Friday, 13 May 2016

CONTOH MAKALAH TUGAS MALAKAH HUKUM PIDANA-“PENEGAKAN HUKUM PIDANA INDONESIA BERDASARKAN ASAS NASIONALITAS AKTIF”




TUGAS MALAKAH HUKUM PIDANA
“PENEGAKAN HUKUM PIDANA INDONESIA BERDASARKAN ASAS NASIONALITAS AKTIF”












DISUSUN OLEH:
INDRA KURNIAWAN
(2015115002/SORE K)







UNIVERSITAS MADURA
Kata pengantar
Puji syukur saya ucapkan pada Pemilik Seluruh Kerajaan Semesta yang telah melimpahkan nikmat-Nya kepada kita semua. Sholawat dan salam selalu tercurahkan pada teladan kita, Rasulullah SAW.
Dalam proses penyusunan makalah . banyak bantuan dari berbagai pihak . karena itu saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : kedua orang tua yang telah memberi dukungan serta kepercayaan dari sanalah proses penyusunan makalah ini dapat terselesaikan
Menyadari banyaknya kekurangan dalam penyusunan makalah in karena itu sayan sangat mengharap adanya kritik dan saran untuk melngkapi segala bentuk kekurangan yang ada









                                                                                               Pamekasan 11 April 2016


Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

Hukum Pidana adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan apa yang dilarang dan termasuk ke dalam tindak pidana, serta menentukan hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya.
Menurut Prof. Moeljatno, S.H. Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk
Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.
Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.
Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.
Sedangkan menurut Sudarsono, pada prinsipnya Hukum Pidana adalah yang mengatur tentang kejahatan dan pelanggaran terhadap kepentingan umum dan perbuatan tersebut diancam dengan pidana yang merupakan suatu penderitaan.
Dengan demikian hukum pidana bukanlah mengadakan norma hukum sendiri, melainkan sudah terletak pada norma lain dan sanksi pidana. Diadakan untuk menguatkan ditaatinya norma-norma lain tersebut, misalnya norma agama dan kesusilaan.


BAB II
PERMASALAHAN


Hukum pidana merupakan gejala sosial budaya yang berfungsi untuk menerapkan kaidah-kaidah dan pola-pola perilaku terhadap individu dalam masyarakat. Apabila hukum yang berlaku di dalam masyarakat tidak sesuai dengan kebutuhan serta kepentingan umum maka ia akan mencoba mencari jalan untuk menyimpang. Segala bentuk tingkah laku yang meyimpang yang mengangngu serta merugikan dalam kehidupan masyarakat tersebut dapat diartikan sebagai perilaku jahat. Hukum menetapkan apa yang harus di lakukan dan tidak dilakukan. Sejak orde baru masalah stabilitas nasional termasuk dalam penegekan hukum itu sendiri menjadi komponen utama dalam masalah pembangunan dan kemajuan suatu bangsa banyaknya tindak kejahatan tentu saja menimbulkan banyak kerugian bagi negara indonesia itu sendiri baik dalam sektor ekonomi dan sosial budaya . Namun seiring perkembangan zaman di era global ini banyak dari individu-individu melakukan penyimpangan-penyimpangan tersebut tidak hanya dalam wilayah dimana dia tinggal melainkan mereka juga sekaranga banyak yang melanggar hukum dan perilaku yang seharusnya tidak dilakukan di luar negara yang mengatur hukum itu sendiri dalam hal ini indonesia tentu saja hal seperti itu menimbulkan kerugian bagi hubungan diplomatik negara dengan negara lain. Lantas apa bisa mereka di jerat dengan hukum yang berlaku di negaranya sedangkan mereka melakukannya di luar batas negara indonesia dan semisal bisa lantas hukuman apa yang akan di dapatkan para pelanggar hukum tersebut






BAB III
PEMBAHASAN


Sebelum membahas tentang masalah utama yang terjadi di era global sebagaimana di atas telah di sebutkan kita terlebih dulu harus tau apa hukum pidana itu sendiri apa sumber sumber-sumber dari hukum pidana itu sendiri apa saja asas-asas yang berlaku pada hukum pidana Hukum Pidana adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan apa yang dilarang dan termasuk ke dalam tindak pidana, serta menentukan hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya.
Menurut Prof. Moeljatno, S.H. Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk
Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.
Sumber Hukum Pidana dapat dibedakan atas sumber hukum tertulis dan sumber hukum yang tidak tertulis. Di Indonesia sendiri, kita belum memiliki Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Nasional, sehingga masih diberlakukan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana warisan dari pemerintah kolonial Hindia Belanda. Adapun sistematika Kitab Undang-Undang Hukum Pidana antara lain :
Buku I Tentang Ketentuan Umum (Pasal 1-103).
Buku II Tentang Kejahatan (Pasal 104-488).
Buku III Tentang Pelanggaran (Pasal 489-569).
Dan juga ada beberapa Undang-undang yang mengatur tindak pidana khusus yang dibuat setelah kemerdekaan antara lain:
UU No. 8 Drt Tahun 1955 Tentang tindak Pidana Imigrasi.
UU No. 9 Tahun 1967 Tentang Norkoba.
UU No. 16 Tahun Tahun 2003 Tentang Anti Terorisme. dll
Ketentuan-ketentuan Hukum Pidana, selain termuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana maupun UU Khusus, juga terdapat dalam berbagai Peraturan Perundang-Undangan lainnya, seperti UU. No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, UU No. 9 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta dan sebagainya
Asas-Asas Hukum Pidana Antara lain Ialah:
Asas Legalitas, tidak ada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam Peraturan Perundang-Undangan yang telah ada sebelum perbuatan itu dilakukan (Pasal 1 Ayat (1) KUHP).[butuh rujukan] Jika sesudah perbuatan dilakukan ada perubahan dalam Peraturan Perundang-Undangan, maka yang dipakai adalah aturan yang paling ringan sanksinya bagi terdakwa (Pasal 1 Ayat (2) KUHP)
Asas Tiada Pidana Tanpa Kesalahan, Untuk menjatuhkan pidana kepada orang yang telah melakukan tindak pidana, harus dilakukan bilamana ada unsur kesalahan pada diri orang tersebut.

Asas teritorial, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku atas semua peristiwa pidana yang terjadi di daerah yang menjadi wilayah teritorial Negara Kesatuan Republik Indonesia, termasuk pula kapal berbendera Indonesia, pesawat terbang Indonesia, dan gedung kedutaan dan konsul Indonesia di negara asing (pasal 2 KUHP).
Asas nasionalitas aktif, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi semua WNI yang melakukan tindak pidana di mana pun ia berada (pasal 5 KUHP).
Asas nasionalitas pasif, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi semua tindak pidana yang merugikan kepentingan negara (pasal 4 KUHP).
Berkaitan dengan permasalahan yang telah di sebutkan di atas bahwa pada era global banyak pelanggar hukum yang melanggar hukum di luar wilayah Indonesia jadi apakah mereka dapat di jerat dengan hukum dan apa sanksi yang pantas bagi mereka berdasarkan asas nasional aktif.
Sebagai warga negara yang tunduk pada aturan hukum yang berlaku, sudah  tentu setiap melakukan tindakan yang melawan hukum akan dikenakan sanksi sesuai dengan perbuatan yang dilakukan. Tidak menjadi masalah dimanapun kita berada, karena sekalipun kita berada di luar wilayah negara Indonesia hukum pidana Indonesia tetap berlaku.
KUHP (Kitab Undang – Undang Hukum Pidana) mengatur mengenai kejahatan dan pelanggaran terhadap kepentingan individu dan umum. Di dalam KUHP inilah terkandung asas personal yang bertitik tolak pada orang yang melakukan perbuatan pidana. Di dalam KUHP pasal 5 ayat (1) menentukan sejumlah pasal yang  jika dilakukan oleh orang Indonesia di luar negeri maka diberlakukan hukum pidana Indonesia.

Tetapi memang tidak semua perbuatan pidana yang dilakukan oleh WNI dapat diadili di negara Indonesia karena bisa saja terjadi double criminality, yang menyatakan tindak pidana yang dilakukan oleh WNI ini juga merupakan tindak pidana di negara tempat ia melakukan tindak pidana itu. Sehingga WNI dapat diadili dan di eksekusi di negara tempat ia melakukan perbuatan pidana tersebut, walaupu begitu Negara Indonesia tetap mempunyai kewajiban untuk membela warga negaranya.
Sebagaimana yang telah diuraikan di atas, bahwa asas personal ini berlaku hanya untuk kejahatan – kejahatan tertentu saja artinya tidak semua ketentuan pidana dalam perundang – undangan Indonesia berlaku terhadap warga negara Indonesia ketika warga negara itu sedang berada di luar wilayah negara Indonesia, melainkan pada ketentuan perundang – undangan pidana tertentu dan atau dengan syarat – syarat tertentu.
Ketentuan pidana tertentu ialah ketentuan pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat (1) sub 1, yakni terhadap semua kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan Bab II Buku II, dan pasal – pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I adalah Mengenai Kejahataan Terhadap Keamanan Negara (104-129), dan Bab II adalah Mengenai Kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden (130-139), dan sebagaimana pasal – pasal yang telah ditentukan yaitu mengenai penghasutan, penyebaran surat – surat yang mengandunng penghasutan, membuat tidak cakap untuk dinas militer, bigami dan perampokan. Pengaturan asas personal ini untuk lebih jelasnya dapat kita lihat dalam pasal 5 s.d 8 KUHP, tetapi pasal – pasal tersebut dibatasi oleh pasal 9 KUHP yaitu oleh pengecualian – pengecualian yang diakui dalam hukum internasional. Mengenai hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap seseorang yang telah bersalah melanggar ketentuan-ketentuan dalam undang-undang hukum pidana, dalam Pasal 10 KUHP ditentukan macam-macam hukuman yang dapat dijatuhkan, yaitu sebagai berikut:
Hukuman-Hukuman Pokok
Hukuman mati, tentang hukuman mati ini terdapat negara-negara yang telah menghapuskan bentuknya hukuman ini, seperti Belanda, tetapi di Indonesia sendiri hukuman mati ini kadang masih diberlakukan untuk beberapa hukuman walaupun masih banyaknya pro-kontra terhadap hukuman ini.
Hukuman penjara, hukuman penjara sendiri dibedakan ke dalam hukuman penjara seumur hidup dan penjara sementara. Hukuman penjara sementara minimal 1 tahun dan maksimal 20 tahun. Terpidana wajib tinggal dalam penjara selama masa hukuman dan wajib melakukan pekerjaan yang ada di dalam maupun di luar penjara dan terpidana tidak mempunyai Hak Vistol.
Hukuman kurungan, hukuman ini kondisinya tidak seberat hukuman penjara dan dijatuhkan karena kejahatan-kejahatan ringan atau pelanggaran.[butuh rujukan] Biasanyapterhukum dapat memilih antara hukuman kurungan atau hukuman denda.[butuh rujukan] Bedanya hukuman kurungan dengan hukuman penjara adalah pada hukuman kurungan terpidana tidak dapat ditahan di luar tempat daerah tinggalnya kalau ia tidak mau sedangkan pada hukuman penjara dapat dipenjarakan di mana saja, pekerjaan paksa yang dibebankan kepada terpidana penjara lebih berat dibandingkan dengan pekerjaan yang harus dilakukan oleh terpidana kurungan dan terpidana kurungan mempunyai Hak Vistol (hak untuk memperbaiki nasib) sedangkan pada hukuman penjara tidak demikian.
Hukuman denda, Dalam hal ini terpidana boleh memilih sendiri antara denda dengan kurungan. Maksimum kurungan pengganti denda adalah 6 Bulan.
Hukuman tutupan, hukuman ini dijatuhkan berdasarkan alasan-alasan politik terhadap orang-orang yang telah melakukan kejahatan yang diancam dengan hukuman penjara oleh KUHP.
Hukuman Tambahan Hukuman tambahan tidak dapat dijatuhkan secara tersendiri melainkan harus disertakan pada hukuman pokok, hukuman tambahan tersebut antara lain:
Pencabutan hak-hak tertentu.
Penyitaan barang-barang tertentu
Pengumuman keputusan hakim
Namun kembali pada persoalan di atas mengenai warga Negara Indonesia yang melanggar hokum di luar wilayah Indonesia terdapat pengucualian Ketentuan pidana tertentu ialah ketentuan pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat (1) sub 1, yakni terhadap semua kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan Bab II Buku II, dan pasal – pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I adalah Mengenai Kejahataan Terhadap Keamanan Negara (104-129), dan Bab II adalah Mengenai Kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden (130-139), dan sebagaimana pasal – pasal yang telah ditentukan yaitu mengenai penghasutan, penyebaran surat – surat yang mengandunng penghasutan, membuat tidak cakap untuk dinas militer, bigami dan perampokan. Pengaturan asas personal ini untuk lebih jelasnya dapat kita lihat dalam pasal 5 s.d 8 KUHP, tetapi pasal – pasal tersebut dibatasi oleh pasal 9 KUHP yaitu oleh pengecualian – pengecualian yang diakui dalam hukum internasional. Contoh dari pelanggaran hokum pidana di luar negeri contoh sebuah kasus yang berkaitan dengan penerapan asas personal ini. contoh kasus yang akan saya angkat dalam makalah ini salah satunya adalah mengenai kejahatan pembunuhan yang dilakukan oleh WNI di negera Mesir, dalam kasus ini negara Indonesia bisa saja mengadili warga
negaranya di Indonesia namun ternyata hal ini tidak dapat dilakukan, faktanya bahwa kejahatan mengenai pembunuhan ini juga diatur tegas di negara tempat WNI itu melakukan tindak pidana  (Mesir), maka kasus ini dikembalikan kepada hukum internasional yang mengatur mengenai hukum pidana kemudian dilihat juga ada atau tidaknya perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Mesir, sehingga dapat diketahui akhirnya bahwa kewenangan menerapakan yuridiksi ada pada Mesir sebagai negaralocus delicti. Selain itu Mesirpun memiliki asas territorial (berkaitan dengan locus delicti) yang memperkokoh yuridiksi atas kasus pembunuhan oleh WNI  tersebut.
Mengenai kasus pembunuhan tersebut penerapan asas personal ini mengalami kendala – kendala karena ada banyak faktor yang menguatkan yuridiksi hukum Mesir, diantaranya adalah karena Mesir juga memiliki batas berlakunya hukum pidana menurut tempat (locus delicti) dalam hal ini asas personal seperti halnya Indonesia, kemudian tidak adanya perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Mesir sehingga negara Indonesia tidak dapat meminta penyelesaian kasus di negaranya.
Jadi, KUHP Indonesia yang di dalamnya terkandung asas personal ini dapat diterapkan dalam praktek bagi WNI yang berada di luar wilayah Negara Indonesia, selama memang perbuatan pidana/tindak pidana yang dilakukan adalah sesuai dengan apa yang di cantumkan dalam Bab I dan II Buku II dan beberapa pasal dalam pasal 5 ayat (1) ke-1 yang telah disebutkan di atas. Di sini tidak dipersoalkan apakah tindak pidana tersebut dianggap sebagai kejahatan menurut hukum pidana negara tempat orang Indonesia itu berada. Karena dianggap membahayakan kepentingan negara Indonesia,

maka sejumlah pasal dalam Pasal 5 ayat (1) ke-1 tetap dapat diberlakukan hukum pidana Indonesia. Namun beberapa pasal lain mengenai kejahatan bisa saja diberlakukan asas personal, yang dapat dialihkan penyelesaian kasusnya di negara Indonesia kalau memang sudah ada perjanjian ekstradisi antar dua negara yang bersangkuta.
Semisal masalah tersebut di menangkan oleh Indonesia untuk menyelesaikan hukuman bagi sang pelaku maka hokum yang pantai adalah tindak pidana kejahatan terhadap nyawa orang lain yang mana telah di atur pada
 Pasal 338
Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 339
Pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu perbuatan pidana, yang dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya, atau untuk melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana dalam hal tertangkap tangan, ataupun untuk memastikan penguasaan barang yang diperolehnya secara melawan hukum, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.
Pasal 340
Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana rnati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.

Pasal 341
Seorang ibu yang karena takut akan ketahuan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya, diancam karena membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 342
Seorang ibu yang untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut akan ketahuan bahwa ia akan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian merampas nyawa anaknya, diancam karena melakukan pembunuhan anak sendiri dengan rencana, dengan pidana penjara paling lama semhi- lan tahun.
Pasal 343
Kejahatan yang diterangkan dalam pasal 341 dan 342 dipandang bagi orang lain yang turut serta melakukan, sebagai pembunuhan atau pembunuhan anak dengan rencana.
Pasal 344
Barang siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
Pasal 345
Barang siapa sengaja mendorong orang lain untuk bunuh diri, menolongnya dalam perbuatan itu atau memberi sarana kepadanya untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun kalau orang itu jadi bunuh diri.
Pasal 346 Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

Pasal 347
(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 348
(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 349
Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.




Pasal 350
Dalam hal pemidanaan karena pembunuhan, karena pembunuhan dengan rencana, atau karena salah satu kejahatan berdasarkan Pasal 344, 347 dan 348, dapat dijatuhkan pencabutan hak berdasarkan pasal 35 No. 1- 5.
Jadi berdasarakan KUHP kejadian pembunuhan tersebut dapat di jerat dengan Pasal 338Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama Lima belas tahun.
















BAB III
KESIMPULAN
Dapat kita ambil kesimpulan bahwa setiap warga Negara Indonesia yang melakukan tindak pidana baik di  dalam wilayah Indonesia sendiri ataupun tidak dapat dijerat dengan hukuman pidana sesuai dengan KUHP pasal 5 namun berlaku hanya untuk kejahatan – kejahatan tertentu saja artinya tidak semua ketentuan pidana dalam perundang – undangan Indonesia berlaku terhadap warga negara Indonesia ketika warga negara itu sedang berada di luar wilayah negara Indonesia, melainkan pada ketentuan perundang – undangan pidana tertentu dan atau dengan syarat – syarat tertentu.
Ketentuan pidana tertentu ialah ketentuan pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat (1) sub 1, yakni terhadap semua kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan Bab II Buku II, dan pasal – pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I adalah Mengenai Kejahataan Terhadap Keamanan Negara (104-129), dan Bab II adalah Mengenai Kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden (130-139), dan sebagaimana pasal – pasal yang telah ditentukan yaitu mengenai penghasutan, penyebaran surat – surat yang mengandunng penghasutan, membuat tidak cakap untuk dinas militer, bigami dan perampokan. Pengaturan asas personal ini untuk lebih jelasnya dapat kita lihat dalam pasal 5 s.d 8 KUHP, tetapi pasal – pasal tersebut dibatasi oleh pasal 9 KUHP yaitu oleh pengecualian – pengecualian yang diakui dalam hukum internasional.



TUGAS MALAKAH HUKUM PIDANA
“PENEGAKAN HUKUM PIDANA INDONESIA BERDASARKAN ASAS NASIONALITAS AKTIF”












DISUSUN OLEH:
INDRA KURNIAWAN
(2015115002/SORE K)







UNIVERSITAS MADURA
Kata pengantar
Puji syukur saya ucapkan pada Pemilik Seluruh Kerajaan Semesta yang telah melimpahkan nikmat-Nya kepada kita semua. Sholawat dan salam selalu tercurahkan pada teladan kita, Rasulullah SAW.
Dalam proses penyusunan makalah . banyak bantuan dari berbagai pihak . karena itu saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : kedua orang tua yang telah memberi dukungan serta kepercayaan dari sanalah proses penyusunan makalah ini dapat terselesaikan
Menyadari banyaknya kekurangan dalam penyusunan makalah in karena itu sayan sangat mengharap adanya kritik dan saran untuk melngkapi segala bentuk kekurangan yang ada









                                                                                               Pamekasan 11 April 2016


Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

Hukum Pidana adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan apa yang dilarang dan termasuk ke dalam tindak pidana, serta menentukan hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya.
Menurut Prof. Moeljatno, S.H. Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk
Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.
Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.
Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.
Sedangkan menurut Sudarsono, pada prinsipnya Hukum Pidana adalah yang mengatur tentang kejahatan dan pelanggaran terhadap kepentingan umum dan perbuatan tersebut diancam dengan pidana yang merupakan suatu penderitaan.
Dengan demikian hukum pidana bukanlah mengadakan norma hukum sendiri, melainkan sudah terletak pada norma lain dan sanksi pidana. Diadakan untuk menguatkan ditaatinya norma-norma lain tersebut, misalnya norma agama dan kesusilaan.


BAB II
PERMASALAHAN


Hukum pidana merupakan gejala sosial budaya yang berfungsi untuk menerapkan kaidah-kaidah dan pola-pola perilaku terhadap individu dalam masyarakat. Apabila hukum yang berlaku di dalam masyarakat tidak sesuai dengan kebutuhan serta kepentingan umum maka ia akan mencoba mencari jalan untuk menyimpang. Segala bentuk tingkah laku yang meyimpang yang mengangngu serta merugikan dalam kehidupan masyarakat tersebut dapat diartikan sebagai perilaku jahat. Hukum menetapkan apa yang harus di lakukan dan tidak dilakukan. Sejak orde baru masalah stabilitas nasional termasuk dalam penegekan hukum itu sendiri menjadi komponen utama dalam masalah pembangunan dan kemajuan suatu bangsa banyaknya tindak kejahatan tentu saja menimbulkan banyak kerugian bagi negara indonesia itu sendiri baik dalam sektor ekonomi dan sosial budaya . Namun seiring perkembangan zaman di era global ini banyak dari individu-individu melakukan penyimpangan-penyimpangan tersebut tidak hanya dalam wilayah dimana dia tinggal melainkan mereka juga sekaranga banyak yang melanggar hukum dan perilaku yang seharusnya tidak dilakukan di luar negara yang mengatur hukum itu sendiri dalam hal ini indonesia tentu saja hal seperti itu menimbulkan kerugian bagi hubungan diplomatik negara dengan negara lain. Lantas apa bisa mereka di jerat dengan hukum yang berlaku di negaranya sedangkan mereka melakukannya di luar batas negara indonesia dan semisal bisa lantas hukuman apa yang akan di dapatkan para pelanggar hukum tersebut






BAB III
PEMBAHASAN


Sebelum membahas tentang masalah utama yang terjadi di era global sebagaimana di atas telah di sebutkan kita terlebih dulu harus tau apa hukum pidana itu sendiri apa sumber sumber-sumber dari hukum pidana itu sendiri apa saja asas-asas yang berlaku pada hukum pidana Hukum Pidana adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan apa yang dilarang dan termasuk ke dalam tindak pidana, serta menentukan hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya.
Menurut Prof. Moeljatno, S.H. Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk
Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.
Sumber Hukum Pidana dapat dibedakan atas sumber hukum tertulis dan sumber hukum yang tidak tertulis. Di Indonesia sendiri, kita belum memiliki Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Nasional, sehingga masih diberlakukan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana warisan dari pemerintah kolonial Hindia Belanda. Adapun sistematika Kitab Undang-Undang Hukum Pidana antara lain :
Buku I Tentang Ketentuan Umum (Pasal 1-103).
Buku II Tentang Kejahatan (Pasal 104-488).
Buku III Tentang Pelanggaran (Pasal 489-569).
Dan juga ada beberapa Undang-undang yang mengatur tindak pidana khusus yang dibuat setelah kemerdekaan antara lain:
UU No. 8 Drt Tahun 1955 Tentang tindak Pidana Imigrasi.
UU No. 9 Tahun 1967 Tentang Norkoba.
UU No. 16 Tahun Tahun 2003 Tentang Anti Terorisme. dll
Ketentuan-ketentuan Hukum Pidana, selain termuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana maupun UU Khusus, juga terdapat dalam berbagai Peraturan Perundang-Undangan lainnya, seperti UU. No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, UU No. 9 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta dan sebagainya
Asas-Asas Hukum Pidana Antara lain Ialah:
Asas Legalitas, tidak ada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam Peraturan Perundang-Undangan yang telah ada sebelum perbuatan itu dilakukan (Pasal 1 Ayat (1) KUHP).[butuh rujukan] Jika sesudah perbuatan dilakukan ada perubahan dalam Peraturan Perundang-Undangan, maka yang dipakai adalah aturan yang paling ringan sanksinya bagi terdakwa (Pasal 1 Ayat (2) KUHP)
Asas Tiada Pidana Tanpa Kesalahan, Untuk menjatuhkan pidana kepada orang yang telah melakukan tindak pidana, harus dilakukan bilamana ada unsur kesalahan pada diri orang tersebut.

Asas teritorial, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku atas semua peristiwa pidana yang terjadi di daerah yang menjadi wilayah teritorial Negara Kesatuan Republik Indonesia, termasuk pula kapal berbendera Indonesia, pesawat terbang Indonesia, dan gedung kedutaan dan konsul Indonesia di negara asing (pasal 2 KUHP).
Asas nasionalitas aktif, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi semua WNI yang melakukan tindak pidana di mana pun ia berada (pasal 5 KUHP).
Asas nasionalitas pasif, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi semua tindak pidana yang merugikan kepentingan negara (pasal 4 KUHP).
Berkaitan dengan permasalahan yang telah di sebutkan di atas bahwa pada era global banyak pelanggar hukum yang melanggar hukum di luar wilayah Indonesia jadi apakah mereka dapat di jerat dengan hukum dan apa sanksi yang pantas bagi mereka berdasarkan asas nasional aktif.
Sebagai warga negara yang tunduk pada aturan hukum yang berlaku, sudah  tentu setiap melakukan tindakan yang melawan hukum akan dikenakan sanksi sesuai dengan perbuatan yang dilakukan. Tidak menjadi masalah dimanapun kita berada, karena sekalipun kita berada di luar wilayah negara Indonesia hukum pidana Indonesia tetap berlaku.
KUHP (Kitab Undang – Undang Hukum Pidana) mengatur mengenai kejahatan dan pelanggaran terhadap kepentingan individu dan umum. Di dalam KUHP inilah terkandung asas personal yang bertitik tolak pada orang yang melakukan perbuatan pidana. Di dalam KUHP pasal 5 ayat (1) menentukan sejumlah pasal yang  jika dilakukan oleh orang Indonesia di luar negeri maka diberlakukan hukum pidana Indonesia.

Tetapi memang tidak semua perbuatan pidana yang dilakukan oleh WNI dapat diadili di negara Indonesia karena bisa saja terjadi double criminality, yang menyatakan tindak pidana yang dilakukan oleh WNI ini juga merupakan tindak pidana di negara tempat ia melakukan tindak pidana itu. Sehingga WNI dapat diadili dan di eksekusi di negara tempat ia melakukan perbuatan pidana tersebut, walaupu begitu Negara Indonesia tetap mempunyai kewajiban untuk membela warga negaranya.
Sebagaimana yang telah diuraikan di atas, bahwa asas personal ini berlaku hanya untuk kejahatan – kejahatan tertentu saja artinya tidak semua ketentuan pidana dalam perundang – undangan Indonesia berlaku terhadap warga negara Indonesia ketika warga negara itu sedang berada di luar wilayah negara Indonesia, melainkan pada ketentuan perundang – undangan pidana tertentu dan atau dengan syarat – syarat tertentu.
Ketentuan pidana tertentu ialah ketentuan pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat (1) sub 1, yakni terhadap semua kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan Bab II Buku II, dan pasal – pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I adalah Mengenai Kejahataan Terhadap Keamanan Negara (104-129), dan Bab II adalah Mengenai Kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden (130-139), dan sebagaimana pasal – pasal yang telah ditentukan yaitu mengenai penghasutan, penyebaran surat – surat yang mengandunng penghasutan, membuat tidak cakap untuk dinas militer, bigami dan perampokan. Pengaturan asas personal ini untuk lebih jelasnya dapat kita lihat dalam pasal 5 s.d 8 KUHP, tetapi pasal – pasal tersebut dibatasi oleh pasal 9 KUHP yaitu oleh pengecualian – pengecualian yang diakui dalam hukum internasional. Mengenai hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap seseorang yang telah bersalah melanggar ketentuan-ketentuan dalam undang-undang hukum pidana, dalam Pasal 10 KUHP ditentukan macam-macam hukuman yang dapat dijatuhkan, yaitu sebagai berikut:
Hukuman-Hukuman Pokok
Hukuman mati, tentang hukuman mati ini terdapat negara-negara yang telah menghapuskan bentuknya hukuman ini, seperti Belanda, tetapi di Indonesia sendiri hukuman mati ini kadang masih diberlakukan untuk beberapa hukuman walaupun masih banyaknya pro-kontra terhadap hukuman ini.
Hukuman penjara, hukuman penjara sendiri dibedakan ke dalam hukuman penjara seumur hidup dan penjara sementara. Hukuman penjara sementara minimal 1 tahun dan maksimal 20 tahun. Terpidana wajib tinggal dalam penjara selama masa hukuman dan wajib melakukan pekerjaan yang ada di dalam maupun di luar penjara dan terpidana tidak mempunyai Hak Vistol.
Hukuman kurungan, hukuman ini kondisinya tidak seberat hukuman penjara dan dijatuhkan karena kejahatan-kejahatan ringan atau pelanggaran.[butuh rujukan] Biasanyapterhukum dapat memilih antara hukuman kurungan atau hukuman denda.[butuh rujukan] Bedanya hukuman kurungan dengan hukuman penjara adalah pada hukuman kurungan terpidana tidak dapat ditahan di luar tempat daerah tinggalnya kalau ia tidak mau sedangkan pada hukuman penjara dapat dipenjarakan di mana saja, pekerjaan paksa yang dibebankan kepada terpidana penjara lebih berat dibandingkan dengan pekerjaan yang harus dilakukan oleh terpidana kurungan dan terpidana kurungan mempunyai Hak Vistol (hak untuk memperbaiki nasib) sedangkan pada hukuman penjara tidak demikian.
Hukuman denda, Dalam hal ini terpidana boleh memilih sendiri antara denda dengan kurungan. Maksimum kurungan pengganti denda adalah 6 Bulan.
Hukuman tutupan, hukuman ini dijatuhkan berdasarkan alasan-alasan politik terhadap orang-orang yang telah melakukan kejahatan yang diancam dengan hukuman penjara oleh KUHP.
Hukuman Tambahan Hukuman tambahan tidak dapat dijatuhkan secara tersendiri melainkan harus disertakan pada hukuman pokok, hukuman tambahan tersebut antara lain:
Pencabutan hak-hak tertentu.
Penyitaan barang-barang tertentu
Pengumuman keputusan hakim
Namun kembali pada persoalan di atas mengenai warga Negara Indonesia yang melanggar hokum di luar wilayah Indonesia terdapat pengucualian Ketentuan pidana tertentu ialah ketentuan pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat (1) sub 1, yakni terhadap semua kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan Bab II Buku II, dan pasal – pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I adalah Mengenai Kejahataan Terhadap Keamanan Negara (104-129), dan Bab II adalah Mengenai Kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden (130-139), dan sebagaimana pasal – pasal yang telah ditentukan yaitu mengenai penghasutan, penyebaran surat – surat yang mengandunng penghasutan, membuat tidak cakap untuk dinas militer, bigami dan perampokan. Pengaturan asas personal ini untuk lebih jelasnya dapat kita lihat dalam pasal 5 s.d 8 KUHP, tetapi pasal – pasal tersebut dibatasi oleh pasal 9 KUHP yaitu oleh pengecualian – pengecualian yang diakui dalam hukum internasional. Contoh dari pelanggaran hokum pidana di luar negeri contoh sebuah kasus yang berkaitan dengan penerapan asas personal ini. contoh kasus yang akan saya angkat dalam makalah ini salah satunya adalah mengenai kejahatan pembunuhan yang dilakukan oleh WNI di negera Mesir, dalam kasus ini negara Indonesia bisa saja mengadili warga
negaranya di Indonesia namun ternyata hal ini tidak dapat dilakukan, faktanya bahwa kejahatan mengenai pembunuhan ini juga diatur tegas di negara tempat WNI itu melakukan tindak pidana  (Mesir), maka kasus ini dikembalikan kepada hukum internasional yang mengatur mengenai hukum pidana kemudian dilihat juga ada atau tidaknya perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Mesir, sehingga dapat diketahui akhirnya bahwa kewenangan menerapakan yuridiksi ada pada Mesir sebagai negaralocus delicti. Selain itu Mesirpun memiliki asas territorial (berkaitan dengan locus delicti) yang memperkokoh yuridiksi atas kasus pembunuhan oleh WNI  tersebut.
Mengenai kasus pembunuhan tersebut penerapan asas personal ini mengalami kendala – kendala karena ada banyak faktor yang menguatkan yuridiksi hukum Mesir, diantaranya adalah karena Mesir juga memiliki batas berlakunya hukum pidana menurut tempat (locus delicti) dalam hal ini asas personal seperti halnya Indonesia, kemudian tidak adanya perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Mesir sehingga negara Indonesia tidak dapat meminta penyelesaian kasus di negaranya.
Jadi, KUHP Indonesia yang di dalamnya terkandung asas personal ini dapat diterapkan dalam praktek bagi WNI yang berada di luar wilayah Negara Indonesia, selama memang perbuatan pidana/tindak pidana yang dilakukan adalah sesuai dengan apa yang di cantumkan dalam Bab I dan II Buku II dan beberapa pasal dalam pasal 5 ayat (1) ke-1 yang telah disebutkan di atas. Di sini tidak dipersoalkan apakah tindak pidana tersebut dianggap sebagai kejahatan menurut hukum pidana negara tempat orang Indonesia itu berada. Karena dianggap membahayakan kepentingan negara Indonesia,

maka sejumlah pasal dalam Pasal 5 ayat (1) ke-1 tetap dapat diberlakukan hukum pidana Indonesia. Namun beberapa pasal lain mengenai kejahatan bisa saja diberlakukan asas personal, yang dapat dialihkan penyelesaian kasusnya di negara Indonesia kalau memang sudah ada perjanjian ekstradisi antar dua negara yang bersangkuta.
Semisal masalah tersebut di menangkan oleh Indonesia untuk menyelesaikan hukuman bagi sang pelaku maka hokum yang pantai adalah tindak pidana kejahatan terhadap nyawa orang lain yang mana telah di atur pada
 Pasal 338
Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 339
Pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu perbuatan pidana, yang dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya, atau untuk melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana dalam hal tertangkap tangan, ataupun untuk memastikan penguasaan barang yang diperolehnya secara melawan hukum, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.
Pasal 340
Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana rnati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.

Pasal 341
Seorang ibu yang karena takut akan ketahuan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya, diancam karena membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 342
Seorang ibu yang untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut akan ketahuan bahwa ia akan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian merampas nyawa anaknya, diancam karena melakukan pembunuhan anak sendiri dengan rencana, dengan pidana penjara paling lama semhi- lan tahun.
Pasal 343
Kejahatan yang diterangkan dalam pasal 341 dan 342 dipandang bagi orang lain yang turut serta melakukan, sebagai pembunuhan atau pembunuhan anak dengan rencana.
Pasal 344
Barang siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
Pasal 345
Barang siapa sengaja mendorong orang lain untuk bunuh diri, menolongnya dalam perbuatan itu atau memberi sarana kepadanya untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun kalau orang itu jadi bunuh diri.
Pasal 346 Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

Pasal 347
(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 348
(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 349
Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.




Pasal 350
Dalam hal pemidanaan karena pembunuhan, karena pembunuhan dengan rencana, atau karena salah satu kejahatan berdasarkan Pasal 344, 347 dan 348, dapat dijatuhkan pencabutan hak berdasarkan pasal 35 No. 1- 5.
Jadi berdasarakan KUHP kejadian pembunuhan tersebut dapat di jerat dengan Pasal 338Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama Lima belas tahun.
















BAB III
KESIMPULAN
Dapat kita ambil kesimpulan bahwa setiap warga Negara Indonesia yang melakukan tindak pidana baik di  dalam wilayah Indonesia sendiri ataupun tidak dapat dijerat dengan hukuman pidana sesuai dengan KUHP pasal 5 namun berlaku hanya untuk kejahatan – kejahatan tertentu saja artinya tidak semua ketentuan pidana dalam perundang – undangan Indonesia berlaku terhadap warga negara Indonesia ketika warga negara itu sedang berada di luar wilayah negara Indonesia, melainkan pada ketentuan perundang – undangan pidana tertentu dan atau dengan syarat – syarat tertentu.
Ketentuan pidana tertentu ialah ketentuan pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat (1) sub 1, yakni terhadap semua kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan Bab II Buku II, dan pasal – pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I adalah Mengenai Kejahataan Terhadap Keamanan Negara (104-129), dan Bab II adalah Mengenai Kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden (130-139), dan sebagaimana pasal – pasal yang telah ditentukan yaitu mengenai penghasutan, penyebaran surat – surat yang mengandunng penghasutan, membuat tidak cakap untuk dinas militer, bigami dan perampokan. Pengaturan asas personal ini untuk lebih jelasnya dapat kita lihat dalam pasal 5 s.d 8 KUHP, tetapi pasal – pasal tersebut dibatasi oleh pasal 9 KUHP yaitu oleh pengecualian – pengecualian yang diakui dalam hukum internasional.


TUGAS MALAKAH HUKUM PIDANA
“PENEGAKAN HUKUM PIDANA INDONESIA BERDASARKAN ASAS NASIONALITAS AKTIF”












DISUSUN OLEH:
INDRA KURNIAWAN
(2015115002/SORE K)







UNIVERSITAS MADURA
Kata pengantar
Puji syukur saya ucapkan pada Pemilik Seluruh Kerajaan Semesta yang telah melimpahkan nikmat-Nya kepada kita semua. Sholawat dan salam selalu tercurahkan pada teladan kita, Rasulullah SAW.
Dalam proses penyusunan makalah . banyak bantuan dari berbagai pihak . karena itu saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : kedua orang tua yang telah memberi dukungan serta kepercayaan dari sanalah proses penyusunan makalah ini dapat terselesaikan
Menyadari banyaknya kekurangan dalam penyusunan makalah in karena itu sayan sangat mengharap adanya kritik dan saran untuk melngkapi segala bentuk kekurangan yang ada









                                                                                               Pamekasan 11 April 2016


Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

Hukum Pidana adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan apa yang dilarang dan termasuk ke dalam tindak pidana, serta menentukan hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya.
Menurut Prof. Moeljatno, S.H. Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk
Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.
Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.
Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.
Sedangkan menurut Sudarsono, pada prinsipnya Hukum Pidana adalah yang mengatur tentang kejahatan dan pelanggaran terhadap kepentingan umum dan perbuatan tersebut diancam dengan pidana yang merupakan suatu penderitaan.
Dengan demikian hukum pidana bukanlah mengadakan norma hukum sendiri, melainkan sudah terletak pada norma lain dan sanksi pidana. Diadakan untuk menguatkan ditaatinya norma-norma lain tersebut, misalnya norma agama dan kesusilaan.


BAB II
PERMASALAHAN


Hukum pidana merupakan gejala sosial budaya yang berfungsi untuk menerapkan kaidah-kaidah dan pola-pola perilaku terhadap individu dalam masyarakat. Apabila hukum yang berlaku di dalam masyarakat tidak sesuai dengan kebutuhan serta kepentingan umum maka ia akan mencoba mencari jalan untuk menyimpang. Segala bentuk tingkah laku yang meyimpang yang mengangngu serta merugikan dalam kehidupan masyarakat tersebut dapat diartikan sebagai perilaku jahat. Hukum menetapkan apa yang harus di lakukan dan tidak dilakukan. Sejak orde baru masalah stabilitas nasional termasuk dalam penegekan hukum itu sendiri menjadi komponen utama dalam masalah pembangunan dan kemajuan suatu bangsa banyaknya tindak kejahatan tentu saja menimbulkan banyak kerugian bagi negara indonesia itu sendiri baik dalam sektor ekonomi dan sosial budaya . Namun seiring perkembangan zaman di era global ini banyak dari individu-individu melakukan penyimpangan-penyimpangan tersebut tidak hanya dalam wilayah dimana dia tinggal melainkan mereka juga sekaranga banyak yang melanggar hukum dan perilaku yang seharusnya tidak dilakukan di luar negara yang mengatur hukum itu sendiri dalam hal ini indonesia tentu saja hal seperti itu menimbulkan kerugian bagi hubungan diplomatik negara dengan negara lain. Lantas apa bisa mereka di jerat dengan hukum yang berlaku di negaranya sedangkan mereka melakukannya di luar batas negara indonesia dan semisal bisa lantas hukuman apa yang akan di dapatkan para pelanggar hukum tersebut






BAB III
PEMBAHASAN


Sebelum membahas tentang masalah utama yang terjadi di era global sebagaimana di atas telah di sebutkan kita terlebih dulu harus tau apa hukum pidana itu sendiri apa sumber sumber-sumber dari hukum pidana itu sendiri apa saja asas-asas yang berlaku pada hukum pidana Hukum Pidana adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan apa yang dilarang dan termasuk ke dalam tindak pidana, serta menentukan hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya.
Menurut Prof. Moeljatno, S.H. Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk
Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.
Sumber Hukum Pidana dapat dibedakan atas sumber hukum tertulis dan sumber hukum yang tidak tertulis. Di Indonesia sendiri, kita belum memiliki Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Nasional, sehingga masih diberlakukan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana warisan dari pemerintah kolonial Hindia Belanda. Adapun sistematika Kitab Undang-Undang Hukum Pidana antara lain :
Buku I Tentang Ketentuan Umum (Pasal 1-103).
Buku II Tentang Kejahatan (Pasal 104-488).
Buku III Tentang Pelanggaran (Pasal 489-569).
Dan juga ada beberapa Undang-undang yang mengatur tindak pidana khusus yang dibuat setelah kemerdekaan antara lain:
UU No. 8 Drt Tahun 1955 Tentang tindak Pidana Imigrasi.
UU No. 9 Tahun 1967 Tentang Norkoba.
UU No. 16 Tahun Tahun 2003 Tentang Anti Terorisme. dll
Ketentuan-ketentuan Hukum Pidana, selain termuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana maupun UU Khusus, juga terdapat dalam berbagai Peraturan Perundang-Undangan lainnya, seperti UU. No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, UU No. 9 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta dan sebagainya
Asas-Asas Hukum Pidana Antara lain Ialah:
Asas Legalitas, tidak ada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam Peraturan Perundang-Undangan yang telah ada sebelum perbuatan itu dilakukan (Pasal 1 Ayat (1) KUHP).[butuh rujukan] Jika sesudah perbuatan dilakukan ada perubahan dalam Peraturan Perundang-Undangan, maka yang dipakai adalah aturan yang paling ringan sanksinya bagi terdakwa (Pasal 1 Ayat (2) KUHP)
Asas Tiada Pidana Tanpa Kesalahan, Untuk menjatuhkan pidana kepada orang yang telah melakukan tindak pidana, harus dilakukan bilamana ada unsur kesalahan pada diri orang tersebut.

Asas teritorial, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku atas semua peristiwa pidana yang terjadi di daerah yang menjadi wilayah teritorial Negara Kesatuan Republik Indonesia, termasuk pula kapal berbendera Indonesia, pesawat terbang Indonesia, dan gedung kedutaan dan konsul Indonesia di negara asing (pasal 2 KUHP).
Asas nasionalitas aktif, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi semua WNI yang melakukan tindak pidana di mana pun ia berada (pasal 5 KUHP).
Asas nasionalitas pasif, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi semua tindak pidana yang merugikan kepentingan negara (pasal 4 KUHP).
Berkaitan dengan permasalahan yang telah di sebutkan di atas bahwa pada era global banyak pelanggar hukum yang melanggar hukum di luar wilayah Indonesia jadi apakah mereka dapat di jerat dengan hukum dan apa sanksi yang pantas bagi mereka berdasarkan asas nasional aktif.
Sebagai warga negara yang tunduk pada aturan hukum yang berlaku, sudah  tentu setiap melakukan tindakan yang melawan hukum akan dikenakan sanksi sesuai dengan perbuatan yang dilakukan. Tidak menjadi masalah dimanapun kita berada, karena sekalipun kita berada di luar wilayah negara Indonesia hukum pidana Indonesia tetap berlaku.
KUHP (Kitab Undang – Undang Hukum Pidana) mengatur mengenai kejahatan dan pelanggaran terhadap kepentingan individu dan umum. Di dalam KUHP inilah terkandung asas personal yang bertitik tolak pada orang yang melakukan perbuatan pidana. Di dalam KUHP pasal 5 ayat (1) menentukan sejumlah pasal yang  jika dilakukan oleh orang Indonesia di luar negeri maka diberlakukan hukum pidana Indonesia.

