Tuesday 8 September 2015

makalah studi tokoh pendidikan islam "M Iqbal"


MAKALAH
�MUHAMMAD IQBAL�
Disusun guna memenuhi tugas:
Mata kuliah                      : Studi Tokoh Pendidikan Islam (STPI)
Dosen Pengampu             : Moch. Iskarim, M.S.I
                               
                                                                 
Disusun Oleh:
1.      Anisah                                          (2021112005)
2.      Fitrotul Inayaturrohmah               (2021112015)
3.      Sitta May Choirini                        (2021112072)

Kelas   : F


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
 PEKALONGAN
TAHUN 2014
BAB I
PENDAHULUAN

Islam klasik pada masa puncaknya merupakan suatu agama yang dihormati, dapat memberikan keberanian, kehormatan dan kemuliaan pada manusia dalam menghadapi hidup yang sulit dan bersikap lemah lembut terhadap sesamanya. Dewasa ini, dalam dunia baru yang radikal maka agama harus dibina kembali untuk memberikan inisiatif dan visi dinamis kepada manusia yang menghadapi kehidupan yang penuh dengan ancaman dan kesempatan dan untuk memberikan cinta yang kreatif kepada masyarakat.
Pembinaan kembali semacam itu adalah merupakan sumbangan, terutama sekali diberikan oleh Muhammad Iqbal. Sumbangannya yang begitu besar karena mengatakan pandangan dengan sangat lancar dan meyakinkan, yang di masa itu orang-orang sezamannya baru merasakan samar-samar tapi tidak dapat memformulasikan, interfensinya tentang Islam dan syairnya yang memberikan gairah dan diterima dengan penuh semangat.

Di dalam kehidupannya, Iqbal berusaha secara serius terhadap perumusan dan pemikiran kembali tentang Islam. Iqbal adalah saksi dari zamannya yang saat itu sedang dalam titik terendah kesuraman. Negerinya sebagaimana negeri Islam lainnya saat itu, sedang dalam keadaan terjajah, miskin, bodoh, dan terbelakang. Dia berjuang untuk kemajuan umat Islam dan menjadi �bapa spiritual� Pakistan.










BAB II
PEMBAHASAN

A.    Riwayat Hidup Muhammad Iqbal
Muhammad Iqbal, dilahirkan di Sialkot, Punjab, Pakistan, pada 9 November 1877. Keluarga Iqbal berasal dari keluarga Brahmana Kashmir yang telah memeluk agama Islam sejak tiga abad sebelum kelahiran Iqbal, dan menjadi penganut ajaran Islam yang taat. Bakatnya sebagai penyair dimulai sejak usia sekolah di Sialkot dengan gurunya Syed Mir Hasan. Iqbal pun lulus Scottish Mission School pada tahun 1892 dan melanjutkan ke jurusan Liberal Arts di Scottish Mission Collage dan lulus pada tahun 1895. Setelah itu Iqbal mendalami Bahasa Arab di Oriental Collage, Lahore sebelum menjadi penolog profesor mata kuliah filsafat dan sastra Inggris di Goverment Collage, Lahore, pada tahun 1903.[1]
Pada tahun 1905 Iqbal pergi ke Inggris untuk belajar di Trinity Collage, Cambridge University, dan juga belajar Ilmu hukum di Lincoln inn. Dia mendapat gelar Ph.D di bidang filsafat dari fakultas filsafat di Ludwig-Maximilians University di Munich di tahun yang sama. [2]
Pada tahun 1908, Iqbal kembali ke Lahore dan mengajar di Government College dalam mata kuliah filsafat dan sastra Inggris untuk beberapa tahun, ia sempat menjabat dekan fakultas kajian-kajian keilmuan dan ketua jurusan kajian-kajian filosofis.[3]
Sekembalinya dari Eropa, karier puisi Iqbal menemukan awal kebangkitan. Dia mengubah sajak-sajaknya yang membuka zaman baru, Shikwa(Keluhan) dan Jawab-i-Shikwa (Jawab atas keluhan) dalam beberapa tahun kembalinya dari Eropa. Pada 1915 dia menulis sajak panjang berbahasa Persia, Asrar-i-Khudi (Rahasia Diri Sendiri), yang menggetarkan hati lingkaran-lingkaran sastra di Timur maupun Barat. Sajak itu menguraikan prinsip-prinsip fundamental yang menuju perkembangan kepribadian.[4]
 Pada tahun 1931. Mohammad Ali (Jauhar) wafat, dan Muhammad Ali Jinnah hijrah ke London untuk memimpin organisasi di sana, maka secara otomatis Iqbal menggantikan kepemimpinan Ali Jinnah, setidaknya sampai kepulangan Ali Jinnah pada tahun 1935. Karyanya yang terkenal yang dibuat pada tahun 1932 adalah Javid Nama. Iqal bertemu dengan filusuf Prancis, Henri Louis Bergson dan diktator Italia, Bennito Mussolini. Pada tahun 1933 Iqbal semakin terkenal, salah satunya adalah ide mendirikan Idara Dar-Ul-Islam, sebuah institusi tempat pendidikan khusus ilmu sosial kontemporer dan Islam klasik.[5]
Iqbal dipanggil kehadirat Ilahi pada 21 April 1938 setelah sebelumnya menderita penyakit yang berlarut-larut dari tahun 1934 hingga 1938. Kematian Iqbal membawa kesedihan bagi seluruh dunia Timur.[6] 

