TUGAS MALAKAH HUKUM
PIDANA
“PENEGAKAN HUKUM
PIDANA INDONESIA BERDASARKAN ASAS NASIONALITAS AKTIF”
DISUSUN
OLEH:
INDRA KURNIAWAN
INDRA KURNIAWAN
(2015115002/SORE
K)
UNIVERSITAS MADURA
Kata pengantar
Puji syukur saya ucapkan pada Pemilik Seluruh Kerajaan
Semesta yang telah melimpahkan nikmat-Nya kepada kita semua. Sholawat dan salam
selalu tercurahkan pada teladan kita, Rasulullah SAW.
Dalam
proses penyusunan makalah . banyak bantuan dari berbagai pihak . karena itu
saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : kedua orang tua
yang telah memberi dukungan serta kepercayaan dari sanalah proses penyusunan
makalah ini dapat terselesaikan
Menyadari
banyaknya kekurangan dalam penyusunan makalah in karena itu sayan sangat
mengharap adanya kritik dan saran untuk melngkapi segala bentuk kekurangan yang
ada
Pamekasan
11 April 2016
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Hukum Pidana adalah
keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan apa yang
dilarang dan termasuk ke dalam tindak pidana, serta menentukan hukuman apa yang
dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya.
Menurut Prof.
Moeljatno, S.H. Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang
berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk
Menentukan perbuatan-perbuatan mana
yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang, dengan disertai ancaman atau
sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan
tersebut.
Menentukan kapan dan
dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu
dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.
Menentukan dengan cara
bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang
disangka telah melanggar larangan tersebut.
Sedangkan menurut
Sudarsono, pada prinsipnya Hukum Pidana adalah yang mengatur tentang kejahatan
dan pelanggaran terhadap kepentingan umum dan perbuatan tersebut diancam dengan
pidana yang merupakan suatu penderitaan.
Dengan demikian hukum
pidana bukanlah mengadakan norma hukum sendiri, melainkan sudah terletak pada
norma lain dan sanksi pidana. Diadakan untuk menguatkan ditaatinya norma-norma
lain tersebut, misalnya norma agama dan kesusilaan.
BAB II
PERMASALAHAN
Hukum pidana merupakan
gejala sosial budaya yang berfungsi untuk menerapkan kaidah-kaidah dan
pola-pola perilaku terhadap individu dalam masyarakat. Apabila hukum yang
berlaku di dalam masyarakat tidak sesuai dengan kebutuhan serta kepentingan
umum maka ia akan mencoba mencari jalan untuk menyimpang. Segala bentuk tingkah
laku yang meyimpang yang mengangngu serta merugikan dalam kehidupan masyarakat
tersebut dapat diartikan sebagai perilaku jahat. Hukum menetapkan apa yang
harus di lakukan dan tidak dilakukan. Sejak orde baru masalah stabilitas nasional
termasuk dalam penegekan hukum itu sendiri menjadi komponen utama dalam masalah
pembangunan dan kemajuan suatu bangsa banyaknya tindak kejahatan tentu saja
menimbulkan banyak kerugian bagi negara indonesia itu sendiri baik dalam sektor
ekonomi dan sosial budaya . Namun seiring perkembangan zaman di era global ini
banyak dari individu-individu melakukan penyimpangan-penyimpangan tersebut
tidak hanya dalam wilayah dimana dia tinggal melainkan mereka juga sekaranga
banyak yang melanggar hukum dan perilaku yang seharusnya tidak dilakukan di
luar negara yang mengatur hukum itu sendiri dalam hal ini indonesia tentu saja
hal seperti itu menimbulkan kerugian bagi hubungan diplomatik negara dengan
negara lain. Lantas apa bisa mereka di jerat dengan hukum yang berlaku di
negaranya sedangkan mereka melakukannya di luar batas negara indonesia dan
semisal bisa lantas hukuman apa yang akan di dapatkan para pelanggar hukum
tersebut
BAB III
PEMBAHASAN
Sebelum membahas
tentang masalah utama yang terjadi di era global sebagaimana di atas telah di
sebutkan kita terlebih dulu harus tau apa hukum pidana itu sendiri apa sumber
sumber-sumber dari hukum pidana itu sendiri apa saja asas-asas yang berlaku
pada hukum pidana Hukum
Pidana adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan
apa yang dilarang dan termasuk ke dalam tindak pidana, serta menentukan hukuman
apa yang dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya.
Menurut Prof.
Moeljatno, S.H. Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku
di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk
Menentukan perbuatan-perbuatan mana
yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang, dengan disertai ancaman atau
sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan
tersebut.
Sumber Hukum Pidana
dapat dibedakan atas sumber hukum tertulis dan sumber hukum yang tidak
tertulis. Di Indonesia sendiri, kita belum memiliki Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana Nasional, sehingga masih diberlakukan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
warisan dari pemerintah kolonial Hindia Belanda. Adapun sistematika Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana antara lain :
Buku I Tentang Ketentuan Umum (Pasal
1-103).
Buku II Tentang Kejahatan (Pasal
104-488).
Buku III Tentang Pelanggaran (Pasal
489-569).
Dan juga ada beberapa Undang-undang
yang mengatur tindak pidana khusus yang dibuat setelah kemerdekaan antara lain:
UU No. 8 Drt Tahun 1955 Tentang tindak
Pidana Imigrasi.
UU No. 9 Tahun 1967 Tentang Norkoba.
UU No. 16 Tahun Tahun 2003 Tentang Anti
Terorisme. dll
Ketentuan-ketentuan Hukum Pidana,
selain termuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana maupun UU Khusus, juga
terdapat dalam berbagai Peraturan Perundang-Undangan lainnya, seperti UU. No. 5
Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, UU No. 9 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta dan
sebagainya
Asas-Asas
Hukum Pidana Antara lain Ialah:
Asas
Legalitas, tidak ada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan
aturan pidana dalam Peraturan Perundang-Undangan yang telah ada sebelum
perbuatan itu dilakukan (Pasal 1 Ayat (1) KUHP).[butuh rujukan] Jika sesudah
perbuatan dilakukan ada perubahan dalam Peraturan Perundang-Undangan, maka yang
dipakai adalah aturan yang paling ringan sanksinya bagi terdakwa (Pasal 1 Ayat
(2) KUHP)
Asas
Tiada Pidana Tanpa Kesalahan, Untuk menjatuhkan pidana kepada orang yang telah
melakukan tindak pidana, harus dilakukan bilamana ada unsur kesalahan pada diri
orang tersebut.
Asas
teritorial, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku atas semua
peristiwa pidana yang terjadi di daerah yang menjadi wilayah teritorial Negara
Kesatuan Republik Indonesia, termasuk pula kapal berbendera Indonesia, pesawat
terbang Indonesia, dan gedung kedutaan dan konsul Indonesia di negara asing
(pasal 2 KUHP).
Asas
nasionalitas aktif, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi semua
WNI yang melakukan tindak pidana di mana pun ia berada (pasal 5 KUHP).
Asas nasionalitas pasif, artinya
ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi semua tindak pidana yang
merugikan kepentingan negara (pasal 4 KUHP).
Berkaitan dengan permasalahan yang telah di sebutkan di atas
bahwa pada era global banyak pelanggar hukum yang melanggar hukum di luar
wilayah Indonesia jadi apakah mereka dapat di jerat dengan hukum dan apa sanksi
yang pantas bagi mereka berdasarkan asas nasional aktif.
Sebagai warga negara yang tunduk
pada aturan hukum yang berlaku, sudah
tentu setiap melakukan tindakan yang melawan hukum akan dikenakan sanksi
sesuai dengan perbuatan yang dilakukan. Tidak menjadi masalah dimanapun kita
berada, karena sekalipun kita berada di luar wilayah negara Indonesia hukum
pidana Indonesia tetap berlaku.
KUHP (Kitab Undang – Undang Hukum
Pidana) mengatur mengenai kejahatan dan pelanggaran terhadap kepentingan
individu dan umum. Di dalam KUHP inilah terkandung asas personal yang bertitik
tolak pada orang yang melakukan perbuatan pidana. Di dalam KUHP pasal 5 ayat
(1) menentukan sejumlah pasal yang jika dilakukan oleh orang Indonesia di
luar negeri maka diberlakukan hukum pidana Indonesia.
Tetapi memang tidak semua
perbuatan pidana yang dilakukan oleh WNI dapat diadili di negara Indonesia
karena bisa saja terjadi double criminality, yang menyatakan tindak pidana yang dilakukan oleh WNI
ini juga merupakan tindak pidana di negara tempat ia melakukan tindak pidana
itu. Sehingga WNI dapat diadili dan di eksekusi di negara tempat ia melakukan
perbuatan pidana tersebut, walaupu begitu Negara Indonesia tetap mempunyai
kewajiban untuk membela warga negaranya.
Sebagaimana yang telah diuraikan
di atas, bahwa asas personal ini berlaku hanya untuk kejahatan – kejahatan
tertentu saja artinya tidak semua ketentuan pidana dalam perundang – undangan
Indonesia berlaku terhadap warga negara Indonesia ketika warga negara itu
sedang berada di luar wilayah negara Indonesia, melainkan pada ketentuan
perundang – undangan pidana tertentu dan atau dengan syarat – syarat tertentu.
Ketentuan pidana tertentu ialah
ketentuan pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat (1) sub 1, yakni
terhadap semua kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan Bab II Buku II, dan
pasal – pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I adalah Mengenai
Kejahataan Terhadap Keamanan Negara (104-129), dan Bab II adalah Mengenai
Kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden (130-139), dan
sebagaimana pasal – pasal yang telah ditentukan yaitu mengenai penghasutan,
penyebaran surat – surat yang mengandunng penghasutan, membuat tidak cakap
untuk dinas militer, bigami dan perampokan. Pengaturan asas personal ini untuk
lebih jelasnya dapat kita lihat dalam pasal 5 s.d 8 KUHP, tetapi pasal – pasal
tersebut dibatasi oleh pasal 9 KUHP yaitu oleh pengecualian – pengecualian yang
diakui dalam hukum internasional. Mengenai hukuman apa yang dapat
dijatuhkan terhadap seseorang yang telah bersalah melanggar ketentuan-ketentuan
dalam undang-undang hukum pidana, dalam Pasal 10 KUHP ditentukan macam-macam
hukuman yang dapat dijatuhkan, yaitu sebagai berikut:
Hukuman-Hukuman
Pokok
Hukuman
mati, tentang hukuman mati ini terdapat negara-negara yang telah menghapuskan
bentuknya hukuman ini, seperti Belanda, tetapi di Indonesia sendiri hukuman
mati ini kadang masih diberlakukan untuk beberapa hukuman walaupun masih
banyaknya pro-kontra terhadap hukuman ini.
Hukuman
penjara, hukuman penjara sendiri dibedakan ke dalam hukuman penjara seumur
hidup dan penjara sementara. Hukuman penjara sementara minimal 1 tahun dan
maksimal 20 tahun. Terpidana wajib tinggal dalam penjara selama masa hukuman
dan wajib melakukan pekerjaan yang ada di dalam maupun di luar penjara dan
terpidana tidak mempunyai Hak Vistol.
Hukuman
kurungan, hukuman ini kondisinya tidak seberat hukuman penjara dan dijatuhkan
karena kejahatan-kejahatan ringan atau pelanggaran.[butuh rujukan]
Biasanyapterhukum dapat memilih antara hukuman kurungan atau hukuman
denda.[butuh rujukan] Bedanya hukuman kurungan dengan hukuman penjara adalah
pada hukuman kurungan terpidana tidak dapat ditahan di luar tempat daerah
tinggalnya kalau ia tidak mau sedangkan pada hukuman penjara dapat dipenjarakan
di mana saja, pekerjaan paksa yang dibebankan kepada terpidana penjara lebih
berat dibandingkan dengan pekerjaan yang harus dilakukan oleh terpidana
kurungan dan terpidana kurungan mempunyai Hak Vistol (hak untuk memperbaiki
nasib) sedangkan pada hukuman penjara tidak demikian.
Hukuman
denda, Dalam hal ini terpidana boleh memilih sendiri antara denda dengan
kurungan. Maksimum kurungan pengganti denda adalah 6 Bulan.
Hukuman
tutupan, hukuman ini dijatuhkan berdasarkan alasan-alasan politik terhadap
orang-orang yang telah melakukan kejahatan yang diancam dengan hukuman penjara
oleh KUHP.
Hukuman
Tambahan Hukuman tambahan tidak dapat dijatuhkan secara tersendiri melainkan
harus disertakan pada hukuman pokok, hukuman tambahan tersebut antara lain:
Pencabutan
hak-hak tertentu.
Penyitaan
barang-barang tertentu
Pengumuman
keputusan hakim
Namun kembali pada persoalan di
atas mengenai warga Negara Indonesia yang melanggar hokum di luar wilayah
Indonesia terdapat pengucualian Ketentuan pidana tertentu ialah ketentuan
pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat (1) sub 1, yakni terhadap semua
kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan Bab II Buku II, dan pasal – pasal
160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I adalah Mengenai Kejahataan Terhadap
Keamanan Negara (104-129), dan Bab II adalah Mengenai Kejahatan Terhadap
Martabat Presiden dan Wakil Presiden (130-139), dan sebagaimana pasal – pasal
yang telah ditentukan yaitu mengenai penghasutan, penyebaran surat – surat yang
mengandunng penghasutan, membuat tidak cakap untuk dinas militer, bigami dan
perampokan. Pengaturan asas personal ini untuk lebih jelasnya dapat kita lihat
dalam pasal 5 s.d 8 KUHP, tetapi pasal – pasal tersebut dibatasi oleh pasal 9
KUHP yaitu oleh pengecualian – pengecualian yang diakui dalam hukum
internasional. Contoh dari pelanggaran hokum pidana di luar negeri contoh
sebuah kasus yang berkaitan dengan penerapan asas personal ini. contoh kasus
yang akan saya angkat dalam makalah ini salah satunya adalah mengenai kejahatan
pembunuhan yang dilakukan oleh WNI di negera Mesir, dalam kasus ini negara
Indonesia bisa saja mengadili warga
negaranya di Indonesia namun
ternyata hal ini tidak dapat dilakukan, faktanya bahwa kejahatan mengenai
pembunuhan ini juga diatur tegas di negara tempat WNI itu melakukan tindak
pidana (Mesir), maka kasus ini dikembalikan kepada hukum internasional
yang mengatur mengenai hukum pidana kemudian dilihat juga ada atau tidaknya
perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Mesir, sehingga dapat diketahui
akhirnya bahwa kewenangan menerapakan yuridiksi ada pada Mesir sebagai negaralocus
delicti. Selain itu Mesirpun memiliki asas territorial (berkaitan
dengan locus delicti) yang memperkokoh yuridiksi atas kasus
pembunuhan oleh WNI tersebut.
Mengenai kasus pembunuhan tersebut penerapan asas
personal ini mengalami kendala – kendala karena ada banyak faktor yang
menguatkan yuridiksi hukum Mesir, diantaranya adalah karena Mesir juga memiliki
batas berlakunya hukum pidana menurut tempat (locus delicti) dalam hal
ini asas personal seperti halnya Indonesia, kemudian tidak adanya perjanjian
ekstradisi antara Indonesia dengan Mesir sehingga negara Indonesia tidak dapat
meminta penyelesaian kasus di negaranya.
Jadi, KUHP Indonesia yang di dalamnya terkandung asas
personal ini dapat diterapkan dalam praktek bagi WNI yang berada di luar
wilayah Negara Indonesia, selama memang perbuatan pidana/tindak pidana yang
dilakukan adalah sesuai dengan apa yang di cantumkan dalam Bab I dan II Buku II
dan beberapa pasal dalam pasal 5 ayat (1) ke-1 yang telah disebutkan di atas.
Di sini tidak dipersoalkan apakah tindak pidana tersebut dianggap sebagai
kejahatan menurut hukum pidana negara tempat orang Indonesia itu berada. Karena
dianggap membahayakan kepentingan negara Indonesia,
maka
sejumlah pasal dalam Pasal 5 ayat (1) ke-1 tetap dapat diberlakukan hukum
pidana Indonesia. Namun beberapa pasal lain mengenai kejahatan bisa saja
diberlakukan asas personal, yang dapat dialihkan penyelesaian kasusnya di
negara Indonesia kalau memang sudah ada perjanjian ekstradisi antar dua negara
yang bersangkuta.
Semisal masalah tersebut di menangkan oleh Indonesia
untuk menyelesaikan hukuman bagi sang pelaku maka hokum yang pantai adalah
tindak pidana kejahatan terhadap nyawa orang lain yang mana telah di atur pada
Pasal 338
Barang siapa
dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan
pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 339
Pembunuhan
yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu perbuatan pidana, yang
dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya,
atau untuk melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana dalam hal
tertangkap tangan, ataupun untuk memastikan penguasaan barang yang diperolehnya
secara melawan hukum, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau selama
waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.
Pasal 340
Barang
siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang
lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana rnati atau pidana
penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.
Pasal 341
Seorang
ibu yang karena takut akan ketahuan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan
atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya, diancam karena
membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 342
Seorang
ibu yang untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut akan ketahuan
bahwa ia akan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian
merampas nyawa anaknya, diancam karena melakukan pembunuhan anak sendiri dengan
rencana, dengan pidana penjara paling lama semhi- lan tahun.
Pasal 343
Kejahatan
yang diterangkan dalam pasal 341 dan 342 dipandang bagi orang lain yang turut
serta melakukan, sebagai pembunuhan atau pembunuhan anak dengan rencana.
Pasal 344
Barang
siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas
dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara paling lama
dua belas tahun.
Pasal 345
Barang
siapa sengaja mendorong orang lain untuk bunuh diri, menolongnya dalam
perbuatan itu atau memberi sarana kepadanya untuk itu, diancam dengan pidana
penjara paling lama empat tahun kalau orang itu jadi bunuh diri.
Pasal 346
Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau
menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat
tahun.
Pasal 347
(1)
Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua
belas tahun.
(2)
Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut diancam dengan pidana
penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 348
(1)
Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima
tahun enam bulan.
(2)
Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana
penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 349
Jika
seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan
pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang
diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal
itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan
pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.
Pasal 350
Dalam
hal pemidanaan karena pembunuhan, karena pembunuhan dengan rencana, atau karena
salah satu kejahatan berdasarkan Pasal 344, 347 dan 348, dapat dijatuhkan
pencabutan hak berdasarkan pasal 35 No. 1- 5.
