Tuesday 8 September 2015

makalah studi toko pendidikan islam ibnu sina




MAKALAH
IBNU SINA
Disusun guna memenuhi tugas
Mata Kuliah          : Studi Tokoh Pendidikan Islam
Dosen Pengampu  : Moch. Iskarim, M.S.I
Description: Description: Description: C:\Users\acer\Downloads\stain-pekalongan.gif
Oleh:
1.      Rosihun                       2021110111
2.      Tumakninah                2021110132

PRODI PAI
JURUSAN TARBIYAH
 SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PEKALONGAN
2014


BAB 1
PENDAHULUAN
Tidak selamanya ilmuwan berasal dari negeri Barat. Sebab yang berasal dari Timur Tengah pun tidak kalah jumlahnya. Salah satu ilmuwan dari belahan benua ini adalah Ibnu Sina. Dalam sejarah pemikiran filsafat abad pertengahan, sosok Ibnu Sina adalah sosok filosof muslim yang banyak memperoleh penghargaan yang tinggi hingga masa modern.
Meskipun ia lebih dikenal sebagai seorang filosof dan ahli di bidang kedokteran, akan tetapi beberapa kajian yang dilakukan oleh generasi sesudahnya tentang pemikiran Ibnu Sina ditemukan beberapa pemikirannya tentang konsep pendidikan Islam. Oleh sebab itu, Ibnu Sina juga tercatat sebagai salah satu tokoh pendidikan Islam yang memiliki pemikiran brilliant.
Pemikiran Ibnu Sina tentang pendidikan Islam memang telah banyak dikaji oleh para ahli, tetapi tidak berarti kajian tersebut berhenti di situ saja. Pemikiran Ibnu Sina yang tertulis dalam karya-karyanya akan tetap relevan untuk dianalisis hingga saat ini sehingga menimbulkan dinamika keilmuan yang diharapkan mampu memberikan kontribusi yang bersifat solutif terhadap berbagai permasalahan pendidikan Islam. Untuk lebih jelasnya, dalam makalah ini akan kami jelaskan lebih lanjut mengenai pemikiran Ibnu Sina dalam pendidikan Islam.









