Thursday 13 September 2018

PERAN WARGA DALAM SUATU NEGARA INDONESIA




MAKALAH
PERAN WARGA DALAM SUATU NEGARA INDONESIA
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Kuliah PPKN
Dosen Pengampu: Erie Hariyanto .DR.,M.H
 










Oleh :





PROGRAM STUDI AL- AHWALUS SYAKHSIYAH
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI MADURA
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca.
Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik lagi. Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki sangat kurang.
Oleh kerena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.








Penyusun


Pamekasan, 5 September  2018



DAFTAR ISI

Halaman Judul..................................................................................................
Kata Pengantar................................................................................................. i
Daftar Isi.......................................................................................................... ii
PENDAHULUAN.......................................................................................... 1
A.    Latar Belakang Masalah....................................................................... 1
B.     Rumusan Masalah................................................................................. 1
C.     Tujuan Makalah.................................................................................... 1
PEMBAHASAN ............................................................................................ 2
A.    Pengertian Sistem Pemerintahan.......................................................... 2
B.     Sistem Pemerintahan Indonesia............................................................ 9
PENUTUP ..................................................................................................... 19
A.    Kesimpulan........................................................................................... 19
B.     Saran..................................................................................................... 19
Daftar Pustaka.................................................................................................. 20





BAB I

PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang Masalah
Secara luas sistem pemerintahan itu menjaga kestabilan masyarakat, menjaga tingkah laku kaum mayoritas maupun minoritas, menjaga fondasi pemerintahan, menjaga kekuatan politik, pertahanan, ekonomi, keamanan sehingga menjadi sistem pemerintahan yang kontiniu dan demokrasi dimana seharusnya masyarakat bisa ikut turut andil dalam pembangunan sistem pemerintahan tersebut. Hingga saat ini hanya sedikit negara yang bisa mempraktikkan sistem pemerintahan itu secara menyeluruh.
Secara sempit, sistem pemerintahan hanya sebagai sarana kelompok untuk menjalankan roda pemerintahan guna menjaga kestabilan negara dalam waktu relatif lama dan mencegah adanya perilaku reaksioner maupun radikal dari rakyatnya itu sendiri. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka penulis memberi judul “ Sistem  Pemerintahan  Indonesia‘’[1].

B.     Perumusan Masalah
1)      Apakah pengertian Sistem Pemerintahan?
2)      Apakah perbedaan antara Parlementer dan Presidensial?
3)      Apakah perbedaan antara Pemerintahan Monarki dan Republik?
4)      Bagaimana Sistem Pemerintahan di Indonesia?
C.    Tujuan Makalah
1)      Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Sistem Pemerintahan
2)      Mengetahui perbedaan antara Parlementer dan Presidensial
3)      Mengetahui perbedaan pemerintahan Monarki dan Republik
4)      Mengetahui Sistem Pemerintahan di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN

SISTEM PEMERINTAHAN INDONESIA

A.    Pengertian Sistem Pemerintahan
1.      Tiga Pengertian Sistem Pemerintahan
a)      Sistem Pemerintahan dalam arti sempit, yakni sebuah kajian yang melihat hubungan antara legislatif dan eksekutif dalm sebuah negara. Berdasar kajian ini dibedakan dua model pemerintahan yakni, sistem parlementer dan sistempresidensial.
b)      Sistem pemerintahan dalam arti luas, yakni suatu kajian pemerintahan negara yang bertolak dari hubungan antara semua organ negara, termasuk hubungan antara pemerintah pusat dengan bagian-bagian yang ada didalam negara. Bertitik tolak dari pandangan ini sistem pemerintahan negara dibedakan menjadi negara kesatuan, negara serikat (federal), dan negara konfederasi.
c)      Sistem pemerintahan dalam arti yang sangat luas, yakni kajian yang menitikberatkan hubungan antara negaradan rakyat. Berdasar kajian ini dapat dibedakan sistem pemerintahan monarki, pemerintahan aristokrasi, dan pemerintahan demokrasi.[2]