Jadi berdasarakan KUHP kejadian
pembunuhan tersebut dapat di jerat dengan Pasal 338 “Barang siapa dengan
sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana
penjara paling lama Lima belas tahun”.
BAB III
KESIMPULAN
Dapat kita ambil kesimpulan bahwa setiap warga Negara
Indonesia yang melakukan tindak pidana baik di
dalam wilayah Indonesia sendiri ataupun tidak dapat dijerat dengan
hukuman pidana sesuai dengan KUHP pasal 5 namun berlaku
hanya untuk kejahatan – kejahatan tertentu saja artinya tidak semua ketentuan
pidana dalam perundang – undangan Indonesia berlaku terhadap warga negara
Indonesia ketika warga negara itu sedang berada di luar wilayah negara
Indonesia, melainkan pada ketentuan perundang – undangan pidana tertentu dan
atau dengan syarat – syarat tertentu.
Ketentuan
pidana tertentu ialah ketentuan pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat
(1) sub 1, yakni terhadap semua kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan
Bab II Buku II, dan pasal – pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I
adalah Mengenai Kejahataan Terhadap Keamanan Negara (104-129), dan Bab II
adalah Mengenai Kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden
(130-139), dan sebagaimana pasal – pasal yang telah ditentukan yaitu mengenai
penghasutan, penyebaran surat – surat yang mengandunng penghasutan, membuat
tidak cakap untuk dinas militer, bigami dan perampokan. Pengaturan asas
personal ini untuk lebih jelasnya dapat kita lihat dalam pasal 5 s.d 8 KUHP,
tetapi pasal – pasal tersebut dibatasi oleh pasal 9 KUHP yaitu oleh
pengecualian – pengecualian yang diakui dalam hukum internasional.
‘
‘
‘
TUGAS MALAKAH HUKUM
PIDANA
“PENEGAKAN HUKUM
PIDANA INDONESIA BERDASARKAN ASAS NASIONALITAS AKTIF”
DISUSUN
OLEH:
INDRA KURNIAWAN
INDRA KURNIAWAN
(2015115002/SORE
K)
UNIVERSITAS MADURA
Kata pengantar
Puji syukur saya ucapkan pada Pemilik Seluruh Kerajaan
Semesta yang telah melimpahkan nikmat-Nya kepada kita semua. Sholawat dan salam
selalu tercurahkan pada teladan kita, Rasulullah SAW.
Dalam
proses penyusunan makalah . banyak bantuan dari berbagai pihak . karena itu
saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : kedua orang tua
yang telah memberi dukungan serta kepercayaan dari sanalah proses penyusunan
makalah ini dapat terselesaikan
Menyadari
banyaknya kekurangan dalam penyusunan makalah in karena itu sayan sangat
mengharap adanya kritik dan saran untuk melngkapi segala bentuk kekurangan yang
ada
Pamekasan
11 April 2016
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Hukum Pidana adalah
keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan apa yang
dilarang dan termasuk ke dalam tindak pidana, serta menentukan hukuman apa yang
dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya.
Menurut Prof.
Moeljatno, S.H. Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang
berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk
Menentukan perbuatan-perbuatan mana
yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang, dengan disertai ancaman atau
sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan
tersebut.
Menentukan kapan dan
dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu
dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.
Menentukan dengan cara
bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang
disangka telah melanggar larangan tersebut.
Sedangkan menurut
Sudarsono, pada prinsipnya Hukum Pidana adalah yang mengatur tentang kejahatan
dan pelanggaran terhadap kepentingan umum dan perbuatan tersebut diancam dengan
pidana yang merupakan suatu penderitaan.
Dengan demikian hukum
pidana bukanlah mengadakan norma hukum sendiri, melainkan sudah terletak pada
norma lain dan sanksi pidana. Diadakan untuk menguatkan ditaatinya norma-norma
lain tersebut, misalnya norma agama dan kesusilaan.
BAB II
PERMASALAHAN
Hukum pidana merupakan
gejala sosial budaya yang berfungsi untuk menerapkan kaidah-kaidah dan
pola-pola perilaku terhadap individu dalam masyarakat. Apabila hukum yang
berlaku di dalam masyarakat tidak sesuai dengan kebutuhan serta kepentingan
umum maka ia akan mencoba mencari jalan untuk menyimpang. Segala bentuk tingkah
laku yang meyimpang yang mengangngu serta merugikan dalam kehidupan masyarakat
tersebut dapat diartikan sebagai perilaku jahat. Hukum menetapkan apa yang
harus di lakukan dan tidak dilakukan. Sejak orde baru masalah stabilitas nasional
termasuk dalam penegekan hukum itu sendiri menjadi komponen utama dalam masalah
pembangunan dan kemajuan suatu bangsa banyaknya tindak kejahatan tentu saja
menimbulkan banyak kerugian bagi negara indonesia itu sendiri baik dalam sektor
ekonomi dan sosial budaya . Namun seiring perkembangan zaman di era global ini
banyak dari individu-individu melakukan penyimpangan-penyimpangan tersebut
tidak hanya dalam wilayah dimana dia tinggal melainkan mereka juga sekaranga
banyak yang melanggar hukum dan perilaku yang seharusnya tidak dilakukan di
luar negara yang mengatur hukum itu sendiri dalam hal ini indonesia tentu saja
hal seperti itu menimbulkan kerugian bagi hubungan diplomatik negara dengan
negara lain. Lantas apa bisa mereka di jerat dengan hukum yang berlaku di
negaranya sedangkan mereka melakukannya di luar batas negara indonesia dan
semisal bisa lantas hukuman apa yang akan di dapatkan para pelanggar hukum
tersebut
BAB III
PEMBAHASAN
Sebelum membahas
tentang masalah utama yang terjadi di era global sebagaimana di atas telah di
sebutkan kita terlebih dulu harus tau apa hukum pidana itu sendiri apa sumber
sumber-sumber dari hukum pidana itu sendiri apa saja asas-asas yang berlaku
pada hukum pidana Hukum
Pidana adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan
apa yang dilarang dan termasuk ke dalam tindak pidana, serta menentukan hukuman
apa yang dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya.
Menurut Prof.
Moeljatno, S.H. Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku
di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk
Menentukan perbuatan-perbuatan mana
yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang, dengan disertai ancaman atau
sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan
tersebut.
Sumber Hukum Pidana
dapat dibedakan atas sumber hukum tertulis dan sumber hukum yang tidak
tertulis. Di Indonesia sendiri, kita belum memiliki Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana Nasional, sehingga masih diberlakukan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
warisan dari pemerintah kolonial Hindia Belanda. Adapun sistematika Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana antara lain :
Buku I Tentang Ketentuan Umum (Pasal
1-103).
Buku II Tentang Kejahatan (Pasal
104-488).
Buku III Tentang Pelanggaran (Pasal
489-569).
Dan juga ada beberapa Undang-undang
yang mengatur tindak pidana khusus yang dibuat setelah kemerdekaan antara lain:
UU No. 8 Drt Tahun 1955 Tentang tindak
Pidana Imigrasi.
UU No. 9 Tahun 1967 Tentang Norkoba.
UU No. 16 Tahun Tahun 2003 Tentang Anti
Terorisme. dll
Ketentuan-ketentuan Hukum Pidana,
selain termuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana maupun UU Khusus, juga
terdapat dalam berbagai Peraturan Perundang-Undangan lainnya, seperti UU. No. 5
Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, UU No. 9 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta dan
sebagainya
Asas-Asas
Hukum Pidana Antara lain Ialah:
Asas
Legalitas, tidak ada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan
aturan pidana dalam Peraturan Perundang-Undangan yang telah ada sebelum
perbuatan itu dilakukan (Pasal 1 Ayat (1) KUHP).[butuh rujukan] Jika sesudah
perbuatan dilakukan ada perubahan dalam Peraturan Perundang-Undangan, maka yang
dipakai adalah aturan yang paling ringan sanksinya bagi terdakwa (Pasal 1 Ayat
(2) KUHP)
Asas
Tiada Pidana Tanpa Kesalahan, Untuk menjatuhkan pidana kepada orang yang telah
melakukan tindak pidana, harus dilakukan bilamana ada unsur kesalahan pada diri
orang tersebut.
Asas
teritorial, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku atas semua
peristiwa pidana yang terjadi di daerah yang menjadi wilayah teritorial Negara
Kesatuan Republik Indonesia, termasuk pula kapal berbendera Indonesia, pesawat
terbang Indonesia, dan gedung kedutaan dan konsul Indonesia di negara asing
(pasal 2 KUHP).
Asas
nasionalitas aktif, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi semua
WNI yang melakukan tindak pidana di mana pun ia berada (pasal 5 KUHP).
Asas nasionalitas pasif, artinya
ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi semua tindak pidana yang
merugikan kepentingan negara (pasal 4 KUHP).
Berkaitan dengan permasalahan yang telah di sebutkan di atas
bahwa pada era global banyak pelanggar hukum yang melanggar hukum di luar
wilayah Indonesia jadi apakah mereka dapat di jerat dengan hukum dan apa sanksi
yang pantas bagi mereka berdasarkan asas nasional aktif.
Sebagai warga negara yang tunduk
pada aturan hukum yang berlaku, sudah
tentu setiap melakukan tindakan yang melawan hukum akan dikenakan sanksi
sesuai dengan perbuatan yang dilakukan. Tidak menjadi masalah dimanapun kita
berada, karena sekalipun kita berada di luar wilayah negara Indonesia hukum
pidana Indonesia tetap berlaku.
KUHP (Kitab Undang – Undang Hukum
Pidana) mengatur mengenai kejahatan dan pelanggaran terhadap kepentingan
individu dan umum. Di dalam KUHP inilah terkandung asas personal yang bertitik
tolak pada orang yang melakukan perbuatan pidana. Di dalam KUHP pasal 5 ayat
(1) menentukan sejumlah pasal yang jika dilakukan oleh orang Indonesia di
luar negeri maka diberlakukan hukum pidana Indonesia.
Tetapi memang tidak semua
perbuatan pidana yang dilakukan oleh WNI dapat diadili di negara Indonesia
karena bisa saja terjadi double criminality, yang menyatakan tindak pidana yang dilakukan oleh WNI
ini juga merupakan tindak pidana di negara tempat ia melakukan tindak pidana
itu. Sehingga WNI dapat diadili dan di eksekusi di negara tempat ia melakukan
perbuatan pidana tersebut, walaupu begitu Negara Indonesia tetap mempunyai
kewajiban untuk membela warga negaranya.
Sebagaimana yang telah diuraikan
di atas, bahwa asas personal ini berlaku hanya untuk kejahatan – kejahatan
tertentu saja artinya tidak semua ketentuan pidana dalam perundang – undangan
Indonesia berlaku terhadap warga negara Indonesia ketika warga negara itu
sedang berada di luar wilayah negara Indonesia, melainkan pada ketentuan
perundang – undangan pidana tertentu dan atau dengan syarat – syarat tertentu.
Ketentuan pidana tertentu ialah
ketentuan pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat (1) sub 1, yakni
terhadap semua kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan Bab II Buku II, dan
pasal – pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I adalah Mengenai
Kejahataan Terhadap Keamanan Negara (104-129), dan Bab II adalah Mengenai
Kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden (130-139), dan
sebagaimana pasal – pasal yang telah ditentukan yaitu mengenai penghasutan,
penyebaran surat – surat yang mengandunng penghasutan, membuat tidak cakap
untuk dinas militer, bigami dan perampokan. Pengaturan asas personal ini untuk
lebih jelasnya dapat kita lihat dalam pasal 5 s.d 8 KUHP, tetapi pasal – pasal
tersebut dibatasi oleh pasal 9 KUHP yaitu oleh pengecualian – pengecualian yang
diakui dalam hukum internasional. Mengenai hukuman apa yang dapat
dijatuhkan terhadap seseorang yang telah bersalah melanggar ketentuan-ketentuan
dalam undang-undang hukum pidana, dalam Pasal 10 KUHP ditentukan macam-macam
hukuman yang dapat dijatuhkan, yaitu sebagai berikut:
Hukuman-Hukuman
Pokok
Hukuman
mati, tentang hukuman mati ini terdapat negara-negara yang telah menghapuskan
bentuknya hukuman ini, seperti Belanda, tetapi di Indonesia sendiri hukuman
mati ini kadang masih diberlakukan untuk beberapa hukuman walaupun masih
banyaknya pro-kontra terhadap hukuman ini.
Hukuman
penjara, hukuman penjara sendiri dibedakan ke dalam hukuman penjara seumur
hidup dan penjara sementara. Hukuman penjara sementara minimal 1 tahun dan
maksimal 20 tahun. Terpidana wajib tinggal dalam penjara selama masa hukuman
dan wajib melakukan pekerjaan yang ada di dalam maupun di luar penjara dan
terpidana tidak mempunyai Hak Vistol.
Hukuman
kurungan, hukuman ini kondisinya tidak seberat hukuman penjara dan dijatuhkan
karena kejahatan-kejahatan ringan atau pelanggaran.[butuh rujukan]
Biasanyapterhukum dapat memilih antara hukuman kurungan atau hukuman
denda.[butuh rujukan] Bedanya hukuman kurungan dengan hukuman penjara adalah
pada hukuman kurungan terpidana tidak dapat ditahan di luar tempat daerah
tinggalnya kalau ia tidak mau sedangkan pada hukuman penjara dapat dipenjarakan
di mana saja, pekerjaan paksa yang dibebankan kepada terpidana penjara lebih
berat dibandingkan dengan pekerjaan yang harus dilakukan oleh terpidana
kurungan dan terpidana kurungan mempunyai Hak Vistol (hak untuk memperbaiki
nasib) sedangkan pada hukuman penjara tidak demikian.
Hukuman
denda, Dalam hal ini terpidana boleh memilih sendiri antara denda dengan
kurungan. Maksimum kurungan pengganti denda adalah 6 Bulan.
Hukuman
tutupan, hukuman ini dijatuhkan berdasarkan alasan-alasan politik terhadap
orang-orang yang telah melakukan kejahatan yang diancam dengan hukuman penjara
oleh KUHP.
Hukuman
Tambahan Hukuman tambahan tidak dapat dijatuhkan secara tersendiri melainkan
harus disertakan pada hukuman pokok, hukuman tambahan tersebut antara lain:
Pencabutan
hak-hak tertentu.
Penyitaan
barang-barang tertentu
Pengumuman
keputusan hakim
Namun kembali pada persoalan di
atas mengenai warga Negara Indonesia yang melanggar hokum di luar wilayah
Indonesia terdapat pengucualian Ketentuan pidana tertentu ialah ketentuan
pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat (1) sub 1, yakni terhadap semua
kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan Bab II Buku II, dan pasal – pasal
160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I adalah Mengenai Kejahataan Terhadap
Keamanan Negara (104-129), dan Bab II adalah Mengenai Kejahatan Terhadap
Martabat Presiden dan Wakil Presiden (130-139), dan sebagaimana pasal – pasal
yang telah ditentukan yaitu mengenai penghasutan, penyebaran surat – surat yang
mengandunng penghasutan, membuat tidak cakap untuk dinas militer, bigami dan
perampokan. Pengaturan asas personal ini untuk lebih jelasnya dapat kita lihat
dalam pasal 5 s.d 8 KUHP, tetapi pasal – pasal tersebut dibatasi oleh pasal 9
KUHP yaitu oleh pengecualian – pengecualian yang diakui dalam hukum
internasional. Contoh dari pelanggaran hokum pidana di luar negeri contoh
sebuah kasus yang berkaitan dengan penerapan asas personal ini. contoh kasus
yang akan saya angkat dalam makalah ini salah satunya adalah mengenai kejahatan
pembunuhan yang dilakukan oleh WNI di negera Mesir, dalam kasus ini negara
Indonesia bisa saja mengadili warga
negaranya di Indonesia namun
ternyata hal ini tidak dapat dilakukan, faktanya bahwa kejahatan mengenai
pembunuhan ini juga diatur tegas di negara tempat WNI itu melakukan tindak
pidana (Mesir), maka kasus ini dikembalikan kepada hukum internasional
yang mengatur mengenai hukum pidana kemudian dilihat juga ada atau tidaknya
perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Mesir, sehingga dapat diketahui
akhirnya bahwa kewenangan menerapakan yuridiksi ada pada Mesir sebagai negaralocus
delicti. Selain itu Mesirpun memiliki asas territorial (berkaitan
dengan locus delicti) yang memperkokoh yuridiksi atas kasus
pembunuhan oleh WNI tersebut.
Mengenai kasus pembunuhan tersebut penerapan asas
personal ini mengalami kendala – kendala karena ada banyak faktor yang
menguatkan yuridiksi hukum Mesir, diantaranya adalah karena Mesir juga memiliki
batas berlakunya hukum pidana menurut tempat (locus delicti) dalam hal
ini asas personal seperti halnya Indonesia, kemudian tidak adanya perjanjian
ekstradisi antara Indonesia dengan Mesir sehingga negara Indonesia tidak dapat
meminta penyelesaian kasus di negaranya.
Jadi, KUHP Indonesia yang di dalamnya terkandung asas
personal ini dapat diterapkan dalam praktek bagi WNI yang berada di luar
wilayah Negara Indonesia, selama memang perbuatan pidana/tindak pidana yang
dilakukan adalah sesuai dengan apa yang di cantumkan dalam Bab I dan II Buku II
dan beberapa pasal dalam pasal 5 ayat (1) ke-1 yang telah disebutkan di atas.
Di sini tidak dipersoalkan apakah tindak pidana tersebut dianggap sebagai
kejahatan menurut hukum pidana negara tempat orang Indonesia itu berada. Karena
dianggap membahayakan kepentingan negara Indonesia,
maka
sejumlah pasal dalam Pasal 5 ayat (1) ke-1 tetap dapat diberlakukan hukum
pidana Indonesia. Namun beberapa pasal lain mengenai kejahatan bisa saja
diberlakukan asas personal, yang dapat dialihkan penyelesaian kasusnya di
negara Indonesia kalau memang sudah ada perjanjian ekstradisi antar dua negara
yang bersangkuta.