Tetapi memang tidak semua perbuatan pidana yang dilakukan oleh WNI dapat diadili di negara Indonesia karena bisa saja terjadi double criminality, yang menyatakan tindak pidana yang dilakukan oleh WNI ini juga merupakan tindak pidana di negara tempat ia melakukan tindak pidana itu. Sehingga WNI dapat diadili dan di eksekusi di negara tempat ia melakukan perbuatan pidana tersebut, walaupu begitu Negara Indonesia tetap mempunyai kewajiban untuk membela warga negaranya.
Sebagaimana yang telah diuraikan di atas, bahwa asas personal ini berlaku hanya untuk kejahatan – kejahatan tertentu saja artinya tidak semua ketentuan pidana dalam perundang – undangan Indonesia berlaku terhadap warga negara Indonesia ketika warga negara itu sedang berada di luar wilayah negara Indonesia, melainkan pada ketentuan perundang – undangan pidana tertentu dan atau dengan syarat – syarat tertentu.
Ketentuan pidana tertentu ialah ketentuan pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat (1) sub 1, yakni terhadap semua kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan Bab II Buku II, dan pasal – pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I adalah Mengenai Kejahataan Terhadap Keamanan Negara (104-129), dan Bab II adalah Mengenai Kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden (130-139), dan sebagaimana pasal – pasal yang telah ditentukan yaitu mengenai penghasutan, penyebaran surat – surat yang mengandunng penghasutan, membuat tidak cakap untuk dinas militer, bigami dan perampokan. Pengaturan asas personal ini untuk lebih jelasnya dapat kita lihat dalam pasal 5 s.d 8 KUHP, tetapi pasal – pasal tersebut dibatasi oleh pasal 9 KUHP yaitu oleh pengecualian – pengecualian yang diakui dalam hukum internasional. Mengenai hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap seseorang yang telah bersalah melanggar ketentuan-ketentuan dalam undang-undang hukum pidana, dalam Pasal 10 KUHP ditentukan macam-macam hukuman yang dapat dijatuhkan, yaitu sebagai berikut:
Hukuman-Hukuman Pokok
Hukuman mati, tentang hukuman mati ini terdapat negara-negara yang telah menghapuskan bentuknya hukuman ini, seperti Belanda, tetapi di Indonesia sendiri hukuman mati ini kadang masih diberlakukan untuk beberapa hukuman walaupun masih banyaknya pro-kontra terhadap hukuman ini.
Hukuman penjara, hukuman penjara sendiri dibedakan ke dalam hukuman penjara seumur hidup dan penjara sementara. Hukuman penjara sementara minimal 1 tahun dan maksimal 20 tahun. Terpidana wajib tinggal dalam penjara selama masa hukuman dan wajib melakukan pekerjaan yang ada di dalam maupun di luar penjara dan terpidana tidak mempunyai Hak Vistol.
Hukuman kurungan, hukuman ini kondisinya tidak seberat hukuman penjara dan dijatuhkan karena kejahatan-kejahatan ringan atau pelanggaran.[butuh rujukan] Biasanyapterhukum dapat memilih antara hukuman kurungan atau hukuman denda.[butuh rujukan] Bedanya hukuman kurungan dengan hukuman penjara adalah pada hukuman kurungan terpidana tidak dapat ditahan di luar tempat daerah tinggalnya kalau ia tidak mau sedangkan pada hukuman penjara dapat dipenjarakan di mana saja, pekerjaan paksa yang dibebankan kepada terpidana penjara lebih berat dibandingkan dengan pekerjaan yang harus dilakukan oleh terpidana kurungan dan terpidana kurungan mempunyai Hak Vistol (hak untuk memperbaiki nasib) sedangkan pada hukuman penjara tidak demikian.
Hukuman denda, Dalam hal ini terpidana boleh memilih sendiri antara denda dengan kurungan. Maksimum kurungan pengganti denda adalah 6 Bulan.
Hukuman tutupan, hukuman ini dijatuhkan berdasarkan alasan-alasan politik terhadap orang-orang yang telah melakukan kejahatan yang diancam dengan hukuman penjara oleh KUHP.
Hukuman Tambahan Hukuman tambahan tidak dapat dijatuhkan secara tersendiri melainkan harus disertakan pada hukuman pokok, hukuman tambahan tersebut antara lain:
Pencabutan hak-hak tertentu.
Penyitaan barang-barang tertentu
Pengumuman keputusan hakim
Namun kembali pada persoalan di atas mengenai warga Negara Indonesia yang melanggar hokum di luar wilayah Indonesia terdapat pengucualian Ketentuan pidana tertentu ialah ketentuan pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat (1) sub 1, yakni terhadap semua kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan Bab II Buku II, dan pasal – pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I adalah Mengenai Kejahataan Terhadap Keamanan Negara (104-129), dan Bab II adalah Mengenai Kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden (130-139), dan sebagaimana pasal – pasal yang telah ditentukan yaitu mengenai penghasutan, penyebaran surat – surat yang mengandunng penghasutan, membuat tidak cakap untuk dinas militer, bigami dan perampokan. Pengaturan asas personal ini untuk lebih jelasnya dapat kita lihat dalam pasal 5 s.d 8 KUHP, tetapi pasal – pasal tersebut dibatasi oleh pasal 9 KUHP yaitu oleh pengecualian – pengecualian yang diakui dalam hukum internasional. Contoh dari pelanggaran hokum pidana di luar negeri contoh sebuah kasus yang berkaitan dengan penerapan asas personal ini. contoh kasus yang akan saya angkat dalam makalah ini salah satunya adalah mengenai kejahatan pembunuhan yang dilakukan oleh WNI di negera Mesir, dalam kasus ini negara Indonesia bisa saja mengadili warga
negaranya di Indonesia namun ternyata hal ini tidak dapat dilakukan, faktanya bahwa kejahatan mengenai pembunuhan ini juga diatur tegas di negara tempat WNI itu melakukan tindak pidana  (Mesir), maka kasus ini dikembalikan kepada hukum internasional yang mengatur mengenai hukum pidana kemudian dilihat juga ada atau tidaknya perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Mesir, sehingga dapat diketahui akhirnya bahwa kewenangan menerapakan yuridiksi ada pada Mesir sebagai negaralocus delicti. Selain itu Mesirpun memiliki asas territorial (berkaitan dengan locus delicti) yang memperkokoh yuridiksi atas kasus pembunuhan oleh WNI  tersebut.
Mengenai kasus pembunuhan tersebut penerapan asas personal ini mengalami kendala – kendala karena ada banyak faktor yang menguatkan yuridiksi hukum Mesir, diantaranya adalah karena Mesir juga memiliki batas berlakunya hukum pidana menurut tempat (locus delicti) dalam hal ini asas personal seperti halnya Indonesia, kemudian tidak adanya perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Mesir sehingga negara Indonesia tidak dapat meminta penyelesaian kasus di negaranya.
Jadi, KUHP Indonesia yang di dalamnya terkandung asas personal ini dapat diterapkan dalam praktek bagi WNI yang berada di luar wilayah Negara Indonesia, selama memang perbuatan pidana/tindak pidana yang dilakukan adalah sesuai dengan apa yang di cantumkan dalam Bab I dan II Buku II dan beberapa pasal dalam pasal 5 ayat (1) ke-1 yang telah disebutkan di atas. Di sini tidak dipersoalkan apakah tindak pidana tersebut dianggap sebagai kejahatan menurut hukum pidana negara tempat orang Indonesia itu berada. Karena dianggap membahayakan kepentingan negara Indonesia,

maka sejumlah pasal dalam Pasal 5 ayat (1) ke-1 tetap dapat diberlakukan hukum pidana Indonesia. Namun beberapa pasal lain mengenai kejahatan bisa saja diberlakukan asas personal, yang dapat dialihkan penyelesaian kasusnya di negara Indonesia kalau memang sudah ada perjanjian ekstradisi antar dua negara yang bersangkuta.
Semisal masalah tersebut di menangkan oleh Indonesia untuk menyelesaikan hukuman bagi sang pelaku maka hokum yang pantai adalah tindak pidana kejahatan terhadap nyawa orang lain yang mana telah di atur pada
 Pasal 338
Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 339
Pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu perbuatan pidana, yang dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya, atau untuk melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana dalam hal tertangkap tangan, ataupun untuk memastikan penguasaan barang yang diperolehnya secara melawan hukum, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.
Pasal 340
Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana rnati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.

Pasal 341
Seorang ibu yang karena takut akan ketahuan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya, diancam karena membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 342
Seorang ibu yang untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut akan ketahuan bahwa ia akan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian merampas nyawa anaknya, diancam karena melakukan pembunuhan anak sendiri dengan rencana, dengan pidana penjara paling lama semhi- lan tahun.
Pasal 343
Kejahatan yang diterangkan dalam pasal 341 dan 342 dipandang bagi orang lain yang turut serta melakukan, sebagai pembunuhan atau pembunuhan anak dengan rencana.
Pasal 344
Barang siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
Pasal 345
Barang siapa sengaja mendorong orang lain untuk bunuh diri, menolongnya dalam perbuatan itu atau memberi sarana kepadanya untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun kalau orang itu jadi bunuh diri.
Pasal 346 Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

Pasal 347
(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 348
(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 349
Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.




Pasal 350
Dalam hal pemidanaan karena pembunuhan, karena pembunuhan dengan rencana, atau karena salah satu kejahatan berdasarkan Pasal 344, 347 dan 348, dapat dijatuhkan pencabutan hak berdasarkan pasal 35 No. 1- 5.
Jadi berdasarakan KUHP kejadian pembunuhan tersebut dapat di jerat dengan Pasal 338Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama Lima belas tahun.
















BAB III
KESIMPULAN
Dapat kita ambil kesimpulan bahwa setiap warga Negara Indonesia yang melakukan tindak pidana baik di  dalam wilayah Indonesia sendiri ataupun tidak dapat dijerat dengan hukuman pidana sesuai dengan KUHP pasal 5 namun berlaku hanya untuk kejahatan – kejahatan tertentu saja artinya tidak semua ketentuan pidana dalam perundang – undangan Indonesia berlaku terhadap warga negara Indonesia ketika warga negara itu sedang berada di luar wilayah negara Indonesia, melainkan pada ketentuan perundang – undangan pidana tertentu dan atau dengan syarat – syarat tertentu.
Ketentuan pidana tertentu ialah ketentuan pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat (1) sub 1, yakni terhadap semua kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan Bab II Buku II, dan pasal – pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I adalah Mengenai Kejahataan Terhadap Keamanan Negara (104-129), dan Bab II adalah Mengenai Kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden (130-139), dan sebagaimana pasal – pasal yang telah ditentukan yaitu mengenai penghasutan, penyebaran surat – surat yang mengandunng penghasutan, membuat tidak cakap untuk dinas militer, bigami dan perampokan. Pengaturan asas personal ini untuk lebih jelasnya dapat kita lihat dalam pasal 5 s.d 8 KUHP, tetapi pasal – pasal tersebut dibatasi oleh pasal 9 KUHP yaitu oleh pengecualian – pengecualian yang diakui dalam hukum internasional.


TUGAS MALAKAH HUKUM PIDANA
“PENEGAKAN HUKUM PIDANA INDONESIA BERDASARKAN ASAS NASIONALITAS AKTIF”












DISUSUN OLEH:
INDRA KURNIAWAN
(2015115002/SORE K)







UNIVERSITAS MADURA
Kata pengantar
Puji syukur saya ucapkan pada Pemilik Seluruh Kerajaan Semesta yang telah melimpahkan nikmat-Nya kepada kita semua. Sholawat dan salam selalu tercurahkan pada teladan kita, Rasulullah SAW.
Dalam proses penyusunan makalah . banyak bantuan dari berbagai pihak . karena itu saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : kedua orang tua yang telah memberi dukungan serta kepercayaan dari sanalah proses penyusunan makalah ini dapat terselesaikan
Menyadari banyaknya kekurangan dalam penyusunan makalah in karena itu sayan sangat mengharap adanya kritik dan saran untuk melngkapi segala bentuk kekurangan yang ada









                                                                                               Pamekasan 11 April 2016


Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

Hukum Pidana adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan apa yang dilarang dan termasuk ke dalam tindak pidana, serta menentukan hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya.
Menurut Prof. Moeljatno, S.H. Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk
Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.
Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.
Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.
Sedangkan menurut Sudarsono, pada prinsipnya Hukum Pidana adalah yang mengatur tentang kejahatan dan pelanggaran terhadap kepentingan umum dan perbuatan tersebut diancam dengan pidana yang merupakan suatu penderitaan.
Dengan demikian hukum pidana bukanlah mengadakan norma hukum sendiri, melainkan sudah terletak pada norma lain dan sanksi pidana. Diadakan untuk menguatkan ditaatinya norma-norma lain tersebut, misalnya norma agama dan kesusilaan.


BAB II
PERMASALAHAN


Hukum pidana merupakan gejala sosial budaya yang berfungsi untuk menerapkan kaidah-kaidah dan pola-pola perilaku terhadap individu dalam masyarakat. Apabila hukum yang berlaku di dalam masyarakat tidak sesuai dengan kebutuhan serta kepentingan umum maka ia akan mencoba mencari jalan untuk menyimpang. Segala bentuk tingkah laku yang meyimpang yang mengangngu serta merugikan dalam kehidupan masyarakat tersebut dapat diartikan sebagai perilaku jahat. Hukum menetapkan apa yang harus di lakukan dan tidak dilakukan. Sejak orde baru masalah stabilitas nasional termasuk dalam penegekan hukum itu sendiri menjadi komponen utama dalam masalah pembangunan dan kemajuan suatu bangsa banyaknya tindak kejahatan tentu saja menimbulkan banyak kerugian bagi negara indonesia itu sendiri baik dalam sektor ekonomi dan sosial budaya . Namun seiring perkembangan zaman di era global ini banyak dari individu-individu melakukan penyimpangan-penyimpangan tersebut tidak hanya dalam wilayah dimana dia tinggal melainkan mereka juga sekaranga banyak yang melanggar hukum dan perilaku yang seharusnya tidak dilakukan di luar negara yang mengatur hukum itu sendiri dalam hal ini indonesia tentu saja hal seperti itu menimbulkan kerugian bagi hubungan diplomatik negara dengan negara lain. Lantas apa bisa mereka di jerat dengan hukum yang berlaku di negaranya sedangkan mereka melakukannya di luar batas negara indonesia dan semisal bisa lantas hukuman apa yang akan di dapatkan para pelanggar hukum tersebut






BAB III
PEMBAHASAN


Sebelum membahas tentang masalah utama yang terjadi di era global sebagaimana di atas telah di sebutkan kita terlebih dulu harus tau apa hukum pidana itu sendiri apa sumber sumber-sumber dari hukum pidana itu sendiri apa saja asas-asas yang berlaku pada hukum pidana Hukum Pidana adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan apa yang dilarang dan termasuk ke dalam tindak pidana, serta menentukan hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya.
Menurut Prof. Moeljatno, S.H. Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk
Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.
Sumber Hukum Pidana dapat dibedakan atas sumber hukum tertulis dan sumber hukum yang tidak tertulis. Di Indonesia sendiri, kita belum memiliki Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Nasional, sehingga masih diberlakukan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana warisan dari pemerintah kolonial Hindia Belanda. Adapun sistematika Kitab Undang-Undang Hukum Pidana antara lain :
Buku I Tentang Ketentuan Umum (Pasal 1-103).
Buku II Tentang Kejahatan (Pasal 104-488).
Buku III Tentang Pelanggaran (Pasal 489-569).
Dan juga ada beberapa Undang-undang yang mengatur tindak pidana khusus yang dibuat setelah kemerdekaan antara lain:
UU No. 8 Drt Tahun 1955 Tentang tindak Pidana Imigrasi.
UU No. 9 Tahun 1967 Tentang Norkoba.
UU No. 16 Tahun Tahun 2003 Tentang Anti Terorisme. dll
Ketentuan-ketentuan Hukum Pidana, selain termuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana maupun UU Khusus, juga terdapat dalam berbagai Peraturan Perundang-Undangan lainnya, seperti UU. No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, UU No. 9 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta dan sebagainya
Asas-Asas Hukum Pidana Antara lain Ialah:
Asas Legalitas, tidak ada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam Peraturan Perundang-Undangan yang telah ada sebelum perbuatan itu dilakukan (Pasal 1 Ayat (1) KUHP).[butuh rujukan] Jika sesudah perbuatan dilakukan ada perubahan dalam Peraturan Perundang-Undangan, maka yang dipakai adalah aturan yang paling ringan sanksinya bagi terdakwa (Pasal 1 Ayat (2) KUHP)
Asas Tiada Pidana Tanpa Kesalahan, Untuk menjatuhkan pidana kepada orang yang telah melakukan tindak pidana, harus dilakukan bilamana ada unsur kesalahan pada diri orang tersebut.

Asas teritorial, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku atas semua peristiwa pidana yang terjadi di daerah yang menjadi wilayah teritorial Negara Kesatuan Republik Indonesia, termasuk pula kapal berbendera Indonesia, pesawat terbang Indonesia, dan gedung kedutaan dan konsul Indonesia di negara asing (pasal 2 KUHP).
Asas nasionalitas aktif, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi semua WNI yang melakukan tindak pidana di mana pun ia berada (pasal 5 KUHP).
Asas nasionalitas pasif, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi semua tindak pidana yang merugikan kepentingan negara (pasal 4 KUHP).
Berkaitan dengan permasalahan yang telah di sebutkan di atas bahwa pada era global banyak pelanggar hukum yang melanggar hukum di luar wilayah Indonesia jadi apakah mereka dapat di jerat dengan hukum dan apa sanksi yang pantas bagi mereka berdasarkan asas nasional aktif.
Sebagai warga negara yang tunduk pada aturan hukum yang berlaku, sudah  tentu setiap melakukan tindakan yang melawan hukum akan dikenakan sanksi sesuai dengan perbuatan yang dilakukan. Tidak menjadi masalah dimanapun kita berada, karena sekalipun kita berada di luar wilayah negara Indonesia hukum pidana Indonesia tetap berlaku.
KUHP (Kitab Undang – Undang Hukum Pidana) mengatur mengenai kejahatan dan pelanggaran terhadap kepentingan individu dan umum. Di dalam KUHP inilah terkandung asas personal yang bertitik tolak pada orang yang melakukan perbuatan pidana. Di dalam KUHP pasal 5 ayat (1) menentukan sejumlah pasal yang  jika dilakukan oleh orang Indonesia di luar negeri maka diberlakukan hukum pidana Indonesia.

Tetapi memang tidak semua perbuatan pidana yang dilakukan oleh WNI dapat diadili di negara Indonesia karena bisa saja terjadi double criminality, yang menyatakan tindak pidana yang dilakukan oleh WNI ini juga merupakan tindak pidana di negara tempat ia melakukan tindak pidana itu. Sehingga WNI dapat diadili dan di eksekusi di negara tempat ia melakukan perbuatan pidana tersebut, walaupu begitu Negara Indonesia tetap mempunyai kewajiban untuk membela warga negaranya.
Sebagaimana yang telah diuraikan di atas, bahwa asas personal ini berlaku hanya untuk kejahatan – kejahatan tertentu saja artinya tidak semua ketentuan pidana dalam perundang – undangan Indonesia berlaku terhadap warga negara Indonesia ketika warga negara itu sedang berada di luar wilayah negara Indonesia, melainkan pada ketentuan perundang – undangan pidana tertentu dan atau dengan syarat – syarat tertentu.
Ketentuan pidana tertentu ialah ketentuan pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat (1) sub 1, yakni terhadap semua kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan Bab II Buku II, dan pasal – pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I adalah Mengenai Kejahataan Terhadap Keamanan Negara (104-129), dan Bab II adalah Mengenai Kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden (130-139), dan sebagaimana pasal – pasal yang telah ditentukan yaitu mengenai penghasutan, penyebaran surat – surat yang mengandunng penghasutan, membuat tidak cakap untuk dinas militer, bigami dan perampokan. Pengaturan asas personal ini untuk lebih jelasnya dapat kita lihat dalam pasal 5 s.d 8 KUHP, tetapi pasal – pasal tersebut dibatasi oleh pasal 9 KUHP yaitu oleh pengecualian – pengecualian yang diakui dalam hukum internasional. Mengenai hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap seseorang yang telah bersalah melanggar ketentuan-ketentuan dalam undang-undang hukum pidana, dalam Pasal 10 KUHP ditentukan macam-macam hukuman yang dapat dijatuhkan, yaitu sebagai berikut:
Hukuman-Hukuman Pokok
Hukuman mati, tentang hukuman mati ini terdapat negara-negara yang telah menghapuskan bentuknya hukuman ini, seperti Belanda, tetapi di Indonesia sendiri hukuman mati ini kadang masih diberlakukan untuk beberapa hukuman walaupun masih banyaknya pro-kontra terhadap hukuman ini.
Hukuman penjara, hukuman penjara sendiri dibedakan ke dalam hukuman penjara seumur hidup dan penjara sementara. Hukuman penjara sementara minimal 1 tahun dan maksimal 20 tahun. Terpidana wajib tinggal dalam penjara selama masa hukuman dan wajib melakukan pekerjaan yang ada di dalam maupun di luar penjara dan terpidana tidak mempunyai Hak Vistol.
Hukuman kurungan, hukuman ini kondisinya tidak seberat hukuman penjara dan dijatuhkan karena kejahatan-kejahatan ringan atau pelanggaran.[butuh rujukan] Biasanyapterhukum dapat memilih antara hukuman kurungan atau hukuman denda.[butuh rujukan] Bedanya hukuman kurungan dengan hukuman penjara adalah pada hukuman kurungan terpidana tidak dapat ditahan di luar tempat daerah tinggalnya kalau ia tidak mau sedangkan pada hukuman penjara dapat dipenjarakan di mana saja, pekerjaan paksa yang dibebankan kepada terpidana penjara lebih berat dibandingkan dengan pekerjaan yang harus dilakukan oleh terpidana kurungan dan terpidana kurungan mempunyai Hak Vistol (hak untuk memperbaiki nasib) sedangkan pada hukuman penjara tidak demikian.
Hukuman denda, Dalam hal ini terpidana boleh memilih sendiri antara denda dengan kurungan. Maksimum kurungan pengganti denda adalah 6 Bulan.
Hukuman tutupan, hukuman ini dijatuhkan berdasarkan alasan-alasan politik terhadap orang-orang yang telah melakukan kejahatan yang diancam dengan hukuman penjara oleh KUHP.
Hukuman Tambahan Hukuman tambahan tidak dapat dijatuhkan secara tersendiri melainkan harus disertakan pada hukuman pokok, hukuman tambahan tersebut antara lain:
Pencabutan hak-hak tertentu.
Penyitaan barang-barang tertentu
Pengumuman keputusan hakim
Namun kembali pada persoalan di atas mengenai warga Negara Indonesia yang melanggar hokum di luar wilayah Indonesia terdapat pengucualian Ketentuan pidana tertentu ialah ketentuan pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat (1) sub 1, yakni terhadap semua kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan Bab II Buku II, dan pasal – pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I adalah Mengenai Kejahataan Terhadap Keamanan Negara (104-129), dan Bab II adalah Mengenai Kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden (130-139), dan sebagaimana pasal – pasal yang telah ditentukan yaitu mengenai penghasutan, penyebaran surat – surat yang mengandunng penghasutan, membuat tidak cakap untuk dinas militer, bigami dan perampokan. Pengaturan asas personal ini untuk lebih jelasnya dapat kita lihat dalam pasal 5 s.d 8 KUHP, tetapi pasal – pasal tersebut dibatasi oleh pasal 9 KUHP yaitu oleh pengecualian – pengecualian yang diakui dalam hukum internasional. Contoh dari pelanggaran hokum pidana di luar negeri contoh sebuah kasus yang berkaitan dengan penerapan asas personal ini. contoh kasus yang akan saya angkat dalam makalah ini salah satunya adalah mengenai kejahatan pembunuhan yang dilakukan oleh WNI di negera Mesir, dalam kasus ini negara Indonesia bisa saja mengadili warga
negaranya di Indonesia namun ternyata hal ini tidak dapat dilakukan, faktanya bahwa kejahatan mengenai pembunuhan ini juga diatur tegas di negara tempat WNI itu melakukan tindak pidana  (Mesir), maka kasus ini dikembalikan kepada hukum internasional yang mengatur mengenai hukum pidana kemudian dilihat juga ada atau tidaknya perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Mesir, sehingga dapat diketahui akhirnya bahwa kewenangan menerapakan yuridiksi ada pada Mesir sebagai negaralocus delicti. Selain itu Mesirpun memiliki asas territorial (berkaitan dengan locus delicti) yang memperkokoh yuridiksi atas kasus pembunuhan oleh WNI  tersebut.
Mengenai kasus pembunuhan tersebut penerapan asas personal ini mengalami kendala – kendala karena ada banyak faktor yang menguatkan yuridiksi hukum Mesir, diantaranya adalah karena Mesir juga memiliki batas berlakunya hukum pidana menurut tempat (locus delicti) dalam hal ini asas personal seperti halnya Indonesia, kemudian tidak adanya perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Mesir sehingga negara Indonesia tidak dapat meminta penyelesaian kasus di negaranya.
Jadi, KUHP Indonesia yang di dalamnya terkandung asas personal ini dapat diterapkan dalam praktek bagi WNI yang berada di luar wilayah Negara Indonesia, selama memang perbuatan pidana/tindak pidana yang dilakukan adalah sesuai dengan apa yang di cantumkan dalam Bab I dan II Buku II dan beberapa pasal dalam pasal 5 ayat (1) ke-1 yang telah disebutkan di atas. Di sini tidak dipersoalkan apakah tindak pidana tersebut dianggap sebagai kejahatan menurut hukum pidana negara tempat orang Indonesia itu berada. Karena dianggap membahayakan kepentingan negara Indonesia,

maka sejumlah pasal dalam Pasal 5 ayat (1) ke-1 tetap dapat diberlakukan hukum pidana Indonesia. Namun beberapa pasal lain mengenai kejahatan bisa saja diberlakukan asas personal, yang dapat dialihkan penyelesaian kasusnya di negara Indonesia kalau memang sudah ada perjanjian ekstradisi antar dua negara yang bersangkuta.
Semisal masalah tersebut di menangkan oleh Indonesia untuk menyelesaikan hukuman bagi sang pelaku maka hokum yang pantai adalah tindak pidana kejahatan terhadap nyawa orang lain yang mana telah di atur pada
 Pasal 338
Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 339
Pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu perbuatan pidana, yang dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya, atau untuk melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana dalam hal tertangkap tangan, ataupun untuk memastikan penguasaan barang yang diperolehnya secara melawan hukum, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.
Pasal 340
Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana rnati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.

Pasal 341
Seorang ibu yang karena takut akan ketahuan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya, diancam karena membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 342
Seorang ibu yang untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut akan ketahuan bahwa ia akan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian merampas nyawa anaknya, diancam karena melakukan pembunuhan anak sendiri dengan rencana, dengan pidana penjara paling lama semhi- lan tahun.
Pasal 343
Kejahatan yang diterangkan dalam pasal 341 dan 342 dipandang bagi orang lain yang turut serta melakukan, sebagai pembunuhan atau pembunuhan anak dengan rencana.
Pasal 344
Barang siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
Pasal 345
Barang siapa sengaja mendorong orang lain untuk bunuh diri, menolongnya dalam perbuatan itu atau memberi sarana kepadanya untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun kalau orang itu jadi bunuh diri.
Pasal 346 Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

Pasal 347
(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 348
(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 349
Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.




Pasal 350
Dalam hal pemidanaan karena pembunuhan, karena pembunuhan dengan rencana, atau karena salah satu kejahatan berdasarkan Pasal 344, 347 dan 348, dapat dijatuhkan pencabutan hak berdasarkan pasal 35 No. 1- 5.
Jadi berdasarakan KUHP kejadian pembunuhan tersebut dapat di jerat dengan Pasal 338Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama Lima belas tahun.
















BAB III
KESIMPULAN
Dapat kita ambil kesimpulan bahwa setiap warga Negara Indonesia yang melakukan tindak pidana baik di  dalam wilayah Indonesia sendiri ataupun tidak dapat dijerat dengan hukuman pidana sesuai dengan KUHP pasal 5 namun berlaku hanya untuk kejahatan – kejahatan tertentu saja artinya tidak semua ketentuan pidana dalam perundang – undangan Indonesia berlaku terhadap warga negara Indonesia ketika warga negara itu sedang berada di luar wilayah negara Indonesia, melainkan pada ketentuan perundang – undangan pidana tertentu dan atau dengan syarat – syarat tertentu.
Ketentuan pidana tertentu ialah ketentuan pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat (1) sub 1, yakni terhadap semua kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan Bab II Buku II, dan pasal – pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I adalah Mengenai Kejahataan Terhadap Keamanan Negara (104-129), dan Bab II adalah Mengenai Kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden (130-139), dan sebagaimana pasal – pasal yang telah ditentukan yaitu mengenai penghasutan, penyebaran surat – surat yang mengandunng penghasutan, membuat tidak cakap untuk dinas militer, bigami dan perampokan. Pengaturan asas personal ini untuk lebih jelasnya dapat kita lihat dalam pasal 5 s.d 8 KUHP, tetapi pasal – pasal tersebut dibatasi oleh pasal 9 KUHP yaitu oleh pengecualian – pengecualian yang diakui dalam hukum internasional.


TUGAS MALAKAH HUKUM PIDANA
“PENEGAKAN HUKUM PIDANA INDONESIA BERDASARKAN ASAS NASIONALITAS AKTIF”












DISUSUN OLEH:
INDRA KURNIAWAN
(2015115002/SORE K)







UNIVERSITAS MADURA
Kata pengantar
Puji syukur saya ucapkan pada Pemilik Seluruh Kerajaan Semesta yang telah melimpahkan nikmat-Nya kepada kita semua. Sholawat dan salam selalu tercurahkan pada teladan kita, Rasulullah SAW.
Dalam proses penyusunan makalah . banyak bantuan dari berbagai pihak . karena itu saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : kedua orang tua yang telah memberi dukungan serta kepercayaan dari sanalah proses penyusunan makalah ini dapat terselesaikan
Menyadari banyaknya kekurangan dalam penyusunan makalah in karena itu sayan sangat mengharap adanya kritik dan saran untuk melngkapi segala bentuk kekurangan yang ada









                                                                                               Pamekasan 11 April 2016


Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

Hukum Pidana adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan apa yang dilarang dan termasuk ke dalam tindak pidana, serta menentukan hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya.
Menurut Prof. Moeljatno, S.H. Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk
Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.
Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.
Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.
Sedangkan menurut Sudarsono, pada prinsipnya Hukum Pidana adalah yang mengatur tentang kejahatan dan pelanggaran terhadap kepentingan umum dan perbuatan tersebut diancam dengan pidana yang merupakan suatu penderitaan.
Dengan demikian hukum pidana bukanlah mengadakan norma hukum sendiri, melainkan sudah terletak pada norma lain dan sanksi pidana. Diadakan untuk menguatkan ditaatinya norma-norma lain tersebut, misalnya norma agama dan kesusilaan.


BAB II
PERMASALAHAN


Hukum pidana merupakan gejala sosial budaya yang berfungsi untuk menerapkan kaidah-kaidah dan pola-pola perilaku terhadap individu dalam masyarakat. Apabila hukum yang berlaku di dalam masyarakat tidak sesuai dengan kebutuhan serta kepentingan umum maka ia akan mencoba mencari jalan untuk menyimpang. Segala bentuk tingkah laku yang meyimpang yang mengangngu serta merugikan dalam kehidupan masyarakat tersebut dapat diartikan sebagai perilaku jahat. Hukum menetapkan apa yang harus di lakukan dan tidak dilakukan. Sejak orde baru masalah stabilitas nasional termasuk dalam penegekan hukum itu sendiri menjadi komponen utama dalam masalah pembangunan dan kemajuan suatu bangsa banyaknya tindak kejahatan tentu saja menimbulkan banyak kerugian bagi negara indonesia itu sendiri baik dalam sektor ekonomi dan sosial budaya . Namun seiring perkembangan zaman di era global ini banyak dari individu-individu melakukan penyimpangan-penyimpangan tersebut tidak hanya dalam wilayah dimana dia tinggal melainkan mereka juga sekaranga banyak yang melanggar hukum dan perilaku yang seharusnya tidak dilakukan di luar negara yang mengatur hukum itu sendiri dalam hal ini indonesia tentu saja hal seperti itu menimbulkan kerugian bagi hubungan diplomatik negara dengan negara lain. Lantas apa bisa mereka di jerat dengan hukum yang berlaku di negaranya sedangkan mereka melakukannya di luar batas negara indonesia dan semisal bisa lantas hukuman apa yang akan di dapatkan para pelanggar hukum tersebut






BAB III
PEMBAHASAN


Sebelum membahas tentang masalah utama yang terjadi di era global sebagaimana di atas telah di sebutkan kita terlebih dulu harus tau apa hukum pidana itu sendiri apa sumber sumber-sumber dari hukum pidana itu sendiri apa saja asas-asas yang berlaku pada hukum pidana Hukum Pidana adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan apa yang dilarang dan termasuk ke dalam tindak pidana, serta menentukan hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya.
Menurut Prof. Moeljatno, S.H. Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk
Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.
Sumber Hukum Pidana dapat dibedakan atas sumber hukum tertulis dan sumber hukum yang tidak tertulis. Di Indonesia sendiri, kita belum memiliki Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Nasional, sehingga masih diberlakukan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana warisan dari pemerintah kolonial Hindia Belanda. Adapun sistematika Kitab Undang-Undang Hukum Pidana antara lain :
Buku I Tentang Ketentuan Umum (Pasal 1-103).
Buku II Tentang Kejahatan (Pasal 104-488).
Buku III Tentang Pelanggaran (Pasal 489-569).
Dan juga ada beberapa Undang-undang yang mengatur tindak pidana khusus yang dibuat setelah kemerdekaan antara lain:
UU No. 8 Drt Tahun 1955 Tentang tindak Pidana Imigrasi.
UU No. 9 Tahun 1967 Tentang Norkoba.
UU No. 16 Tahun Tahun 2003 Tentang Anti Terorisme. dll
Ketentuan-ketentuan Hukum Pidana, selain termuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana maupun UU Khusus, juga terdapat dalam berbagai Peraturan Perundang-Undangan lainnya, seperti UU. No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, UU No. 9 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta dan sebagainya
Asas-Asas Hukum Pidana Antara lain Ialah:
Asas Legalitas, tidak ada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam Peraturan Perundang-Undangan yang telah ada sebelum perbuatan itu dilakukan (Pasal 1 Ayat (1) KUHP).[butuh rujukan] Jika sesudah perbuatan dilakukan ada perubahan dalam Peraturan Perundang-Undangan, maka yang dipakai adalah aturan yang paling ringan sanksinya bagi terdakwa (Pasal 1 Ayat (2) KUHP)
Asas Tiada Pidana Tanpa Kesalahan, Untuk menjatuhkan pidana kepada orang yang telah melakukan tindak pidana, harus dilakukan bilamana ada unsur kesalahan pada diri orang tersebut.

Asas teritorial, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku atas semua peristiwa pidana yang terjadi di daerah yang menjadi wilayah teritorial Negara Kesatuan Republik Indonesia, termasuk pula kapal berbendera Indonesia, pesawat terbang Indonesia, dan gedung kedutaan dan konsul Indonesia di negara asing (pasal 2 KUHP).
Asas nasionalitas aktif, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi semua WNI yang melakukan tindak pidana di mana pun ia berada (pasal 5 KUHP).
Asas nasionalitas pasif, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi semua tindak pidana yang merugikan kepentingan negara (pasal 4 KUHP).
Berkaitan dengan permasalahan yang telah di sebutkan di atas bahwa pada era global banyak pelanggar hukum yang melanggar hukum di luar wilayah Indonesia jadi apakah mereka dapat di jerat dengan hukum dan apa sanksi yang pantas bagi mereka berdasarkan asas nasional aktif.
Sebagai warga negara yang tunduk pada aturan hukum yang berlaku, sudah  tentu setiap melakukan tindakan yang melawan hukum akan dikenakan sanksi sesuai dengan perbuatan yang dilakukan. Tidak menjadi masalah dimanapun kita berada, karena sekalipun kita berada di luar wilayah negara Indonesia hukum pidana Indonesia tetap berlaku.
KUHP (Kitab Undang – Undang Hukum Pidana) mengatur mengenai kejahatan dan pelanggaran terhadap kepentingan individu dan umum. Di dalam KUHP inilah terkandung asas personal yang bertitik tolak pada orang yang melakukan perbuatan pidana. Di dalam KUHP pasal 5 ayat (1) menentukan sejumlah pasal yang  jika dilakukan oleh orang Indonesia di luar negeri maka diberlakukan hukum pidana Indonesia.

Tetapi memang tidak semua perbuatan pidana yang dilakukan oleh WNI dapat diadili di negara Indonesia karena bisa saja terjadi double criminality, yang menyatakan tindak pidana yang dilakukan oleh WNI ini juga merupakan tindak pidana di negara tempat ia melakukan tindak pidana itu. Sehingga WNI dapat diadili dan di eksekusi di negara tempat ia melakukan perbuatan pidana tersebut, walaupu begitu Negara Indonesia tetap mempunyai kewajiban untuk membela warga negaranya.
Sebagaimana yang telah diuraikan di atas, bahwa asas personal ini berlaku hanya untuk kejahatan – kejahatan tertentu saja artinya tidak semua ketentuan pidana dalam perundang – undangan Indonesia berlaku terhadap warga negara Indonesia ketika warga negara itu sedang berada di luar wilayah negara Indonesia, melainkan pada ketentuan perundang – undangan pidana tertentu dan atau dengan syarat – syarat tertentu.
Ketentuan pidana tertentu ialah ketentuan pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat (1) sub 1, yakni terhadap semua kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan Bab II Buku II, dan pasal – pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I adalah Mengenai Kejahataan Terhadap Keamanan Negara (104-129), dan Bab II adalah Mengenai Kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden (130-139), dan sebagaimana pasal – pasal yang telah ditentukan yaitu mengenai penghasutan, penyebaran surat – surat yang mengandunng penghasutan, membuat tidak cakap untuk dinas militer, bigami dan perampokan. Pengaturan asas personal ini untuk lebih jelasnya dapat kita lihat dalam pasal 5 s.d 8 KUHP, tetapi pasal – pasal tersebut dibatasi oleh pasal 9 KUHP yaitu oleh pengecualian – pengecualian yang diakui dalam hukum internasional. Mengenai hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap seseorang yang telah bersalah melanggar ketentuan-ketentuan dalam undang-undang hukum pidana, dalam Pasal 10 KUHP ditentukan macam-macam hukuman yang dapat dijatuhkan, yaitu sebagai berikut:
Hukuman-Hukuman Pokok
Hukuman mati, tentang hukuman mati ini terdapat negara-negara yang telah menghapuskan bentuknya hukuman ini, seperti Belanda, tetapi di Indonesia sendiri hukuman mati ini kadang masih diberlakukan untuk beberapa hukuman walaupun masih banyaknya pro-kontra terhadap hukuman ini.
Hukuman penjara, hukuman penjara sendiri dibedakan ke dalam hukuman penjara seumur hidup dan penjara sementara. Hukuman penjara sementara minimal 1 tahun dan maksimal 20 tahun. Terpidana wajib tinggal dalam penjara selama masa hukuman dan wajib melakukan pekerjaan yang ada di dalam maupun di luar penjara dan terpidana tidak mempunyai Hak Vistol.
Hukuman kurungan, hukuman ini kondisinya tidak seberat hukuman penjara dan dijatuhkan karena kejahatan-kejahatan ringan atau pelanggaran.[butuh rujukan] Biasanyapterhukum dapat memilih antara hukuman kurungan atau hukuman denda.[butuh rujukan] Bedanya hukuman kurungan dengan hukuman penjara adalah pada hukuman kurungan terpidana tidak dapat ditahan di luar tempat daerah tinggalnya kalau ia tidak mau sedangkan pada hukuman penjara dapat dipenjarakan di mana saja, pekerjaan paksa yang dibebankan kepada terpidana penjara lebih berat dibandingkan dengan pekerjaan yang harus dilakukan oleh terpidana kurungan dan terpidana kurungan mempunyai Hak Vistol (hak untuk memperbaiki nasib) sedangkan pada hukuman penjara tidak demikian.
Hukuman denda, Dalam hal ini terpidana boleh memilih sendiri antara denda dengan kurungan. Maksimum kurungan pengganti denda adalah 6 Bulan.
Hukuman tutupan, hukuman ini dijatuhkan berdasarkan alasan-alasan politik terhadap orang-orang yang telah melakukan kejahatan yang diancam dengan hukuman penjara oleh KUHP.
Hukuman Tambahan Hukuman tambahan tidak dapat dijatuhkan secara tersendiri melainkan harus disertakan pada hukuman pokok, hukuman tambahan tersebut antara lain:
Pencabutan hak-hak tertentu.
Penyitaan barang-barang tertentu
Pengumuman keputusan hakim
Namun kembali pada persoalan di atas mengenai warga Negara Indonesia yang melanggar hokum di luar wilayah Indonesia terdapat pengucualian Ketentuan pidana tertentu ialah ketentuan pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat (1) sub 1, yakni terhadap semua kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan Bab II Buku II, dan pasal – pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I adalah Mengenai Kejahataan Terhadap Keamanan Negara (104-129), dan Bab II adalah Mengenai Kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden (130-139), dan sebagaimana pasal – pasal yang telah ditentukan yaitu mengenai penghasutan, penyebaran surat – surat yang mengandunng penghasutan, membuat tidak cakap untuk dinas militer, bigami dan perampokan. Pengaturan asas personal ini untuk lebih jelasnya dapat kita lihat dalam pasal 5 s.d 8 KUHP, tetapi pasal – pasal tersebut dibatasi oleh pasal 9 KUHP yaitu oleh pengecualian – pengecualian yang diakui dalam hukum internasional. Contoh dari pelanggaran hokum pidana di luar negeri contoh sebuah kasus yang berkaitan dengan penerapan asas personal ini. contoh kasus yang akan saya angkat dalam makalah ini salah satunya adalah mengenai kejahatan pembunuhan yang dilakukan oleh WNI di negera Mesir, dalam kasus ini negara Indonesia bisa saja mengadili warga
negaranya di Indonesia namun ternyata hal ini tidak dapat dilakukan, faktanya bahwa kejahatan mengenai pembunuhan ini juga diatur tegas di negara tempat WNI itu melakukan tindak pidana  (Mesir), maka kasus ini dikembalikan kepada hukum internasional yang mengatur mengenai hukum pidana kemudian dilihat juga ada atau tidaknya perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Mesir, sehingga dapat diketahui akhirnya bahwa kewenangan menerapakan yuridiksi ada pada Mesir sebagai negaralocus delicti. Selain itu Mesirpun memiliki asas territorial (berkaitan dengan locus delicti) yang memperkokoh yuridiksi atas kasus pembunuhan oleh WNI  tersebut.
Mengenai kasus pembunuhan tersebut penerapan asas personal ini mengalami kendala – kendala karena ada banyak faktor yang menguatkan yuridiksi hukum Mesir, diantaranya adalah karena Mesir juga memiliki batas berlakunya hukum pidana menurut tempat (locus delicti) dalam hal ini asas personal seperti halnya Indonesia, kemudian tidak adanya perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Mesir sehingga negara Indonesia tidak dapat meminta penyelesaian kasus di negaranya.
Jadi, KUHP Indonesia yang di dalamnya terkandung asas personal ini dapat diterapkan dalam praktek bagi WNI yang berada di luar wilayah Negara Indonesia, selama memang perbuatan pidana/tindak pidana yang dilakukan adalah sesuai dengan apa yang di cantumkan dalam Bab I dan II Buku II dan beberapa pasal dalam pasal 5 ayat (1) ke-1 yang telah disebutkan di atas. Di sini tidak dipersoalkan apakah tindak pidana tersebut dianggap sebagai kejahatan menurut hukum pidana negara tempat orang Indonesia itu berada. Karena dianggap membahayakan kepentingan negara Indonesia,

maka sejumlah pasal dalam Pasal 5 ayat (1) ke-1 tetap dapat diberlakukan hukum pidana Indonesia. Namun beberapa pasal lain mengenai kejahatan bisa saja diberlakukan asas personal, yang dapat dialihkan penyelesaian kasusnya di negara Indonesia kalau memang sudah ada perjanjian ekstradisi antar dua negara yang bersangkuta.
Semisal masalah tersebut di menangkan oleh Indonesia untuk menyelesaikan hukuman bagi sang pelaku maka hokum yang pantai adalah tindak pidana kejahatan terhadap nyawa orang lain yang mana telah di atur pada
 Pasal 338
Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 339
Pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu perbuatan pidana, yang dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya, atau untuk melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana dalam hal tertangkap tangan, ataupun untuk memastikan penguasaan barang yang diperolehnya secara melawan hukum, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.
Pasal 340
Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana rnati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.

