Thursday, 21 March 2019

Apa yang dimaksud dengan puasa


BAB I
PENDAHULUAN
  1. LATAR BELAKANG MASALAH
Seperti yang kita ketahui agama Islam mempunyai lima rukun Islam yang salah satunya ialah puasa. Namun, pada kenyataannya banyak umat Islam yang tidak melaksanakannya. Itu semua karena mereka tidak mengetahui manfaat dan hikmah dari puasa. Bahkan, umat muslim juga masih banyak yang tidak mengetahui pengertian puasa,  bagaimana menjalankan puasa dengan baik dan benar, dan macam-macam puasa.
 Banyak orang-orang yang melakasanakan puasa hanya sekedar melaksanakan, tanpa mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan puasa. Hasilnya,pada saat mereka berpuasa mereka hanyalah mendapatkan rasa lapar saja. Sangatlah rugi bagi kita jika sudah berpuasa tetapi tidak mendapatkan pahala. Untuk itu perlu kita ketahui segala sesuatu yang berkenaan dengan puasa, dari dasar hukum, syarat-syarat, rukun puasanya, macam – macam puasa, hukum – hukum puasa dan lain sebagainya.
  1. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, kami merumuskan masalah, sebagai berikut :
1.      Apa yang dimaksud dengan puasa?
2.      Apa saja rukun dan syarat dalam puasa?
3.      Apa saja macam-macam dan dasar hukum puasa?
4.      Apa saja hal-hal yang membatalkan puasa?
5.      Apa saja adab berpuasa?
6.      Apa saja nilai dan hikmah menjalankan puasa?

BAB II
PEMBAHASAN
  1. PENGERTIAN PUASA
“Shaumu” (puasa) berasal dari kata bahasa arab yaitu صام يصوم صيامshaama-yashuumu, yang bermakna menahan dari segala sesuatu seperti menahan tidur, menahan berbucara, menahan makan, dan sebagainya.
Adapun puasa dalam pengertian terminologi (istilah),puasa adalah menahan diri dari sesuatu yang membatalkan, satu hari lamanya mulai dari terbit fajar sampai terbenamnya matahari dengan niat dan beberapa syarat.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Artinya :”Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan kepada kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan kepada orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa.” (Q.S al-Baqoroh:183).[1]
  1. RUKUN DAN SYARAT BERPUASA
1.      SYARAT PUASA
Para ulama ahli fiqh membedakan syarat-syarat puasa atas:
(i)                 Syarat wajib puasa yang meliputi :
a.       Berakal (‘aqli). Orang yang gila tidak diwajibkan puasa.
b.      Baligh (sampai umur). Oleh karena itu, anak-anak belum wajib berpuasa.
c.       Kuat berpuasa (qadir).
Orang yang tidak kuat untuk berpuasa baik karena tua atau sakit yang tidak dapat diharapkan sembuhnya, tidak diwajibkan atasnya puasa tapi wajib bayar fidyah.
(ii)               Syarat sah puasa yang mencakup :[2]
a.       Islam
Orang yang bukan islam (kafir) tidak sah puasanya, demikian pula orang yang murtad.
b.      Mumayiz (mengerti dan mampu membedakan yang baik dengan yang tidak baik).
c.       Suci dari darah haid, nifas, dan wiladah. Wanita diwajibkan puasa selama mereka tidak haid, jika mereka sedang haid tidak diwajibkan puasa, tetapi diwajibkan mengerjakan qadha sebanyak puasa yang ditinggalkan setelah selesai bulan puasa. Nifas dan wiladah disamakan dengan haid. Bedanya bila sang ibu itu menyusui anaknya ia boleh membayar fidyah. Disinilah letak perbedaan antarameninggalkan shalat dan meninggalkan puasa bagi orang yang sedanmg haid. Pada shalat, bagi orang yang haid lepas sama sekali kewajiban shalat, sedangkan puasa tidak lepas, tetapi ditunda untuk dibayar(diqadla) pada waktu lain.
d.      Dikerjakan dalam waktu/hari yang dibolehkan puasa.
