MAKALAH
RUJUK
Disusun
untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqih Munakahah yang diampu oleh
Bapak Ainul
Haq Nawawi, H. MA
Oleh:
Oktinur
Maulida ( 20170701012112 )
Nur
Ainita ( 20170701012103 )
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
NEGERI PAMEKASAN
2018
i
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah kami
panjatkan kehadirat Allah swt. yang maha kuasa atas nikmat yang diberikan
kepada kami sehingga kami bisa menyelesaikan tugas makalah mata kuliah Fiqih
Munakahah yang diampu oleh bapak Ainul Haq Nawawi.
Shalawat teriring salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada junjungan
kita sang revolusioner Islam yakni nabi Muhammad saw. Yang telah memberikan
cahaya dalam diri kita yakni adanya agama islam. Kami membuat makalah ini dengan
maksud dan tujuan agar pembaca dapat menambah wawasan dan pengetahuan sehingga
menjadi muslim yang unggul dalam ilmu, professional dalam karya, dan
mermartabat dengan akhlaqul karimah.
Kami sadari sepenuhnya bahwa makalah yang berjudul “ Rujuk “ yang kami
susun ini, masih sangat jauh dari kesempurnaan, baik dari segfi penulisan
maupun isinya yang masihkurang tepat. Kesalahan demikian adalah karena masih
sangat terbatas ilmu yang kami miliki ini, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati kami harapkan kritik dan
saran yang membangun selalu mengalir untuk keempurnaan makalah ini.
Sebagai makalah sederhana yang kami harapkan kepada seluruh pecinta ilmu
pengetahuan, sudah sepatutnya kita memohon kepada Allah swt. semoga Allah
senantiasa selalu memberkati pikiran dan semua tindakan yang kita lakukan.
Allahumma Aamiin.
Pamekasan, 02 April 2018
Penulis
Kelompok
16
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………………………………………………i
KATA PENGANTAR…………………………………………………………….ii
DAFTAR ISI……………………………………………………………………….iii
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang………………………………………………………………1
B. Rumusan
Masalah…………………………………………………………...1
C. Tujuan
Penulisan…………………………………………………………….2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian
Rujuk………………………………………………………………...3
B. Dasar
Hukum Rujuk……………………………………………………………..3
C. Syarat
dan Rukun Rujuk…………………………………………………………4
D. Prosedur
Rujuk…………………………………………………………………..6
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan……………………………………………………………………...8
B. Saran…………………………………………………………………………….8
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………9
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Rujuk merupakan upaya untuk berkumpul kembali setelah terjadinyab
bperceraian, para ulama sepakat bahwa rujuk itu diperbolehkan dalam islam,
upaya rujuk ini diberikan sebagai alternative terakhir untuk menyambung kembali
hubungan lahir batin yang telah putus. Rujuk dapat menghalalkan hubungan
kelamin antara laki-laki dengan perempuan sebagaimana dalam perkawinan, namun
antara keduanya terdapat perbedaan yang prinsip dalam rukun yang dituntut untuk
sahnya kedua bentuk lembaga tersebut. Ulama sepakat bahwa rujuk tidak
memerlukan wali untuk mengakadkannya, tidak perlu dihadiri oleh kedua orang
saksi dan tidak perlu mahar. Dengan demikian pelaksanaan rujuk lebih sederhana
dibandingkan dengan perkawinan ( Syarifuddin,m 2006:339 ). Akan tetapi yang
menjadi masalah bagaimana caranya suami untuk rujuk pada istrinya? Dalam
masalah ini timbul perbedaan pendapat.
Merujuk istri yang ditalak raj’i adalah
diperbolehkan. Demikian menurut kesepakatan pendapat para imam madzhab. Tetapi,
para imam mazhab berbeda pendapat tentang hukum menyetubuhi istri yang sedang
menjalani iddah dalam talak raj’i, apakah diharamka atau tidak?
Menurut pendapat imam Hanafi dan imam Hanbali pendapat yang kuat “ tidak
haram”. Sedangkan menurut pendapat imam Maliki, imam Syafi’ie, dan imam Hanbali
yang lainnya “ haram “. Apakah setelah disetubuhi istri tersebut telah menjadi
rujuk atau tidak?. Dalam masalah ini, beberapa imam mazhab berbeda pendapat.
Menurut pendapat imam Hanafi dan imam Hanbali daloam satu riwayat menyatakan
bahwa “jika diuniatkan rujuk, maka dengan sendirinya persetubuhan itu terjadi
rujuk “ ( Al- Dimasyqi, 2010:375 ).
Dalamkitab bidayah al- Mujtahid karangan ibnu Rusyd, member penjelasan
yang sama bahwa menurut imam Syafi’ie, rujuk hanya dapat terjadi dengan
kata-kata saja dantidak sah hanya menggauliatau gauli istri tidak perlu niat.