B.     Pemikiran Muhammad Iqbal tentang Pendidikan
1.      Tema Sentral Filsafat Pendidikan Iqbal
Manusia yang menjadi tema sentral filsafat Iqbal dipahami sebagai pilihan Tuhan, dan individu yang merdeka, yang berkaitan erat dengan kebebasan pribadinya yang direpresentasikan filsafat khudi. Khudi yang secara harfiah berarti kedirian, sebagai ego, pribadi, atau individualistik ini melukiskan manusia sebagai penerus ciptaan Tuhan yang mencoba membuat dunia  yang belum sempurna.
Bagi Iqbal pendidikan adalah suatu keseluruhan daya budaya yang mempengaruhi kehidupan perorangan maupun kelompok masyarakat, yang meliputi prinsip dasar: konsep individualitas, pertumbuhan individualitas, keserasian jasmani dan rohani, individu dan masyarakat, evolusi kreatif, peranan intelek dan intuisi, pendidikan watak, tata tertib kehidupan sosial Islam, dan suatu pandangan kreatif tentang pendidikan.[7]
2.      Dimensi Intelektual Berdasarkan Pemikiran Filosofis Iqbal
Menurut Iqbal, pendidikan Islam harus menjadi proses penyadaran manusia bahwa setiap manusia dibekali Tuhan kemampuan yang sama untuk memikirkan dunia yang baru dan kemampuan yang sama untuk menggali �apa adanya� menjadi �apa yang seharusnya�, dengan cara meningkatkan khudi menjadi individualitas yang unik dan luas jangkauannya untuk menggali dan mengendalikan lingkungan. Oleh karena itu, pendidikan Islam harus mengarahkan pada pembebasan pengelanaan intelektual yang penuh keberanian melalui trial and error.[8]
Iqbal menunjukkan kesadaran yang sungguh dan tangguh terhadap peranan pengetahuan yang menuntut eksperimen dalam dunia modern ini. Sementara itu, sehubungan dengan pengelanaan intelektual yang bebas hal itu akan menuntut dan lebih mengutamakan corak metode yang terbuka lebar bagi keaktifan sendiri serta belajar melalui perbuatan. Hal ini akan berimplikasii terhadap jenis metode pengajaran yang menghadapkan siswa pada situasi baru dan masalah baru yang mengundang mereka untuk bekerja dengan penuh kesadaran akan tujuan yang digalinya dari sumber yang tersedia dari lingkungannya.[9]
Selain itu Iqbal melontarkan peringatan dan kecaman terhadap konsepsi pendidikan yang terlalu bersifat intelektualistik. Ia mengajukan pandangan yang seimbang, yang memberikan bobot yang seimbang  pula bagi komponen-komponen pengalaman, kognitif, efektif dan psikomotorik yang menyulam jalinan yang serasi dalam pembinaan kepribadian manusia.[10]