BAB II
PEMBAHASAN
A.      Biografi Ibnu Sina
Nama lengkap Ibnu Sina adalah Abu 'Ali al-Husayn ibnu 'Abdullah ibnu al-Hasan ibnu 'Ali ibnu Sina.[1] Ia dilahirkan di desa Afshana, dekat Bukhara, Transoxiana (Persia Utara) pada tahun 370 H (980 M) dan wafat pada tahun 428 H (1037 M) dalam usia 58 tahun dan jasadnya dikebumikan di Hamadzan.[2] Di kalangan masyarakat Barat ia dikenal dengan nama �Avicienna�. Selain sebagai ahli kedokteran, Ibnu Sina juga dikenal sebagai filosof,  psikolog,  pujangga,  pendidik dan sarjana Muslim yang hebat.
Orang tuanya adalah pegawai tinggi pada pemerintahan Dinasti Saman.[3] Ayahnya berasal dari kota Balakh kemudian pindah ke Bukhara pada masa raja Nuh Ibnu Mansur dan diangkat oleh raja sebagai penguasa di Kharmaitsan, suatu wilayah dari kota Bukhara. Di kota ini, ayahnya menikahi Sattarah dan mendapat tiga orang anak, Ali, Husein (Ibn Sina), dan Muhammad.  Ibnu Sina beruntung lahir di keluarga yang memiliki latar belakang pendidikan tinggi. Sejak kecil sang ayah mengajarinya untuk cinta ilmu. Oleh sang ayah, Ibnu Sina diajari Qur�an dan Sastra. Seorang guru pun didatangkan khusus untuk mengajari Ibnu Sina menghafal Al Qur�an.
Ibnu Sina memulai pendidikannya pada usia lima tahun di kota kelahirannya, Bukhara. Pengetahuan yang pertama kali yang dia pelajari adalah membaca al-Qur�an, setelah itu ia melanjutkan dengan mempelajari ilmu-ilmu agama Islam seperti Tafsir, Fiqih, Ushuluddin dan lain sebagainya, berkat ketekunan dan kecerdasannya, beliau berhasil menghafal al-Quran dan menguasai berbagai cabang ilmu-ilmu agama tersebut pada usia yang belum genap sepuluh tahun. Dalam bidang Pendidikan lain, beliau juga mempelajari beberapa disiplin ilmu diantaranya matematika, logika, fisika, kedokteran, astronomi, hukum, dan sebagainya.
Dengan kecerdasan yang beliau miliki, beliau banyak mempelajari filsafat dan cabang - cabangnya, namun pada saat ia menyelami ilmu metafisikanya Arisstoteles, beliau mengalami kesulitan kendati sudah berulang-ulang membacanya bahkan beliau menghafalnya, tetap saja beliau belum dapat memahami isinya. Setelah ia membaca karya Al-Farabi dalam buku risalahnya, barulah Ibnu Sina dapat memahami ilmu metafisika dengan baik. Secara tidak langsung Ibnu Sina telah berguru kepada al-Farabi.
Pada usia 16 tahun beliau mulai dikenal sebagai ahli pengobatan, dan sudah benar-benar dikenal pada saat beliau berumur 17 tahun dengan pembuktian bahwa beliau telah berhasil menyembuhkan penyakit yang diderita Sultan Samani Nuh Ibn Mansur. Untuk menambah ilmunya, beliau juga banyak menghabiskan sebagian waktunya dengan membaca serta membahas buku-buku yang beliau anggap penting di perpustakaan kerajaan Nuh ibnu Manshur yang bernama Kutub Khana. Di sinilah beliau melepaskan dahaga belajarnya siang malam sehingga semua ilmu pengetahuan dapat dikuasainya dengan baik.[4]
B.       Pemikiran Ibnu Sina Tentang Pendidikan
1.             Tujuan Pendidikan
Menurut Ibnu Sina, tujuan pendidikan harus diarahkan pada pengembangan seluruh potensi yang dimiliki seseorang kearah perkembangannya yang sempurna, yaitu perkembangan fisik, intelektual, dan budi pekerti. Selain itu, tujuan pendidikan menurut Ibnu Sina harus diarahkan pada upaya mempersiapkan seseorang agar dapat hidup dimasyarakat secara bersama-sama dengan melakukan pekerjaan atau keahlian yang dipilihnya sesuai dengan bakat, kesiapan, kecenderungan, dan potensi yang dimilikinya.
Ibnu Sina berpendapat bahwa tujuan pendidikan adalah untuk mencapai kebahagiaan. Melalui pendidikan jasmani-olahraga, seorang anak diarahkan agar terbina pertumbuhan fisiknya dan cerdas otaknya. Sedangkan dengan pendidikan budi pekerti, diharapkan seorang anak memiliki kebiasaan bersopan santun dalam pergaulan hidup sehari-hari. Dengan pendidikan kesenian, seorang anak diharapkan dapat mempertajam perasaannya dan meningkat daya khayalnya.
Selain itu tujuan pendidikan yang dikemukakan Ibnu Sina tersebut tampak didasarkan pada pandangannya tentang Insan Kamil  (manusia yang sempurna), yaitu manusia yang terbina seluruh potensi dirinya secara seimbang dan menyeluruh. Selain itu, juga harus mampu menolong manusia agar eksis dalam melaksanakan fungsinya sebagai khalifah  di masyarakat.
2.             Kurikulum
Kurikulum merupakan salah satu komponen yang sangat menentukan dalam suatu sistem pendidikan. Oleh karena itu, kurikulum merupakan salah satu alat untuk mencapai tujuan pendidikan dan sekaligus sebagai pedoman dalam pelaksanaan pengajaran pada semua jenis dan tingkat pendidikan. [5]
Konsep Ibn Sina tentang kurikulum didasarkan pada perkembangan usia anak, sebagai berikut:
a.       Untuk anak usia 3-5 tahun, menurut Ibnu Sina perlu diberikan mata pelajaran olah raga, budi pekerti, kebersihan, seni suara, kesenian.
