MAKALAH
PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM KONTEMPORER
DOSEN PENGAMPU :
Subairi, S.E.SY.,M.E.
KHAIRUL
MUFID (18383031086)
MOH
HEKMAHTIAR (18383031117)
MUHAMMAD
AGUNG KOMARUDDIN (18383031133)
L.
FITRI INDRYANTI (18383032093)
PRODI
EKONOMI SYARIAH
JURUSAN
EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI MADURA
TAHUN
AJARAN 2018/2019
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas perkenan dan
izin-Nya kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM
KONTEMPORER”sesuai waktu yang telah ditetapkan.
Dalam pembuatan makalah ini, kami menyadari masih banyak
kekurangan baik dalam penulisan maupun tata bahasa yang membuat pembaca kurang
mengerti. Dengan ini kami mohon maaf kepada dosen pengampu dan mahasiswa/i.
Kami mengaharp kritik dan saran dari para pembaca yang nantinya akan kami
jadikan bahan perbaikan di kemudian hari.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua dan semoga Allah SWT selalu memberikan rahmat dan ridho-Nya kepada kita.
Pamekasan,
06 Maret 2019
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR
ISI..........................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1
LATAR
BELAKANG.....................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................2
2.1
POLA PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM PADA MASA KONTEMPORER.......................................................................................2
2.2
POLAPEMIKIRAN TOKOH MAZHAB AL-IQTISHODUNA..........................................................................................4
2.3
POLA PEMIKIRAN TOKOH MADZHAB MAINSTREAM…....6
2.4
POLA PEMIKIRAN TOKOH MADZHAB ALTERNATIF..........8
BAB III PENUTUP...............................................................................................10
3.1
KESIMPULAN.............................................................................10
3.2
SARAN..........................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................12
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan
Ekonomi Islam saat ini tidak bisa dipisahkan dari sejarah pemikiran muslim
tentang ekonomi dimasa lalu. Keterlibatan pemikir muslim dalam kehidupan
masyarakat yang komplek dan belum adanya pemisahan disiplin keilmuwan
menjadikan pemikir muslim melihat masalah masyarakat dalam konteks yang lebih
integratif. Hal ini semua disebabkan karena wordview keilmuwan yang dimiliki
membentuk cara berpikir mereka untuk menyelesaikan masalah, namun lebih penting
dari itu masalah masyarakat yang menjadi dasar bagi mereka yang membangun cara
berpikir dalam membentuk berbagai model penyelesaian di bidang ekonomi,
politik, sosial, budaya, kedokteran dan lain-lain.
Hal ini bisa
dijadikan alat untuk melihat mengapa ilmu ekonomi belum ditemukan sebagai
disiplin tersendiri dimasa lalu, dan juga untuk mengetahui mengapa banyak
pemikir muslim tidak hanya memiliki kemampuan di satu bidang keilmuwan. Selain
itu, untuk mengetahui relevansi apakah ekonomi Islam itu merupakan
kombinasi/perpaduan dari dua sistem (kapitalisme dan sosialisme) ataukah memang
berdiri sendiri dan merupakan ekonomi alternatif di era sekarang, maka itu kita
mengkaji tentang Pemikiran dan Mazhab Ekonomi Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pola Pemikiran Ekonomi Islam Pada Masa Kontemporer
Dalam menerangkan tentang ekonomi
terutama yang menyangkut faktor-faktor produksi, pemikir kontemporer seperti
M.A. Mannan, Umer Chapra, Nejatullah Siddiqi, Syed Nawab Haidar Naqfi tersebut
banyak merujuk pada pemikiran Ibnu Khaldun, yang mengatakan bahwa faktor
produksi adalah faktor tanah, faktor tenaga kerja, faktor modal. Dianatara
ketiga faktor tersebut, faktor tenaga kerjalah yang merupakan faktor
fundamental, sebab faktor lainnya tanah dan modal adalah hasil perpaduan antara
tanah dan tenaga kerja, sehingga bisa menghasilkan modal.
Sementara Baqir tidak sependapat dengan pemikiran
Ibnu Khaldun, sebab secara lebih radikal ia menyebutkan bahwa, satu-satunya
faktor produksi adalah sumber daya alam (tanah), serta kekayaan yang ada di
dalamnya. Dalam konteks ini, Baqir menekankan pentingnya distribusi sumber daya
alam tersebut untuk seluruh umat manusia.