3.      Dimensi Moral Berdasarkan Pemikiran Filosofi Iqbal
Menurut Iqbal kebaikan ialah menyerahkan diri yang tulus bebas kepada citra susila dan hanya timbul dari kesediaan itu untuk berpartisipasi. Dengan demikian, jelaslah bahwa kebebasan merupakan prasyarat bagi kebaikan. Deskripsi di atas mengandung dua prinsip penting yang mendasari pendidikan moral: (a) Pendidikan tidak akan menghasilkan atau menstimulasi tingkah laku sosial yang memadai dengan hanya menyodorkan seperangkat moto yang siap pakai, dan dituangkan dalam pelaksanaan secara otomatis oleh peserta didik. (b) Hubungan yang mantap antara perbuatan sosial dengan perbuatan susila.[11]
Menurut Iqbal, manusia ideal adalah (a) Senantiasa hidup penuh usaha dan perjuangan, tidak menghiasi diri dengan kemalasan dan tidak memandang segala masalah dengan enteng. (b) Menurut Iqbal, orang yang baik hendaknya belajar menerapkan intelegensinya secara meningkat terus dalam rangka penjelajahan dan pengendalian daya dan kekuatan alam.[12]
4.      Konsep Pendidikan Menurut Muhammad Iqbal
Iqbal lebih banyak mengambil inspirasinya dari filsafat modern. Filsafat modern, terutama sejak Kant, secara esensial bersifat empiris. Spirit Islam secara esensial bersifat empiris. Spirit pengetahuan modern, sebagaimana diperlihatkan beberapa aliran filsafat modern, sangat dogmatis. Ilmu pengetahuan modern menitikberatkan pada pengalaman indrawi. Bahkan, ilmu pengetahuan modern cenderung berpegang bahwa hanya yang indrawilah yang nyata. [13]
Tidak seperti Kant, Iqbal enggan membatasi pengetahuan hanya pada realitas empiris. Dia bergerak lebih jauh. Dengan kekuatan seorang filosof-penyair, Iqbal menggedor pintu mistik Islam atas pewahyuan Tuhan secara langsung, rahasia-rahasia Diri, kebebasan dan keabadian-Nya. Jadi, realitas dan eksistensi yang Mutlak, dan kepastian sifat dasarnya dapat dibuktikan hanya melalui pengalaman luar biasa, yang oleh Iqbal disebut Intuisi.[14]
Menurut Iqbal, pendidikan yang benar adalah pendidikan yang merefleksikan antara �ilm dan �isyq. Dalam puisinya �Kaum Muslimin dan Pendidikan Modern�, Iqbal memuji wawasan jauh Sir Syed Ahmed Khan. Tapi, dengan halus ia mengkritik perkembangan generasi muda Muslim yang berat sebelah. Sementara itu dalam puisinya �Pengetahuan dan Cinta�, ia membuka dialog antara pengetahuan yang didapat lewat persepsi indrawi disebut �ilm. Sedang pengetahuan yang didapat oleh kalbu atau didapat secara intuitif disebut pengetahuan sejati tentang Realitas Tertinggi lewat cinta atau �isqy. Kemudian Panca indera berpadu dengan cahaya Illahi, yang sulit diindera, kecuali jika kalbu mendapat cahaya untuk menerimanya.[15]
Di bidang pembaruan pemikiran Islam, Iqbal berpendapat bahwa kemunduran umat Islam selama 500 tahun terakhir disebabkan oleh kebekuan dalam pemikiran. Dengan alasan untuk mempersatukan umat, sebagian ulama membuat syariat menjadi alat ampuh untuk membuat syariat menjadi jumud atau statis, dengan cara menutup pintu ijtihad. Menurut Iqbal, pintu ijtihad tidak boleh tertutup kebebasan menggunakan rasio dan berpikir harus dikembangkan. Secara prinsip, lanjutnya, Islam mengajarkan dinamisme, Al-Quran selalu menganjurkan pemakaian akal sehat atau tanda yang terdapat di alam seperti pertukaran siang-malam, hewan-hewan, dan sebagainya.[16]