Semisal masalah tersebut di menangkan oleh Indonesia
untuk menyelesaikan hukuman bagi sang pelaku maka hokum yang pantai adalah
tindak pidana kejahatan terhadap nyawa orang lain yang mana telah di atur pada
Pasal 338
Barang siapa
dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan
pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 339
Pembunuhan
yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu perbuatan pidana, yang
dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya,
atau untuk melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana dalam hal
tertangkap tangan, ataupun untuk memastikan penguasaan barang yang diperolehnya
secara melawan hukum, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau selama
waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.
Pasal 340
Barang
siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang
lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana rnati atau pidana
penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.
Pasal 341
Seorang
ibu yang karena takut akan ketahuan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan
atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya, diancam karena
membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 342
Seorang
ibu yang untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut akan ketahuan
bahwa ia akan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian
merampas nyawa anaknya, diancam karena melakukan pembunuhan anak sendiri dengan
rencana, dengan pidana penjara paling lama semhi- lan tahun.
Pasal 343
Kejahatan
yang diterangkan dalam pasal 341 dan 342 dipandang bagi orang lain yang turut
serta melakukan, sebagai pembunuhan atau pembunuhan anak dengan rencana.
Pasal 344
Barang
siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas
dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara paling lama
dua belas tahun.
Pasal 345
Barang
siapa sengaja mendorong orang lain untuk bunuh diri, menolongnya dalam
perbuatan itu atau memberi sarana kepadanya untuk itu, diancam dengan pidana
penjara paling lama empat tahun kalau orang itu jadi bunuh diri.
Pasal 346
Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau
menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat
tahun.
Pasal 347
(1)
Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua
belas tahun.
(2)
Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut diancam dengan pidana
penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 348
(1)
Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima
tahun enam bulan.
(2)
Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana
penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 349
Jika
seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan
pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang
diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal
itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan
pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.
Pasal 350
Dalam
hal pemidanaan karena pembunuhan, karena pembunuhan dengan rencana, atau karena
salah satu kejahatan berdasarkan Pasal 344, 347 dan 348, dapat dijatuhkan
pencabutan hak berdasarkan pasal 35 No. 1- 5.
Jadi berdasarakan KUHP kejadian
pembunuhan tersebut dapat di jerat dengan Pasal 338 “Barang siapa dengan
sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana
penjara paling lama Lima belas tahun”.
BAB III
KESIMPULAN
Dapat kita ambil kesimpulan bahwa setiap warga Negara
Indonesia yang melakukan tindak pidana baik di
dalam wilayah Indonesia sendiri ataupun tidak dapat dijerat dengan
hukuman pidana sesuai dengan KUHP pasal 5 namun berlaku
hanya untuk kejahatan – kejahatan tertentu saja artinya tidak semua ketentuan
pidana dalam perundang – undangan Indonesia berlaku terhadap warga negara
Indonesia ketika warga negara itu sedang berada di luar wilayah negara
Indonesia, melainkan pada ketentuan perundang – undangan pidana tertentu dan
atau dengan syarat – syarat tertentu.
Ketentuan
pidana tertentu ialah ketentuan pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat
(1) sub 1, yakni terhadap semua kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan
Bab II Buku II, dan pasal – pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I
adalah Mengenai Kejahataan Terhadap Keamanan Negara (104-129), dan Bab II
adalah Mengenai Kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden
(130-139), dan sebagaimana pasal – pasal yang telah ditentukan yaitu mengenai
penghasutan, penyebaran surat – surat yang mengandunng penghasutan, membuat
tidak cakap untuk dinas militer, bigami dan perampokan. Pengaturan asas
personal ini untuk lebih jelasnya dapat kita lihat dalam pasal 5 s.d 8 KUHP,
tetapi pasal – pasal tersebut dibatasi oleh pasal 9 KUHP yaitu oleh
pengecualian – pengecualian yang diakui dalam hukum internasional.
TUGAS MALAKAH HUKUM
PIDANA
“PENEGAKAN HUKUM
PIDANA INDONESIA BERDASARKAN ASAS NASIONALITAS AKTIF”
DISUSUN
OLEH:
INDRA KURNIAWAN
INDRA KURNIAWAN
(2015115002/SORE
K)
UNIVERSITAS MADURA
Kata pengantar
Puji syukur saya ucapkan pada Pemilik Seluruh Kerajaan
Semesta yang telah melimpahkan nikmat-Nya kepada kita semua. Sholawat dan salam
selalu tercurahkan pada teladan kita, Rasulullah SAW.
Dalam
proses penyusunan makalah . banyak bantuan dari berbagai pihak . karena itu
saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : kedua orang tua
yang telah memberi dukungan serta kepercayaan dari sanalah proses penyusunan
makalah ini dapat terselesaikan
Menyadari
banyaknya kekurangan dalam penyusunan makalah in karena itu sayan sangat
mengharap adanya kritik dan saran untuk melngkapi segala bentuk kekurangan yang
ada
Pamekasan
11 April 2016
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Hukum Pidana adalah
keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan apa yang
dilarang dan termasuk ke dalam tindak pidana, serta menentukan hukuman apa yang
dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya.
Menurut Prof.
Moeljatno, S.H. Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang
berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk
Menentukan perbuatan-perbuatan mana
yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang, dengan disertai ancaman atau
sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan
tersebut.
Menentukan kapan dan
dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu
dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.
Menentukan dengan cara
bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang
disangka telah melanggar larangan tersebut.
Sedangkan menurut
Sudarsono, pada prinsipnya Hukum Pidana adalah yang mengatur tentang kejahatan
dan pelanggaran terhadap kepentingan umum dan perbuatan tersebut diancam dengan
pidana yang merupakan suatu penderitaan.
Dengan demikian hukum
pidana bukanlah mengadakan norma hukum sendiri, melainkan sudah terletak pada
norma lain dan sanksi pidana. Diadakan untuk menguatkan ditaatinya norma-norma
lain tersebut, misalnya norma agama dan kesusilaan.
BAB II
PERMASALAHAN
Hukum pidana merupakan
gejala sosial budaya yang berfungsi untuk menerapkan kaidah-kaidah dan
pola-pola perilaku terhadap individu dalam masyarakat. Apabila hukum yang
berlaku di dalam masyarakat tidak sesuai dengan kebutuhan serta kepentingan
umum maka ia akan mencoba mencari jalan untuk menyimpang. Segala bentuk tingkah
laku yang meyimpang yang mengangngu serta merugikan dalam kehidupan masyarakat
tersebut dapat diartikan sebagai perilaku jahat. Hukum menetapkan apa yang
harus di lakukan dan tidak dilakukan. Sejak orde baru masalah stabilitas nasional
termasuk dalam penegekan hukum itu sendiri menjadi komponen utama dalam masalah
pembangunan dan kemajuan suatu bangsa banyaknya tindak kejahatan tentu saja
menimbulkan banyak kerugian bagi negara indonesia itu sendiri baik dalam sektor
ekonomi dan sosial budaya . Namun seiring perkembangan zaman di era global ini
banyak dari individu-individu melakukan penyimpangan-penyimpangan tersebut
tidak hanya dalam wilayah dimana dia tinggal melainkan mereka juga sekaranga
banyak yang melanggar hukum dan perilaku yang seharusnya tidak dilakukan di
luar negara yang mengatur hukum itu sendiri dalam hal ini indonesia tentu saja
hal seperti itu menimbulkan kerugian bagi hubungan diplomatik negara dengan
negara lain. Lantas apa bisa mereka di jerat dengan hukum yang berlaku di
negaranya sedangkan mereka melakukannya di luar batas negara indonesia dan
semisal bisa lantas hukuman apa yang akan di dapatkan para pelanggar hukum
tersebut
BAB III
PEMBAHASAN
Sebelum membahas
tentang masalah utama yang terjadi di era global sebagaimana di atas telah di
sebutkan kita terlebih dulu harus tau apa hukum pidana itu sendiri apa sumber
sumber-sumber dari hukum pidana itu sendiri apa saja asas-asas yang berlaku
pada hukum pidana Hukum
Pidana adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan
apa yang dilarang dan termasuk ke dalam tindak pidana, serta menentukan hukuman
apa yang dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya.
Menurut Prof.
Moeljatno, S.H. Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku
di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk
Menentukan perbuatan-perbuatan mana
yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang, dengan disertai ancaman atau
sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan
tersebut.
Sumber Hukum Pidana
dapat dibedakan atas sumber hukum tertulis dan sumber hukum yang tidak
tertulis. Di Indonesia sendiri, kita belum memiliki Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana Nasional, sehingga masih diberlakukan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
warisan dari pemerintah kolonial Hindia Belanda. Adapun sistematika Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana antara lain :
Buku I Tentang Ketentuan Umum (Pasal
1-103).
Buku II Tentang Kejahatan (Pasal
104-488).
Buku III Tentang Pelanggaran (Pasal
489-569).
Dan juga ada beberapa Undang-undang
yang mengatur tindak pidana khusus yang dibuat setelah kemerdekaan antara lain:
UU No. 8 Drt Tahun 1955 Tentang tindak
Pidana Imigrasi.
UU No. 9 Tahun 1967 Tentang Norkoba.
UU No. 16 Tahun Tahun 2003 Tentang Anti
Terorisme. dll
Ketentuan-ketentuan Hukum Pidana,
selain termuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana maupun UU Khusus, juga
terdapat dalam berbagai Peraturan Perundang-Undangan lainnya, seperti UU. No. 5
Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, UU No. 9 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta dan
sebagainya
Asas-Asas
Hukum Pidana Antara lain Ialah:
Asas
Legalitas, tidak ada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan
aturan pidana dalam Peraturan Perundang-Undangan yang telah ada sebelum
perbuatan itu dilakukan (Pasal 1 Ayat (1) KUHP).[butuh rujukan] Jika sesudah
perbuatan dilakukan ada perubahan dalam Peraturan Perundang-Undangan, maka yang
dipakai adalah aturan yang paling ringan sanksinya bagi terdakwa (Pasal 1 Ayat
(2) KUHP)
Asas
Tiada Pidana Tanpa Kesalahan, Untuk menjatuhkan pidana kepada orang yang telah
melakukan tindak pidana, harus dilakukan bilamana ada unsur kesalahan pada diri
orang tersebut.
Asas
teritorial, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku atas semua
peristiwa pidana yang terjadi di daerah yang menjadi wilayah teritorial Negara
Kesatuan Republik Indonesia, termasuk pula kapal berbendera Indonesia, pesawat
terbang Indonesia, dan gedung kedutaan dan konsul Indonesia di negara asing
(pasal 2 KUHP).
Asas
nasionalitas aktif, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi semua
WNI yang melakukan tindak pidana di mana pun ia berada (pasal 5 KUHP).
Asas nasionalitas pasif, artinya
ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi semua tindak pidana yang
merugikan kepentingan negara (pasal 4 KUHP).
Berkaitan dengan permasalahan yang telah di sebutkan di atas
bahwa pada era global banyak pelanggar hukum yang melanggar hukum di luar
wilayah Indonesia jadi apakah mereka dapat di jerat dengan hukum dan apa sanksi
yang pantas bagi mereka berdasarkan asas nasional aktif.
Sebagai warga negara yang tunduk
pada aturan hukum yang berlaku, sudah
tentu setiap melakukan tindakan yang melawan hukum akan dikenakan sanksi
sesuai dengan perbuatan yang dilakukan. Tidak menjadi masalah dimanapun kita
berada, karena sekalipun kita berada di luar wilayah negara Indonesia hukum
pidana Indonesia tetap berlaku.
KUHP (Kitab Undang – Undang Hukum
Pidana) mengatur mengenai kejahatan dan pelanggaran terhadap kepentingan
individu dan umum. Di dalam KUHP inilah terkandung asas personal yang bertitik
tolak pada orang yang melakukan perbuatan pidana. Di dalam KUHP pasal 5 ayat
(1) menentukan sejumlah pasal yang jika dilakukan oleh orang Indonesia di
luar negeri maka diberlakukan hukum pidana Indonesia.
Tetapi memang tidak semua
perbuatan pidana yang dilakukan oleh WNI dapat diadili di negara Indonesia
karena bisa saja terjadi double criminality, yang menyatakan tindak pidana yang dilakukan oleh WNI
ini juga merupakan tindak pidana di negara tempat ia melakukan tindak pidana
itu. Sehingga WNI dapat diadili dan di eksekusi di negara tempat ia melakukan
perbuatan pidana tersebut, walaupu begitu Negara Indonesia tetap mempunyai
kewajiban untuk membela warga negaranya.
Sebagaimana yang telah diuraikan
di atas, bahwa asas personal ini berlaku hanya untuk kejahatan – kejahatan
tertentu saja artinya tidak semua ketentuan pidana dalam perundang – undangan
Indonesia berlaku terhadap warga negara Indonesia ketika warga negara itu
sedang berada di luar wilayah negara Indonesia, melainkan pada ketentuan
perundang – undangan pidana tertentu dan atau dengan syarat – syarat tertentu.
Ketentuan pidana tertentu ialah
ketentuan pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat (1) sub 1, yakni
terhadap semua kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan Bab II Buku II, dan
pasal – pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I adalah Mengenai
Kejahataan Terhadap Keamanan Negara (104-129), dan Bab II adalah Mengenai
Kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden (130-139), dan
sebagaimana pasal – pasal yang telah ditentukan yaitu mengenai penghasutan,
penyebaran surat – surat yang mengandunng penghasutan, membuat tidak cakap
untuk dinas militer, bigami dan perampokan. Pengaturan asas personal ini untuk
lebih jelasnya dapat kita lihat dalam pasal 5 s.d 8 KUHP, tetapi pasal – pasal
tersebut dibatasi oleh pasal 9 KUHP yaitu oleh pengecualian – pengecualian yang
diakui dalam hukum internasional. Mengenai hukuman apa yang dapat
dijatuhkan terhadap seseorang yang telah bersalah melanggar ketentuan-ketentuan
dalam undang-undang hukum pidana, dalam Pasal 10 KUHP ditentukan macam-macam
hukuman yang dapat dijatuhkan, yaitu sebagai berikut:
Hukuman-Hukuman
Pokok
Hukuman
mati, tentang hukuman mati ini terdapat negara-negara yang telah menghapuskan
bentuknya hukuman ini, seperti Belanda, tetapi di Indonesia sendiri hukuman
mati ini kadang masih diberlakukan untuk beberapa hukuman walaupun masih
banyaknya pro-kontra terhadap hukuman ini.
Hukuman
penjara, hukuman penjara sendiri dibedakan ke dalam hukuman penjara seumur
hidup dan penjara sementara. Hukuman penjara sementara minimal 1 tahun dan
maksimal 20 tahun. Terpidana wajib tinggal dalam penjara selama masa hukuman
dan wajib melakukan pekerjaan yang ada di dalam maupun di luar penjara dan
terpidana tidak mempunyai Hak Vistol.
Hukuman
kurungan, hukuman ini kondisinya tidak seberat hukuman penjara dan dijatuhkan
karena kejahatan-kejahatan ringan atau pelanggaran.[butuh rujukan]
Biasanyapterhukum dapat memilih antara hukuman kurungan atau hukuman
denda.[butuh rujukan] Bedanya hukuman kurungan dengan hukuman penjara adalah
pada hukuman kurungan terpidana tidak dapat ditahan di luar tempat daerah
tinggalnya kalau ia tidak mau sedangkan pada hukuman penjara dapat dipenjarakan
di mana saja, pekerjaan paksa yang dibebankan kepada terpidana penjara lebih
berat dibandingkan dengan pekerjaan yang harus dilakukan oleh terpidana
kurungan dan terpidana kurungan mempunyai Hak Vistol (hak untuk memperbaiki
nasib) sedangkan pada hukuman penjara tidak demikian.
Hukuman
denda, Dalam hal ini terpidana boleh memilih sendiri antara denda dengan
kurungan. Maksimum kurungan pengganti denda adalah 6 Bulan.
Hukuman
tutupan, hukuman ini dijatuhkan berdasarkan alasan-alasan politik terhadap
orang-orang yang telah melakukan kejahatan yang diancam dengan hukuman penjara
oleh KUHP.
Hukuman
Tambahan Hukuman tambahan tidak dapat dijatuhkan secara tersendiri melainkan
harus disertakan pada hukuman pokok, hukuman tambahan tersebut antara lain:
Pencabutan
hak-hak tertentu.
Penyitaan
barang-barang tertentu
Pengumuman
keputusan hakim
Namun kembali pada persoalan di
atas mengenai warga Negara Indonesia yang melanggar hokum di luar wilayah
Indonesia terdapat pengucualian Ketentuan pidana tertentu ialah ketentuan
pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat (1) sub 1, yakni terhadap semua
kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan Bab II Buku II, dan pasal – pasal
160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I adalah Mengenai Kejahataan Terhadap
Keamanan Negara (104-129), dan Bab II adalah Mengenai Kejahatan Terhadap
Martabat Presiden dan Wakil Presiden (130-139), dan sebagaimana pasal – pasal
yang telah ditentukan yaitu mengenai penghasutan, penyebaran surat – surat yang
mengandunng penghasutan, membuat tidak cakap untuk dinas militer, bigami dan
perampokan. Pengaturan asas personal ini untuk lebih jelasnya dapat kita lihat
dalam pasal 5 s.d 8 KUHP, tetapi pasal – pasal tersebut dibatasi oleh pasal 9
KUHP yaitu oleh pengecualian – pengecualian yang diakui dalam hukum
internasional. Contoh dari pelanggaran hokum pidana di luar negeri contoh
sebuah kasus yang berkaitan dengan penerapan asas personal ini. contoh kasus
yang akan saya angkat dalam makalah ini salah satunya adalah mengenai kejahatan
pembunuhan yang dilakukan oleh WNI di negera Mesir, dalam kasus ini negara
Indonesia bisa saja mengadili warga
negaranya di Indonesia namun
ternyata hal ini tidak dapat dilakukan, faktanya bahwa kejahatan mengenai
pembunuhan ini juga diatur tegas di negara tempat WNI itu melakukan tindak
pidana (Mesir), maka kasus ini dikembalikan kepada hukum internasional
yang mengatur mengenai hukum pidana kemudian dilihat juga ada atau tidaknya
perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Mesir, sehingga dapat diketahui
akhirnya bahwa kewenangan menerapakan yuridiksi ada pada Mesir sebagai negaralocus
delicti. Selain itu Mesirpun memiliki asas territorial (berkaitan
dengan locus delicti) yang memperkokoh yuridiksi atas kasus
pembunuhan oleh WNI tersebut.
