Tuesday 8 September 2015

makalah studi tokoh pendidikan islam "Kh. Hasyim asyari" pendiri NU


MAKALAH

PEMIKIRAN PENDIDIKAN
MENURUT K.H. HASYIM ASY�ARI
Disusun guna memenuhi tugas:
Mata-Kuliah                   :  Studi Tokoh Pendidikan Islam
Dosen Pengampu           :  Moch. Iskarim, M.S.I




Oleh:
Kukuh Dwi Atmono                    2021 111 323
Inafa Atina                                   2021 111 380
Puput Suci Pamungkas                 2021 112 002
Kelas F


PROGRAM STUDI PAI
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
PEKALONGAN
2014
BAB I
PENDAHULUAN

Berbicara soal pendidikan di Indonesia, perlu melihat sejarah pendidikan di Indonesia sendiri, sejak awal adanya kegiatan kependidikan hingga pada masa untuk mengembangkan dan memajukan pendidikan. Orang yang berkecimpung dalam bidang pendidikan, maka tentu tidak terlepas dari pola pandangan mereka dalam bidang tersebut. Kaitannya, demi mengembangkan dan memajukan kualitas maupun orientasi pendidikan di Indonesia, kita juga perlu memiliki prinsip dalam mengelola sub-sub sistem pendidikan di dalamnya. Walau bagaimanapun, prinsip tersebut tidak serta merta sepenuhnya muncul dalam pandangan seseorang saja, akan tetapi kita perlu mengumpulkan, memandang, dan menganalisis beberapa pandangan para tokoh pendidikan, agar tercapai atau mendekati kesempurnaan.

Banyak pemikiran para tokoh pendidikan di dunia, bahkan dari Indonesia sendiri, yang menjadi acuan bagi para praktisi pendidikan di Indonesia, baik pendidikan di bidang umum maupun agama, khususnya agama Islam. Salah satu dari beberapa tokoh agama Islam yang terkemuka di Indonesia ialah K.H. Hasyim Asy�ari, yang mana pemikirannya tentang pendidikan menjadi pandangan banyak pendidik di Indonesia.
Kyai Hasyim sendiri juga seorang pendidik profesional yang terkenal dengan ilmunya, kharismanya, dan lembaga pendidikan Islam yang didirikannya, Pesantren Tebuireng, Jawa Timur. Dari pemikirannya yang tertulis dalam kitab karangannya berjudul �Adab al-Alim wa al-Muta�allim fima Yahtaj Ila al-Muta�alim fi Ahuwal Ta�allum wa ma Yataqaff al-Mu�allim fi Maqamat Ta�limi�, berisi tentang konsep pendidikan yang banyak ditekankan pada etika dalam pendidikan. Ini sekaligus menjadi nasihat dari beliau kepada orang-orang yang berhubungan dengan pendidikan.
Dalam makalah ini akan dibahas tentang biografi beliau, aktivitas beliau dalam dunia pendidikan, dan pemikirannya tentang pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Biografi K.H. Hasyim Asy�ari
Hadratussyaikh Hasyim Asy�ari, adalah seorang ulama Jawa yang menjadi panutan banyak dari para kyai di Indonesia. Beliau lahir di desa Gedang, sekitar dua kilometer sebelah timur Jombang, pada tanggal 24 Dzul Qa�dah 1287 H, bertepatan pada tanggal 14 Pebruari 1871. Nama asli yang diberikan oleh orang tua beliau adalah Muhammad Hasyim, sedangkan ayahnya bernama Asy�ari dan ibunya bernama Halimah. Dipercayai bahwa mereka adalah keturunan raja Muslim Jawa, Jaka Tingkir, dan raja Hindu Majapahit, Brawijaya VI, juga dipercayai merupakan keturunan bangsawan.
Ayah beliau adalah seorang kyai pendiri Pesantren Keras di Jombang, sementara kakeknya, kyai Utsman[1]adalah kyai terkenal pendiri Pesantren Gedang, sementara moyangnya, kyai Sihah adalah pendiri Pesantren Tambakberas Jombang. Sahingga wajar saja apabila K.H. Hasyim Asy�ari menyerap lingkungan agama dari lingkungan pesantren keluarganya dan mendapatkan ilmu pengetahuan agama Islam yang luas.[2]
K.H. Hasyim Asy�ari merupakan pendiri Nahdlatul Ulama, bersama K.H. Wahab Hasbullah dan K.H. Bisri Syansuri, yang didirikan di Surabaya pada tanggal 16 Rajab 1344, bertepatan tanggal 31 Januari 1926. Organisasi NU bermaksud untuk mempertahankan praktik keagamaan yang sudah mentradisi di Nusantara untuk mengimabangi gencarnya ekspansi pembaruan Islam. NU sendiri memberikan perhatian besar bagi pendidikan, khususnya pendidikan tradisional yang harus dipertahankan keberadaannya. Kemudian NU mendirikan madrasah-madarasah dengan model Barat.
Dalam hidupnya, beliau juga ikut berperan penting dalam bidang politik nasional. Di samping itu, beliau menjadi salah satu motivator para pejuang bangsa Indonesia dalam mengusir pendudukan kolonial di tanah air, untuk meraih kemerdekaan. Akhir hayatnya, K.H. Hasyim Asy�ari wafat pada tanggal 7 Ramadhan 1366 H, bertepatan tanggal 25 Juli 1947, disebabkan tekanan darah tinggi.[3]