Yaitu diluar bulan Ramadhan seperti puasa pada hari Raya Idul Fitri ( 1 Syawal), Idul Adha (10 Zulhijjah), tiga hari tasyrik, yakni hari 11, 12 dan 13 Zulhijjah, hari syak, yakni hari 30 Sya’ban yang tidak terlihat bulan (hilal) pada malamnya.[3]
2.      RUKUN PUASA
Rukun puasa meliputi :
a.       Niat
Kedudukan niat dalam ajaran Islam penting sekali, karena ia menyangkut dengan kemauan.sebagai suatu amalan hati, maka orang yang berniat untuk berpuasa adalah orang yang mulai mengarahkan hatinya dengan tekad akan melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam puasa baik yang bersifat anjuran maupun yang bersifat larangan untuk mendapatkan ridhan-Nya. Karena itu, maka yang berniat itu adalah hati. Hal ini tidak berarti bahwa melafalkan niat yang ada di dalam hati tiap-tiap hamba-Nya.
b.      Menahan diri dari segala yang membatalkan puasa sejak terbit fajar sampai terbenam matahari.









Artinya : “Dihalalkan bagi kalian pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kalian; mereka itu adalah pakaian bagi kalian, dan kalian pun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kalian tidak dapat menahan nafsu kalian, karena itu Allah mengampuni kalian dan memberi maaf kepada kalian. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan oleh Allah untuk kalian, dan makan minumlah hingga terang bagi kalian benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai datang malam, tetapi janganlah kalian campuri mereka itu sedang kalian beri’tikaf di masjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kalian mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa.”
(Al-Baqarah: 187).

  1. MACAM-MACAM DAN DASAR HUKUM PUASA
1.      Macam-macam Puasa
Puasa bila ditinjau dari segi pelaksanaan hukumnya dibedakan atas :
a.       Puasa wajib yang meliputi puasa bulan Ramadhan, puasa kifarat, puasa nadzar, dan puasa qadla.
b.      Puasa sunnah atau puasa tathawu’ yang meliputi puasa enam hari bulan Syawal, puasa Senin Kamis, puasa hari Arafah (tanggal 9 Dzulhijjah, wajib bagi orang yang sedang mengerjakan ibadah haji), puasa hari Syura (10 Muharram), puasa bulan Syya’ban puasa tengah bulan (tanggal 13,14, dan 15 bulan Qamariyah).
c.       Puasa makruh, yaitu puasa yang dilakukan terus menerus sepanjang masa kecuali pada bulan haram, disamping itu makruh puasa pada setiap hari Sabtu saja atau Jum’at saja.
d.      Puasa haram yaitu haram berpuasa pada waktu-waktu sebagai berikut :
1)      Hari raya Idul Fitri (1 Syawal)
2)      Hari raya Idul Adha (10 Dzulhijjah)
3)      Hari-hari Tasyriq (11,12, dan 13 Dzulhijjah)[4]
2.      Dasar Hukumnya
a.       Puasa wajib
(i)                 Puasa bulan Ramadhan
Sebagai dalil atau dasar yang menyatakan bahwa puasa Ramadhan itu ibadat yang diwajibkan Allah kepada tiap mukmin, umat Muhammad Saw., ialah:
a.       Firman Allah Swt. :
يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَي الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ۰
Artinya : Wahai mereka yang beriman, diwajibkan kepadamu berpuasa (Ramadhan) sebagaimana diwajibkan kepada orang-orang yang sebelum kamu, agar kamu bertaqwa. (QS. Al-Baqarah-183).
b.      Sabda Nabi SAW :
 “Didirikan Islam atas lima sendi: mengakui bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, berpuasa Ramadhan dan naik haji ke Baitullah.” (H.R Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar).
