Tuesday 12 March 2019

MAKALAH PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM KONTEMPORER


MAKALAH
PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM KONTEMPORER
DOSEN PENGAMPU :
Subairi, S.E.SY.,M.E.









KHAIRUL MUFID (18383031086)
MOH HEKMAHTIAR (18383031117)
MUHAMMAD AGUNG KOMARUDDIN (18383031133)
L. FITRI INDRYANTI (18383032093)


PRODI EKONOMI SYARIAH
JURUSAN EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI MADURA
TAHUN AJARAN 2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas perkenan dan izin-Nya kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM KONTEMPORER”sesuai waktu yang telah ditetapkan.
Dalam pembuatan makalah ini, kami menyadari masih banyak kekurangan baik dalam penulisan maupun tata bahasa yang membuat pembaca kurang mengerti. Dengan ini kami mohon maaf kepada dosen pengampu dan mahasiswa/i. Kami mengaharp kritik dan saran dari para pembaca yang nantinya akan kami jadikan bahan perbaikan di kemudian hari.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan semoga Allah SWT selalu memberikan rahmat dan ridho-Nya kepada kita.



Pamekasan, 06 Maret 2019









DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1               LATAR BELAKANG.....................................................................1

BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................2
2.1               POLA PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM PADA MASA KONTEMPORER.......................................................................................2
2.2               POLAPEMIKIRAN TOKOH MAZHAB AL-IQTISHODUNA..........................................................................................4
2.3               POLA PEMIKIRAN TOKOH MADZHAB MAINSTREAM…....6
2.4               POLA PEMIKIRAN TOKOH MADZHAB ALTERNATIF..........8
BAB III PENUTUP...............................................................................................10
3.1          KESIMPULAN.............................................................................10
3.2          SARAN..........................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................12


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Perkembangan Ekonomi Islam saat ini tidak bisa dipisahkan dari sejarah pemikiran muslim tentang ekonomi dimasa lalu. Keterlibatan pemikir muslim dalam kehidupan masyarakat yang komplek dan belum adanya pemisahan disiplin keilmuwan menjadikan pemikir muslim melihat masalah masyarakat dalam konteks yang lebih integratif. Hal ini semua disebabkan karena wordview keilmuwan yang dimiliki membentuk cara berpikir mereka untuk menyelesaikan masalah, namun lebih penting dari itu masalah masyarakat yang menjadi dasar bagi mereka yang membangun cara berpikir dalam membentuk berbagai model penyelesaian di bidang ekonomi, politik, sosial, budaya, kedokteran dan lain-lain.
Hal ini bisa dijadikan alat untuk melihat mengapa ilmu ekonomi belum ditemukan sebagai disiplin tersendiri dimasa lalu, dan juga untuk mengetahui mengapa banyak pemikir muslim tidak hanya memiliki kemampuan di satu bidang keilmuwan. Selain itu, untuk mengetahui relevansi apakah ekonomi Islam itu merupakan kombinasi/perpaduan dari dua sistem (kapitalisme dan sosialisme) ataukah memang berdiri sendiri dan merupakan ekonomi alternatif di era sekarang, maka itu kita mengkaji tentang Pemikiran dan Mazhab Ekonomi Islam.













BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pola Pemikiran Ekonomi Islam Pada Masa Kontemporer
Dalam menerangkan tentang ekonomi terutama yang menyangkut faktor-faktor produksi, pemikir kontemporer seperti M.A. Mannan, Umer Chapra, Nejatullah Siddiqi, Syed Nawab Haidar Naqfi tersebut banyak merujuk pada pemikiran Ibnu Khaldun, yang mengatakan bahwa faktor produksi adalah faktor tanah, faktor tenaga kerja, faktor modal. Dianatara ketiga faktor tersebut, faktor tenaga kerjalah yang merupakan faktor fundamental, sebab faktor lainnya tanah dan modal adalah hasil perpaduan antara tanah dan tenaga kerja, sehingga bisa menghasilkan modal.
Sementara Baqir tidak sependapat dengan pemikiran Ibnu Khaldun, sebab secara lebih radikal ia menyebutkan bahwa, satu-satunya faktor produksi adalah sumber daya alam (tanah), serta kekayaan yang ada di dalamnya. Dalam konteks ini, Baqir menekankan pentingnya distribusi sumber daya alam tersebut untuk seluruh umat manusia.
Dalam menerangkan faktor produksi menurut Qardhawi, unsur-unsur yang harus ada dalam produksi baik konvensional maupun islam, yaitu bumi (alam), modal kerja, dan sebagian menambahkan sistem. Lebih lanjut, Qardhawi menerangkan, disamping unsur-unsur di atas yang mempunyai peranan dalam produksi, ada dua unsur utama, yaitu tanah (alam) dan kerja. Dengan demikian, faktor utama yang dominan dalam produksi adalah kualitas dan kuantitas manusia (labor), sistem atau prasarana yang kemudian disebut sebagai teknologi modal (segala sesuatu dari hasil kerja yang prouktif).
Begitu juga dalam menerangkan tentang mekanisme pasar, pemikir kontemporer banyak merujuk pada pemikiran Ibnu Taimiyah, Ibnu Khaldun, serta Al-Ghazali. Sebagai contoh, M.A. Mannan dalam menerangkan tentang keterlibatan pemerintah dalam menangani pasar. Bahwa pada masa awal Islam, negara yang didirikan oleh Rasululla SAW masih memfokuskan pada anggaran negara yang sesederhana mungkin, karenanya Rasulullah SAW tidak terlalu ikut campur dalam menentukan harga pasar. Dengan kata lain, ketika pasar tidak terjadi kecurangan serta monopolistic maka Rasulullah SAW membiarkan pasar bekerja dengan aturan yang sesuai dengan fungsi pasar itu sendiri.
Pasar merupakan suatu mekanisme pertukaran barang dan jasa yang alamiah, hal tersebut memang sudah berlangsung sejak peradaban awal adanya manusia, dan islampun menempatkan pasar pada posisi yang paling penting dalam perekonomian, bahkan praktik ekonomi pada masa Rasulullah SAW juga pada masa khulafaur rasyidin menunjukkan hal serupa bahwa peranan pasar sangat besar, sekaligus Rasulullah SAW juga sangat menghargai penetapan harga yang ditentukan oleh pasar dengan harga yang adil, bahkan Rasulullah menolak dengan adanya suatu price intervention, seandainya perubahan harga terjadi karena mekanisme pasar yang memang wajar, namun dalam hal wajar disini mengharuskan adanya moralitas antara lain: persaingan yang sehat (fair-play), kejujuran (honesty), keterbukaan (transparancy), dan keadilan (justice), maka jika nilai-nilai tersebut sudah ditegakkan, dengan demikian tidak ada alasan lagi untuk menolak harga pasar. Denga kata lain, Rasulullah SAW menolak untuk membuat kebijakan yang menyangkut harga, manakala tingkat harga di kota Madinah pada saat itu tiba-tiba naik. Sepanjang kenaikan itu terjadi karena kekuatan permintaan dan penawaran yang murni, artinya yang tidak dibarengi dengan dorongan-dorongan monopolistik dan monopsonistik, maka hal tersebut tentunya tidak ada alasan untuk tidak menghormati harga pasar. Karena islam memamg memberikan penghargaan yang sangat besar terhadap mekanisme pasar, yang berdasarkan pada ketentuan Allah SWT bawa perniagaan harus di lakukan secara baik dengan rasa suka sama suka.
Dalam hal ini Nejatullah menerangkan bahwa pasar sangat memainkan peranan yang sangat penting dalam sistem ekonomi bebas.[1]
Pasar bebas, persaingan pasar bebas memiliki dampak bagi para pemilik modal, pengusaha melakukan akumulasi kapital yang sangat berlebihan dan tidak memperhatikan keadaan tenaga kerja atau buruh.[2] Berdasarkan kebutuhan yang efektif, bekerja melalui kekuatan kebutuhan dan suplay yang tidak bersifat pribadi, serta tidak keliahatan bersumber kekayaan yang hanya dapat digunakan bagi mereka yang memerlukannya, pasar ini tidak efisien dan tidak efektif. Lebih lanjut Mannan mengatakan, dengan demikian harga yang ditawarkan oleh pasar sekuler, tidak terlihat untuk kesejahteraan sosial, dimana dalam islam, sangat menjunjung tinggi rasa sosial ini sebagai kunci dari aktivitas yang produktif . sebab persaingan yang tersembunyi dalam mekanisme pasar, harus dilengkapi dengan pengendalian, pengawasan dan kerja sama. Karenanya, Mannan, tidak mendukung pandangan yang mengatakan bahwa si miskin mungkin diizinkan masuk ke pasar hanya dengan pembayaran tunai, hal demikian adalah mengizinkan pasar beroperasi dengan bebas sebagaimana dengan sistem kapitalis. Makanya, dalam menciptkan kesejahteraan bersama, niscaya pembagian sumber tidak dapat diserahkan kepada kehendak perorangan.[3]