B.     Aktivitas Kependidikan K.H. Hasyim Asy�ari
Riwayat pendidikan K.H. Hasyim Asy�ari mungkin dapat digambarkan dengan kata-kata sederhana, �dari pesantren kembali ke pesantren.� Beliau dibesarkan di lingkungan pesantren, diasuh dan dididik langsung oleh orang tua dan kakeknya di Pesantren Gedang, di bawah bimbingan orang tuanya sampai berusia 13 tahun. Ketika itu, beliau sudah berani menjadi guru pengganti di pesantren ayahnya dengan mengajar murid-murid yang tidak jarang lebih tua dari usia beliau sendiri. Pada usia 15 tahun, K.H. Hasyim Asy�ari mulai mengembara ke berbagai pesantren di Jawa dan Madura untuk mencari ilmu pengetahuan keagamaan, di antaranya yaitu Pesantren Wonokoyo (Probolinggo), Pesantren Langitan (Tuban), Pesantren Trenggilis, Pesantren Kademangan (Bangkalan, Madura), dan Pesantren Siwalan Panji (Sidoarjo).
Tradisi bahwa masing-masing pesantren memiliki spesialisasi dalam ilmu agama, menjadikan para santri menerima pengajaran dari berbagai ahli agama dengan jalan berkelana ke pesantren yang berbeda-beda untuk mencari ilmu. Hal ini memberi kesempatan pada K.H. Hasyim Asy�ari untuk belajar tatabahasa dan sastra Arab, fiqih, dan sufisme dari Kyai Khalil[4]dari Bangkalan, selama tiga tahun, sebelum memfokuskan diri dalam bidang fiqih selama dua tahun di bawah bimbingan Kyai Ya�qub di Pesantren Siwalan Panji. Pada akhir perjalanan mencari ilmunya, K.H. Hasyim Asy�ari telah mahir dalam tauhid, fiqih, bahasa Arab, tafsir dan hadits.[5]
Kemudian beliau ke Mekkah selama tujuh tahun melakukan ibadah haji dan belajar di lingkungan seperti pesantren yaitu Masjid al-Haram dan Masjid Nabawi. Beliau juga sempat mengajar di Mekkah, yang menjadi sebuah awal karier pengajaran yang kemudian diteruskan ketika kembali ke tanah air pada 1900. Setelah tujuh tahun di Mekkah beliau kembali ke Nusantara. Di rumah, pertama beliau mengajar di pesantren ayah dan kakeknya, kemudian, antara 1903-1906, mengajar di kediaman mertuanya, Kemuring (Kediri).[6]
Setelah dirasa cukup, pada tahun 1899 Hasyim mendirikan Pondok Pesantren Tebuireng, yang terletak 2 km dari pesantren milik ayahnya. Kyai Hasyim menghabiskan sebagian besar waktunya mengajar para santri di pesantren. Bahkan mengatur �kegiatan-kegiatan politik dari pesantren.�
Modal awal, selain tekad dan sikap istiqomah, Hasyim ditemani oleh 8 santri dari pesantren ayahnya. Buahnyapun ada, dalam tempo 3 bulan, santrinya menjadi 28 orang. Dan ini terus bertambah dan berkembang karena ilmu yang dimilikinya, menjadi ratusan bahkan ribuan santri. Selain dibantu oleh para santri senior, Kyai Hasyim turun sendiri mengajar para santri. Dan dalam mengajar, beliau punya disiplin yang tinggi.[7]
Banyak murid yang memperoleh pengetahuan dasar agamanya di pesantren-pesantren yang lain, kemudian mendaftar di Pesantren Tebuireng untuk melanjutkan pendidikannya di bawah pimpinan Kyai Hasyim. Mereka tertarik dengan pendekatan pedagogiknya, sebuah teknik yang diperoleh dari berbagai ulama di Indonesia dan Hijaz. Kutipan berikut menggambarkan metode mengajar Kyai Hasyim Asy�ari:
In this verandah (of the mosque), student who were at the advanced level of study learnt directly from their lecturers, including K.H. Hasyim Asy�ari. There, the latter ..... sat teaching until night sometimes. Usually he taught for an hour before and one after the five daily prayers. He sat on a sofa which was covered with a plaited mat or a lamb�s skin, and beside him there were books which were needed for the lesson. Sometimes we found two to three pillows which he propped behind his back, especially if he did not feel well ..... the teaching was usually about fiqh, hadith and tafsirwhich were very interesting, not only because his reading was fluent (fasih) but also [because] the translation and description of the words was correct and clear so that the students, who followed the teaching (pengajian), were able to absorb them easily. The examples which were given as explanations to parts of verses usually contained useful insights into human life and were made to strengthen the faith of students and to encourage them to perform good deeds (�amal). Generally, the descriptions and explanation indicated the breadth of his knowledge and experience in many branches of knowledge rarely mastered by other �ulama.[8]
K.H. Hasyim Asy�ari adalah orang yang berani dan konsisten memperjuangkan ilmu-ilmu umum agar dimasukkan ke dalam sistem pendidikan di Pesantren Tebuireng yang di kemudian hari banyak ditiru di pesantren lain. K.H. Hasyim Asy�ari juga menerapkan sistem madrasah ke dalam sistem pesantren dan memperkenalkan sistem musyawarah dalam sistem pendidikan pesantren.[9]Sebagaimana kutipan dalam buku lain:
K.H. Hasyim Asy�ari was a master of the Qur�an and hadith, knowledge that was regarded as a new field in the pesantrens. So, by providing instructions in these two subjects, K.H. Hasyim Asy�ari can be regarded as an innovator and reformer within the traditionalist Indonesian scholars.[10]
Kyai Hasyim adalah sosok terkemuka, sejak Pesantren Tebuireng yang dipimpinnya telah meluluskan kyai-kyai terkenal di Indonesia, seperti Kyai Wahab Hasbullah, Kyai Manaf Abdul Karim, pendiri Pesantren Lirboyo, Kyai Abbas, pendiri Pesantren Buntet, Kyai As�ad Syamsul Arifin, pendiri Pesantren Sukorejo, Kyai Bisri Syansuri pendiri Pesantren Denanyar, dan sebagainya. Ada juga yang berperan dalam bidang politik, seperti Kyai Masykur yang menjadi Menteri Agama, dan Saifuddin Zuhri sebagai Menteri Agama pada era Demokrasi Terpimpin.