Sedangkan menurut imam Malik bahwa rujuk dapat terjadi dengan percampuran atau
menggauli istri tetapi harus dengan niat, tanpa niat rujuk itu tidak sah.
B.Rumusan Masalah
1. Apa
pengertian rujuk?
2. Apa
dasar hukumnya?
3. Apa
saja syarat dan rukunnya?
4. Bagaimana
prosedur rujuk?
1
C.Tujuan Penulisan
1. Mengetahui
tentangpengertian rujuk
2. Mengetahui
tentang dasar hukum rujuk
3. Mengetahui
tentang syarat dan rukun rujuk
4. Mengetahui
tentang prosedur-prosedur rujuk
2
BAB II
PEMBAHASAN
1) Pengertian
rujuk
Rujuk
dalam bahasa arab berarti kembali. Artinya, hidup sebagai suami istri
antara laki-laki dan wanita yang melakukan perceraian dengan jalan talak raj’i
dalam masa iddah tanpa pernikahan baru.
Menurut
fuqaha, pengertian rujuk adalah:
a) Menurut
imam Malik, rujuk adalah kembalinya istri yang telah ditalak selain ba’in,
kepada perlindungan suami, dengan tanpa ada pembaharuan akad serta dalam masa
iddah.
b) Menurut
imam Syafi’i, rujuk adalah mengembalikan status seorang wanita dalam
satu ikatan perkawinan dari talak yang bukan ba’in dalam maa iddah melalui
cara-cara tertentu.
c) Menurut
imam Hanbali, rujuk adalah mengembalikan keadaan istri kepada keadaan
yang semula setelah terjadinya talak raj’i dan masih berada dalam masa iddah
tanpa akad yang baru.
d) Menurut
imam Hanafi, rujuk adalah melanjutkan pernikahan dengan bekas istri yang
ditalak raj’i dalam masa iddah.
Dari
beberapa pengertian rujuk tersebut diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa
yang dimaksud dengan rujuk adalah kembalinya seorang istri yang ditalak
selama dalam masa iddah kepada perlindungan suami dengan cara-cara tertentu
tanpa ada akad yang baru.[1]
2) Dasar
penetapan sahnya rujuk
Setelah
adanya pemaparan tentang pengertian rujuk tersebut, maka perlu disampaikan
beberapa dasar hukum tentang penerapan sahnya rujuk. Allah swt. berfirman dalam
Qur’an surah al- Baqarah: 228:
والمطلقت يتر بصن با نفسهن ثلثة قروء ولا
يحل لهن ان يكتمن ما خلق الله في ارحا مهن ان كن يؤمن بالله واليوم الاخر
وبعولتهن احق بردهن في ذلك ان ارادوا اصلا
حاArtinya:
Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri( menunggu) tiga kali quru’.
Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya,
jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhir.
Dan
suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para
suami) itu menghendaki ishlah.
Dengan
demikian, sunah hukumnya bagi suami untuk merujuk istrinya apabila dilandasi
oleh niat yang tulus dan benar-benar menghendaki adanya ishlah ( perdamaian)
diantara keduanya. Dan haram hukumnya apabila untuk main-main, menyakiti,
melecehkan, maupun untuk balas dendam sehingga istri tidak menikah dengan
laki-laki lain.[2]
Dengan
demikian, hukum rujuk terbagi menjadi lima macam:
a) Wajib,
terhadap suami yang menalak salah seorang istrinya sebelum dia sempurnakan
pembagian waktunya terhadap istri yang ditalak
b) Haram,
apabila rujuknya itu menyakiti si istri.
c) Makruh,
kalau perceraian itu lebih baik dan berfaidah bagi keduanya ( suami istri )
d) Ja’iz
( boleh), ini adalah hukum rujuk yang asli.
e) Sunah,
jika maksud suami dalah untuk memperbaiki keadaan istrinya, atau rujuk itu
lebih berfaedah bagikeduanya.
3) Syarat
dan rukun rujuk
A. Istri.
Keadaan istri disyaratkan:
a) Sudah
dicampuri, karena istri yang belum dicampuri apabila ditalak, terus putus
pertalian antara keduanya, si istri tidak mempunyai iddah sebagaimana yang
telah dijelaskan.
b) Istri
yang tertentu. Kalau suami menalak beberapa istrinya, kemudian ia rujuk kepada
sala seorang dari mereka dengan tidak ditentukan siapa yang dirujukkan,
rujuknya itu tidak sah.
c) Talaknya
adalah talak raj’i. Jika ia ditalak dengan talak tebus atau talak tiga, ia tak
dapat dirujuk lagi.
d) Rujuk
terjadi sewaktu istri masih dalam iddah. Firman Allah swt. dalam surah
al-Baqarah: 228:
و بعو لتهن ا حق بر د هن في ذ لك
Artinya:….Dan
suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu..
