Tuesday 8 September 2015

makalah studi tokoh pendidikan islam "KH. Ahmad dahlan"


MAKALAH

PEMIKIRAN PENDIDIKAN
K.H. AHMAD DAHLAN

Disusun guna memenuhi tugas
Mata-kuliah : STPKI
Dosen Pengampu : Mochammad Iskarim, M.S.I









Disusun oleh :
Hasan Basri                 ( 2021 111241 )
Nur Mavina                 ( 2021 111 309 )
Agus Syafrudin           ( 2021 111 315 )

Kelas F

PROGRAM STUDI PAI
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) PEKALONGAN
2014



PENDAHULUAN
KH. Ahmad  Dahlan dididik dalam lingkungan pesantren sejak kecil yang mengajarinya pengetahuan agama dan bahasa Arab. la menunaikan ibadah haji ketika berusia 15 tahun (1883), lalu dilanjutkan dengan menuntut ilmu agama dan bahasa Arab di Mekkah selama lima tahun.
Di sinilah ia berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran pembaru dalam dunia Islam, seperti Muhammad Abduh, al-Afghani, Rasyid Ridha, dan Ibn Taimiyah. Buah pemikiran tokoh-tokoh Islam ini mempunyai pengaruh yang besar pada KH. Ahmad Dahlan. Jiwa dan pemikirannya penuh disemangati oleh aliran pembaruan ini yang kelak kemudian hari menampilkan corak keagamaan yang sama, yaitu melalui Muhammadiyah, yang bertujuan untuk memperbarui pemahaman keagamaan (keislaman) di sebagian besar dunia Islam saat itu yang masih bersifat ortodoks (kolot).




PEMBAHASAN


A.    Riwayat Hidup KH. Ahmad Dahlan
KH. Ahmad Dahlan lahir di Kauman, Yogyakarta pada 1868 dengan nama kecil Muhammad Darwis. Ayahnya adalah seorang ulama bernama KH. Abu Bakar bin KH. Sulaiman, yaitu seorang pejabat khatib di Masjid Besar Kesultanan Yogyakarta. Ibunya adalah putri dari H. Ibrahim bin KH. Hassan, yaitu seorang pejabat penghulu kesultanan. Melihat garis keturunannya, beliau adalah seorang yang berada dan berkedudukan dalam masyarakat.
Dalam usia yang relative muda, ia telah mampu menguasai berbagai disiplin ilmu keislaman. Ketajaman intelektualitasnya yang tinggi membuat KH. Ahmad Dahlan selalu merasa tidak puas dengan disiplin ilmu yang telah dipelajarinya dan terus berupaya untuk lebih mendalaminya.
Pada tahun 1888, ayah KH. Ahmad Dahlan memintanya untuk menunaikan ibadah haji. Ia bermukim di Makkah selama 5 tahun untuk menuntut ilmu agama Islam, seperti qiraah, fiqh, tasawuf, ilmu mantiq dan ilmu falaq. Sekembali ke kampungnya ia berganti nama menjadi Haji Ahmad Dahlan. Pada 1903, ia berkesempatan kembali ke Makkah untuk memperdalam ilmu agama islam selama tiga tahun. Kali ini ia banyak belajar bersama Syaikh Ahmad Khatib Al Minangkabawi. KH. Ahmad Dahlan juga tertarik pada pemikiran Ibn Taimiyah, Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, dan Muhammad Rasyid Ridha. Diantara kitab tafsir yang menarik hatinya adalah Tafsir al Manar. Dari tafsir ini ia mendapatkan inspirasi untuk mengadakan perbaikan dan pembaruan umat Islam di Indonesia.
Sebelum mendirikan organisasi Muhammadiyah, KH. Ahmad Dahlan menjadi tenaga pengajar agama di kampungnya. Di samping itu, ia juga mengajar di sekolah negeri, seperti Kweekschool ( Sekolah Pendidikan Guru) di Jetis Yogyakarta dan Opleiding School voor inlandhsche Ambtenaren (OSVIA, sekolah untuk pegawai pribumi) di Magelang. Sambil mengajar, beliau juga berdagang dan bertabligh.[1]