a.      Tujuan Pendidikan Islam
Tujuan pendidikan Islam menurut Iqbal adalah pembentukan kepribadian Muslim insan kamil dengan pola takwa. Insan kamil berarti manusia utuh rohani dan jasmani, dapat hidup dan berkembang secara wajar dan normal karena takwanya kepada Allah SWT.[17]Insan kamil berarti �manusia utama�, setiap manusia potensial adalah suatu mikrokosmos, dan bahwa insan yang telah sempurna kerohaniannya menjadi cermin dari sifat-sifat Tuhan sehingga sebagai orang suci dia menjadi khalifah atau wakil Tuhan di muka bumi.[18]
Dalam pendidikan Islam, insan kamil menjadi titik tuju yang akan ditempuhnya untuk mengantarkan peserta didik agar mampu menghadapi masa depan yang baik, di dunia maupun di akhirat. Dalam implementasinya terhadap praktik pendidikan Islam, para pelaku pendidikan perlu memahami ciri-ciri insan kamil dan sangat tepat diberikan dalam orientasi bimbingan dan pengarahan kepada peserta didik. Bagi Iqbal ciri-ciri insan kamil ini: (a) manusia yang siap menjadikan dirinya seolah-olah seperti Tuhan, dengan menjelmakan sifat-sifat Tuhan dalam diri manusia; (b) manusia yang memposisikan dirinya secara proporsional bahwa eksistensinya adalah sebagi wakil Tuhan (khalifah Allah) yang berkewajiban mengolah, menata, dan memberdayakan  bumi ini; (c) ego ataukhudi manusia merupakan ego yang utuh tidak lebur dalam individu yang lain.[19]

b.      Kurikulum
Kurikulum yang ditawarkan menurut Muhammad Iqbal adalah kurikulum yang memperkenalkan dan memasukkan kegiatan kehidupan sehari-hari dalam kehidupan sekolah.[20] Isi kurikulum menurut Muhammad Iqbal harus mencakup agama, sejarah, ilmu pengetahuan dan teknologi.  Isi kurikulum pendidikan juga harus mencakup pembentukan kepribadian atau watak.
Pendidikan watak menurut Muhammad Iqbal  merupakan faktor yang penting dalam pendidikan, untuk mengembangkan watak, menurut Muhammad Iqbal hendaknya memupuk beberapa sifat yang merupakan unsur-unsur utama dari pendidikan yaitu:[21](a) cinta, karena bagi Iqbal cinta dapat membangkitkan kepribadian dan menampakkan kekuatan-kekuatannya yang ada dalam  diri manusia. (b) Fakir, melalui fakir ini peserta didik dibimbing dan diarahkan untuk memiliki jiwa yang tidak serakah terhadap dunia maupun milik dari pihak lain. (c) semangat dan keberanian, peserta didik diupayakan memiliki semangat dan keberanian yang diarahkan ketabahan dan keberanian hati. (d) toleransi, implementasinya dengan menghargai dan menghormati ide pandangan orang lain. Dengan toleransi ini, bagi Iqbal, akan membuktikan kekuatan yang luhur, dan pertumbuhan perasaan yang menguntungkan ego manusia. (e) kerja orisinil dan kreatif, keorisinilan kerja merupakan tolok ukur sejati bagi potensi peserta didik, dan kreativitas anak didik akan menghantarkan kemampuan menghadapi perkembangan zaman yang selalu berubah.[22]