C.    Pemikiran K.H. Hasyim Asy�ari mengenai Pendidikan
Salah satu karya monumental K.H. Hasyim Asy�ari yang berbicara tentang pendidikan adalah kitab Adab al-Alim wa al-Muta�allim fima Yahtaj Ila al-Muta�alim fi Ahuwal Ta�allum wa ma Yataqaff al-Mu�allim fi Maqamat Ta�limi. Sebagaimana umumnya kitab kuning, pembahasan terhadap masalah pendidikan lebih ditekankan pada masalah pendidikan etika. Namun demikian, karya tersebut tidak berarti menafikan beberapa aspek pendidikan lainnya. Karyanya ini merujuk pada kitab-kitab yang ditelaahnya dari berbagai ilmu yang diterima dari para gurunya ditambah dengan berbagai pengalaman yang pernah dijalaninya.
Kitab tersebut terdiri dari delapan bab, yaitu (1) Keutamaan ilmu dan ilmuan serta keutamaan belajar mengajar, (2) Etika yang harus diperhatikan dalam belajar mengajar, (3) Etika murid terhadap guru, (4) Etika murid terhadap pelajaran dan hal-hal yang harus dipedomani bersama guru, (5) Etika yang harus dipesomani seorang guru, (6) Etika guru ketika dan akan mengajar, (7) Etika guru terhadap murid-muridnya, dan (8) Etika terhadap buku, alat untuk memperoleh pembelajaran, dan hal-hal yang berkaitan dengannya. Dari delapan bab tersebut dapat dikelompokkan dalam empat kelompok, yaitu (1) Signifikansi pendidikan, (2) Tugas dan tanggung jawab seorang murid, (3) Tugas dan tanggung jawab seorang guru, (4) Etika terhadap buku, alat untuk memperoleh pelajaran dan hal-hal yang berkaitan dengannya.[11]
Dalam makalah ini akan dibahas konsep pendidikan beliau meliputi tujuan pendidikan, konsep pendidik, dan konsep peserta didik.