Mengenai kasus pembunuhan tersebut penerapan asas
personal ini mengalami kendala – kendala karena ada banyak faktor yang
menguatkan yuridiksi hukum Mesir, diantaranya adalah karena Mesir juga memiliki
batas berlakunya hukum pidana menurut tempat (locus delicti) dalam hal
ini asas personal seperti halnya Indonesia, kemudian tidak adanya perjanjian
ekstradisi antara Indonesia dengan Mesir sehingga negara Indonesia tidak dapat
meminta penyelesaian kasus di negaranya.
Jadi, KUHP Indonesia yang di dalamnya terkandung asas
personal ini dapat diterapkan dalam praktek bagi WNI yang berada di luar
wilayah Negara Indonesia, selama memang perbuatan pidana/tindak pidana yang
dilakukan adalah sesuai dengan apa yang di cantumkan dalam Bab I dan II Buku II
dan beberapa pasal dalam pasal 5 ayat (1) ke-1 yang telah disebutkan di atas.
Di sini tidak dipersoalkan apakah tindak pidana tersebut dianggap sebagai
kejahatan menurut hukum pidana negara tempat orang Indonesia itu berada. Karena
dianggap membahayakan kepentingan negara Indonesia,
maka
sejumlah pasal dalam Pasal 5 ayat (1) ke-1 tetap dapat diberlakukan hukum
pidana Indonesia. Namun beberapa pasal lain mengenai kejahatan bisa saja
diberlakukan asas personal, yang dapat dialihkan penyelesaian kasusnya di
negara Indonesia kalau memang sudah ada perjanjian ekstradisi antar dua negara
yang bersangkuta.
Semisal masalah tersebut di menangkan oleh Indonesia
untuk menyelesaikan hukuman bagi sang pelaku maka hokum yang pantai adalah
tindak pidana kejahatan terhadap nyawa orang lain yang mana telah di atur pada
Pasal 338
Barang siapa
dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan
pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 339
Pembunuhan
yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu perbuatan pidana, yang
dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya,
atau untuk melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana dalam hal
tertangkap tangan, ataupun untuk memastikan penguasaan barang yang diperolehnya
secara melawan hukum, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau selama
waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.
Pasal 340
Barang
siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang
lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana rnati atau pidana
penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.
Pasal 341
Seorang
ibu yang karena takut akan ketahuan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan
atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya, diancam karena
membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 342
Seorang
ibu yang untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut akan ketahuan
bahwa ia akan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian
merampas nyawa anaknya, diancam karena melakukan pembunuhan anak sendiri dengan
rencana, dengan pidana penjara paling lama semhi- lan tahun.
Pasal 343
Kejahatan
yang diterangkan dalam pasal 341 dan 342 dipandang bagi orang lain yang turut
serta melakukan, sebagai pembunuhan atau pembunuhan anak dengan rencana.
Pasal 344
Barang
siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas
dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara paling lama
dua belas tahun.
Pasal 345
Barang
siapa sengaja mendorong orang lain untuk bunuh diri, menolongnya dalam
perbuatan itu atau memberi sarana kepadanya untuk itu, diancam dengan pidana
penjara paling lama empat tahun kalau orang itu jadi bunuh diri.
Pasal 346
Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau
menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat
tahun.
Pasal 347
(1)
Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua
belas tahun.
(2)
Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut diancam dengan pidana
penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 348
(1)
Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima
tahun enam bulan.
(2)
Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana
penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 349
Jika
seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan
pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang
diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal
itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan
pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.
Pasal 350
Dalam
hal pemidanaan karena pembunuhan, karena pembunuhan dengan rencana, atau karena
salah satu kejahatan berdasarkan Pasal 344, 347 dan 348, dapat dijatuhkan
pencabutan hak berdasarkan pasal 35 No. 1- 5.
Jadi berdasarakan KUHP kejadian
pembunuhan tersebut dapat di jerat dengan Pasal 338 “Barang siapa dengan
sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana
penjara paling lama Lima belas tahun”.
BAB III
KESIMPULAN
Dapat kita ambil kesimpulan bahwa setiap warga Negara
Indonesia yang melakukan tindak pidana baik di
dalam wilayah Indonesia sendiri ataupun tidak dapat dijerat dengan
hukuman pidana sesuai dengan KUHP pasal 5 namun berlaku
hanya untuk kejahatan – kejahatan tertentu saja artinya tidak semua ketentuan
pidana dalam perundang – undangan Indonesia berlaku terhadap warga negara
Indonesia ketika warga negara itu sedang berada di luar wilayah negara
Indonesia, melainkan pada ketentuan perundang – undangan pidana tertentu dan
atau dengan syarat – syarat tertentu.
Ketentuan
pidana tertentu ialah ketentuan pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat
(1) sub 1, yakni terhadap semua kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan
Bab II Buku II, dan pasal – pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I
adalah Mengenai Kejahataan Terhadap Keamanan Negara (104-129), dan Bab II
adalah Mengenai Kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden
(130-139), dan sebagaimana pasal – pasal yang telah ditentukan yaitu mengenai
penghasutan, penyebaran surat – surat yang mengandunng penghasutan, membuat
tidak cakap untuk dinas militer, bigami dan perampokan. Pengaturan asas
personal ini untuk lebih jelasnya dapat kita lihat dalam pasal 5 s.d 8 KUHP,
tetapi pasal – pasal tersebut dibatasi oleh pasal 9 KUHP yaitu oleh
pengecualian – pengecualian yang diakui dalam hukum internasional.
TUGAS MALAKAH HUKUM
PIDANA
“PENEGAKAN HUKUM
PIDANA INDONESIA BERDASARKAN ASAS NASIONALITAS AKTIF”
DISUSUN
OLEH:
INDRA KURNIAWAN
INDRA KURNIAWAN
(2015115002/SORE
K)
UNIVERSITAS MADURA
Kata pengantar
Puji syukur saya ucapkan pada Pemilik Seluruh Kerajaan
Semesta yang telah melimpahkan nikmat-Nya kepada kita semua. Sholawat dan salam
selalu tercurahkan pada teladan kita, Rasulullah SAW.
Dalam
proses penyusunan makalah . banyak bantuan dari berbagai pihak . karena itu
saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : kedua orang tua
yang telah memberi dukungan serta kepercayaan dari sanalah proses penyusunan
makalah ini dapat terselesaikan
Menyadari
banyaknya kekurangan dalam penyusunan makalah in karena itu sayan sangat
mengharap adanya kritik dan saran untuk melngkapi segala bentuk kekurangan yang
ada
Pamekasan
11 April 2016
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Hukum Pidana adalah
keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan apa yang
dilarang dan termasuk ke dalam tindak pidana, serta menentukan hukuman apa yang
dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya.
Menurut Prof.
Moeljatno, S.H. Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang
berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk
Menentukan perbuatan-perbuatan mana
yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang, dengan disertai ancaman atau
sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan
tersebut.
Menentukan kapan dan
dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu
dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.
Menentukan dengan cara
bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang
disangka telah melanggar larangan tersebut.
Sedangkan menurut
Sudarsono, pada prinsipnya Hukum Pidana adalah yang mengatur tentang kejahatan
dan pelanggaran terhadap kepentingan umum dan perbuatan tersebut diancam dengan
pidana yang merupakan suatu penderitaan.
Dengan demikian hukum
pidana bukanlah mengadakan norma hukum sendiri, melainkan sudah terletak pada
norma lain dan sanksi pidana. Diadakan untuk menguatkan ditaatinya norma-norma
lain tersebut, misalnya norma agama dan kesusilaan.
BAB II
PERMASALAHAN
Hukum pidana merupakan
gejala sosial budaya yang berfungsi untuk menerapkan kaidah-kaidah dan
pola-pola perilaku terhadap individu dalam masyarakat. Apabila hukum yang
berlaku di dalam masyarakat tidak sesuai dengan kebutuhan serta kepentingan
umum maka ia akan mencoba mencari jalan untuk menyimpang. Segala bentuk tingkah
laku yang meyimpang yang mengangngu serta merugikan dalam kehidupan masyarakat
tersebut dapat diartikan sebagai perilaku jahat. Hukum menetapkan apa yang
harus di lakukan dan tidak dilakukan. Sejak orde baru masalah stabilitas nasional
termasuk dalam penegekan hukum itu sendiri menjadi komponen utama dalam masalah
pembangunan dan kemajuan suatu bangsa banyaknya tindak kejahatan tentu saja
menimbulkan banyak kerugian bagi negara indonesia itu sendiri baik dalam sektor
ekonomi dan sosial budaya . Namun seiring perkembangan zaman di era global ini
banyak dari individu-individu melakukan penyimpangan-penyimpangan tersebut
tidak hanya dalam wilayah dimana dia tinggal melainkan mereka juga sekaranga
banyak yang melanggar hukum dan perilaku yang seharusnya tidak dilakukan di
luar negara yang mengatur hukum itu sendiri dalam hal ini indonesia tentu saja
hal seperti itu menimbulkan kerugian bagi hubungan diplomatik negara dengan
negara lain. Lantas apa bisa mereka di jerat dengan hukum yang berlaku di
negaranya sedangkan mereka melakukannya di luar batas negara indonesia dan
semisal bisa lantas hukuman apa yang akan di dapatkan para pelanggar hukum
tersebut
BAB III
PEMBAHASAN
Sebelum membahas
tentang masalah utama yang terjadi di era global sebagaimana di atas telah di
sebutkan kita terlebih dulu harus tau apa hukum pidana itu sendiri apa sumber
sumber-sumber dari hukum pidana itu sendiri apa saja asas-asas yang berlaku
pada hukum pidana Hukum
Pidana adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan
apa yang dilarang dan termasuk ke dalam tindak pidana, serta menentukan hukuman
apa yang dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya.
Menurut Prof.
Moeljatno, S.H. Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku
di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk
Menentukan perbuatan-perbuatan mana
yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang, dengan disertai ancaman atau
sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan
tersebut.
Sumber Hukum Pidana
dapat dibedakan atas sumber hukum tertulis dan sumber hukum yang tidak
tertulis. Di Indonesia sendiri, kita belum memiliki Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana Nasional, sehingga masih diberlakukan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
warisan dari pemerintah kolonial Hindia Belanda. Adapun sistematika Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana antara lain :
Buku I Tentang Ketentuan Umum (Pasal
1-103).
Buku II Tentang Kejahatan (Pasal
104-488).
Buku III Tentang Pelanggaran (Pasal
489-569).
Dan juga ada beberapa Undang-undang
yang mengatur tindak pidana khusus yang dibuat setelah kemerdekaan antara lain:
UU No. 8 Drt Tahun 1955 Tentang tindak
Pidana Imigrasi.
UU No. 9 Tahun 1967 Tentang Norkoba.
UU No. 16 Tahun Tahun 2003 Tentang Anti
Terorisme. dll
Ketentuan-ketentuan Hukum Pidana,
selain termuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana maupun UU Khusus, juga
terdapat dalam berbagai Peraturan Perundang-Undangan lainnya, seperti UU. No. 5
Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, UU No. 9 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta dan
sebagainya
Asas-Asas
Hukum Pidana Antara lain Ialah:
Asas
Legalitas, tidak ada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan
aturan pidana dalam Peraturan Perundang-Undangan yang telah ada sebelum
perbuatan itu dilakukan (Pasal 1 Ayat (1) KUHP).[butuh rujukan] Jika sesudah
perbuatan dilakukan ada perubahan dalam Peraturan Perundang-Undangan, maka yang
dipakai adalah aturan yang paling ringan sanksinya bagi terdakwa (Pasal 1 Ayat
(2) KUHP)
Asas
Tiada Pidana Tanpa Kesalahan, Untuk menjatuhkan pidana kepada orang yang telah
melakukan tindak pidana, harus dilakukan bilamana ada unsur kesalahan pada diri
orang tersebut.
Asas
teritorial, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku atas semua
peristiwa pidana yang terjadi di daerah yang menjadi wilayah teritorial Negara
Kesatuan Republik Indonesia, termasuk pula kapal berbendera Indonesia, pesawat
terbang Indonesia, dan gedung kedutaan dan konsul Indonesia di negara asing
(pasal 2 KUHP).
Asas
nasionalitas aktif, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi semua
WNI yang melakukan tindak pidana di mana pun ia berada (pasal 5 KUHP).
Asas nasionalitas pasif, artinya
ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi semua tindak pidana yang
merugikan kepentingan negara (pasal 4 KUHP).
Berkaitan dengan permasalahan yang telah di sebutkan di atas
bahwa pada era global banyak pelanggar hukum yang melanggar hukum di luar
wilayah Indonesia jadi apakah mereka dapat di jerat dengan hukum dan apa sanksi
yang pantas bagi mereka berdasarkan asas nasional aktif.
Sebagai warga negara yang tunduk
pada aturan hukum yang berlaku, sudah
tentu setiap melakukan tindakan yang melawan hukum akan dikenakan sanksi
sesuai dengan perbuatan yang dilakukan. Tidak menjadi masalah dimanapun kita
berada, karena sekalipun kita berada di luar wilayah negara Indonesia hukum
pidana Indonesia tetap berlaku.
KUHP (Kitab Undang – Undang Hukum
Pidana) mengatur mengenai kejahatan dan pelanggaran terhadap kepentingan
individu dan umum. Di dalam KUHP inilah terkandung asas personal yang bertitik
tolak pada orang yang melakukan perbuatan pidana. Di dalam KUHP pasal 5 ayat
(1) menentukan sejumlah pasal yang jika dilakukan oleh orang Indonesia di
luar negeri maka diberlakukan hukum pidana Indonesia.
Tetapi memang tidak semua
perbuatan pidana yang dilakukan oleh WNI dapat diadili di negara Indonesia
karena bisa saja terjadi double criminality, yang menyatakan tindak pidana yang dilakukan oleh WNI
ini juga merupakan tindak pidana di negara tempat ia melakukan tindak pidana
itu. Sehingga WNI dapat diadili dan di eksekusi di negara tempat ia melakukan
perbuatan pidana tersebut, walaupu begitu Negara Indonesia tetap mempunyai
kewajiban untuk membela warga negaranya.
Sebagaimana yang telah diuraikan
di atas, bahwa asas personal ini berlaku hanya untuk kejahatan – kejahatan
tertentu saja artinya tidak semua ketentuan pidana dalam perundang – undangan
Indonesia berlaku terhadap warga negara Indonesia ketika warga negara itu
sedang berada di luar wilayah negara Indonesia, melainkan pada ketentuan
perundang – undangan pidana tertentu dan atau dengan syarat – syarat tertentu.
Ketentuan pidana tertentu ialah
ketentuan pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat (1) sub 1, yakni
terhadap semua kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan Bab II Buku II, dan
pasal – pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I adalah Mengenai
Kejahataan Terhadap Keamanan Negara (104-129), dan Bab II adalah Mengenai
Kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden (130-139), dan
sebagaimana pasal – pasal yang telah ditentukan yaitu mengenai penghasutan,
penyebaran surat – surat yang mengandunng penghasutan, membuat tidak cakap
untuk dinas militer, bigami dan perampokan. Pengaturan asas personal ini untuk
lebih jelasnya dapat kita lihat dalam pasal 5 s.d 8 KUHP, tetapi pasal – pasal
tersebut dibatasi oleh pasal 9 KUHP yaitu oleh pengecualian – pengecualian yang
diakui dalam hukum internasional. Mengenai hukuman apa yang dapat
dijatuhkan terhadap seseorang yang telah bersalah melanggar ketentuan-ketentuan
dalam undang-undang hukum pidana, dalam Pasal 10 KUHP ditentukan macam-macam
hukuman yang dapat dijatuhkan, yaitu sebagai berikut:
Hukuman-Hukuman
Pokok
Hukuman
mati, tentang hukuman mati ini terdapat negara-negara yang telah menghapuskan
bentuknya hukuman ini, seperti Belanda, tetapi di Indonesia sendiri hukuman
mati ini kadang masih diberlakukan untuk beberapa hukuman walaupun masih
banyaknya pro-kontra terhadap hukuman ini.
Hukuman
penjara, hukuman penjara sendiri dibedakan ke dalam hukuman penjara seumur
hidup dan penjara sementara. Hukuman penjara sementara minimal 1 tahun dan
maksimal 20 tahun. Terpidana wajib tinggal dalam penjara selama masa hukuman
dan wajib melakukan pekerjaan yang ada di dalam maupun di luar penjara dan
terpidana tidak mempunyai Hak Vistol.
Hukuman
kurungan, hukuman ini kondisinya tidak seberat hukuman penjara dan dijatuhkan
karena kejahatan-kejahatan ringan atau pelanggaran.[butuh rujukan]
Biasanyapterhukum dapat memilih antara hukuman kurungan atau hukuman
denda.[butuh rujukan] Bedanya hukuman kurungan dengan hukuman penjara adalah
pada hukuman kurungan terpidana tidak dapat ditahan di luar tempat daerah
tinggalnya kalau ia tidak mau sedangkan pada hukuman penjara dapat dipenjarakan
di mana saja, pekerjaan paksa yang dibebankan kepada terpidana penjara lebih
berat dibandingkan dengan pekerjaan yang harus dilakukan oleh terpidana
kurungan dan terpidana kurungan mempunyai Hak Vistol (hak untuk memperbaiki
nasib) sedangkan pada hukuman penjara tidak demikian.
Hukuman
denda, Dalam hal ini terpidana boleh memilih sendiri antara denda dengan
kurungan. Maksimum kurungan pengganti denda adalah 6 Bulan.
Hukuman
tutupan, hukuman ini dijatuhkan berdasarkan alasan-alasan politik terhadap
orang-orang yang telah melakukan kejahatan yang diancam dengan hukuman penjara
oleh KUHP.
Hukuman
Tambahan Hukuman tambahan tidak dapat dijatuhkan secara tersendiri melainkan
harus disertakan pada hukuman pokok, hukuman tambahan tersebut antara lain:
Pencabutan
hak-hak tertentu.