B.     KH. Ahmad Dahlan, Perjuangannya dan Muhammadiyah.
Sebelum Muhammadiyah berdiri, KH. Ahmad Dahlan telah melakukan berbagai kegiatan keagamaan dan dakwah. Tahun 1906 KH. Ahmad Dahlan diangkat sebagai khatib Masjid Besar Yogyakarta dengan gelar �Khatib Amin�. Salah satu hal yang dilakukannya ketika menjabat sebagai khatib adalah mendirikan surau dengan kiblat yang benar. Menurut pandangannya sesuai dengan ilmu yang dimilikinya, banyak tempat ibadah yang tidak benar arah kiblatnya, antara lain Masjid Agung Yogyakarta, dan ia pun mencoba mengubah arah kiblatnya. Tindakannya ini menyebabkannya diberhentikan dari jabatannya sebagai khatib karena tindakannya itu tidak diberi izin oleh kepala penghulu keraton yang saat itu dijabat oleh KH. Muhammad Chalil Kamaluddiningrat.
Sesuai dengan ide pembaruan yang diserapnya dari pemikiran para gurunya di Timur Tengah, ia pun mulai melakukan usaha meluruskan akidah dan amal ibadah masyarakat Islam. Melihat kondisi umat Islam yang saat itu cukup kritis, KH. Ahmad Dahlan terdorong untuk mendirikan organisasi yang kemudian dinamakan Muhammadiyah. Organisasi ini berdiri pada tanggal 8 November 1912 di Yogyakarta. Perkumpulan Muhammadiyah berusaha mengembalikan ajaran  Islam kepada sumber aslinya, yaitu Al Quran dan Hadits. Hal ini diwujudkan melalui usaha memperluas dan mempertinggi pendidikan Islam, serta memperteguh keyakinan agama Islam.
Tujuan dari berdirinya organisasi ini adalah mengadakan dakwah Islam, memajukan pendidikan dan pengajaran, menghidupkan sifat tolong menolong, mendirikan tempat ibadah dan wakaf, mendidik dan mengasuh anak anak agar menjadi umat Islam yang berarti, berusaha ke arah perbaikan dan penghidupan dan kehidupan yang sesuai dengan ajaran Islam, serta berusaha dengan segala kebijaksanaan supaya kehendak dan peraturan Islam berlaku dalam masyarakat.
Setelah organisasi ini berdiri , sekolah yang didirikan semakin banyak, karena pendirian sekolah dan madrasah menjadi prioritas dalam setiap gerakan Muhammadiyah. Oleh karena itu, dimana ada cabang perkumpulan organisasi ini dipastikan terdapat sekolah dan madrasah Muhammadiyah. Hal ini dimungkinkan karena kalangan pendukung Muhammadiyah kebanyakan berasal dari kaum pedagang dan pegawai di wilayah perkotaan sehingga mudah dikoordinasikan.[2]
Amalan nyata Muhammadiyah yang dikomandai oleh Ahmad Dahlan tidak pernah lepas dari tiga unsur di atas: rumah yatim dan fakir miskin, rumah sakit, dan lembaga pendidikan. Dan itu terus dilakukan oleh generasi-generasi penerus Muhammadiyah sampai kini. [3]
Tahun 1922, K.H.Ahmad Dahlan membentuk Badan Musyawarah Ulama. Tujuan badan ini dibentuk adalah untuk mempersatukan ulama di seluruh Hindia Belanda dan merumuskan berbagai kaidah hukum Islam sebagai pedoman pengalaman Islam khususnya warga Muhammadiyah. Badan Musyawarah ini diketuai oleh K.H. Muhammmad Chalil Kamaluddiningrat.
Tahun 1414, K.H. Ahmad Dahlan mendirikan perkumpulan kaum ibu, yaitu Saptresna, kemudian pada tahun 1920 nama perkumpulan ini berganti Aisyiyah. Tugas pokoknya adalah mengadakan kajian khusus bagi perempuan, dengan ciri khas mengenakan kerudung  putih.
Tahun 1917, K.H. Ahmad Dahlan juga membentuk pengajian Malam Jum�at sebagai forum dialog dan tukar pikiran warga Muhammadiyah dan masyarakat simpatisan.
Tahun 1918, didirikan kepanduan Hizbul Wathan (HW), bagi kalangan angkatan muda. Sedangkan tahun 1920 didirikan Panti Asuhan Yatim Piatu Muhammmadiyah, dan lain-lain.[4]
Usaha keras yang dirintis Ahmad Dahlan akhirnya berubah hasil. Muhammadiyah pelopor amalan organisasi sosial kemasyarakatan yang berbasiskan agama, menjadi corak pembaruan yang dinamis. Karena itu, persyarikatan Muhammadiyah itu, awalnya, lebih diminati oleh orang-orang perkotaan dan yang berpendidikan.
Tetapi, seiring dengan meluasnya lembaga-lembaga pendidikan yang didirikan oleh Muhammadiyah, sampai-sampai pelosok, ormas Islam yang yang didirikan oleh Ahmad Dahlan itu tidak hanya dikenal sebagai organisasi milik orang perkotaan saja. Dikhotomi kota dan desa tidak lagi relevan untuk Muhammadiyah saat ini. Sebelas tahun setelah Muhammadiyah berdiri, tepatnya pada 23 Februari 1923, Ahmad Dahlan meninggal dunia di Kauman, Yogyakarta, tempat dimana ia pernah dilahirkan pada tahun 1868.[5]