2.      Sistem Pemerintahan Menurut Para Ahli
a)      Aristoteles membagi bentuk pemerintahan menurut jumlah orang yamg memerintah dan sifat pemerintahannya menjadi enam, yakni monarki, tirani, aristokrasi, logarki, republik, (politea), dan demokrasi.
b)      Polybius membagi bentuk pemerintahan menurut jumlah orang yang memerintah serta sifat pemerintahannya. Berdasr sudut pandang ini dapat dibedakan enam jenis pemerintahan, yakni monarki, tirani, aristokrasi, oligarki, demokrasi, dan anarki (oklokrasi).
c)      Krananburg menyatakan adanya ketidakpastian penggunaan istilah monarki dan republik untuk menyebut bentuk negara atau bentuk pemerintahan.
d)     Leon Duguit memebagi bentuk pemerintahan berdasarkan cara penunjukkan kepala negaranya, yakni sistem republik yang kepala negaranya diangkat lewat pemilihan dan sistem monarki yang kepala negaranya diangkat secara turun temurun.
e)      Jellinec membagi bentuk pemerintahan menjadi dua, yakni republik dan monarki. Pendapat ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Leon Duguit

3.      Perbedaan Parlementer dan Presidensial
Sistem pemerintahan parlementer adalah sistem pemerintahan yang badan eksekutif dan legislatif (pemerintah dan parlemen/DPR) memiliki hubungan yang bersifat timbal balik dan saling mempengaruhi.Ciri-ciri Sistem pemerintahan parlementer:
·            Kedudukan kepala negara tidak dapat diganggu gugat.
·            Kabinet yang dipimpin oleh perdana menteri bertanggungjawab pada parlemen.
·            Susunan anggota dan program kabinet didasarkan atas suara terbanyak dalam perlemen.
·            Kabinet dapat dijatuhkan dan dibubarkan setiap waktu oleh parlemen.
·            Kedudukan kepala negara dan kepala pemerintahan tidak terletak dalam satu tangan atau satu orang. [3]
Sistem pemerintahan parlementer diterapkan di negara Inggris, Eropa Barat, dan Indonesia ketika berlaku UUD RIS dan UUDS 1950. Sistem pemerintahan presidensial adalah sistem pemerintahan yang badan eksekutif dan legislatif boleh dikatakan tidak terdapat hubungan seperti pada sistem pemerintahan parlementer. Ciri-ciri Sistem pemerintahan presidensial:
a)      Kekuasaan pemerintahan terpusat pada satu orang, yaitu presiden, sehingga presiden berkedudukan sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan.
b)      Presiden dibantu oleh menteri-menteri yang diangkat dan bertanggungjawab kepadanya.
c)      Masa jabatan presiden ditentukan dalam jangka waktu tertentu.
d)     Presiden dan para memteri tidak bertanggungjawab pada parlemen atau DPR.
Sistem pemerintahan diterapkan di Amerika Serikat, Filipina, dan Indonesia pada saat ini. Menurut S.L. Witman, seperti dikutip Inu Kencana Syafi’i (2011), terdapat empat ciri yang membedakan sistem pemerintahan parlementer dan presidensial. Sistem pemerintahan parlementer memiliki ciri sebagai berikut:

Sistem Pemerintahan Parlementer

Sistem Pemerintahan
Presidensial
Didasarkan pada prinsip kekuasaan yang menyebar (diffusion of power).

Didasarkan pada prinsip pemisahan kekuasaan (separation of power).
Terdapat saling bertanggungjawab antara eksekutif dengan parlemen atau legislatif, sehingga eksekutif (perdana menteri) dapat membubarkan parlemen, begitu pula parlemen dapat memberhentikan kabinet (dewan menteri) ketika kebijakannya tidak kebijakannya tidak diterima oleh mayoritas anggota parlemen.

Eksekutif tidak memiliki kekuasaan untuk membubarkan parlemen maupun ia (eksekutif) harus berhenti ketika kehilangan dukungan dari mayoritas anggota parlemen.
Terdapat saling bertanggung jawab secara terpisah antara eksekutif dengan parlemen dan antara kabinet dengan parlemen.
Tidak ada hubungan saling bertanggungjawab antara presiden dan kabinetnya kepada parlemen; kabinet secara keseluruhan bertanggungjawab pada presiden (chief executive).
Eksekutif (perdana menteri, kanselir) dipilih oleh kepala negara (raja/ratu/presiden) yang telah memperoleh persetujuan dan dukungan mayoritas diparlemen.
Eksekutif dipilih oleh para pemilih (para pemilih dimaksudkan adalah rakyat yang melakukan pemilihan secara langsung melalui dewan pemilih (electoral college).