B. Suami.
Rujuk
itu dilakukan oleh suami atas kehendaknya sendiri, artinya bukan dipaksa.
C. Saksi
Para
ulama’ berselisih paham, apakah saksiitu wajib menjadi rukun atau sunah.
Sebagian mengatakan wajib, sedangkan yang lain mengatakan tidak wajib,
melainkan sunah.[3]
D. Sighat
( lafadz ), Sighat ada dua macam:
a) Terang-terangan,
misalnya dikatakan, “ saya kembali kepada istri saya” atau “saya rujuk kepadamu”.
b) Melalui
sindiran, misalnya, “ saya pegang engkau, atau menikah engkau” dan sebagainya.
Sighat itu sebaiknya merupakan perkataan tunai, berarti tidak digantungkan
dengan sesuatu. Umpamanya, dikatakan,” saya kembali kepadamu jika engkau suka”,
atau “ kembali kepadamu, kalu si fulan datang”, rujuk yang digantungkan dengan
kalimat seperti itu tidak sah.
c) Dengan
perbuatan: ada ikhtilaf dikalangan ulama’ atas hukum rujuk dengan perbuatan.
Imam Syafi’ie berpendapat tidak sah, karena dalam ayat diatas, Allah menyuruh
sup[aya rujuk tersebut dipersaksikan, sedangkan yang dapat dipersaksikan hanya
dengan sighat ( perkataan). Perbuatan seperti itu sudah tentu tidak dapat
dipersaksikan oleh orang lain. Akan tetapi, menurut pendapat kebanyakan ulama,
rujuk dengan perbuatan itu sah.
Menurut
imam Malik, ,engatakan bahwa rujuk dengan penggaulan istri hanya dianggap sah
apabila diniatkan untuk merujuk. Karena
bagi golongan ini, perbuatan, disamakan dengan kata-kata dan niat. Menurut
pendapat imam abu Hanifah, yang mempersoalkan rujuk dengan penggaulan, jika ia
bermaksud merujuk dan ini tanpa niat.
Perbedaan
pendapat antara imam Malik dengan imam abu Hanifah, karena imam abu Hanifah
berpendapat bahwa rujuk itu mengakibatkan halalnya pergaulan,karena disamakan
dengan istri yang terkena illa’ ( sumpah tidak akan menggauli istri), dan istri
yang terkena dzihar ( pengharaman istri atas dirinya), disamping karena hak
milik atas istri belum terlepas darinya, sehingga terdapat hubungan saling
mewarisi antara keduanya. Sedangkan imam Malik berpendapat bahwa menggauli
istri yang ditalak raj’i adalah haram, hingga suami merujuknya. Oleh karena
itu, diperlukan niat.
Ketika rujuk, apabila rujuk itu berarti meneruskan pernikahan yang lama,
sehingga tidak perlu wali dan keridaan orang yang dirujuki. Menurut abu
Hanifah, mencampuri istri yang sedang dalam iddah raj’iyah itu halal bagi suami
yang menceraikannya. Hal tersebut karena dalam ayat itu, ia masih disebut
suami. Rujukjuga sah meskipun tidak dengan keridaan si perempuan dan tanpa
sepengetahuannya, karena rujuk itu berarti mengekalkan pernikahan yang telah
lalu. Kalau seorang perempuan dirujukoleh suaminya, sedangkan dia tidak tahu,
kemudian sesudah lepas iddahnya, perempuan itu menikah denganm laki-laki lain,
nikah yang kedua itu tidak sah dan batal dengan sendirinya, dan perempuan
tersebut harus dikembalikan kepada suami pertama.[4]
4) Prosedur
rujuk
Pasangan
mantan suami istri yang akan melakukan rujuk harus datang menghadap PPN( Pegawai
Pencatat Nikah) atau Kepala Kantor Urusan Agama(KUA) yang mewilayahi tempat
tinggal istri dengan membawa surat keterangan untuk rujuk dari kepala desa atau
lurah serta kutipan dari buku pendaftaran talak atau cerai.