2.2 Pola Pemikiran Tokoh Mazhab Al-Iqtishoduna
Mazhab ini dipelopori oleh Baqir ash-Shadr dengan bukunya yang fenomenal Iqtis Haduna (ekonomi kita).[4] Mazhab ini berpendapat bahwa dalarn mernpelajari ilmu ekonomi harus dilihat dari dua aspek, yaitu aspek philosophy of economics  atau  normative economics dan aspek  positive economics. Contoh  dari  positive economics yaitu  mempel- ajari teori konsumsi  dan  permintaan yang  merupakan suatu fenomena  umum  dan dapat  diterima  oleh siapa pun tanpa  di- pengaruhi  oleh ideologi. Adapun dari aspek philoscphu of econornics yang merupakan hasil pemikiran manusia, maka akan dijumpai bahwa tiap kelompok manusia mempunyai ideologi, cara pandang yang tidak sama, misalnya menyangkut pembahasan “keadilan”. Menurut konsep kapitalisme klasik yang dimaksud dengan adil adalah mendapatkan apa yang telah diusahakan. Adapun menurut kelompok sosialisme klasik menerjemahkan makna adil yaitu tidak ada orang yang mendapatkan fasilitas untuk memperoleh lebih dari yang lain dengan kata lain bahwa setiap orang mendapatkan sama rata. Tetapi islam mempunyai makna tersendiri dalam memaknai adil yaitu laa tadhlimuuna wa laa tudhlamuna, artinya tidak saling menzalimi satu sama lain.
     Maka, menurut mazhab iqtishaduna bahwa terjadi perbedaan prinsip antara ilmu ekonomi dan ideologi islam, sehingga tidak akan bisa dicari titik temu antara islam dan ilmu ekonomi. Jadi, ilmu ekonomi tidak bisa berjalan seirama dengan islam. Ilmu ekonomi tetaplah ekonomi, dan islam tetaplah islam.[5]Dalam hal ini, Baqir al-Hasani memberikan sepuluh argument untuk memperkuat pendapatnya. Dengan kata lain, perbedaan filosofi ini berdampak pada perbedaan cara pandang keduanya dalam melihat masalah ekonomi.
Ilmu ekonomi, masalah ekonomi muncul karena adanya keinginan manusia yang tidak terbatas sementara sumber daya yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan manusia terbatas. Mazhab Baqir menolak pernyataan ini, karena menurut mereka, islam tidak mengenal adanya sumber daya yang terbatas.[6] Mazhab ini berpendapat bahwa permasalahan ekonomi muncul karena adanya distribusi yang tidak merata dan tidak adil sebagai akibat sistem ekonomi yang membenarkan terjadinya eksploitasi atas sekelompok pihak yang lemah oleh sekelompok pihak yang kuat, dimana pihak yang kuat akan mampu menguasai sumber daya yang ada sementara dipihak lain, pihak yang lemah sama sekali tidak mempunyai akses terhadap sumber daya tersebut. Sehingga masalah ekonomi muncul bukan karena sumber daya yang tidak terbatas, tetapi karena keserakahan manusia yang tidak terbatas. Dalili yang digunakan mazhab ini didasarkan pada surah al-Qamar (54): 49, yaitu:
Artinya: “sesungguhnya Kami menciptakan sesuatu sesuai ukuran”.
Selain itu, dalam Islam telah ditegaskan bahwa Allah SWT telahmenciptakanmakhluk  di dunia ini termasukmanusia dalam kecukupansumberdaya ekonomisebagaimanadite- gaskan dalam firman-Nya: "dan Diatelahmenciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan  ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya" (QS.  al-Furqaari (25): 2).Dengan demikian, Allah  SWT telah menciptakansegala sesuatuterukursecarasempurna. Artinya, Allah SWT telah memberikansumber daya yang cukup bagi manusia.Jadi, dalam hal  ini konsep kelangkaan (scarcity) tidak dapat diterima.
Mazhab ini juga menolak anggapan bahwa kebutuhan manusia sifatnya tidak terbatas. Sebab, dalam kebutuhan tertentu misalnya makan dan minum manakala perut sudah merasa kenyang, maka dia sudah merasa puas karena kebutuhannya telah  terpenuhi.  Sehingga kesimpulannya,bahwa kebutuhan manusia sifatnya tidak terbatassebagaimana dijelaskan dalam konseplaw  of diminishing  marginal  utility bahwa semakin banyak barang   dikonsumsi, maka pada titik tertentu justru akan menyebabkan tambahan kepuasan  dari setiap tambahan jumlah barang yang dikonsumsiakan semakin berkurang.