Ayat itu menerangkan bahwa orang yang berada di tempat dalam keadaan sehat, di waktu bulan Ramadhan, wajib dia berpuasa. Seluruh Ulama Islam sepakat menetapkan bahwasanya puasa, salah satu rukun Islam yang lima, karena itu puasa  di bulan Ramadhan adalah wajib dikerjakan
Puasa Ramadhan lamanya sebulan yaitu 29 atau 30 hari, yang dimulai setiap harinya sejak terbit pagi hingga terbenam matahari. Puasa Ramadhan sebagai saah satu jenis puasa wajib yang merupakan puasa pokok dan paling utama dibandingkan puasa wajib lainnya.
Terpilihnya Ramadhan sebagai saat diwajibkannya puasa, bukanlah karena status dan kedudukannya yang lebih tinggi dari bulan – bulan lainnya tetapi adalah karena pada bulan Ramadhan banyak kejadian – kejadian penting yang berpengaruh besar terhadap kehidupan umat manusia diantaranya :[5]
1.      Turunnya Al – Qur,an.
Wahyu pertama diturunkan Allah kepada Rasullulah melalui malaikat jibril pada bulan Ramadhan. Wahyu pertama ini merupakan titik tolak yang mendasar dalam menggerakkan perkembangan rohaniyah terbesar serta melahirkan suatu umat baru (umat Islam). Al – Qur’an mengumandangkan ajaran tauhid dan menyuruh manusia untuk melepaskan diri dari belenggu berhala atau sembahan lainnya.
2.      Malam Qadar.
Lailatul Qadar sebagai suatu malam yang penuh dengan kemuliaan dan keutamaan jatuhnya pada bulan Ramadhan. Lailatul Qadar dengan keutamaannya lebih baik dari seribu bulan, merupakan tumpuan keinginan bagi umat islam untuk dapat menikmatinya.
3.      Kemenangan Besar Muhammad Rasullullah.
Bulan Ramadhan merupakan bulan kemenangan Rasullullah beserta pengikutnya terhadap kaum kafir, seperti :
-          Kemenangan dalam perang badar yang dikenal sebagai hari furqon atau hari pemisah antara yang benar (Islam) dan yang benar (kafir Quraisy).
-          Jatuhnya kota makkah dari tangan kafir Quraisy kepada umat Islam juga pada bulan Ramadhan.
Puasa Ramadhan dimulai dengan salah satu sebab sebagai berikut :
1.      Melihat bulan Ramadhan setelah terbenam matahari pada tanggal  29 (akhir) Sya’ban.
2.      Penetapan Hakim Syar’i akan awal bulan Ramadhan berdasarkan keterangan saksi, sekurang-kurangnya seorang laki-laki, bahwa ia melihat bulan.
3.      Penetapan awal bulan Ramadhan dengan perhitungan ahli hisab (perhitungan) Dengan hisab sebagaimana firman Allah. Swt. :
هُوَ الَّذِي جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاءً وَالْقَمَرَ نُوْرًا وَقَدَّرَهُ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوْا عَدَدَ السِّنِيْنَ وَالْحِسَابَ٬ مَاخَلَقَ اللهُ ذلِكَ إِلَّا بِالْحَقِّ٬ يُفَصِّلُ الْآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُوْنَ۰
Artinya: “Allah yang telah menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya serta diaturnya tempat perjalanan, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan hitungan (hisabnya). Tuhan tidak menjadikan semuanya itu kecuali dengan pasti. Tuhan menerangkan segalanya (tandaan) dengan ayat-ayat-Nya bagi semua orang yang berpengatahuan.”(QS. Yunus-5).
Sabda Rasulullah Saw. :
عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّي اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِذَا رَأَيْتُمُوْهُ فَصُوْمُوْا٬ إِذَا رَأَيْتُمُوْهُ فَافْطِرُوْا۰ فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوْا لَهُ.