1.      Tujuan Pendidikan
Terdapat dua hal yang harus diperhatikan dalam menuntut ilmu, pertama bagi murid, hendaknya ia berniat suci menuntut ilmu, jangan sekali-kali berniat untuk hal-hal duniawi dan jangan melecehkan atau menyepelekan. Kedua, bagi guru, dalam mengajarkan ilmu hendaknya ia meluruskan niatnya terlebih dahulu, tidak mengharapkan materi semata-mata.
K.H. Hasyim Asy�ari menyebutkan bahwa tujuan utama ilmu pengetahuan adalah mengamalkannya. Dalam hal belajar, yang menjadi titik penekanannya adalah pada pengertian bahwa belajar itu merupakan ibadah untuk mencari ridha Allah yang mengantarkan seseorang untuk memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat. Karenanya, belajar harus diniati untuk mengembangkan dan melestarikan nilai-nilai Islam, bukan sekadar menghilangkan kebodohan.[12]
2.      Konsep Pendidik
Dalam kitab karangan K.H. Hasyim Asy�ari yang disebut di atas, disebutkan tentang tugas dan tanggung jawab seorang pendidik antara lain:
a.       Etika yang dipedomani seorang guru
1)      Senantiasa mendekatkan diri kepada Allah.
2)      Senantiasa takut kepada Allah.
3)      Senantiasa bersikap tenang dan berhati-hati.
4)      Senantiasa tawadhu�, mengadukan persoalannya kepada Allah.
5)      Tidak menggunakan ilmunya untuk meraih keduniawian semata.
6)      Tidak selalu memanjakan anak didik.
7)      Berlaku zuhud dalam kehidupan dunia.
8)      Menghindari berusaha dalam hal-hal yang rendah.
9)      Mengamalkan sunah Nabi.
10)  Mengistiqamahkan membaca Al-Qur�an.
11)  Bersikap ramah, ceria, dan suka menaburkan salam.
12)  Membersihkan diri dari perbuatan yang tidak disukai Allah.
13)  Menumbuhkan semangat untuk menambah ilmu pengetahuan.
14)  Tidak menyalahgunakan ilmu dengan cara menyombongkannya.
15)  Membiasakan diri menulis, mengarang, dan meringkas.[13]
b.      Etika guru ketika dan akan mengajar
1)      Mensucikan diri dari hadas dan kotoran.
2)      Berpakaian yang sopan dan rapi serta usahakan berbau wangi.
3)      Berniatlah beribadah ketika dalam mengajarkan ilmu kepada anak didik.
4)      Sampaikanlah hal-hal yang diajarkan oleh Allah.
5)      Biasakan membaca untuk menambah ilmu pengetahuan.
6)      Berilah salam ketika masuk ke dalam kelas.
7)      Sebelum mengajar, mulailah terlebih dahulu dengan berdoa untuk para ahli ilmu yang telah lama meninggalkan kita.
8)      Berpenampilan yang kalem dan jauhi hal-hal yang tidak pantas dipandang mata.
9)      Menjauhkan diri dari bergurau dan banyak tertawa.
10)  Jangan sekali-kali mengajar dalam kondisi lapar, marah, mengantuk, dan sebagainya.
11)  Pada waktu mengajar, hendaklah mengambil tempat duduk yang strategis.
12)  Usahakan tampilannya ramah, lemah lembut, jelas, tegas, dan lugas, serta tidak sombong.
13)  Dalam mengajar, hendaknya mendahulukan materi-materi yang penting dan sesuaikan dengan profesi yang dimiliki.
14)  Jangan sekali-kali mengajarkan hal-hal yang bersifat syubhat yang bisa membinasakan.
15)  Perhatikan masing-masing kemampuan murid dalam mengajar dan tidak terlalu lama, menciptakan ketenangan dalam belajar.
16)  Menasehati dan menegur dengan baik bila terdapat anak didik yang bandel.
17)  Bersikaplah terbuka terhadap berbagai macam persoalan-oersoalan yang ditemukan.
18)  Berilah kesempatan kepada peserta didik yang datangnya ketinggalan dan ulangi penjelasannya agar tahu apa yang dimaksud.
19)  Dan bila sudah selesai, berilah kesempatan kepada anak didik untuk menanyakan hal-hal yang kurang jelas ataau belum dipahami.[14]