Penyebaran kekuasaan (diffusion of power) sebagai salah satu ciri sistem pemerintahan parlementer tampak pada pemerintahan koalisi multipartai. Apabila koalisi terjadi karena proses negoisasi yang intensif, hal itu akan melahirkan konsensus yang kuat dan akan memberikan sumbangan terwujudnya kehidupan politik yang stabil.
Didalam sistem kekuasaan yang menyebar, disamping memperlihatkan dinamika politik yang tinggi karena berpotensi untuk melahirkan veto, apabila masing-masing kekuatan politik tidak bijaksana dapat saja melahirkan jalan buntu yang menimbulkan ketidakstabilan politik. Sebaliknya, pemisahan kekuasaan (separation of power) pada sistem pemerintahan presidensial cenderung meminimalkan veto dan jalan buntu karena adanya check and balance (saling kontrol dan saling imbang) antar lembaga  tinggi negara sehingga dapat dicegah diktatorisme.



4.      Sistem Presidensial Menurut UUD 1945
Didunia ini tidak ada sistem pemerintahan kembar. Meskipun suatu negara menggunakan sistem presidensial, antara negara yang satu dengan yang lainnya pasti terjadi variasi dan modifikasi sesuai kondisi setempat serta konstitusinya. Jika kita perhatikan lebih lanjut, ternyata dalam sistem pemerintahan presidensial yang dianut Indonesia yuga sedikit berbeda dengan sistem pemerintahan presidensial Filipina dan Amerika Serikat misalnya. Sebagai contoh, Presiden Republik Indonesia memiliki fungsi yang begitu banyak dan penting. Fungsi presiden menurut UUD 1945, meliputi:
·         Sebagai kepala negara, presiden melakukan fungsi simbolis dan seremonial mewakili bangsa dan negara.
·         Sebagai kepala eksekutif, memimpin kabinet dan birokrasi dalam melaksanakan kebijakan umum.
·         Sebagai kepala eksekutif, mengajukan rancangan undang-undang kepada legislatif.
·         Sebagai panglima tertinggi angkatan darat, angkatan laut dan angkatan udara.
·         Sebagai pemimpin dalam perumusan kebijakan luar negeri.
Apabila kita cermati Presiden Megawati Soekarno Putri dan Wakil Presiden Jusuf Kalla selain sebagai presiden dan wakil presiden beliau masih memiliki fungsi tambahan, yakni sebagai pemimpin partai politik. Megawati saat itu sebagai ketua umum PDIP dan Jusuf Kalla sebagai ketua umum Partai Golkar. Meskipun tidak dalam konstitusi (UUD 1945) tidak ada diktum yang melarang seorang presiden dan wapres sebagai pemimpin sebagai pemimpin partai politik, seharusnya dalam kepemimpinannya lebih mengutamakan kepentingan bangsa dan negara daripada kepentingan partainya. Dengan kata lain,ketika seseorang telah menjabat sebagai presiden atau jabatan publik yang lain, ia telah menjadi pemimpin dan sekaligus menyediakan dirinya untuk mengabdi kepada publik (rakyat). Karena kekuasaan presiden sebagaimana tercermin dalam sistem pemerintahan presidensial begitu besar dan menentukan, banyak pemikiran yang berkembang sebaiknya jabatan sebagai pemimpin partai (ketua partai politik) ditinggalkan agar dapat sepenuhnya mengabdi kepada kepentingan bangsa dan negara. Jika seorang presiden dan wapres masih tetap menjabat juga sebagai ketua partai politik, dikhawatirkan akan memanipulasi jabatannya untuk kepentingan partai politiknya. Contoh negara yang menganut sistem pemerintahan presidensial tetapi presidennya tidak sekaligus menjadi ketua partai politik adalah Amerika Serikat. [4]