Pasal 341
Seorang ibu yang karena takut akan ketahuan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya, diancam karena membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 342
Seorang ibu yang untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut akan ketahuan bahwa ia akan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian merampas nyawa anaknya, diancam karena melakukan pembunuhan anak sendiri dengan rencana, dengan pidana penjara paling lama semhi- lan tahun.
Pasal 343
Kejahatan yang diterangkan dalam pasal 341 dan 342 dipandang bagi orang lain yang turut serta melakukan, sebagai pembunuhan atau pembunuhan anak dengan rencana.
Pasal 344
Barang siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
Pasal 345
Barang siapa sengaja mendorong orang lain untuk bunuh diri, menolongnya dalam perbuatan itu atau memberi sarana kepadanya untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun kalau orang itu jadi bunuh diri.
Pasal 346 Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

Pasal 347
(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 348
(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 349
Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.




Pasal 350
Dalam hal pemidanaan karena pembunuhan, karena pembunuhan dengan rencana, atau karena salah satu kejahatan berdasarkan Pasal 344, 347 dan 348, dapat dijatuhkan pencabutan hak berdasarkan pasal 35 No. 1- 5.
Jadi berdasarakan KUHP kejadian pembunuhan tersebut dapat di jerat dengan Pasal 338Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama Lima belas tahun.
















BAB III
KESIMPULAN
Dapat kita ambil kesimpulan bahwa setiap warga Negara Indonesia yang melakukan tindak pidana baik di  dalam wilayah Indonesia sendiri ataupun tidak dapat dijerat dengan hukuman pidana sesuai dengan KUHP pasal 5 namun berlaku hanya untuk kejahatan – kejahatan tertentu saja artinya tidak semua ketentuan pidana dalam perundang – undangan Indonesia berlaku terhadap warga negara Indonesia ketika warga negara itu sedang berada di luar wilayah negara Indonesia, melainkan pada ketentuan perundang – undangan pidana tertentu dan atau dengan syarat – syarat tertentu.
Ketentuan pidana tertentu ialah ketentuan pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat (1) sub 1, yakni terhadap semua kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan Bab II Buku II, dan pasal – pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I adalah Mengenai Kejahataan Terhadap Keamanan Negara (104-129), dan Bab II adalah Mengenai Kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden (130-139), dan sebagaimana pasal – pasal yang telah ditentukan yaitu mengenai penghasutan, penyebaran surat – surat yang mengandunng penghasutan, membuat tidak cakap untuk dinas militer, bigami dan perampokan. Pengaturan asas personal ini untuk lebih jelasnya dapat kita lihat dalam pasal 5 s.d 8 KUHP, tetapi pasal – pasal tersebut dibatasi oleh pasal 9 KUHP yaitu oleh pengecualian – pengecualian yang diakui dalam hukum internasional.


TUGAS MALAKAH HUKUM PIDANA
“PENEGAKAN HUKUM PIDANA INDONESIA BERDASARKAN ASAS NASIONALITAS AKTIF”












DISUSUN OLEH:
INDRA KURNIAWAN
(2015115002/SORE K)







UNIVERSITAS MADURA
Kata pengantar
Puji syukur saya ucapkan pada Pemilik Seluruh Kerajaan Semesta yang telah melimpahkan nikmat-Nya kepada kita semua. Sholawat dan salam selalu tercurahkan pada teladan kita, Rasulullah SAW.
Dalam proses penyusunan makalah . banyak bantuan dari berbagai pihak . karena itu saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : kedua orang tua yang telah memberi dukungan serta kepercayaan dari sanalah proses penyusunan makalah ini dapat terselesaikan
Menyadari banyaknya kekurangan dalam penyusunan makalah in karena itu sayan sangat mengharap adanya kritik dan saran untuk melngkapi segala bentuk kekurangan yang ada









                                                                                               Pamekasan 11 April 2016


Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

Hukum Pidana adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan apa yang dilarang dan termasuk ke dalam tindak pidana, serta menentukan hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya.
Menurut Prof. Moeljatno, S.H. Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk
Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.
Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.
Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.
Sedangkan menurut Sudarsono, pada prinsipnya Hukum Pidana adalah yang mengatur tentang kejahatan dan pelanggaran terhadap kepentingan umum dan perbuatan tersebut diancam dengan pidana yang merupakan suatu penderitaan.
Dengan demikian hukum pidana bukanlah mengadakan norma hukum sendiri, melainkan sudah terletak pada norma lain dan sanksi pidana. Diadakan untuk menguatkan ditaatinya norma-norma lain tersebut, misalnya norma agama dan kesusilaan.


BAB II
PERMASALAHAN


Hukum pidana merupakan gejala sosial budaya yang berfungsi untuk menerapkan kaidah-kaidah dan pola-pola perilaku terhadap individu dalam masyarakat. Apabila hukum yang berlaku di dalam masyarakat tidak sesuai dengan kebutuhan serta kepentingan umum maka ia akan mencoba mencari jalan untuk menyimpang. Segala bentuk tingkah laku yang meyimpang yang mengangngu serta merugikan dalam kehidupan masyarakat tersebut dapat diartikan sebagai perilaku jahat. Hukum menetapkan apa yang harus di lakukan dan tidak dilakukan. Sejak orde baru masalah stabilitas nasional termasuk dalam penegekan hukum itu sendiri menjadi komponen utama dalam masalah pembangunan dan kemajuan suatu bangsa banyaknya tindak kejahatan tentu saja menimbulkan banyak kerugian bagi negara indonesia itu sendiri baik dalam sektor ekonomi dan sosial budaya . Namun seiring perkembangan zaman di era global ini banyak dari individu-individu melakukan penyimpangan-penyimpangan tersebut tidak hanya dalam wilayah dimana dia tinggal melainkan mereka juga sekaranga banyak yang melanggar hukum dan perilaku yang seharusnya tidak dilakukan di luar negara yang mengatur hukum itu sendiri dalam hal ini indonesia tentu saja hal seperti itu menimbulkan kerugian bagi hubungan diplomatik negara dengan negara lain. Lantas apa bisa mereka di jerat dengan hukum yang berlaku di negaranya sedangkan mereka melakukannya di luar batas negara indonesia dan semisal bisa lantas hukuman apa yang akan di dapatkan para pelanggar hukum tersebut






BAB III
PEMBAHASAN


Sebelum membahas tentang masalah utama yang terjadi di era global sebagaimana di atas telah di sebutkan kita terlebih dulu harus tau apa hukum pidana itu sendiri apa sumber sumber-sumber dari hukum pidana itu sendiri apa saja asas-asas yang berlaku pada hukum pidana Hukum Pidana adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan apa yang dilarang dan termasuk ke dalam tindak pidana, serta menentukan hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya.
Menurut Prof. Moeljatno, S.H. Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk
Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.
Sumber Hukum Pidana dapat dibedakan atas sumber hukum tertulis dan sumber hukum yang tidak tertulis. Di Indonesia sendiri, kita belum memiliki Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Nasional, sehingga masih diberlakukan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana warisan dari pemerintah kolonial Hindia Belanda. Adapun sistematika Kitab Undang-Undang Hukum Pidana antara lain :
Buku I Tentang Ketentuan Umum (Pasal 1-103).
Buku II Tentang Kejahatan (Pasal 104-488).
Buku III Tentang Pelanggaran (Pasal 489-569).
Dan juga ada beberapa Undang-undang yang mengatur tindak pidana khusus yang dibuat setelah kemerdekaan antara lain:
UU No. 8 Drt Tahun 1955 Tentang tindak Pidana Imigrasi.
UU No. 9 Tahun 1967 Tentang Norkoba.
UU No. 16 Tahun Tahun 2003 Tentang Anti Terorisme. dll
Ketentuan-ketentuan Hukum Pidana, selain termuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana maupun UU Khusus, juga terdapat dalam berbagai Peraturan Perundang-Undangan lainnya, seperti UU. No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, UU No. 9 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta dan sebagainya
Asas-Asas Hukum Pidana Antara lain Ialah:
Asas Legalitas, tidak ada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam Peraturan Perundang-Undangan yang telah ada sebelum perbuatan itu dilakukan (Pasal 1 Ayat (1) KUHP).[butuh rujukan] Jika sesudah perbuatan dilakukan ada perubahan dalam Peraturan Perundang-Undangan, maka yang dipakai adalah aturan yang paling ringan sanksinya bagi terdakwa (Pasal 1 Ayat (2) KUHP)
Asas Tiada Pidana Tanpa Kesalahan, Untuk menjatuhkan pidana kepada orang yang telah melakukan tindak pidana, harus dilakukan bilamana ada unsur kesalahan pada diri orang tersebut.

Asas teritorial, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku atas semua peristiwa pidana yang terjadi di daerah yang menjadi wilayah teritorial Negara Kesatuan Republik Indonesia, termasuk pula kapal berbendera Indonesia, pesawat terbang Indonesia, dan gedung kedutaan dan konsul Indonesia di negara asing (pasal 2 KUHP).
Asas nasionalitas aktif, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi semua WNI yang melakukan tindak pidana di mana pun ia berada (pasal 5 KUHP).
Asas nasionalitas pasif, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi semua tindak pidana yang merugikan kepentingan negara (pasal 4 KUHP).
Berkaitan dengan permasalahan yang telah di sebutkan di atas bahwa pada era global banyak pelanggar hukum yang melanggar hukum di luar wilayah Indonesia jadi apakah mereka dapat di jerat dengan hukum dan apa sanksi yang pantas bagi mereka berdasarkan asas nasional aktif.
Sebagai warga negara yang tunduk pada aturan hukum yang berlaku, sudah  tentu setiap melakukan tindakan yang melawan hukum akan dikenakan sanksi sesuai dengan perbuatan yang dilakukan. Tidak menjadi masalah dimanapun kita berada, karena sekalipun kita berada di luar wilayah negara Indonesia hukum pidana Indonesia tetap berlaku.
KUHP (Kitab Undang – Undang Hukum Pidana) mengatur mengenai kejahatan dan pelanggaran terhadap kepentingan individu dan umum. Di dalam KUHP inilah terkandung asas personal yang bertitik tolak pada orang yang melakukan perbuatan pidana. Di dalam KUHP pasal 5 ayat (1) menentukan sejumlah pasal yang  jika dilakukan oleh orang Indonesia di luar negeri maka diberlakukan hukum pidana Indonesia.

Tetapi memang tidak semua perbuatan pidana yang dilakukan oleh WNI dapat diadili di negara Indonesia karena bisa saja terjadi double criminality, yang menyatakan tindak pidana yang dilakukan oleh WNI ini juga merupakan tindak pidana di negara tempat ia melakukan tindak pidana itu. Sehingga WNI dapat diadili dan di eksekusi di negara tempat ia melakukan perbuatan pidana tersebut, walaupu begitu Negara Indonesia tetap mempunyai kewajiban untuk membela warga negaranya.
Sebagaimana yang telah diuraikan di atas, bahwa asas personal ini berlaku hanya untuk kejahatan – kejahatan tertentu saja artinya tidak semua ketentuan pidana dalam perundang – undangan Indonesia berlaku terhadap warga negara Indonesia ketika warga negara itu sedang berada di luar wilayah negara Indonesia, melainkan pada ketentuan perundang – undangan pidana tertentu dan atau dengan syarat – syarat tertentu.
Ketentuan pidana tertentu ialah ketentuan pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat (1) sub 1, yakni terhadap semua kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan Bab II Buku II, dan pasal – pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I adalah Mengenai Kejahataan Terhadap Keamanan Negara (104-129), dan Bab II adalah Mengenai Kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden (130-139), dan sebagaimana pasal – pasal yang telah ditentukan yaitu mengenai penghasutan, penyebaran surat – surat yang mengandunng penghasutan, membuat tidak cakap untuk dinas militer, bigami dan perampokan. Pengaturan asas personal ini untuk lebih jelasnya dapat kita lihat dalam pasal 5 s.d 8 KUHP, tetapi pasal – pasal tersebut dibatasi oleh pasal 9 KUHP yaitu oleh pengecualian – pengecualian yang diakui dalam hukum internasional. Mengenai hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap seseorang yang telah bersalah melanggar ketentuan-ketentuan dalam undang-undang hukum pidana, dalam Pasal 10 KUHP ditentukan macam-macam hukuman yang dapat dijatuhkan, yaitu sebagai berikut:
Hukuman-Hukuman Pokok
Hukuman mati, tentang hukuman mati ini terdapat negara-negara yang telah menghapuskan bentuknya hukuman ini, seperti Belanda, tetapi di Indonesia sendiri hukuman mati ini kadang masih diberlakukan untuk beberapa hukuman walaupun masih banyaknya pro-kontra terhadap hukuman ini.
Hukuman penjara, hukuman penjara sendiri dibedakan ke dalam hukuman penjara seumur hidup dan penjara sementara. Hukuman penjara sementara minimal 1 tahun dan maksimal 20 tahun. Terpidana wajib tinggal dalam penjara selama masa hukuman dan wajib melakukan pekerjaan yang ada di dalam maupun di luar penjara dan terpidana tidak mempunyai Hak Vistol.
Hukuman kurungan, hukuman ini kondisinya tidak seberat hukuman penjara dan dijatuhkan karena kejahatan-kejahatan ringan atau pelanggaran.[butuh rujukan] Biasanyapterhukum dapat memilih antara hukuman kurungan atau hukuman denda.[butuh rujukan] Bedanya hukuman kurungan dengan hukuman penjara adalah pada hukuman kurungan terpidana tidak dapat ditahan di luar tempat daerah tinggalnya kalau ia tidak mau sedangkan pada hukuman penjara dapat dipenjarakan di mana saja, pekerjaan paksa yang dibebankan kepada terpidana penjara lebih berat dibandingkan dengan pekerjaan yang harus dilakukan oleh terpidana kurungan dan terpidana kurungan mempunyai Hak Vistol (hak untuk memperbaiki nasib) sedangkan pada hukuman penjara tidak demikian.
Hukuman denda, Dalam hal ini terpidana boleh memilih sendiri antara denda dengan kurungan. Maksimum kurungan pengganti denda adalah 6 Bulan.
Hukuman tutupan, hukuman ini dijatuhkan berdasarkan alasan-alasan politik terhadap orang-orang yang telah melakukan kejahatan yang diancam dengan hukuman penjara oleh KUHP.
Hukuman Tambahan Hukuman tambahan tidak dapat dijatuhkan secara tersendiri melainkan harus disertakan pada hukuman pokok, hukuman tambahan tersebut antara lain:
Pencabutan hak-hak tertentu.
Penyitaan barang-barang tertentu
Pengumuman keputusan hakim
Namun kembali pada persoalan di atas mengenai warga Negara Indonesia yang melanggar hokum di luar wilayah Indonesia terdapat pengucualian Ketentuan pidana tertentu ialah ketentuan pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat (1) sub 1, yakni terhadap semua kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan Bab II Buku II, dan pasal – pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I adalah Mengenai Kejahataan Terhadap Keamanan Negara (104-129), dan Bab II adalah Mengenai Kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden (130-139), dan sebagaimana pasal – pasal yang telah ditentukan yaitu mengenai penghasutan, penyebaran surat – surat yang mengandunng penghasutan, membuat tidak cakap untuk dinas militer, bigami dan perampokan. Pengaturan asas personal ini untuk lebih jelasnya dapat kita lihat dalam pasal 5 s.d 8 KUHP, tetapi pasal – pasal tersebut dibatasi oleh pasal 9 KUHP yaitu oleh pengecualian – pengecualian yang diakui dalam hukum internasional. Contoh dari pelanggaran hokum pidana di luar negeri contoh sebuah kasus yang berkaitan dengan penerapan asas personal ini. contoh kasus yang akan saya angkat dalam makalah ini salah satunya adalah mengenai kejahatan pembunuhan yang dilakukan oleh WNI di negera Mesir, dalam kasus ini negara Indonesia bisa saja mengadili warga
negaranya di Indonesia namun ternyata hal ini tidak dapat dilakukan, faktanya bahwa kejahatan mengenai pembunuhan ini juga diatur tegas di negara tempat WNI itu melakukan tindak pidana  (Mesir), maka kasus ini dikembalikan kepada hukum internasional yang mengatur mengenai hukum pidana kemudian dilihat juga ada atau tidaknya perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Mesir, sehingga dapat diketahui akhirnya bahwa kewenangan menerapakan yuridiksi ada pada Mesir sebagai negaralocus delicti. Selain itu Mesirpun memiliki asas territorial (berkaitan dengan locus delicti) yang memperkokoh yuridiksi atas kasus pembunuhan oleh WNI  tersebut.
Mengenai kasus pembunuhan tersebut penerapan asas personal ini mengalami kendala – kendala karena ada banyak faktor yang menguatkan yuridiksi hukum Mesir, diantaranya adalah karena Mesir juga memiliki batas berlakunya hukum pidana menurut tempat (locus delicti) dalam hal ini asas personal seperti halnya Indonesia, kemudian tidak adanya perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Mesir sehingga negara Indonesia tidak dapat meminta penyelesaian kasus di negaranya.
Jadi, KUHP Indonesia yang di dalamnya terkandung asas personal ini dapat diterapkan dalam praktek bagi WNI yang berada di luar wilayah Negara Indonesia, selama memang perbuatan pidana/tindak pidana yang dilakukan adalah sesuai dengan apa yang di cantumkan dalam Bab I dan II Buku II dan beberapa pasal dalam pasal 5 ayat (1) ke-1 yang telah disebutkan di atas. Di sini tidak dipersoalkan apakah tindak pidana tersebut dianggap sebagai kejahatan menurut hukum pidana negara tempat orang Indonesia itu berada. Karena dianggap membahayakan kepentingan negara Indonesia,

maka sejumlah pasal dalam Pasal 5 ayat (1) ke-1 tetap dapat diberlakukan hukum pidana Indonesia. Namun beberapa pasal lain mengenai kejahatan bisa saja diberlakukan asas personal, yang dapat dialihkan penyelesaian kasusnya di negara Indonesia kalau memang sudah ada perjanjian ekstradisi antar dua negara yang bersangkuta.
Semisal masalah tersebut di menangkan oleh Indonesia untuk menyelesaikan hukuman bagi sang pelaku maka hokum yang pantai adalah tindak pidana kejahatan terhadap nyawa orang lain yang mana telah di atur pada
 Pasal 338
Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 339
Pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu perbuatan pidana, yang dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya, atau untuk melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana dalam hal tertangkap tangan, ataupun untuk memastikan penguasaan barang yang diperolehnya secara melawan hukum, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.
Pasal 340
Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana rnati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.

Pasal 341
Seorang ibu yang karena takut akan ketahuan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya, diancam karena membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 342
Seorang ibu yang untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut akan ketahuan bahwa ia akan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian merampas nyawa anaknya, diancam karena melakukan pembunuhan anak sendiri dengan rencana, dengan pidana penjara paling lama semhi- lan tahun.
Pasal 343
Kejahatan yang diterangkan dalam pasal 341 dan 342 dipandang bagi orang lain yang turut serta melakukan, sebagai pembunuhan atau pembunuhan anak dengan rencana.
Pasal 344
Barang siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
Pasal 345
Barang siapa sengaja mendorong orang lain untuk bunuh diri, menolongnya dalam perbuatan itu atau memberi sarana kepadanya untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun kalau orang itu jadi bunuh diri.
Pasal 346 Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

Pasal 347
(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 348
(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 349
Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.




Pasal 350
Dalam hal pemidanaan karena pembunuhan, karena pembunuhan dengan rencana, atau karena salah satu kejahatan berdasarkan Pasal 344, 347 dan 348, dapat dijatuhkan pencabutan hak berdasarkan pasal 35 No. 1- 5.
Jadi berdasarakan KUHP kejadian pembunuhan tersebut dapat di jerat dengan Pasal 338Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama Lima belas tahun.
















BAB III
KESIMPULAN
Dapat kita ambil kesimpulan bahwa setiap warga Negara Indonesia yang melakukan tindak pidana baik di  dalam wilayah Indonesia sendiri ataupun tidak dapat dijerat dengan hukuman pidana sesuai dengan KUHP pasal 5 namun berlaku hanya untuk kejahatan – kejahatan tertentu saja artinya tidak semua ketentuan pidana dalam perundang – undangan Indonesia berlaku terhadap warga negara Indonesia ketika warga negara itu sedang berada di luar wilayah negara Indonesia, melainkan pada ketentuan perundang – undangan pidana tertentu dan atau dengan syarat – syarat tertentu.
Ketentuan pidana tertentu ialah ketentuan pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat (1) sub 1, yakni terhadap semua kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan Bab II Buku II, dan pasal – pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I adalah Mengenai Kejahataan Terhadap Keamanan Negara (104-129), dan Bab II adalah Mengenai Kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden (130-139), dan sebagaimana pasal – pasal yang telah ditentukan yaitu mengenai penghasutan, penyebaran surat – surat yang mengandunng penghasutan, membuat tidak cakap untuk dinas militer, bigami dan perampokan. Pengaturan asas personal ini untuk lebih jelasnya dapat kita lihat dalam pasal 5 s.d 8 KUHP, tetapi pasal – pasal tersebut dibatasi oleh pasal 9 KUHP yaitu oleh pengecualian – pengecualian yang diakui dalam hukum internasional.


TUGAS MALAKAH HUKUM PIDANA
“PENEGAKAN HUKUM PIDANA INDONESIA BERDASARKAN ASAS NASIONALITAS AKTIF”












DISUSUN OLEH:
INDRA KURNIAWAN
(2015115002/SORE K)







UNIVERSITAS MADURA
Kata pengantar
Puji syukur saya ucapkan pada Pemilik Seluruh Kerajaan Semesta yang telah melimpahkan nikmat-Nya kepada kita semua. Sholawat dan salam selalu tercurahkan pada teladan kita, Rasulullah SAW.
Dalam proses penyusunan makalah . banyak bantuan dari berbagai pihak . karena itu saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : kedua orang tua yang telah memberi dukungan serta kepercayaan dari sanalah proses penyusunan makalah ini dapat terselesaikan
Menyadari banyaknya kekurangan dalam penyusunan makalah in karena itu sayan sangat mengharap adanya kritik dan saran untuk melngkapi segala bentuk kekurangan yang ada









                                                                                               Pamekasan 11 April 2016


Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

Hukum Pidana adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan apa yang dilarang dan termasuk ke dalam tindak pidana, serta menentukan hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya.
Menurut Prof. Moeljatno, S.H. Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk
Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.
Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.
Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.
Sedangkan menurut Sudarsono, pada prinsipnya Hukum Pidana adalah yang mengatur tentang kejahatan dan pelanggaran terhadap kepentingan umum dan perbuatan tersebut diancam dengan pidana yang merupakan suatu penderitaan.
Dengan demikian hukum pidana bukanlah mengadakan norma hukum sendiri, melainkan sudah terletak pada norma lain dan sanksi pidana. Diadakan untuk menguatkan ditaatinya norma-norma lain tersebut, misalnya norma agama dan kesusilaan.


BAB II
PERMASALAHAN


Hukum pidana merupakan gejala sosial budaya yang berfungsi untuk menerapkan kaidah-kaidah dan pola-pola perilaku terhadap individu dalam masyarakat. Apabila hukum yang berlaku di dalam masyarakat tidak sesuai dengan kebutuhan serta kepentingan umum maka ia akan mencoba mencari jalan untuk menyimpang. Segala bentuk tingkah laku yang meyimpang yang mengangngu serta merugikan dalam kehidupan masyarakat tersebut dapat diartikan sebagai perilaku jahat. Hukum menetapkan apa yang harus di lakukan dan tidak dilakukan. Sejak orde baru masalah stabilitas nasional termasuk dalam penegekan hukum itu sendiri menjadi komponen utama dalam masalah pembangunan dan kemajuan suatu bangsa banyaknya tindak kejahatan tentu saja menimbulkan banyak kerugian bagi negara indonesia itu sendiri baik dalam sektor ekonomi dan sosial budaya . Namun seiring perkembangan zaman di era global ini banyak dari individu-individu melakukan penyimpangan-penyimpangan tersebut tidak hanya dalam wilayah dimana dia tinggal melainkan mereka juga sekaranga banyak yang melanggar hukum dan perilaku yang seharusnya tidak dilakukan di luar negara yang mengatur hukum itu sendiri dalam hal ini indonesia tentu saja hal seperti itu menimbulkan kerugian bagi hubungan diplomatik negara dengan negara lain. Lantas apa bisa mereka di jerat dengan hukum yang berlaku di negaranya sedangkan mereka melakukannya di luar batas negara indonesia dan semisal bisa lantas hukuman apa yang akan di dapatkan para pelanggar hukum tersebut






BAB III
PEMBAHASAN


Sebelum membahas tentang masalah utama yang terjadi di era global sebagaimana di atas telah di sebutkan kita terlebih dulu harus tau apa hukum pidana itu sendiri apa sumber sumber-sumber dari hukum pidana itu sendiri apa saja asas-asas yang berlaku pada hukum pidana Hukum Pidana adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan apa yang dilarang dan termasuk ke dalam tindak pidana, serta menentukan hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya.
Menurut Prof. Moeljatno, S.H. Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk
Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.
Sumber Hukum Pidana dapat dibedakan atas sumber hukum tertulis dan sumber hukum yang tidak tertulis. Di Indonesia sendiri, kita belum memiliki Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Nasional, sehingga masih diberlakukan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana warisan dari pemerintah kolonial Hindia Belanda. Adapun sistematika Kitab Undang-Undang Hukum Pidana antara lain :
Buku I Tentang Ketentuan Umum (Pasal 1-103).
Buku II Tentang Kejahatan (Pasal 104-488).
Buku III Tentang Pelanggaran (Pasal 489-569).
Dan juga ada beberapa Undang-undang yang mengatur tindak pidana khusus yang dibuat setelah kemerdekaan antara lain:
UU No. 8 Drt Tahun 1955 Tentang tindak Pidana Imigrasi.
UU No. 9 Tahun 1967 Tentang Norkoba.
UU No. 16 Tahun Tahun 2003 Tentang Anti Terorisme. dll
Ketentuan-ketentuan Hukum Pidana, selain termuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana maupun UU Khusus, juga terdapat dalam berbagai Peraturan Perundang-Undangan lainnya, seperti UU. No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, UU No. 9 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta dan sebagainya
Asas-Asas Hukum Pidana Antara lain Ialah:
Asas Legalitas, tidak ada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam Peraturan Perundang-Undangan yang telah ada sebelum perbuatan itu dilakukan (Pasal 1 Ayat (1) KUHP).[butuh rujukan] Jika sesudah perbuatan dilakukan ada perubahan dalam Peraturan Perundang-Undangan, maka yang dipakai adalah aturan yang paling ringan sanksinya bagi terdakwa (Pasal 1 Ayat (2) KUHP)
Asas Tiada Pidana Tanpa Kesalahan, Untuk menjatuhkan pidana kepada orang yang telah melakukan tindak pidana, harus dilakukan bilamana ada unsur kesalahan pada diri orang tersebut.

Asas teritorial, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku atas semua peristiwa pidana yang terjadi di daerah yang menjadi wilayah teritorial Negara Kesatuan Republik Indonesia, termasuk pula kapal berbendera Indonesia, pesawat terbang Indonesia, dan gedung kedutaan dan konsul Indonesia di negara asing (pasal 2 KUHP).
Asas nasionalitas aktif, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi semua WNI yang melakukan tindak pidana di mana pun ia berada (pasal 5 KUHP).
Asas nasionalitas pasif, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi semua tindak pidana yang merugikan kepentingan negara (pasal 4 KUHP).
Berkaitan dengan permasalahan yang telah di sebutkan di atas bahwa pada era global banyak pelanggar hukum yang melanggar hukum di luar wilayah Indonesia jadi apakah mereka dapat di jerat dengan hukum dan apa sanksi yang pantas bagi mereka berdasarkan asas nasional aktif.
Sebagai warga negara yang tunduk pada aturan hukum yang berlaku, sudah  tentu setiap melakukan tindakan yang melawan hukum akan dikenakan sanksi sesuai dengan perbuatan yang dilakukan. Tidak menjadi masalah dimanapun kita berada, karena sekalipun kita berada di luar wilayah negara Indonesia hukum pidana Indonesia tetap berlaku.
KUHP (Kitab Undang – Undang Hukum Pidana) mengatur mengenai kejahatan dan pelanggaran terhadap kepentingan individu dan umum. Di dalam KUHP inilah terkandung asas personal yang bertitik tolak pada orang yang melakukan perbuatan pidana. Di dalam KUHP pasal 5 ayat (1) menentukan sejumlah pasal yang  jika dilakukan oleh orang Indonesia di luar negeri maka diberlakukan hukum pidana Indonesia.

Tetapi memang tidak semua perbuatan pidana yang dilakukan oleh WNI dapat diadili di negara Indonesia karena bisa saja terjadi double criminality, yang menyatakan tindak pidana yang dilakukan oleh WNI ini juga merupakan tindak pidana di negara tempat ia melakukan tindak pidana itu. Sehingga WNI dapat diadili dan di eksekusi di negara tempat ia melakukan perbuatan pidana tersebut, walaupu begitu Negara Indonesia tetap mempunyai kewajiban untuk membela warga negaranya.
Sebagaimana yang telah diuraikan di atas, bahwa asas personal ini berlaku hanya untuk kejahatan – kejahatan tertentu saja artinya tidak semua ketentuan pidana dalam perundang – undangan Indonesia berlaku terhadap warga negara Indonesia ketika warga negara itu sedang berada di luar wilayah negara Indonesia, melainkan pada ketentuan perundang – undangan pidana tertentu dan atau dengan syarat – syarat tertentu.
Ketentuan pidana tertentu ialah ketentuan pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat (1) sub 1, yakni terhadap semua kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan Bab II Buku II, dan pasal – pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I adalah Mengenai Kejahataan Terhadap Keamanan Negara (104-129), dan Bab II adalah Mengenai Kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden (130-139), dan sebagaimana pasal – pasal yang telah ditentukan yaitu mengenai penghasutan, penyebaran surat – surat yang mengandunng penghasutan, membuat tidak cakap untuk dinas militer, bigami dan perampokan. Pengaturan asas personal ini untuk lebih jelasnya dapat kita lihat dalam pasal 5 s.d 8 KUHP, tetapi pasal – pasal tersebut dibatasi oleh pasal 9 KUHP yaitu oleh pengecualian – pengecualian yang diakui dalam hukum internasional. Mengenai hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap seseorang yang telah bersalah melanggar ketentuan-ketentuan dalam undang-undang hukum pidana, dalam Pasal 10 KUHP ditentukan macam-macam hukuman yang dapat dijatuhkan, yaitu sebagai berikut:
Hukuman-Hukuman Pokok
Hukuman mati, tentang hukuman mati ini terdapat negara-negara yang telah menghapuskan bentuknya hukuman ini, seperti Belanda, tetapi di Indonesia sendiri hukuman mati ini kadang masih diberlakukan untuk beberapa hukuman walaupun masih banyaknya pro-kontra terhadap hukuman ini.
Hukuman penjara, hukuman penjara sendiri dibedakan ke dalam hukuman penjara seumur hidup dan penjara sementara. Hukuman penjara sementara minimal 1 tahun dan maksimal 20 tahun. Terpidana wajib tinggal dalam penjara selama masa hukuman dan wajib melakukan pekerjaan yang ada di dalam maupun di luar penjara dan terpidana tidak mempunyai Hak Vistol.
Hukuman kurungan, hukuman ini kondisinya tidak seberat hukuman penjara dan dijatuhkan karena kejahatan-kejahatan ringan atau pelanggaran.[butuh rujukan] Biasanyapterhukum dapat memilih antara hukuman kurungan atau hukuman denda.[butuh rujukan] Bedanya hukuman kurungan dengan hukuman penjara adalah pada hukuman kurungan terpidana tidak dapat ditahan di luar tempat daerah tinggalnya kalau ia tidak mau sedangkan pada hukuman penjara dapat dipenjarakan di mana saja, pekerjaan paksa yang dibebankan kepada terpidana penjara lebih berat dibandingkan dengan pekerjaan yang harus dilakukan oleh terpidana kurungan dan terpidana kurungan mempunyai Hak Vistol (hak untuk memperbaiki nasib) sedangkan pada hukuman penjara tidak demikian.
Hukuman denda, Dalam hal ini terpidana boleh memilih sendiri antara denda dengan kurungan. Maksimum kurungan pengganti denda adalah 6 Bulan.
Hukuman tutupan, hukuman ini dijatuhkan berdasarkan alasan-alasan politik terhadap orang-orang yang telah melakukan kejahatan yang diancam dengan hukuman penjara oleh KUHP.
Hukuman Tambahan Hukuman tambahan tidak dapat dijatuhkan secara tersendiri melainkan harus disertakan pada hukuman pokok, hukuman tambahan tersebut antara lain:
Pencabutan hak-hak tertentu.
Penyitaan barang-barang tertentu
Pengumuman keputusan hakim
Namun kembali pada persoalan di atas mengenai warga Negara Indonesia yang melanggar hokum di luar wilayah Indonesia terdapat pengucualian Ketentuan pidana tertentu ialah ketentuan pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat (1) sub 1, yakni terhadap semua kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan Bab II Buku II, dan pasal – pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I adalah Mengenai Kejahataan Terhadap Keamanan Negara (104-129), dan Bab II adalah Mengenai Kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden (130-139), dan sebagaimana pasal – pasal yang telah ditentukan yaitu mengenai penghasutan, penyebaran surat – surat yang mengandunng penghasutan, membuat tidak cakap untuk dinas militer, bigami dan perampokan. Pengaturan asas personal ini untuk lebih jelasnya dapat kita lihat dalam pasal 5 s.d 8 KUHP, tetapi pasal – pasal tersebut dibatasi oleh pasal 9 KUHP yaitu oleh pengecualian – pengecualian yang diakui dalam hukum internasional. Contoh dari pelanggaran hokum pidana di luar negeri contoh sebuah kasus yang berkaitan dengan penerapan asas personal ini. contoh kasus yang akan saya angkat dalam makalah ini salah satunya adalah mengenai kejahatan pembunuhan yang dilakukan oleh WNI di negera Mesir, dalam kasus ini negara Indonesia bisa saja mengadili warga
negaranya di Indonesia namun ternyata hal ini tidak dapat dilakukan, faktanya bahwa kejahatan mengenai pembunuhan ini juga diatur tegas di negara tempat WNI itu melakukan tindak pidana  (Mesir), maka kasus ini dikembalikan kepada hukum internasional yang mengatur mengenai hukum pidana kemudian dilihat juga ada atau tidaknya perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Mesir, sehingga dapat diketahui akhirnya bahwa kewenangan menerapakan yuridiksi ada pada Mesir sebagai negaralocus delicti. Selain itu Mesirpun memiliki asas territorial (berkaitan dengan locus delicti) yang memperkokoh yuridiksi atas kasus pembunuhan oleh WNI  tersebut.
Mengenai kasus pembunuhan tersebut penerapan asas personal ini mengalami kendala – kendala karena ada banyak faktor yang menguatkan yuridiksi hukum Mesir, diantaranya adalah karena Mesir juga memiliki batas berlakunya hukum pidana menurut tempat (locus delicti) dalam hal ini asas personal seperti halnya Indonesia, kemudian tidak adanya perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Mesir sehingga negara Indonesia tidak dapat meminta penyelesaian kasus di negaranya.
Jadi, KUHP Indonesia yang di dalamnya terkandung asas personal ini dapat diterapkan dalam praktek bagi WNI yang berada di luar wilayah Negara Indonesia, selama memang perbuatan pidana/tindak pidana yang dilakukan adalah sesuai dengan apa yang di cantumkan dalam Bab I dan II Buku II dan beberapa pasal dalam pasal 5 ayat (1) ke-1 yang telah disebutkan di atas. Di sini tidak dipersoalkan apakah tindak pidana tersebut dianggap sebagai kejahatan menurut hukum pidana negara tempat orang Indonesia itu berada. Karena dianggap membahayakan kepentingan negara Indonesia,

maka sejumlah pasal dalam Pasal 5 ayat (1) ke-1 tetap dapat diberlakukan hukum pidana Indonesia. Namun beberapa pasal lain mengenai kejahatan bisa saja diberlakukan asas personal, yang dapat dialihkan penyelesaian kasusnya di negara Indonesia kalau memang sudah ada perjanjian ekstradisi antar dua negara yang bersangkuta.
Semisal masalah tersebut di menangkan oleh Indonesia untuk menyelesaikan hukuman bagi sang pelaku maka hokum yang pantai adalah tindak pidana kejahatan terhadap nyawa orang lain yang mana telah di atur pada
 Pasal 338
Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 339
Pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu perbuatan pidana, yang dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya, atau untuk melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana dalam hal tertangkap tangan, ataupun untuk memastikan penguasaan barang yang diperolehnya secara melawan hukum, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.
Pasal 340
Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana rnati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.

Pasal 341
Seorang ibu yang karena takut akan ketahuan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya, diancam karena membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 342
Seorang ibu yang untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut akan ketahuan bahwa ia akan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian merampas nyawa anaknya, diancam karena melakukan pembunuhan anak sendiri dengan rencana, dengan pidana penjara paling lama semhi- lan tahun.
Pasal 343
Kejahatan yang diterangkan dalam pasal 341 dan 342 dipandang bagi orang lain yang turut serta melakukan, sebagai pembunuhan atau pembunuhan anak dengan rencana.
Pasal 344
Barang siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
Pasal 345
Barang siapa sengaja mendorong orang lain untuk bunuh diri, menolongnya dalam perbuatan itu atau memberi sarana kepadanya untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun kalau orang itu jadi bunuh diri.
Pasal 346 Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

Pasal 347
(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 348
(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 349
Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.




Pasal 350
Dalam hal pemidanaan karena pembunuhan, karena pembunuhan dengan rencana, atau karena salah satu kejahatan berdasarkan Pasal 344, 347 dan 348, dapat dijatuhkan pencabutan hak berdasarkan pasal 35 No. 1- 5.
Jadi berdasarakan KUHP kejadian pembunuhan tersebut dapat di jerat dengan Pasal 338Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama Lima belas tahun.
















BAB III
KESIMPULAN
Dapat kita ambil kesimpulan bahwa setiap warga Negara Indonesia yang melakukan tindak pidana baik di  dalam wilayah Indonesia sendiri ataupun tidak dapat dijerat dengan hukuman pidana sesuai dengan KUHP pasal 5 namun berlaku hanya untuk kejahatan – kejahatan tertentu saja artinya tidak semua ketentuan pidana dalam perundang – undangan Indonesia berlaku terhadap warga negara Indonesia ketika warga negara itu sedang berada di luar wilayah negara Indonesia, melainkan pada ketentuan perundang – undangan pidana tertentu dan atau dengan syarat – syarat tertentu.
Ketentuan pidana tertentu ialah ketentuan pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat (1) sub 1, yakni terhadap semua kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan Bab II Buku II, dan pasal – pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I adalah Mengenai Kejahataan Terhadap Keamanan Negara (104-129), dan Bab II adalah Mengenai Kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden (130-139), dan sebagaimana pasal – pasal yang telah ditentukan yaitu mengenai penghasutan, penyebaran surat – surat yang mengandunng penghasutan, membuat tidak cakap untuk dinas militer, bigami dan perampokan. Pengaturan asas personal ini untuk lebih jelasnya dapat kita lihat dalam pasal 5 s.d 8 KUHP, tetapi pasal – pasal tersebut dibatasi oleh pasal 9 KUHP yaitu oleh pengecualian – pengecualian yang diakui dalam hukum internasional.


TUGAS MALAKAH HUKUM PIDANA
“PENEGAKAN HUKUM PIDANA INDONESIA BERDASARKAN ASAS NASIONALITAS AKTIF”












DISUSUN OLEH:
INDRA KURNIAWAN
(2015115002/SORE K)







UNIVERSITAS MADURA
Kata pengantar
Puji syukur saya ucapkan pada Pemilik Seluruh Kerajaan Semesta yang telah melimpahkan nikmat-Nya kepada kita semua. Sholawat dan salam selalu tercurahkan pada teladan kita, Rasulullah SAW.
Dalam proses penyusunan makalah . banyak bantuan dari berbagai pihak . karena itu saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : kedua orang tua yang telah memberi dukungan serta kepercayaan dari sanalah proses penyusunan makalah ini dapat terselesaikan
Menyadari banyaknya kekurangan dalam penyusunan makalah in karena itu sayan sangat mengharap adanya kritik dan saran untuk melngkapi segala bentuk kekurangan yang ada









                                                                                               Pamekasan 11 April 2016


Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

Hukum Pidana adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan apa yang dilarang dan termasuk ke dalam tindak pidana, serta menentukan hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya.
Menurut Prof. Moeljatno, S.H. Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk
Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.
Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.
Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.
Sedangkan menurut Sudarsono, pada prinsipnya Hukum Pidana adalah yang mengatur tentang kejahatan dan pelanggaran terhadap kepentingan umum dan perbuatan tersebut diancam dengan pidana yang merupakan suatu penderitaan.
Dengan demikian hukum pidana bukanlah mengadakan norma hukum sendiri, melainkan sudah terletak pada norma lain dan sanksi pidana. Diadakan untuk menguatkan ditaatinya norma-norma lain tersebut, misalnya norma agama dan kesusilaan.