Dalam menerangkan faktor produksi
menurut Qardhawi, unsur-unsur yang harus ada dalam produksi baik konvensional
maupun islam, yaitu bumi (alam), modal kerja, dan sebagian menambahkan sistem.
Lebih lanjut, Qardhawi menerangkan, disamping unsur-unsur di atas yang
mempunyai peranan dalam produksi, ada dua unsur utama, yaitu tanah (alam) dan
kerja. Dengan demikian, faktor utama yang dominan dalam produksi adalah
kualitas dan kuantitas manusia (labor), sistem atau prasarana yang kemudian
disebut sebagai teknologi modal (segala sesuatu dari hasil kerja yang
prouktif).
Begitu juga dalam menerangkan tentang
mekanisme pasar, pemikir kontemporer banyak merujuk pada pemikiran Ibnu
Taimiyah, Ibnu Khaldun, serta Al-Ghazali. Sebagai contoh, M.A. Mannan dalam
menerangkan tentang keterlibatan pemerintah dalam menangani pasar. Bahwa pada
masa awal Islam, negara yang didirikan oleh Rasululla SAW masih memfokuskan
pada anggaran negara yang sesederhana mungkin, karenanya Rasulullah SAW tidak
terlalu ikut campur dalam menentukan harga pasar. Dengan kata lain, ketika
pasar tidak terjadi kecurangan serta monopolistic maka Rasulullah SAW
membiarkan pasar bekerja dengan aturan yang sesuai dengan fungsi pasar itu
sendiri.
Pasar merupakan suatu mekanisme pertukaran
barang dan jasa yang alamiah, hal tersebut memang sudah berlangsung sejak
peradaban awal adanya manusia, dan islampun menempatkan pasar pada posisi yang
paling penting dalam perekonomian, bahkan praktik ekonomi pada masa Rasulullah
SAW juga pada masa khulafaur rasyidin menunjukkan hal serupa bahwa peranan
pasar sangat besar, sekaligus Rasulullah SAW juga sangat menghargai penetapan
harga yang ditentukan oleh pasar dengan harga yang adil, bahkan Rasulullah
menolak dengan adanya suatu price
intervention, seandainya perubahan harga terjadi karena mekanisme pasar
yang memang wajar, namun dalam hal wajar disini mengharuskan adanya moralitas
antara lain: persaingan yang sehat (fair-play), kejujuran (honesty),
keterbukaan (transparancy), dan keadilan (justice), maka jika nilai-nilai
tersebut sudah ditegakkan, dengan demikian tidak ada alasan lagi untuk menolak
harga pasar. Denga kata lain, Rasulullah SAW menolak untuk membuat kebijakan
yang menyangkut harga, manakala tingkat harga di kota Madinah pada saat itu
tiba-tiba naik. Sepanjang kenaikan itu terjadi karena kekuatan permintaan dan
penawaran yang murni, artinya yang tidak dibarengi dengan dorongan-dorongan
monopolistik dan monopsonistik, maka hal tersebut tentunya tidak ada alasan
untuk tidak menghormati harga pasar. Karena islam memamg memberikan penghargaan
yang sangat besar terhadap mekanisme pasar, yang berdasarkan pada ketentuan
Allah SWT bawa perniagaan harus di lakukan secara baik dengan rasa suka sama
suka.
Dalam hal ini Nejatullah menerangkan
bahwa pasar sangat memainkan peranan yang sangat penting dalam sistem ekonomi
bebas.[1]
Pasar bebas, persaingan pasar bebas memiliki dampak bagi para pemilik
modal, pengusaha melakukan akumulasi kapital yang sangat berlebihan dan tidak
memperhatikan keadaan tenaga kerja atau buruh.[2] Berdasarkan
kebutuhan yang efektif, bekerja melalui kekuatan kebutuhan dan suplay yang
tidak bersifat pribadi, serta tidak keliahatan bersumber kekayaan yang hanya
dapat digunakan bagi mereka yang memerlukannya, pasar ini tidak efisien dan
tidak efektif. Lebih lanjut Mannan mengatakan, dengan demikian harga yang
ditawarkan oleh pasar sekuler, tidak terlihat untuk kesejahteraan sosial,
dimana dalam islam, sangat menjunjung tinggi rasa sosial ini sebagai kunci dari
aktivitas yang produktif . sebab persaingan yang tersembunyi dalam mekanisme
pasar, harus dilengkapi dengan pengendalian, pengawasan dan kerja sama.