Artinya: “Dari ‘Umar ra., Rasulullah Saw., bersabda : Apabila kamu melihat bulan Ramadhan, hendaklah berpuasa dan apabila kamu melihat bulan Syawal hendaklah kamu berbuka. Maka jika tidak tampak olehmu, maka hendaklah kamu perhitungkanlah jumlahnya hari dalam satu bulan”. (HR. Bukhari, Muslim, Nasa’i dan Ibnu Majah).
(ii)               Puasa kifarat (puasa tebusan)
Puasa kifarat adalah puasa sebagai penebusan yang dikarenakan pelanggaran terhadap suatu hukum atau kelalaian dalam melaksanakan suatu kewajiban, sehingga mengharuskan seorang mukmin mengerjakannya supaya dosanya dihapuskan, bentuk pelanggaran dengan kifaratnya antara lain :[6]
a.       Apabila seseorang melanggar sumpahnya dan ia tidak mampu memberi makan dan pakaian kepada sepuluh orang miskin atau membebaskan seorang roqobah, maka ia harus melaksanakan puasa selama tiga hari.
b.      Apabila seseorang secara sengaja membunuh seorang mukmin sedang ia tidak sanggup membayar uang darah (tebusan) atau memerdekakan roqobah maka ia harus berpuasa dua bulan berturut-turut (An Nisa: 94).
c.       Apabila dengan sengaja membatalkan puasanya dalam bulan Ramadhan tanpa ada halangan yang telah ditetapkan, ia harus membayar kafarat dengan berpuasa lagi sampai genap 60 hari.
d.      Barangsiapa yang melaksanakan ibadah haji bersama-sama dengan umrah, lalu tidak mendapatkan binatang kurban, maka ia harus melakukan puasa tiga hari di Mekkah dan tujuh hari sesudah ia sampai kembali ke rumah. Demikian pula, apabila dikarenakan suatu mudharat (alasan kesehatan dan sebagainya) maka berpangkas rambut, (tahallul) ia harus berpuasa selama 3 hari.
e.       Menurut Imam Syafi’i, Maliki dan Hanafi:
Orang yang berpuasa berturut-turut karena Kifarat, yang disebabkan berbuka puasa pada bulan Ramadhan, ia tidak boleh berbuka walau hanya satu hari ditengah-tengah 2 (dua) bulan tersebut, karena kalau berbuka berarti ia telah memutuskan kelangsungan yang berturut-turut itu. Apabila ia berbuka, baik karena uzur atau tidak, ia wajib memulai puasa dari awal lagi selama dua bulan berturut-turut.[7]
(iii)              Puasa nadzar
Yaitu puasa yang tidak diwajibkan oleh Tuhan, begitu juga tidak disunnahkan oleh Rasulullah SAW, melainkan manusia sendiri yang telah menetapkannya bagi dirinya sendiri untuk membersihkan (Tazkiyatun Nafs) atau mengadakan janji pada dirinya sendiri bahwa apabila Tuhan telah menganugerahkan keberhasilan dalam suatu pekerjaan, maka ia akan berpuasa sekian hari. Mengerjakan puasa nazar ini sifatnya wajib. Hari-hari nazar yang ditetapkan apabila tiba, maka berpuasa pada hari-hari tersebut jadi wajib atasnya dan apabila dia pada hari-hari itu sakit atau mengadakan perjalanan maka ia harus mengqadha pada hari-hari lain dan apabila tengah berpuasa nazar batal puasanya maka ia bertanggung jawab mengqadhanya.