c.       Etika guru terhadap murid-muridnya
1)      Berniat mendidik dan menyebarkan ilmu pengetahuan serta menghidupkan syariat Islam.
2)      Menghindari ketidakikhlasan dan mengejar keduniawian.
3)      Hendaknya selalu melakukan introspeksi diri.
4)      Mempergunakan metode yang mudah dipahami murid.
5)      Membangkitkan antusias peserta didik dengan memotivasinya.
6)      Memberikan latihan-latihan yang bersifat membantu.
7)      Selalu memerhatikan kemampuan peserta didik.
8)      Tidak terlalu memunculkan salah seorang peserta didik dan menafikan yang lainnya.
9)      Mengarahkan minat peserta didik.
10)  Bersikap terbuka dan lapang dada terhadap peserta didik.
11)  Membantu memecahkan masalah dan kesulitan peserta didik.
12)  Bila terdapat peserta didik yang berhalangan, hendaknya mencari hal ikhwal kepada teman-temannya.
13)  Tunjukkan sikap arif dan penyayang kepada peserta didik.
14)  Tawadhu�.[15]
3.      Konsep Peserta Didik
Dalam kitab karangan K.H. Hasyim Asy�ari yang disebut di atas, disebutkan tentang tugas dan tanggung jawab peserta didik antara lain:
a.       Etika yang harus diperhatikan dalam belajar
1)      Membersihkan hati dari berbagai gangguan keimanan dan keduniawian.
2)      Membersihkan niat.
3)      Tidak menunda-nunda kesempatan belajar.
4)      Bersabar dan qanaah terhadap segala macam pemberian dan cobaan.
5)      Pandai mengatur waktu.
6)      Menyederhanakan makan dan minum.
7)      Bersikap hati-hati (wara�).
8)      Menghindari makanan dan minuman yang menyebabkan kemalasan dan kebodohan.
9)      Menyedikitkan waktu tidur selagi tidak merusak kesehatan.
10)  Meninggalkan hal-hal yang kurang berfaedah.[16]
b.      Etika murid terhadap guru
1)      Hendaknya selalu mendengar dan memperhatikan apa yang dikatakan atau dijelaskan oleh guru.
2)      Memilih guru yang wara� di samping professional.
3)      Mengikuti jejak-jejak guru.
4)      Memuliakan guru.
5)      Memerhatikan apa yang menjadi hak guru.
6)      Bersabar terhadap kekerasan guru.
7)      Berkunjung kepada kepada guru pada tempatnya atau meminta izin terlebih dahulu kalau keadaan memaksa harus tidak pada tempatnya.
8)      Duduklah dengan rapi dan sopan bila berhadapan dengan guru.
9)      Berbicaralah dnegan sopan dan lemah lembut.
10)  Dengarkan segala fatwanya.
11)  Jangan sekali-kali menyela ketika guru sedang menjelaskan.
12)  Gunakan anggota yang kanan bila menyerahkan sesuatu kepadanya.[17]
c.       Etika murid terhadap pelajaran
1)      Memerhatikan ilmu yang bersifat fardhu �ain untuk dipelajari.
2)      Harus mempelajari ilmu-ilmu yang mendukung ilmu fardhu �ain.
3)      Berhati-hati dalam menanggapi ikhtilaf para ulama.
4)      Mendiskusikan dan menyetorkan hasil belajar kepada orang-orang yang dipercayainya.
5)      Senantiasa menganalisis dan menyimak ilmu.
6)      Pancangkan cita-cita yang tinggi.
7)      Bergaullah dengan orang yang berilmu lebih tinggi.
8)      Ucapkan salam bila sampai dim tempat majlis ta�lim.
9)      Bila terdapat hal-hal yang belum dipahami hendaknya ditanyakan.
10)  Bila kebetulan bersamaan dengan banyak teman, sebaiknya jangan mendahului antrean kalau tidak mendapatkan izin.
11)  Ke mana pun kita pergi dan di mana pun kita berada jangan lupa membawa catatan.
12)  Pelajari pelajaran yang telah diajarkan dengan kontinu.
13)  Tanamkan rasa semangat dalam belajar.[18]