Karenanya, Mannan, tidak mendukung pandangan yang mengatakan bahwa si miskin
mungkin diizinkan masuk ke pasar hanya dengan pembayaran tunai, hal demikian
adalah mengizinkan pasar beroperasi dengan bebas sebagaimana dengan sistem
kapitalis. Makanya, dalam menciptkan kesejahteraan bersama, niscaya pembagian
sumber tidak dapat diserahkan kepada kehendak perorangan.[3]
2.2 Pola Pemikiran Tokoh Mazhab Al-Iqtishoduna
Mazhab
ini dipelopori oleh Baqir ash-Shadr dengan bukunya yang fenomenal Iqtis Haduna (ekonomi kita).[4] Mazhab ini berpendapat bahwa dalarn mernpelajari ilmu
ekonomi harus dilihat dari dua aspek, yaitu aspek philosophy of economics atau
normative economics dan aspek
positive economics. Contoh dari positive economics yaitu mempel- ajari teori konsumsi dan
permintaan yang merupakan suatu
fenomena umum dan dapat
diterima oleh siapa pun
tanpa di- pengaruhi oleh ideologi. Adapun dari aspek philoscphu
of econornics yang merupakan hasil pemikiran manusia, maka akan dijumpai bahwa
tiap kelompok manusia mempunyai ideologi, cara pandang yang tidak sama,
misalnya menyangkut pembahasan “keadilan”. Menurut konsep kapitalisme klasik
yang dimaksud dengan adil adalah mendapatkan apa yang telah diusahakan. Adapun
menurut kelompok sosialisme klasik menerjemahkan makna adil yaitu tidak ada
orang yang mendapatkan fasilitas untuk memperoleh lebih dari yang lain dengan
kata lain bahwa setiap orang mendapatkan sama rata. Tetapi islam mempunyai
makna tersendiri dalam memaknai adil yaitu laa
tadhlimuuna wa laa tudhlamuna, artinya tidak saling menzalimi satu sama
lain.
Maka, menurut
mazhab iqtishaduna bahwa terjadi perbedaan prinsip antara ilmu ekonomi dan
ideologi islam, sehingga tidak akan bisa dicari titik temu antara islam dan
ilmu ekonomi. Jadi, ilmu ekonomi tidak bisa berjalan seirama dengan islam. Ilmu
ekonomi tetaplah ekonomi, dan islam tetaplah islam.[5]Dalam
hal ini, Baqir al-Hasani memberikan sepuluh argument untuk memperkuat
pendapatnya. Dengan kata lain, perbedaan filosofi ini berdampak pada perbedaan
cara pandang keduanya dalam melihat masalah ekonomi.
Ilmu
ekonomi, masalah ekonomi muncul karena adanya keinginan manusia yang tidak
terbatas sementara sumber daya yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan manusia
terbatas. Mazhab Baqir menolak pernyataan ini, karena menurut mereka, islam
tidak mengenal adanya sumber daya yang terbatas.[6]
Mazhab ini berpendapat bahwa permasalahan ekonomi muncul karena adanya
distribusi yang tidak merata dan tidak adil sebagai akibat sistem ekonomi yang
membenarkan terjadinya eksploitasi atas sekelompok pihak yang lemah oleh
sekelompok pihak yang kuat, dimana pihak yang kuat akan mampu menguasai sumber
daya yang ada sementara dipihak lain, pihak yang lemah sama sekali tidak
mempunyai akses terhadap sumber daya tersebut. Sehingga masalah ekonomi muncul
bukan karena sumber daya yang tidak terbatas, tetapi karena keserakahan manusia
yang tidak terbatas. Dalili yang digunakan mazhab ini didasarkan pada surah al-Qamar
(54): 49, yaitu:
Artinya: “sesungguhnya Kami menciptakan sesuatu sesuai
ukuran”.