(iv)              Puasa qadla
Yaitu puasa yang wajib dikerjakan karena meninggalkan puasa di bulan Ramadhan karena uzur, sakit atu bepergian, sebanyak hari yang ditinggalkan. Sedangkan bagi yang tidak kuat mengqadla puasanya, kepadanya diwajibkan membayar fidyah.
b.      Puasa sunnah/puasa tathawu’
(i)                 Puasa enam hari bulan Syawal
Rasulullah SAW bersabda :
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ
Artinya : “Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka dia seperti berpuasa setahun penuh.” (HR. Muslim no. 1164)
(ii)               Puasa hari Senin Kamis
Dari Abu Hurairah r.a,  Rasulullah SAW bersabda :
تُعْرَضُ الأَعْمَالُ يَوْمَ الاِثْنَيْنِ وَالْخَمِيسِ فَأُحِبُّ أَنْ يُعْرَضَ عَمَلِى وَأَنَا صَائِمٌ
Artinya : “Berbagai amalan dihadapkan (pada Allah) pada hari Senin dan Kamis, maka aku suka jika amalanku dihadapkan sedangkan aku sedang berpuasa.” (HR. Tirmidzi no. 747. Shahih dilihat dari jalur lainnya).
Dari ‘Aisyah r.a beliau mengatakan :
إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ يَتَحَرَّى صِيَامَ الاِثْنَيْنِ وَالْخَمِيسِ.
Artinya : “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa menaruh pilihan berpuasa pada hari senin dan kamis.” (HR. An Nasai no. 2360 dan Ibnu Majah no. 1739. Shahih)
(iii)              Puasa hari Asyura (1 Muharram)
Rasulullah SAW bersabda :
Artinya : Dari Abu Qatadah: “Nabi besar SAW, telah bersabda :”Puasa hari Asyura itu menghapuskan dosa satu tahun yang telah berlalu.”
(iv)              Puasa Bulan Sya’ban
Sabda Rasulullag SAW :
Kata Aisyah: “Saya telah melihat Rasulullah SAW menyempurnakan puasa satu bulan cukup selain dari bulan Ramadhan, dan saya tidak melihat beliau pada bulan-bulan lain berpuasa lebih banyak pada bulan Sya’ban.” (HR.Al Bukhari dan Muslim)

(v)               Puasa tengah bulan (13, 14, dan 15 bulan Qamariyah)
Sabda Rasulullah SAW :
Artinya: Dari Abu Zarr: Rasulullah SAW telah bersabda: “Hai Abu Zarr, apabila engkau hendak puasa hanya tiga hari dalam satu bulan, hendaklah engkau puasa tanggal tiga belas, empat belas dan lima belas.” (HR. Ahmad dan An Nasa’i).
(vi)              Puasa bulan Arafah (tanggal 9 Dzulhijjah)
Sabda Rasulullah SAW:
Artinya: Dari Abu Qatadah: Nabi besar SAW telah bersabda: “Puasa hari Arafah itu menghapuskan dosa dua tahun, satu tahun yang telah lalu dan satu tahun yang akan datang.” (HR. Muslim)
c.       Puasa Makruh
Landasan hukumnya, sabda Rasulullah SAW :
Artinya: Bersabda Rasulullah SAW: “Bahwasannya Tuhanmu mempunyai hak atasmu, yang wajib engkau bayar, begitu juga dirimu dan ahlimu semua mempunyai hak yang wajib engkau bayar, maka dari itu hendaklah engkau berpuasa sewaktu-waktu dan berbuka pula sewaktu-waktu, berjaga malam sewaktu-waktu dan tidur di waktu yang lain. Dekatilah ahlimu dan berikanlah hak mereka satu persatu.” (HR Al Bukhari)
3.      Puasa Haram
Diharamkan puasa pada hari tertentu seperti hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Daruquthni.
Artinya: “Dari Anas, bahwasannya Nabi SAW telah melarang berpuasa dalam lima hari setahun yaitu a) Hari Raya Idul Fitri, b) Hari Raya Idul Adha dan c) Hari Tasyrik.” (HR. Ad Daruquthni).[8]
  1. HAL-HAL YANG MEMBATALKAN PUASA
1.      Yang Membatalkan Puasa
a.       Makan dan minum.
b.      Muntah dengan sengaja.
c.       Bersetubuh.
d.      Keluar darah haid dan nifas.
e.       Keluar mani dengan sengaja.
f.       Bila yang datangnya waktu sedang menjalankan puasa.