C.     Pemikirannya tentang Pendidikan
1.      Pembaruan tentang pendidikan
Secara Umum, ide-ide pembaruan Dahlan dapat diklasifikasikan kepada dua dimensi, yaitu : Pertama, berupaya memurnikan (purifikasi) ajaran islam  dari khurafat, tahayul, dan bid�ah yang selama ini telah bercampur dalam akidah dan ibadah umat Islam. Kedua, mengajak umat Islam untuk keluar dari jaring pemikiran tradisional melalui interpretasi terhadap doktrin Islam dalam rumusan dan penjelasan yang dapat diterima oleh rasio.
Menurut Dahlan, upaya strategis untuk menyelamatkan umat islam dari pola pikir yang statis menuju pada pemikiran yang dinamis adalah melalui pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan hendaknya ditempatkan pada skala prioritas utama dalam proses pembangunan umat. Mereka hendak nya dididik agar cerdas, kritis, dan memiliki daya analisis yang tajam dalam memetadinamikan kehidupannya pada masa depan. Adapun kunci untuk meningkatkan kemajuan umat Islam adalah kembali kepada Al-qur�an dan Hadits, mengarahkan umat Islam pada pemahaman ajaran umat islam secara komprehensif, dan menguasai berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Upaya ini secara strategis dapat dilakukan melalui pendidikan.
Menurut Dahlan, pelaksanaan pendidikan hendaknya didasarkan pada landasan yang kokoh. Landasan ini merupakan kerangka filosofis bagi merumuskan konsep dan tujuan ideal pendidikan Islam, baik secara vertikal (khaliq) maupun horizontal (mahluk). [6]
Secara khusus pembaharuan Dahlan dalam Pendidikan meliputi : Pembaharuan terhadap Tujuan Pendidikan,meliputi : Muhammmadiyah sejak tahun 1912 telah menggarap dunia pendidikan, namun perumusan mengenai tujuan pendidikan yang spesifik baru disusun pada 1936. Pada mulanya tujuan pendidikan ini tampak dari ucapan K.H. Ahmad Dahlan :�Dadijo kjai sing kemajoean, adja kesel anggonu njambut gawe kanggo Muhammadiyah� (jadilah manusia yang maju, jangan pernah lelah dalam bekerja untuk Muhammadiyah).
Untuk mewujudkannya, menurut K.H. Ahmad Dahlan, pendidikan terbagi menjadi tiga jenis, yaitu :
a.       Pendidikan Moral/akhlak
Yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan karakter manusia yang baik berdasarkan Al-Quran dan Al-Sunnah
b.      Pendidikan Individu.
Yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan kesadaran individu yang utuh, yang berkesinambungan antara keyakinan dan intelek, antara akal dan pikiran serta antara dunia dan akhirat.
c.       Pendidikan Kemasyarakatan
Yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan keseiyaan dan keinginan hidup masyarakat.