Selain itu, dalam Islam telah ditegaskan bahwa Allah SWT telahmenciptakanmakhluk di dunia ini termasukmanusia dalam
kecukupansumberdaya ekonomisebagaimanadite- gaskan dalam firman-Nya: "dan
Diatelahmenciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya"
(QS. al-Furqaari (25): 2).Dengan
demikian, Allah SWT telah
menciptakansegala sesuatuterukursecarasempurna. Artinya, Allah SWT telah
memberikansumber daya yang cukup bagi manusia.Jadi, dalam hal ini konsep kelangkaan (scarcity) tidak dapat
diterima.
Mazhab ini juga menolak anggapan bahwa kebutuhan manusia
sifatnya tidak terbatas. Sebab, dalam
kebutuhan tertentu misalnya makan dan minum manakala
perut sudah merasa kenyang, maka dia sudah merasa puas karena kebutuhannya
telah terpenuhi. Sehingga kesimpulannya,bahwa kebutuhan manusia
sifatnya tidak terbatassebagaimana dijelaskan dalam konseplaw of diminishing marginal
utility
bahwa semakin banyak barang dikonsumsi,
maka pada titik tertentu justru akan menyebabkan tambahan kepuasan dari setiap tambahan jumlah barang yang dikonsumsiakan
semakin berkurang.
Istilah ekonomi islam
menurut mazhab ini adalah suatu istilah
yang tidak tepat dan menyesatkan, sehingga istilah ekonomi Islam harus dihentikan
dan dihilangkan.Sebagai gantinya untuk rnenjelaskan mengenai sistem ekonorni dengan
prinsip Islam ditawarkan suatu istilah baru yang berasal dari filosofi Islam, yaitu iqtishad.
Iqtishad
menurut mazhab ini bukan sekadar
terjemahan dari ekonomi saja. Iqtishad berasal dari bahasa Arab “qasd” yang secara harfiah
berarti equilibrium atau keadaan sarna, seimbang atau pertengahan.
Semua teori ekonomi konvensional
ditolak dan dibuang, serta diganti oleh teori-teori
baru yang disusun berdasarkan nash-nash Al-Qur'an dan Sunnah. Oleh karena itu, menyusun dan
merekonstruksi ilmu ekonomi tersendiri yang bersumber dari Al-Qur'an dan Sunnah
merupakan sebuah keharusan.[7]
2.3 Pola Pemikiran Tokoh Madzhab Mainstream
Mazhab ini diperoleh oleh M.A. Mannan.
Umar Chapra, Nejatullah Shiddiqi, Shed Nawab Haidar Naqfi, Netwally, dan Monzer Kahf.[8]
Mayoritas mereka adalah para pakar ekonomi yang belajar serta mengajar di
universitas-universitas barat, dan sebagian besar diantara mereka adalah ekonom
islamic Development Bank (IDB). Mazhab ini berbeda pendapat dengan mazhab yang
pertama, mereka justru setuju dengan ekonomi konvensional bahwa masalah ekonomi
muncul karena sumber daya yang terbatas pada keinginan manusia yang tidak
terbatas. Perbedaannya hanya dalam penyelesaian masalah ekonomi tersebut.
Masalah kelangkaan sumber daya menyebabkan manusia harus melakukan pilihan.
Mazhab ini memakai dalil Al-Qur’an surah al-Baqarah (2): 155. Yaitu,
Artinya: “Dan
sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan,
kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah
berita gembira kepada orang-orang yang sabar”.
Perbedaan mendasar mazhab
ini dengan ekonomi konvensional
adalah dalam penyelesaian masalah ekonomi tersebut .Dalam ekonomi konvensional,
pilihan dan penentuan skala prioritas
dilakukan berdasarkan
selera pribadi masing-masing tidak peduli
apakah itu bertentangan
dengan norrna serta nilaiagama ataukah tidak. Adapun dalarn ekonorni Islam,
penentuan pilihan tidak bisa tanpa aturan, sebab semua sendi
kehidupantelah diatur dan dipandu oleh Allah SWT. sehingga sebagai manusia
ekonomi islam, manusia harus selalu patuh pada aturan-aturan syariah yang ada.
Oleh karena itu, mazhab ini tidak pernah membuang sekaligus teori-teori ekonomi
konvensional. Yang bermanfaat diambil, yang tidak bermanfaat dibuang, sehingga
terjadi suatu proses transformasi keilmuwan yang diterangi dan dipandu oleh
prinsip-prinsip syariah islam. Sebab keilmuwan yang saat ini berkembang di
dunia barat pada dasarnya merupakan pengembangan keilmuwan yang dikembangkan
oleh para ilmuwan muslim pada era dark
ages, sehingga bukan tak mungkin ilmu yang berkembang sekarangpun masih ada
beberapa yang sarat nilai karena merupakan pengembangan dari pemikiran ilmuan
muslim terdahulu.