Batalnya puasa karena gila juga sebagai konsekuensi syarat wajib puasa yaitu salah satunya adalah beraksi, bila yang bersangkutan hilang akalnya (gila), maka salah satu syarat wajib puasa ialah tidak terpenuhi, maka gugurlah puasa tersebut.
2.      Yang Mengurangi Nilai Puasa
a.       Bila meninggalkan hal-hal yang sunnat dan dianjurkan untuk dilaksanakan leh seseorang yang sedang berpuasa.
b.      Bila mata, telinga, mulut, tangan dan kaki tidak dikekang untuk melihat, mengata-ngatai, mendengar, mengambil atau berjalan kepada hal-hal yang kurang baik.
c.       Bila hati tidak sepenuhnya tertuju kepada Allah SWT pada saat menjalankan puasa.
  1. ADAB BERPUASA
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam berpuasa, diantaranya :
a.       Berniat akan berpuasa secara ikhlas dalam rangka pengabdian kepada Allah SWT. Niat ini dapat dengan dilafalkan atau tidak, tetapi yang pokok adalah niat di hati sanubarinya sendiri.
b.      Makan sahur
Makan sahur ini adalah penambah kekuatan agar jasmani kuat dalam berpuasa esok harinya. Makan sahur ini sebaiknya diakhirkan artinya mendekati terbitnya fajar (menjelang subuh).
c.       Menjauhkan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa ataupun sengaja sesuatu yang akan mengurangi nilai-nilai puasa yaitu :
i)                    Tinggalkanlah perkataan bohong/dusta.
ii)                  Jangan berkata kotor, mencaci maki, mengumpat dan berbantah-bantahan
(bertengkar).
iii)                Janganlah keras-keras berkumur-kumur dan menghisap air di hidung.
iv)                Janganlah mencium isterimu, bila kamu tidak kuat menahan nafsu.
d.      Usahakan shalat fardhu (Dhuhur dan Ashar) berjama’ah dan bacalah ayat-ayat suci Al-Qur’an setelah selesai shalat-shalat tersebut.
e.       Segera berbuka bila waktu berbuka puasa telah tiba.
f.       Berbuka dengan kurma atau sesuatu yang manis atau dengan air lalu sembahyang, kemudian baru makan nasi (hidangan berat).
g.      Berdo’a sewaktu berbuka
h.      Memberi makanan untuk orang yang berpuasa (ta’jilan).
i.        Memperbanyak sedekah dalam bulan puasa.
j.        Sembahyang tarawih dan witir.
k.      Beri’tikaf di masjid.[9]
I’tikaf adalah berdiam di masjid dengan niat mengekang jiwa untuk taat kepada-Nya dan menekuni rumah-Nya dalam mendekatkan diri dengan penuh ketaatan serta menjauhi hal-hal yang diingini hawa nafsu.
  1. NILAI DAN HIKMAH PUASA
Puasa yang dijalankan sebagai ibadah dan pengabdian kepada Allah mengandung nilai dan hikmah bagi manusia yang menjalankannya dengan baik. Nilai dan hikmah ini merupakan efek langsung yang diterima setiap hambanya yang menjalankan ibadah puasa.
Secara garis besar nilai dan hikmah puasa terdiri dari dua hal yaitu rohani dan jasmani.[10]
1.      Nilai Rohani
Dengan melatih pengendalian terhadap hawa nafsu otomatis akan menanamkan nilai moral atau akhlak yang baik kepada manusia seperti :
a.         Persamaan selaku hamba Allah, yaitu sama-sama menahan rasa lapar, haus, dan menahan diri dari batasan-batasan lainnya.
b.         Ketabahan dalam menghadapi cobaan dan godaan.
c.          Bersahabat dan tidak suka bertengkar
d.        Perikemanusiaan dan suka memberi. Khususnya terghadap orang-prangyang kurang mampu dalam bidang ekonomi.
e.         Melatih disiplin rohani, dan kejujuran, melatih diri terhadap batasan-batasan yang telah ditentukan yaitu menahan diri tidak makan, minum dan mengendalikan hawa nafsu agar tidak semena-mena melampiaskan apa yang diinginkan.
f.          Amanah (dapat dipercaya).