5.      Perbedaan Pemerintahan monarki dan republik
Bentuk pemerintahan modern menurut Jellinek dan Leon Duguit dibagi menjadi du Ykni kerajaan (monarkhi) dan republik. Monarki adalah negara yang dikepalai oleh seorang raja secara turun temurundan menjabat untuk seumur hidup. Contoh negara monarki, malaysia, thailand, jepang, inggris dll. Pemerintahan monarki dibagi menjadi 3 jenis :
Bentuk Pemerintahan
Penjelasan
Monarki absolut
Sistem pemerintahan yang wewenang dan kekuasaan raja tidak terbatas. Perintah raja merupakan UU yang harus dilaksanakan. Sistem ini dilaksanakan di Eropa sebelum revolusi perancis.
Monarki konstitusional
Sistem pemerintahan yang  yang kekuasaan rajanya di batasi oleh konstitusi (UUD). Tindakan raja harus sesuai denga konstitusi. Mislnya Saudi Arabia, dan Denmark
Monarki parlementer
Pemerintahan yang dikepalai oleh raja dan juga parlemen. Kekuasaan raja sangat terbatas karena dibatasi konstitusi. Parlemen sebagai wadah para menteri, baik sendiri maupun bersama-sama bertanggungjawab. Raja hanya sebagai lambang kesatuan negara. Contoh Inggris, Belanda, Jepang, Thailand


Istilah republik berasal dari bahasa latin res publica yang berarti kepentingan umum. Negara republik adalah dengan pemerintahan rakyat yang dikepalai seorang presiden yang dipilih rakyat, oleh rakyat, dan masa jabatan tertentu. Contoh negara ini, Indonesia, Filipina dan Jerman.Pemerintahan republik dapat dibagi menjadi 3 yaitu :
Bentuk Pemerintahan
Penjelasan
Republik presidensial
kepala negara dan kepala pemerintahannya di pegang oleh satu orang, yakni presiden. Para menteri bertanggung jawab kepada presiden. dipilih rakyat, oleh rakyat, dan masa jabatan tertentu dan menjalankan pemerintahan berdasarkan UUD dan UU. contoh Indonesia, Amerika Serikat, Filipina, Jerman
Republik parlementer
Presiden sebagai kepala negara, sedangkan perdana mentri sebagai kepala pemerintahan. Contoh Italia, India, Pakistan
Republik absolut
merupakan sistem pemerintahan yang sudah banyak ditinggalkan. Jerman semasa hitler.
Republik Italia semasa Musolini





B.     Sistem Pemerintahan Indonesia
1.      Garis Besar Amandemen UUD1945
1)      Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilakukan menurut UUD (pasal 1)
2)      MPR merupakan lembaga bikameral yang terdiri dari DPR dan DPD (pasal 2)
3)      Presiden dan wakil presiden dipilih langsungoleh rakyat (pasal 6A)
4)      Presiden pemegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan (pasal 7)
5)      Pencantuman hak asasi manusia (pasal 28 A sampai 28 j)
6)      Penghapusan DPA sebagai lembaga tinggi negara, presiden dapat membentuk suatu dewan pertimbangan (pasal16)
7)      Presiden bukan mandataris MPR, dengan demikian MPR tidak lagi menyusun GBHN
8)      Pembentukan mahkamah konstitusi (MK) dan komisi yudisial (KY) tercantum dalam pasal 24 B dan 24 C
9)      Anggaran pendidikan  mkinimal 20% (pasal31)
10)  Negara kesatuan tidak boleh diubah (pasal 37)
11)  Penjelasan UUD 1945 dihapus
12)  Penegasan demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersaman, efisiensi keadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional (pasal 33).
United Nations Development program mengemukakan bahwa karakteristik yang harus dianut dan dikembangkan dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan yang baik adalah sebagai berikut :[5]
1.      Partisipasi
Setiap warga negara punya hak yang sama dalam proses pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun melalui lembaga perwakilan, sesuai dengan kepentingan dan aspirasinya masing-masing.
2.      Penegakan hukum
Hukum dan perundang-undangan harus berkadilan, ditegakkan dan dipatuhi secara utuh.
3.      Transparansi
Trasparansi harus dibangun dalam kerangka kebebasan aliran informasi. Informasi harus disediakan secara memadai, utuh dan mudah dimengerti, sehingga dapat digunakan sebagai alat pengawasan.
4.      Bersikap melayani
Instansi harus berusaha sebagai pelayan publik.
5.      Konsensus
Pemerintah harus bertindak sebagai penengah berbagai  kepentingan yang berbeduntuk mencapai kesepakatan yang baik bagi masing-masing pihak.
6.      Berkeadilan
Memberikan kesempatan yang sama kepada semua orang untuk memelihara kualitas hidupnya
7.      Efektif dan efisiensi
Instansi pemerintaah harus menghasilkan sesutu yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan dengan memanfaatkan yangsebaik-baiknya berbagai sumber yang tersedia.
8.      Akuntabel
Para pengambil kebijakan publik harus bertanggung jawab atas keputusannya kepada publik. Penggunaan dana sekecil apapun harus dapat dipertanggung jawabkan pada publik.
9.      Memilikki visi strategis
Para pemimpin publik harus memiliki pandangan yang luas. Mereka harus paham aspek sejarah, budaya, dsb
10.  Bersifat sistemik
Unsur dalam pemerintahan harus saling memperkuat dan saling terkait, tidak berjalan sendiri.