c.       Metodologi
Muhammad Iqbal tidak hanya menyelami dan memahami alam pikiran Barat modern dan alam pikiran Timur Klasik, tetapi juga mempelajari sikap dan pandangan hidup manusia Barat dan Timur. Dari sikap dan pandangan hidup Barat, Iqbal mengambil dan mengagumi sikap hidup dinamis, daya pikir kritis, sikap pantang menyerah dan berjuang dengan keberanian mengambil resiko, tidak cepat merasa puas diri dan lain sebagainya. Dari dunia Timur, Iqbal mengambil sikap dan pandangan hidup yang dapat membawa manusia kepada kehidupan luhur yang lebih tinggi.[23]
Dari uraian di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa metodologi yang digunakan dalam pemikirannya, ia menggunakan value filtering Approach. Iqbal berkeyakinan bahwa keselamatan umat manusia terletak pada perpaduan antara kebudayaan Timur dan Barat.[24]

d.      Teori
Berpijak pada metodologi yang digunakan Iqbal yaitu value filtering aproach, yang mana Iqbal memadukan pendidikan Barat yang penuh dengan kreativitas tetapi gersang dengan nilai spiritual, dipadukan dengan pendidikan Timur yang penuh dengan nilai spiritual.
Maka teori yang sesuai dengan metodologi di atas adalah teori �integrated�, dimana Iqbal selalu mengintegrasikan dari teori-teori yang ada, sehingga akan terjadi keseimbangan yang selaras. Integrasi yang terjadi antara lain: antara intelektual dan intuitif, karena individual Barat diintegrasikan dengan konsep insan kamil timur, yang pada intinya adanya pengintegrasian antara jasmani dan rohani.[25]

e.       Metode Pembelajaran
1)      Self activity
2)      Lerning by doing
3)      Trial and error

C.    Relevansi Pendidikan M. Iqbal dengan Konteks Pendidikan Saat Ini
1.      Tujuan Pendidikan
Menurut pemakalah, tujuan pendidikan yaitu membentuk Insan Kamil masih sangat relevan, karena konsep insan kamil dengan pola takwa sangat dibutuhkan di zaman sekarang. Artinya, manusia yang utuh secara rohani dan jasmani akan mampu menjalankan tugas manusia secara sempurna dan ideal.
2.      Kurikulum
Menurut pemakalah kurikulum yang di gagas oleh Muhammad Iqbal masih cukup relevan karena memadukan antara agama, sejarah, ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini sudah memenuhi kebutuhan peserta didik menghadapi perkembangan zaman. Dengan agama, seseorang akan mempunyai filter dan arahan dalam bertindak agar tidak mengikuti perilaku negatif di era modern. Dengan sejarah, seseorang akan berkaca pada masa lalu dan mengambil nilai-nilai positif dan kesuksesan di masa lalu untuk menjadikan pribadi yang lebih baik. Dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, seseorang akan dapat menyesuaikan dirinya dengan tuntutan zaman berupa kecanggihan tekhnologi dan penemuan ilmu pengetahuan.
3.      Metode
Metode yang digunakan pada saat ini yang menggunakan metode belajar aktif apabila kita teliti bersama ternyata metode tersebut juga sudah ada pada pemikiran Muhammad Iqbal semisal metode learning by doing, metode problem solving, self activity dan metode yang lainnya, hal ini mempunyai pengertian bahwa matode pembelajaran Muhammad Iqbal cukup relevan untuk saat ini.












BAB III
PENUTUP

  Kesimpulan
M. Iqbal mengadakan rekonstruksi antara dua peradaban pendidikan, yaitu antara pendidikan barat dan pendidikan timur. Dia berpendapat bahwa jika pendidikan barat saja maka hanya akan membentuk manusia yang cenderung kepada materialisme saja. Sedangkan pendidikan tradisional atau timur, M. Iqbal melontarkan kritikannya yaitu pendidikan Islam tradisional ini hanya dapat memenjarakan otak dan jiwa dalam kurungan yang ketat.
Pendidikan menurut M. Iqbal sesungguhnya bertujuan untuk membentuk manusia sejati. Dalam hal ini, M. Iqbal memandang sistem pendidikan yang ada pada waktu itu telah gagal mencapai tujuannya. Pendidikan ideal menurutnya ialah pendidikan yang mampu memadukan dualisme antara aspek keduniaan dan keakhiratan secara sama dan seimbang.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa gagasan dan pemikiran M. Iqbal tentang konsep pendidikan tersebut dapat diterapkan dalam perkembangan pendidikan saat ini karena selain membutuhkan intelektual yang tinggi tetapi juga harus diimbangi dengan nilai spiritual sehingga dapat tercapai tujuan menjadi insan kamil sejati.