Bukanlah gampang untuk berbohong dengan menikmati makanan dan minuman lezat secar tersembunyi dimana orang lain tidak ada yang tahu bila kita mau.[11]
2.      Nilai jasmani
Menahan makan dan minum semenjak terbit fajar sampai terbenam matahari adalah suatu proses pengistirahatan perut dengan segala perlengkapannya. Pada hari-hari biasa makan dan minum tidak ada batasannya dan dapat dilakukan setiap saat dan dalam jumlah yang dinginkannya.
Hal ini menyebabkan organ­­­­-organ dalam perut bekerja terus menerus mengolah makanan dan minuman yang masuk. Mesin saja bekerja terus menerus akan cepat mengalami kerusakan pada bagian tertentu. Demikian pula dengan perut, bila sekali-kali diberi istirahat, kan mmneyebabkan lemah dan sakit organ-organ tertentu. Puasa sebulan dalam setahun dapat mnegistirahatkan perut dari “aus” .
Ilmu pengetahuan kedokteran telah membuktikan kebenaran nilai puasa, yaitu sebagia terapi, dengan mengistirahatkan organ perut untuk mendapatkan kesegaran jasmani, bagi mesin pengolah makanan yang telah bertugas berat dalam setahun. Oleh karena itu, banyak dokter yang menganjurkan puasa sebagai terapi, dan cara ini digunakan juuga oleh dokter no muslim. Maka dari itu, tidak slaah bila mengatakan bahwa hikmah puasa bagi jasmani adalah untuk menambah atau memulihkan kesehatan.
Dari dua nilai dan hikmah yang dapat dipetik dalam menjalankan puasa tersebut nyatalah bahwa dengan puasa akan terpeliharalah kehidupan rohani dan jasmani seorang muslim. Tetapi ingat, bahwa puasa ditujukan kepada orang-orang yang beriman seperti firman Allah :
 “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kamu bertakwa” (QS. Al Baqarah: 183)
Dari firman tersebut, maka nilai puasa yang didapat hanya akan diterima bagi orang yang beriman. Mungkin bagi orang non-islam manfaat yang mereka dapat hanyalah jasmani, tetapi mereka tidak merasakan nilai rohani.

BAB III
PENUTUP
  1. KESIMPULAN
1.        Puasa adalah menahan diri dari sesuatu yang membatalkan, satu hari lamanya mulai dari terbit fajar sampai terbenamnya matahari dengan niat dan beberapa syarat.
2.        Rukun puasa dalam puasa yaitu niat dan menahan diri dari segala yang membatalkan puasa. Sedangkan syarat puasa terdiri dari syarat wajib (berakal, baligh dan kuat berpuasa) dan syarat sah (Islam, mumayiz, suci dari darah haid, nifas dan wiladah serta dikerjakan dalam waktu/hari yang dibolehkan puasa).
3.        Macam dan dasar hukum puasa diantaranya:
a.         Puasa wajib yang meliputi puasa bulan Ramadhan, puasa kifarat, puasa nadzar, dan puasa qadla.
b.        Puasa sunnah atau puasa tathawu’ yang meliputi puasa enam hari bulan Syawal, puasa Senin Kamis, puasa hari Arafah (tanggal 9 Dzulhijjah, wajib bagi orang yang sedang mengerjakan ibadah haji), puasa hari Syura (1 Muharram), puasa bulan Sya’ban puasa tengah bulan (tanggal 13,14, dan 15 bulan Qamariyah).
c.         Puasa makruh, yaitu puasa yang dilakukan terus menerus sepanjang masa kecuali pada bulan haram, disamping itu makruh puasa pada setiap hari Sabtu saja atau Jum’at saja.
d.        Puasa haram yaitu haram berpuasa pada waktu-waktu seperti hari raya Idul Fitri (1 Syawal), hari raya Idul Adha (10 Dzulhijjah) dan hari-hari Tasyriq (11,12, dan 13 Dzulhijjah)
3.      Hal-hal yang membatalkan puasa diantaranya makan dan minum, muntah dengan sengaja, bersetubuh, keluar darah haid dan nifas, keluar mani dengan sengaja dan bila yang datangnya waktu sedang menjalankan puasa.