BAB II
PERMASALAHAN


Hukum pidana merupakan gejala sosial budaya yang berfungsi untuk menerapkan kaidah-kaidah dan pola-pola perilaku terhadap individu dalam masyarakat. Apabila hukum yang berlaku di dalam masyarakat tidak sesuai dengan kebutuhan serta kepentingan umum maka ia akan mencoba mencari jalan untuk menyimpang. Segala bentuk tingkah laku yang meyimpang yang mengangngu serta merugikan dalam kehidupan masyarakat tersebut dapat diartikan sebagai perilaku jahat. Hukum menetapkan apa yang harus di lakukan dan tidak dilakukan. Sejak orde baru masalah stabilitas nasional termasuk dalam penegekan hukum itu sendiri menjadi komponen utama dalam masalah pembangunan dan kemajuan suatu bangsa banyaknya tindak kejahatan tentu saja menimbulkan banyak kerugian bagi negara indonesia itu sendiri baik dalam sektor ekonomi dan sosial budaya . Namun seiring perkembangan zaman di era global ini banyak dari individu-individu melakukan penyimpangan-penyimpangan tersebut tidak hanya dalam wilayah dimana dia tinggal melainkan mereka juga sekaranga banyak yang melanggar hukum dan perilaku yang seharusnya tidak dilakukan di luar negara yang mengatur hukum itu sendiri dalam hal ini indonesia tentu saja hal seperti itu menimbulkan kerugian bagi hubungan diplomatik negara dengan negara lain. Lantas apa bisa mereka di jerat dengan hukum yang berlaku di negaranya sedangkan mereka melakukannya di luar batas negara indonesia dan semisal bisa lantas hukuman apa yang akan di dapatkan para pelanggar hukum tersebut






BAB III
PEMBAHASAN


Sebelum membahas tentang masalah utama yang terjadi di era global sebagaimana di atas telah di sebutkan kita terlebih dulu harus tau apa hukum pidana itu sendiri apa sumber sumber-sumber dari hukum pidana itu sendiri apa saja asas-asas yang berlaku pada hukum pidana Hukum Pidana adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan apa yang dilarang dan termasuk ke dalam tindak pidana, serta menentukan hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya.
Menurut Prof. Moeljatno, S.H. Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk
Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.
Sumber Hukum Pidana dapat dibedakan atas sumber hukum tertulis dan sumber hukum yang tidak tertulis. Di Indonesia sendiri, kita belum memiliki Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Nasional, sehingga masih diberlakukan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana warisan dari pemerintah kolonial Hindia Belanda. Adapun sistematika Kitab Undang-Undang Hukum Pidana antara lain :
Buku I Tentang Ketentuan Umum (Pasal 1-103).
Buku II Tentang Kejahatan (Pasal 104-488).
Buku III Tentang Pelanggaran (Pasal 489-569).
Dan juga ada beberapa Undang-undang yang mengatur tindak pidana khusus yang dibuat setelah kemerdekaan antara lain:
UU No. 8 Drt Tahun 1955 Tentang tindak Pidana Imigrasi.
UU No. 9 Tahun 1967 Tentang Norkoba.
UU No. 16 Tahun Tahun 2003 Tentang Anti Terorisme. dll
Ketentuan-ketentuan Hukum Pidana, selain termuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana maupun UU Khusus, juga terdapat dalam berbagai Peraturan Perundang-Undangan lainnya, seperti UU. No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, UU No. 9 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta dan sebagainya
Asas-Asas Hukum Pidana Antara lain Ialah:
Asas Legalitas, tidak ada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam Peraturan Perundang-Undangan yang telah ada sebelum perbuatan itu dilakukan (Pasal 1 Ayat (1) KUHP).[butuh rujukan] Jika sesudah perbuatan dilakukan ada perubahan dalam Peraturan Perundang-Undangan, maka yang dipakai adalah aturan yang paling ringan sanksinya bagi terdakwa (Pasal 1 Ayat (2) KUHP)
Asas Tiada Pidana Tanpa Kesalahan, Untuk menjatuhkan pidana kepada orang yang telah melakukan tindak pidana, harus dilakukan bilamana ada unsur kesalahan pada diri orang tersebut.

Asas teritorial, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku atas semua peristiwa pidana yang terjadi di daerah yang menjadi wilayah teritorial Negara Kesatuan Republik Indonesia, termasuk pula kapal berbendera Indonesia, pesawat terbang Indonesia, dan gedung kedutaan dan konsul Indonesia di negara asing (pasal 2 KUHP).
Asas nasionalitas aktif, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi semua WNI yang melakukan tindak pidana di mana pun ia berada (pasal 5 KUHP).
Asas nasionalitas pasif, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi semua tindak pidana yang merugikan kepentingan negara (pasal 4 KUHP).
Berkaitan dengan permasalahan yang telah di sebutkan di atas bahwa pada era global banyak pelanggar hukum yang melanggar hukum di luar wilayah Indonesia jadi apakah mereka dapat di jerat dengan hukum dan apa sanksi yang pantas bagi mereka berdasarkan asas nasional aktif.
Sebagai warga negara yang tunduk pada aturan hukum yang berlaku, sudah  tentu setiap melakukan tindakan yang melawan hukum akan dikenakan sanksi sesuai dengan perbuatan yang dilakukan. Tidak menjadi masalah dimanapun kita berada, karena sekalipun kita berada di luar wilayah negara Indonesia hukum pidana Indonesia tetap berlaku.
KUHP (Kitab Undang – Undang Hukum Pidana) mengatur mengenai kejahatan dan pelanggaran terhadap kepentingan individu dan umum. Di dalam KUHP inilah terkandung asas personal yang bertitik tolak pada orang yang melakukan perbuatan pidana. Di dalam KUHP pasal 5 ayat (1) menentukan sejumlah pasal yang  jika dilakukan oleh orang Indonesia di luar negeri maka diberlakukan hukum pidana Indonesia.

Tetapi memang tidak semua perbuatan pidana yang dilakukan oleh WNI dapat diadili di negara Indonesia karena bisa saja terjadi double criminality, yang menyatakan tindak pidana yang dilakukan oleh WNI ini juga merupakan tindak pidana di negara tempat ia melakukan tindak pidana itu. Sehingga WNI dapat diadili dan di eksekusi di negara tempat ia melakukan perbuatan pidana tersebut, walaupu begitu Negara Indonesia tetap mempunyai kewajiban untuk membela warga negaranya.
Sebagaimana yang telah diuraikan di atas, bahwa asas personal ini berlaku hanya untuk kejahatan – kejahatan tertentu saja artinya tidak semua ketentuan pidana dalam perundang – undangan Indonesia berlaku terhadap warga negara Indonesia ketika warga negara itu sedang berada di luar wilayah negara Indonesia, melainkan pada ketentuan perundang – undangan pidana tertentu dan atau dengan syarat – syarat tertentu.
Ketentuan pidana tertentu ialah ketentuan pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat (1) sub 1, yakni terhadap semua kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan Bab II Buku II, dan pasal – pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I adalah Mengenai Kejahataan Terhadap Keamanan Negara (104-129), dan Bab II adalah Mengenai Kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden (130-139), dan sebagaimana pasal – pasal yang telah ditentukan yaitu mengenai penghasutan, penyebaran surat – surat yang mengandunng penghasutan, membuat tidak cakap untuk dinas militer, bigami dan perampokan. Pengaturan asas personal ini untuk lebih jelasnya dapat kita lihat dalam pasal 5 s.d 8 KUHP, tetapi pasal – pasal tersebut dibatasi oleh pasal 9 KUHP yaitu oleh pengecualian – pengecualian yang diakui dalam hukum internasional. Mengenai hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap seseorang yang telah bersalah melanggar ketentuan-ketentuan dalam undang-undang hukum pidana, dalam Pasal 10 KUHP ditentukan macam-macam hukuman yang dapat dijatuhkan, yaitu sebagai berikut:
Hukuman-Hukuman Pokok
Hukuman mati, tentang hukuman mati ini terdapat negara-negara yang telah menghapuskan bentuknya hukuman ini, seperti Belanda, tetapi di Indonesia sendiri hukuman mati ini kadang masih diberlakukan untuk beberapa hukuman walaupun masih banyaknya pro-kontra terhadap hukuman ini.
Hukuman penjara, hukuman penjara sendiri dibedakan ke dalam hukuman penjara seumur hidup dan penjara sementara. Hukuman penjara sementara minimal 1 tahun dan maksimal 20 tahun. Terpidana wajib tinggal dalam penjara selama masa hukuman dan wajib melakukan pekerjaan yang ada di dalam maupun di luar penjara dan terpidana tidak mempunyai Hak Vistol.
Hukuman kurungan, hukuman ini kondisinya tidak seberat hukuman penjara dan dijatuhkan karena kejahatan-kejahatan ringan atau pelanggaran.[butuh rujukan] Biasanyapterhukum dapat memilih antara hukuman kurungan atau hukuman denda.[butuh rujukan] Bedanya hukuman kurungan dengan hukuman penjara adalah pada hukuman kurungan terpidana tidak dapat ditahan di luar tempat daerah tinggalnya kalau ia tidak mau sedangkan pada hukuman penjara dapat dipenjarakan di mana saja, pekerjaan paksa yang dibebankan kepada terpidana penjara lebih berat dibandingkan dengan pekerjaan yang harus dilakukan oleh terpidana kurungan dan terpidana kurungan mempunyai Hak Vistol (hak untuk memperbaiki nasib) sedangkan pada hukuman penjara tidak demikian.
Hukuman denda, Dalam hal ini terpidana boleh memilih sendiri antara denda dengan kurungan. Maksimum kurungan pengganti denda adalah 6 Bulan.
Hukuman tutupan, hukuman ini dijatuhkan berdasarkan alasan-alasan politik terhadap orang-orang yang telah melakukan kejahatan yang diancam dengan hukuman penjara oleh KUHP.
Hukuman Tambahan Hukuman tambahan tidak dapat dijatuhkan secara tersendiri melainkan harus disertakan pada hukuman pokok, hukuman tambahan tersebut antara lain:
Pencabutan hak-hak tertentu.
Penyitaan barang-barang tertentu
Pengumuman keputusan hakim
Namun kembali pada persoalan di atas mengenai warga Negara Indonesia yang melanggar hokum di luar wilayah Indonesia terdapat pengucualian Ketentuan pidana tertentu ialah ketentuan pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat (1) sub 1, yakni terhadap semua kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan Bab II Buku II, dan pasal – pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I adalah Mengenai Kejahataan Terhadap Keamanan Negara (104-129), dan Bab II adalah Mengenai Kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden (130-139), dan sebagaimana pasal – pasal yang telah ditentukan yaitu mengenai penghasutan, penyebaran surat – surat yang mengandunng penghasutan, membuat tidak cakap untuk dinas militer, bigami dan perampokan. Pengaturan asas personal ini untuk lebih jelasnya dapat kita lihat dalam pasal 5 s.d 8 KUHP, tetapi pasal – pasal tersebut dibatasi oleh pasal 9 KUHP yaitu oleh pengecualian – pengecualian yang diakui dalam hukum internasional. Contoh dari pelanggaran hokum pidana di luar negeri contoh sebuah kasus yang berkaitan dengan penerapan asas personal ini. contoh kasus yang akan saya angkat dalam makalah ini salah satunya adalah mengenai kejahatan pembunuhan yang dilakukan oleh WNI di negera Mesir, dalam kasus ini negara Indonesia bisa saja mengadili warga
negaranya di Indonesia namun ternyata hal ini tidak dapat dilakukan, faktanya bahwa kejahatan mengenai pembunuhan ini juga diatur tegas di negara tempat WNI itu melakukan tindak pidana  (Mesir), maka kasus ini dikembalikan kepada hukum internasional yang mengatur mengenai hukum pidana kemudian dilihat juga ada atau tidaknya perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Mesir, sehingga dapat diketahui akhirnya bahwa kewenangan menerapakan yuridiksi ada pada Mesir sebagai negaralocus delicti. Selain itu Mesirpun memiliki asas territorial (berkaitan dengan locus delicti) yang memperkokoh yuridiksi atas kasus pembunuhan oleh WNI  tersebut.
Mengenai kasus pembunuhan tersebut penerapan asas personal ini mengalami kendala – kendala karena ada banyak faktor yang menguatkan yuridiksi hukum Mesir, diantaranya adalah karena Mesir juga memiliki batas berlakunya hukum pidana menurut tempat (locus delicti) dalam hal ini asas personal seperti halnya Indonesia, kemudian tidak adanya perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Mesir sehingga negara Indonesia tidak dapat meminta penyelesaian kasus di negaranya.
Jadi, KUHP Indonesia yang di dalamnya terkandung asas personal ini dapat diterapkan dalam praktek bagi WNI yang berada di luar wilayah Negara Indonesia, selama memang perbuatan pidana/tindak pidana yang dilakukan adalah sesuai dengan apa yang di cantumkan dalam Bab I dan II Buku II dan beberapa pasal dalam pasal 5 ayat (1) ke-1 yang telah disebutkan di atas. Di sini tidak dipersoalkan apakah tindak pidana tersebut dianggap sebagai kejahatan menurut hukum pidana negara tempat orang Indonesia itu berada. Karena dianggap membahayakan kepentingan negara Indonesia,

maka sejumlah pasal dalam Pasal 5 ayat (1) ke-1 tetap dapat diberlakukan hukum pidana Indonesia. Namun beberapa pasal lain mengenai kejahatan bisa saja diberlakukan asas personal, yang dapat dialihkan penyelesaian kasusnya di negara Indonesia kalau memang sudah ada perjanjian ekstradisi antar dua negara yang bersangkuta.
Semisal masalah tersebut di menangkan oleh Indonesia untuk menyelesaikan hukuman bagi sang pelaku maka hokum yang pantai adalah tindak pidana kejahatan terhadap nyawa orang lain yang mana telah di atur pada
 Pasal 338
Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 339
Pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu perbuatan pidana, yang dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya, atau untuk melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana dalam hal tertangkap tangan, ataupun untuk memastikan penguasaan barang yang diperolehnya secara melawan hukum, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.
Pasal 340
Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana rnati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.

Pasal 341
Seorang ibu yang karena takut akan ketahuan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya, diancam karena membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 342
Seorang ibu yang untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut akan ketahuan bahwa ia akan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian merampas nyawa anaknya, diancam karena melakukan pembunuhan anak sendiri dengan rencana, dengan pidana penjara paling lama semhi- lan tahun.
Pasal 343
Kejahatan yang diterangkan dalam pasal 341 dan 342 dipandang bagi orang lain yang turut serta melakukan, sebagai pembunuhan atau pembunuhan anak dengan rencana.
Pasal 344
Barang siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
Pasal 345
Barang siapa sengaja mendorong orang lain untuk bunuh diri, menolongnya dalam perbuatan itu atau memberi sarana kepadanya untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun kalau orang itu jadi bunuh diri.
Pasal 346 Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

Pasal 347
(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 348
(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 349
Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.




Pasal 350
Dalam hal pemidanaan karena pembunuhan, karena pembunuhan dengan rencana, atau karena salah satu kejahatan berdasarkan Pasal 344, 347 dan 348, dapat dijatuhkan pencabutan hak berdasarkan pasal 35 No. 1- 5.
Jadi berdasarakan KUHP kejadian pembunuhan tersebut dapat di jerat dengan Pasal 338Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama Lima belas tahun.
















BAB III
KESIMPULAN
Dapat kita ambil kesimpulan bahwa setiap warga Negara Indonesia yang melakukan tindak pidana baik di  dalam wilayah Indonesia sendiri ataupun tidak dapat dijerat dengan hukuman pidana sesuai dengan KUHP pasal 5 namun berlaku hanya untuk kejahatan – kejahatan tertentu saja artinya tidak semua ketentuan pidana dalam perundang – undangan Indonesia berlaku terhadap warga negara Indonesia ketika warga negara itu sedang berada di luar wilayah negara Indonesia, melainkan pada ketentuan perundang – undangan pidana tertentu dan atau dengan syarat – syarat tertentu.
Ketentuan pidana tertentu ialah ketentuan pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat (1) sub 1, yakni terhadap semua kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan Bab II Buku II, dan pasal – pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I adalah Mengenai Kejahataan Terhadap Keamanan Negara (104-129), dan Bab II adalah Mengenai Kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden (130-139), dan sebagaimana pasal – pasal yang telah ditentukan yaitu mengenai penghasutan, penyebaran surat – surat yang mengandunng penghasutan, membuat tidak cakap untuk dinas militer, bigami dan perampokan. Pengaturan asas personal ini untuk lebih jelasnya dapat kita lihat dalam pasal 5 s.d 8 KUHP, tetapi pasal – pasal tersebut dibatasi oleh pasal 9 KUHP yaitu oleh pengecualian – pengecualian yang diakui dalam hukum internasional.


TUGAS MALAKAH HUKUM PIDANA
“PENEGAKAN HUKUM PIDANA INDONESIA BERDASARKAN ASAS NASIONALITAS AKTIF”












DISUSUN OLEH:
INDRA KURNIAWAN
(2015115002/SORE K)







UNIVERSITAS MADURA
Kata pengantar
Puji syukur saya ucapkan pada Pemilik Seluruh Kerajaan Semesta yang telah melimpahkan nikmat-Nya kepada kita semua. Sholawat dan salam selalu tercurahkan pada teladan kita, Rasulullah SAW.
Dalam proses penyusunan makalah . banyak bantuan dari berbagai pihak . karena itu saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : kedua orang tua yang telah memberi dukungan serta kepercayaan dari sanalah proses penyusunan makalah ini dapat terselesaikan
Menyadari banyaknya kekurangan dalam penyusunan makalah in karena itu sayan sangat mengharap adanya kritik dan saran untuk melngkapi segala bentuk kekurangan yang ada









                                                                                               Pamekasan 11 April 2016


Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

Hukum Pidana adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan apa yang dilarang dan termasuk ke dalam tindak pidana, serta menentukan hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya.
Menurut Prof. Moeljatno, S.H. Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk
Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.
Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.
Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.
Sedangkan menurut Sudarsono, pada prinsipnya Hukum Pidana adalah yang mengatur tentang kejahatan dan pelanggaran terhadap kepentingan umum dan perbuatan tersebut diancam dengan pidana yang merupakan suatu penderitaan.
Dengan demikian hukum pidana bukanlah mengadakan norma hukum sendiri, melainkan sudah terletak pada norma lain dan sanksi pidana. Diadakan untuk menguatkan ditaatinya norma-norma lain tersebut, misalnya norma agama dan kesusilaan.


BAB II
PERMASALAHAN


Hukum pidana merupakan gejala sosial budaya yang berfungsi untuk menerapkan kaidah-kaidah dan pola-pola perilaku terhadap individu dalam masyarakat. Apabila hukum yang berlaku di dalam masyarakat tidak sesuai dengan kebutuhan serta kepentingan umum maka ia akan mencoba mencari jalan untuk menyimpang. Segala bentuk tingkah laku yang meyimpang yang mengangngu serta merugikan dalam kehidupan masyarakat tersebut dapat diartikan sebagai perilaku jahat. Hukum menetapkan apa yang harus di lakukan dan tidak dilakukan. Sejak orde baru masalah stabilitas nasional termasuk dalam penegekan hukum itu sendiri menjadi komponen utama dalam masalah pembangunan dan kemajuan suatu bangsa banyaknya tindak kejahatan tentu saja menimbulkan banyak kerugian bagi negara indonesia itu sendiri baik dalam sektor ekonomi dan sosial budaya . Namun seiring perkembangan zaman di era global ini banyak dari individu-individu melakukan penyimpangan-penyimpangan tersebut tidak hanya dalam wilayah dimana dia tinggal melainkan mereka juga sekaranga banyak yang melanggar hukum dan perilaku yang seharusnya tidak dilakukan di luar negara yang mengatur hukum itu sendiri dalam hal ini indonesia tentu saja hal seperti itu menimbulkan kerugian bagi hubungan diplomatik negara dengan negara lain. Lantas apa bisa mereka di jerat dengan hukum yang berlaku di negaranya sedangkan mereka melakukannya di luar batas negara indonesia dan semisal bisa lantas hukuman apa yang akan di dapatkan para pelanggar hukum tersebut






BAB III
PEMBAHASAN


Sebelum membahas tentang masalah utama yang terjadi di era global sebagaimana di atas telah di sebutkan kita terlebih dulu harus tau apa hukum pidana itu sendiri apa sumber sumber-sumber dari hukum pidana itu sendiri apa saja asas-asas yang berlaku pada hukum pidana Hukum Pidana adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan apa yang dilarang dan termasuk ke dalam tindak pidana, serta menentukan hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya.
Menurut Prof. Moeljatno, S.H. Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk
Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.
Sumber Hukum Pidana dapat dibedakan atas sumber hukum tertulis dan sumber hukum yang tidak tertulis. Di Indonesia sendiri, kita belum memiliki Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Nasional, sehingga masih diberlakukan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana warisan dari pemerintah kolonial Hindia Belanda. Adapun sistematika Kitab Undang-Undang Hukum Pidana antara lain :
Buku I Tentang Ketentuan Umum (Pasal 1-103).
Buku II Tentang Kejahatan (Pasal 104-488).
Buku III Tentang Pelanggaran (Pasal 489-569).
Dan juga ada beberapa Undang-undang yang mengatur tindak pidana khusus yang dibuat setelah kemerdekaan antara lain:
UU No. 8 Drt Tahun 1955 Tentang tindak Pidana Imigrasi.
UU No. 9 Tahun 1967 Tentang Norkoba.
UU No. 16 Tahun Tahun 2003 Tentang Anti Terorisme. dll
Ketentuan-ketentuan Hukum Pidana, selain termuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana maupun UU Khusus, juga terdapat dalam berbagai Peraturan Perundang-Undangan lainnya, seperti UU. No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, UU No. 9 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta dan sebagainya
Asas-Asas Hukum Pidana Antara lain Ialah:
Asas Legalitas, tidak ada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam Peraturan Perundang-Undangan yang telah ada sebelum perbuatan itu dilakukan (Pasal 1 Ayat (1) KUHP).[butuh rujukan] Jika sesudah perbuatan dilakukan ada perubahan dalam Peraturan Perundang-Undangan, maka yang dipakai adalah aturan yang paling ringan sanksinya bagi terdakwa (Pasal 1 Ayat (2) KUHP)
Asas Tiada Pidana Tanpa Kesalahan, Untuk menjatuhkan pidana kepada orang yang telah melakukan tindak pidana, harus dilakukan bilamana ada unsur kesalahan pada diri orang tersebut.

Asas teritorial, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku atas semua peristiwa pidana yang terjadi di daerah yang menjadi wilayah teritorial Negara Kesatuan Republik Indonesia, termasuk pula kapal berbendera Indonesia, pesawat terbang Indonesia, dan gedung kedutaan dan konsul Indonesia di negara asing (pasal 2 KUHP).
Asas nasionalitas aktif, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi semua WNI yang melakukan tindak pidana di mana pun ia berada (pasal 5 KUHP).
Asas nasionalitas pasif, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi semua tindak pidana yang merugikan kepentingan negara (pasal 4 KUHP).
Berkaitan dengan permasalahan yang telah di sebutkan di atas bahwa pada era global banyak pelanggar hukum yang melanggar hukum di luar wilayah Indonesia jadi apakah mereka dapat di jerat dengan hukum dan apa sanksi yang pantas bagi mereka berdasarkan asas nasional aktif.
Sebagai warga negara yang tunduk pada aturan hukum yang berlaku, sudah  tentu setiap melakukan tindakan yang melawan hukum akan dikenakan sanksi sesuai dengan perbuatan yang dilakukan. Tidak menjadi masalah dimanapun kita berada, karena sekalipun kita berada di luar wilayah negara Indonesia hukum pidana Indonesia tetap berlaku.
KUHP (Kitab Undang – Undang Hukum Pidana) mengatur mengenai kejahatan dan pelanggaran terhadap kepentingan individu dan umum. Di dalam KUHP inilah terkandung asas personal yang bertitik tolak pada orang yang melakukan perbuatan pidana. Di dalam KUHP pasal 5 ayat (1) menentukan sejumlah pasal yang  jika dilakukan oleh orang Indonesia di luar negeri maka diberlakukan hukum pidana Indonesia.

Tetapi memang tidak semua perbuatan pidana yang dilakukan oleh WNI dapat diadili di negara Indonesia karena bisa saja terjadi double criminality, yang menyatakan tindak pidana yang dilakukan oleh WNI ini juga merupakan tindak pidana di negara tempat ia melakukan tindak pidana itu. Sehingga WNI dapat diadili dan di eksekusi di negara tempat ia melakukan perbuatan pidana tersebut, walaupu begitu Negara Indonesia tetap mempunyai kewajiban untuk membela warga negaranya.
Sebagaimana yang telah diuraikan di atas, bahwa asas personal ini berlaku hanya untuk kejahatan – kejahatan tertentu saja artinya tidak semua ketentuan pidana dalam perundang – undangan Indonesia berlaku terhadap warga negara Indonesia ketika warga negara itu sedang berada di luar wilayah negara Indonesia, melainkan pada ketentuan perundang – undangan pidana tertentu dan atau dengan syarat – syarat tertentu.
Ketentuan pidana tertentu ialah ketentuan pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat (1) sub 1, yakni terhadap semua kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan Bab II Buku II, dan pasal – pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I adalah Mengenai Kejahataan Terhadap Keamanan Negara (104-129), dan Bab II adalah Mengenai Kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden (130-139), dan sebagaimana pasal – pasal yang telah ditentukan yaitu mengenai penghasutan, penyebaran surat – surat yang mengandunng penghasutan, membuat tidak cakap untuk dinas militer, bigami dan perampokan. Pengaturan asas personal ini untuk lebih jelasnya dapat kita lihat dalam pasal 5 s.d 8 KUHP, tetapi pasal – pasal tersebut dibatasi oleh pasal 9 KUHP yaitu oleh pengecualian – pengecualian yang diakui dalam hukum internasional. Mengenai hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap seseorang yang telah bersalah melanggar ketentuan-ketentuan dalam undang-undang hukum pidana, dalam Pasal 10 KUHP ditentukan macam-macam hukuman yang dapat dijatuhkan, yaitu sebagai berikut:
Hukuman-Hukuman Pokok
Hukuman mati, tentang hukuman mati ini terdapat negara-negara yang telah menghapuskan bentuknya hukuman ini, seperti Belanda, tetapi di Indonesia sendiri hukuman mati ini kadang masih diberlakukan untuk beberapa hukuman walaupun masih banyaknya pro-kontra terhadap hukuman ini.
Hukuman penjara, hukuman penjara sendiri dibedakan ke dalam hukuman penjara seumur hidup dan penjara sementara. Hukuman penjara sementara minimal 1 tahun dan maksimal 20 tahun. Terpidana wajib tinggal dalam penjara selama masa hukuman dan wajib melakukan pekerjaan yang ada di dalam maupun di luar penjara dan terpidana tidak mempunyai Hak Vistol.
Hukuman kurungan, hukuman ini kondisinya tidak seberat hukuman penjara dan dijatuhkan karena kejahatan-kejahatan ringan atau pelanggaran.[butuh rujukan] Biasanyapterhukum dapat memilih antara hukuman kurungan atau hukuman denda.[butuh rujukan] Bedanya hukuman kurungan dengan hukuman penjara adalah pada hukuman kurungan terpidana tidak dapat ditahan di luar tempat daerah tinggalnya kalau ia tidak mau sedangkan pada hukuman penjara dapat dipenjarakan di mana saja, pekerjaan paksa yang dibebankan kepada terpidana penjara lebih berat dibandingkan dengan pekerjaan yang harus dilakukan oleh terpidana kurungan dan terpidana kurungan mempunyai Hak Vistol (hak untuk memperbaiki nasib) sedangkan pada hukuman penjara tidak demikian.
Hukuman denda, Dalam hal ini terpidana boleh memilih sendiri antara denda dengan kurungan. Maksimum kurungan pengganti denda adalah 6 Bulan.
Hukuman tutupan, hukuman ini dijatuhkan berdasarkan alasan-alasan politik terhadap orang-orang yang telah melakukan kejahatan yang diancam dengan hukuman penjara oleh KUHP.
Hukuman Tambahan Hukuman tambahan tidak dapat dijatuhkan secara tersendiri melainkan harus disertakan pada hukuman pokok, hukuman tambahan tersebut antara lain:
Pencabutan hak-hak tertentu.
Penyitaan barang-barang tertentu
Pengumuman keputusan hakim
Namun kembali pada persoalan di atas mengenai warga Negara Indonesia yang melanggar hokum di luar wilayah Indonesia terdapat pengucualian Ketentuan pidana tertentu ialah ketentuan pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat (1) sub 1, yakni terhadap semua kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan Bab II Buku II, dan pasal – pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I adalah Mengenai Kejahataan Terhadap Keamanan Negara (104-129), dan Bab II adalah Mengenai Kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden (130-139), dan sebagaimana pasal – pasal yang telah ditentukan yaitu mengenai penghasutan, penyebaran surat – surat yang mengandunng penghasutan, membuat tidak cakap untuk dinas militer, bigami dan perampokan. Pengaturan asas personal ini untuk lebih jelasnya dapat kita lihat dalam pasal 5 s.d 8 KUHP, tetapi pasal – pasal tersebut dibatasi oleh pasal 9 KUHP yaitu oleh pengecualian – pengecualian yang diakui dalam hukum internasional. Contoh dari pelanggaran hokum pidana di luar negeri contoh sebuah kasus yang berkaitan dengan penerapan asas personal ini. contoh kasus yang akan saya angkat dalam makalah ini salah satunya adalah mengenai kejahatan pembunuhan yang dilakukan oleh WNI di negera Mesir, dalam kasus ini negara Indonesia bisa saja mengadili warga
negaranya di Indonesia namun ternyata hal ini tidak dapat dilakukan, faktanya bahwa kejahatan mengenai pembunuhan ini juga diatur tegas di negara tempat WNI itu melakukan tindak pidana  (Mesir), maka kasus ini dikembalikan kepada hukum internasional yang mengatur mengenai hukum pidana kemudian dilihat juga ada atau tidaknya perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Mesir, sehingga dapat diketahui akhirnya bahwa kewenangan menerapakan yuridiksi ada pada Mesir sebagai negaralocus delicti. Selain itu Mesirpun memiliki asas territorial (berkaitan dengan locus delicti) yang memperkokoh yuridiksi atas kasus pembunuhan oleh WNI  tersebut.
Mengenai kasus pembunuhan tersebut penerapan asas personal ini mengalami kendala – kendala karena ada banyak faktor yang menguatkan yuridiksi hukum Mesir, diantaranya adalah karena Mesir juga memiliki batas berlakunya hukum pidana menurut tempat (locus delicti) dalam hal ini asas personal seperti halnya Indonesia, kemudian tidak adanya perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Mesir sehingga negara Indonesia tidak dapat meminta penyelesaian kasus di negaranya.
Jadi, KUHP Indonesia yang di dalamnya terkandung asas personal ini dapat diterapkan dalam praktek bagi WNI yang berada di luar wilayah Negara Indonesia, selama memang perbuatan pidana/tindak pidana yang dilakukan adalah sesuai dengan apa yang di cantumkan dalam Bab I dan II Buku II dan beberapa pasal dalam pasal 5 ayat (1) ke-1 yang telah disebutkan di atas. Di sini tidak dipersoalkan apakah tindak pidana tersebut dianggap sebagai kejahatan menurut hukum pidana negara tempat orang Indonesia itu berada. Karena dianggap membahayakan kepentingan negara Indonesia,

maka sejumlah pasal dalam Pasal 5 ayat (1) ke-1 tetap dapat diberlakukan hukum pidana Indonesia. Namun beberapa pasal lain mengenai kejahatan bisa saja diberlakukan asas personal, yang dapat dialihkan penyelesaian kasusnya di negara Indonesia kalau memang sudah ada perjanjian ekstradisi antar dua negara yang bersangkuta.
Semisal masalah tersebut di menangkan oleh Indonesia untuk menyelesaikan hukuman bagi sang pelaku maka hokum yang pantai adalah tindak pidana kejahatan terhadap nyawa orang lain yang mana telah di atur pada
 Pasal 338
Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 339
Pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu perbuatan pidana, yang dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya, atau untuk melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana dalam hal tertangkap tangan, ataupun untuk memastikan penguasaan barang yang diperolehnya secara melawan hukum, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.
Pasal 340
Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana rnati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.

Pasal 341
Seorang ibu yang karena takut akan ketahuan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya, diancam karena membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 342
Seorang ibu yang untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut akan ketahuan bahwa ia akan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian merampas nyawa anaknya, diancam karena melakukan pembunuhan anak sendiri dengan rencana, dengan pidana penjara paling lama semhi- lan tahun.
Pasal 343
Kejahatan yang diterangkan dalam pasal 341 dan 342 dipandang bagi orang lain yang turut serta melakukan, sebagai pembunuhan atau pembunuhan anak dengan rencana.
Pasal 344
Barang siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
Pasal 345
Barang siapa sengaja mendorong orang lain untuk bunuh diri, menolongnya dalam perbuatan itu atau memberi sarana kepadanya untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun kalau orang itu jadi bunuh diri.
Pasal 346 Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

Pasal 347
(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 348
(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 349
Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.




Pasal 350
Dalam hal pemidanaan karena pembunuhan, karena pembunuhan dengan rencana, atau karena salah satu kejahatan berdasarkan Pasal 344, 347 dan 348, dapat dijatuhkan pencabutan hak berdasarkan pasal 35 No. 1- 5.
Jadi berdasarakan KUHP kejadian pembunuhan tersebut dapat di jerat dengan Pasal 338Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama Lima belas tahun.
















BAB III
KESIMPULAN
Dapat kita ambil kesimpulan bahwa setiap warga Negara Indonesia yang melakukan tindak pidana baik di  dalam wilayah Indonesia sendiri ataupun tidak dapat dijerat dengan hukuman pidana sesuai dengan KUHP pasal 5 namun berlaku hanya untuk kejahatan – kejahatan tertentu saja artinya tidak semua ketentuan pidana dalam perundang – undangan Indonesia berlaku terhadap warga negara Indonesia ketika warga negara itu sedang berada di luar wilayah negara Indonesia, melainkan pada ketentuan perundang – undangan pidana tertentu dan atau dengan syarat – syarat tertentu.
Ketentuan pidana tertentu ialah ketentuan pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat (1) sub 1, yakni terhadap semua kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan Bab II Buku II, dan pasal – pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I adalah Mengenai Kejahataan Terhadap Keamanan Negara (104-129), dan Bab II adalah Mengenai Kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden (130-139), dan sebagaimana pasal – pasal yang telah ditentukan yaitu mengenai penghasutan, penyebaran surat – surat yang mengandunng penghasutan, membuat tidak cakap untuk dinas militer, bigami dan perampokan. Pengaturan asas personal ini untuk lebih jelasnya dapat kita lihat dalam pasal 5 s.d 8 KUHP, tetapi pasal – pasal tersebut dibatasi oleh pasal 9 KUHP yaitu oleh pengecualian – pengecualian yang diakui dalam hukum internasional.


TUGAS MALAKAH HUKUM PIDANA
“PENEGAKAN HUKUM PIDANA INDONESIA BERDASARKAN ASAS NASIONALITAS AKTIF”












DISUSUN OLEH:
INDRA KURNIAWAN
(2015115002/SORE K)







UNIVERSITAS MADURA
Kata pengantar
Puji syukur saya ucapkan pada Pemilik Seluruh Kerajaan Semesta yang telah melimpahkan nikmat-Nya kepada kita semua. Sholawat dan salam selalu tercurahkan pada teladan kita, Rasulullah SAW.
Dalam proses penyusunan makalah . banyak bantuan dari berbagai pihak . karena itu saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : kedua orang tua yang telah memberi dukungan serta kepercayaan dari sanalah proses penyusunan makalah ini dapat terselesaikan
Menyadari banyaknya kekurangan dalam penyusunan makalah in karena itu sayan sangat mengharap adanya kritik dan saran untuk melngkapi segala bentuk kekurangan yang ada









                                                                                               Pamekasan 11 April 2016


Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

Hukum Pidana adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan apa yang dilarang dan termasuk ke dalam tindak pidana, serta menentukan hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya.
Menurut Prof. Moeljatno, S.H. Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk
Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.
Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.
Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.
Sedangkan menurut Sudarsono, pada prinsipnya Hukum Pidana adalah yang mengatur tentang kejahatan dan pelanggaran terhadap kepentingan umum dan perbuatan tersebut diancam dengan pidana yang merupakan suatu penderitaan.
Dengan demikian hukum pidana bukanlah mengadakan norma hukum sendiri, melainkan sudah terletak pada norma lain dan sanksi pidana. Diadakan untuk menguatkan ditaatinya norma-norma lain tersebut, misalnya norma agama dan kesusilaan.


BAB II
PERMASALAHAN


Hukum pidana merupakan gejala sosial budaya yang berfungsi untuk menerapkan kaidah-kaidah dan pola-pola perilaku terhadap individu dalam masyarakat. Apabila hukum yang berlaku di dalam masyarakat tidak sesuai dengan kebutuhan serta kepentingan umum maka ia akan mencoba mencari jalan untuk menyimpang. Segala bentuk tingkah laku yang meyimpang yang mengangngu serta merugikan dalam kehidupan masyarakat tersebut dapat diartikan sebagai perilaku jahat. Hukum menetapkan apa yang harus di lakukan dan tidak dilakukan. Sejak orde baru masalah stabilitas nasional termasuk dalam penegekan hukum itu sendiri menjadi komponen utama dalam masalah pembangunan dan kemajuan suatu bangsa banyaknya tindak kejahatan tentu saja menimbulkan banyak kerugian bagi negara indonesia itu sendiri baik dalam sektor ekonomi dan sosial budaya . Namun seiring perkembangan zaman di era global ini banyak dari individu-individu melakukan penyimpangan-penyimpangan tersebut tidak hanya dalam wilayah dimana dia tinggal melainkan mereka juga sekaranga banyak yang melanggar hukum dan perilaku yang seharusnya tidak dilakukan di luar negara yang mengatur hukum itu sendiri dalam hal ini indonesia tentu saja hal seperti itu menimbulkan kerugian bagi hubungan diplomatik negara dengan negara lain. Lantas apa bisa mereka di jerat dengan hukum yang berlaku di negaranya sedangkan mereka melakukannya di luar batas negara indonesia dan semisal bisa lantas hukuman apa yang akan di dapatkan para pelanggar hukum tersebut






BAB III
PEMBAHASAN


Sebelum membahas tentang masalah utama yang terjadi di era global sebagaimana di atas telah di sebutkan kita terlebih dulu harus tau apa hukum pidana itu sendiri apa sumber sumber-sumber dari hukum pidana itu sendiri apa saja asas-asas yang berlaku pada hukum pidana Hukum Pidana adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan apa yang dilarang dan termasuk ke dalam tindak pidana, serta menentukan hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya.
Menurut Prof. Moeljatno, S.H. Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk
Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.
Sumber Hukum Pidana dapat dibedakan atas sumber hukum tertulis dan sumber hukum yang tidak tertulis. Di Indonesia sendiri, kita belum memiliki Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Nasional, sehingga masih diberlakukan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana warisan dari pemerintah kolonial Hindia Belanda. Adapun sistematika Kitab Undang-Undang Hukum Pidana antara lain :
Buku I Tentang Ketentuan Umum (Pasal 1-103).
Buku II Tentang Kejahatan (Pasal 104-488).
Buku III Tentang Pelanggaran (Pasal 489-569).
Dan juga ada beberapa Undang-undang yang mengatur tindak pidana khusus yang dibuat setelah kemerdekaan antara lain:
UU No. 8 Drt Tahun 1955 Tentang tindak Pidana Imigrasi.
UU No. 9 Tahun 1967 Tentang Norkoba.
UU No. 16 Tahun Tahun 2003 Tentang Anti Terorisme. dll
Ketentuan-ketentuan Hukum Pidana, selain termuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana maupun UU Khusus, juga terdapat dalam berbagai Peraturan Perundang-Undangan lainnya, seperti UU. No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, UU No. 9 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta dan sebagainya
Asas-Asas Hukum Pidana Antara lain Ialah:
Asas Legalitas, tidak ada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam Peraturan Perundang-Undangan yang telah ada sebelum perbuatan itu dilakukan (Pasal 1 Ayat (1) KUHP).[butuh rujukan] Jika sesudah perbuatan dilakukan ada perubahan dalam Peraturan Perundang-Undangan, maka yang dipakai adalah aturan yang paling ringan sanksinya bagi terdakwa (Pasal 1 Ayat (2) KUHP)
Asas Tiada Pidana Tanpa Kesalahan, Untuk menjatuhkan pidana kepada orang yang telah melakukan tindak pidana, harus dilakukan bilamana ada unsur kesalahan pada diri orang tersebut.

Asas teritorial, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku atas semua peristiwa pidana yang terjadi di daerah yang menjadi wilayah teritorial Negara Kesatuan Republik Indonesia, termasuk pula kapal berbendera Indonesia, pesawat terbang Indonesia, dan gedung kedutaan dan konsul Indonesia di negara asing (pasal 2 KUHP).
Asas nasionalitas aktif, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi semua WNI yang melakukan tindak pidana di mana pun ia berada (pasal 5 KUHP).
Asas nasionalitas pasif, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi semua tindak pidana yang merugikan kepentingan negara (pasal 4 KUHP).
Berkaitan dengan permasalahan yang telah di sebutkan di atas bahwa pada era global banyak pelanggar hukum yang melanggar hukum di luar wilayah Indonesia jadi apakah mereka dapat di jerat dengan hukum dan apa sanksi yang pantas bagi mereka berdasarkan asas nasional aktif.
Sebagai warga negara yang tunduk pada aturan hukum yang berlaku, sudah  tentu setiap melakukan tindakan yang melawan hukum akan dikenakan sanksi sesuai dengan perbuatan yang dilakukan. Tidak menjadi masalah dimanapun kita berada, karena sekalipun kita berada di luar wilayah negara Indonesia hukum pidana Indonesia tetap berlaku.
KUHP (Kitab Undang – Undang Hukum Pidana) mengatur mengenai kejahatan dan pelanggaran terhadap kepentingan individu dan umum. Di dalam KUHP inilah terkandung asas personal yang bertitik tolak pada orang yang melakukan perbuatan pidana. Di dalam KUHP pasal 5 ayat (1) menentukan sejumlah pasal yang  jika dilakukan oleh orang Indonesia di luar negeri maka diberlakukan hukum pidana Indonesia.