2.      SistemPemerintahanIndonesia Periode 18 Agustus 1945 Sd 27 Desember 1949
Dasar hukum sistem pemerintahan pada periode itu adalah UUD 1945, tetapi belum dapat dijalankan secara murni dan konsekuen karena bangsa Indonesia baru saja  memproklamasikan kemerdekaannya. Walaupun UUD 1945 telah diberlakukan, yang dapat dibentuk  baru presiden, wakil presiden, serta menteri dan para gubernur sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat. Aturan peralihan UUD1945 menyatakan bahwa untuk pertama kalinya Presiden dan wakil presiden dipilih oleh PPKI. Jadi, tidaklah menyalahi apabila MPR/DPR RI belum dimanfaatkan karena pemilihan umum belum diselenggarakan. Lembaga-lembaga tinggi Negara lain yang disebutkan dalam UUD 1945 belum dapat diwujudkan sehubungan keadaan darurat tersebut diatas.Jadi sebelum MPR, DPR, DPA, BPK, dan MA terbentuk, segala kekuasaan dijalankan oleh presiden dengan dibantu oleh Komite Nasional.
Dalam kongres KNIP, 16 Oktober 1945 di Malang, Wakil Presiden Mohamad Hatta mengeluarkan maklumat X (bacaeks). Sejak keluarnya maklumat ini KNIP diberi wewenang untuk turut membuat UU dan menetapkan GBHN. Jadi, KNIP memegang sebagian kekuasaan MPR, disamping memiliki juga kekuasaan atas DPA dan DPR. Selanjutnya dikeluarkan lagi maklumat pemerintah tanggal 14 November 1945, yakni dilaksanakan sistem pemerintahan parlementer dan dibentuk kabinet parlementer pertama dibawah  pimpinan Sutan Syahrir sebagai perdana menteri. Kabinet bertanggungjawab pada KNIP sebagai pengganti MPR/DPR.
Sejak saat itulah, sistem presidensial beralih menjadi sistem parlementer walaupun tidak dikenal dalam UUD 1945. Selamasisteminiberjalan, Sampaidengan 27 desember 1949, UUD 1945 tidak mengalami perubahan secara tekstual. Olehkarena itu, sebagian orang berpendapat bahwa perubahan dalam sistem pemerintahan ini melanggar UUD 1945. Pada tanggal 3 november 1945, dikeluarkan Maklumat pemerintah tentang keinginan untuk membuat partai-partai politik, sehingga berlakulah sistem multi partai.

3.      Sistem pemerintahan indonesia pada saat konstitusi RIS
Sistem pemerintahan yang dianut konstitusi RIS ialah sistem kabinet parlementer dengan ciri-ciri sebagai berikut:
1)      Perdana menteri diangkat oleh presiden, bukan oleh parlemen sebagaimana lazimnya
2)      Kekuasaan perdana menteri masih dikendalikan oleh presiden
3)      Kabinet dibentuk oleh presiden bukan  oleh parlemen
4)      Pertanggungjawaban kabinet pada perlemen
5)      Parlemen tidak dapat menggunakan mosi tidak percaya kepada kabinet
6)      Presiden RIS menduduki jabatan rangkap sebagai kepala negara sekaligus sebagai kepala pemerintahan.