Penyitaan
barang-barang tertentu
Pengumuman
keputusan hakim
Namun kembali pada persoalan di
atas mengenai warga Negara Indonesia yang melanggar hokum di luar wilayah
Indonesia terdapat pengucualian Ketentuan pidana tertentu ialah ketentuan
pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat (1) sub 1, yakni terhadap semua
kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan Bab II Buku II, dan pasal – pasal
160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I adalah Mengenai Kejahataan Terhadap
Keamanan Negara (104-129), dan Bab II adalah Mengenai Kejahatan Terhadap
Martabat Presiden dan Wakil Presiden (130-139), dan sebagaimana pasal – pasal
yang telah ditentukan yaitu mengenai penghasutan, penyebaran surat – surat yang
mengandunng penghasutan, membuat tidak cakap untuk dinas militer, bigami dan
perampokan. Pengaturan asas personal ini untuk lebih jelasnya dapat kita lihat
dalam pasal 5 s.d 8 KUHP, tetapi pasal – pasal tersebut dibatasi oleh pasal 9
KUHP yaitu oleh pengecualian – pengecualian yang diakui dalam hukum
internasional. Contoh dari pelanggaran hokum pidana di luar negeri contoh
sebuah kasus yang berkaitan dengan penerapan asas personal ini. contoh kasus
yang akan saya angkat dalam makalah ini salah satunya adalah mengenai kejahatan
pembunuhan yang dilakukan oleh WNI di negera Mesir, dalam kasus ini negara
Indonesia bisa saja mengadili warga
negaranya di Indonesia namun
ternyata hal ini tidak dapat dilakukan, faktanya bahwa kejahatan mengenai
pembunuhan ini juga diatur tegas di negara tempat WNI itu melakukan tindak
pidana (Mesir), maka kasus ini dikembalikan kepada hukum internasional
yang mengatur mengenai hukum pidana kemudian dilihat juga ada atau tidaknya
perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Mesir, sehingga dapat diketahui
akhirnya bahwa kewenangan menerapakan yuridiksi ada pada Mesir sebagai negaralocus
delicti. Selain itu Mesirpun memiliki asas territorial (berkaitan
dengan locus delicti) yang memperkokoh yuridiksi atas kasus
pembunuhan oleh WNI tersebut.
Mengenai kasus pembunuhan tersebut penerapan asas
personal ini mengalami kendala – kendala karena ada banyak faktor yang
menguatkan yuridiksi hukum Mesir, diantaranya adalah karena Mesir juga memiliki
batas berlakunya hukum pidana menurut tempat (locus delicti) dalam hal
ini asas personal seperti halnya Indonesia, kemudian tidak adanya perjanjian
ekstradisi antara Indonesia dengan Mesir sehingga negara Indonesia tidak dapat
meminta penyelesaian kasus di negaranya.
Jadi, KUHP Indonesia yang di dalamnya terkandung asas
personal ini dapat diterapkan dalam praktek bagi WNI yang berada di luar
wilayah Negara Indonesia, selama memang perbuatan pidana/tindak pidana yang
dilakukan adalah sesuai dengan apa yang di cantumkan dalam Bab I dan II Buku II
dan beberapa pasal dalam pasal 5 ayat (1) ke-1 yang telah disebutkan di atas.
Di sini tidak dipersoalkan apakah tindak pidana tersebut dianggap sebagai
kejahatan menurut hukum pidana negara tempat orang Indonesia itu berada. Karena
dianggap membahayakan kepentingan negara Indonesia,
maka
sejumlah pasal dalam Pasal 5 ayat (1) ke-1 tetap dapat diberlakukan hukum
pidana Indonesia. Namun beberapa pasal lain mengenai kejahatan bisa saja
diberlakukan asas personal, yang dapat dialihkan penyelesaian kasusnya di
negara Indonesia kalau memang sudah ada perjanjian ekstradisi antar dua negara
yang bersangkuta.
Semisal masalah tersebut di menangkan oleh Indonesia
untuk menyelesaikan hukuman bagi sang pelaku maka hokum yang pantai adalah
tindak pidana kejahatan terhadap nyawa orang lain yang mana telah di atur pada
Pasal 338
Barang siapa
dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan
pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 339
Pembunuhan
yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu perbuatan pidana, yang
dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya,
atau untuk melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana dalam hal
tertangkap tangan, ataupun untuk memastikan penguasaan barang yang diperolehnya
secara melawan hukum, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau selama
waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.
Pasal 340
Barang
siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang
lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana rnati atau pidana
penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.
Pasal 341
Seorang
ibu yang karena takut akan ketahuan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan
atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya, diancam karena
membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 342
Seorang
ibu yang untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut akan ketahuan
bahwa ia akan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian
merampas nyawa anaknya, diancam karena melakukan pembunuhan anak sendiri dengan
rencana, dengan pidana penjara paling lama semhi- lan tahun.
Pasal 343
Kejahatan
yang diterangkan dalam pasal 341 dan 342 dipandang bagi orang lain yang turut
serta melakukan, sebagai pembunuhan atau pembunuhan anak dengan rencana.
Pasal 344
Barang
siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas
dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara paling lama
dua belas tahun.
Pasal 345
Barang
siapa sengaja mendorong orang lain untuk bunuh diri, menolongnya dalam
perbuatan itu atau memberi sarana kepadanya untuk itu, diancam dengan pidana
penjara paling lama empat tahun kalau orang itu jadi bunuh diri.
Pasal 346
Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau
menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat
tahun.
Pasal 347
(1)
Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua
belas tahun.
(2)
Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut diancam dengan pidana
penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 348
(1)
Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima
tahun enam bulan.
(2)
Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana
penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 349
Jika
seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan
pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang
diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal
itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan
pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.
Pasal 350
Dalam
hal pemidanaan karena pembunuhan, karena pembunuhan dengan rencana, atau karena
salah satu kejahatan berdasarkan Pasal 344, 347 dan 348, dapat dijatuhkan
pencabutan hak berdasarkan pasal 35 No. 1- 5.
Jadi berdasarakan KUHP kejadian
pembunuhan tersebut dapat di jerat dengan Pasal 338 “Barang siapa dengan
sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana
penjara paling lama Lima belas tahun”.
BAB III
KESIMPULAN
Dapat kita ambil kesimpulan bahwa setiap warga Negara
Indonesia yang melakukan tindak pidana baik di
dalam wilayah Indonesia sendiri ataupun tidak dapat dijerat dengan
hukuman pidana sesuai dengan KUHP pasal 5 namun berlaku
hanya untuk kejahatan – kejahatan tertentu saja artinya tidak semua ketentuan
pidana dalam perundang – undangan Indonesia berlaku terhadap warga negara
Indonesia ketika warga negara itu sedang berada di luar wilayah negara
Indonesia, melainkan pada ketentuan perundang – undangan pidana tertentu dan
atau dengan syarat – syarat tertentu.
Ketentuan
pidana tertentu ialah ketentuan pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat
(1) sub 1, yakni terhadap semua kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan
Bab II Buku II, dan pasal – pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I
adalah Mengenai Kejahataan Terhadap Keamanan Negara (104-129), dan Bab II
adalah Mengenai Kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden
(130-139), dan sebagaimana pasal – pasal yang telah ditentukan yaitu mengenai
penghasutan, penyebaran surat – surat yang mengandunng penghasutan, membuat
tidak cakap untuk dinas militer, bigami dan perampokan. Pengaturan asas
personal ini untuk lebih jelasnya dapat kita lihat dalam pasal 5 s.d 8 KUHP,
tetapi pasal – pasal tersebut dibatasi oleh pasal 9 KUHP yaitu oleh
pengecualian – pengecualian yang diakui dalam hukum internasional.
‘
‘
TUGAS MALAKAH HUKUM
PIDANA
“PENEGAKAN HUKUM
PIDANA INDONESIA BERDASARKAN ASAS NASIONALITAS AKTIF”
DISUSUN
OLEH:
INDRA KURNIAWAN
INDRA KURNIAWAN
(2015115002/SORE
K)
UNIVERSITAS MADURA
Kata pengantar
Puji syukur saya ucapkan pada Pemilik Seluruh Kerajaan
Semesta yang telah melimpahkan nikmat-Nya kepada kita semua. Sholawat dan salam
selalu tercurahkan pada teladan kita, Rasulullah SAW.
Dalam
proses penyusunan makalah . banyak bantuan dari berbagai pihak . karena itu
saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : kedua orang tua
yang telah memberi dukungan serta kepercayaan dari sanalah proses penyusunan
makalah ini dapat terselesaikan
Menyadari
banyaknya kekurangan dalam penyusunan makalah in karena itu sayan sangat
mengharap adanya kritik dan saran untuk melngkapi segala bentuk kekurangan yang
ada
Pamekasan
11 April 2016
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Hukum Pidana adalah
keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan apa yang
dilarang dan termasuk ke dalam tindak pidana, serta menentukan hukuman apa yang
dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya.
Menurut Prof.
Moeljatno, S.H. Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang
berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk
Menentukan perbuatan-perbuatan mana
yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang, dengan disertai ancaman atau
sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan
tersebut.
Menentukan kapan dan
dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu
dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.
Menentukan dengan cara
bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang
disangka telah melanggar larangan tersebut.
Sedangkan menurut
Sudarsono, pada prinsipnya Hukum Pidana adalah yang mengatur tentang kejahatan
dan pelanggaran terhadap kepentingan umum dan perbuatan tersebut diancam dengan
pidana yang merupakan suatu penderitaan.
Dengan demikian hukum
pidana bukanlah mengadakan norma hukum sendiri, melainkan sudah terletak pada
norma lain dan sanksi pidana. Diadakan untuk menguatkan ditaatinya norma-norma
lain tersebut, misalnya norma agama dan kesusilaan.
BAB II
PERMASALAHAN
Hukum pidana merupakan
gejala sosial budaya yang berfungsi untuk menerapkan kaidah-kaidah dan
pola-pola perilaku terhadap individu dalam masyarakat. Apabila hukum yang
berlaku di dalam masyarakat tidak sesuai dengan kebutuhan serta kepentingan
umum maka ia akan mencoba mencari jalan untuk menyimpang. Segala bentuk tingkah
laku yang meyimpang yang mengangngu serta merugikan dalam kehidupan masyarakat
tersebut dapat diartikan sebagai perilaku jahat. Hukum menetapkan apa yang
harus di lakukan dan tidak dilakukan. Sejak orde baru masalah stabilitas nasional
termasuk dalam penegekan hukum itu sendiri menjadi komponen utama dalam masalah
pembangunan dan kemajuan suatu bangsa banyaknya tindak kejahatan tentu saja
menimbulkan banyak kerugian bagi negara indonesia itu sendiri baik dalam sektor
ekonomi dan sosial budaya . Namun seiring perkembangan zaman di era global ini
banyak dari individu-individu melakukan penyimpangan-penyimpangan tersebut
tidak hanya dalam wilayah dimana dia tinggal melainkan mereka juga sekaranga
banyak yang melanggar hukum dan perilaku yang seharusnya tidak dilakukan di
luar negara yang mengatur hukum itu sendiri dalam hal ini indonesia tentu saja
hal seperti itu menimbulkan kerugian bagi hubungan diplomatik negara dengan
negara lain. Lantas apa bisa mereka di jerat dengan hukum yang berlaku di
negaranya sedangkan mereka melakukannya di luar batas negara indonesia dan
semisal bisa lantas hukuman apa yang akan di dapatkan para pelanggar hukum
tersebut
BAB III
PEMBAHASAN
Sebelum membahas
tentang masalah utama yang terjadi di era global sebagaimana di atas telah di
sebutkan kita terlebih dulu harus tau apa hukum pidana itu sendiri apa sumber
sumber-sumber dari hukum pidana itu sendiri apa saja asas-asas yang berlaku
pada hukum pidana Hukum
Pidana adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan
apa yang dilarang dan termasuk ke dalam tindak pidana, serta menentukan hukuman
apa yang dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya.
Menurut Prof.
Moeljatno, S.H. Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku
di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk
Menentukan perbuatan-perbuatan mana
yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang, dengan disertai ancaman atau
sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan
tersebut.
Sumber Hukum Pidana
dapat dibedakan atas sumber hukum tertulis dan sumber hukum yang tidak
tertulis. Di Indonesia sendiri, kita belum memiliki Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana Nasional, sehingga masih diberlakukan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
warisan dari pemerintah kolonial Hindia Belanda. Adapun sistematika Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana antara lain :
Buku I Tentang Ketentuan Umum (Pasal
1-103).
Buku II Tentang Kejahatan (Pasal
104-488).
Buku III Tentang Pelanggaran (Pasal
489-569).
Dan juga ada beberapa Undang-undang
yang mengatur tindak pidana khusus yang dibuat setelah kemerdekaan antara lain:
UU No. 8 Drt Tahun 1955 Tentang tindak
Pidana Imigrasi.
UU No. 9 Tahun 1967 Tentang Norkoba.
UU No. 16 Tahun Tahun 2003 Tentang Anti
Terorisme. dll
Ketentuan-ketentuan Hukum Pidana,
selain termuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana maupun UU Khusus, juga
terdapat dalam berbagai Peraturan Perundang-Undangan lainnya, seperti UU. No. 5
Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, UU No. 9 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta dan
sebagainya
Asas-Asas
Hukum Pidana Antara lain Ialah:
Asas
Legalitas, tidak ada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan
aturan pidana dalam Peraturan Perundang-Undangan yang telah ada sebelum
perbuatan itu dilakukan (Pasal 1 Ayat (1) KUHP).[butuh rujukan] Jika sesudah
perbuatan dilakukan ada perubahan dalam Peraturan Perundang-Undangan, maka yang
dipakai adalah aturan yang paling ringan sanksinya bagi terdakwa (Pasal 1 Ayat
(2) KUHP)
Asas
Tiada Pidana Tanpa Kesalahan, Untuk menjatuhkan pidana kepada orang yang telah
melakukan tindak pidana, harus dilakukan bilamana ada unsur kesalahan pada diri
orang tersebut.
Asas
teritorial, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku atas semua
peristiwa pidana yang terjadi di daerah yang menjadi wilayah teritorial Negara
Kesatuan Republik Indonesia, termasuk pula kapal berbendera Indonesia, pesawat
terbang Indonesia, dan gedung kedutaan dan konsul Indonesia di negara asing
(pasal 2 KUHP).
Asas
nasionalitas aktif, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi semua
WNI yang melakukan tindak pidana di mana pun ia berada (pasal 5 KUHP).
Asas nasionalitas pasif, artinya
ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi semua tindak pidana yang
merugikan kepentingan negara (pasal 4 KUHP).
Berkaitan dengan permasalahan yang telah di sebutkan di atas
bahwa pada era global banyak pelanggar hukum yang melanggar hukum di luar
wilayah Indonesia jadi apakah mereka dapat di jerat dengan hukum dan apa sanksi
yang pantas bagi mereka berdasarkan asas nasional aktif.
Sebagai warga negara yang tunduk
pada aturan hukum yang berlaku, sudah
tentu setiap melakukan tindakan yang melawan hukum akan dikenakan sanksi
sesuai dengan perbuatan yang dilakukan. Tidak menjadi masalah dimanapun kita
berada, karena sekalipun kita berada di luar wilayah negara Indonesia hukum
pidana Indonesia tetap berlaku.
KUHP (Kitab Undang – Undang Hukum
Pidana) mengatur mengenai kejahatan dan pelanggaran terhadap kepentingan
individu dan umum. Di dalam KUHP inilah terkandung asas personal yang bertitik
tolak pada orang yang melakukan perbuatan pidana. Di dalam KUHP pasal 5 ayat
(1) menentukan sejumlah pasal yang jika dilakukan oleh orang Indonesia di
luar negeri maka diberlakukan hukum pidana Indonesia.
Tetapi memang tidak semua
perbuatan pidana yang dilakukan oleh WNI dapat diadili di negara Indonesia
karena bisa saja terjadi double criminality, yang menyatakan tindak pidana yang dilakukan oleh WNI
ini juga merupakan tindak pidana di negara tempat ia melakukan tindak pidana
itu. Sehingga WNI dapat diadili dan di eksekusi di negara tempat ia melakukan
perbuatan pidana tersebut, walaupu begitu Negara Indonesia tetap mempunyai
kewajiban untuk membela warga negaranya.
Sebagaimana yang telah diuraikan
di atas, bahwa asas personal ini berlaku hanya untuk kejahatan – kejahatan
tertentu saja artinya tidak semua ketentuan pidana dalam perundang – undangan
Indonesia berlaku terhadap warga negara Indonesia ketika warga negara itu
sedang berada di luar wilayah negara Indonesia, melainkan pada ketentuan
perundang – undangan pidana tertentu dan atau dengan syarat – syarat tertentu.
Ketentuan pidana tertentu ialah
ketentuan pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat (1) sub 1, yakni
terhadap semua kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan Bab II Buku II, dan
pasal – pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I adalah Mengenai
Kejahataan Terhadap Keamanan Negara (104-129), dan Bab II adalah Mengenai
Kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden (130-139), dan
sebagaimana pasal – pasal yang telah ditentukan yaitu mengenai penghasutan,
penyebaran surat – surat yang mengandunng penghasutan, membuat tidak cakap
untuk dinas militer, bigami dan perampokan. Pengaturan asas personal ini untuk
lebih jelasnya dapat kita lihat dalam pasal 5 s.d 8 KUHP, tetapi pasal – pasal
tersebut dibatasi oleh pasal 9 KUHP yaitu oleh pengecualian – pengecualian yang
diakui dalam hukum internasional. Mengenai hukuman apa yang dapat
dijatuhkan terhadap seseorang yang telah bersalah melanggar ketentuan-ketentuan
dalam undang-undang hukum pidana, dalam Pasal 10 KUHP ditentukan macam-macam
hukuman yang dapat dijatuhkan, yaitu sebagai berikut:
Hukuman-Hukuman
Pokok
Hukuman
mati, tentang hukuman mati ini terdapat negara-negara yang telah menghapuskan
bentuknya hukuman ini, seperti Belanda, tetapi di Indonesia sendiri hukuman
mati ini kadang masih diberlakukan untuk beberapa hukuman walaupun masih
banyaknya pro-kontra terhadap hukuman ini.
Hukuman
penjara, hukuman penjara sendiri dibedakan ke dalam hukuman penjara seumur
hidup dan penjara sementara. Hukuman penjara sementara minimal 1 tahun dan
maksimal 20 tahun. Terpidana wajib tinggal dalam penjara selama masa hukuman
dan wajib melakukan pekerjaan yang ada di dalam maupun di luar penjara dan
terpidana tidak mempunyai Hak Vistol.