Tetapi memang tidak semua perbuatan pidana yang dilakukan oleh WNI dapat diadili di negara Indonesia karena bisa saja terjadi double criminality, yang menyatakan tindak pidana yang dilakukan oleh WNI ini juga merupakan tindak pidana di negara tempat ia melakukan tindak pidana itu. Sehingga WNI dapat diadili dan di eksekusi di negara tempat ia melakukan perbuatan pidana tersebut, walaupu begitu Negara Indonesia tetap mempunyai kewajiban untuk membela warga negaranya.
Sebagaimana yang telah diuraikan di atas, bahwa asas personal ini berlaku hanya untuk kejahatan – kejahatan tertentu saja artinya tidak semua ketentuan pidana dalam perundang – undangan Indonesia berlaku terhadap warga negara Indonesia ketika warga negara itu sedang berada di luar wilayah negara Indonesia, melainkan pada ketentuan perundang – undangan pidana tertentu dan atau dengan syarat – syarat tertentu.
Ketentuan pidana tertentu ialah ketentuan pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat (1) sub 1, yakni terhadap semua kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan Bab II Buku II, dan pasal – pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I adalah Mengenai Kejahataan Terhadap Keamanan Negara (104-129), dan Bab II adalah Mengenai Kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden (130-139), dan sebagaimana pasal – pasal yang telah ditentukan yaitu mengenai penghasutan, penyebaran surat – surat yang mengandunng penghasutan, membuat tidak cakap untuk dinas militer, bigami dan perampokan. Pengaturan asas personal ini untuk lebih jelasnya dapat kita lihat dalam pasal 5 s.d 8 KUHP, tetapi pasal – pasal tersebut dibatasi oleh pasal 9 KUHP yaitu oleh pengecualian – pengecualian yang diakui dalam hukum internasional. Mengenai hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap seseorang yang telah bersalah melanggar ketentuan-ketentuan dalam undang-undang hukum pidana, dalam Pasal 10 KUHP ditentukan macam-macam hukuman yang dapat dijatuhkan, yaitu sebagai berikut:
Hukuman-Hukuman Pokok
Hukuman mati, tentang hukuman mati ini terdapat negara-negara yang telah menghapuskan bentuknya hukuman ini, seperti Belanda, tetapi di Indonesia sendiri hukuman mati ini kadang masih diberlakukan untuk beberapa hukuman walaupun masih banyaknya pro-kontra terhadap hukuman ini.
Hukuman penjara, hukuman penjara sendiri dibedakan ke dalam hukuman penjara seumur hidup dan penjara sementara. Hukuman penjara sementara minimal 1 tahun dan maksimal 20 tahun. Terpidana wajib tinggal dalam penjara selama masa hukuman dan wajib melakukan pekerjaan yang ada di dalam maupun di luar penjara dan terpidana tidak mempunyai Hak Vistol.
Hukuman kurungan, hukuman ini kondisinya tidak seberat hukuman penjara dan dijatuhkan karena kejahatan-kejahatan ringan atau pelanggaran.[butuh rujukan] Biasanyapterhukum dapat memilih antara hukuman kurungan atau hukuman denda.[butuh rujukan] Bedanya hukuman kurungan dengan hukuman penjara adalah pada hukuman kurungan terpidana tidak dapat ditahan di luar tempat daerah tinggalnya kalau ia tidak mau sedangkan pada hukuman penjara dapat dipenjarakan di mana saja, pekerjaan paksa yang dibebankan kepada terpidana penjara lebih berat dibandingkan dengan pekerjaan yang harus dilakukan oleh terpidana kurungan dan terpidana kurungan mempunyai Hak Vistol (hak untuk memperbaiki nasib) sedangkan pada hukuman penjara tidak demikian.
Hukuman denda, Dalam hal ini terpidana boleh memilih sendiri antara denda dengan kurungan. Maksimum kurungan pengganti denda adalah 6 Bulan.
Hukuman tutupan, hukuman ini dijatuhkan berdasarkan alasan-alasan politik terhadap orang-orang yang telah melakukan kejahatan yang diancam dengan hukuman penjara oleh KUHP.
Hukuman Tambahan Hukuman tambahan tidak dapat dijatuhkan secara tersendiri melainkan harus disertakan pada hukuman pokok, hukuman tambahan tersebut antara lain:
Pencabutan hak-hak tertentu.
Penyitaan barang-barang tertentu
Pengumuman keputusan hakim
Namun kembali pada persoalan di atas mengenai warga Negara Indonesia yang melanggar hokum di luar wilayah Indonesia terdapat pengucualian Ketentuan pidana tertentu ialah ketentuan pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat (1) sub 1, yakni terhadap semua kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan Bab II Buku II, dan pasal – pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I adalah Mengenai Kejahataan Terhadap Keamanan Negara (104-129), dan Bab II adalah Mengenai Kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden (130-139), dan sebagaimana pasal – pasal yang telah ditentukan yaitu mengenai penghasutan, penyebaran surat – surat yang mengandunng penghasutan, membuat tidak cakap untuk dinas militer, bigami dan perampokan. Pengaturan asas personal ini untuk lebih jelasnya dapat kita lihat dalam pasal 5 s.d 8 KUHP, tetapi pasal – pasal tersebut dibatasi oleh pasal 9 KUHP yaitu oleh pengecualian – pengecualian yang diakui dalam hukum internasional. Contoh dari pelanggaran hokum pidana di luar negeri contoh sebuah kasus yang berkaitan dengan penerapan asas personal ini. contoh kasus yang akan saya angkat dalam makalah ini salah satunya adalah mengenai kejahatan pembunuhan yang dilakukan oleh WNI di negera Mesir, dalam kasus ini negara Indonesia bisa saja mengadili warga
negaranya di Indonesia namun ternyata hal ini tidak dapat dilakukan, faktanya bahwa kejahatan mengenai pembunuhan ini juga diatur tegas di negara tempat WNI itu melakukan tindak pidana  (Mesir), maka kasus ini dikembalikan kepada hukum internasional yang mengatur mengenai hukum pidana kemudian dilihat juga ada atau tidaknya perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Mesir, sehingga dapat diketahui akhirnya bahwa kewenangan menerapakan yuridiksi ada pada Mesir sebagai negaralocus delicti. Selain itu Mesirpun memiliki asas territorial (berkaitan dengan locus delicti) yang memperkokoh yuridiksi atas kasus pembunuhan oleh WNI  tersebut.
Mengenai kasus pembunuhan tersebut penerapan asas personal ini mengalami kendala – kendala karena ada banyak faktor yang menguatkan yuridiksi hukum Mesir, diantaranya adalah karena Mesir juga memiliki batas berlakunya hukum pidana menurut tempat (locus delicti) dalam hal ini asas personal seperti halnya Indonesia, kemudian tidak adanya perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Mesir sehingga negara Indonesia tidak dapat meminta penyelesaian kasus di negaranya.
Jadi, KUHP Indonesia yang di dalamnya terkandung asas personal ini dapat diterapkan dalam praktek bagi WNI yang berada di luar wilayah Negara Indonesia, selama memang perbuatan pidana/tindak pidana yang dilakukan adalah sesuai dengan apa yang di cantumkan dalam Bab I dan II Buku II dan beberapa pasal dalam pasal 5 ayat (1) ke-1 yang telah disebutkan di atas. Di sini tidak dipersoalkan apakah tindak pidana tersebut dianggap sebagai kejahatan menurut hukum pidana negara tempat orang Indonesia itu berada. Karena dianggap membahayakan kepentingan negara Indonesia,

maka sejumlah pasal dalam Pasal 5 ayat (1) ke-1 tetap dapat diberlakukan hukum pidana Indonesia. Namun beberapa pasal lain mengenai kejahatan bisa saja diberlakukan asas personal, yang dapat dialihkan penyelesaian kasusnya di negara Indonesia kalau memang sudah ada perjanjian ekstradisi antar dua negara yang bersangkuta.
Semisal masalah tersebut di menangkan oleh Indonesia untuk menyelesaikan hukuman bagi sang pelaku maka hokum yang pantai adalah tindak pidana kejahatan terhadap nyawa orang lain yang mana telah di atur pada
 Pasal 338
Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 339
Pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu perbuatan pidana, yang dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya, atau untuk melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana dalam hal tertangkap tangan, ataupun untuk memastikan penguasaan barang yang diperolehnya secara melawan hukum, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.
Pasal 340
Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana rnati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.

Pasal 341
Seorang ibu yang karena takut akan ketahuan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya, diancam karena membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 342
Seorang ibu yang untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut akan ketahuan bahwa ia akan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian merampas nyawa anaknya, diancam karena melakukan pembunuhan anak sendiri dengan rencana, dengan pidana penjara paling lama semhi- lan tahun.
Pasal 343
Kejahatan yang diterangkan dalam pasal 341 dan 342 dipandang bagi orang lain yang turut serta melakukan, sebagai pembunuhan atau pembunuhan anak dengan rencana.
Pasal 344
Barang siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
Pasal 345
Barang siapa sengaja mendorong orang lain untuk bunuh diri, menolongnya dalam perbuatan itu atau memberi sarana kepadanya untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun kalau orang itu jadi bunuh diri.
Pasal 346 Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

Pasal 347
(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 348
(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 349
Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.




Pasal 350
Dalam hal pemidanaan karena pembunuhan, karena pembunuhan dengan rencana, atau karena salah satu kejahatan berdasarkan Pasal 344, 347 dan 348, dapat dijatuhkan pencabutan hak berdasarkan pasal 35 No. 1- 5.
Jadi berdasarakan KUHP kejadian pembunuhan tersebut dapat di jerat dengan Pasal 338Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama Lima belas tahun.
















BAB III
KESIMPULAN
Dapat kita ambil kesimpulan bahwa setiap warga Negara Indonesia yang melakukan tindak pidana baik di  dalam wilayah Indonesia sendiri ataupun tidak dapat dijerat dengan hukuman pidana sesuai dengan KUHP pasal 5 namun berlaku hanya untuk kejahatan – kejahatan tertentu saja artinya tidak semua ketentuan pidana dalam perundang – undangan Indonesia berlaku terhadap warga negara Indonesia ketika warga negara itu sedang berada di luar wilayah negara Indonesia, melainkan pada ketentuan perundang – undangan pidana tertentu dan atau dengan syarat – syarat tertentu.
Ketentuan pidana tertentu ialah ketentuan pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat (1) sub 1, yakni terhadap semua kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan Bab II Buku II, dan pasal – pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I adalah Mengenai Kejahataan Terhadap Keamanan Negara (104-129), dan Bab II adalah Mengenai Kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden (130-139), dan sebagaimana pasal – pasal yang telah ditentukan yaitu mengenai penghasutan, penyebaran surat – surat yang mengandunng penghasutan, membuat tidak cakap untuk dinas militer, bigami dan perampokan. Pengaturan asas personal ini untuk lebih jelasnya dapat kita lihat dalam pasal 5 s.d 8 KUHP, tetapi pasal – pasal tersebut dibatasi oleh pasal 9 KUHP yaitu oleh pengecualian – pengecualian yang diakui dalam hukum internasional.


TUGAS MALAKAH HUKUM PIDANA
“PENEGAKAN HUKUM PIDANA INDONESIA BERDASARKAN ASAS NASIONALITAS AKTIF”












DISUSUN OLEH:
INDRA KURNIAWAN
(2015115002/SORE K)







UNIVERSITAS MADURA
Kata pengantar
Puji syukur saya ucapkan pada Pemilik Seluruh Kerajaan Semesta yang telah melimpahkan nikmat-Nya kepada kita semua. Sholawat dan salam selalu tercurahkan pada teladan kita, Rasulullah SAW.
Dalam proses penyusunan makalah . banyak bantuan dari berbagai pihak . karena itu saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : kedua orang tua yang telah memberi dukungan serta kepercayaan dari sanalah proses penyusunan makalah ini dapat terselesaikan
Menyadari banyaknya kekurangan dalam penyusunan makalah in karena itu sayan sangat mengharap adanya kritik dan saran untuk melngkapi segala bentuk kekurangan yang ada









                                                                                               Pamekasan 11 April 2016


Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

Hukum Pidana adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan apa yang dilarang dan termasuk ke dalam tindak pidana, serta menentukan hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya.
Menurut Prof. Moeljatno, S.H. Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk
Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.
Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.
Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.
Sedangkan menurut Sudarsono, pada prinsipnya Hukum Pidana adalah yang mengatur tentang kejahatan dan pelanggaran terhadap kepentingan umum dan perbuatan tersebut diancam dengan pidana yang merupakan suatu penderitaan.
Dengan demikian hukum pidana bukanlah mengadakan norma hukum sendiri, melainkan sudah terletak pada norma lain dan sanksi pidana. Diadakan untuk menguatkan ditaatinya norma-norma lain tersebut, misalnya norma agama dan kesusilaan.


BAB II
PERMASALAHAN


Hukum pidana merupakan gejala sosial budaya yang berfungsi untuk menerapkan kaidah-kaidah dan pola-pola perilaku terhadap individu dalam masyarakat. Apabila hukum yang berlaku di dalam masyarakat tidak sesuai dengan kebutuhan serta kepentingan umum maka ia akan mencoba mencari jalan untuk menyimpang. Segala bentuk tingkah laku yang meyimpang yang mengangngu serta merugikan dalam kehidupan masyarakat tersebut dapat diartikan sebagai perilaku jahat. Hukum menetapkan apa yang harus di lakukan dan tidak dilakukan. Sejak orde baru masalah stabilitas nasional termasuk dalam penegekan hukum itu sendiri menjadi komponen utama dalam masalah pembangunan dan kemajuan suatu bangsa banyaknya tindak kejahatan tentu saja menimbulkan banyak kerugian bagi negara indonesia itu sendiri baik dalam sektor ekonomi dan sosial budaya . Namun seiring perkembangan zaman di era global ini banyak dari individu-individu melakukan penyimpangan-penyimpangan tersebut tidak hanya dalam wilayah dimana dia tinggal melainkan mereka juga sekaranga banyak yang melanggar hukum dan perilaku yang seharusnya tidak dilakukan di luar negara yang mengatur hukum itu sendiri dalam hal ini indonesia tentu saja hal seperti itu menimbulkan kerugian bagi hubungan diplomatik negara dengan negara lain. Lantas apa bisa mereka di jerat dengan hukum yang berlaku di negaranya sedangkan mereka melakukannya di luar batas negara indonesia dan semisal bisa lantas hukuman apa yang akan di dapatkan para pelanggar hukum tersebut






BAB III
PEMBAHASAN


Sebelum membahas tentang masalah utama yang terjadi di era global sebagaimana di atas telah di sebutkan kita terlebih dulu harus tau apa hukum pidana itu sendiri apa sumber sumber-sumber dari hukum pidana itu sendiri apa saja asas-asas yang berlaku pada hukum pidana Hukum Pidana adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan apa yang dilarang dan termasuk ke dalam tindak pidana, serta menentukan hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya.
Menurut Prof. Moeljatno, S.H. Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk
Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.
Sumber Hukum Pidana dapat dibedakan atas sumber hukum tertulis dan sumber hukum yang tidak tertulis. Di Indonesia sendiri, kita belum memiliki Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Nasional, sehingga masih diberlakukan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana warisan dari pemerintah kolonial Hindia Belanda. Adapun sistematika Kitab Undang-Undang Hukum Pidana antara lain :
Buku I Tentang Ketentuan Umum (Pasal 1-103).
Buku II Tentang Kejahatan (Pasal 104-488).
Buku III Tentang Pelanggaran (Pasal 489-569).
Dan juga ada beberapa Undang-undang yang mengatur tindak pidana khusus yang dibuat setelah kemerdekaan antara lain:
UU No. 8 Drt Tahun 1955 Tentang tindak Pidana Imigrasi.
UU No. 9 Tahun 1967 Tentang Norkoba.
UU No. 16 Tahun Tahun 2003 Tentang Anti Terorisme. dll
Ketentuan-ketentuan Hukum Pidana, selain termuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana maupun UU Khusus, juga terdapat dalam berbagai Peraturan Perundang-Undangan lainnya, seperti UU. No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, UU No. 9 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta dan sebagainya
Asas-Asas Hukum Pidana Antara lain Ialah:
Asas Legalitas, tidak ada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam Peraturan Perundang-Undangan yang telah ada sebelum perbuatan itu dilakukan (Pasal 1 Ayat (1) KUHP).[butuh rujukan] Jika sesudah perbuatan dilakukan ada perubahan dalam Peraturan Perundang-Undangan, maka yang dipakai adalah aturan yang paling ringan sanksinya bagi terdakwa (Pasal 1 Ayat (2) KUHP)
Asas Tiada Pidana Tanpa Kesalahan, Untuk menjatuhkan pidana kepada orang yang telah melakukan tindak pidana, harus dilakukan bilamana ada unsur kesalahan pada diri orang tersebut.

Asas teritorial, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku atas semua peristiwa pidana yang terjadi di daerah yang menjadi wilayah teritorial Negara Kesatuan Republik Indonesia, termasuk pula kapal berbendera Indonesia, pesawat terbang Indonesia, dan gedung kedutaan dan konsul Indonesia di negara asing (pasal 2 KUHP).
Asas nasionalitas aktif, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi semua WNI yang melakukan tindak pidana di mana pun ia berada (pasal 5 KUHP).
Asas nasionalitas pasif, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi semua tindak pidana yang merugikan kepentingan negara (pasal 4 KUHP).
Berkaitan dengan permasalahan yang telah di sebutkan di atas bahwa pada era global banyak pelanggar hukum yang melanggar hukum di luar wilayah Indonesia jadi apakah mereka dapat di jerat dengan hukum dan apa sanksi yang pantas bagi mereka berdasarkan asas nasional aktif.
Sebagai warga negara yang tunduk pada aturan hukum yang berlaku, sudah  tentu setiap melakukan tindakan yang melawan hukum akan dikenakan sanksi sesuai dengan perbuatan yang dilakukan. Tidak menjadi masalah dimanapun kita berada, karena sekalipun kita berada di luar wilayah negara Indonesia hukum pidana Indonesia tetap berlaku.
KUHP (Kitab Undang – Undang Hukum Pidana) mengatur mengenai kejahatan dan pelanggaran terhadap kepentingan individu dan umum. Di dalam KUHP inilah terkandung asas personal yang bertitik tolak pada orang yang melakukan perbuatan pidana. Di dalam KUHP pasal 5 ayat (1) menentukan sejumlah pasal yang  jika dilakukan oleh orang Indonesia di luar negeri maka diberlakukan hukum pidana Indonesia.

Tetapi memang tidak semua perbuatan pidana yang dilakukan oleh WNI dapat diadili di negara Indonesia karena bisa saja terjadi double criminality, yang menyatakan tindak pidana yang dilakukan oleh WNI ini juga merupakan tindak pidana di negara tempat ia melakukan tindak pidana itu. Sehingga WNI dapat diadili dan di eksekusi di negara tempat ia melakukan perbuatan pidana tersebut, walaupu begitu Negara Indonesia tetap mempunyai kewajiban untuk membela warga negaranya.
Sebagaimana yang telah diuraikan di atas, bahwa asas personal ini berlaku hanya untuk kejahatan – kejahatan tertentu saja artinya tidak semua ketentuan pidana dalam perundang – undangan Indonesia berlaku terhadap warga negara Indonesia ketika warga negara itu sedang berada di luar wilayah negara Indonesia, melainkan pada ketentuan perundang – undangan pidana tertentu dan atau dengan syarat – syarat tertentu.
Ketentuan pidana tertentu ialah ketentuan pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat (1) sub 1, yakni terhadap semua kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan Bab II Buku II, dan pasal – pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I adalah Mengenai Kejahataan Terhadap Keamanan Negara (104-129), dan Bab II adalah Mengenai Kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden (130-139), dan sebagaimana pasal – pasal yang telah ditentukan yaitu mengenai penghasutan, penyebaran surat – surat yang mengandunng penghasutan, membuat tidak cakap untuk dinas militer, bigami dan perampokan. Pengaturan asas personal ini untuk lebih jelasnya dapat kita lihat dalam pasal 5 s.d 8 KUHP, tetapi pasal – pasal tersebut dibatasi oleh pasal 9 KUHP yaitu oleh pengecualian – pengecualian yang diakui dalam hukum internasional. Mengenai hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap seseorang yang telah bersalah melanggar ketentuan-ketentuan dalam undang-undang hukum pidana, dalam Pasal 10 KUHP ditentukan macam-macam hukuman yang dapat dijatuhkan, yaitu sebagai berikut:
Hukuman-Hukuman Pokok
Hukuman mati, tentang hukuman mati ini terdapat negara-negara yang telah menghapuskan bentuknya hukuman ini, seperti Belanda, tetapi di Indonesia sendiri hukuman mati ini kadang masih diberlakukan untuk beberapa hukuman walaupun masih banyaknya pro-kontra terhadap hukuman ini.
Hukuman penjara, hukuman penjara sendiri dibedakan ke dalam hukuman penjara seumur hidup dan penjara sementara. Hukuman penjara sementara minimal 1 tahun dan maksimal 20 tahun. Terpidana wajib tinggal dalam penjara selama masa hukuman dan wajib melakukan pekerjaan yang ada di dalam maupun di luar penjara dan terpidana tidak mempunyai Hak Vistol.
Hukuman kurungan, hukuman ini kondisinya tidak seberat hukuman penjara dan dijatuhkan karena kejahatan-kejahatan ringan atau pelanggaran.[butuh rujukan] Biasanyapterhukum dapat memilih antara hukuman kurungan atau hukuman denda.[butuh rujukan] Bedanya hukuman kurungan dengan hukuman penjara adalah pada hukuman kurungan terpidana tidak dapat ditahan di luar tempat daerah tinggalnya kalau ia tidak mau sedangkan pada hukuman penjara dapat dipenjarakan di mana saja, pekerjaan paksa yang dibebankan kepada terpidana penjara lebih berat dibandingkan dengan pekerjaan yang harus dilakukan oleh terpidana kurungan dan terpidana kurungan mempunyai Hak Vistol (hak untuk memperbaiki nasib) sedangkan pada hukuman penjara tidak demikian.
Hukuman denda, Dalam hal ini terpidana boleh memilih sendiri antara denda dengan kurungan. Maksimum kurungan pengganti denda adalah 6 Bulan.
Hukuman tutupan, hukuman ini dijatuhkan berdasarkan alasan-alasan politik terhadap orang-orang yang telah melakukan kejahatan yang diancam dengan hukuman penjara oleh KUHP.
Hukuman Tambahan Hukuman tambahan tidak dapat dijatuhkan secara tersendiri melainkan harus disertakan pada hukuman pokok, hukuman tambahan tersebut antara lain:
Pencabutan hak-hak tertentu.
Penyitaan barang-barang tertentu
Pengumuman keputusan hakim
Namun kembali pada persoalan di atas mengenai warga Negara Indonesia yang melanggar hokum di luar wilayah Indonesia terdapat pengucualian Ketentuan pidana tertentu ialah ketentuan pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat (1) sub 1, yakni terhadap semua kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan Bab II Buku II, dan pasal – pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I adalah Mengenai Kejahataan Terhadap Keamanan Negara (104-129), dan Bab II adalah Mengenai Kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden (130-139), dan sebagaimana pasal – pasal yang telah ditentukan yaitu mengenai penghasutan, penyebaran surat – surat yang mengandunng penghasutan, membuat tidak cakap untuk dinas militer, bigami dan perampokan. Pengaturan asas personal ini untuk lebih jelasnya dapat kita lihat dalam pasal 5 s.d 8 KUHP, tetapi pasal – pasal tersebut dibatasi oleh pasal 9 KUHP yaitu oleh pengecualian – pengecualian yang diakui dalam hukum internasional. Contoh dari pelanggaran hokum pidana di luar negeri contoh sebuah kasus yang berkaitan dengan penerapan asas personal ini. contoh kasus yang akan saya angkat dalam makalah ini salah satunya adalah mengenai kejahatan pembunuhan yang dilakukan oleh WNI di negera Mesir, dalam kasus ini negara Indonesia bisa saja mengadili warga
negaranya di Indonesia namun ternyata hal ini tidak dapat dilakukan, faktanya bahwa kejahatan mengenai pembunuhan ini juga diatur tegas di negara tempat WNI itu melakukan tindak pidana  (Mesir), maka kasus ini dikembalikan kepada hukum internasional yang mengatur mengenai hukum pidana kemudian dilihat juga ada atau tidaknya perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Mesir, sehingga dapat diketahui akhirnya bahwa kewenangan menerapakan yuridiksi ada pada Mesir sebagai negaralocus delicti. Selain itu Mesirpun memiliki asas territorial (berkaitan dengan locus delicti) yang memperkokoh yuridiksi atas kasus pembunuhan oleh WNI  tersebut.
Mengenai kasus pembunuhan tersebut penerapan asas personal ini mengalami kendala – kendala karena ada banyak faktor yang menguatkan yuridiksi hukum Mesir, diantaranya adalah karena Mesir juga memiliki batas berlakunya hukum pidana menurut tempat (locus delicti) dalam hal ini asas personal seperti halnya Indonesia, kemudian tidak adanya perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Mesir sehingga negara Indonesia tidak dapat meminta penyelesaian kasus di negaranya.
Jadi, KUHP Indonesia yang di dalamnya terkandung asas personal ini dapat diterapkan dalam praktek bagi WNI yang berada di luar wilayah Negara Indonesia, selama memang perbuatan pidana/tindak pidana yang dilakukan adalah sesuai dengan apa yang di cantumkan dalam Bab I dan II Buku II dan beberapa pasal dalam pasal 5 ayat (1) ke-1 yang telah disebutkan di atas. Di sini tidak dipersoalkan apakah tindak pidana tersebut dianggap sebagai kejahatan menurut hukum pidana negara tempat orang Indonesia itu berada. Karena dianggap membahayakan kepentingan negara Indonesia,

maka sejumlah pasal dalam Pasal 5 ayat (1) ke-1 tetap dapat diberlakukan hukum pidana Indonesia. Namun beberapa pasal lain mengenai kejahatan bisa saja diberlakukan asas personal, yang dapat dialihkan penyelesaian kasusnya di negara Indonesia kalau memang sudah ada perjanjian ekstradisi antar dua negara yang bersangkuta.
Semisal masalah tersebut di menangkan oleh Indonesia untuk menyelesaikan hukuman bagi sang pelaku maka hokum yang pantai adalah tindak pidana kejahatan terhadap nyawa orang lain yang mana telah di atur pada
 Pasal 338
Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 339
Pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu perbuatan pidana, yang dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya, atau untuk melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana dalam hal tertangkap tangan, ataupun untuk memastikan penguasaan barang yang diperolehnya secara melawan hukum, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.
Pasal 340
Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana rnati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.

Pasal 341
Seorang ibu yang karena takut akan ketahuan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya, diancam karena membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 342
Seorang ibu yang untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut akan ketahuan bahwa ia akan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian merampas nyawa anaknya, diancam karena melakukan pembunuhan anak sendiri dengan rencana, dengan pidana penjara paling lama semhi- lan tahun.
Pasal 343
Kejahatan yang diterangkan dalam pasal 341 dan 342 dipandang bagi orang lain yang turut serta melakukan, sebagai pembunuhan atau pembunuhan anak dengan rencana.
Pasal 344
Barang siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
Pasal 345
Barang siapa sengaja mendorong orang lain untuk bunuh diri, menolongnya dalam perbuatan itu atau memberi sarana kepadanya untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun kalau orang itu jadi bunuh diri.
Pasal 346 Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

Pasal 347
(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 348
(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 349
Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.




Pasal 350
Dalam hal pemidanaan karena pembunuhan, karena pembunuhan dengan rencana, atau karena salah satu kejahatan berdasarkan Pasal 344, 347 dan 348, dapat dijatuhkan pencabutan hak berdasarkan pasal 35 No. 1- 5.
Jadi berdasarakan KUHP kejadian pembunuhan tersebut dapat di jerat dengan Pasal 338Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama Lima belas tahun.
















BAB III
KESIMPULAN
Dapat kita ambil kesimpulan bahwa setiap warga Negara Indonesia yang melakukan tindak pidana baik di  dalam wilayah Indonesia sendiri ataupun tidak dapat dijerat dengan hukuman pidana sesuai dengan KUHP pasal 5 namun berlaku hanya untuk kejahatan – kejahatan tertentu saja artinya tidak semua ketentuan pidana dalam perundang – undangan Indonesia berlaku terhadap warga negara Indonesia ketika warga negara itu sedang berada di luar wilayah negara Indonesia, melainkan pada ketentuan perundang – undangan pidana tertentu dan atau dengan syarat – syarat tertentu.
Ketentuan pidana tertentu ialah ketentuan pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat (1) sub 1, yakni terhadap semua kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan Bab II Buku II, dan pasal – pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I adalah Mengenai Kejahataan Terhadap Keamanan Negara (104-129), dan Bab II adalah Mengenai Kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden (130-139), dan sebagaimana pasal – pasal yang telah ditentukan yaitu mengenai penghasutan, penyebaran surat – surat yang mengandunng penghasutan, membuat tidak cakap untuk dinas militer, bigami dan perampokan. Pengaturan asas personal ini untuk lebih jelasnya dapat kita lihat dalam pasal 5 s.d 8 KUHP, tetapi pasal – pasal tersebut dibatasi oleh pasal 9 KUHP yaitu oleh pengecualian – pengecualian yang diakui dalam hukum internasional.


TUGAS MALAKAH HUKUM PIDANA
“PENEGAKAN HUKUM PIDANA INDONESIA BERDASARKAN ASAS NASIONALITAS AKTIF”












DISUSUN OLEH:
INDRA KURNIAWAN
(2015115002/SORE K)







UNIVERSITAS MADURA
Kata pengantar
Puji syukur saya ucapkan pada Pemilik Seluruh Kerajaan Semesta yang telah melimpahkan nikmat-Nya kepada kita semua. Sholawat dan salam selalu tercurahkan pada teladan kita, Rasulullah SAW.
Dalam proses penyusunan makalah . banyak bantuan dari berbagai pihak . karena itu saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : kedua orang tua yang telah memberi dukungan serta kepercayaan dari sanalah proses penyusunan makalah ini dapat terselesaikan
Menyadari banyaknya kekurangan dalam penyusunan makalah in karena itu sayan sangat mengharap adanya kritik dan saran untuk melngkapi segala bentuk kekurangan yang ada









                                                                                               Pamekasan 11 April 2016


Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

Hukum Pidana adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan apa yang dilarang dan termasuk ke dalam tindak pidana, serta menentukan hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya.
Menurut Prof. Moeljatno, S.H. Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk
Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.
Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.
Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.
Sedangkan menurut Sudarsono, pada prinsipnya Hukum Pidana adalah yang mengatur tentang kejahatan dan pelanggaran terhadap kepentingan umum dan perbuatan tersebut diancam dengan pidana yang merupakan suatu penderitaan.
Dengan demikian hukum pidana bukanlah mengadakan norma hukum sendiri, melainkan sudah terletak pada norma lain dan sanksi pidana. Diadakan untuk menguatkan ditaatinya norma-norma lain tersebut, misalnya norma agama dan kesusilaan.


BAB II
PERMASALAHAN


Hukum pidana merupakan gejala sosial budaya yang berfungsi untuk menerapkan kaidah-kaidah dan pola-pola perilaku terhadap individu dalam masyarakat. Apabila hukum yang berlaku di dalam masyarakat tidak sesuai dengan kebutuhan serta kepentingan umum maka ia akan mencoba mencari jalan untuk menyimpang. Segala bentuk tingkah laku yang meyimpang yang mengangngu serta merugikan dalam kehidupan masyarakat tersebut dapat diartikan sebagai perilaku jahat. Hukum menetapkan apa yang harus di lakukan dan tidak dilakukan. Sejak orde baru masalah stabilitas nasional termasuk dalam penegekan hukum itu sendiri menjadi komponen utama dalam masalah pembangunan dan kemajuan suatu bangsa banyaknya tindak kejahatan tentu saja menimbulkan banyak kerugian bagi negara indonesia itu sendiri baik dalam sektor ekonomi dan sosial budaya . Namun seiring perkembangan zaman di era global ini banyak dari individu-individu melakukan penyimpangan-penyimpangan tersebut tidak hanya dalam wilayah dimana dia tinggal melainkan mereka juga sekaranga banyak yang melanggar hukum dan perilaku yang seharusnya tidak dilakukan di luar negara yang mengatur hukum itu sendiri dalam hal ini indonesia tentu saja hal seperti itu menimbulkan kerugian bagi hubungan diplomatik negara dengan negara lain. Lantas apa bisa mereka di jerat dengan hukum yang berlaku di negaranya sedangkan mereka melakukannya di luar batas negara indonesia dan semisal bisa lantas hukuman apa yang akan di dapatkan para pelanggar hukum tersebut






BAB III
PEMBAHASAN


Sebelum membahas tentang masalah utama yang terjadi di era global sebagaimana di atas telah di sebutkan kita terlebih dulu harus tau apa hukum pidana itu sendiri apa sumber sumber-sumber dari hukum pidana itu sendiri apa saja asas-asas yang berlaku pada hukum pidana Hukum Pidana adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan apa yang dilarang dan termasuk ke dalam tindak pidana, serta menentukan hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya.
Menurut Prof. Moeljatno, S.H. Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk
Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.
Sumber Hukum Pidana dapat dibedakan atas sumber hukum tertulis dan sumber hukum yang tidak tertulis. Di Indonesia sendiri, kita belum memiliki Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Nasional, sehingga masih diberlakukan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana warisan dari pemerintah kolonial Hindia Belanda. Adapun sistematika Kitab Undang-Undang Hukum Pidana antara lain :
Buku I Tentang Ketentuan Umum (Pasal 1-103).
Buku II Tentang Kejahatan (Pasal 104-488).
Buku III Tentang Pelanggaran (Pasal 489-569).
Dan juga ada beberapa Undang-undang yang mengatur tindak pidana khusus yang dibuat setelah kemerdekaan antara lain:
UU No. 8 Drt Tahun 1955 Tentang tindak Pidana Imigrasi.
UU No. 9 Tahun 1967 Tentang Norkoba.
UU No. 16 Tahun Tahun 2003 Tentang Anti Terorisme. dll
Ketentuan-ketentuan Hukum Pidana, selain termuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana maupun UU Khusus, juga terdapat dalam berbagai Peraturan Perundang-Undangan lainnya, seperti UU. No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, UU No. 9 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta dan sebagainya
Asas-Asas Hukum Pidana Antara lain Ialah:
Asas Legalitas, tidak ada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam Peraturan Perundang-Undangan yang telah ada sebelum perbuatan itu dilakukan (Pasal 1 Ayat (1) KUHP).[butuh rujukan] Jika sesudah perbuatan dilakukan ada perubahan dalam Peraturan Perundang-Undangan, maka yang dipakai adalah aturan yang paling ringan sanksinya bagi terdakwa (Pasal 1 Ayat (2) KUHP)
Asas Tiada Pidana Tanpa Kesalahan, Untuk menjatuhkan pidana kepada orang yang telah melakukan tindak pidana, harus dilakukan bilamana ada unsur kesalahan pada diri orang tersebut.

Asas teritorial, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku atas semua peristiwa pidana yang terjadi di daerah yang menjadi wilayah teritorial Negara Kesatuan Republik Indonesia, termasuk pula kapal berbendera Indonesia, pesawat terbang Indonesia, dan gedung kedutaan dan konsul Indonesia di negara asing (pasal 2 KUHP).
Asas nasionalitas aktif, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi semua WNI yang melakukan tindak pidana di mana pun ia berada (pasal 5 KUHP).
Asas nasionalitas pasif, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi semua tindak pidana yang merugikan kepentingan negara (pasal 4 KUHP).
Berkaitan dengan permasalahan yang telah di sebutkan di atas bahwa pada era global banyak pelanggar hukum yang melanggar hukum di luar wilayah Indonesia jadi apakah mereka dapat di jerat dengan hukum dan apa sanksi yang pantas bagi mereka berdasarkan asas nasional aktif.
Sebagai warga negara yang tunduk pada aturan hukum yang berlaku, sudah  tentu setiap melakukan tindakan yang melawan hukum akan dikenakan sanksi sesuai dengan perbuatan yang dilakukan. Tidak menjadi masalah dimanapun kita berada, karena sekalipun kita berada di luar wilayah negara Indonesia hukum pidana Indonesia tetap berlaku.
KUHP (Kitab Undang – Undang Hukum Pidana) mengatur mengenai kejahatan dan pelanggaran terhadap kepentingan individu dan umum. Di dalam KUHP inilah terkandung asas personal yang bertitik tolak pada orang yang melakukan perbuatan pidana. Di dalam KUHP pasal 5 ayat (1) menentukan sejumlah pasal yang  jika dilakukan oleh orang Indonesia di luar negeri maka diberlakukan hukum pidana Indonesia.

Tetapi memang tidak semua perbuatan pidana yang dilakukan oleh WNI dapat diadili di negara Indonesia karena bisa saja terjadi double criminality, yang menyatakan tindak pidana yang dilakukan oleh WNI ini juga merupakan tindak pidana di negara tempat ia melakukan tindak pidana itu. Sehingga WNI dapat diadili dan di eksekusi di negara tempat ia melakukan perbuatan pidana tersebut, walaupu begitu Negara Indonesia tetap mempunyai kewajiban untuk membela warga negaranya.
Sebagaimana yang telah diuraikan di atas, bahwa asas personal ini berlaku hanya untuk kejahatan – kejahatan tertentu saja artinya tidak semua ketentuan pidana dalam perundang – undangan Indonesia berlaku terhadap warga negara Indonesia ketika warga negara itu sedang berada di luar wilayah negara Indonesia, melainkan pada ketentuan perundang – undangan pidana tertentu dan atau dengan syarat – syarat tertentu.
Ketentuan pidana tertentu ialah ketentuan pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat (1) sub 1, yakni terhadap semua kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan Bab II Buku II, dan pasal – pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I adalah Mengenai Kejahataan Terhadap Keamanan Negara (104-129), dan Bab II adalah Mengenai Kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden (130-139), dan sebagaimana pasal – pasal yang telah ditentukan yaitu mengenai penghasutan, penyebaran surat – surat yang mengandunng penghasutan, membuat tidak cakap untuk dinas militer, bigami dan perampokan. Pengaturan asas personal ini untuk lebih jelasnya dapat kita lihat dalam pasal 5 s.d 8 KUHP, tetapi pasal – pasal tersebut dibatasi oleh pasal 9 KUHP yaitu oleh pengecualian – pengecualian yang diakui dalam hukum internasional. Mengenai hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap seseorang yang telah bersalah melanggar ketentuan-ketentuan dalam undang-undang hukum pidana, dalam Pasal 10 KUHP ditentukan macam-macam hukuman yang dapat dijatuhkan, yaitu sebagai berikut:
Hukuman-Hukuman Pokok
Hukuman mati, tentang hukuman mati ini terdapat negara-negara yang telah menghapuskan bentuknya hukuman ini, seperti Belanda, tetapi di Indonesia sendiri hukuman mati ini kadang masih diberlakukan untuk beberapa hukuman walaupun masih banyaknya pro-kontra terhadap hukuman ini.
Hukuman penjara, hukuman penjara sendiri dibedakan ke dalam hukuman penjara seumur hidup dan penjara sementara. Hukuman penjara sementara minimal 1 tahun dan maksimal 20 tahun. Terpidana wajib tinggal dalam penjara selama masa hukuman dan wajib melakukan pekerjaan yang ada di dalam maupun di luar penjara dan terpidana tidak mempunyai Hak Vistol.
Hukuman kurungan, hukuman ini kondisinya tidak seberat hukuman penjara dan dijatuhkan karena kejahatan-kejahatan ringan atau pelanggaran.[butuh rujukan] Biasanyapterhukum dapat memilih antara hukuman kurungan atau hukuman denda.[butuh rujukan] Bedanya hukuman kurungan dengan hukuman penjara adalah pada hukuman kurungan terpidana tidak dapat ditahan di luar tempat daerah tinggalnya kalau ia tidak mau sedangkan pada hukuman penjara dapat dipenjarakan di mana saja, pekerjaan paksa yang dibebankan kepada terpidana penjara lebih berat dibandingkan dengan pekerjaan yang harus dilakukan oleh terpidana kurungan dan terpidana kurungan mempunyai Hak Vistol (hak untuk memperbaiki nasib) sedangkan pada hukuman penjara tidak demikian.
Hukuman denda, Dalam hal ini terpidana boleh memilih sendiri antara denda dengan kurungan. Maksimum kurungan pengganti denda adalah 6 Bulan.
Hukuman tutupan, hukuman ini dijatuhkan berdasarkan alasan-alasan politik terhadap orang-orang yang telah melakukan kejahatan yang diancam dengan hukuman penjara oleh KUHP.
Hukuman Tambahan Hukuman tambahan tidak dapat dijatuhkan secara tersendiri melainkan harus disertakan pada hukuman pokok, hukuman tambahan tersebut antara lain:
Pencabutan hak-hak tertentu.
Penyitaan barang-barang tertentu
Pengumuman keputusan hakim
Namun kembali pada persoalan di atas mengenai warga Negara Indonesia yang melanggar hokum di luar wilayah Indonesia terdapat pengucualian Ketentuan pidana tertentu ialah ketentuan pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat (1) sub 1, yakni terhadap semua kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan Bab II Buku II, dan pasal – pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I adalah Mengenai Kejahataan Terhadap Keamanan Negara (104-129), dan Bab II adalah Mengenai Kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden (130-139), dan sebagaimana pasal – pasal yang telah ditentukan yaitu mengenai penghasutan, penyebaran surat – surat yang mengandunng penghasutan, membuat tidak cakap untuk dinas militer, bigami dan perampokan. Pengaturan asas personal ini untuk lebih jelasnya dapat kita lihat dalam pasal 5 s.d 8 KUHP, tetapi pasal – pasal tersebut dibatasi oleh pasal 9 KUHP yaitu oleh pengecualian – pengecualian yang diakui dalam hukum internasional. Contoh dari pelanggaran hokum pidana di luar negeri contoh sebuah kasus yang berkaitan dengan penerapan asas personal ini. contoh kasus yang akan saya angkat dalam makalah ini salah satunya adalah mengenai kejahatan pembunuhan yang dilakukan oleh WNI di negera Mesir, dalam kasus ini negara Indonesia bisa saja mengadili warga
negaranya di Indonesia namun ternyata hal ini tidak dapat dilakukan, faktanya bahwa kejahatan mengenai pembunuhan ini juga diatur tegas di negara tempat WNI itu melakukan tindak pidana  (Mesir), maka kasus ini dikembalikan kepada hukum internasional yang mengatur mengenai hukum pidana kemudian dilihat juga ada atau tidaknya perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Mesir, sehingga dapat diketahui akhirnya bahwa kewenangan menerapakan yuridiksi ada pada Mesir sebagai negaralocus delicti. Selain itu Mesirpun memiliki asas territorial (berkaitan dengan locus delicti) yang memperkokoh yuridiksi atas kasus pembunuhan oleh WNI  tersebut.
Mengenai kasus pembunuhan tersebut penerapan asas personal ini mengalami kendala – kendala karena ada banyak faktor yang menguatkan yuridiksi hukum Mesir, diantaranya adalah karena Mesir juga memiliki batas berlakunya hukum pidana menurut tempat (locus delicti) dalam hal ini asas personal seperti halnya Indonesia, kemudian tidak adanya perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Mesir sehingga negara Indonesia tidak dapat meminta penyelesaian kasus di negaranya.
Jadi, KUHP Indonesia yang di dalamnya terkandung asas personal ini dapat diterapkan dalam praktek bagi WNI yang berada di luar wilayah Negara Indonesia, selama memang perbuatan pidana/tindak pidana yang dilakukan adalah sesuai dengan apa yang di cantumkan dalam Bab I dan II Buku II dan beberapa pasal dalam pasal 5 ayat (1) ke-1 yang telah disebutkan di atas. Di sini tidak dipersoalkan apakah tindak pidana tersebut dianggap sebagai kejahatan menurut hukum pidana negara tempat orang Indonesia itu berada. Karena dianggap membahayakan kepentingan negara Indonesia,

maka sejumlah pasal dalam Pasal 5 ayat (1) ke-1 tetap dapat diberlakukan hukum pidana Indonesia. Namun beberapa pasal lain mengenai kejahatan bisa saja diberlakukan asas personal, yang dapat dialihkan penyelesaian kasusnya di negara Indonesia kalau memang sudah ada perjanjian ekstradisi antar dua negara yang bersangkuta.
Semisal masalah tersebut di menangkan oleh Indonesia untuk menyelesaikan hukuman bagi sang pelaku maka hokum yang pantai adalah tindak pidana kejahatan terhadap nyawa orang lain yang mana telah di atur pada
 Pasal 338
Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 339
Pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu perbuatan pidana, yang dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya, atau untuk melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana dalam hal tertangkap tangan, ataupun untuk memastikan penguasaan barang yang diperolehnya secara melawan hukum, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.
Pasal 340
Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana rnati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.