4.      Sistem pemerintahan saat demokrasi perlementer (UUDS 1950)
Menurut Wilopo sejak berlakunya UUDS 1950, yakni 17 Agustus 1950, sistem demokrasi parlementer dengan sistem pemerintahan parlementer berlaku dari tahun 1950-1959. Menurut Nugroo Notosoesanto dalam praktik ketatanegaraan, tanpa perubahan UUD, deokrasi liberal sebenarnya sudah dmulai sejak awal kemerdekaan yang didahului Maklumat Pemerintah tanggal 14 November 1945.
·         Kabinet yang pertama kali adalah sistem presidensial (19 Agustus – 14 November 1945) dipimpin oleh Soekarno
·         Perdana menteri yang pertama adalah Sutan Sjahrir dari Partai Sosialis Indonesia(14 November 1945-27 Juni 1947). Alasan Sjahrr dengan memberlakukan sistem parlementer untuk menghilangkan kesan presiden bertindak diktator, tidak demokratis,dan menjadi boneka Jepang. Sjahrir digulingkan oleh Amir Syarifuddin yang jga berhaluan kiri.
·         Kabinet Amir Syarifuddin I dan II berusia tidak lama (3 Jui 1947-29 Januari 1948). Dibawah Amir Syarifuddin, wilayah RI semakin menyempitdan dikelilingi oleh pendudukan Belanda sebagai akibat perjanjian Renville. 
·         Mohammad Hatta sebagai penggantinya (29 Januari 1948- 20 Desember 1949) melakukan pembersihan terjadap sayap kiri (aliran komunis) karena sayap kiri ternyata telah terbeli oleh Belanda.
·         Natsir dari masyumi dengan program penyelenggaraan pemilu dan penyelesaian Irian Barat. Dua program ini juga mewarnai dua kabinet berikutnya.
·         Kabinet Burhanuddin Harahap pertama kali terlaksana pemilu sejak Indonesia merdeka.
Pemilu pertama 29 September 1955 diikutioleh 118 kontestan yangmemperebutkan 272 kursi DPR. Pemilu tahun 1955 dikenal dalam sejarah di Indonesia sebagai pemilu paling demokratis karena kompetisi antara partai berjalan sangat intensif. Demokrasi parlementer tidak berumur panjang, yaitu antara 1950 – 1959; ketika presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959.Faktor yang menyebabkan parlementer tidak bisa pertahankandiantaranyaialah:
1)      Faktor dominannya politik aliran
2)      Faktor basis sosial ekonomi yang sangat lemah
3)      Faktor struktur sosial yang masih sangat hierarkhis yang bersumber pada nilai-nilai feodal.

5.      Pelaksanaan sistem pemerintahan dalam Demokrasi Terpimpin
Demokrasi terpimpin tampak merupakan alat untuk mengatasi pertentangan parlementer di antara partai-partai politik ketika berlaku demokrasi liberal. Cara yang dilakukan adalah dengan memberlakukan kembali UUD 1945. UUD 1945 dikeal cenderung menganut sistem campuran (sistem quasi presidentil). Alasannya, karena sistem presidensial juga memasukkan unsur parlementer, yakni berupa pertanggungjawaban presiden kepada MPR; tidak langsung kepada rakyat sebagaimana umumnya pada sistem presidensial.
Bagi Soekarno, demokrasi parlementer tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia yang dijiwai oleh semangat gotog-royong dan kekeluargaan. Sebagai presiden pertama Soekarno membentuk kabinet yang perdana menterinya adalah presiden sendiri. Soekarno kemudian juga membentuk DPR-GR sebagai lembaga perwakilan rakyat yang menggantikan dewan konstituante. Pada masa pemerintahan Soekarno dikenal dengan demokrasi terpimpin. Soekarno mengemukakan demokrasi terpimpin sebagai demokrasi kekeluargaan yang tanpa anarkhi liberalisme dan tanpa otokrasi diktator.
Demokrasi yang dimaksud Soekarno adalah demokrasi yang mendasarkan sistem pemerintahan kepada musayawarah dan mufakat dengan pimpinan serta kekuasaan sentral di tangan seseorang sesepuh seorang ketua (dirinya sendiri sebagai penyambung lidah rakyatnya, sebagai seorang ayah yang serta bijak  dari keluarga besar bangsa Indonesia) yang tidak mendiktatori, tetapi memimpin dan mengayomi.
Di bawah demokrasi terpimpin ada dua lain yaitu angkatan darat dan PKI. Gambaran hubungan ketiganya. Soekarno dibutuhkan oleh PKI untuk menjadi pelindung melawan angkatan darat, sedangkan angkatan darat membutuhkan Soekarno untuk memberi legitimasi bagi keterlibtannya dalam politik. Soekarno sendiri membutuhkan PKI dan angkatan darat. Angkatan darat dibutuhkan untuk dihadapkan pada PKI untuk mengahmbat agar tidak menjadi terlalu kuat. PKI dibutuhkan untuk menggerakkan dukungan rakyat dan mendapatkan massa yang besar untuk mendengarkan pidato presiden. Soekarno menjadi penyeimbang antara PKI dan angkatan darat(semacam pola hubungan tarik tambang).
Peristiwa G-30 S/PKI tahun 1965 mengubah perjalanan politik bangsa Indonesia dan menyingkirkan Soekarno dari puncak kekuasaan, kemudian menghantarkan Soeharto menjadi seseorang yang berkuasa dengan memanfaatkan secara maksimal UUD 1945 untuk kepentingan politiknya selama 32 tahun.