4.      Adab dalam berpuasa diantaranya berniat akan berpuasa secara ikhlas, makan sahur, menjauhkan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa, usahakan shalat fardhu berjama’ah dan bacalah ayat-ayat suci Al Qur’an, segera berbuka, berbuka dengan kurma, berdo’a sewaktu berbuka, memberi makanan untuk orang yang berpuasa, memperbanyak sedekah, sembahyang tarawih dan witir serta beri’tikaf di masjid.
5.      Nilai dan hikmah puasa terdiri dari dua hal yaitu rohani dan jasmani yang keduanya sangat bermanfaat bagi seorang muslim.













DAFTAR PUSTAKA
Sulaiman, Rasjid.2013.Fiqh Islam.Bandung: Sinar Baru Algensindo
Jum’ah,Ali.2014.Fiqih Rahmatan Lil Alamin.Yogyakarta: CV. Pustaka Ilmu Group Yogyakarta.
Departemen Agama Republik Indonseia.1983.Ilmu fiqh Jilid 1.Jakarta: Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam.
Mughniyah, Jawad.1991.Fiqih Lima Mahzhab.Jakarta: Basrie Press.
Nasution, Lahmuddin.2010.Fiqh 1.Jakarta : Logos
Daradjat,Zakiah, 1993, puasa meningkatkan kesehatan mental, Jakarta: Ruhama,
Ash-Shiddieqy,Hasbi, 1952,Kuliah Ibadah,Jakarta:Bulan Bintang.
H.Z.A.Syihab,Tgk.1995,Tuntunan Puasa Praktis, Jakarta:Bumi Aksara,
Rasyid, Sulaiman, 1994,fiqh Islam, Bandung:Sinar Baru Algensido.
Sabiq,Sayid, 1985,Fiqh Sunnah 3,Bandung:Alma’arif.
Ash Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi, pedoman puasa,semarang:Pustaka Riski Putra




[1] Sulaiman, Rasjid.2013.Fiqh Islam.Bandung: Sinar Baru Algensindo,h 32
[2] Sabiq,Sayid, 1985,Fiqh Sunnah 3,Bandung:Alma’arif.h 33
[3] Jum’ah,Ali.2014.Fiqih Rahmatan Lil Alamin.Yogyakarta: CV. Pustaka Ilmu Group Yogyakarta.h 32
[4] Departemen Agama Republik Indonseia.1983.Ilmu fiqh Jilid 1.Jakarta: Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam. H 41

[5] Daradjat,Zakiah, 1993, puasa meningkatkan kesehatan mental, Jakarta: Ruhama,h 23
[6] Ash Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi, pedoman puasa,semarang:Pustaka Riski Putra h 28
[7] Mughniyah, Jawad.1991.Fiqih Lima Mahzhab.Jakarta: Basrie Press.h 32
[8] Nasution, Lahmuddin.2010.Fiqh 1.Jakarta : Logos h 19
[9] Daradjat,Zakiah, 1993, puasa meningkatkan kesehatan mental, Jakarta: Ruhama,
H 51
[10] Ash-Shiddieqy,Hasbi, 1952,Kuliah Ibadah,Jakarta:Bulan Bintang.h 37
[11] H.Z.A.Syihab,Tgk.1995,Tuntunan Puasa Praktis, Jakarta:Bumi Aksara, h 23