Hukuman
kurungan, hukuman ini kondisinya tidak seberat hukuman penjara dan dijatuhkan
karena kejahatan-kejahatan ringan atau pelanggaran.[butuh rujukan]
Biasanyapterhukum dapat memilih antara hukuman kurungan atau hukuman
denda.[butuh rujukan] Bedanya hukuman kurungan dengan hukuman penjara adalah
pada hukuman kurungan terpidana tidak dapat ditahan di luar tempat daerah
tinggalnya kalau ia tidak mau sedangkan pada hukuman penjara dapat dipenjarakan
di mana saja, pekerjaan paksa yang dibebankan kepada terpidana penjara lebih
berat dibandingkan dengan pekerjaan yang harus dilakukan oleh terpidana
kurungan dan terpidana kurungan mempunyai Hak Vistol (hak untuk memperbaiki
nasib) sedangkan pada hukuman penjara tidak demikian.
Hukuman
denda, Dalam hal ini terpidana boleh memilih sendiri antara denda dengan
kurungan. Maksimum kurungan pengganti denda adalah 6 Bulan.
Hukuman
tutupan, hukuman ini dijatuhkan berdasarkan alasan-alasan politik terhadap
orang-orang yang telah melakukan kejahatan yang diancam dengan hukuman penjara
oleh KUHP.
Hukuman
Tambahan Hukuman tambahan tidak dapat dijatuhkan secara tersendiri melainkan
harus disertakan pada hukuman pokok, hukuman tambahan tersebut antara lain:
Pencabutan
hak-hak tertentu.
Penyitaan
barang-barang tertentu
Pengumuman
keputusan hakim
Namun kembali pada persoalan di
atas mengenai warga Negara Indonesia yang melanggar hokum di luar wilayah
Indonesia terdapat pengucualian Ketentuan pidana tertentu ialah ketentuan
pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat (1) sub 1, yakni terhadap semua
kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan Bab II Buku II, dan pasal – pasal
160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I adalah Mengenai Kejahataan Terhadap
Keamanan Negara (104-129), dan Bab II adalah Mengenai Kejahatan Terhadap
Martabat Presiden dan Wakil Presiden (130-139), dan sebagaimana pasal – pasal
yang telah ditentukan yaitu mengenai penghasutan, penyebaran surat – surat yang
mengandunng penghasutan, membuat tidak cakap untuk dinas militer, bigami dan
perampokan. Pengaturan asas personal ini untuk lebih jelasnya dapat kita lihat
dalam pasal 5 s.d 8 KUHP, tetapi pasal – pasal tersebut dibatasi oleh pasal 9
KUHP yaitu oleh pengecualian – pengecualian yang diakui dalam hukum
internasional. Contoh dari pelanggaran hokum pidana di luar negeri contoh
sebuah kasus yang berkaitan dengan penerapan asas personal ini. contoh kasus
yang akan saya angkat dalam makalah ini salah satunya adalah mengenai kejahatan
pembunuhan yang dilakukan oleh WNI di negera Mesir, dalam kasus ini negara
Indonesia bisa saja mengadili warga
negaranya di Indonesia namun
ternyata hal ini tidak dapat dilakukan, faktanya bahwa kejahatan mengenai
pembunuhan ini juga diatur tegas di negara tempat WNI itu melakukan tindak
pidana (Mesir), maka kasus ini dikembalikan kepada hukum internasional
yang mengatur mengenai hukum pidana kemudian dilihat juga ada atau tidaknya
perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Mesir, sehingga dapat diketahui
akhirnya bahwa kewenangan menerapakan yuridiksi ada pada Mesir sebagai negaralocus
delicti. Selain itu Mesirpun memiliki asas territorial (berkaitan
dengan locus delicti) yang memperkokoh yuridiksi atas kasus
pembunuhan oleh WNI tersebut.
Mengenai kasus pembunuhan tersebut penerapan asas
personal ini mengalami kendala – kendala karena ada banyak faktor yang
menguatkan yuridiksi hukum Mesir, diantaranya adalah karena Mesir juga memiliki
batas berlakunya hukum pidana menurut tempat (locus delicti) dalam hal
ini asas personal seperti halnya Indonesia, kemudian tidak adanya perjanjian
ekstradisi antara Indonesia dengan Mesir sehingga negara Indonesia tidak dapat
meminta penyelesaian kasus di negaranya.
Jadi, KUHP Indonesia yang di dalamnya terkandung asas
personal ini dapat diterapkan dalam praktek bagi WNI yang berada di luar
wilayah Negara Indonesia, selama memang perbuatan pidana/tindak pidana yang
dilakukan adalah sesuai dengan apa yang di cantumkan dalam Bab I dan II Buku II
dan beberapa pasal dalam pasal 5 ayat (1) ke-1 yang telah disebutkan di atas.
Di sini tidak dipersoalkan apakah tindak pidana tersebut dianggap sebagai
kejahatan menurut hukum pidana negara tempat orang Indonesia itu berada. Karena
dianggap membahayakan kepentingan negara Indonesia,
maka
sejumlah pasal dalam Pasal 5 ayat (1) ke-1 tetap dapat diberlakukan hukum
pidana Indonesia. Namun beberapa pasal lain mengenai kejahatan bisa saja
diberlakukan asas personal, yang dapat dialihkan penyelesaian kasusnya di
negara Indonesia kalau memang sudah ada perjanjian ekstradisi antar dua negara
yang bersangkuta.
Semisal masalah tersebut di menangkan oleh Indonesia
untuk menyelesaikan hukuman bagi sang pelaku maka hokum yang pantai adalah
tindak pidana kejahatan terhadap nyawa orang lain yang mana telah di atur pada
Pasal 338
Barang siapa
dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan
pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 339
Pembunuhan
yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu perbuatan pidana, yang
dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya,
atau untuk melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana dalam hal
tertangkap tangan, ataupun untuk memastikan penguasaan barang yang diperolehnya
secara melawan hukum, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau selama
waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.
Pasal 340
Barang
siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang
lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana rnati atau pidana
penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.
Pasal 341
Seorang
ibu yang karena takut akan ketahuan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan
atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya, diancam karena
membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 342
Seorang
ibu yang untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut akan ketahuan
bahwa ia akan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian
merampas nyawa anaknya, diancam karena melakukan pembunuhan anak sendiri dengan
rencana, dengan pidana penjara paling lama semhi- lan tahun.
Pasal 343
Kejahatan
yang diterangkan dalam pasal 341 dan 342 dipandang bagi orang lain yang turut
serta melakukan, sebagai pembunuhan atau pembunuhan anak dengan rencana.
Pasal 344
Barang
siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas
dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara paling lama
dua belas tahun.
Pasal 345
Barang
siapa sengaja mendorong orang lain untuk bunuh diri, menolongnya dalam
perbuatan itu atau memberi sarana kepadanya untuk itu, diancam dengan pidana
penjara paling lama empat tahun kalau orang itu jadi bunuh diri.
Pasal 346
Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau
menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat
tahun.
Pasal 347
(1)
Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua
belas tahun.
(2)
Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut diancam dengan pidana
penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 348
(1)
Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima
tahun enam bulan.
(2)
Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana
penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 349
Jika
seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan
pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang
diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal
itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan
pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.
Pasal 350
Dalam
hal pemidanaan karena pembunuhan, karena pembunuhan dengan rencana, atau karena
salah satu kejahatan berdasarkan Pasal 344, 347 dan 348, dapat dijatuhkan
pencabutan hak berdasarkan pasal 35 No. 1- 5.
Jadi berdasarakan KUHP kejadian
pembunuhan tersebut dapat di jerat dengan Pasal 338 “Barang siapa dengan
sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana
penjara paling lama Lima belas tahun”.
BAB III
KESIMPULAN
Dapat kita ambil kesimpulan bahwa setiap warga Negara
Indonesia yang melakukan tindak pidana baik di
dalam wilayah Indonesia sendiri ataupun tidak dapat dijerat dengan
hukuman pidana sesuai dengan KUHP pasal 5 namun berlaku
hanya untuk kejahatan – kejahatan tertentu saja artinya tidak semua ketentuan
pidana dalam perundang – undangan Indonesia berlaku terhadap warga negara
Indonesia ketika warga negara itu sedang berada di luar wilayah negara
Indonesia, melainkan pada ketentuan perundang – undangan pidana tertentu dan
atau dengan syarat – syarat tertentu.
Ketentuan
pidana tertentu ialah ketentuan pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat
(1) sub 1, yakni terhadap semua kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan
Bab II Buku II, dan pasal – pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I
adalah Mengenai Kejahataan Terhadap Keamanan Negara (104-129), dan Bab II
adalah Mengenai Kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden
(130-139), dan sebagaimana pasal – pasal yang telah ditentukan yaitu mengenai
penghasutan, penyebaran surat – surat yang mengandunng penghasutan, membuat
tidak cakap untuk dinas militer, bigami dan perampokan. Pengaturan asas
personal ini untuk lebih jelasnya dapat kita lihat dalam pasal 5 s.d 8 KUHP,
tetapi pasal – pasal tersebut dibatasi oleh pasal 9 KUHP yaitu oleh
pengecualian – pengecualian yang diakui dalam hukum internasional.
TUGAS MALAKAH HUKUM
PIDANA
“PENEGAKAN HUKUM
PIDANA INDONESIA BERDASARKAN ASAS NASIONALITAS AKTIF”
DISUSUN
OLEH:
INDRA KURNIAWAN
INDRA KURNIAWAN
(2015115002/SORE
K)
UNIVERSITAS MADURA
Kata pengantar
Puji syukur saya ucapkan pada Pemilik Seluruh Kerajaan
Semesta yang telah melimpahkan nikmat-Nya kepada kita semua. Sholawat dan salam
selalu tercurahkan pada teladan kita, Rasulullah SAW.
Dalam
proses penyusunan makalah . banyak bantuan dari berbagai pihak . karena itu
saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : kedua orang tua
yang telah memberi dukungan serta kepercayaan dari sanalah proses penyusunan
makalah ini dapat terselesaikan
Menyadari
banyaknya kekurangan dalam penyusunan makalah in karena itu sayan sangat
mengharap adanya kritik dan saran untuk melngkapi segala bentuk kekurangan yang
ada
Pamekasan
11 April 2016
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Hukum Pidana adalah
keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan apa yang
dilarang dan termasuk ke dalam tindak pidana, serta menentukan hukuman apa yang
dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya.
Menurut Prof.
Moeljatno, S.H. Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang
berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk
Menentukan perbuatan-perbuatan mana
yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang, dengan disertai ancaman atau
sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan
tersebut.
Menentukan kapan dan
dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu
dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.
Menentukan dengan cara
bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang
disangka telah melanggar larangan tersebut.
Sedangkan menurut
Sudarsono, pada prinsipnya Hukum Pidana adalah yang mengatur tentang kejahatan
dan pelanggaran terhadap kepentingan umum dan perbuatan tersebut diancam dengan
pidana yang merupakan suatu penderitaan.
Dengan demikian hukum
pidana bukanlah mengadakan norma hukum sendiri, melainkan sudah terletak pada
norma lain dan sanksi pidana. Diadakan untuk menguatkan ditaatinya norma-norma
lain tersebut, misalnya norma agama dan kesusilaan.
BAB II
PERMASALAHAN
Hukum pidana merupakan
gejala sosial budaya yang berfungsi untuk menerapkan kaidah-kaidah dan
pola-pola perilaku terhadap individu dalam masyarakat. Apabila hukum yang
berlaku di dalam masyarakat tidak sesuai dengan kebutuhan serta kepentingan
umum maka ia akan mencoba mencari jalan untuk menyimpang. Segala bentuk tingkah
laku yang meyimpang yang mengangngu serta merugikan dalam kehidupan masyarakat
tersebut dapat diartikan sebagai perilaku jahat. Hukum menetapkan apa yang
harus di lakukan dan tidak dilakukan. Sejak orde baru masalah stabilitas nasional
termasuk dalam penegekan hukum itu sendiri menjadi komponen utama dalam masalah
pembangunan dan kemajuan suatu bangsa banyaknya tindak kejahatan tentu saja
menimbulkan banyak kerugian bagi negara indonesia itu sendiri baik dalam sektor
ekonomi dan sosial budaya . Namun seiring perkembangan zaman di era global ini
banyak dari individu-individu melakukan penyimpangan-penyimpangan tersebut
tidak hanya dalam wilayah dimana dia tinggal melainkan mereka juga sekaranga
banyak yang melanggar hukum dan perilaku yang seharusnya tidak dilakukan di
luar negara yang mengatur hukum itu sendiri dalam hal ini indonesia tentu saja
hal seperti itu menimbulkan kerugian bagi hubungan diplomatik negara dengan
negara lain. Lantas apa bisa mereka di jerat dengan hukum yang berlaku di
negaranya sedangkan mereka melakukannya di luar batas negara indonesia dan
semisal bisa lantas hukuman apa yang akan di dapatkan para pelanggar hukum
tersebut
BAB III
PEMBAHASAN
Sebelum membahas
tentang masalah utama yang terjadi di era global sebagaimana di atas telah di
sebutkan kita terlebih dulu harus tau apa hukum pidana itu sendiri apa sumber
sumber-sumber dari hukum pidana itu sendiri apa saja asas-asas yang berlaku
pada hukum pidana Hukum
Pidana adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan
apa yang dilarang dan termasuk ke dalam tindak pidana, serta menentukan hukuman
apa yang dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya.
Menurut Prof.
Moeljatno, S.H. Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku
di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk
Menentukan perbuatan-perbuatan mana
yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang, dengan disertai ancaman atau
sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan
tersebut.
Sumber Hukum Pidana
dapat dibedakan atas sumber hukum tertulis dan sumber hukum yang tidak
tertulis. Di Indonesia sendiri, kita belum memiliki Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana Nasional, sehingga masih diberlakukan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
warisan dari pemerintah kolonial Hindia Belanda. Adapun sistematika Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana antara lain :
Buku I Tentang Ketentuan Umum (Pasal
1-103).
Buku II Tentang Kejahatan (Pasal
104-488).
Buku III Tentang Pelanggaran (Pasal
489-569).
Dan juga ada beberapa Undang-undang
yang mengatur tindak pidana khusus yang dibuat setelah kemerdekaan antara lain:
UU No. 8 Drt Tahun 1955 Tentang tindak
Pidana Imigrasi.
UU No. 9 Tahun 1967 Tentang Norkoba.
UU No. 16 Tahun Tahun 2003 Tentang Anti
Terorisme. dll
Ketentuan-ketentuan Hukum Pidana,
selain termuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana maupun UU Khusus, juga
terdapat dalam berbagai Peraturan Perundang-Undangan lainnya, seperti UU. No. 5
Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, UU No. 9 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta dan
sebagainya
Asas-Asas
Hukum Pidana Antara lain Ialah:
Asas
Legalitas, tidak ada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan
aturan pidana dalam Peraturan Perundang-Undangan yang telah ada sebelum
perbuatan itu dilakukan (Pasal 1 Ayat (1) KUHP).[butuh rujukan] Jika sesudah
perbuatan dilakukan ada perubahan dalam Peraturan Perundang-Undangan, maka yang
dipakai adalah aturan yang paling ringan sanksinya bagi terdakwa (Pasal 1 Ayat
(2) KUHP)
Asas
Tiada Pidana Tanpa Kesalahan, Untuk menjatuhkan pidana kepada orang yang telah
melakukan tindak pidana, harus dilakukan bilamana ada unsur kesalahan pada diri
orang tersebut.
Asas
teritorial, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku atas semua
peristiwa pidana yang terjadi di daerah yang menjadi wilayah teritorial Negara
Kesatuan Republik Indonesia, termasuk pula kapal berbendera Indonesia, pesawat
terbang Indonesia, dan gedung kedutaan dan konsul Indonesia di negara asing
(pasal 2 KUHP).
Asas
nasionalitas aktif, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi semua
WNI yang melakukan tindak pidana di mana pun ia berada (pasal 5 KUHP).
Asas nasionalitas pasif, artinya
ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi semua tindak pidana yang
merugikan kepentingan negara (pasal 4 KUHP).
Berkaitan dengan permasalahan yang telah di sebutkan di atas
bahwa pada era global banyak pelanggar hukum yang melanggar hukum di luar
wilayah Indonesia jadi apakah mereka dapat di jerat dengan hukum dan apa sanksi
yang pantas bagi mereka berdasarkan asas nasional aktif.
Sebagai warga negara yang tunduk
pada aturan hukum yang berlaku, sudah
tentu setiap melakukan tindakan yang melawan hukum akan dikenakan sanksi
sesuai dengan perbuatan yang dilakukan. Tidak menjadi masalah dimanapun kita
berada, karena sekalipun kita berada di luar wilayah negara Indonesia hukum
pidana Indonesia tetap berlaku.
KUHP (Kitab Undang – Undang Hukum
Pidana) mengatur mengenai kejahatan dan pelanggaran terhadap kepentingan
individu dan umum. Di dalam KUHP inilah terkandung asas personal yang bertitik
tolak pada orang yang melakukan perbuatan pidana. Di dalam KUHP pasal 5 ayat
(1) menentukan sejumlah pasal yang jika dilakukan oleh orang Indonesia di
luar negeri maka diberlakukan hukum pidana Indonesia.
Tetapi memang tidak semua
perbuatan pidana yang dilakukan oleh WNI dapat diadili di negara Indonesia
karena bisa saja terjadi double criminality, yang menyatakan tindak pidana yang dilakukan oleh WNI
ini juga merupakan tindak pidana di negara tempat ia melakukan tindak pidana
itu. Sehingga WNI dapat diadili dan di eksekusi di negara tempat ia melakukan
perbuatan pidana tersebut, walaupu begitu Negara Indonesia tetap mempunyai
kewajiban untuk membela warga negaranya.
Sebagaimana yang telah diuraikan
di atas, bahwa asas personal ini berlaku hanya untuk kejahatan – kejahatan
tertentu saja artinya tidak semua ketentuan pidana dalam perundang – undangan
Indonesia berlaku terhadap warga negara Indonesia ketika warga negara itu
sedang berada di luar wilayah negara Indonesia, melainkan pada ketentuan
perundang – undangan pidana tertentu dan atau dengan syarat – syarat tertentu.