D.    Relevansi Pemikiran K.H. Hasyim Asy�ari dengan Pendidikan Saat Ini
Relevansi pemikiran K.H. Hasyim Asy�ari terhadap pendidikan sekarang nampak pada munculnya berbagai lembaga yang dinaungi panji-panji Islam atau lebih dikenal dengan sebutan Pondok Pesantren. Pesantren sampai sekarang masih menjadi satu-satunya lembaga yang diharapkan mampu melahirkan sosok ulama yang berkualitas, dalam arti mendalam pengetahuan agamanya, agung moralitasnya dan besar dedikasi sosialnya.
Konsep pendidikan oleh K.H. Hasyim tidak hanya berupa teori dan pemikirannya saja, akan tetapi beliau juga mempraktikkannya langsung dalam aktivitas kependidikannya. Walaupun pemikiran beliau masih bercorak tradisionalis, tetapi pemikiran K.H. Hasyim Asy�ari tetap sesuai dan tepat jika diterapkan dalam pendidikan Islam saat ini, terutama dalam beberapa aspek antara lain yaitu dalam hal tujuan pendidikan, materi dan dasar yang digunakan yaitu Al-Qu�an dan Al-Hadits.
Pemikiran Kyai Hasyim tentang pemaduan antara pesantren yang tradisionalis dengan model sekolah barat yang lebih moderenis, sebelumnya banyak dikhawatirkan oleh banyak kyai lain. Namun, beliau konsisten dengan pemikiran yang telah dipertimbangkannya, sebagaimana slogan NU sebagai berikut:
??????????????? ????? ??????????? ?????????? ??????????? ????????????? ???????????
�tetap memelihara hal-hal yang lama yang baik dan mengambil hal-hal yang baru yang lebih baik.�
Hal tersebut menunjukkan bahwa Kyai Hasyim merupakan tokoh yang berusaha memelihara tradisi turun temurun dari pondok pesantren, juga mengembangkan pendidikan keilmuan di pondok pesantren. Hingga sekarang, pendidikan Islam berkembang dari model pesantren tradisional, pesantren moderen, madrasah dan sekolah Islam.
1.      Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan menurut K.H. Hasyim Asy�ari adalah mengamalkan ilmu untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Kyai Hasyim juga menyebutkan dalam hal belajar, bahwa belajar itu merupakan ibadah untuk mencari ridha Allah yang mengantarkan seseorang untuk memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat. Karenanya, belajar harus diniati untuk mengembangkan dan melestarikan nilai-nilai Islam, bukan sekadar menghilangkan kebodohan.
Pola pikir Kyai Hasyim yang pragmatis, memadukan antara pendidikan tradisionalis, yang menekankan pada pendidikan keagamaan, dengan pendidikan modernis, yang berisi pendidikan umum atau non-keagamaan. Hal tersebut bertujuan mencetak lulusan siswa menjadi seorang ulama yang intelektual, dan intelek yang islami.
2.      Konsep Pendidik
Seorang pendidik yang dipraktikkan oleh Kyai Hasyim sendiri adalah bahwa mereka harus memiliki ilmu yang mumpuni, memiliki kewibawaan dan keteladanan, tekun, ulet, bertekad menyebarluaskan ilmu kebenaran demi kebaikan, ikut berbaur dengan lingkungan masyarakat sekitar dan sesama pendidik, selalu berusaha untuk mengimbangi antara memelihara tradisi dan tuntutan kemajuan zaman, dan senantiasa mencintai anak didiknya dengan memberi motivasi, inspirasi dan memeliharanya.
Sedangkan yang dijelaskan oleh beliau dalam kitabnya ialah sebagaimana yang disebutkan di atas, bahwa pertama, guru harus memiliki kompetensi personal dengan etika yang harus dipedomani oleh pribadi seorang pendidik. Kedua, memiliki kompetensi pedagogik dan profesional dengan etika guru dalam mengajar. Ketiga, memiliki kompetensi sosial dengan etika ketika bersama peserta didiknya.
Dalam mengajar, seorang guru harus memiliki niat yang lurus dan ikhlas dalam mengajar, tidak mengharapkan meteri semata. Ikhlas di sini adalah bahwa seorang pendidik harus bekerja dengan profesional, yaitu ahli sesuai dengan bidangnya. Guru harus tegas dan jelas dalam menyampaikan ilmu, tidak menjadikan bingung dan ragu peserta didiknya, sehingga dapat memahamkan ilmu bagi mereka.