Istilah  ekonomi islam menurut  mazhab ini adalah suatu istilah yang tidak tepat dan menyesatkan, sehingga istilah ekonomi Islam harus dihentikan dan dihilangkan.Sebagai gantinya untuk  rnenjelaskan mengenai sistem ekonorni dengan prinsip Islam ditawarkan suatu istilah baru yang berasal dari filosofi Islam, yaitu iqtishad. Iqtishad  menurut  mazhab ini bukan sekadar terjemahan dari ekonomi saja. Iqtishad berasal dari bahasa Arab “qasd” yang secara harfiah berarti equilibrium atau keadaan sarna, seimbang atau pertengahan. Semua teori ekonomi konvensional ditolak dan dibuang, serta diganti oleh teori-teori baru yang disusun berdasarkan nash-nash Al-Qur'an dan Sunnah. Oleh karena itu, menyusun dan merekonstruksi ilmu ekonomi tersendiri yang bersumber dari Al-Qur'an dan Sunnah merupakan sebuah keharusan.[7]
2.3 Pola Pemikiran Tokoh Madzhab Mainstream
Mazhab ini diperoleh oleh M.A. Mannan. Umar Chapra, Nejatullah Shiddiqi, Shed Nawab Haidar Naqfi, Netwally, dan Monzer Kahf.[8] Mayoritas mereka adalah para pakar ekonomi yang belajar serta mengajar di universitas-universitas barat, dan sebagian besar diantara mereka adalah ekonom islamic Development Bank (IDB). Mazhab ini berbeda pendapat dengan mazhab yang pertama, mereka justru setuju dengan ekonomi konvensional bahwa masalah ekonomi muncul karena sumber daya yang terbatas pada keinginan manusia yang tidak terbatas. Perbedaannya hanya dalam penyelesaian masalah ekonomi tersebut. Masalah kelangkaan sumber daya menyebabkan manusia harus melakukan pilihan. Mazhab ini memakai dalil Al-Qur’an surah al-Baqarah (2): 155. Yaitu,
Artinya: “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar”.
        Perbedaan mendasar mazhab ini dengan ekonomi konvensional adalah dalam penyelesaian masalah ekonomi tersebut .Dalam ekonomi konvensional, pilihan dan penentuan skala prioritas dilakukan berdasarkan selera pribadi masing-masing tidak peduli apakah itu bertentangan dengan norrna serta nilaiagama ataukah tidak. Adapun dalarn ekonorni Islam, penentuan pilihan tidak bisa tanpa aturan, sebab semua sendi kehidupantelah diatur dan dipandu oleh Allah SWT. sehingga sebagai manusia ekonomi islam, manusia harus selalu patuh pada aturan-aturan syariah yang ada. Oleh karena itu, mazhab ini tidak pernah membuang sekaligus teori-teori ekonomi konvensional. Yang bermanfaat diambil, yang tidak bermanfaat dibuang, sehingga terjadi suatu proses transformasi keilmuwan yang diterangi dan dipandu oleh prinsip-prinsip syariah islam. Sebab keilmuwan yang saat ini berkembang di dunia barat pada dasarnya merupakan pengembangan keilmuwan yang dikembangkan oleh para ilmuwan muslim pada era dark ages, sehingga bukan tak mungkin ilmu yang berkembang sekarangpun masih ada beberapa yang sarat nilai karena merupakan pengembangan dari pemikiran ilmuan muslim terdahulu.
        Selain itu, karena mayoritas tokoh Mazhab Mainstream itu adalah alumni dari berbagai  perguruan tinggi ternama di Amerika dan Eropa, maka mereka  mampu  menjelaskan fenornena  ekonomi dalam bentuk model-model ekonomi yang canggih dengan pendekatan ekonometrika. Mereka sukses menjelaskan ekonomi Islam dengan wajah "ilmu ekonomi" sehingga mudah dipelajari dan dicerna bagi mereka yang mempunyai latar belakang pendidikan ekonomi.
2.4  Pola Pemikiran Tokoh Madzhab Alternatif
Mazhab ini dipelopori oleh Kuren Khan.[9] Muhammad Arif, dan lain-lain. Mazhab  ini bertentangan dengan Mazhab Iqtishaduna dan Mazhab Mainstream. Mazhab  Iqtishaduna dikritik sebagai mazhab yang berusaha menggali dan menemukan paradigma   ekonomi Islam yang baru untuk menemukan sesuatu yang baru yang pada hakikat aslinya  sudah ditemukan oleh orang lain. Mereka menghancurkan teori lama, untuk kemudian  menggantinya dengan teori baru yang sebagian telah diternukan. Adapun Mazhab Mainstream dikritik sebagai Mazhab jiplakan dari ekonomi konvensional dengan  menghilangkan variabel riba dan memasukkan variabel zakat dan niat.
Mazhab Alternatif merupakan mazhab yang kritis, mereka berpendapat bahwa  analisis kritis bukan saja harus dilakukan terhadap ekonomi konvensional(sosialis dan kapitalis) yang telah ada, tetapi juga terhadap ekonomi Islam itu sendiri. Sebab ekonomi  Islam muncul sebagai tafsiran manusia atas Al-Qur'an dan Sunnah, dimana tafsiran ini bisa sajasalah dan setiap orang mungkin mempunyai tafsiran berbeda atasnya. Setiap teori yang diajukan oleh ekonomi Islam harus selalu diuji kebenarannya agar ekonomi Islam  dapat muncul sebagai rahmatan lil-alamindi dunia ini. Selain itu, perlu juga mengkritisi pemikiran-pemikiran ekonom Muslim kontemporer yang senantiasa menyebutkan  kelemahan-kelemahan dengan banyak merujuk pada sejarah masa lampau, pengalaman  rnasa lalu.[10]















BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam era kontemporer ada tiga madzhab dalam ekonomi islam. diantaranya adalahMazhab Baqir As-Sadr Kontribusi dari mazhab Baqir As-sadr yang cukup signifikan dalam wacana perkembangan ilmu ekonomi Islam antara lain mengganti istilah ilmu ekonomi dengan istilah iqtishad yang mengandung arti bahwa selaras, setara, dan seimbang. Menyusun dan merekonstruksi ilmu ekonomi tersendiri yang bersumber dari Al-Qur’an dan Assunnah. Mazhab Mainstream Intinya masalah ekonomi tetap dihadapi oleh manusia di dunia ini sama pengertian dengan ekonomi konvensional tetapi beda dalam solusicara penyelesaiannya sebab keinginan manusia secara relatif juga tidak terbatas, artinya kalau sudah terpenuhi satu keinginan timbul keinginan lainnya demikian seterusnya. Mazhab Alternative Kritis Menurut mazhab ini ekonomi Islam adalah suatu wacana yang masih bisa diperdebatkan kebenarannya karena merupakan suatu tafsiran manusia terhadap Al-Qur’an dan Assunnah yang perlu diuji dan dikaji terus-menerus.
Berkenaan dengan pola Pemikiran Tokoh Mazhab Al-Iqtishoduna yang dipelopori oleh Baqir ash-Shadr berpendapat bahwa, dalarn mernpelajari ilmu ekonomi harus dilihat dari dua aspek, yaitu aspek philosophy of economics  atau  normative economics dan aspek  positive economics. Pada dasarnya pemikir-pemikir kontemporer itu tidak ada perbedaan pendapat tentang prinsip ekonomi islam itu sendiri. Namun, mazhab Baqir menolak pernyataan ini, karena menurut mereka, islam tidak mengenal adanya sumber daya yang terbatas. Mazhab ini juga menolak anggapan bahwa kebutuhan manusia sifatnya tidak terbatas. Sebab, dalam kebutuhan tertentu misalnya makan dan minum manakala perut sudah merasa kenyang, maka dia sudah merasa puas karena kebutuhannya telah  terpenuhi.
Berbeda dengan pola pemikiran tokoh Madzhab Mainstream yang diperoleh oleh M.A. Mannan. Mazhab ini berbeda pendapat dengan Mazhab Al-Iqtishoduna yang mana mereka justru setuju dengan ekonomi konvensional bahwa masalah ekonomi muncul karena sumber daya yang terbatas pada keinginan manusia yang tidak terbatas. Perbedaannya hanya dalam penyelesaian masalah ekonomi tersebut. mazdhab ini juga tidak menisbikan hukum syariat islam.
Sedangkan pola pemikiran tokoh Madzhab Alternatif yang dipelopori oleh Kuren Khan. Mazhab  ini bertentangan dengan Mazhab Iqtishaduna dan Mazhab Mainstream. Mazhab  Iqtishaduna dikritik sebagai mazhab yang berusaha menggali dan menemukan paradigma   ekonomi Islam yang baru. Adapun Mazhab Mainstream dikritik sebagai Mazhab jiplakan dari ekonomi konvensional dengan  menghilangkan variabel riba dan memasukkan variabel zakat dan niat. Mazhab Alternatif merupakan mazhab yang kritis, mereka berpendapat bahwa  analisis kritis bukan saja harus dilakukan terhadap ekonomi konvensional(sosialis dan kapitalis) yang telah ada, tetapi juga terhadap ekonomi Islam itu sendiri.