Selain itu, karena mayoritas tokoh
Mazhab Mainstream itu adalah alumni dari berbagai perguruan tinggi ternama di Amerika dan
Eropa, maka mereka mampu menjelaskan fenornena ekonomi dalam bentuk model-model ekonomi yang
canggih dengan pendekatan ekonometrika. Mereka sukses menjelaskan ekonomi Islam
dengan wajah "ilmu ekonomi" sehingga mudah dipelajari dan dicerna
bagi mereka yang mempunyai latar belakang pendidikan ekonomi.
2.4 Pola Pemikiran
Tokoh Madzhab Alternatif
Mazhab
ini dipelopori oleh Kuren Khan.[9]
Muhammad Arif, dan lain-lain. Mazhab ini
bertentangan dengan Mazhab Iqtishaduna dan Mazhab Mainstream. Mazhab Iqtishaduna dikritik sebagai mazhab yang
berusaha menggali dan menemukan paradigma
ekonomi Islam yang baru untuk menemukan sesuatu yang baru yang pada
hakikat aslinya sudah ditemukan oleh
orang lain. Mereka menghancurkan teori lama, untuk kemudian menggantinya dengan teori baru yang sebagian
telah diternukan. Adapun Mazhab Mainstream dikritik sebagai Mazhab jiplakan
dari ekonomi konvensional dengan
menghilangkan variabel riba dan memasukkan variabel zakat dan niat.
Mazhab Alternatif merupakan mazhab yang kritis, mereka
berpendapat bahwa analisis kritis bukan
saja harus dilakukan terhadap ekonomi konvensional(sosialis dan kapitalis) yang
telah ada, tetapi juga terhadap ekonomi Islam itu
sendiri. Sebab ekonomi
Islam muncul sebagai tafsiran manusia atas Al-Qur'an dan Sunnah,
dimana tafsiran ini bisa sajasalah dan setiap orang mungkin mempunyai tafsiran
berbeda atasnya. Setiap teori yang diajukan oleh ekonomi
Islam harus selalu diuji kebenarannya agar
ekonomi Islam dapat
muncul sebagai rahmatan lil-alamindi dunia
ini. Selain itu, perlu juga mengkritisi pemikiran-pemikiran ekonom Muslim
kontemporer yang senantiasa menyebutkan
kelemahan-kelemahan dengan banyak merujuk
pada sejarah masa lampau, pengalaman rnasa
lalu.[10]
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam era kontemporer ada tiga madzhab dalam ekonomi
islam. diantaranya adalahMazhab Baqir As-Sadr Kontribusi dari
mazhab Baqir As-sadr yang cukup signifikan dalam wacana perkembangan ilmu
ekonomi Islam antara lain mengganti
istilah ilmu ekonomi dengan istilah iqtishad yang mengandung arti bahwa
selaras, setara, dan seimbang.
Menyusun
dan merekonstruksi ilmu ekonomi tersendiri yang bersumber dari Al-Qur’an dan
Assunnah. Mazhab Mainstream Intinya masalah ekonomi tetap dihadapi oleh manusia
di dunia ini sama pengertian dengan ekonomi konvensional tetapi beda dalam
solusicara penyelesaiannya sebab keinginan manusia secara relatif juga tidak
terbatas, artinya kalau sudah terpenuhi satu keinginan timbul keinginan lainnya
demikian seterusnya. Mazhab Alternative Kritis Menurut mazhab ini ekonomi Islam
adalah suatu wacana yang masih bisa diperdebatkan kebenarannya karena merupakan
suatu tafsiran manusia terhadap Al-Qur’an dan Assunnah yang perlu diuji dan
dikaji terus-menerus.