3.      Konsep Peserta Didik
Sebagai peserta pendidik, juga memiliki tugas dan tanggung jawab terhadap guru, pelajaran, dan dalam belajarnya. Sama halnya dengan pendidik, peserta didik juga harus memiliki etika di dalamnya. Dalam menuntut ilmu peserta didik hendaknya berniat suci menuntut ilmu pengetahuan untuk mengamalkannya, mengembangkan dan melestarikan nilai-nilai Islam, bukan sekadar menghilangkan kebodohan, demi mencari ridha Allah yang mengantarkan untuk memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat, jangan sekali-kali berniat untuk hal-hal duniawi dan jangan melecehkan atau menyepelekan ilmu dan gurunya.
4.      Kurikulum Pendidikan
�����������������Pada awal mulanya, mata pelajaran yang di ajarkan oleh Kyai Hasyim adalah menekankan pada syariat Islam atau ilmu pengetahuan dasar keagamaan Islam, yaitu tauhid, fiqih dan tafsir. Sedangkan ilmu bahasa yang dipelajari adalah bahasa Arab, dan tulis menulis Arab. Setelah berkembangnya tuntutan zaman, kurikulum yang sebelumnya ditambahkan pelajaran Qur�an dan Hadits, dan bahasa Indonesia dan Melayu, serta bahasa asing Belanda.
Seiring berkembangnya model pesantren tradisional yang dipadukan dengan model sekolah moderen, mata pelajaran pun ditambah dengan mempelajari baca tulis dengan tulisan latin, ilmu hitung, ilmu geografi, ilmu sosial.
5.      Strategi Pembelajaran dalam Pendidikan
Pada dasarnya tradisionalisme pendidikan Kyai Hasyim Asy�ari mengindikasikan bahwa aplikasi pendidikan berkaitan dengan model dalam pembelajaran, lebih berpusat pada subject matter oriented dengan posisi sentral pada keberadaan seorang guru sebagai subjek yang menentukan dalam proses belajar mengajar, atau disebut teacher centre learning (pengajaran berpusat pada guru). Dalam hal ini, sesungguhnya konsep dan aktualisasi pendidikan Kyai Hasyim Asy�ari lebih dekat kepada kerangka esensialisme (lebih menitikberatkan pada materi) dari pada progresifisme (lebih menitikberatkan pada aspek intelektual atau kecerdasan). Selain itu, pembelajaran pendidikan di pesantren juga menggunakan pendekatan kontekstual dan pembiasaan.
Dalam kegiatan belajar mengajar, Kyai Hasyim menggunakan beberapa metode antara lain dengan cara halaqah, mubahatsah, sorogan, bandongan, dan muthalaah, yang identik dengan metode ceramah, demonstrasi, tanya jawab, diskusi dan dialog. Dalam mata pelajaran bahasa Arab, terutama dalam belajar shorof, menggunakan metode hafalan.
6.      Evaluasi Pendidikan
Mengenai evaluasi, menurut pemikiran K.H. Hasyim Asy�ari memang dalam proses evaluasi tidak menggunakan standarisasi nilai, namun jika diteliti sistem pendidikan islam  sebenarnya proses itu sudah menilai dari segala aspek yaitu aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Pemikiran beliau lebih menitikberatkan pada persoalan hati (qolb) sehingga yang menjadi hal terpenting atau modal dalam menuntut ilmu adalah niat yang tulus dan ikhlas dan mengaharapkan ridha Allah SWT. Selain itu beliau juga sangat menekankan penanaman akhlak dan moral terhadap siswa. Jika dikaitkan dengan pendidikan sekarang maka pemikiraan K.H. Hasyim Asy�ari berhubungan erat dengan aspek afektif siswa. pada dasarnya pemikiran K.H. Hasyim Asy�ari mengenai tujuan atau pun dasar yang digunakan adalah sangat tepat bahkan sangat sesuai karena menggunakan dasar Al-Qur�an dan Al-Hadits. Karena dalam Al-Qur�an dan Al-Hadits terwujud suatu sistem pendidikan yang komprehensif yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik.