Adapun
prosedurnya sebagai berikut:
a. Dihadapan
PPN suami mengikrarkan rujuknya kepada istri disaksikan minimal dua orang
saksi.
b. PPN
mencatatnya dalam buku pendaftaran rujuk, kemudian membacanya dihadapan suami-
istri tersebut serta saksi-saksi, dan selanjutnya masing-masing membubuhkan tanda
tangan.
c. PPN
membuatkan kutipan Buku Pendaftaran Rujuk rangkap dua dengan nomor dan kode yang sama.
d. Kutipan
diberikan kepada suami istri yang rujuk.
e. PPN
membuat surat keterangan tentang terjadinya rujuk dan mengirimnya ke pengadilan
agama yang mengeluarkan akta talak yang bersangkutan.
f. Suami-istri
dengan membawa Kutipa Pendaftaran Rujuk datang ke pengadilan agama tempat
terjadinya talak untuk mendapatkan kembali akta nikahnya masing-masing.
g. Pengadilan
agam memberikan Kutipan Akta Nikah yang bersangkutan dengan menahan Kutipan
Buku Pendaftaran Rujuk.
Ketentuan
tentang pencatatan rujuk ini hanya didasarkan kepada konsep maslahat mursalah,
karena tidak ada nash yang mengaturnya. Dasar konsep ini adalah untuk membangun
suatu hukum untuk mewujudkan kemaslahatan umat, sebab sebagaimana nikah
rujukpun hanya bisa dibuktikan dengan akta. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga
ketertiban hukum dan administrasi dalam masyarakat.
Memperbaiki
hubungan suami istri dengan mengembalikan mantan istri kepangkuan mantan suaminya
merupakan suatu sikap yang terpuji dan hal ini tidak akan bisa terwujud kecuali
apabila masing-masing pihak memenuhi hak-hak yang harus dilaksanakannya maka
Allah menjelaskan secara ringkas suatu undang-undang yang mengatur hubungan
timbal balik antara suami dengan istrui. Yaitu adanya persamaan hak antara
keduanya dalam segala hal. Yang dimaksud dengan persamaan hak disini adalah
bahwa antara keduanya hendaknya saling menghargai, dan mencukupi selayaknya
hubungan suami istri.[5]
Firma Allah dalam surah al-Baqarah ayat 231, yang artinya:
واذا طلقتم النساء فبلغن اجلهن فام
سكوهن بمعروف اوسرحوهن بمعروف ولا تمسكوهن
ضرارالتعتدوا ومن يفعل ذلك فقدظلم
نفسه ولاتتخذواايت الله هزوا واذكروانعمت
الله عليكم وما انزل عليكم من الكتب والحكمة يعظكم به واتقواالله واعلمواان الله بكل شيئ عليم
“ Apabila kamu menalak istri-istrimu, lalu mereka
mendekati akhir iddahnya, maka rujukilah mereka dengan cara yang ma’ruf (pula).
Janganlah kamu rujukimereka untuk member kemudaratan, karena dengan demikian
kamu menganiaya mereka. Barang siapa berbuat demikian, maka sungguh ia telah
berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. Janganlah kamu jadekan hukum-hukum
Allah permainan, dan ingatlah nikmat Allah padamu, dan apa yang telah
diturunkan Allah kepadamu yaitu al kitab dan al hikamah ( as sunah). Allah
member pengajaran kepadamu dengan apa yang diturunkannya itu. Dan bertakwalah
kepada Allah serta ketahuilah bahwasanya Allah maha Mengetahui segalasesuatu”
(Soenarjo dkk, 1989:37).[6]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Rujuk adalah kembalinya seorang istri yang
ditalak raj’i selama dalam masa iddah kepada perlindungan suami dengan
cara-cara tertentu tanpa ada akad yang baru. Syarat rujuk adalah sebagai
berikut:
a) Saksi
untuk rujuk
b) Rujuk
dengan kata-kata atau penggaulan istri
c) Kedua
belah pihak yakin dapat hidup bersama kembali dengan baik
d) Isteri
telah dicampuri
e) Istri
baru dicerai dua kali
f) Isteri
yang dicerai dalam masa iddah raj’i
Sedangkan
rukun rujuk yaitu sebagai berikut:
a) Ada
suami yang merujuk atau wqakilnya.
b) Ada
isteri yang dirujuk dan sudah dicampuri.
c) Kedua
belah pihak sama-sama suka.
d) Dengan
pernyataan ijab dan qabul.
Rujuk
dianjurkan dalam islam selama dapat lebih baik jika membina kembali rumah
tangganya, bukan untuk tujuan kejahatan atau balas dendam.
B. Saran
Kami
menyadari bahwa makalah ini masihg banyak kekurangan dan jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itru, saran dan kritik yang membangun sangat kami
harapkan demi kesempurnaan karya-karya kami selanjutnya. Semoga makalah ini
bermanfaat bagi pembaca. Amiin…….
8
DAFTAR PUSTAKA
Slamet
Abidin dan Aminuddin. Fiqih Munakahah.
Bandung: CV Pustaka Setia, 1999
Beni
Ahmad Saebani. Fiqih Munakahat.
Bandung: CV Pustaka Setia, 2010
Zainullah.
Komplikasi Hukum Islam.PT Remaja Rosdakarya,2001
9