DAFTAR PUSTAKA

Enver, Ishrat Hasan. 2004. Metafisika Iqbal, alih bahasa M. Fauzi Arifin. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Kurniawan, Syamsul dan Erwin Mahrus. 2011. Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam. Jogjakarta: Ar-Ruz Media.

Mohammad, Herry. 2009. Tokoh-Tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20. Jakarta: Gema Insani.

Sholehudin, M. Sugeng. 2010. Reinventing Kepemimpinan dalam Pendidikan Islam. Pekalongan: STAIN Press.

Usmani, Ahmad Rofi�. 1998. Tokoh-Tokoh Muslim Pengukir Zaman. Bandung: Pustaka.

Siti Kholifah dkk. Pendidikan Menurut Muhammad Iqbal. http://dc149.4shared.com/doc/u5jnzBRZ/preview.html. di akses, 02April 2014 jam 14:00.

Siti Suratmi. Pendidikan Menurut Muhamad Iqbal. http://suratmisitisuratmi.blogspot.com/2013/05/kajian-pendidikan-dalam-prespektif.html. (21 Mei 2013).  Diakses, 02 April 2014 jam 14:15.
                               




[1]Syamsul Kurniawan dan Erwin Mahrus, Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam, cet.1 (Jorjakarta: Ar-Ruz Media, 2011), hlm. 127-128.
[2] Ibid.
[3] M.Sugeng Sholehudin, Reinventing Kepemimpinan dalam Pendidikan Islam (Pekalongan: STAIN Press, 2010), hlm. 163.
[4] Herry Mohammad, Tokoh-Tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20, cet. 1 (Jakarta: Gema Insani, 2009),  hlm. 239.
[5] Syamsul Kurniawan dan Erwin Mahrus, Op.Cit., hlm.130.
[6] Herry Mohammad, Op.Cit., hlm. 242.
[7]Syamsul Kurniawan dan Erwin Mahrus, Op.Cit., hlm.134-136
[8] Ibid., hlm.136
[9] Ibid., hlm. 137
[10] Ibid., hlm.138
[11]  Ibid., hlm. 139-140.
[12]  Ibid.
[13] Ishrat Hasan Enver, Metafisikan Iqbal, alih bahasa M. Fauzi Arifin, cet.1 (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hlm.3.
[14] Ibid., hlm. 5.
[15]Ahmad Rofi� Usmani, Tokoh-Tokoh Muslim Pengukir Zaman (Bandung: PUSTAKA, 1998), hlm. 72
[16]  Herry Mohammad, Op.Cit., hlm. 241-242.
[17] Syamsul Kurniawan dan Erwin Mahrus, Op.Cit., hlm. 145.
[18]  M.Sugeng Sholehudin, Op.Cit., hlm.171.
[19]  Syamsul Kurniawann dan Erwin Mahrus, Op.Cit., hlm. 145-146.
[20]  Siti Kholifah dkk. Pendidikan Menurut Muhammad Iqbal. http://dc149.4shared.com/doc/u5jnzBRZ/preview.html. di akses, 02April 2014 jam 14:00.
[21]Siti Suratmi. Pendidikan Menurut Muhamad Iqbal. http://suratmisitisuratmi.blogspot.com/2013/05/kajian-pendidikan-dalam-prespektif.html. (21 Mei 2013).  Diakses, 02 April 2014 jam 14:15.
[22] Syamsul Kurniawan dan Erwin Mahrus, Op.Cit., hlm.150-151.
[23] M. Sugeng Sholehudin, Op.Cit., hlm. 167.
[24]  Ibid., hlm. 168.
[25]  Ibid., hlm. 168-169.