BAB III
PENUTUP

Disamping keilmuan, keteladanan dan kewibawaan K.H. Hasyim Asy�ari, ketekunnan dan keuletan beliau merupakan kunci kesuksesan dalam usahanya untuk mengembangkan pendidikan Islam di Indonesia. Menyebarluaskan berita dan risalah dari Nabi Muhammad SAW yang terus menerus dibawa oleh sahabat, tabi�in, dan tabi�ut tabi�in hingga guru-guru beliau, merupakan tekad beliau. Kecintaannya dengan tanah air Indonesia yang tipe pendidikannya identik dengan budaya pesantren tradisional, tidak menghalanginya untuk melakukan pembaruan, mengambil dan mengkombinasikan sub-sub sistem ke dalamnya, namun tetap menjaga yang bermanfaat dan maslahat, yang tentunya telah beliau benar-benar dipikirkan dengan seksama.
Pemikiran pendidikannya yang sedemikian rupa menjadi inspirasi bagi praktisi pendidikan di Indonesia, terutama pendidikan Islam. Kitab tentang pendidikan, Adab al-Alim wa al-Muta�allim fima Yahtaj Ila al-Muta�alim fi Ahuwal Ta�allum wa ma Yataqaff al-Mu�allim fi Maqamat Ta�limi, buah karyanya dapat dijadikan sebagai salah satu rujukan untuk sebuah tuntunan bagi pendidik, peserta didik, dan orang-orang yang lain yang tentu tidak terlepas dengan unsur pendidikan yang sebenarnya telah melekat di dalam mereka.
Dengan begitu, tidak menutup kemungkinan bagi siapa saja pendidik yang berniat mengadopsi pemikiran pendidikan beliau, dapat menerapkannya ke dalam pendidikan umum dan pendidikan moderen. Hal ini menunjukkan adanya bentuk yang fleksibel pada pendidikan yang dilakukan oleh Kyai Hasyim. Namun bukan berarti bahwa pemikirannyalah yang paling ideal untuk diterapkan di berbagai bidang pendidikan di Indonesia.



DAFTAR PUSTAKA

Djamaluddin, & Abdullah Aly. 1999. Kapita SelektaPendidikan Islam. Bandung: Pustaka Setia.
Herry, Mohammad. 2006. Tokoh-tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20. Jakarta: Gema Insani.
Khuluq, Lathiful. 2000. Fajar Kebangunan Ulama � Biografi K.H. Hasyim Asy�ari. Yogyakarta: LkiS.
Khuluq, Lathiful. 2000. Hasyim Asy�ari, Religious Thought and Political Activities (1878 � 1947). Jakarta: Logos Wacana Ilmu.
Kurniawan, Syamsul, & Erwin Mahrus. 2013. Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam. Maguwoharjo: Ar Ruzz Media.
Maksum. 1999. Madrasah, Sejarah dan Perkembangannya.Jakarta: Logos Wacana Ilmu.
Rifa�i, Mohammad. 2009. Wahid Hasyim. Yogyakarta: Garasi.




[1]Kyai Utsman adalah seorang ulama terkenal dan berjasa memperkenalkan Tarekat Naqsyabandiyah di Jawa pada pertengahan abad ke-19.
[2] Lathiful Khuluq, Fajar Kebangunan Ulama � Biografi K.H. Hasyim Asy�ari (Yogyakarta: LKiS, 2000), hlm. 14-15.
[3] Ibid., hlm. 17.
[4]Kyai Khalil adalah ulama terkenal di Jawa dan Madura pada akhir abad ke-19 sampai awal abad ke-20. Beliau dianggap mempunyai kekuatan luar biasa (karamah) dan pengetahuan agama yang tinggi. Murid-murid beliau kemudian menjadi Kyai terkenal seperti K.H. Hasyim Asy�ari sendiri, K.H. A. Wahab Hasbullah, K.H. Bisri Syansuri, dan K.H. As�ad Syamsul Arifin.
[5] Ibid.,hlm. 16, 23-24.
[6] Ibid.,hlm. 17.
[7]Mohammad Herry, Tokoh-tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20 (Jakarta: Gema Insani, 2006), hlm. 21-23
[8] Lathiful Khuluq, Hasyim Asy�ari, Religious Thought and Political Activities (1878 � 1947) (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2000), hlm. 31.
[9]Mohammad Rifa�i, Wahid Hasyim (Jogjakarta: Garasi, 2009), hlm. 9.
[10] Lathiful Khuluq, Hasyim Asy�ari ... Op. Cit., hlm. 32.
[11] Syamsul Kurniawan & Erwin Mahrus, Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam (Maguwoharjo: Ar Ruzz Media, 2013), hlm. 211-212.
[12] Ibid., hlm. 212-213.
[13] Ibid., hlm. 216.
[14] Ibid., hlm. 217-218.
[15] Ibid., hlm. 220.
[16] Ibid., hlm. 213.
[17] Ibid., hlm. 213-214.
[18] Ibid., hlm. 214-215.