6.      Pelaksanaan Sistem Pemerintah dalam Pemerintah Orde Baru
Dari 1.000 orang anggota MPR pada rekruitmen tahun 1997, sebanyak 575
orang yang berasal dari partai politik, utusan daerah, dan golongan diangkat oleh presiden. Hal yang sama terjadi pula pada rekruitmen pimpinan BPK dan anggota DPA. Begitu pula dengan rekruitmen di luar lembaga negara/pemerintah, seperti partai politik. Ketua partai politik direkrut atas dasar prinsip akomodatif. Artinya, mereka yang menunjukan sikap kritis apalagi menentang pemerintah tidak akan dapat memimpin partai politik.
Birokrasi pemerintahan orde baru memiliki karakteristik umum, yakniketatnya hierarkhi dan legalistik. Liddle menggambarkan karakteristik birokrasi Indonesia memiliki citra diri yang baik hati (benevolence). Dalam citra seperti  ini, birokrasi di Indonesia mempunyai persepsi diri sebagai pelindung atau pengayoman, pemurah dan baik hati terhadap rakyatnya.  Sementara itu, mereka (birokrasi) juga mempunyai persepsi bahwa rakyat itu tidak tahu apa-apa alias bodoh dan oleh karena itu mereka (rakyat) masih perlu di didik. Untuk memperkuat pola hubungan yang bersifat baik hati dan kepatuhan dalam interaksi pemerintah dengan rakyat diterapkan kebijakan depolitisasi(rakyat dijauhkan dari pemahaman yang kritis dan dibatasi partisipasi dalam bidang politik). Interaksi pemerintah dengan rakyat yang bersifat baik hati dan kepatuhan, mengharuskan DPR, partai politik, organisasi massa, dan media pers harus menempatkan diri untuk menopang pemerintah.
Peranan politik sangat penting itu, terutama sebagai stabilisator dan dinamisator. Dengan peran sebagai stabilisator dan dinamisator, militer tampak sebagai pembentuk suasana agar semua kebijakan pemerintah Orde Baru dapat diimplementasikan dengan baik. Kemudian yang dirasakan dalam pemerintah Orde Baru lebih mengedepankan pendekatan keamanan (security approach) daripada pendekatan kesejahteraan (prosperity approach). Sehingga pemerintah Orde Baru dikenal mengembangkan sistem politik otoriter, bukan sistem politik demokrasi. Meskipun pemerintah Orde Baru ketika itu menyebut dirinya mengembangkan demokrasi Pancasila.