Pasal 341
Seorang ibu yang karena takut akan ketahuan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya, diancam karena membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 342
Seorang ibu yang untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut akan ketahuan bahwa ia akan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian merampas nyawa anaknya, diancam karena melakukan pembunuhan anak sendiri dengan rencana, dengan pidana penjara paling lama semhi- lan tahun.
Pasal 343
Kejahatan yang diterangkan dalam pasal 341 dan 342 dipandang bagi orang lain yang turut serta melakukan, sebagai pembunuhan atau pembunuhan anak dengan rencana.
Pasal 344
Barang siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
Pasal 345
Barang siapa sengaja mendorong orang lain untuk bunuh diri, menolongnya dalam perbuatan itu atau memberi sarana kepadanya untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun kalau orang itu jadi bunuh diri.
Pasal 346 Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

Pasal 347
(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 348
(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 349
Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.




Pasal 350
Dalam hal pemidanaan karena pembunuhan, karena pembunuhan dengan rencana, atau karena salah satu kejahatan berdasarkan Pasal 344, 347 dan 348, dapat dijatuhkan pencabutan hak berdasarkan pasal 35 No. 1- 5.
Jadi berdasarakan KUHP kejadian pembunuhan tersebut dapat di jerat dengan Pasal 338Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama Lima belas tahun.
















BAB III
KESIMPULAN
Dapat kita ambil kesimpulan bahwa setiap warga Negara Indonesia yang melakukan tindak pidana baik di  dalam wilayah Indonesia sendiri ataupun tidak dapat dijerat dengan hukuman pidana sesuai dengan KUHP pasal 5 namun berlaku hanya untuk kejahatan – kejahatan tertentu saja artinya tidak semua ketentuan pidana dalam perundang – undangan Indonesia berlaku terhadap warga negara Indonesia ketika warga negara itu sedang berada di luar wilayah negara Indonesia, melainkan pada ketentuan perundang – undangan pidana tertentu dan atau dengan syarat – syarat tertentu.
Ketentuan pidana tertentu ialah ketentuan pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat (1) sub 1, yakni terhadap semua kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan Bab II Buku II, dan pasal – pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I adalah Mengenai Kejahataan Terhadap Keamanan Negara (104-129), dan Bab II adalah Mengenai Kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden (130-139), dan sebagaimana pasal – pasal yang telah ditentukan yaitu mengenai penghasutan, penyebaran surat – surat yang mengandunng penghasutan, membuat tidak cakap untuk dinas militer, bigami dan perampokan. Pengaturan asas personal ini untuk lebih jelasnya dapat kita lihat dalam pasal 5 s.d 8 KUHP, tetapi pasal – pasal tersebut dibatasi oleh pasal 9 KUHP yaitu oleh pengecualian – pengecualian yang diakui dalam hukum internasional.



TUGAS MALAKAH HUKUM PIDANA
“PENEGAKAN HUKUM PIDANA INDONESIA BERDASARKAN ASAS NASIONALITAS AKTIF”












DISUSUN OLEH:
INDRA KURNIAWAN
(2015115002/SORE K)







UNIVERSITAS MADURA
Kata pengantar
Puji syukur saya ucapkan pada Pemilik Seluruh Kerajaan Semesta yang telah melimpahkan nikmat-Nya kepada kita semua. Sholawat dan salam selalu tercurahkan pada teladan kita, Rasulullah SAW.
Dalam proses penyusunan makalah . banyak bantuan dari berbagai pihak . karena itu saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : kedua orang tua yang telah memberi dukungan serta kepercayaan dari sanalah proses penyusunan makalah ini dapat terselesaikan
Menyadari banyaknya kekurangan dalam penyusunan makalah in karena itu sayan sangat mengharap adanya kritik dan saran untuk melngkapi segala bentuk kekurangan yang ada









                                                                                               Pamekasan 11 April 2016


Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

Hukum Pidana adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan apa yang dilarang dan termasuk ke dalam tindak pidana, serta menentukan hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya.
Menurut Prof. Moeljatno, S.H. Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk
Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.
Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.
Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.
Sedangkan menurut Sudarsono, pada prinsipnya Hukum Pidana adalah yang mengatur tentang kejahatan dan pelanggaran terhadap kepentingan umum dan perbuatan tersebut diancam dengan pidana yang merupakan suatu penderitaan.
Dengan demikian hukum pidana bukanlah mengadakan norma hukum sendiri, melainkan sudah terletak pada norma lain dan sanksi pidana. Diadakan untuk menguatkan ditaatinya norma-norma lain tersebut, misalnya norma agama dan kesusilaan.


BAB II
PERMASALAHAN


Hukum pidana merupakan gejala sosial budaya yang berfungsi untuk menerapkan kaidah-kaidah dan pola-pola perilaku terhadap individu dalam masyarakat. Apabila hukum yang berlaku di dalam masyarakat tidak sesuai dengan kebutuhan serta kepentingan umum maka ia akan mencoba mencari jalan untuk menyimpang. Segala bentuk tingkah laku yang meyimpang yang mengangngu serta merugikan dalam kehidupan masyarakat tersebut dapat diartikan sebagai perilaku jahat. Hukum menetapkan apa yang harus di lakukan dan tidak dilakukan. Sejak orde baru masalah stabilitas nasional termasuk dalam penegekan hukum itu sendiri menjadi komponen utama dalam masalah pembangunan dan kemajuan suatu bangsa banyaknya tindak kejahatan tentu saja menimbulkan banyak kerugian bagi negara indonesia itu sendiri baik dalam sektor ekonomi dan sosial budaya . Namun seiring perkembangan zaman di era global ini banyak dari individu-individu melakukan penyimpangan-penyimpangan tersebut tidak hanya dalam wilayah dimana dia tinggal melainkan mereka juga sekaranga banyak yang melanggar hukum dan perilaku yang seharusnya tidak dilakukan di luar negara yang mengatur hukum itu sendiri dalam hal ini indonesia tentu saja hal seperti itu menimbulkan kerugian bagi hubungan diplomatik negara dengan negara lain. Lantas apa bisa mereka di jerat dengan hukum yang berlaku di negaranya sedangkan mereka melakukannya di luar batas negara indonesia dan semisal bisa lantas hukuman apa yang akan di dapatkan para pelanggar hukum tersebut






BAB III
PEMBAHASAN


Sebelum membahas tentang masalah utama yang terjadi di era global sebagaimana di atas telah di sebutkan kita terlebih dulu harus tau apa hukum pidana itu sendiri apa sumber sumber-sumber dari hukum pidana itu sendiri apa saja asas-asas yang berlaku pada hukum pidana Hukum Pidana adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan apa yang dilarang dan termasuk ke dalam tindak pidana, serta menentukan hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya.
Menurut Prof. Moeljatno, S.H. Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk
Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.
Sumber Hukum Pidana dapat dibedakan atas sumber hukum tertulis dan sumber hukum yang tidak tertulis. Di Indonesia sendiri, kita belum memiliki Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Nasional, sehingga masih diberlakukan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana warisan dari pemerintah kolonial Hindia Belanda. Adapun sistematika Kitab Undang-Undang Hukum Pidana antara lain :
Buku I Tentang Ketentuan Umum (Pasal 1-103).
Buku II Tentang Kejahatan (Pasal 104-488).
Buku III Tentang Pelanggaran (Pasal 489-569).
Dan juga ada beberapa Undang-undang yang mengatur tindak pidana khusus yang dibuat setelah kemerdekaan antara lain:
UU No. 8 Drt Tahun 1955 Tentang tindak Pidana Imigrasi.
UU No. 9 Tahun 1967 Tentang Norkoba.
UU No. 16 Tahun Tahun 2003 Tentang Anti Terorisme. dll
Ketentuan-ketentuan Hukum Pidana, selain termuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana maupun UU Khusus, juga terdapat dalam berbagai Peraturan Perundang-Undangan lainnya, seperti UU. No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, UU No. 9 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta dan sebagainya
Asas-Asas Hukum Pidana Antara lain Ialah:
Asas Legalitas, tidak ada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam Peraturan Perundang-Undangan yang telah ada sebelum perbuatan itu dilakukan (Pasal 1 Ayat (1) KUHP).[butuh rujukan] Jika sesudah perbuatan dilakukan ada perubahan dalam Peraturan Perundang-Undangan, maka yang dipakai adalah aturan yang paling ringan sanksinya bagi terdakwa (Pasal 1 Ayat (2) KUHP)
Asas Tiada Pidana Tanpa Kesalahan, Untuk menjatuhkan pidana kepada orang yang telah melakukan tindak pidana, harus dilakukan bilamana ada unsur kesalahan pada diri orang tersebut.

Asas teritorial, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku atas semua peristiwa pidana yang terjadi di daerah yang menjadi wilayah teritorial Negara Kesatuan Republik Indonesia, termasuk pula kapal berbendera Indonesia, pesawat terbang Indonesia, dan gedung kedutaan dan konsul Indonesia di negara asing (pasal 2 KUHP).
Asas nasionalitas aktif, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi semua WNI yang melakukan tindak pidana di mana pun ia berada (pasal 5 KUHP).
Asas nasionalitas pasif, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi semua tindak pidana yang merugikan kepentingan negara (pasal 4 KUHP).
Berkaitan dengan permasalahan yang telah di sebutkan di atas bahwa pada era global banyak pelanggar hukum yang melanggar hukum di luar wilayah Indonesia jadi apakah mereka dapat di jerat dengan hukum dan apa sanksi yang pantas bagi mereka berdasarkan asas nasional aktif.
Sebagai warga negara yang tunduk pada aturan hukum yang berlaku, sudah  tentu setiap melakukan tindakan yang melawan hukum akan dikenakan sanksi sesuai dengan perbuatan yang dilakukan. Tidak menjadi masalah dimanapun kita berada, karena sekalipun kita berada di luar wilayah negara Indonesia hukum pidana Indonesia tetap berlaku.
KUHP (Kitab Undang – Undang Hukum Pidana) mengatur mengenai kejahatan dan pelanggaran terhadap kepentingan individu dan umum. Di dalam KUHP inilah terkandung asas personal yang bertitik tolak pada orang yang melakukan perbuatan pidana. Di dalam KUHP pasal 5 ayat (1) menentukan sejumlah pasal yang  jika dilakukan oleh orang Indonesia di luar negeri maka diberlakukan hukum pidana Indonesia.

Tetapi memang tidak semua perbuatan pidana yang dilakukan oleh WNI dapat diadili di negara Indonesia karena bisa saja terjadi double criminality, yang menyatakan tindak pidana yang dilakukan oleh WNI ini juga merupakan tindak pidana di negara tempat ia melakukan tindak pidana itu. Sehingga WNI dapat diadili dan di eksekusi di negara tempat ia melakukan perbuatan pidana tersebut, walaupu begitu Negara Indonesia tetap mempunyai kewajiban untuk membela warga negaranya.
Sebagaimana yang telah diuraikan di atas, bahwa asas personal ini berlaku hanya untuk kejahatan – kejahatan tertentu saja artinya tidak semua ketentuan pidana dalam perundang – undangan Indonesia berlaku terhadap warga negara Indonesia ketika warga negara itu sedang berada di luar wilayah negara Indonesia, melainkan pada ketentuan perundang – undangan pidana tertentu dan atau dengan syarat – syarat tertentu.
Ketentuan pidana tertentu ialah ketentuan pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat (1) sub 1, yakni terhadap semua kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan Bab II Buku II, dan pasal – pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I adalah Mengenai Kejahataan Terhadap Keamanan Negara (104-129), dan Bab II adalah Mengenai Kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden (130-139), dan sebagaimana pasal – pasal yang telah ditentukan yaitu mengenai penghasutan, penyebaran surat – surat yang mengandunng penghasutan, membuat tidak cakap untuk dinas militer, bigami dan perampokan. Pengaturan asas personal ini untuk lebih jelasnya dapat kita lihat dalam pasal 5 s.d 8 KUHP, tetapi pasal – pasal tersebut dibatasi oleh pasal 9 KUHP yaitu oleh pengecualian – pengecualian yang diakui dalam hukum internasional. Mengenai hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap seseorang yang telah bersalah melanggar ketentuan-ketentuan dalam undang-undang hukum pidana, dalam Pasal 10 KUHP ditentukan macam-macam hukuman yang dapat dijatuhkan, yaitu sebagai berikut:
Hukuman-Hukuman Pokok
Hukuman mati, tentang hukuman mati ini terdapat negara-negara yang telah menghapuskan bentuknya hukuman ini, seperti Belanda, tetapi di Indonesia sendiri hukuman mati ini kadang masih diberlakukan untuk beberapa hukuman walaupun masih banyaknya pro-kontra terhadap hukuman ini.
Hukuman penjara, hukuman penjara sendiri dibedakan ke dalam hukuman penjara seumur hidup dan penjara sementara. Hukuman penjara sementara minimal 1 tahun dan maksimal 20 tahun. Terpidana wajib tinggal dalam penjara selama masa hukuman dan wajib melakukan pekerjaan yang ada di dalam maupun di luar penjara dan terpidana tidak mempunyai Hak Vistol.
Hukuman kurungan, hukuman ini kondisinya tidak seberat hukuman penjara dan dijatuhkan karena kejahatan-kejahatan ringan atau pelanggaran.[butuh rujukan] Biasanyapterhukum dapat memilih antara hukuman kurungan atau hukuman denda.[butuh rujukan] Bedanya hukuman kurungan dengan hukuman penjara adalah pada hukuman kurungan terpidana tidak dapat ditahan di luar tempat daerah tinggalnya kalau ia tidak mau sedangkan pada hukuman penjara dapat dipenjarakan di mana saja, pekerjaan paksa yang dibebankan kepada terpidana penjara lebih berat dibandingkan dengan pekerjaan yang harus dilakukan oleh terpidana kurungan dan terpidana kurungan mempunyai Hak Vistol (hak untuk memperbaiki nasib) sedangkan pada hukuman penjara tidak demikian.
Hukuman denda, Dalam hal ini terpidana boleh memilih sendiri antara denda dengan kurungan. Maksimum kurungan pengganti denda adalah 6 Bulan.
Hukuman tutupan, hukuman ini dijatuhkan berdasarkan alasan-alasan politik terhadap orang-orang yang telah melakukan kejahatan yang diancam dengan hukuman penjara oleh KUHP.
Hukuman Tambahan Hukuman tambahan tidak dapat dijatuhkan secara tersendiri melainkan harus disertakan pada hukuman pokok, hukuman tambahan tersebut antara lain:
Pencabutan hak-hak tertentu.
Penyitaan barang-barang tertentu
Pengumuman keputusan hakim
Namun kembali pada persoalan di atas mengenai warga Negara Indonesia yang melanggar hokum di luar wilayah Indonesia terdapat pengucualian Ketentuan pidana tertentu ialah ketentuan pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat (1) sub 1, yakni terhadap semua kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan Bab II Buku II, dan pasal – pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I adalah Mengenai Kejahataan Terhadap Keamanan Negara (104-129), dan Bab II adalah Mengenai Kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden (130-139), dan sebagaimana pasal – pasal yang telah ditentukan yaitu mengenai penghasutan, penyebaran surat – surat yang mengandunng penghasutan, membuat tidak cakap untuk dinas militer, bigami dan perampokan. Pengaturan asas personal ini untuk lebih jelasnya dapat kita lihat dalam pasal 5 s.d 8 KUHP, tetapi pasal – pasal tersebut dibatasi oleh pasal 9 KUHP yaitu oleh pengecualian – pengecualian yang diakui dalam hukum internasional. Contoh dari pelanggaran hokum pidana di luar negeri contoh sebuah kasus yang berkaitan dengan penerapan asas personal ini. contoh kasus yang akan saya angkat dalam makalah ini salah satunya adalah mengenai kejahatan pembunuhan yang dilakukan oleh WNI di negera Mesir, dalam kasus ini negara Indonesia bisa saja mengadili warga
negaranya di Indonesia namun ternyata hal ini tidak dapat dilakukan, faktanya bahwa kejahatan mengenai pembunuhan ini juga diatur tegas di negara tempat WNI itu melakukan tindak pidana  (Mesir), maka kasus ini dikembalikan kepada hukum internasional yang mengatur mengenai hukum pidana kemudian dilihat juga ada atau tidaknya perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Mesir, sehingga dapat diketahui akhirnya bahwa kewenangan menerapakan yuridiksi ada pada Mesir sebagai negaralocus delicti. Selain itu Mesirpun memiliki asas territorial (berkaitan dengan locus delicti) yang memperkokoh yuridiksi atas kasus pembunuhan oleh WNI  tersebut.
Mengenai kasus pembunuhan tersebut penerapan asas personal ini mengalami kendala – kendala karena ada banyak faktor yang menguatkan yuridiksi hukum Mesir, diantaranya adalah karena Mesir juga memiliki batas berlakunya hukum pidana menurut tempat (locus delicti) dalam hal ini asas personal seperti halnya Indonesia, kemudian tidak adanya perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Mesir sehingga negara Indonesia tidak dapat meminta penyelesaian kasus di negaranya.
Jadi, KUHP Indonesia yang di dalamnya terkandung asas personal ini dapat diterapkan dalam praktek bagi WNI yang berada di luar wilayah Negara Indonesia, selama memang perbuatan pidana/tindak pidana yang dilakukan adalah sesuai dengan apa yang di cantumkan dalam Bab I dan II Buku II dan beberapa pasal dalam pasal 5 ayat (1) ke-1 yang telah disebutkan di atas. Di sini tidak dipersoalkan apakah tindak pidana tersebut dianggap sebagai kejahatan menurut hukum pidana negara tempat orang Indonesia itu berada. Karena dianggap membahayakan kepentingan negara Indonesia,

maka sejumlah pasal dalam Pasal 5 ayat (1) ke-1 tetap dapat diberlakukan hukum pidana Indonesia. Namun beberapa pasal lain mengenai kejahatan bisa saja diberlakukan asas personal, yang dapat dialihkan penyelesaian kasusnya di negara Indonesia kalau memang sudah ada perjanjian ekstradisi antar dua negara yang bersangkuta.
Semisal masalah tersebut di menangkan oleh Indonesia untuk menyelesaikan hukuman bagi sang pelaku maka hokum yang pantai adalah tindak pidana kejahatan terhadap nyawa orang lain yang mana telah di atur pada
 Pasal 338
Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 339
Pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu perbuatan pidana, yang dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya, atau untuk melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana dalam hal tertangkap tangan, ataupun untuk memastikan penguasaan barang yang diperolehnya secara melawan hukum, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.
Pasal 340
Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana rnati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.

Pasal 341
Seorang ibu yang karena takut akan ketahuan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya, diancam karena membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 342
Seorang ibu yang untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut akan ketahuan bahwa ia akan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian merampas nyawa anaknya, diancam karena melakukan pembunuhan anak sendiri dengan rencana, dengan pidana penjara paling lama semhi- lan tahun.
Pasal 343
Kejahatan yang diterangkan dalam pasal 341 dan 342 dipandang bagi orang lain yang turut serta melakukan, sebagai pembunuhan atau pembunuhan anak dengan rencana.
Pasal 344
Barang siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
Pasal 345
Barang siapa sengaja mendorong orang lain untuk bunuh diri, menolongnya dalam perbuatan itu atau memberi sarana kepadanya untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun kalau orang itu jadi bunuh diri.
Pasal 346 Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

Pasal 347
(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 348
(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 349
Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.




Pasal 350
Dalam hal pemidanaan karena pembunuhan, karena pembunuhan dengan rencana, atau karena salah satu kejahatan berdasarkan Pasal 344, 347 dan 348, dapat dijatuhkan pencabutan hak berdasarkan pasal 35 No. 1- 5.
Jadi berdasarakan KUHP kejadian pembunuhan tersebut dapat di jerat dengan Pasal 338Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama Lima belas tahun.
















BAB III
KESIMPULAN
Dapat kita ambil kesimpulan bahwa setiap warga Negara Indonesia yang melakukan tindak pidana baik di  dalam wilayah Indonesia sendiri ataupun tidak dapat dijerat dengan hukuman pidana sesuai dengan KUHP pasal 5 namun berlaku hanya untuk kejahatan – kejahatan tertentu saja artinya tidak semua ketentuan pidana dalam perundang – undangan Indonesia berlaku terhadap warga negara Indonesia ketika warga negara itu sedang berada di luar wilayah negara Indonesia, melainkan pada ketentuan perundang – undangan pidana tertentu dan atau dengan syarat – syarat tertentu.
Ketentuan pidana tertentu ialah ketentuan pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat (1) sub 1, yakni terhadap semua kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan Bab II Buku II, dan pasal – pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I adalah Mengenai Kejahataan Terhadap Keamanan Negara (104-129), dan Bab II adalah Mengenai Kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden (130-139), dan sebagaimana pasal – pasal yang telah ditentukan yaitu mengenai penghasutan, penyebaran surat – surat yang mengandunng penghasutan, membuat tidak cakap untuk dinas militer, bigami dan perampokan. Pengaturan asas personal ini untuk lebih jelasnya dapat kita lihat dalam pasal 5 s.d 8 KUHP, tetapi pasal – pasal tersebut dibatasi oleh pasal 9 KUHP yaitu oleh pengecualian – pengecualian yang diakui dalam hukum internasional.



TUGAS MALAKAH HUKUM PIDANA
“PENEGAKAN HUKUM PIDANA INDONESIA BERDASARKAN ASAS NASIONALITAS AKTIF”












DISUSUN OLEH:
INDRA KURNIAWAN
(2015115002/SORE K)







UNIVERSITAS MADURA
Kata pengantar
Puji syukur saya ucapkan pada Pemilik Seluruh Kerajaan Semesta yang telah melimpahkan nikmat-Nya kepada kita semua. Sholawat dan salam selalu tercurahkan pada teladan kita, Rasulullah SAW.
Dalam proses penyusunan makalah . banyak bantuan dari berbagai pihak . karena itu saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : kedua orang tua yang telah memberi dukungan serta kepercayaan dari sanalah proses penyusunan makalah ini dapat terselesaikan
Menyadari banyaknya kekurangan dalam penyusunan makalah in karena itu sayan sangat mengharap adanya kritik dan saran untuk melngkapi segala bentuk kekurangan yang ada









                                                                                               Pamekasan 11 April 2016


Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

Hukum Pidana adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan apa yang dilarang dan termasuk ke dalam tindak pidana, serta menentukan hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya.
Menurut Prof. Moeljatno, S.H. Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk
Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.
Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.
Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.
Sedangkan menurut Sudarsono, pada prinsipnya Hukum Pidana adalah yang mengatur tentang kejahatan dan pelanggaran terhadap kepentingan umum dan perbuatan tersebut diancam dengan pidana yang merupakan suatu penderitaan.
Dengan demikian hukum pidana bukanlah mengadakan norma hukum sendiri, melainkan sudah terletak pada norma lain dan sanksi pidana. Diadakan untuk menguatkan ditaatinya norma-norma lain tersebut, misalnya norma agama dan kesusilaan.


BAB II
PERMASALAHAN


Hukum pidana merupakan gejala sosial budaya yang berfungsi untuk menerapkan kaidah-kaidah dan pola-pola perilaku terhadap individu dalam masyarakat. Apabila hukum yang berlaku di dalam masyarakat tidak sesuai dengan kebutuhan serta kepentingan umum maka ia akan mencoba mencari jalan untuk menyimpang. Segala bentuk tingkah laku yang meyimpang yang mengangngu serta merugikan dalam kehidupan masyarakat tersebut dapat diartikan sebagai perilaku jahat. Hukum menetapkan apa yang harus di lakukan dan tidak dilakukan. Sejak orde baru masalah stabilitas nasional termasuk dalam penegekan hukum itu sendiri menjadi komponen utama dalam masalah pembangunan dan kemajuan suatu bangsa banyaknya tindak kejahatan tentu saja menimbulkan banyak kerugian bagi negara indonesia itu sendiri baik dalam sektor ekonomi dan sosial budaya . Namun seiring perkembangan zaman di era global ini banyak dari individu-individu melakukan penyimpangan-penyimpangan tersebut tidak hanya dalam wilayah dimana dia tinggal melainkan mereka juga sekaranga banyak yang melanggar hukum dan perilaku yang seharusnya tidak dilakukan di luar negara yang mengatur hukum itu sendiri dalam hal ini indonesia tentu saja hal seperti itu menimbulkan kerugian bagi hubungan diplomatik negara dengan negara lain. Lantas apa bisa mereka di jerat dengan hukum yang berlaku di negaranya sedangkan mereka melakukannya di luar batas negara indonesia dan semisal bisa lantas hukuman apa yang akan di dapatkan para pelanggar hukum tersebut






BAB III
PEMBAHASAN


Sebelum membahas tentang masalah utama yang terjadi di era global sebagaimana di atas telah di sebutkan kita terlebih dulu harus tau apa hukum pidana itu sendiri apa sumber sumber-sumber dari hukum pidana itu sendiri apa saja asas-asas yang berlaku pada hukum pidana Hukum Pidana adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan apa yang dilarang dan termasuk ke dalam tindak pidana, serta menentukan hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya.
Menurut Prof. Moeljatno, S.H. Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk
Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.
Sumber Hukum Pidana dapat dibedakan atas sumber hukum tertulis dan sumber hukum yang tidak tertulis. Di Indonesia sendiri, kita belum memiliki Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Nasional, sehingga masih diberlakukan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana warisan dari pemerintah kolonial Hindia Belanda. Adapun sistematika Kitab Undang-Undang Hukum Pidana antara lain :
Buku I Tentang Ketentuan Umum (Pasal 1-103).
Buku II Tentang Kejahatan (Pasal 104-488).
Buku III Tentang Pelanggaran (Pasal 489-569).
Dan juga ada beberapa Undang-undang yang mengatur tindak pidana khusus yang dibuat setelah kemerdekaan antara lain:
UU No. 8 Drt Tahun 1955 Tentang tindak Pidana Imigrasi.
UU No. 9 Tahun 1967 Tentang Norkoba.
UU No. 16 Tahun Tahun 2003 Tentang Anti Terorisme. dll
Ketentuan-ketentuan Hukum Pidana, selain termuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana maupun UU Khusus, juga terdapat dalam berbagai Peraturan Perundang-Undangan lainnya, seperti UU. No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, UU No. 9 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta dan sebagainya
Asas-Asas Hukum Pidana Antara lain Ialah:
Asas Legalitas, tidak ada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam Peraturan Perundang-Undangan yang telah ada sebelum perbuatan itu dilakukan (Pasal 1 Ayat (1) KUHP).[butuh rujukan] Jika sesudah perbuatan dilakukan ada perubahan dalam Peraturan Perundang-Undangan, maka yang dipakai adalah aturan yang paling ringan sanksinya bagi terdakwa (Pasal 1 Ayat (2) KUHP)
Asas Tiada Pidana Tanpa Kesalahan, Untuk menjatuhkan pidana kepada orang yang telah melakukan tindak pidana, harus dilakukan bilamana ada unsur kesalahan pada diri orang tersebut.

Asas teritorial, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku atas semua peristiwa pidana yang terjadi di daerah yang menjadi wilayah teritorial Negara Kesatuan Republik Indonesia, termasuk pula kapal berbendera Indonesia, pesawat terbang Indonesia, dan gedung kedutaan dan konsul Indonesia di negara asing (pasal 2 KUHP).
Asas nasionalitas aktif, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi semua WNI yang melakukan tindak pidana di mana pun ia berada (pasal 5 KUHP).
Asas nasionalitas pasif, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi semua tindak pidana yang merugikan kepentingan negara (pasal 4 KUHP).
Berkaitan dengan permasalahan yang telah di sebutkan di atas bahwa pada era global banyak pelanggar hukum yang melanggar hukum di luar wilayah Indonesia jadi apakah mereka dapat di jerat dengan hukum dan apa sanksi yang pantas bagi mereka berdasarkan asas nasional aktif.
Sebagai warga negara yang tunduk pada aturan hukum yang berlaku, sudah  tentu setiap melakukan tindakan yang melawan hukum akan dikenakan sanksi sesuai dengan perbuatan yang dilakukan. Tidak menjadi masalah dimanapun kita berada, karena sekalipun kita berada di luar wilayah negara Indonesia hukum pidana Indonesia tetap berlaku.
KUHP (Kitab Undang – Undang Hukum Pidana) mengatur mengenai kejahatan dan pelanggaran terhadap kepentingan individu dan umum. Di dalam KUHP inilah terkandung asas personal yang bertitik tolak pada orang yang melakukan perbuatan pidana. Di dalam KUHP pasal 5 ayat (1) menentukan sejumlah pasal yang  jika dilakukan oleh orang Indonesia di luar negeri maka diberlakukan hukum pidana Indonesia.

Tetapi memang tidak semua perbuatan pidana yang dilakukan oleh WNI dapat diadili di negara Indonesia karena bisa saja terjadi double criminality, yang menyatakan tindak pidana yang dilakukan oleh WNI ini juga merupakan tindak pidana di negara tempat ia melakukan tindak pidana itu. Sehingga WNI dapat diadili dan di eksekusi di negara tempat ia melakukan perbuatan pidana tersebut, walaupu begitu Negara Indonesia tetap mempunyai kewajiban untuk membela warga negaranya.
Sebagaimana yang telah diuraikan di atas, bahwa asas personal ini berlaku hanya untuk kejahatan – kejahatan tertentu saja artinya tidak semua ketentuan pidana dalam perundang – undangan Indonesia berlaku terhadap warga negara Indonesia ketika warga negara itu sedang berada di luar wilayah negara Indonesia, melainkan pada ketentuan perundang – undangan pidana tertentu dan atau dengan syarat – syarat tertentu.
Ketentuan pidana tertentu ialah ketentuan pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat (1) sub 1, yakni terhadap semua kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan Bab II Buku II, dan pasal – pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I adalah Mengenai Kejahataan Terhadap Keamanan Negara (104-129), dan Bab II adalah Mengenai Kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden (130-139), dan sebagaimana pasal – pasal yang telah ditentukan yaitu mengenai penghasutan, penyebaran surat – surat yang mengandunng penghasutan, membuat tidak cakap untuk dinas militer, bigami dan perampokan. Pengaturan asas personal ini untuk lebih jelasnya dapat kita lihat dalam pasal 5 s.d 8 KUHP, tetapi pasal – pasal tersebut dibatasi oleh pasal 9 KUHP yaitu oleh pengecualian – pengecualian yang diakui dalam hukum internasional. Mengenai hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap seseorang yang telah bersalah melanggar ketentuan-ketentuan dalam undang-undang hukum pidana, dalam Pasal 10 KUHP ditentukan macam-macam hukuman yang dapat dijatuhkan, yaitu sebagai berikut:
Hukuman-Hukuman Pokok
Hukuman mati, tentang hukuman mati ini terdapat negara-negara yang telah menghapuskan bentuknya hukuman ini, seperti Belanda, tetapi di Indonesia sendiri hukuman mati ini kadang masih diberlakukan untuk beberapa hukuman walaupun masih banyaknya pro-kontra terhadap hukuman ini.
Hukuman penjara, hukuman penjara sendiri dibedakan ke dalam hukuman penjara seumur hidup dan penjara sementara. Hukuman penjara sementara minimal 1 tahun dan maksimal 20 tahun. Terpidana wajib tinggal dalam penjara selama masa hukuman dan wajib melakukan pekerjaan yang ada di dalam maupun di luar penjara dan terpidana tidak mempunyai Hak Vistol.
Hukuman kurungan, hukuman ini kondisinya tidak seberat hukuman penjara dan dijatuhkan karena kejahatan-kejahatan ringan atau pelanggaran.[butuh rujukan] Biasanyapterhukum dapat memilih antara hukuman kurungan atau hukuman denda.[butuh rujukan] Bedanya hukuman kurungan dengan hukuman penjara adalah pada hukuman kurungan terpidana tidak dapat ditahan di luar tempat daerah tinggalnya kalau ia tidak mau sedangkan pada hukuman penjara dapat dipenjarakan di mana saja, pekerjaan paksa yang dibebankan kepada terpidana penjara lebih berat dibandingkan dengan pekerjaan yang harus dilakukan oleh terpidana kurungan dan terpidana kurungan mempunyai Hak Vistol (hak untuk memperbaiki nasib) sedangkan pada hukuman penjara tidak demikian.
Hukuman denda, Dalam hal ini terpidana boleh memilih sendiri antara denda dengan kurungan. Maksimum kurungan pengganti denda adalah 6 Bulan.
Hukuman tutupan, hukuman ini dijatuhkan berdasarkan alasan-alasan politik terhadap orang-orang yang telah melakukan kejahatan yang diancam dengan hukuman penjara oleh KUHP.
Hukuman Tambahan Hukuman tambahan tidak dapat dijatuhkan secara tersendiri melainkan harus disertakan pada hukuman pokok, hukuman tambahan tersebut antara lain:
Pencabutan hak-hak tertentu.
Penyitaan barang-barang tertentu
Pengumuman keputusan hakim
Namun kembali pada persoalan di atas mengenai warga Negara Indonesia yang melanggar hokum di luar wilayah Indonesia terdapat pengucualian Ketentuan pidana tertentu ialah ketentuan pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat (1) sub 1, yakni terhadap semua kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan Bab II Buku II, dan pasal – pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I adalah Mengenai Kejahataan Terhadap Keamanan Negara (104-129), dan Bab II adalah Mengenai Kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden (130-139), dan sebagaimana pasal – pasal yang telah ditentukan yaitu mengenai penghasutan, penyebaran surat – surat yang mengandunng penghasutan, membuat tidak cakap untuk dinas militer, bigami dan perampokan. Pengaturan asas personal ini untuk lebih jelasnya dapat kita lihat dalam pasal 5 s.d 8 KUHP, tetapi pasal – pasal tersebut dibatasi oleh pasal 9 KUHP yaitu oleh pengecualian – pengecualian yang diakui dalam hukum internasional. Contoh dari pelanggaran hokum pidana di luar negeri contoh sebuah kasus yang berkaitan dengan penerapan asas personal ini. contoh kasus yang akan saya angkat dalam makalah ini salah satunya adalah mengenai kejahatan pembunuhan yang dilakukan oleh WNI di negera Mesir, dalam kasus ini negara Indonesia bisa saja mengadili warga
negaranya di Indonesia namun ternyata hal ini tidak dapat dilakukan, faktanya bahwa kejahatan mengenai pembunuhan ini juga diatur tegas di negara tempat WNI itu melakukan tindak pidana  (Mesir), maka kasus ini dikembalikan kepada hukum internasional yang mengatur mengenai hukum pidana kemudian dilihat juga ada atau tidaknya perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Mesir, sehingga dapat diketahui akhirnya bahwa kewenangan menerapakan yuridiksi ada pada Mesir sebagai negaralocus delicti. Selain itu Mesirpun memiliki asas territorial (berkaitan dengan locus delicti) yang memperkokoh yuridiksi atas kasus pembunuhan oleh WNI  tersebut.
Mengenai kasus pembunuhan tersebut penerapan asas personal ini mengalami kendala – kendala karena ada banyak faktor yang menguatkan yuridiksi hukum Mesir, diantaranya adalah karena Mesir juga memiliki batas berlakunya hukum pidana menurut tempat (locus delicti) dalam hal ini asas personal seperti halnya Indonesia, kemudian tidak adanya perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Mesir sehingga negara Indonesia tidak dapat meminta penyelesaian kasus di negaranya.
Jadi, KUHP Indonesia yang di dalamnya terkandung asas personal ini dapat diterapkan dalam praktek bagi WNI yang berada di luar wilayah Negara Indonesia, selama memang perbuatan pidana/tindak pidana yang dilakukan adalah sesuai dengan apa yang di cantumkan dalam Bab I dan II Buku II dan beberapa pasal dalam pasal 5 ayat (1) ke-1 yang telah disebutkan di atas. Di sini tidak dipersoalkan apakah tindak pidana tersebut dianggap sebagai kejahatan menurut hukum pidana negara tempat orang Indonesia itu berada. Karena dianggap membahayakan kepentingan negara Indonesia,

maka sejumlah pasal dalam Pasal 5 ayat (1) ke-1 tetap dapat diberlakukan hukum pidana Indonesia. Namun beberapa pasal lain mengenai kejahatan bisa saja diberlakukan asas personal, yang dapat dialihkan penyelesaian kasusnya di negara Indonesia kalau memang sudah ada perjanjian ekstradisi antar dua negara yang bersangkuta.
Semisal masalah tersebut di menangkan oleh Indonesia untuk menyelesaikan hukuman bagi sang pelaku maka hokum yang pantai adalah tindak pidana kejahatan terhadap nyawa orang lain yang mana telah di atur pada
 Pasal 338
Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 339
Pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu perbuatan pidana, yang dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya, atau untuk melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana dalam hal tertangkap tangan, ataupun untuk memastikan penguasaan barang yang diperolehnya secara melawan hukum, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.
Pasal 340
Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana rnati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.

Pasal 341
Seorang ibu yang karena takut akan ketahuan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya, diancam karena membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 342
Seorang ibu yang untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut akan ketahuan bahwa ia akan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian merampas nyawa anaknya, diancam karena melakukan pembunuhan anak sendiri dengan rencana, dengan pidana penjara paling lama semhi- lan tahun.
Pasal 343
Kejahatan yang diterangkan dalam pasal 341 dan 342 dipandang bagi orang lain yang turut serta melakukan, sebagai pembunuhan atau pembunuhan anak dengan rencana.
Pasal 344
Barang siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
Pasal 345
Barang siapa sengaja mendorong orang lain untuk bunuh diri, menolongnya dalam perbuatan itu atau memberi sarana kepadanya untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun kalau orang itu jadi bunuh diri.
Pasal 346 Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

Pasal 347
(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 348
(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 349
Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.




Pasal 350
Dalam hal pemidanaan karena pembunuhan, karena pembunuhan dengan rencana, atau karena salah satu kejahatan berdasarkan Pasal 344, 347 dan 348, dapat dijatuhkan pencabutan hak berdasarkan pasal 35 No. 1- 5.
Jadi berdasarakan KUHP kejadian pembunuhan tersebut dapat di jerat dengan Pasal 338Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama Lima belas tahun.
















BAB III
KESIMPULAN
Dapat kita ambil kesimpulan bahwa setiap warga Negara Indonesia yang melakukan tindak pidana baik di  dalam wilayah Indonesia sendiri ataupun tidak dapat dijerat dengan hukuman pidana sesuai dengan KUHP pasal 5 namun berlaku hanya untuk kejahatan – kejahatan tertentu saja artinya tidak semua ketentuan pidana dalam perundang – undangan Indonesia berlaku terhadap warga negara Indonesia ketika warga negara itu sedang berada di luar wilayah negara Indonesia, melainkan pada ketentuan perundang – undangan pidana tertentu dan atau dengan syarat – syarat tertentu.
Ketentuan pidana tertentu ialah ketentuan pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat (1) sub 1, yakni terhadap semua kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan Bab II Buku II, dan pasal – pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I adalah Mengenai Kejahataan Terhadap Keamanan Negara (104-129), dan Bab II adalah Mengenai Kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden (130-139), dan sebagaimana pasal – pasal yang telah ditentukan yaitu mengenai penghasutan, penyebaran surat – surat yang mengandunng penghasutan, membuat tidak cakap untuk dinas militer, bigami dan perampokan. Pengaturan asas personal ini untuk lebih jelasnya dapat kita lihat dalam pasal 5 s.d 8 KUHP, tetapi pasal – pasal tersebut dibatasi oleh pasal 9 KUHP yaitu oleh pengecualian – pengecualian yang diakui dalam hukum internasional.



TUGAS MALAKAH HUKUM PIDANA
“PENEGAKAN HUKUM PIDANA INDONESIA BERDASARKAN ASAS NASIONALITAS AKTIF”












DISUSUN OLEH:
INDRA KURNIAWAN
(2015115002/SORE K)







UNIVERSITAS MADURA
Kata pengantar
Puji syukur saya ucapkan pada Pemilik Seluruh Kerajaan Semesta yang telah melimpahkan nikmat-Nya kepada kita semua. Sholawat dan salam selalu tercurahkan pada teladan kita, Rasulullah SAW.
Dalam proses penyusunan makalah . banyak bantuan dari berbagai pihak . karena itu saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : kedua orang tua yang telah memberi dukungan serta kepercayaan dari sanalah proses penyusunan makalah ini dapat terselesaikan
Menyadari banyaknya kekurangan dalam penyusunan makalah in karena itu sayan sangat mengharap adanya kritik dan saran untuk melngkapi segala bentuk kekurangan yang ada









                                                                                               Pamekasan 11 April 2016


Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

Hukum Pidana adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan apa yang dilarang dan termasuk ke dalam tindak pidana, serta menentukan hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya.
Menurut Prof. Moeljatno, S.H. Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk
Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.
Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.
Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.
Sedangkan menurut Sudarsono, pada prinsipnya Hukum Pidana adalah yang mengatur tentang kejahatan dan pelanggaran terhadap kepentingan umum dan perbuatan tersebut diancam dengan pidana yang merupakan suatu penderitaan.
Dengan demikian hukum pidana bukanlah mengadakan norma hukum sendiri, melainkan sudah terletak pada norma lain dan sanksi pidana. Diadakan untuk menguatkan ditaatinya norma-norma lain tersebut, misalnya norma agama dan kesusilaan.


BAB II
PERMASALAHAN


Hukum pidana merupakan gejala sosial budaya yang berfungsi untuk menerapkan kaidah-kaidah dan pola-pola perilaku terhadap individu dalam masyarakat. Apabila hukum yang berlaku di dalam masyarakat tidak sesuai dengan kebutuhan serta kepentingan umum maka ia akan mencoba mencari jalan untuk menyimpang. Segala bentuk tingkah laku yang meyimpang yang mengangngu serta merugikan dalam kehidupan masyarakat tersebut dapat diartikan sebagai perilaku jahat. Hukum menetapkan apa yang harus di lakukan dan tidak dilakukan. Sejak orde baru masalah stabilitas nasional termasuk dalam penegekan hukum itu sendiri menjadi komponen utama dalam masalah pembangunan dan kemajuan suatu bangsa banyaknya tindak kejahatan tentu saja menimbulkan banyak kerugian bagi negara indonesia itu sendiri baik dalam sektor ekonomi dan sosial budaya . Namun seiring perkembangan zaman di era global ini banyak dari individu-individu melakukan penyimpangan-penyimpangan tersebut tidak hanya dalam wilayah dimana dia tinggal melainkan mereka juga sekaranga banyak yang melanggar hukum dan perilaku yang seharusnya tidak dilakukan di luar negara yang mengatur hukum itu sendiri dalam hal ini indonesia tentu saja hal seperti itu menimbulkan kerugian bagi hubungan diplomatik negara dengan negara lain. Lantas apa bisa mereka di jerat dengan hukum yang berlaku di negaranya sedangkan mereka melakukannya di luar batas negara indonesia dan semisal bisa lantas hukuman apa yang akan di dapatkan para pelanggar hukum tersebut






BAB III
PEMBAHASAN


Sebelum membahas tentang masalah utama yang terjadi di era global sebagaimana di atas telah di sebutkan kita terlebih dulu harus tau apa hukum pidana itu sendiri apa sumber sumber-sumber dari hukum pidana itu sendiri apa saja asas-asas yang berlaku pada hukum pidana Hukum Pidana adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan apa yang dilarang dan termasuk ke dalam tindak pidana, serta menentukan hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya.
Menurut Prof. Moeljatno, S.H. Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk
Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.
Sumber Hukum Pidana dapat dibedakan atas sumber hukum tertulis dan sumber hukum yang tidak tertulis. Di Indonesia sendiri, kita belum memiliki Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Nasional, sehingga masih diberlakukan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana warisan dari pemerintah kolonial Hindia Belanda. Adapun sistematika Kitab Undang-Undang Hukum Pidana antara lain :
Buku I Tentang Ketentuan Umum (Pasal 1-103).
Buku II Tentang Kejahatan (Pasal 104-488).
Buku III Tentang Pelanggaran (Pasal 489-569).
Dan juga ada beberapa Undang-undang yang mengatur tindak pidana khusus yang dibuat setelah kemerdekaan antara lain:
UU No. 8 Drt Tahun 1955 Tentang tindak Pidana Imigrasi.
UU No. 9 Tahun 1967 Tentang Norkoba.
UU No. 16 Tahun Tahun 2003 Tentang Anti Terorisme. dll
Ketentuan-ketentuan Hukum Pidana, selain termuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana maupun UU Khusus, juga terdapat dalam berbagai Peraturan Perundang-Undangan lainnya, seperti UU. No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, UU No. 9 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta dan sebagainya
Asas-Asas Hukum Pidana Antara lain Ialah:
Asas Legalitas, tidak ada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam Peraturan Perundang-Undangan yang telah ada sebelum perbuatan itu dilakukan (Pasal 1 Ayat (1) KUHP).[butuh rujukan] Jika sesudah perbuatan dilakukan ada perubahan dalam Peraturan Perundang-Undangan, maka yang dipakai adalah aturan yang paling ringan sanksinya bagi terdakwa (Pasal 1 Ayat (2) KUHP)
Asas Tiada Pidana Tanpa Kesalahan, Untuk menjatuhkan pidana kepada orang yang telah melakukan tindak pidana, harus dilakukan bilamana ada unsur kesalahan pada diri orang tersebut.