2.      Pembaruan Penyelenggaraan Pendidikan
Usaha Muhammadiyah untuk memperbarui penyelenggarann pendidikan dengan jalan modernisasi dalam sistem pendidikan yaitu menukar sistem pondok pesantren dengan sitem pendidikan yang modern sesuai denga tuntutan zaman. Usaha tersebut diwujudkan dalam bentuk lembaga pendidikan yang bersifat spesifik yaitu mengadopsi sistem persekolahan Barat, tetapi dimodifikasi sedemikian rupa sehingga berjiwa Nusantara yang mempunyai misi islami.
Ada dua model persekolahan yaitu :
a.       Model persekolahan umum
Sekolah pertama yang didirikan K.H.Ahmad Dahlan pada 1911 di Kauman, Yogyakarta. Sekolah ini merupakan sekolah tingkat dasar yang berawal dari sebuah pengajian. Sekolah ini mempunyai murid laki-laki dan perempuan sekaligus, yang diajar dengan menggunakan papan tulis dan kapur, bangku-bangku, serta alat peraga. Penyelenggaraan pendidikan seperti ini adalah yang pertama kali, yang menggabungkan antara sitem pengajaran pesantren dengan Barat.
b.      Madrasah
Selain mendirikan sekolah beliau juga mendirikan madrasah yang mengikuti model gubernamen, bersifat agamis yang disebut sebagai madrasah. Perbedaannya dengan sekolah terletak pada kurikulumnya, yaitu 60% agama dan selebihnya non agama.[7]
  1. Relevansi Pemikiran KH. Ahmad Dahlan terhadap Pendidikan Masa Kini
Untuk membangun upaya Tarbiyah (pendidikan ummat manusia) tersebut, khususnya di negara Indonesia ini. maka langkah awal yang digagas Dahlan adalah gigih membina angkatan muda untuk turut bersama-sama melaksanakan upaya membangun sistem pendidikan muda Muhammadiyah tersebut, dan juga untuk meneruskan dan melangsungkan cita-citanya membangun dan memajukan bangsa ini dengan membangkitkan kesadaran akan ketertindasan dan ketertinggalan umat Islam di Indonesia. Strategi yang dipilihnya untuk mempercepat dan memperluas gagasannya tentang gerakan pendidikan Muhammadiyah ialah dengan mendidik para calon pamongpraja (calon pejabat) yang belajar di OSVIA Magelang pada saat itu dan para calon guru yang belajar di Kweekschool Jetis Yogyakarta, karena ia sendiri diizinkan oleh pemerintah Kolonial untuk mengajarkan agama Islam di kedua sekolah tersebut. Dengan mendidik para calon pamongpraja tersebut diharapkan akan dengan segera memperluas gagasannya tersebut, karena mereka akan menjadi orang yang mempunyai pengaruh luas di tengah masyarakat. Demikian juga dengan mendidik para calon guru yang diharapkan akan segera mempercepat proses transformasi ide tentang gerakan dakwah Muhammadiyah, karena mereka akan mempunyai murid yang banyak. Oleh karena itu, Dahlan juga mendirikan sekolah guru yang kemudian dikenal dengan Madrasah Mu'allimin (Kweekschool Muhammadiyah) dan Madrasah Mu'allimat (Kweekschool Istri Muhammadiyah). Dahlan mengajarkan agama Islam dan tidak lupa menyebarkan cita-cita pembaharuannya.
            Dalam kontes sekarang, nampaknya bentuk strategis yang dipilih oleh KH.Ahmad Dahlan sangatlah relevan, dalam rangka mempercepat transformasi pengetahuan keagamaan yang terintegrasi dalam berbagai kegiatan kehidupan harus menjiwai tiap pendidik-pendidik muslim di berbagai jenis lembaga pendidikan. [8]








KESIMPULAN

K. H. Ahmad Dahlan berasal dari keluarga yang agamis dan terpandang, ayahnya adalah seorang imam/khotib di masjid Agung Keraton Yogyakarta. Sedangkan ide-ide yang dikemukakan beliau adalah membawa pembaruan dalam bidang pembentukan lembaga pendidikan Islam yang menggabungkan sistem pendidikan pesantren (sorogan/halaqah) dengan sistem pendidikan Belanda (sistem klasikal).

Diharapkan dengan cara ini seorang tamatan madrasah atau sekolah umum akan muncul pribadi-pribadi muslim yang utuh. Ahmad Dahlan tidak mewariskan tulisan yang bisa kita baca, tetapi mewariskan lembaga pendidikan Muhammadiyah. 




















DAFTAR PUSTAKA

Nizar, Samsul. 2005. Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam Ciputat : Quantum Teaching
Kurniawan, Syamsul. 2011. Jejak Tokoh Pemikiran Pendidikan Islam. Jogjakarta : Ar-ruzz Media
Mohammad, Herry. 2006 . Tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20  Jakarta : Gema Insani
Anwar. 2011. �Pemikiran-Pendidikan-IslamKkyai-Ahmad�. Diakses dari http://anwarbook.blogspot.com/2011/11/pemikiran-pendidikan-islam-kyai-ahmad.html. pada tanggal [5 mei 2014]





[1]Syamsul Kurniawan, Jejak pemikiran Tokoh pendidikan Islam (Jogjakarta: Ar-ruzz media, 2011), hlm 193-195
[2]Ibid, hlm 195-197
[3]Muhammad Herry, Tokoh-Tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20(Jakarta:Gema insani,2006),hlm 12
[4]Opcit, hlm 198-199
[5] Ibid, hlm 12
[6].Rama-yulis.Samsul Nizwar, Insiklopedia Pendidikan Islam (Ciputat: Kuantum Teaching, 2005), hlm 205-206
[7] Ibid 207-208