b.       Untuk anak usia 6-14 tahun, menurut Ibn Sina adalah mencakup pelajaran membaca dan menghafal Al-Qur�an, pelajaran agama, pelajaran syair, dan pelajaran olah raga.
c.         Untuk anak usia 14 tahun keatas, pelajaran yang diberikan amat banyak jumlahnya tapi perlu di pilih sesuai dengan bakat dan minat anak.
Dengan cara demikian, si anak akan memiliki kesiapan untuk menerima pelajaran tersebut dengan baik.
Strategi penyusunan kurikulum yang ditawarkan Ibnu Sina juga didasarkan pada pemikiran yang bersifat pragmatis fungsional, yakni dengan melihat segi kegunaan dari ilmu dan keterampilan yang dipelajari dengan tuntutan masyarakat atau berorientasi pasar. Dengan cara demikian, setiap lulusan pendidikan akan siap difungsikan dalam berbagai lapangan pekerjaan yang ada di masyarakat.[6]
3.             Metode Pengajaran
Konsep metode yang ditawarkan oleh Ibnu Sina antara lain terlihat pada setiap materi pelajaran. Metode pengajaran yang ditawarkan Ibnu Sina antara lain metode talqin, demonstrasi, pembiasaan dan teladan, diskusi, magang, dan penugasan.
Metode talqin digunakan untuk mengajarkan membaca Al-qur�an dimulai dengan cara memperdengarkan bacaan Al-Qur�an kepada anak didik sebagian demi sebagian. Setelah itu, anak tersebut disuruh mendengarkan dan mengulangi bacaan tersebut perlahan-lahan dan dilakukan berulang-ulang hingga hafal. Cara seperti ini dalam dunia pendidikan moderen dikenal dengan nama tutor sebaya.
Metode demonstrasi menurut Ibnu Sina dapat digunakan dalam cara mengajar menulis. Guru terlebih dahulu mencontohkan tulisan huruf hijaiyyah dihadapan murid-muridnya. Setelah itu barulah menyuruh para murid untuk mendengarkan ucapan huruf-huruf hijaiyyah sesuai dengan makhrajnya dan dilanjutkan dengan mendemonstrasikan cara menulisnya.
Metode pembiasaan dan teladan, berkenaan dengan metode ini Ibnu Sina mengatakan bahwa pembiasaan adalah termasuk salah satu metode pengajaran yang paling efektif, khususnya mengajar akhlak.
Metode diskusi dapat dilakukan dengan cara penyajian pelajaran dimana siswa dihadapkan pada suatu masalah yang dapat berupa pertanyaan yang bersifat probematik untuk dibahas dan dipecahkan bersama.
Metode magang, para murid Ibnu Sina yang mempelajari ilmu kedokteran dianjurkan agar menggabungkan teori dan praktik. Sehari di ruang kelas untuk mempelajari teori dan hari berikutnya mempraktikkan teori tersebut di rumah sakit atau balai kesehatan.
Metode penugasan, yaitu cara penyajian bahan pelajaran di mana guru memberikan tugas tertentu agar siswa melakukan kegiatan belajar.
Dari keseluruhan uraian mengenai metode pengajaran tersebut, terdapat empat ciri penting. Pertama, uraian tentang berbagai metode tersebut memperlihatkan adanya keinginan yang besar dari Ibnu Sina terhadap keberhasilan pengajaran. Kedua, setiap metode yang ditawarkannya selalu dilihat dalam perspektif kesesuaiannya dengan bidang studi yang diajarkannya serta tingkat usia peserta didik. Ketiga, metode pengajaran yang ditawarkan Ibnu Sina juga selalu memperhatikan minat dan bakat si anak didik. Keempat, metode yang ditawarkan Ibnu Sina telah mencakup pangajaran yang menyeluruh mulai dari tingkat taman kanak-kanak sampai dengan tingkat perguruan tinggi.
4.    Konsep Guru
Konsep guru yang ditawarkan Ibnu Sina antara lain berkisar tentang guru yang baik. Ibnu Sina mengatakan bahwa guru yang baik adalah berakal cerdas, beragama, mengetahui cara mendidik akhlak, berpenampilan tenang, jauh dari berolok-olok dan bermain-main di hadapan muridnya, tidak bermuka masam, sopan santun, dan suci murni. Lebih lanjut, Ibnu Sina menambahkan bahwa seorang guru itu sebaiknya dari kaum pria yang terhormat dan menonjol budi pekertinya, cerdas teliti, sabar, telaten dalam membimbing anak-anak, dan lain-lain.
Jika diamati secara seksama, dalam pendapatnya itu, Ibnu Sina tidak saja menekankan unsur kompetensi atau kecakapan dalam mengajar, tetapi juga berkepribadian yang baik. Dengan kompetensi itu, seorang guru akan dapat mencerdaskan anak didiknya dengan berbagai pengetahuan yang diajarkannya, dan dengan akhlak ia dapat membina mental dan akhlak anak.[7]
5.    Relevansi Pemikiran Ibnu Sina dengan Pendidikan Saat Ini
Konsep pendidikan menurut Ibnu Sina telah diterapkan dan masih relevan dengan pendidikan pada saat ini. Hal ini dibuktikan dengan adanya sekolah-sekolah kejuruan yang mengarah pada pengembangan potensi atau bakat dan minat peserta didik. Selain itu kurikulum yang di terapkan oleh Ibnu Sina relevan dengan model pendidikan pada saat ini, yaitu untuk usia 3-5 tahun sama dengan TK, usia 5-14 tahun sama dengan SD-SMP, dan untuk usia 14 ke atas sama dengan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).













BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari penjelasan di atas, dapat di ambil kesimpulan bahwa pemikiran Ibnu Sina dalam bidang  pendidikan antara lain berkenaan dengan:
1.    Tujuan Pendidikan
Menurut Ibn Sina, bahwa tujuan pendidikan harus diarahkan pada pengembangan seluruh potensi yang dimiliki seseorang kearah perkembangannya yang sempurna, yaitu perkembangan fisik, intelektual dan budi pekerti.
2.    Kurikulum
Konsep Ibn Sina tentang kurikulum didasarkan pada perkembangan usia anak.
a.       Untuk anak usia 3-5 tahun, menurut Ibn Sina perlu diberikan mata pelajaran olah raga, budi pekerti, kebersihan, seni suara, kesenian.
b.       Untuk anak usia 6-14 tahun, menurut Ibn Sina adalah mencakup pelajaran membaca dan menghafal Al-Qur�an, pelajaran agama, pelajaran syair, dan pelajaran olah raga.
c.        Untuk anak usia 14 tahun keatas, pelajaran yang diberikan amat banyak jumlahnya tapi perlu dipilih sesuai dengan bakat dan minat anak.
3.    Metode Pengajaran
Penyampaian materi pelajaran harus disesuaikan dengan sifat dari materi pelajaran tersebut. Metode pengajaran yang ditawarkan Ibnu Sina antara lain metode talqin, demonstrasi, pembiasaan dan teladan, diskusi, magang, dan penugasan.
4.     Konsep Guru
Ibn Sina mengatakan bahwa guru yang baik adalah guru yang berakal cerdas, beragama, mengetahui cara mendidik akhlak, cakap dalam mendidik anak, beragama, berpenampilan tenang, jauh dari berolok-olok dan main-main di hadapan murid.
DAFTAR PUSTAKA
Al-'Iraqy, Muhammad Athif. 1978. Al-Falsafat Al-Islamiyyat. Kairo: Dar al-           Ma'arif.
Hanafi, Ahmad .1996. Pengantar Filsafat Islam. Jakarta: Bulan Bintang.
Kurniawan, Syamsul & Erwin Mahrus. 2011. Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam. Jogjakarta:  Ar-Ruzz Media.
Nasution, Harun. 1996. Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya. Jakarta: Universitas Indonesia.
Zar, Sirajuddin. 2004. Filsafat Islam Filosof dan Filsafatnya. Jakarta: PT Raja Grafinda Persada.
Lubis, Ibrahim. 2012. �Sejarah Ibnu Sina|Makalah Ibnu Sina�. http://makalahmajannaii.blogspot.com/2012/04/ibnu-sina-tokoh-duni-ibnu-sina-riwayat.html diakses pada tanggal 28 Februari 2014.



[1]  Sirajuddin Zar, Filsafat Islam Filosof dan Filsafatnya (Jakarta: PT Raja Grafinda Persada, 2004), h. 91.
[2] Muhammad Athif Al-'Iraqy, Al-Falsafat Al-Islamiyyat  (Kairo: Dar al-Ma'arif, 1978), h. 70.
[3]Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya  (Jakarta: Universitas Indonesia, 1996), h. 50.
                [4]http://makalahmajannaii.blogspot.com/2012/04/ibnu-sina-tokoh-duni-ibnu-sina-riwayat.html diakses pada tanggal 28 Februari 2014.
[5]  Syamsul Kurniawan & Erwin Mahrus, Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam(Jogjakarta:  Ar-Ruzz Media, 2011), h. 77-79.
[6]Ibid., h. 81.
[7] Ibid., h. 83-85.