Ketentuan pidana tertentu ialah
ketentuan pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat (1) sub 1, yakni
terhadap semua kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan Bab II Buku II, dan
pasal – pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I adalah Mengenai
Kejahataan Terhadap Keamanan Negara (104-129), dan Bab II adalah Mengenai
Kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden (130-139), dan
sebagaimana pasal – pasal yang telah ditentukan yaitu mengenai penghasutan,
penyebaran surat – surat yang mengandunng penghasutan, membuat tidak cakap
untuk dinas militer, bigami dan perampokan. Pengaturan asas personal ini untuk
lebih jelasnya dapat kita lihat dalam pasal 5 s.d 8 KUHP, tetapi pasal – pasal
tersebut dibatasi oleh pasal 9 KUHP yaitu oleh pengecualian – pengecualian yang
diakui dalam hukum internasional. Mengenai hukuman apa yang dapat
dijatuhkan terhadap seseorang yang telah bersalah melanggar ketentuan-ketentuan
dalam undang-undang hukum pidana, dalam Pasal 10 KUHP ditentukan macam-macam
hukuman yang dapat dijatuhkan, yaitu sebagai berikut:
Hukuman-Hukuman
Pokok
Hukuman
mati, tentang hukuman mati ini terdapat negara-negara yang telah menghapuskan
bentuknya hukuman ini, seperti Belanda, tetapi di Indonesia sendiri hukuman
mati ini kadang masih diberlakukan untuk beberapa hukuman walaupun masih
banyaknya pro-kontra terhadap hukuman ini.
Hukuman
penjara, hukuman penjara sendiri dibedakan ke dalam hukuman penjara seumur
hidup dan penjara sementara. Hukuman penjara sementara minimal 1 tahun dan
maksimal 20 tahun. Terpidana wajib tinggal dalam penjara selama masa hukuman
dan wajib melakukan pekerjaan yang ada di dalam maupun di luar penjara dan
terpidana tidak mempunyai Hak Vistol.
Hukuman
kurungan, hukuman ini kondisinya tidak seberat hukuman penjara dan dijatuhkan
karena kejahatan-kejahatan ringan atau pelanggaran.[butuh rujukan]
Biasanyapterhukum dapat memilih antara hukuman kurungan atau hukuman
denda.[butuh rujukan] Bedanya hukuman kurungan dengan hukuman penjara adalah
pada hukuman kurungan terpidana tidak dapat ditahan di luar tempat daerah
tinggalnya kalau ia tidak mau sedangkan pada hukuman penjara dapat dipenjarakan
di mana saja, pekerjaan paksa yang dibebankan kepada terpidana penjara lebih
berat dibandingkan dengan pekerjaan yang harus dilakukan oleh terpidana
kurungan dan terpidana kurungan mempunyai Hak Vistol (hak untuk memperbaiki
nasib) sedangkan pada hukuman penjara tidak demikian.
Hukuman
denda, Dalam hal ini terpidana boleh memilih sendiri antara denda dengan
kurungan. Maksimum kurungan pengganti denda adalah 6 Bulan.
Hukuman
tutupan, hukuman ini dijatuhkan berdasarkan alasan-alasan politik terhadap
orang-orang yang telah melakukan kejahatan yang diancam dengan hukuman penjara
oleh KUHP.
Hukuman
Tambahan Hukuman tambahan tidak dapat dijatuhkan secara tersendiri melainkan
harus disertakan pada hukuman pokok, hukuman tambahan tersebut antara lain:
Pencabutan
hak-hak tertentu.
Penyitaan
barang-barang tertentu
Pengumuman
keputusan hakim
Namun kembali pada persoalan di
atas mengenai warga Negara Indonesia yang melanggar hokum di luar wilayah
Indonesia terdapat pengucualian Ketentuan pidana tertentu ialah ketentuan
pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat (1) sub 1, yakni terhadap semua
kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan Bab II Buku II, dan pasal – pasal
160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I adalah Mengenai Kejahataan Terhadap
Keamanan Negara (104-129), dan Bab II adalah Mengenai Kejahatan Terhadap
Martabat Presiden dan Wakil Presiden (130-139), dan sebagaimana pasal – pasal
yang telah ditentukan yaitu mengenai penghasutan, penyebaran surat – surat yang
mengandunng penghasutan, membuat tidak cakap untuk dinas militer, bigami dan
perampokan. Pengaturan asas personal ini untuk lebih jelasnya dapat kita lihat
dalam pasal 5 s.d 8 KUHP, tetapi pasal – pasal tersebut dibatasi oleh pasal 9
KUHP yaitu oleh pengecualian – pengecualian yang diakui dalam hukum
internasional. Contoh dari pelanggaran hokum pidana di luar negeri contoh
sebuah kasus yang berkaitan dengan penerapan asas personal ini. contoh kasus
yang akan saya angkat dalam makalah ini salah satunya adalah mengenai kejahatan
pembunuhan yang dilakukan oleh WNI di negera Mesir, dalam kasus ini negara
Indonesia bisa saja mengadili warga
negaranya di Indonesia namun
ternyata hal ini tidak dapat dilakukan, faktanya bahwa kejahatan mengenai
pembunuhan ini juga diatur tegas di negara tempat WNI itu melakukan tindak
pidana (Mesir), maka kasus ini dikembalikan kepada hukum internasional
yang mengatur mengenai hukum pidana kemudian dilihat juga ada atau tidaknya
perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Mesir, sehingga dapat diketahui
akhirnya bahwa kewenangan menerapakan yuridiksi ada pada Mesir sebagai negaralocus
delicti. Selain itu Mesirpun memiliki asas territorial (berkaitan
dengan locus delicti) yang memperkokoh yuridiksi atas kasus
pembunuhan oleh WNI tersebut.
Mengenai kasus pembunuhan tersebut penerapan asas
personal ini mengalami kendala – kendala karena ada banyak faktor yang
menguatkan yuridiksi hukum Mesir, diantaranya adalah karena Mesir juga memiliki
batas berlakunya hukum pidana menurut tempat (locus delicti) dalam hal
ini asas personal seperti halnya Indonesia, kemudian tidak adanya perjanjian
ekstradisi antara Indonesia dengan Mesir sehingga negara Indonesia tidak dapat
meminta penyelesaian kasus di negaranya.
Jadi, KUHP Indonesia yang di dalamnya terkandung asas
personal ini dapat diterapkan dalam praktek bagi WNI yang berada di luar
wilayah Negara Indonesia, selama memang perbuatan pidana/tindak pidana yang
dilakukan adalah sesuai dengan apa yang di cantumkan dalam Bab I dan II Buku II
dan beberapa pasal dalam pasal 5 ayat (1) ke-1 yang telah disebutkan di atas.
Di sini tidak dipersoalkan apakah tindak pidana tersebut dianggap sebagai
kejahatan menurut hukum pidana negara tempat orang Indonesia itu berada. Karena
dianggap membahayakan kepentingan negara Indonesia,
maka
sejumlah pasal dalam Pasal 5 ayat (1) ke-1 tetap dapat diberlakukan hukum
pidana Indonesia. Namun beberapa pasal lain mengenai kejahatan bisa saja
diberlakukan asas personal, yang dapat dialihkan penyelesaian kasusnya di
negara Indonesia kalau memang sudah ada perjanjian ekstradisi antar dua negara
yang bersangkuta.
Semisal masalah tersebut di menangkan oleh Indonesia
untuk menyelesaikan hukuman bagi sang pelaku maka hokum yang pantai adalah
tindak pidana kejahatan terhadap nyawa orang lain yang mana telah di atur pada
Pasal 338
Barang siapa
dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan
pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 339
Pembunuhan
yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu perbuatan pidana, yang
dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya,
atau untuk melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana dalam hal
tertangkap tangan, ataupun untuk memastikan penguasaan barang yang diperolehnya
secara melawan hukum, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau selama
waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.
Pasal 340
Barang
siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang
lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana rnati atau pidana
penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.
Pasal 341
Seorang
ibu yang karena takut akan ketahuan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan
atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya, diancam karena
membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 342
Seorang
ibu yang untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut akan ketahuan
bahwa ia akan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian
merampas nyawa anaknya, diancam karena melakukan pembunuhan anak sendiri dengan
rencana, dengan pidana penjara paling lama semhi- lan tahun.
Pasal 343
Kejahatan
yang diterangkan dalam pasal 341 dan 342 dipandang bagi orang lain yang turut
serta melakukan, sebagai pembunuhan atau pembunuhan anak dengan rencana.
Pasal 344
Barang
siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas
dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara paling lama
dua belas tahun.
Pasal 345
Barang
siapa sengaja mendorong orang lain untuk bunuh diri, menolongnya dalam
perbuatan itu atau memberi sarana kepadanya untuk itu, diancam dengan pidana
penjara paling lama empat tahun kalau orang itu jadi bunuh diri.
Pasal 346
Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau
menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat
tahun.
Pasal 347
(1)
Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua
belas tahun.
(2)
Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut diancam dengan pidana
penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 348
(1)
Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima
tahun enam bulan.
(2)
Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana
penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 349
Jika
seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan
pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang
diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal
itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan
pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.
Pasal 350
Dalam
hal pemidanaan karena pembunuhan, karena pembunuhan dengan rencana, atau karena
salah satu kejahatan berdasarkan Pasal 344, 347 dan 348, dapat dijatuhkan
pencabutan hak berdasarkan pasal 35 No. 1- 5.
Jadi berdasarakan KUHP kejadian
pembunuhan tersebut dapat di jerat dengan Pasal 338 “Barang siapa dengan
sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana
penjara paling lama Lima belas tahun”.
BAB III
KESIMPULAN
Dapat kita ambil kesimpulan bahwa setiap warga Negara
Indonesia yang melakukan tindak pidana baik di
dalam wilayah Indonesia sendiri ataupun tidak dapat dijerat dengan
hukuman pidana sesuai dengan KUHP pasal 5 namun berlaku
hanya untuk kejahatan – kejahatan tertentu saja artinya tidak semua ketentuan
pidana dalam perundang – undangan Indonesia berlaku terhadap warga negara
Indonesia ketika warga negara itu sedang berada di luar wilayah negara
Indonesia, melainkan pada ketentuan perundang – undangan pidana tertentu dan
atau dengan syarat – syarat tertentu.
Ketentuan
pidana tertentu ialah ketentuan pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat
(1) sub 1, yakni terhadap semua kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan
Bab II Buku II, dan pasal – pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I
adalah Mengenai Kejahataan Terhadap Keamanan Negara (104-129), dan Bab II
adalah Mengenai Kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden
(130-139), dan sebagaimana pasal – pasal yang telah ditentukan yaitu mengenai
penghasutan, penyebaran surat – surat yang mengandunng penghasutan, membuat
tidak cakap untuk dinas militer, bigami dan perampokan. Pengaturan asas
personal ini untuk lebih jelasnya dapat kita lihat dalam pasal 5 s.d 8 KUHP,
tetapi pasal – pasal tersebut dibatasi oleh pasal 9 KUHP yaitu oleh
pengecualian – pengecualian yang diakui dalam hukum internasional.
‘
‘
‘
‘
‘
‘
TUGAS MALAKAH HUKUM
PIDANA
“PENEGAKAN HUKUM
PIDANA INDONESIA BERDASARKAN ASAS NASIONALITAS AKTIF”
DISUSUN
OLEH:
INDRA KURNIAWAN
INDRA KURNIAWAN
(2015115002/SORE
K)
UNIVERSITAS MADURA
Kata pengantar
Puji syukur saya ucapkan pada Pemilik Seluruh Kerajaan
Semesta yang telah melimpahkan nikmat-Nya kepada kita semua. Sholawat dan salam
selalu tercurahkan pada teladan kita, Rasulullah SAW.
Dalam
proses penyusunan makalah . banyak bantuan dari berbagai pihak . karena itu
saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : kedua orang tua
yang telah memberi dukungan serta kepercayaan dari sanalah proses penyusunan
makalah ini dapat terselesaikan
Menyadari
banyaknya kekurangan dalam penyusunan makalah in karena itu sayan sangat
mengharap adanya kritik dan saran untuk melngkapi segala bentuk kekurangan yang
ada
Pamekasan
11 April 2016
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Hukum Pidana adalah
keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan apa yang
dilarang dan termasuk ke dalam tindak pidana, serta menentukan hukuman apa yang
dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya.
Menurut Prof.
Moeljatno, S.H. Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang
berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk
Menentukan perbuatan-perbuatan mana
yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang, dengan disertai ancaman atau
sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan
tersebut.
Menentukan kapan dan
dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu
dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.
Menentukan dengan cara
bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang
disangka telah melanggar larangan tersebut.
Sedangkan menurut
Sudarsono, pada prinsipnya Hukum Pidana adalah yang mengatur tentang kejahatan
dan pelanggaran terhadap kepentingan umum dan perbuatan tersebut diancam dengan
pidana yang merupakan suatu penderitaan.
Dengan demikian hukum
pidana bukanlah mengadakan norma hukum sendiri, melainkan sudah terletak pada
norma lain dan sanksi pidana. Diadakan untuk menguatkan ditaatinya norma-norma
lain tersebut, misalnya norma agama dan kesusilaan.
BAB II
PERMASALAHAN
Hukum pidana merupakan
gejala sosial budaya yang berfungsi untuk menerapkan kaidah-kaidah dan
pola-pola perilaku terhadap individu dalam masyarakat. Apabila hukum yang
berlaku di dalam masyarakat tidak sesuai dengan kebutuhan serta kepentingan
umum maka ia akan mencoba mencari jalan untuk menyimpang. Segala bentuk tingkah
laku yang meyimpang yang mengangngu serta merugikan dalam kehidupan masyarakat
tersebut dapat diartikan sebagai perilaku jahat. Hukum menetapkan apa yang
harus di lakukan dan tidak dilakukan. Sejak orde baru masalah stabilitas nasional
termasuk dalam penegekan hukum itu sendiri menjadi komponen utama dalam masalah
pembangunan dan kemajuan suatu bangsa banyaknya tindak kejahatan tentu saja
menimbulkan banyak kerugian bagi negara indonesia itu sendiri baik dalam sektor
ekonomi dan sosial budaya . Namun seiring perkembangan zaman di era global ini
banyak dari individu-individu melakukan penyimpangan-penyimpangan tersebut
tidak hanya dalam wilayah dimana dia tinggal melainkan mereka juga sekaranga
banyak yang melanggar hukum dan perilaku yang seharusnya tidak dilakukan di
luar negara yang mengatur hukum itu sendiri dalam hal ini indonesia tentu saja
hal seperti itu menimbulkan kerugian bagi hubungan diplomatik negara dengan
negara lain. Lantas apa bisa mereka di jerat dengan hukum yang berlaku di
negaranya sedangkan mereka melakukannya di luar batas negara indonesia dan
semisal bisa lantas hukuman apa yang akan di dapatkan para pelanggar hukum
tersebut
BAB III
PEMBAHASAN
Sebelum membahas
tentang masalah utama yang terjadi di era global sebagaimana di atas telah di
sebutkan kita terlebih dulu harus tau apa hukum pidana itu sendiri apa sumber
sumber-sumber dari hukum pidana itu sendiri apa saja asas-asas yang berlaku
pada hukum pidana Hukum
Pidana adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan
apa yang dilarang dan termasuk ke dalam tindak pidana, serta menentukan hukuman
apa yang dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya.
Menurut Prof.
Moeljatno, S.H. Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku
di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk
Menentukan perbuatan-perbuatan mana
yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang, dengan disertai ancaman atau
sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan
tersebut.
Sumber Hukum Pidana
dapat dibedakan atas sumber hukum tertulis dan sumber hukum yang tidak
tertulis. Di Indonesia sendiri, kita belum memiliki Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana Nasional, sehingga masih diberlakukan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
warisan dari pemerintah kolonial Hindia Belanda. Adapun sistematika Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana antara lain :
Buku I Tentang Ketentuan Umum (Pasal
1-103).
Buku II Tentang Kejahatan (Pasal
104-488).
Buku III Tentang Pelanggaran (Pasal
489-569).
Dan juga ada beberapa Undang-undang
yang mengatur tindak pidana khusus yang dibuat setelah kemerdekaan antara lain:
UU No. 8 Drt Tahun 1955 Tentang tindak
Pidana Imigrasi.
UU No. 9 Tahun 1967 Tentang Norkoba.
UU No. 16 Tahun Tahun 2003 Tentang Anti
Terorisme. dll
Ketentuan-ketentuan Hukum Pidana,
selain termuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana maupun UU Khusus, juga
terdapat dalam berbagai Peraturan Perundang-Undangan lainnya, seperti UU. No. 5
Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, UU No. 9 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta dan
sebagainya
Asas-Asas
Hukum Pidana Antara lain Ialah:
Asas
Legalitas, tidak ada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan
aturan pidana dalam Peraturan Perundang-Undangan yang telah ada sebelum
perbuatan itu dilakukan (Pasal 1 Ayat (1) KUHP).[butuh rujukan] Jika sesudah
perbuatan dilakukan ada perubahan dalam Peraturan Perundang-Undangan, maka yang
dipakai adalah aturan yang paling ringan sanksinya bagi terdakwa (Pasal 1 Ayat
(2) KUHP)
Asas
Tiada Pidana Tanpa Kesalahan, Untuk menjatuhkan pidana kepada orang yang telah
melakukan tindak pidana, harus dilakukan bilamana ada unsur kesalahan pada diri
orang tersebut.
Asas
teritorial, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku atas semua
peristiwa pidana yang terjadi di daerah yang menjadi wilayah teritorial Negara
Kesatuan Republik Indonesia, termasuk pula kapal berbendera Indonesia, pesawat
terbang Indonesia, dan gedung kedutaan dan konsul Indonesia di negara asing
(pasal 2 KUHP).
Asas
nasionalitas aktif, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi semua
WNI yang melakukan tindak pidana di mana pun ia berada (pasal 5 KUHP).
Asas nasionalitas pasif, artinya
ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi semua tindak pidana yang
merugikan kepentingan negara (pasal 4 KUHP).
Berkaitan dengan permasalahan yang telah di sebutkan di atas
bahwa pada era global banyak pelanggar hukum yang melanggar hukum di luar
wilayah Indonesia jadi apakah mereka dapat di jerat dengan hukum dan apa sanksi
yang pantas bagi mereka berdasarkan asas nasional aktif.