Asas teritorial, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku atas semua peristiwa pidana yang terjadi di daerah yang menjadi wilayah teritorial Negara Kesatuan Republik Indonesia, termasuk pula kapal berbendera Indonesia, pesawat terbang Indonesia, dan gedung kedutaan dan konsul Indonesia di negara asing (pasal 2 KUHP).
Asas nasionalitas aktif, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi semua WNI yang melakukan tindak pidana di mana pun ia berada (pasal 5 KUHP).
Asas nasionalitas pasif, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi semua tindak pidana yang merugikan kepentingan negara (pasal 4 KUHP).
Berkaitan dengan permasalahan yang telah di sebutkan di atas bahwa pada era global banyak pelanggar hukum yang melanggar hukum di luar wilayah Indonesia jadi apakah mereka dapat di jerat dengan hukum dan apa sanksi yang pantas bagi mereka berdasarkan asas nasional aktif.
Sebagai warga negara yang tunduk pada aturan hukum yang berlaku, sudah  tentu setiap melakukan tindakan yang melawan hukum akan dikenakan sanksi sesuai dengan perbuatan yang dilakukan. Tidak menjadi masalah dimanapun kita berada, karena sekalipun kita berada di luar wilayah negara Indonesia hukum pidana Indonesia tetap berlaku.
KUHP (Kitab Undang – Undang Hukum Pidana) mengatur mengenai kejahatan dan pelanggaran terhadap kepentingan individu dan umum. Di dalam KUHP inilah terkandung asas personal yang bertitik tolak pada orang yang melakukan perbuatan pidana. Di dalam KUHP pasal 5 ayat (1) menentukan sejumlah pasal yang  jika dilakukan oleh orang Indonesia di luar negeri maka diberlakukan hukum pidana Indonesia.

Tetapi memang tidak semua perbuatan pidana yang dilakukan oleh WNI dapat diadili di negara Indonesia karena bisa saja terjadi double criminality, yang menyatakan tindak pidana yang dilakukan oleh WNI ini juga merupakan tindak pidana di negara tempat ia melakukan tindak pidana itu. Sehingga WNI dapat diadili dan di eksekusi di negara tempat ia melakukan perbuatan pidana tersebut, walaupu begitu Negara Indonesia tetap mempunyai kewajiban untuk membela warga negaranya.
Sebagaimana yang telah diuraikan di atas, bahwa asas personal ini berlaku hanya untuk kejahatan – kejahatan tertentu saja artinya tidak semua ketentuan pidana dalam perundang – undangan Indonesia berlaku terhadap warga negara Indonesia ketika warga negara itu sedang berada di luar wilayah negara Indonesia, melainkan pada ketentuan perundang – undangan pidana tertentu dan atau dengan syarat – syarat tertentu.
Ketentuan pidana tertentu ialah ketentuan pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat (1) sub 1, yakni terhadap semua kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan Bab II Buku II, dan pasal – pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I adalah Mengenai Kejahataan Terhadap Keamanan Negara (104-129), dan Bab II adalah Mengenai Kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden (130-139), dan sebagaimana pasal – pasal yang telah ditentukan yaitu mengenai penghasutan, penyebaran surat – surat yang mengandunng penghasutan, membuat tidak cakap untuk dinas militer, bigami dan perampokan. Pengaturan asas personal ini untuk lebih jelasnya dapat kita lihat dalam pasal 5 s.d 8 KUHP, tetapi pasal – pasal tersebut dibatasi oleh pasal 9 KUHP yaitu oleh pengecualian – pengecualian yang diakui dalam hukum internasional. Mengenai hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap seseorang yang telah bersalah melanggar ketentuan-ketentuan dalam undang-undang hukum pidana, dalam Pasal 10 KUHP ditentukan macam-macam hukuman yang dapat dijatuhkan, yaitu sebagai berikut:
Hukuman-Hukuman Pokok
Hukuman mati, tentang hukuman mati ini terdapat negara-negara yang telah menghapuskan bentuknya hukuman ini, seperti Belanda, tetapi di Indonesia sendiri hukuman mati ini kadang masih diberlakukan untuk beberapa hukuman walaupun masih banyaknya pro-kontra terhadap hukuman ini.
Hukuman penjara, hukuman penjara sendiri dibedakan ke dalam hukuman penjara seumur hidup dan penjara sementara. Hukuman penjara sementara minimal 1 tahun dan maksimal 20 tahun. Terpidana wajib tinggal dalam penjara selama masa hukuman dan wajib melakukan pekerjaan yang ada di dalam maupun di luar penjara dan terpidana tidak mempunyai Hak Vistol.
Hukuman kurungan, hukuman ini kondisinya tidak seberat hukuman penjara dan dijatuhkan karena kejahatan-kejahatan ringan atau pelanggaran.[butuh rujukan] Biasanyapterhukum dapat memilih antara hukuman kurungan atau hukuman denda.[butuh rujukan] Bedanya hukuman kurungan dengan hukuman penjara adalah pada hukuman kurungan terpidana tidak dapat ditahan di luar tempat daerah tinggalnya kalau ia tidak mau sedangkan pada hukuman penjara dapat dipenjarakan di mana saja, pekerjaan paksa yang dibebankan kepada terpidana penjara lebih berat dibandingkan dengan pekerjaan yang harus dilakukan oleh terpidana kurungan dan terpidana kurungan mempunyai Hak Vistol (hak untuk memperbaiki nasib) sedangkan pada hukuman penjara tidak demikian.
Hukuman denda, Dalam hal ini terpidana boleh memilih sendiri antara denda dengan kurungan. Maksimum kurungan pengganti denda adalah 6 Bulan.
Hukuman tutupan, hukuman ini dijatuhkan berdasarkan alasan-alasan politik terhadap orang-orang yang telah melakukan kejahatan yang diancam dengan hukuman penjara oleh KUHP.
Hukuman Tambahan Hukuman tambahan tidak dapat dijatuhkan secara tersendiri melainkan harus disertakan pada hukuman pokok, hukuman tambahan tersebut antara lain:
Pencabutan hak-hak tertentu.
Penyitaan barang-barang tertentu
Pengumuman keputusan hakim
Namun kembali pada persoalan di atas mengenai warga Negara Indonesia yang melanggar hokum di luar wilayah Indonesia terdapat pengucualian Ketentuan pidana tertentu ialah ketentuan pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat (1) sub 1, yakni terhadap semua kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan Bab II Buku II, dan pasal – pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I adalah Mengenai Kejahataan Terhadap Keamanan Negara (104-129), dan Bab II adalah Mengenai Kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden (130-139), dan sebagaimana pasal – pasal yang telah ditentukan yaitu mengenai penghasutan, penyebaran surat – surat yang mengandunng penghasutan, membuat tidak cakap untuk dinas militer, bigami dan perampokan. Pengaturan asas personal ini untuk lebih jelasnya dapat kita lihat dalam pasal 5 s.d 8 KUHP, tetapi pasal – pasal tersebut dibatasi oleh pasal 9 KUHP yaitu oleh pengecualian – pengecualian yang diakui dalam hukum internasional. Contoh dari pelanggaran hokum pidana di luar negeri contoh sebuah kasus yang berkaitan dengan penerapan asas personal ini. contoh kasus yang akan saya angkat dalam makalah ini salah satunya adalah mengenai kejahatan pembunuhan yang dilakukan oleh WNI di negera Mesir, dalam kasus ini negara Indonesia bisa saja mengadili warga
negaranya di Indonesia namun ternyata hal ini tidak dapat dilakukan, faktanya bahwa kejahatan mengenai pembunuhan ini juga diatur tegas di negara tempat WNI itu melakukan tindak pidana  (Mesir), maka kasus ini dikembalikan kepada hukum internasional yang mengatur mengenai hukum pidana kemudian dilihat juga ada atau tidaknya perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Mesir, sehingga dapat diketahui akhirnya bahwa kewenangan menerapakan yuridiksi ada pada Mesir sebagai negaralocus delicti. Selain itu Mesirpun memiliki asas territorial (berkaitan dengan locus delicti) yang memperkokoh yuridiksi atas kasus pembunuhan oleh WNI  tersebut.
Mengenai kasus pembunuhan tersebut penerapan asas personal ini mengalami kendala – kendala karena ada banyak faktor yang menguatkan yuridiksi hukum Mesir, diantaranya adalah karena Mesir juga memiliki batas berlakunya hukum pidana menurut tempat (locus delicti) dalam hal ini asas personal seperti halnya Indonesia, kemudian tidak adanya perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Mesir sehingga negara Indonesia tidak dapat meminta penyelesaian kasus di negaranya.
Jadi, KUHP Indonesia yang di dalamnya terkandung asas personal ini dapat diterapkan dalam praktek bagi WNI yang berada di luar wilayah Negara Indonesia, selama memang perbuatan pidana/tindak pidana yang dilakukan adalah sesuai dengan apa yang di cantumkan dalam Bab I dan II Buku II dan beberapa pasal dalam pasal 5 ayat (1) ke-1 yang telah disebutkan di atas. Di sini tidak dipersoalkan apakah tindak pidana tersebut dianggap sebagai kejahatan menurut hukum pidana negara tempat orang Indonesia itu berada. Karena dianggap membahayakan kepentingan negara Indonesia,

maka sejumlah pasal dalam Pasal 5 ayat (1) ke-1 tetap dapat diberlakukan hukum pidana Indonesia. Namun beberapa pasal lain mengenai kejahatan bisa saja diberlakukan asas personal, yang dapat dialihkan penyelesaian kasusnya di negara Indonesia kalau memang sudah ada perjanjian ekstradisi antar dua negara yang bersangkuta.
Semisal masalah tersebut di menangkan oleh Indonesia untuk menyelesaikan hukuman bagi sang pelaku maka hokum yang pantai adalah tindak pidana kejahatan terhadap nyawa orang lain yang mana telah di atur pada
 Pasal 338
Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 339
Pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu perbuatan pidana, yang dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya, atau untuk melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana dalam hal tertangkap tangan, ataupun untuk memastikan penguasaan barang yang diperolehnya secara melawan hukum, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.
Pasal 340
Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana rnati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.

Pasal 341
Seorang ibu yang karena takut akan ketahuan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya, diancam karena membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 342
Seorang ibu yang untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut akan ketahuan bahwa ia akan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian merampas nyawa anaknya, diancam karena melakukan pembunuhan anak sendiri dengan rencana, dengan pidana penjara paling lama semhi- lan tahun.
Pasal 343
Kejahatan yang diterangkan dalam pasal 341 dan 342 dipandang bagi orang lain yang turut serta melakukan, sebagai pembunuhan atau pembunuhan anak dengan rencana.
Pasal 344
Barang siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
Pasal 345
Barang siapa sengaja mendorong orang lain untuk bunuh diri, menolongnya dalam perbuatan itu atau memberi sarana kepadanya untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun kalau orang itu jadi bunuh diri.
Pasal 346 Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

Pasal 347
(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 348
(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 349
Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.




Pasal 350
Dalam hal pemidanaan karena pembunuhan, karena pembunuhan dengan rencana, atau karena salah satu kejahatan berdasarkan Pasal 344, 347 dan 348, dapat dijatuhkan pencabutan hak berdasarkan pasal 35 No. 1- 5.
Jadi berdasarakan KUHP kejadian pembunuhan tersebut dapat di jerat dengan Pasal 338Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama Lima belas tahun.
















BAB III
KESIMPULAN
Dapat kita ambil kesimpulan bahwa setiap warga Negara Indonesia yang melakukan tindak pidana baik di  dalam wilayah Indonesia sendiri ataupun tidak dapat dijerat dengan hukuman pidana sesuai dengan KUHP pasal 5 namun berlaku hanya untuk kejahatan – kejahatan tertentu saja artinya tidak semua ketentuan pidana dalam perundang – undangan Indonesia berlaku terhadap warga negara Indonesia ketika warga negara itu sedang berada di luar wilayah negara Indonesia, melainkan pada ketentuan perundang – undangan pidana tertentu dan atau dengan syarat – syarat tertentu.
Ketentuan pidana tertentu ialah ketentuan pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat (1) sub 1, yakni terhadap semua kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan Bab II Buku II, dan pasal – pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I adalah Mengenai Kejahataan Terhadap Keamanan Negara (104-129), dan Bab II adalah Mengenai Kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden (130-139), dan sebagaimana pasal – pasal yang telah ditentukan yaitu mengenai penghasutan, penyebaran surat – surat yang mengandunng penghasutan, membuat tidak cakap untuk dinas militer, bigami dan perampokan. Pengaturan asas personal ini untuk lebih jelasnya dapat kita lihat dalam pasal 5 s.d 8 KUHP, tetapi pasal – pasal tersebut dibatasi oleh pasal 9 KUHP yaitu oleh pengecualian – pengecualian yang diakui dalam hukum internasional.





TUGAS MALAKAH HUKUM PIDANA
“PENEGAKAN HUKUM PIDANA INDONESIA BERDASARKAN ASAS NASIONALITAS AKTIF”












DISUSUN OLEH:
INDRA KURNIAWAN
(2015115002/SORE K)







UNIVERSITAS MADURA
Kata pengantar
Puji syukur saya ucapkan pada Pemilik Seluruh Kerajaan Semesta yang telah melimpahkan nikmat-Nya kepada kita semua. Sholawat dan salam selalu tercurahkan pada teladan kita, Rasulullah SAW.
Dalam proses penyusunan makalah . banyak bantuan dari berbagai pihak . karena itu saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : kedua orang tua yang telah memberi dukungan serta kepercayaan dari sanalah proses penyusunan makalah ini dapat terselesaikan
Menyadari banyaknya kekurangan dalam penyusunan makalah in karena itu sayan sangat mengharap adanya kritik dan saran untuk melngkapi segala bentuk kekurangan yang ada









                                                                                               Pamekasan 11 April 2016


Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

Hukum Pidana adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan apa yang dilarang dan termasuk ke dalam tindak pidana, serta menentukan hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya.
Menurut Prof. Moeljatno, S.H. Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk
Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.
Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.
Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.
Sedangkan menurut Sudarsono, pada prinsipnya Hukum Pidana adalah yang mengatur tentang kejahatan dan pelanggaran terhadap kepentingan umum dan perbuatan tersebut diancam dengan pidana yang merupakan suatu penderitaan.
Dengan demikian hukum pidana bukanlah mengadakan norma hukum sendiri, melainkan sudah terletak pada norma lain dan sanksi pidana. Diadakan untuk menguatkan ditaatinya norma-norma lain tersebut, misalnya norma agama dan kesusilaan.


BAB II
PERMASALAHAN


Hukum pidana merupakan gejala sosial budaya yang berfungsi untuk menerapkan kaidah-kaidah dan pola-pola perilaku terhadap individu dalam masyarakat. Apabila hukum yang berlaku di dalam masyarakat tidak sesuai dengan kebutuhan serta kepentingan umum maka ia akan mencoba mencari jalan untuk menyimpang. Segala bentuk tingkah laku yang meyimpang yang mengangngu serta merugikan dalam kehidupan masyarakat tersebut dapat diartikan sebagai perilaku jahat. Hukum menetapkan apa yang harus di lakukan dan tidak dilakukan. Sejak orde baru masalah stabilitas nasional termasuk dalam penegekan hukum itu sendiri menjadi komponen utama dalam masalah pembangunan dan kemajuan suatu bangsa banyaknya tindak kejahatan tentu saja menimbulkan banyak kerugian bagi negara indonesia itu sendiri baik dalam sektor ekonomi dan sosial budaya . Namun seiring perkembangan zaman di era global ini banyak dari individu-individu melakukan penyimpangan-penyimpangan tersebut tidak hanya dalam wilayah dimana dia tinggal melainkan mereka juga sekaranga banyak yang melanggar hukum dan perilaku yang seharusnya tidak dilakukan di luar negara yang mengatur hukum itu sendiri dalam hal ini indonesia tentu saja hal seperti itu menimbulkan kerugian bagi hubungan diplomatik negara dengan negara lain. Lantas apa bisa mereka di jerat dengan hukum yang berlaku di negaranya sedangkan mereka melakukannya di luar batas negara indonesia dan semisal bisa lantas hukuman apa yang akan di dapatkan para pelanggar hukum tersebut






BAB III
PEMBAHASAN


Sebelum membahas tentang masalah utama yang terjadi di era global sebagaimana di atas telah di sebutkan kita terlebih dulu harus tau apa hukum pidana itu sendiri apa sumber sumber-sumber dari hukum pidana itu sendiri apa saja asas-asas yang berlaku pada hukum pidana Hukum Pidana adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan apa yang dilarang dan termasuk ke dalam tindak pidana, serta menentukan hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya.
Menurut Prof. Moeljatno, S.H. Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk
Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.
Sumber Hukum Pidana dapat dibedakan atas sumber hukum tertulis dan sumber hukum yang tidak tertulis. Di Indonesia sendiri, kita belum memiliki Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Nasional, sehingga masih diberlakukan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana warisan dari pemerintah kolonial Hindia Belanda. Adapun sistematika Kitab Undang-Undang Hukum Pidana antara lain :
Buku I Tentang Ketentuan Umum (Pasal 1-103).
Buku II Tentang Kejahatan (Pasal 104-488).
Buku III Tentang Pelanggaran (Pasal 489-569).
Dan juga ada beberapa Undang-undang yang mengatur tindak pidana khusus yang dibuat setelah kemerdekaan antara lain:
UU No. 8 Drt Tahun 1955 Tentang tindak Pidana Imigrasi.
UU No. 9 Tahun 1967 Tentang Norkoba.
UU No. 16 Tahun Tahun 2003 Tentang Anti Terorisme. dll
Ketentuan-ketentuan Hukum Pidana, selain termuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana maupun UU Khusus, juga terdapat dalam berbagai Peraturan Perundang-Undangan lainnya, seperti UU. No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, UU No. 9 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta dan sebagainya
Asas-Asas Hukum Pidana Antara lain Ialah:
Asas Legalitas, tidak ada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam Peraturan Perundang-Undangan yang telah ada sebelum perbuatan itu dilakukan (Pasal 1 Ayat (1) KUHP).[butuh rujukan] Jika sesudah perbuatan dilakukan ada perubahan dalam Peraturan Perundang-Undangan, maka yang dipakai adalah aturan yang paling ringan sanksinya bagi terdakwa (Pasal 1 Ayat (2) KUHP)
Asas Tiada Pidana Tanpa Kesalahan, Untuk menjatuhkan pidana kepada orang yang telah melakukan tindak pidana, harus dilakukan bilamana ada unsur kesalahan pada diri orang tersebut.

Asas teritorial, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku atas semua peristiwa pidana yang terjadi di daerah yang menjadi wilayah teritorial Negara Kesatuan Republik Indonesia, termasuk pula kapal berbendera Indonesia, pesawat terbang Indonesia, dan gedung kedutaan dan konsul Indonesia di negara asing (pasal 2 KUHP).
Asas nasionalitas aktif, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi semua WNI yang melakukan tindak pidana di mana pun ia berada (pasal 5 KUHP).
Asas nasionalitas pasif, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi semua tindak pidana yang merugikan kepentingan negara (pasal 4 KUHP).
Berkaitan dengan permasalahan yang telah di sebutkan di atas bahwa pada era global banyak pelanggar hukum yang melanggar hukum di luar wilayah Indonesia jadi apakah mereka dapat di jerat dengan hukum dan apa sanksi yang pantas bagi mereka berdasarkan asas nasional aktif.
Sebagai warga negara yang tunduk pada aturan hukum yang berlaku, sudah  tentu setiap melakukan tindakan yang melawan hukum akan dikenakan sanksi sesuai dengan perbuatan yang dilakukan. Tidak menjadi masalah dimanapun kita berada, karena sekalipun kita berada di luar wilayah negara Indonesia hukum pidana Indonesia tetap berlaku.
KUHP (Kitab Undang – Undang Hukum Pidana) mengatur mengenai kejahatan dan pelanggaran terhadap kepentingan individu dan umum. Di dalam KUHP inilah terkandung asas personal yang bertitik tolak pada orang yang melakukan perbuatan pidana. Di dalam KUHP pasal 5 ayat (1) menentukan sejumlah pasal yang  jika dilakukan oleh orang Indonesia di luar negeri maka diberlakukan hukum pidana Indonesia.

Tetapi memang tidak semua perbuatan pidana yang dilakukan oleh WNI dapat diadili di negara Indonesia karena bisa saja terjadi double criminality, yang menyatakan tindak pidana yang dilakukan oleh WNI ini juga merupakan tindak pidana di negara tempat ia melakukan tindak pidana itu. Sehingga WNI dapat diadili dan di eksekusi di negara tempat ia melakukan perbuatan pidana tersebut, walaupu begitu Negara Indonesia tetap mempunyai kewajiban untuk membela warga negaranya.
Sebagaimana yang telah diuraikan di atas, bahwa asas personal ini berlaku hanya untuk kejahatan – kejahatan tertentu saja artinya tidak semua ketentuan pidana dalam perundang – undangan Indonesia berlaku terhadap warga negara Indonesia ketika warga negara itu sedang berada di luar wilayah negara Indonesia, melainkan pada ketentuan perundang – undangan pidana tertentu dan atau dengan syarat – syarat tertentu.
Ketentuan pidana tertentu ialah ketentuan pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat (1) sub 1, yakni terhadap semua kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan Bab II Buku II, dan pasal – pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I adalah Mengenai Kejahataan Terhadap Keamanan Negara (104-129), dan Bab II adalah Mengenai Kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden (130-139), dan sebagaimana pasal – pasal yang telah ditentukan yaitu mengenai penghasutan, penyebaran surat – surat yang mengandunng penghasutan, membuat tidak cakap untuk dinas militer, bigami dan perampokan. Pengaturan asas personal ini untuk lebih jelasnya dapat kita lihat dalam pasal 5 s.d 8 KUHP, tetapi pasal – pasal tersebut dibatasi oleh pasal 9 KUHP yaitu oleh pengecualian – pengecualian yang diakui dalam hukum internasional. Mengenai hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap seseorang yang telah bersalah melanggar ketentuan-ketentuan dalam undang-undang hukum pidana, dalam Pasal 10 KUHP ditentukan macam-macam hukuman yang dapat dijatuhkan, yaitu sebagai berikut:
Hukuman-Hukuman Pokok
Hukuman mati, tentang hukuman mati ini terdapat negara-negara yang telah menghapuskan bentuknya hukuman ini, seperti Belanda, tetapi di Indonesia sendiri hukuman mati ini kadang masih diberlakukan untuk beberapa hukuman walaupun masih banyaknya pro-kontra terhadap hukuman ini.
Hukuman penjara, hukuman penjara sendiri dibedakan ke dalam hukuman penjara seumur hidup dan penjara sementara. Hukuman penjara sementara minimal 1 tahun dan maksimal 20 tahun. Terpidana wajib tinggal dalam penjara selama masa hukuman dan wajib melakukan pekerjaan yang ada di dalam maupun di luar penjara dan terpidana tidak mempunyai Hak Vistol.
Hukuman kurungan, hukuman ini kondisinya tidak seberat hukuman penjara dan dijatuhkan karena kejahatan-kejahatan ringan atau pelanggaran.[butuh rujukan] Biasanyapterhukum dapat memilih antara hukuman kurungan atau hukuman denda.[butuh rujukan] Bedanya hukuman kurungan dengan hukuman penjara adalah pada hukuman kurungan terpidana tidak dapat ditahan di luar tempat daerah tinggalnya kalau ia tidak mau sedangkan pada hukuman penjara dapat dipenjarakan di mana saja, pekerjaan paksa yang dibebankan kepada terpidana penjara lebih berat dibandingkan dengan pekerjaan yang harus dilakukan oleh terpidana kurungan dan terpidana kurungan mempunyai Hak Vistol (hak untuk memperbaiki nasib) sedangkan pada hukuman penjara tidak demikian.
Hukuman denda, Dalam hal ini terpidana boleh memilih sendiri antara denda dengan kurungan. Maksimum kurungan pengganti denda adalah 6 Bulan.
Hukuman tutupan, hukuman ini dijatuhkan berdasarkan alasan-alasan politik terhadap orang-orang yang telah melakukan kejahatan yang diancam dengan hukuman penjara oleh KUHP.
Hukuman Tambahan Hukuman tambahan tidak dapat dijatuhkan secara tersendiri melainkan harus disertakan pada hukuman pokok, hukuman tambahan tersebut antara lain:
Pencabutan hak-hak tertentu.
Penyitaan barang-barang tertentu
Pengumuman keputusan hakim
Namun kembali pada persoalan di atas mengenai warga Negara Indonesia yang melanggar hokum di luar wilayah Indonesia terdapat pengucualian Ketentuan pidana tertentu ialah ketentuan pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat (1) sub 1, yakni terhadap semua kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan Bab II Buku II, dan pasal – pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I adalah Mengenai Kejahataan Terhadap Keamanan Negara (104-129), dan Bab II adalah Mengenai Kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden (130-139), dan sebagaimana pasal – pasal yang telah ditentukan yaitu mengenai penghasutan, penyebaran surat – surat yang mengandunng penghasutan, membuat tidak cakap untuk dinas militer, bigami dan perampokan. Pengaturan asas personal ini untuk lebih jelasnya dapat kita lihat dalam pasal 5 s.d 8 KUHP, tetapi pasal – pasal tersebut dibatasi oleh pasal 9 KUHP yaitu oleh pengecualian – pengecualian yang diakui dalam hukum internasional. Contoh dari pelanggaran hokum pidana di luar negeri contoh sebuah kasus yang berkaitan dengan penerapan asas personal ini. contoh kasus yang akan saya angkat dalam makalah ini salah satunya adalah mengenai kejahatan pembunuhan yang dilakukan oleh WNI di negera Mesir, dalam kasus ini negara Indonesia bisa saja mengadili warga
negaranya di Indonesia namun ternyata hal ini tidak dapat dilakukan, faktanya bahwa kejahatan mengenai pembunuhan ini juga diatur tegas di negara tempat WNI itu melakukan tindak pidana  (Mesir), maka kasus ini dikembalikan kepada hukum internasional yang mengatur mengenai hukum pidana kemudian dilihat juga ada atau tidaknya perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Mesir, sehingga dapat diketahui akhirnya bahwa kewenangan menerapakan yuridiksi ada pada Mesir sebagai negaralocus delicti. Selain itu Mesirpun memiliki asas territorial (berkaitan dengan locus delicti) yang memperkokoh yuridiksi atas kasus pembunuhan oleh WNI  tersebut.
Mengenai kasus pembunuhan tersebut penerapan asas personal ini mengalami kendala – kendala karena ada banyak faktor yang menguatkan yuridiksi hukum Mesir, diantaranya adalah karena Mesir juga memiliki batas berlakunya hukum pidana menurut tempat (locus delicti) dalam hal ini asas personal seperti halnya Indonesia, kemudian tidak adanya perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Mesir sehingga negara Indonesia tidak dapat meminta penyelesaian kasus di negaranya.
Jadi, KUHP Indonesia yang di dalamnya terkandung asas personal ini dapat diterapkan dalam praktek bagi WNI yang berada di luar wilayah Negara Indonesia, selama memang perbuatan pidana/tindak pidana yang dilakukan adalah sesuai dengan apa yang di cantumkan dalam Bab I dan II Buku II dan beberapa pasal dalam pasal 5 ayat (1) ke-1 yang telah disebutkan di atas. Di sini tidak dipersoalkan apakah tindak pidana tersebut dianggap sebagai kejahatan menurut hukum pidana negara tempat orang Indonesia itu berada. Karena dianggap membahayakan kepentingan negara Indonesia,

maka sejumlah pasal dalam Pasal 5 ayat (1) ke-1 tetap dapat diberlakukan hukum pidana Indonesia. Namun beberapa pasal lain mengenai kejahatan bisa saja diberlakukan asas personal, yang dapat dialihkan penyelesaian kasusnya di negara Indonesia kalau memang sudah ada perjanjian ekstradisi antar dua negara yang bersangkuta.
Semisal masalah tersebut di menangkan oleh Indonesia untuk menyelesaikan hukuman bagi sang pelaku maka hokum yang pantai adalah tindak pidana kejahatan terhadap nyawa orang lain yang mana telah di atur pada
 Pasal 338
Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 339
Pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu perbuatan pidana, yang dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya, atau untuk melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana dalam hal tertangkap tangan, ataupun untuk memastikan penguasaan barang yang diperolehnya secara melawan hukum, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.
Pasal 340
Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana rnati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.

Pasal 341
Seorang ibu yang karena takut akan ketahuan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya, diancam karena membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 342
Seorang ibu yang untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut akan ketahuan bahwa ia akan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian merampas nyawa anaknya, diancam karena melakukan pembunuhan anak sendiri dengan rencana, dengan pidana penjara paling lama semhi- lan tahun.
Pasal 343
Kejahatan yang diterangkan dalam pasal 341 dan 342 dipandang bagi orang lain yang turut serta melakukan, sebagai pembunuhan atau pembunuhan anak dengan rencana.
Pasal 344
Barang siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
Pasal 345
Barang siapa sengaja mendorong orang lain untuk bunuh diri, menolongnya dalam perbuatan itu atau memberi sarana kepadanya untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun kalau orang itu jadi bunuh diri.
Pasal 346 Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

Pasal 347
(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 348
(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 349
Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.




Pasal 350
Dalam hal pemidanaan karena pembunuhan, karena pembunuhan dengan rencana, atau karena salah satu kejahatan berdasarkan Pasal 344, 347 dan 348, dapat dijatuhkan pencabutan hak berdasarkan pasal 35 No. 1- 5.
Jadi berdasarakan KUHP kejadian pembunuhan tersebut dapat di jerat dengan Pasal 338Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama Lima belas tahun.
















BAB III
KESIMPULAN
Dapat kita ambil kesimpulan bahwa setiap warga Negara Indonesia yang melakukan tindak pidana baik di  dalam wilayah Indonesia sendiri ataupun tidak dapat dijerat dengan hukuman pidana sesuai dengan KUHP pasal 5 namun berlaku hanya untuk kejahatan – kejahatan tertentu saja artinya tidak semua ketentuan pidana dalam perundang – undangan Indonesia berlaku terhadap warga negara Indonesia ketika warga negara itu sedang berada di luar wilayah negara Indonesia, melainkan pada ketentuan perundang – undangan pidana tertentu dan atau dengan syarat – syarat tertentu.
Ketentuan pidana tertentu ialah ketentuan pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat (1) sub 1, yakni terhadap semua kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan Bab II Buku II, dan pasal – pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I adalah Mengenai Kejahataan Terhadap Keamanan Negara (104-129), dan Bab II adalah Mengenai Kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden (130-139), dan sebagaimana pasal – pasal yang telah ditentukan yaitu mengenai penghasutan, penyebaran surat – surat yang mengandunng penghasutan, membuat tidak cakap untuk dinas militer, bigami dan perampokan. Pengaturan asas personal ini untuk lebih jelasnya dapat kita lihat dalam pasal 5 s.d 8 KUHP, tetapi pasal – pasal tersebut dibatasi oleh pasal 9 KUHP yaitu oleh pengecualian – pengecualian yang diakui dalam hukum internasional.



TUGAS MALAKAH HUKUM PIDANA
“PENEGAKAN HUKUM PIDANA INDONESIA BERDASARKAN ASAS NASIONALITAS AKTIF”












DISUSUN OLEH:
INDRA KURNIAWAN
(2015115002/SORE K)







UNIVERSITAS MADURA
Kata pengantar
Puji syukur saya ucapkan pada Pemilik Seluruh Kerajaan Semesta yang telah melimpahkan nikmat-Nya kepada kita semua. Sholawat dan salam selalu tercurahkan pada teladan kita, Rasulullah SAW.
Dalam proses penyusunan makalah . banyak bantuan dari berbagai pihak . karena itu saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : kedua orang tua yang telah memberi dukungan serta kepercayaan dari sanalah proses penyusunan makalah ini dapat terselesaikan
Menyadari banyaknya kekurangan dalam penyusunan makalah in karena itu sayan sangat mengharap adanya kritik dan saran untuk melngkapi segala bentuk kekurangan yang ada









                                                                                               Pamekasan 11 April 2016


Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

Hukum Pidana adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan apa yang dilarang dan termasuk ke dalam tindak pidana, serta menentukan hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya.
Menurut Prof. Moeljatno, S.H. Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk
Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.
Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.
Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.
Sedangkan menurut Sudarsono, pada prinsipnya Hukum Pidana adalah yang mengatur tentang kejahatan dan pelanggaran terhadap kepentingan umum dan perbuatan tersebut diancam dengan pidana yang merupakan suatu penderitaan.
Dengan demikian hukum pidana bukanlah mengadakan norma hukum sendiri, melainkan sudah terletak pada norma lain dan sanksi pidana. Diadakan untuk menguatkan ditaatinya norma-norma lain tersebut, misalnya norma agama dan kesusilaan.


BAB II
PERMASALAHAN


Hukum pidana merupakan gejala sosial budaya yang berfungsi untuk menerapkan kaidah-kaidah dan pola-pola perilaku terhadap individu dalam masyarakat. Apabila hukum yang berlaku di dalam masyarakat tidak sesuai dengan kebutuhan serta kepentingan umum maka ia akan mencoba mencari jalan untuk menyimpang. Segala bentuk tingkah laku yang meyimpang yang mengangngu serta merugikan dalam kehidupan masyarakat tersebut dapat diartikan sebagai perilaku jahat. Hukum menetapkan apa yang harus di lakukan dan tidak dilakukan. Sejak orde baru masalah stabilitas nasional termasuk dalam penegekan hukum itu sendiri menjadi komponen utama dalam masalah pembangunan dan kemajuan suatu bangsa banyaknya tindak kejahatan tentu saja menimbulkan banyak kerugian bagi negara indonesia itu sendiri baik dalam sektor ekonomi dan sosial budaya . Namun seiring perkembangan zaman di era global ini banyak dari individu-individu melakukan penyimpangan-penyimpangan tersebut tidak hanya dalam wilayah dimana dia tinggal melainkan mereka juga sekaranga banyak yang melanggar hukum dan perilaku yang seharusnya tidak dilakukan di luar negara yang mengatur hukum itu sendiri dalam hal ini indonesia tentu saja hal seperti itu menimbulkan kerugian bagi hubungan diplomatik negara dengan negara lain. Lantas apa bisa mereka di jerat dengan hukum yang berlaku di negaranya sedangkan mereka melakukannya di luar batas negara indonesia dan semisal bisa lantas hukuman apa yang akan di dapatkan para pelanggar hukum tersebut






BAB III
PEMBAHASAN


Sebelum membahas tentang masalah utama yang terjadi di era global sebagaimana di atas telah di sebutkan kita terlebih dulu harus tau apa hukum pidana itu sendiri apa sumber sumber-sumber dari hukum pidana itu sendiri apa saja asas-asas yang berlaku pada hukum pidana Hukum Pidana adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan apa yang dilarang dan termasuk ke dalam tindak pidana, serta menentukan hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya.
Menurut Prof. Moeljatno, S.H. Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk
Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.
Sumber Hukum Pidana dapat dibedakan atas sumber hukum tertulis dan sumber hukum yang tidak tertulis. Di Indonesia sendiri, kita belum memiliki Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Nasional, sehingga masih diberlakukan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana warisan dari pemerintah kolonial Hindia Belanda. Adapun sistematika Kitab Undang-Undang Hukum Pidana antara lain :
Buku I Tentang Ketentuan Umum (Pasal 1-103).
Buku II Tentang Kejahatan (Pasal 104-488).
Buku III Tentang Pelanggaran (Pasal 489-569).
Dan juga ada beberapa Undang-undang yang mengatur tindak pidana khusus yang dibuat setelah kemerdekaan antara lain:
UU No. 8 Drt Tahun 1955 Tentang tindak Pidana Imigrasi.
UU No. 9 Tahun 1967 Tentang Norkoba.
UU No. 16 Tahun Tahun 2003 Tentang Anti Terorisme. dll
Ketentuan-ketentuan Hukum Pidana, selain termuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana maupun UU Khusus, juga terdapat dalam berbagai Peraturan Perundang-Undangan lainnya, seperti UU. No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, UU No. 9 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta dan sebagainya
Asas-Asas Hukum Pidana Antara lain Ialah:
Asas Legalitas, tidak ada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam Peraturan Perundang-Undangan yang telah ada sebelum perbuatan itu dilakukan (Pasal 1 Ayat (1) KUHP).[butuh rujukan] Jika sesudah perbuatan dilakukan ada perubahan dalam Peraturan Perundang-Undangan, maka yang dipakai adalah aturan yang paling ringan sanksinya bagi terdakwa (Pasal 1 Ayat (2) KUHP)
Asas Tiada Pidana Tanpa Kesalahan, Untuk menjatuhkan pidana kepada orang yang telah melakukan tindak pidana, harus dilakukan bilamana ada unsur kesalahan pada diri orang tersebut.

Asas teritorial, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku atas semua peristiwa pidana yang terjadi di daerah yang menjadi wilayah teritorial Negara Kesatuan Republik Indonesia, termasuk pula kapal berbendera Indonesia, pesawat terbang Indonesia, dan gedung kedutaan dan konsul Indonesia di negara asing (pasal 2 KUHP).
Asas nasionalitas aktif, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi semua WNI yang melakukan tindak pidana di mana pun ia berada (pasal 5 KUHP).
Asas nasionalitas pasif, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi semua tindak pidana yang merugikan kepentingan negara (pasal 4 KUHP).
Berkaitan dengan permasalahan yang telah di sebutkan di atas bahwa pada era global banyak pelanggar hukum yang melanggar hukum di luar wilayah Indonesia jadi apakah mereka dapat di jerat dengan hukum dan apa sanksi yang pantas bagi mereka berdasarkan asas nasional aktif.
Sebagai warga negara yang tunduk pada aturan hukum yang berlaku, sudah  tentu setiap melakukan tindakan yang melawan hukum akan dikenakan sanksi sesuai dengan perbuatan yang dilakukan. Tidak menjadi masalah dimanapun kita berada, karena sekalipun kita berada di luar wilayah negara Indonesia hukum pidana Indonesia tetap berlaku.
KUHP (Kitab Undang – Undang Hukum Pidana) mengatur mengenai kejahatan dan pelanggaran terhadap kepentingan individu dan umum. Di dalam KUHP inilah terkandung asas personal yang bertitik tolak pada orang yang melakukan perbuatan pidana. Di dalam KUHP pasal 5 ayat (1) menentukan sejumlah pasal yang  jika dilakukan oleh orang Indonesia di luar negeri maka diberlakukan hukum pidana Indonesia.