Berkenaan
dengan pola Pemikiran Tokoh
Mazhab Al-Iqtishoduna yang dipelopori oleh Baqir ash-Shadr berpendapat bahwa, dalarn mernpelajari ilmu ekonomi harus dilihat dari dua
aspek, yaitu aspek philosophy of economics
atau normative economics dan
aspek positive economics. Pada dasarnya
pemikir-pemikir kontemporer itu tidak ada perbedaan pendapat tentang prinsip
ekonomi islam itu sendiri. Namun,
mazhab Baqir menolak pernyataan ini, karena menurut mereka, islam tidak
mengenal adanya sumber daya yang terbatas. Mazhab
ini juga
menolak anggapan bahwa kebutuhan manusia sifatnya tidak terbatas. Sebab, dalam
kebutuhan tertentu misalnya makan dan minum manakala
perut sudah merasa kenyang, maka dia sudah merasa puas karena kebutuhannya
telah terpenuhi.
Berbeda
dengan pola pemikiran tokoh Madzhab Mainstream yang diperoleh
oleh M.A. Mannan. Mazhab ini
berbeda pendapat dengan Mazhab Al-Iqtishoduna yang mana mereka justru setuju dengan ekonomi konvensional bahwa
masalah ekonomi muncul karena sumber daya yang terbatas pada keinginan manusia
yang tidak terbatas. Perbedaannya hanya dalam penyelesaian masalah ekonomi
tersebut. mazdhab ini juga tidak menisbikan hukum syariat
islam.
Sedangkan
pola pemikiran tokoh Madzhab Alternatif yang dipelopori
oleh Kuren Khan. Mazhab ini bertentangan dengan Mazhab Iqtishaduna
dan Mazhab Mainstream. Mazhab
Iqtishaduna dikritik sebagai mazhab yang berusaha menggali dan menemukan
paradigma ekonomi Islam yang baru.
Adapun Mazhab Mainstream dikritik sebagai Mazhab jiplakan
dari ekonomi konvensional dengan
menghilangkan variabel riba dan memasukkan variabel zakat dan niat.
Mazhab Alternatif merupakan mazhab yang kritis, mereka
berpendapat bahwa analisis kritis bukan
saja harus dilakukan terhadap ekonomi konvensional(sosialis dan kapitalis) yang
telah ada, tetapi juga terhadap ekonomi Islam itu
sendiri.
3.2 Saran
Dalam
memahami makalah yang sangat jauh kesempurnaan ini yang Alhamdulillah telah
selesai kami susun,
mudah-mudahan bisa
memberikan sedikit pengetahuan tentang Pemikiran Ekonomi Islam Kontemporer. Untuk perbaikan
makalah kami
ini agar kiranya para pembaca bisa memberikan koreksi terhadap makalah ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Apridar.Teori Ekonomi
Sejarah dan Perkembangannya. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010.
Aravik, Havis. Sejarah
Pemikiran Ekonomi Islam Kontemporer. Depok: PT Kharisma Putra Utama, 2017.
Listiawati. Pertumbuhan
dan Pendidikan Ekonomi Islam. Jakarta: Kharisma Putra Utama, 2016.
[1]Listiawati, Pertumbuhan dan Pendidikan Ekonomi Islam,(Jakarta: Kharisma Putra
Utama, 2016), hlm. 138
[2]Apridar, Teori Ekonomi Sejarah dan
Perkembangannya, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), hlm. 119
[3]Listiawati, Pertumbuhan dan Pendidikan Ekonomi Islam,(Jakarta: Kharisma Putra
Utama, 2016), hlm. 140
[4]Listiawati, Pertumbuhan dan Pendidikan Ekonomi Islam,(Jakarta: Kharisma Putra
Utama, 2016), hlm. 141
[5]Havis Aravik, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Kontemporer, (Depok: PT Kharisma
Putra Utama, 2017), hlm. 6
[6]Listiawati, Pertumbuhan dan Pendidikan Ekonomi Islam,(Jakarta: Kharisma Putra
Utama, 2016), hlm. 143
[7]Havis Aravik, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Kontemporer, (Depok: PT Kharisma
Putra Utama, 2017), hlm. 7
[8]Listiawati, Pertumbuhan dan Pendidikan Ekonomi Islam,(Jakarta: Kharisma Putra
Utama, 2016), hlm. 143
[9]Listiawati, Pertumbuhan dan Pendidikan Ekonomi Islam,(Jakarta: Kharisma Putra
Utama, 2016), hlm. 143
[10]Havis Aravik, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Kontemporer, (Depok: PT Kharisma
Putra Utama, 2017), hlm. 11