7.      Pelaksanaan Sistem Pemerintahan pada Era Reformasi
Pelaksanaan Sistem Pemerintahan dan politik pada Era Reformasi merupakan transisi dari sistem politik otoriter ke demokrasi. Empat model transisi atau perubahan politik menurut Samuel Huntingtonyakni:
1)      Model transformasi yaitu demokratisasi datang dari atas (pemerintah). Terjadi ketika negara kuat dan masyarakat sipil lemah. Contoh Taiwan
2)      Model penggantian (transplacement) yaitu pemerintah menyerahkan kekuasaannya dan digantikan oleh kekuatan-kekuatan oposisi. Demokratisasi muncul dari bawah. Terjadi ketika negara lemah dan masyarakat sipil kuat. Contoh Filipina
3)      Model campuran antara transformasi dan penggantian yang disebut transplantasi. Terjadi sebagai hasil negosiasi antara elit pemerintah dengan elit masyarakat sipil untuk melakukan perubahan politik daerah yang lebih demokratis. Trnsisi ini terjadi karena pemerintah masih kuat dan kekuatan-kekuatan oposisi tidak cukup kuat untuk menggulingkan penguasa yang ada. Contoh Polandia
4)      Model intervensi. Terjadi karena paksaan oleh leluatan luar. Contoh Panama
Setelah 32 tahun berkuasa, presiden Soeharto yang kuat tiba-tiba secara resmi menyatakan diri berhenti sebagai presiden RI pada 21 Mei 1998 di tengah ekonomi Asia. Soeharto sebagai mandataris MPR, meletakkan jabatannya melalui pertanggungjawaban kepada MPR. Tersebut Soeharto kemudian digantikan oleh BJ. Habibie yang menjabat sebagi wakil presiden. Ketetapan MPR No. 3 Tahun 1999 memperjelas bahwa BJ. Habibie dinyatakan telah menjabat Presiden sejak mengucapkan sumpeh jabatan pada tanggal 21 Mei 1998. Namun melalui ketetapan juga BJ. Habibie ditolak pertanggungjawabannya, yang mengakhiri masa jabatannya sebagai presiden pada 19 Oktober 1999 atau menjabat presiden selama kurun waktu 17 bulan (21 Mei 1998 - 19 Oktober 1999).













BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Pembagian sistem pemerintahan negara secara modern terbagi dua, yaitu presidensial dan parlementer. Dalam sistem parlementer, badan eksekutif mendapat pengawasan langsung dari legislatif. Sebaliknya, apabila badan eksekutif berada diluar pengawasan legislatif maka sistem pemerintahannya adalah presidensial.
Dalam sistem pemerintahan negara republik, lebaga-lembaga negara itu berjalan sesuai dengan mekanisme demokratis, sedangkan dalam sistem pemerintahan negara monarki, lembaga itu bekerja sesuai dengan prinsip-prinsip yang berbeda.
Sistem Pemerintahan Indonesia terbagi menjadi beberapa periode, yakni: 1) periode 18 Agustus 1945 s.d 27 Desember 1949, 2) pada saat konstitusi RIS, 3) Demokrasi Perlementer (UUDA1950), 4) demokrasi Terpimpin, 5) pemerintahan orde baru, dan 6) pemerintahan pada era reformasi.

B.     Saran
Berdasarkan kesimpulan tersebut, makalah ini mempunyai banyak kekurangan dan jauhnya dari kesempurnaan, oleh karena itu segala kritik dan saran  yang bersifat membangun sangat penulis harapkan terutama dari bapak dosen pengampu dan rekan pembaca sekalian demi kesempurnaan makalah ini dimasa mendatang, semoga makalah ini bermanfaat untuk kita semua dan menambah wawasan kita.






DAFTAR PUSTAKA

C.S.T. Kansil. (1987). Hukum Antar Tata Pemerintahan (Comparative Government). Jakarta: Erlangga.
Ibrahim R.dkk. (1995). Sistem Pemerintahan Parlementer dan Presidesial. Jakarta: Grafindo Persada.
Inu Kencana Syafiie. (1994). Ilmu Pemerintahan. Bandung: Mandar Maju.
Kusnardi dan Bintan Saragih. (1993). Ilmu Negara. Jakarta: Gaya Media Pratama.
Sunarso, dkk. 2013. Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta. UNY Press



[1] Kansil  C.S.T.. (1987). Hukum Antar Tata Pemerintahan (Comparative Government). Jakarta: Erlangga. H. 65

[2] Ibrahim R.dkk. (1995). Sistem Pemerintahan Parlementer dan Presidesial. Jakarta: Grafindo Persada.hlm. 45

[3] Syafiie Inu Kencana .(1994). Ilmu Pemerintahan. Bandung: Mandar Maju. Hlm 32

[4] Kusnardi dan Bintan Saragih. (1993). Ilmu Negara. Jakarta: Gaya Media Pratama.hlm 65

[5] Sunarso, dkk. 2013. Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta. UNY Press
Hlm 74