Tetapi memang tidak semua perbuatan pidana yang dilakukan oleh WNI dapat diadili di negara Indonesia karena bisa saja terjadi double criminality, yang menyatakan tindak pidana yang dilakukan oleh WNI ini juga merupakan tindak pidana di negara tempat ia melakukan tindak pidana itu. Sehingga WNI dapat diadili dan di eksekusi di negara tempat ia melakukan perbuatan pidana tersebut, walaupu begitu Negara Indonesia tetap mempunyai kewajiban untuk membela warga negaranya.
Sebagaimana yang telah diuraikan di atas, bahwa asas personal ini berlaku hanya untuk kejahatan – kejahatan tertentu saja artinya tidak semua ketentuan pidana dalam perundang – undangan Indonesia berlaku terhadap warga negara Indonesia ketika warga negara itu sedang berada di luar wilayah negara Indonesia, melainkan pada ketentuan perundang – undangan pidana tertentu dan atau dengan syarat – syarat tertentu.
Ketentuan pidana tertentu ialah ketentuan pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat (1) sub 1, yakni terhadap semua kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan Bab II Buku II, dan pasal – pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I adalah Mengenai Kejahataan Terhadap Keamanan Negara (104-129), dan Bab II adalah Mengenai Kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden (130-139), dan sebagaimana pasal – pasal yang telah ditentukan yaitu mengenai penghasutan, penyebaran surat – surat yang mengandunng penghasutan, membuat tidak cakap untuk dinas militer, bigami dan perampokan. Pengaturan asas personal ini untuk lebih jelasnya dapat kita lihat dalam pasal 5 s.d 8 KUHP, tetapi pasal – pasal tersebut dibatasi oleh pasal 9 KUHP yaitu oleh pengecualian – pengecualian yang diakui dalam hukum internasional. Mengenai hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap seseorang yang telah bersalah melanggar ketentuan-ketentuan dalam undang-undang hukum pidana, dalam Pasal 10 KUHP ditentukan macam-macam hukuman yang dapat dijatuhkan, yaitu sebagai berikut:
Hukuman-Hukuman Pokok
Hukuman mati, tentang hukuman mati ini terdapat negara-negara yang telah menghapuskan bentuknya hukuman ini, seperti Belanda, tetapi di Indonesia sendiri hukuman mati ini kadang masih diberlakukan untuk beberapa hukuman walaupun masih banyaknya pro-kontra terhadap hukuman ini.
Hukuman penjara, hukuman penjara sendiri dibedakan ke dalam hukuman penjara seumur hidup dan penjara sementara. Hukuman penjara sementara minimal 1 tahun dan maksimal 20 tahun. Terpidana wajib tinggal dalam penjara selama masa hukuman dan wajib melakukan pekerjaan yang ada di dalam maupun di luar penjara dan terpidana tidak mempunyai Hak Vistol.
Hukuman kurungan, hukuman ini kondisinya tidak seberat hukuman penjara dan dijatuhkan karena kejahatan-kejahatan ringan atau pelanggaran.[butuh rujukan] Biasanyapterhukum dapat memilih antara hukuman kurungan atau hukuman denda.[butuh rujukan] Bedanya hukuman kurungan dengan hukuman penjara adalah pada hukuman kurungan terpidana tidak dapat ditahan di luar tempat daerah tinggalnya kalau ia tidak mau sedangkan pada hukuman penjara dapat dipenjarakan di mana saja, pekerjaan paksa yang dibebankan kepada terpidana penjara lebih berat dibandingkan dengan pekerjaan yang harus dilakukan oleh terpidana kurungan dan terpidana kurungan mempunyai Hak Vistol (hak untuk memperbaiki nasib) sedangkan pada hukuman penjara tidak demikian.
Hukuman denda, Dalam hal ini terpidana boleh memilih sendiri antara denda dengan kurungan. Maksimum kurungan pengganti denda adalah 6 Bulan.
Hukuman tutupan, hukuman ini dijatuhkan berdasarkan alasan-alasan politik terhadap orang-orang yang telah melakukan kejahatan yang diancam dengan hukuman penjara oleh KUHP.
Hukuman Tambahan Hukuman tambahan tidak dapat dijatuhkan secara tersendiri melainkan harus disertakan pada hukuman pokok, hukuman tambahan tersebut antara lain:
Pencabutan hak-hak tertentu.
Penyitaan barang-barang tertentu
Pengumuman keputusan hakim
Namun kembali pada persoalan di atas mengenai warga Negara Indonesia yang melanggar hokum di luar wilayah Indonesia terdapat pengucualian Ketentuan pidana tertentu ialah ketentuan pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat (1) sub 1, yakni terhadap semua kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan Bab II Buku II, dan pasal – pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I adalah Mengenai Kejahataan Terhadap Keamanan Negara (104-129), dan Bab II adalah Mengenai Kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden (130-139), dan sebagaimana pasal – pasal yang telah ditentukan yaitu mengenai penghasutan, penyebaran surat – surat yang mengandunng penghasutan, membuat tidak cakap untuk dinas militer, bigami dan perampokan. Pengaturan asas personal ini untuk lebih jelasnya dapat kita lihat dalam pasal 5 s.d 8 KUHP, tetapi pasal – pasal tersebut dibatasi oleh pasal 9 KUHP yaitu oleh pengecualian – pengecualian yang diakui dalam hukum internasional. Contoh dari pelanggaran hokum pidana di luar negeri contoh sebuah kasus yang berkaitan dengan penerapan asas personal ini. contoh kasus yang akan saya angkat dalam makalah ini salah satunya adalah mengenai kejahatan pembunuhan yang dilakukan oleh WNI di negera Mesir, dalam kasus ini negara Indonesia bisa saja mengadili warga
negaranya di Indonesia namun ternyata hal ini tidak dapat dilakukan, faktanya bahwa kejahatan mengenai pembunuhan ini juga diatur tegas di negara tempat WNI itu melakukan tindak pidana  (Mesir), maka kasus ini dikembalikan kepada hukum internasional yang mengatur mengenai hukum pidana kemudian dilihat juga ada atau tidaknya perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Mesir, sehingga dapat diketahui akhirnya bahwa kewenangan menerapakan yuridiksi ada pada Mesir sebagai negaralocus delicti. Selain itu Mesirpun memiliki asas territorial (berkaitan dengan locus delicti) yang memperkokoh yuridiksi atas kasus pembunuhan oleh WNI  tersebut.
Mengenai kasus pembunuhan tersebut penerapan asas personal ini mengalami kendala – kendala karena ada banyak faktor yang menguatkan yuridiksi hukum Mesir, diantaranya adalah karena Mesir juga memiliki batas berlakunya hukum pidana menurut tempat (locus delicti) dalam hal ini asas personal seperti halnya Indonesia, kemudian tidak adanya perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Mesir sehingga negara Indonesia tidak dapat meminta penyelesaian kasus di negaranya.
Jadi, KUHP Indonesia yang di dalamnya terkandung asas personal ini dapat diterapkan dalam praktek bagi WNI yang berada di luar wilayah Negara Indonesia, selama memang perbuatan pidana/tindak pidana yang dilakukan adalah sesuai dengan apa yang di cantumkan dalam Bab I dan II Buku II dan beberapa pasal dalam pasal 5 ayat (1) ke-1 yang telah disebutkan di atas. Di sini tidak dipersoalkan apakah tindak pidana tersebut dianggap sebagai kejahatan menurut hukum pidana negara tempat orang Indonesia itu berada. Karena dianggap membahayakan kepentingan negara Indonesia,

maka sejumlah pasal dalam Pasal 5 ayat (1) ke-1 tetap dapat diberlakukan hukum pidana Indonesia. Namun beberapa pasal lain mengenai kejahatan bisa saja diberlakukan asas personal, yang dapat dialihkan penyelesaian kasusnya di negara Indonesia kalau memang sudah ada perjanjian ekstradisi antar dua negara yang bersangkuta.
Semisal masalah tersebut di menangkan oleh Indonesia untuk menyelesaikan hukuman bagi sang pelaku maka hokum yang pantai adalah tindak pidana kejahatan terhadap nyawa orang lain yang mana telah di atur pada
 Pasal 338
Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 339
Pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu perbuatan pidana, yang dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya, atau untuk melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana dalam hal tertangkap tangan, ataupun untuk memastikan penguasaan barang yang diperolehnya secara melawan hukum, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.
Pasal 340
Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana rnati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.

Pasal 341
Seorang ibu yang karena takut akan ketahuan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya, diancam karena membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 342
Seorang ibu yang untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut akan ketahuan bahwa ia akan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian merampas nyawa anaknya, diancam karena melakukan pembunuhan anak sendiri dengan rencana, dengan pidana penjara paling lama semhi- lan tahun.
Pasal 343
Kejahatan yang diterangkan dalam pasal 341 dan 342 dipandang bagi orang lain yang turut serta melakukan, sebagai pembunuhan atau pembunuhan anak dengan rencana.
Pasal 344
Barang siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
Pasal 345
Barang siapa sengaja mendorong orang lain untuk bunuh diri, menolongnya dalam perbuatan itu atau memberi sarana kepadanya untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun kalau orang itu jadi bunuh diri.
Pasal 346 Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

Pasal 347
(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 348
(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 349
Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.




Pasal 350
Dalam hal pemidanaan karena pembunuhan, karena pembunuhan dengan rencana, atau karena salah satu kejahatan berdasarkan Pasal 344, 347 dan 348, dapat dijatuhkan pencabutan hak berdasarkan pasal 35 No. 1- 5.
Jadi berdasarakan KUHP kejadian pembunuhan tersebut dapat di jerat dengan Pasal 338Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama Lima belas tahun.
















BAB III
KESIMPULAN
Dapat kita ambil kesimpulan bahwa setiap warga Negara Indonesia yang melakukan tindak pidana baik di  dalam wilayah Indonesia sendiri ataupun tidak dapat dijerat dengan hukuman pidana sesuai dengan KUHP pasal 5 namun berlaku hanya untuk kejahatan – kejahatan tertentu saja artinya tidak semua ketentuan pidana dalam perundang – undangan Indonesia berlaku terhadap warga negara Indonesia ketika warga negara itu sedang berada di luar wilayah negara Indonesia, melainkan pada ketentuan perundang – undangan pidana tertentu dan atau dengan syarat – syarat tertentu.
Ketentuan pidana tertentu ialah ketentuan pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat (1) sub 1, yakni terhadap semua kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan Bab II Buku II, dan pasal – pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I adalah Mengenai Kejahataan Terhadap Keamanan Negara (104-129), dan Bab II adalah Mengenai Kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden (130-139), dan sebagaimana pasal – pasal yang telah ditentukan yaitu mengenai penghasutan, penyebaran surat – surat yang mengandunng penghasutan, membuat tidak cakap untuk dinas militer, bigami dan perampokan. Pengaturan asas personal ini untuk lebih jelasnya dapat kita lihat dalam pasal 5 s.d 8 KUHP, tetapi pasal – pasal tersebut dibatasi oleh pasal 9 KUHP yaitu oleh pengecualian – pengecualian yang diakui dalam hukum internasional.


TUGAS MALAKAH HUKUM PIDANA
“PENEGAKAN HUKUM PIDANA INDONESIA BERDASARKAN ASAS NASIONALITAS AKTIF”












DISUSUN OLEH:
INDRA KURNIAWAN
(2015115002/SORE K)







UNIVERSITAS MADURA
Kata pengantar
Puji syukur saya ucapkan pada Pemilik Seluruh Kerajaan Semesta yang telah melimpahkan nikmat-Nya kepada kita semua. Sholawat dan salam selalu tercurahkan pada teladan kita, Rasulullah SAW.
Dalam proses penyusunan makalah . banyak bantuan dari berbagai pihak . karena itu saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : kedua orang tua yang telah memberi dukungan serta kepercayaan dari sanalah proses penyusunan makalah ini dapat terselesaikan
Menyadari banyaknya kekurangan dalam penyusunan makalah in karena itu sayan sangat mengharap adanya kritik dan saran untuk melngkapi segala bentuk kekurangan yang ada









                                                                                               Pamekasan 11 April 2016


Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

Hukum Pidana adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan apa yang dilarang dan termasuk ke dalam tindak pidana, serta menentukan hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya.
Menurut Prof. Moeljatno, S.H. Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk
Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.
Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.
Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.
Sedangkan menurut Sudarsono, pada prinsipnya Hukum Pidana adalah yang mengatur tentang kejahatan dan pelanggaran terhadap kepentingan umum dan perbuatan tersebut diancam dengan pidana yang merupakan suatu penderitaan.
Dengan demikian hukum pidana bukanlah mengadakan norma hukum sendiri, melainkan sudah terletak pada norma lain dan sanksi pidana. Diadakan untuk menguatkan ditaatinya norma-norma lain tersebut, misalnya norma agama dan kesusilaan.


BAB II
PERMASALAHAN


Hukum pidana merupakan gejala sosial budaya yang berfungsi untuk menerapkan kaidah-kaidah dan pola-pola perilaku terhadap individu dalam masyarakat. Apabila hukum yang berlaku di dalam masyarakat tidak sesuai dengan kebutuhan serta kepentingan umum maka ia akan mencoba mencari jalan untuk menyimpang. Segala bentuk tingkah laku yang meyimpang yang mengangngu serta merugikan dalam kehidupan masyarakat tersebut dapat diartikan sebagai perilaku jahat. Hukum menetapkan apa yang harus di lakukan dan tidak dilakukan. Sejak orde baru masalah stabilitas nasional termasuk dalam penegekan hukum itu sendiri menjadi komponen utama dalam masalah pembangunan dan kemajuan suatu bangsa banyaknya tindak kejahatan tentu saja menimbulkan banyak kerugian bagi negara indonesia itu sendiri baik dalam sektor ekonomi dan sosial budaya . Namun seiring perkembangan zaman di era global ini banyak dari individu-individu melakukan penyimpangan-penyimpangan tersebut tidak hanya dalam wilayah dimana dia tinggal melainkan mereka juga sekaranga banyak yang melanggar hukum dan perilaku yang seharusnya tidak dilakukan di luar negara yang mengatur hukum itu sendiri dalam hal ini indonesia tentu saja hal seperti itu menimbulkan kerugian bagi hubungan diplomatik negara dengan negara lain. Lantas apa bisa mereka di jerat dengan hukum yang berlaku di negaranya sedangkan mereka melakukannya di luar batas negara indonesia dan semisal bisa lantas hukuman apa yang akan di dapatkan para pelanggar hukum tersebut






BAB III
PEMBAHASAN


Sebelum membahas tentang masalah utama yang terjadi di era global sebagaimana di atas telah di sebutkan kita terlebih dulu harus tau apa hukum pidana itu sendiri apa sumber sumber-sumber dari hukum pidana itu sendiri apa saja asas-asas yang berlaku pada hukum pidana Hukum Pidana adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan apa yang dilarang dan termasuk ke dalam tindak pidana, serta menentukan hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya.
Menurut Prof. Moeljatno, S.H. Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk
Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.
Sumber Hukum Pidana dapat dibedakan atas sumber hukum tertulis dan sumber hukum yang tidak tertulis. Di Indonesia sendiri, kita belum memiliki Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Nasional, sehingga masih diberlakukan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana warisan dari pemerintah kolonial Hindia Belanda. Adapun sistematika Kitab Undang-Undang Hukum Pidana antara lain :
Buku I Tentang Ketentuan Umum (Pasal 1-103).
Buku II Tentang Kejahatan (Pasal 104-488).
Buku III Tentang Pelanggaran (Pasal 489-569).
Dan juga ada beberapa Undang-undang yang mengatur tindak pidana khusus yang dibuat setelah kemerdekaan antara lain:
UU No. 8 Drt Tahun 1955 Tentang tindak Pidana Imigrasi.
UU No. 9 Tahun 1967 Tentang Norkoba.
UU No. 16 Tahun Tahun 2003 Tentang Anti Terorisme. dll
Ketentuan-ketentuan Hukum Pidana, selain termuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana maupun UU Khusus, juga terdapat dalam berbagai Peraturan Perundang-Undangan lainnya, seperti UU. No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, UU No. 9 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta dan sebagainya
Asas-Asas Hukum Pidana Antara lain Ialah:
Asas Legalitas, tidak ada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam Peraturan Perundang-Undangan yang telah ada sebelum perbuatan itu dilakukan (Pasal 1 Ayat (1) KUHP).[butuh rujukan] Jika sesudah perbuatan dilakukan ada perubahan dalam Peraturan Perundang-Undangan, maka yang dipakai adalah aturan yang paling ringan sanksinya bagi terdakwa (Pasal 1 Ayat (2) KUHP)
Asas Tiada Pidana Tanpa Kesalahan, Untuk menjatuhkan pidana kepada orang yang telah melakukan tindak pidana, harus dilakukan bilamana ada unsur kesalahan pada diri orang tersebut.

Asas teritorial, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku atas semua peristiwa pidana yang terjadi di daerah yang menjadi wilayah teritorial Negara Kesatuan Republik Indonesia, termasuk pula kapal berbendera Indonesia, pesawat terbang Indonesia, dan gedung kedutaan dan konsul Indonesia di negara asing (pasal 2 KUHP).
Asas nasionalitas aktif, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi semua WNI yang melakukan tindak pidana di mana pun ia berada (pasal 5 KUHP).
Asas nasionalitas pasif, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi semua tindak pidana yang merugikan kepentingan negara (pasal 4 KUHP).
Berkaitan dengan permasalahan yang telah di sebutkan di atas bahwa pada era global banyak pelanggar hukum yang melanggar hukum di luar wilayah Indonesia jadi apakah mereka dapat di jerat dengan hukum dan apa sanksi yang pantas bagi mereka berdasarkan asas nasional aktif.
Sebagai warga negara yang tunduk pada aturan hukum yang berlaku, sudah  tentu setiap melakukan tindakan yang melawan hukum akan dikenakan sanksi sesuai dengan perbuatan yang dilakukan. Tidak menjadi masalah dimanapun kita berada, karena sekalipun kita berada di luar wilayah negara Indonesia hukum pidana Indonesia tetap berlaku.
KUHP (Kitab Undang – Undang Hukum Pidana) mengatur mengenai kejahatan dan pelanggaran terhadap kepentingan individu dan umum. Di dalam KUHP inilah terkandung asas personal yang bertitik tolak pada orang yang melakukan perbuatan pidana. Di dalam KUHP pasal 5 ayat (1) menentukan sejumlah pasal yang  jika dilakukan oleh orang Indonesia di luar negeri maka diberlakukan hukum pidana Indonesia.

Tetapi memang tidak semua perbuatan pidana yang dilakukan oleh WNI dapat diadili di negara Indonesia karena bisa saja terjadi double criminality, yang menyatakan tindak pidana yang dilakukan oleh WNI ini juga merupakan tindak pidana di negara tempat ia melakukan tindak pidana itu. Sehingga WNI dapat diadili dan di eksekusi di negara tempat ia melakukan perbuatan pidana tersebut, walaupu begitu Negara Indonesia tetap mempunyai kewajiban untuk membela warga negaranya.
Sebagaimana yang telah diuraikan di atas, bahwa asas personal ini berlaku hanya untuk kejahatan – kejahatan tertentu saja artinya tidak semua ketentuan pidana dalam perundang – undangan Indonesia berlaku terhadap warga negara Indonesia ketika warga negara itu sedang berada di luar wilayah negara Indonesia, melainkan pada ketentuan perundang – undangan pidana tertentu dan atau dengan syarat – syarat tertentu.
Ketentuan pidana tertentu ialah ketentuan pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat (1) sub 1, yakni terhadap semua kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan Bab II Buku II, dan pasal – pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I adalah Mengenai Kejahataan Terhadap Keamanan Negara (104-129), dan Bab II adalah Mengenai Kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden (130-139), dan sebagaimana pasal – pasal yang telah ditentukan yaitu mengenai penghasutan, penyebaran surat – surat yang mengandunng penghasutan, membuat tidak cakap untuk dinas militer, bigami dan perampokan. Pengaturan asas personal ini untuk lebih jelasnya dapat kita lihat dalam pasal 5 s.d 8 KUHP, tetapi pasal – pasal tersebut dibatasi oleh pasal 9 KUHP yaitu oleh pengecualian – pengecualian yang diakui dalam hukum internasional. Mengenai hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap seseorang yang telah bersalah melanggar ketentuan-ketentuan dalam undang-undang hukum pidana, dalam Pasal 10 KUHP ditentukan macam-macam hukuman yang dapat dijatuhkan, yaitu sebagai berikut:
Hukuman-Hukuman Pokok
Hukuman mati, tentang hukuman mati ini terdapat negara-negara yang telah menghapuskan bentuknya hukuman ini, seperti Belanda, tetapi di Indonesia sendiri hukuman mati ini kadang masih diberlakukan untuk beberapa hukuman walaupun masih banyaknya pro-kontra terhadap hukuman ini.
Hukuman penjara, hukuman penjara sendiri dibedakan ke dalam hukuman penjara seumur hidup dan penjara sementara. Hukuman penjara sementara minimal 1 tahun dan maksimal 20 tahun. Terpidana wajib tinggal dalam penjara selama masa hukuman dan wajib melakukan pekerjaan yang ada di dalam maupun di luar penjara dan terpidana tidak mempunyai Hak Vistol.
Hukuman kurungan, hukuman ini kondisinya tidak seberat hukuman penjara dan dijatuhkan karena kejahatan-kejahatan ringan atau pelanggaran.[butuh rujukan] Biasanyapterhukum dapat memilih antara hukuman kurungan atau hukuman denda.[butuh rujukan] Bedanya hukuman kurungan dengan hukuman penjara adalah pada hukuman kurungan terpidana tidak dapat ditahan di luar tempat daerah tinggalnya kalau ia tidak mau sedangkan pada hukuman penjara dapat dipenjarakan di mana saja, pekerjaan paksa yang dibebankan kepada terpidana penjara lebih berat dibandingkan dengan pekerjaan yang harus dilakukan oleh terpidana kurungan dan terpidana kurungan mempunyai Hak Vistol (hak untuk memperbaiki nasib) sedangkan pada hukuman penjara tidak demikian.
Hukuman denda, Dalam hal ini terpidana boleh memilih sendiri antara denda dengan kurungan. Maksimum kurungan pengganti denda adalah 6 Bulan.
Hukuman tutupan, hukuman ini dijatuhkan berdasarkan alasan-alasan politik terhadap orang-orang yang telah melakukan kejahatan yang diancam dengan hukuman penjara oleh KUHP.
Hukuman Tambahan Hukuman tambahan tidak dapat dijatuhkan secara tersendiri melainkan harus disertakan pada hukuman pokok, hukuman tambahan tersebut antara lain:
Pencabutan hak-hak tertentu.
Penyitaan barang-barang tertentu
Pengumuman keputusan hakim
Namun kembali pada persoalan di atas mengenai warga Negara Indonesia yang melanggar hokum di luar wilayah Indonesia terdapat pengucualian Ketentuan pidana tertentu ialah ketentuan pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat (1) sub 1, yakni terhadap semua kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan Bab II Buku II, dan pasal – pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I adalah Mengenai Kejahataan Terhadap Keamanan Negara (104-129), dan Bab II adalah Mengenai Kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden (130-139), dan sebagaimana pasal – pasal yang telah ditentukan yaitu mengenai penghasutan, penyebaran surat – surat yang mengandunng penghasutan, membuat tidak cakap untuk dinas militer, bigami dan perampokan. Pengaturan asas personal ini untuk lebih jelasnya dapat kita lihat dalam pasal 5 s.d 8 KUHP, tetapi pasal – pasal tersebut dibatasi oleh pasal 9 KUHP yaitu oleh pengecualian – pengecualian yang diakui dalam hukum internasional. Contoh dari pelanggaran hokum pidana di luar negeri contoh sebuah kasus yang berkaitan dengan penerapan asas personal ini. contoh kasus yang akan saya angkat dalam makalah ini salah satunya adalah mengenai kejahatan pembunuhan yang dilakukan oleh WNI di negera Mesir, dalam kasus ini negara Indonesia bisa saja mengadili warga
negaranya di Indonesia namun ternyata hal ini tidak dapat dilakukan, faktanya bahwa kejahatan mengenai pembunuhan ini juga diatur tegas di negara tempat WNI itu melakukan tindak pidana  (Mesir), maka kasus ini dikembalikan kepada hukum internasional yang mengatur mengenai hukum pidana kemudian dilihat juga ada atau tidaknya perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Mesir, sehingga dapat diketahui akhirnya bahwa kewenangan menerapakan yuridiksi ada pada Mesir sebagai negaralocus delicti. Selain itu Mesirpun memiliki asas territorial (berkaitan dengan locus delicti) yang memperkokoh yuridiksi atas kasus pembunuhan oleh WNI  tersebut.
Mengenai kasus pembunuhan tersebut penerapan asas personal ini mengalami kendala – kendala karena ada banyak faktor yang menguatkan yuridiksi hukum Mesir, diantaranya adalah karena Mesir juga memiliki batas berlakunya hukum pidana menurut tempat (locus delicti) dalam hal ini asas personal seperti halnya Indonesia, kemudian tidak adanya perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Mesir sehingga negara Indonesia tidak dapat meminta penyelesaian kasus di negaranya.
Jadi, KUHP Indonesia yang di dalamnya terkandung asas personal ini dapat diterapkan dalam praktek bagi WNI yang berada di luar wilayah Negara Indonesia, selama memang perbuatan pidana/tindak pidana yang dilakukan adalah sesuai dengan apa yang di cantumkan dalam Bab I dan II Buku II dan beberapa pasal dalam pasal 5 ayat (1) ke-1 yang telah disebutkan di atas. Di sini tidak dipersoalkan apakah tindak pidana tersebut dianggap sebagai kejahatan menurut hukum pidana negara tempat orang Indonesia itu berada. Karena dianggap membahayakan kepentingan negara Indonesia,

maka sejumlah pasal dalam Pasal 5 ayat (1) ke-1 tetap dapat diberlakukan hukum pidana Indonesia. Namun beberapa pasal lain mengenai kejahatan bisa saja diberlakukan asas personal, yang dapat dialihkan penyelesaian kasusnya di negara Indonesia kalau memang sudah ada perjanjian ekstradisi antar dua negara yang bersangkuta.
Semisal masalah tersebut di menangkan oleh Indonesia untuk menyelesaikan hukuman bagi sang pelaku maka hokum yang pantai adalah tindak pidana kejahatan terhadap nyawa orang lain yang mana telah di atur pada
 Pasal 338
Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 339
Pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu perbuatan pidana, yang dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya, atau untuk melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana dalam hal tertangkap tangan, ataupun untuk memastikan penguasaan barang yang diperolehnya secara melawan hukum, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.
Pasal 340
Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana rnati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.

Pasal 341
Seorang ibu yang karena takut akan ketahuan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya, diancam karena membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 342
Seorang ibu yang untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut akan ketahuan bahwa ia akan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian merampas nyawa anaknya, diancam karena melakukan pembunuhan anak sendiri dengan rencana, dengan pidana penjara paling lama semhi- lan tahun.
Pasal 343
Kejahatan yang diterangkan dalam pasal 341 dan 342 dipandang bagi orang lain yang turut serta melakukan, sebagai pembunuhan atau pembunuhan anak dengan rencana.
Pasal 344
Barang siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
Pasal 345
Barang siapa sengaja mendorong orang lain untuk bunuh diri, menolongnya dalam perbuatan itu atau memberi sarana kepadanya untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun kalau orang itu jadi bunuh diri.
Pasal 346 Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

Pasal 347
(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 348
(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 349
Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.




Pasal 350
Dalam hal pemidanaan karena pembunuhan, karena pembunuhan dengan rencana, atau karena salah satu kejahatan berdasarkan Pasal 344, 347 dan 348, dapat dijatuhkan pencabutan hak berdasarkan pasal 35 No. 1- 5.
Jadi berdasarakan KUHP kejadian pembunuhan tersebut dapat di jerat dengan Pasal 338Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama Lima belas tahun.
















BAB III
KESIMPULAN
Dapat kita ambil kesimpulan bahwa setiap warga Negara Indonesia yang melakukan tindak pidana baik di  dalam wilayah Indonesia sendiri ataupun tidak dapat dijerat dengan hukuman pidana sesuai dengan KUHP pasal 5 namun berlaku hanya untuk kejahatan – kejahatan tertentu saja artinya tidak semua ketentuan pidana dalam perundang – undangan Indonesia berlaku terhadap warga negara Indonesia ketika warga negara itu sedang berada di luar wilayah negara Indonesia, melainkan pada ketentuan perundang – undangan pidana tertentu dan atau dengan syarat – syarat tertentu.
Ketentuan pidana tertentu ialah ketentuan pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat (1) sub 1, yakni terhadap semua kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan Bab II Buku II, dan pasal – pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I adalah Mengenai Kejahataan Terhadap Keamanan Negara (104-129), dan Bab II adalah Mengenai Kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden (130-139), dan sebagaimana pasal – pasal yang telah ditentukan yaitu mengenai penghasutan, penyebaran surat – surat yang mengandunng penghasutan, membuat tidak cakap untuk dinas militer, bigami dan perampokan. Pengaturan asas personal ini untuk lebih jelasnya dapat kita lihat dalam pasal 5 s.d 8 KUHP, tetapi pasal – pasal tersebut dibatasi oleh pasal 9 KUHP yaitu oleh pengecualian – pengecualian yang diakui dalam hukum internasional.


TUGAS MALAKAH HUKUM PIDANA
“PENEGAKAN HUKUM PIDANA INDONESIA BERDASARKAN ASAS NASIONALITAS AKTIF”












DISUSUN OLEH:
INDRA KURNIAWAN
(2015115002/SORE K)







UNIVERSITAS MADURA
Kata pengantar
Puji syukur saya ucapkan pada Pemilik Seluruh Kerajaan Semesta yang telah melimpahkan nikmat-Nya kepada kita semua. Sholawat dan salam selalu tercurahkan pada teladan kita, Rasulullah SAW.
Dalam proses penyusunan makalah . banyak bantuan dari berbagai pihak . karena itu saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : kedua orang tua yang telah memberi dukungan serta kepercayaan dari sanalah proses penyusunan makalah ini dapat terselesaikan
Menyadari banyaknya kekurangan dalam penyusunan makalah in karena itu sayan sangat mengharap adanya kritik dan saran untuk melngkapi segala bentuk kekurangan yang ada









                                                                                               Pamekasan 11 April 2016


Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

Hukum Pidana adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan apa yang dilarang dan termasuk ke dalam tindak pidana, serta menentukan hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya.
Menurut Prof. Moeljatno, S.H. Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk
Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.
Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.
Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.
Sedangkan menurut Sudarsono, pada prinsipnya Hukum Pidana adalah yang mengatur tentang kejahatan dan pelanggaran terhadap kepentingan umum dan perbuatan tersebut diancam dengan pidana yang merupakan suatu penderitaan.
Dengan demikian hukum pidana bukanlah mengadakan norma hukum sendiri, melainkan sudah terletak pada norma lain dan sanksi pidana. Diadakan untuk menguatkan ditaatinya norma-norma lain tersebut, misalnya norma agama dan kesusilaan.


BAB II
PERMASALAHAN


Hukum pidana merupakan gejala sosial budaya yang berfungsi untuk menerapkan kaidah-kaidah dan pola-pola perilaku terhadap individu dalam masyarakat. Apabila hukum yang berlaku di dalam masyarakat tidak sesuai dengan kebutuhan serta kepentingan umum maka ia akan mencoba mencari jalan untuk menyimpang. Segala bentuk tingkah laku yang meyimpang yang mengangngu serta merugikan dalam kehidupan masyarakat tersebut dapat diartikan sebagai perilaku jahat. Hukum menetapkan apa yang harus di lakukan dan tidak dilakukan. Sejak orde baru masalah stabilitas nasional termasuk dalam penegekan hukum itu sendiri menjadi komponen utama dalam masalah pembangunan dan kemajuan suatu bangsa banyaknya tindak kejahatan tentu saja menimbulkan banyak kerugian bagi negara indonesia itu sendiri baik dalam sektor ekonomi dan sosial budaya . Namun seiring perkembangan zaman di era global ini banyak dari individu-individu melakukan penyimpangan-penyimpangan tersebut tidak hanya dalam wilayah dimana dia tinggal melainkan mereka juga sekaranga banyak yang melanggar hukum dan perilaku yang seharusnya tidak dilakukan di luar negara yang mengatur hukum itu sendiri dalam hal ini indonesia tentu saja hal seperti itu menimbulkan kerugian bagi hubungan diplomatik negara dengan negara lain. Lantas apa bisa mereka di jerat dengan hukum yang berlaku di negaranya sedangkan mereka melakukannya di luar batas negara indonesia dan semisal bisa lantas hukuman apa yang akan di dapatkan para pelanggar hukum tersebut






BAB III
PEMBAHASAN


Sebelum membahas tentang masalah utama yang terjadi di era global sebagaimana di atas telah di sebutkan kita terlebih dulu harus tau apa hukum pidana itu sendiri apa sumber sumber-sumber dari hukum pidana itu sendiri apa saja asas-asas yang berlaku pada hukum pidana Hukum Pidana adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan apa yang dilarang dan termasuk ke dalam tindak pidana, serta menentukan hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya.
Menurut Prof. Moeljatno, S.H. Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk
Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.
Sumber Hukum Pidana dapat dibedakan atas sumber hukum tertulis dan sumber hukum yang tidak tertulis. Di Indonesia sendiri, kita belum memiliki Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Nasional, sehingga masih diberlakukan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana warisan dari pemerintah kolonial Hindia Belanda. Adapun sistematika Kitab Undang-Undang Hukum Pidana antara lain :
Buku I Tentang Ketentuan Umum (Pasal 1-103).
Buku II Tentang Kejahatan (Pasal 104-488).
Buku III Tentang Pelanggaran (Pasal 489-569).
Dan juga ada beberapa Undang-undang yang mengatur tindak pidana khusus yang dibuat setelah kemerdekaan antara lain:
UU No. 8 Drt Tahun 1955 Tentang tindak Pidana Imigrasi.
UU No. 9 Tahun 1967 Tentang Norkoba.
UU No. 16 Tahun Tahun 2003 Tentang Anti Terorisme. dll
Ketentuan-ketentuan Hukum Pidana, selain termuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana maupun UU Khusus, juga terdapat dalam berbagai Peraturan Perundang-Undangan lainnya, seperti UU. No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, UU No. 9 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta dan sebagainya
Asas-Asas Hukum Pidana Antara lain Ialah:
Asas Legalitas, tidak ada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam Peraturan Perundang-Undangan yang telah ada sebelum perbuatan itu dilakukan (Pasal 1 Ayat (1) KUHP).[butuh rujukan] Jika sesudah perbuatan dilakukan ada perubahan dalam Peraturan Perundang-Undangan, maka yang dipakai adalah aturan yang paling ringan sanksinya bagi terdakwa (Pasal 1 Ayat (2) KUHP)
Asas Tiada Pidana Tanpa Kesalahan, Untuk menjatuhkan pidana kepada orang yang telah melakukan tindak pidana, harus dilakukan bilamana ada unsur kesalahan pada diri orang tersebut.

Asas teritorial, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku atas semua peristiwa pidana yang terjadi di daerah yang menjadi wilayah teritorial Negara Kesatuan Republik Indonesia, termasuk pula kapal berbendera Indonesia, pesawat terbang Indonesia, dan gedung kedutaan dan konsul Indonesia di negara asing (pasal 2 KUHP).
Asas nasionalitas aktif, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi semua WNI yang melakukan tindak pidana di mana pun ia berada (pasal 5 KUHP).
Asas nasionalitas pasif, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi semua tindak pidana yang merugikan kepentingan negara (pasal 4 KUHP).
Berkaitan dengan permasalahan yang telah di sebutkan di atas bahwa pada era global banyak pelanggar hukum yang melanggar hukum di luar wilayah Indonesia jadi apakah mereka dapat di jerat dengan hukum dan apa sanksi yang pantas bagi mereka berdasarkan asas nasional aktif.
Sebagai warga negara yang tunduk pada aturan hukum yang berlaku, sudah  tentu setiap melakukan tindakan yang melawan hukum akan dikenakan sanksi sesuai dengan perbuatan yang dilakukan. Tidak menjadi masalah dimanapun kita berada, karena sekalipun kita berada di luar wilayah negara Indonesia hukum pidana Indonesia tetap berlaku.
KUHP (Kitab Undang – Undang Hukum Pidana) mengatur mengenai kejahatan dan pelanggaran terhadap kepentingan individu dan umum. Di dalam KUHP inilah terkandung asas personal yang bertitik tolak pada orang yang melakukan perbuatan pidana. Di dalam KUHP pasal 5 ayat (1) menentukan sejumlah pasal yang  jika dilakukan oleh orang Indonesia di luar negeri maka diberlakukan hukum pidana Indonesia.

Tetapi memang tidak semua perbuatan pidana yang dilakukan oleh WNI dapat diadili di negara Indonesia karena bisa saja terjadi double criminality, yang menyatakan tindak pidana yang dilakukan oleh WNI ini juga merupakan tindak pidana di negara tempat ia melakukan tindak pidana itu. Sehingga WNI dapat diadili dan di eksekusi di negara tempat ia melakukan perbuatan pidana tersebut, walaupu begitu Negara Indonesia tetap mempunyai kewajiban untuk membela warga negaranya.
Sebagaimana yang telah diuraikan di atas, bahwa asas personal ini berlaku hanya untuk kejahatan – kejahatan tertentu saja artinya tidak semua ketentuan pidana dalam perundang – undangan Indonesia berlaku terhadap warga negara Indonesia ketika warga negara itu sedang berada di luar wilayah negara Indonesia, melainkan pada ketentuan perundang – undangan pidana tertentu dan atau dengan syarat – syarat tertentu.
Ketentuan pidana tertentu ialah ketentuan pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat (1) sub 1, yakni terhadap semua kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan Bab II Buku II, dan pasal – pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I adalah Mengenai Kejahataan Terhadap Keamanan Negara (104-129), dan Bab II adalah Mengenai Kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden (130-139), dan sebagaimana pasal – pasal yang telah ditentukan yaitu mengenai penghasutan, penyebaran surat – surat yang mengandunng penghasutan, membuat tidak cakap untuk dinas militer, bigami dan perampokan. Pengaturan asas personal ini untuk lebih jelasnya dapat kita lihat dalam pasal 5 s.d 8 KUHP, tetapi pasal – pasal tersebut dibatasi oleh pasal 9 KUHP yaitu oleh pengecualian – pengecualian yang diakui dalam hukum internasional. Mengenai hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap seseorang yang telah bersalah melanggar ketentuan-ketentuan dalam undang-undang hukum pidana, dalam Pasal 10 KUHP ditentukan macam-macam hukuman yang dapat dijatuhkan, yaitu sebagai berikut:
Hukuman-Hukuman Pokok
Hukuman mati, tentang hukuman mati ini terdapat negara-negara yang telah menghapuskan bentuknya hukuman ini, seperti Belanda, tetapi di Indonesia sendiri hukuman mati ini kadang masih diberlakukan untuk beberapa hukuman walaupun masih banyaknya pro-kontra terhadap hukuman ini.
Hukuman penjara, hukuman penjara sendiri dibedakan ke dalam hukuman penjara seumur hidup dan penjara sementara. Hukuman penjara sementara minimal 1 tahun dan maksimal 20 tahun. Terpidana wajib tinggal dalam penjara selama masa hukuman dan wajib melakukan pekerjaan yang ada di dalam maupun di luar penjara dan terpidana tidak mempunyai Hak Vistol.
Hukuman kurungan, hukuman ini kondisinya tidak seberat hukuman penjara dan dijatuhkan karena kejahatan-kejahatan ringan atau pelanggaran.[butuh rujukan] Biasanyapterhukum dapat memilih antara hukuman kurungan atau hukuman denda.[butuh rujukan] Bedanya hukuman kurungan dengan hukuman penjara adalah pada hukuman kurungan terpidana tidak dapat ditahan di luar tempat daerah tinggalnya kalau ia tidak mau sedangkan pada hukuman penjara dapat dipenjarakan di mana saja, pekerjaan paksa yang dibebankan kepada terpidana penjara lebih berat dibandingkan dengan pekerjaan yang harus dilakukan oleh terpidana kurungan dan terpidana kurungan mempunyai Hak Vistol (hak untuk memperbaiki nasib) sedangkan pada hukuman penjara tidak demikian.
Hukuman denda, Dalam hal ini terpidana boleh memilih sendiri antara denda dengan kurungan. Maksimum kurungan pengganti denda adalah 6 Bulan.
Hukuman tutupan, hukuman ini dijatuhkan berdasarkan alasan-alasan politik terhadap orang-orang yang telah melakukan kejahatan yang diancam dengan hukuman penjara oleh KUHP.
Hukuman Tambahan Hukuman tambahan tidak dapat dijatuhkan secara tersendiri melainkan harus disertakan pada hukuman pokok, hukuman tambahan tersebut antara lain:
Pencabutan hak-hak tertentu.
Penyitaan barang-barang tertentu
Pengumuman keputusan hakim
Namun kembali pada persoalan di atas mengenai warga Negara Indonesia yang melanggar hokum di luar wilayah Indonesia terdapat pengucualian Ketentuan pidana tertentu ialah ketentuan pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat (1) sub 1, yakni terhadap semua kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan Bab II Buku II, dan pasal – pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I adalah Mengenai Kejahataan Terhadap Keamanan Negara (104-129), dan Bab II adalah Mengenai Kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden (130-139), dan sebagaimana pasal – pasal yang telah ditentukan yaitu mengenai penghasutan, penyebaran surat – surat yang mengandunng penghasutan, membuat tidak cakap untuk dinas militer, bigami dan perampokan. Pengaturan asas personal ini untuk lebih jelasnya dapat kita lihat dalam pasal 5 s.d 8 KUHP, tetapi pasal – pasal tersebut dibatasi oleh pasal 9 KUHP yaitu oleh pengecualian – pengecualian yang diakui dalam hukum internasional. Contoh dari pelanggaran hokum pidana di luar negeri contoh sebuah kasus yang berkaitan dengan penerapan asas personal ini. contoh kasus yang akan saya angkat dalam makalah ini salah satunya adalah mengenai kejahatan pembunuhan yang dilakukan oleh WNI di negera Mesir, dalam kasus ini negara Indonesia bisa saja mengadili warga
negaranya di Indonesia namun ternyata hal ini tidak dapat dilakukan, faktanya bahwa kejahatan mengenai pembunuhan ini juga diatur tegas di negara tempat WNI itu melakukan tindak pidana  (Mesir), maka kasus ini dikembalikan kepada hukum internasional yang mengatur mengenai hukum pidana kemudian dilihat juga ada atau tidaknya perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Mesir, sehingga dapat diketahui akhirnya bahwa kewenangan menerapakan yuridiksi ada pada Mesir sebagai negaralocus delicti. Selain itu Mesirpun memiliki asas territorial (berkaitan dengan locus delicti) yang memperkokoh yuridiksi atas kasus pembunuhan oleh WNI  tersebut.
Mengenai kasus pembunuhan tersebut penerapan asas personal ini mengalami kendala – kendala karena ada banyak faktor yang menguatkan yuridiksi hukum Mesir, diantaranya adalah karena Mesir juga memiliki batas berlakunya hukum pidana menurut tempat (locus delicti) dalam hal ini asas personal seperti halnya Indonesia, kemudian tidak adanya perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Mesir sehingga negara Indonesia tidak dapat meminta penyelesaian kasus di negaranya.
Jadi, KUHP Indonesia yang di dalamnya terkandung asas personal ini dapat diterapkan dalam praktek bagi WNI yang berada di luar wilayah Negara Indonesia, selama memang perbuatan pidana/tindak pidana yang dilakukan adalah sesuai dengan apa yang di cantumkan dalam Bab I dan II Buku II dan beberapa pasal dalam pasal 5 ayat (1) ke-1 yang telah disebutkan di atas. Di sini tidak dipersoalkan apakah tindak pidana tersebut dianggap sebagai kejahatan menurut hukum pidana negara tempat orang Indonesia itu berada. Karena dianggap membahayakan kepentingan negara Indonesia,

maka sejumlah pasal dalam Pasal 5 ayat (1) ke-1 tetap dapat diberlakukan hukum pidana Indonesia. Namun beberapa pasal lain mengenai kejahatan bisa saja diberlakukan asas personal, yang dapat dialihkan penyelesaian kasusnya di negara Indonesia kalau memang sudah ada perjanjian ekstradisi antar dua negara yang bersangkuta.
Semisal masalah tersebut di menangkan oleh Indonesia untuk menyelesaikan hukuman bagi sang pelaku maka hokum yang pantai adalah tindak pidana kejahatan terhadap nyawa orang lain yang mana telah di atur pada
 Pasal 338
Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 339
Pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu perbuatan pidana, yang dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya, atau untuk melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana dalam hal tertangkap tangan, ataupun untuk memastikan penguasaan barang yang diperolehnya secara melawan hukum, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.
Pasal 340
Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana rnati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.

Pasal 341
Seorang ibu yang karena takut akan ketahuan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya, diancam karena membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 342
Seorang ibu yang untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut akan ketahuan bahwa ia akan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian merampas nyawa anaknya, diancam karena melakukan pembunuhan anak sendiri dengan rencana, dengan pidana penjara paling lama semhi- lan tahun.
Pasal 343
Kejahatan yang diterangkan dalam pasal 341 dan 342 dipandang bagi orang lain yang turut serta melakukan, sebagai pembunuhan atau pembunuhan anak dengan rencana.
Pasal 344
Barang siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
Pasal 345
Barang siapa sengaja mendorong orang lain untuk bunuh diri, menolongnya dalam perbuatan itu atau memberi sarana kepadanya untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun kalau orang itu jadi bunuh diri.
Pasal 346 Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

Pasal 347
(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 348
(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 349
Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.




Pasal 350
Dalam hal pemidanaan karena pembunuhan, karena pembunuhan dengan rencana, atau karena salah satu kejahatan berdasarkan Pasal 344, 347 dan 348, dapat dijatuhkan pencabutan hak berdasarkan pasal 35 No. 1- 5.
Jadi berdasarakan KUHP kejadian pembunuhan tersebut dapat di jerat dengan Pasal 338Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama Lima belas tahun.
















BAB III
KESIMPULAN
Dapat kita ambil kesimpulan bahwa setiap warga Negara Indonesia yang melakukan tindak pidana baik di  dalam wilayah Indonesia sendiri ataupun tidak dapat dijerat dengan hukuman pidana sesuai dengan KUHP pasal 5 namun berlaku hanya untuk kejahatan – kejahatan tertentu saja artinya tidak semua ketentuan pidana dalam perundang – undangan Indonesia berlaku terhadap warga negara Indonesia ketika warga negara itu sedang berada di luar wilayah negara Indonesia, melainkan pada ketentuan perundang – undangan pidana tertentu dan atau dengan syarat – syarat tertentu.
Ketentuan pidana tertentu ialah ketentuan pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat (1) sub 1, yakni terhadap semua kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan Bab II Buku II, dan pasal – pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I adalah Mengenai Kejahataan Terhadap Keamanan Negara (104-129), dan Bab II adalah Mengenai Kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden (130-139), dan sebagaimana pasal – pasal yang telah ditentukan yaitu mengenai penghasutan, penyebaran surat – surat yang mengandunng penghasutan, membuat tidak cakap untuk dinas militer, bigami dan perampokan. Pengaturan asas personal ini untuk lebih jelasnya dapat kita lihat dalam pasal 5 s.d 8 KUHP, tetapi pasal – pasal tersebut dibatasi oleh pasal 9 KUHP yaitu oleh pengecualian – pengecualian yang diakui dalam hukum internasional.