kepada pembaca untuk
mencari hadits-hadits tersebut di kitab hadits aslinya. Selain itu,
penulis mengharapkan
saran dan kritik membangun dari pembaca untuk menyempurnakan dalam penulisan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Jamal, Ibrahim muhammad. fiqih
muslimah. jakarta: Pustaka Amani,1995.
Al-husaini, Al-Imam Taqiyuddin Abu Bakar. Kifayatul
Akhyar. Surabaya:
PT Bina Ilmu Offset, 1997.
Mardani, hadist
ahkam, jakarta:PT rajaGrafindo persada, 2012
Nafi’,
Dian. fiqih puasa untuk remaja. jakarta: PT tiga seangkai pustaka
mandiri,
2010.
[1] Dian Nafi’, Fiqih Puasa Untuk Remaja, (Jakarta:
PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2010), hlm. 207.
[2] Al-Imam Taqiyuddin Abu Bakar
Al-husaini, Kifayatul Akhyar, (Surabaya: PT Bina Ilmu Offset, 1997),
hlm. 421.
[3] Dian Nafi’, fiqih puasa untuk remaja, (jakarta:
PT tiga seangkai pustaka mandiri, 2010), hlm. 210
[4] Ibrahim muhammad al-jamal, fiqih
muslimah, (jakarta: Pustaka Amani,1995)’ hlm.163
[5] Mardani, hadist ahkam, (jakarta:PT rajaGrafindo
persada,2012),hlm.153