3.2 Saran
Dalam memahami makalah yang sangat jauh kesempurnaan ini yang Alhamdulillah telah selesai kami susun, mudah-mudahan bisa memberikan sedikit pengetahuan tentang Pemikiran Ekonomi Islam Kontemporer. Untuk perbaikan makalah kami ini agar kiranya para pembaca bisa memberikan koreksi terhadap makalah ini.








DAFTAR PUSTAKA

Apridar.Teori Ekonomi Sejarah dan Perkembangannya. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010.
Aravik, Havis. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Kontemporer. Depok: PT Kharisma Putra Utama, 2017.
Listiawati. Pertumbuhan dan Pendidikan Ekonomi Islam. Jakarta: Kharisma Putra Utama, 2016.




[1]Listiawati, Pertumbuhan dan Pendidikan Ekonomi Islam,(Jakarta: Kharisma Putra Utama, 2016), hlm. 138
[2]Apridar, Teori Ekonomi Sejarah dan Perkembangannya, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), hlm. 119
[3]Listiawati, Pertumbuhan dan Pendidikan Ekonomi Islam,(Jakarta: Kharisma Putra Utama, 2016), hlm. 140
[4]Listiawati, Pertumbuhan dan Pendidikan Ekonomi Islam,(Jakarta: Kharisma Putra Utama, 2016), hlm. 141
[5]Havis Aravik, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Kontemporer, (Depok: PT Kharisma Putra Utama, 2017), hlm. 6
[6]Listiawati, Pertumbuhan dan Pendidikan Ekonomi Islam,(Jakarta: Kharisma Putra Utama, 2016), hlm. 143
[7]Havis Aravik, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Kontemporer, (Depok: PT Kharisma Putra Utama, 2017), hlm. 7
[8]Listiawati, Pertumbuhan dan Pendidikan Ekonomi Islam,(Jakarta: Kharisma Putra Utama, 2016), hlm. 143
[9]Listiawati, Pertumbuhan dan Pendidikan Ekonomi Islam,(Jakarta: Kharisma Putra Utama, 2016), hlm. 143
[10]Havis Aravik, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Kontemporer, (Depok: PT Kharisma Putra Utama, 2017), hlm. 11