Sebagai warga negara yang tunduk
pada aturan hukum yang berlaku, sudah
tentu setiap melakukan tindakan yang melawan hukum akan dikenakan sanksi
sesuai dengan perbuatan yang dilakukan. Tidak menjadi masalah dimanapun kita
berada, karena sekalipun kita berada di luar wilayah negara Indonesia hukum
pidana Indonesia tetap berlaku.
KUHP (Kitab Undang – Undang Hukum
Pidana) mengatur mengenai kejahatan dan pelanggaran terhadap kepentingan
individu dan umum. Di dalam KUHP inilah terkandung asas personal yang bertitik
tolak pada orang yang melakukan perbuatan pidana. Di dalam KUHP pasal 5 ayat
(1) menentukan sejumlah pasal yang jika dilakukan oleh orang Indonesia di
luar negeri maka diberlakukan hukum pidana Indonesia.
Tetapi memang tidak semua
perbuatan pidana yang dilakukan oleh WNI dapat diadili di negara Indonesia
karena bisa saja terjadi double criminality, yang menyatakan tindak pidana yang dilakukan oleh WNI
ini juga merupakan tindak pidana di negara tempat ia melakukan tindak pidana
itu. Sehingga WNI dapat diadili dan di eksekusi di negara tempat ia melakukan
perbuatan pidana tersebut, walaupu begitu Negara Indonesia tetap mempunyai
kewajiban untuk membela warga negaranya.
Sebagaimana yang telah diuraikan
di atas, bahwa asas personal ini berlaku hanya untuk kejahatan – kejahatan
tertentu saja artinya tidak semua ketentuan pidana dalam perundang – undangan
Indonesia berlaku terhadap warga negara Indonesia ketika warga negara itu
sedang berada di luar wilayah negara Indonesia, melainkan pada ketentuan
perundang – undangan pidana tertentu dan atau dengan syarat – syarat tertentu.
Ketentuan pidana tertentu ialah
ketentuan pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat (1) sub 1, yakni
terhadap semua kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan Bab II Buku II, dan
pasal – pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I adalah Mengenai
Kejahataan Terhadap Keamanan Negara (104-129), dan Bab II adalah Mengenai
Kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden (130-139), dan
sebagaimana pasal – pasal yang telah ditentukan yaitu mengenai penghasutan,
penyebaran surat – surat yang mengandunng penghasutan, membuat tidak cakap
untuk dinas militer, bigami dan perampokan. Pengaturan asas personal ini untuk
lebih jelasnya dapat kita lihat dalam pasal 5 s.d 8 KUHP, tetapi pasal – pasal
tersebut dibatasi oleh pasal 9 KUHP yaitu oleh pengecualian – pengecualian yang
diakui dalam hukum internasional. Mengenai hukuman apa yang dapat
dijatuhkan terhadap seseorang yang telah bersalah melanggar ketentuan-ketentuan
dalam undang-undang hukum pidana, dalam Pasal 10 KUHP ditentukan macam-macam
hukuman yang dapat dijatuhkan, yaitu sebagai berikut:
Hukuman-Hukuman
Pokok
Hukuman
mati, tentang hukuman mati ini terdapat negara-negara yang telah menghapuskan
bentuknya hukuman ini, seperti Belanda, tetapi di Indonesia sendiri hukuman
mati ini kadang masih diberlakukan untuk beberapa hukuman walaupun masih
banyaknya pro-kontra terhadap hukuman ini.
Hukuman
penjara, hukuman penjara sendiri dibedakan ke dalam hukuman penjara seumur
hidup dan penjara sementara. Hukuman penjara sementara minimal 1 tahun dan
maksimal 20 tahun. Terpidana wajib tinggal dalam penjara selama masa hukuman
dan wajib melakukan pekerjaan yang ada di dalam maupun di luar penjara dan
terpidana tidak mempunyai Hak Vistol.
Hukuman
kurungan, hukuman ini kondisinya tidak seberat hukuman penjara dan dijatuhkan
karena kejahatan-kejahatan ringan atau pelanggaran.[butuh rujukan]
Biasanyapterhukum dapat memilih antara hukuman kurungan atau hukuman
denda.[butuh rujukan] Bedanya hukuman kurungan dengan hukuman penjara adalah
pada hukuman kurungan terpidana tidak dapat ditahan di luar tempat daerah
tinggalnya kalau ia tidak mau sedangkan pada hukuman penjara dapat dipenjarakan
di mana saja, pekerjaan paksa yang dibebankan kepada terpidana penjara lebih
berat dibandingkan dengan pekerjaan yang harus dilakukan oleh terpidana
kurungan dan terpidana kurungan mempunyai Hak Vistol (hak untuk memperbaiki
nasib) sedangkan pada hukuman penjara tidak demikian.
Hukuman
denda, Dalam hal ini terpidana boleh memilih sendiri antara denda dengan
kurungan. Maksimum kurungan pengganti denda adalah 6 Bulan.
Hukuman
tutupan, hukuman ini dijatuhkan berdasarkan alasan-alasan politik terhadap
orang-orang yang telah melakukan kejahatan yang diancam dengan hukuman penjara
oleh KUHP.
Hukuman
Tambahan Hukuman tambahan tidak dapat dijatuhkan secara tersendiri melainkan
harus disertakan pada hukuman pokok, hukuman tambahan tersebut antara lain:
Pencabutan
hak-hak tertentu.
Penyitaan
barang-barang tertentu
Pengumuman
keputusan hakim
Namun kembali pada persoalan di
atas mengenai warga Negara Indonesia yang melanggar hokum di luar wilayah
Indonesia terdapat pengucualian Ketentuan pidana tertentu ialah ketentuan
pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat (1) sub 1, yakni terhadap semua
kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan Bab II Buku II, dan pasal – pasal
160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I adalah Mengenai Kejahataan Terhadap
Keamanan Negara (104-129), dan Bab II adalah Mengenai Kejahatan Terhadap
Martabat Presiden dan Wakil Presiden (130-139), dan sebagaimana pasal – pasal
yang telah ditentukan yaitu mengenai penghasutan, penyebaran surat – surat yang
mengandunng penghasutan, membuat tidak cakap untuk dinas militer, bigami dan
perampokan. Pengaturan asas personal ini untuk lebih jelasnya dapat kita lihat
dalam pasal 5 s.d 8 KUHP, tetapi pasal – pasal tersebut dibatasi oleh pasal 9
KUHP yaitu oleh pengecualian – pengecualian yang diakui dalam hukum
internasional. Contoh dari pelanggaran hokum pidana di luar negeri contoh
sebuah kasus yang berkaitan dengan penerapan asas personal ini. contoh kasus
yang akan saya angkat dalam makalah ini salah satunya adalah mengenai kejahatan
pembunuhan yang dilakukan oleh WNI di negera Mesir, dalam kasus ini negara
Indonesia bisa saja mengadili warga
negaranya di Indonesia namun
ternyata hal ini tidak dapat dilakukan, faktanya bahwa kejahatan mengenai
pembunuhan ini juga diatur tegas di negara tempat WNI itu melakukan tindak
pidana (Mesir), maka kasus ini dikembalikan kepada hukum internasional
yang mengatur mengenai hukum pidana kemudian dilihat juga ada atau tidaknya
perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Mesir, sehingga dapat diketahui
akhirnya bahwa kewenangan menerapakan yuridiksi ada pada Mesir sebagai negaralocus
delicti. Selain itu Mesirpun memiliki asas territorial (berkaitan
dengan locus delicti) yang memperkokoh yuridiksi atas kasus
pembunuhan oleh WNI tersebut.
Mengenai kasus pembunuhan tersebut penerapan asas
personal ini mengalami kendala – kendala karena ada banyak faktor yang
menguatkan yuridiksi hukum Mesir, diantaranya adalah karena Mesir juga memiliki
batas berlakunya hukum pidana menurut tempat (locus delicti) dalam hal
ini asas personal seperti halnya Indonesia, kemudian tidak adanya perjanjian
ekstradisi antara Indonesia dengan Mesir sehingga negara Indonesia tidak dapat
meminta penyelesaian kasus di negaranya.
Jadi, KUHP Indonesia yang di dalamnya terkandung asas
personal ini dapat diterapkan dalam praktek bagi WNI yang berada di luar
wilayah Negara Indonesia, selama memang perbuatan pidana/tindak pidana yang
dilakukan adalah sesuai dengan apa yang di cantumkan dalam Bab I dan II Buku II
dan beberapa pasal dalam pasal 5 ayat (1) ke-1 yang telah disebutkan di atas.
Di sini tidak dipersoalkan apakah tindak pidana tersebut dianggap sebagai
kejahatan menurut hukum pidana negara tempat orang Indonesia itu berada. Karena
dianggap membahayakan kepentingan negara Indonesia,
maka
sejumlah pasal dalam Pasal 5 ayat (1) ke-1 tetap dapat diberlakukan hukum
pidana Indonesia. Namun beberapa pasal lain mengenai kejahatan bisa saja
diberlakukan asas personal, yang dapat dialihkan penyelesaian kasusnya di
negara Indonesia kalau memang sudah ada perjanjian ekstradisi antar dua negara
yang bersangkuta.
Semisal masalah tersebut di menangkan oleh Indonesia
untuk menyelesaikan hukuman bagi sang pelaku maka hokum yang pantai adalah
tindak pidana kejahatan terhadap nyawa orang lain yang mana telah di atur pada
Pasal 338
Barang siapa
dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan
pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 339
Pembunuhan
yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu perbuatan pidana, yang
dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya,
atau untuk melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana dalam hal
tertangkap tangan, ataupun untuk memastikan penguasaan barang yang diperolehnya
secara melawan hukum, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau selama
waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.
Pasal 340
Barang
siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang
lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana rnati atau pidana
penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.
Pasal 341
Seorang
ibu yang karena takut akan ketahuan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan
atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya, diancam karena
membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 342
Seorang
ibu yang untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut akan ketahuan
bahwa ia akan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian
merampas nyawa anaknya, diancam karena melakukan pembunuhan anak sendiri dengan
rencana, dengan pidana penjara paling lama semhi- lan tahun.
Pasal 343
Kejahatan
yang diterangkan dalam pasal 341 dan 342 dipandang bagi orang lain yang turut
serta melakukan, sebagai pembunuhan atau pembunuhan anak dengan rencana.
Pasal 344
Barang
siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas
dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara paling lama
dua belas tahun.
Pasal 345
Barang
siapa sengaja mendorong orang lain untuk bunuh diri, menolongnya dalam
perbuatan itu atau memberi sarana kepadanya untuk itu, diancam dengan pidana
penjara paling lama empat tahun kalau orang itu jadi bunuh diri.
Pasal 346
Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau
menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat
tahun.
Pasal 347
(1)
Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua
belas tahun.
(2)
Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut diancam dengan pidana
penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 348
(1)
Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima
tahun enam bulan.
(2)
Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana
penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 349
Jika
seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan
pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang
diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal
itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan
pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.
Pasal 350
Dalam
hal pemidanaan karena pembunuhan, karena pembunuhan dengan rencana, atau karena
salah satu kejahatan berdasarkan Pasal 344, 347 dan 348, dapat dijatuhkan
pencabutan hak berdasarkan pasal 35 No. 1- 5.
Jadi berdasarakan KUHP kejadian
pembunuhan tersebut dapat di jerat dengan Pasal 338 “Barang siapa dengan
sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana
penjara paling lama Lima belas tahun”.
BAB III
KESIMPULAN
Dapat kita ambil kesimpulan bahwa setiap warga Negara
Indonesia yang melakukan tindak pidana baik di
dalam wilayah Indonesia sendiri ataupun tidak dapat dijerat dengan
hukuman pidana sesuai dengan KUHP pasal 5 namun berlaku
hanya untuk kejahatan – kejahatan tertentu saja artinya tidak semua ketentuan
pidana dalam perundang – undangan Indonesia berlaku terhadap warga negara
Indonesia ketika warga negara itu sedang berada di luar wilayah negara
Indonesia, melainkan pada ketentuan perundang – undangan pidana tertentu dan
atau dengan syarat – syarat tertentu.
Ketentuan
pidana tertentu ialah ketentuan pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat
(1) sub 1, yakni terhadap semua kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan
Bab II Buku II, dan pasal – pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I
adalah Mengenai Kejahataan Terhadap Keamanan Negara (104-129), dan Bab II
adalah Mengenai Kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden
(130-139), dan sebagaimana pasal – pasal yang telah ditentukan yaitu mengenai
penghasutan, penyebaran surat – surat yang mengandunng penghasutan, membuat
tidak cakap untuk dinas militer, bigami dan perampokan. Pengaturan asas
personal ini untuk lebih jelasnya dapat kita lihat dalam pasal 5 s.d 8 KUHP,
tetapi pasal – pasal tersebut dibatasi oleh pasal 9 KUHP yaitu oleh
pengecualian – pengecualian yang diakui dalam hukum internasional.
TUGAS MALAKAH HUKUM
PIDANA
“PENEGAKAN HUKUM
PIDANA INDONESIA BERDASARKAN ASAS NASIONALITAS AKTIF”
DISUSUN
OLEH:
INDRA KURNIAWAN
INDRA KURNIAWAN
(2015115002/SORE
K)
UNIVERSITAS MADURA
Kata pengantar
Puji syukur saya ucapkan pada Pemilik Seluruh Kerajaan
Semesta yang telah melimpahkan nikmat-Nya kepada kita semua. Sholawat dan salam
selalu tercurahkan pada teladan kita, Rasulullah SAW.
Dalam
proses penyusunan makalah . banyak bantuan dari berbagai pihak . karena itu
saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : kedua orang tua
yang telah memberi dukungan serta kepercayaan dari sanalah proses penyusunan
makalah ini dapat terselesaikan
Menyadari
banyaknya kekurangan dalam penyusunan makalah in karena itu sayan sangat
mengharap adanya kritik dan saran untuk melngkapi segala bentuk kekurangan yang
ada
Pamekasan
11 April 2016
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Hukum Pidana adalah
keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan apa yang
dilarang dan termasuk ke dalam tindak pidana, serta menentukan hukuman apa yang
dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya.
Menurut Prof.
Moeljatno, S.H. Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang
berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk
Menentukan perbuatan-perbuatan mana
yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang, dengan disertai ancaman atau
sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan
tersebut.
Menentukan kapan dan
dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu
dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.
Menentukan dengan cara
bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang
disangka telah melanggar larangan tersebut.
Sedangkan menurut
Sudarsono, pada prinsipnya Hukum Pidana adalah yang mengatur tentang kejahatan
dan pelanggaran terhadap kepentingan umum dan perbuatan tersebut diancam dengan
pidana yang merupakan suatu penderitaan.
Dengan demikian hukum
pidana bukanlah mengadakan norma hukum sendiri, melainkan sudah terletak pada
norma lain dan sanksi pidana. Diadakan untuk menguatkan ditaatinya norma-norma
lain tersebut, misalnya norma agama dan kesusilaan.
BAB II
PERMASALAHAN
Hukum pidana merupakan
gejala sosial budaya yang berfungsi untuk menerapkan kaidah-kaidah dan
pola-pola perilaku terhadap individu dalam masyarakat. Apabila hukum yang
berlaku di dalam masyarakat tidak sesuai dengan kebutuhan serta kepentingan
umum maka ia akan mencoba mencari jalan untuk menyimpang. Segala bentuk tingkah
laku yang meyimpang yang mengangngu serta merugikan dalam kehidupan masyarakat
tersebut dapat diartikan sebagai perilaku jahat. Hukum menetapkan apa yang
harus di lakukan dan tidak dilakukan. Sejak orde baru masalah stabilitas nasional
termasuk dalam penegekan hukum itu sendiri menjadi komponen utama dalam masalah
pembangunan dan kemajuan suatu bangsa banyaknya tindak kejahatan tentu saja
menimbulkan banyak kerugian bagi negara indonesia itu sendiri baik dalam sektor
ekonomi dan sosial budaya . Namun seiring perkembangan zaman di era global ini
banyak dari individu-individu melakukan penyimpangan-penyimpangan tersebut
tidak hanya dalam wilayah dimana dia tinggal melainkan mereka juga sekaranga
banyak yang melanggar hukum dan perilaku yang seharusnya tidak dilakukan di
luar negara yang mengatur hukum itu sendiri dalam hal ini indonesia tentu saja
hal seperti itu menimbulkan kerugian bagi hubungan diplomatik negara dengan
negara lain. Lantas apa bisa mereka di jerat dengan hukum yang berlaku di
negaranya sedangkan mereka melakukannya di luar batas negara indonesia dan
semisal bisa lantas hukuman apa yang akan di dapatkan para pelanggar hukum
tersebut
BAB III
PEMBAHASAN
Sebelum membahas
tentang masalah utama yang terjadi di era global sebagaimana di atas telah di
sebutkan kita terlebih dulu harus tau apa hukum pidana itu sendiri apa sumber
sumber-sumber dari hukum pidana itu sendiri apa saja asas-asas yang berlaku
pada hukum pidana Hukum
Pidana adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan
apa yang dilarang dan termasuk ke dalam tindak pidana, serta menentukan hukuman
apa yang dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya.
Menurut Prof.
Moeljatno, S.H. Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku
di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk
Menentukan perbuatan-perbuatan mana
yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang, dengan disertai ancaman atau
sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan
tersebut.
Sumber Hukum Pidana
dapat dibedakan atas sumber hukum tertulis dan sumber hukum yang tidak
tertulis. Di Indonesia sendiri, kita belum memiliki Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana Nasional, sehingga masih diberlakukan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
warisan dari pemerintah kolonial Hindia Belanda. Adapun sistematika Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana antara lain :
Buku I Tentang Ketentuan Umum (Pasal
1-103).
Buku II Tentang Kejahatan (Pasal
104-488).
Buku III Tentang Pelanggaran (Pasal
489-569).
Dan juga ada beberapa Undang-undang
yang mengatur tindak pidana khusus yang dibuat setelah kemerdekaan antara lain:
UU No. 8 Drt Tahun 1955 Tentang tindak
Pidana Imigrasi.
UU No. 9 Tahun 1967 Tentang Norkoba.
UU No. 16 Tahun Tahun 2003 Tentang Anti
Terorisme. dll
Ketentuan-ketentuan Hukum Pidana,
selain termuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana maupun UU Khusus, juga
terdapat dalam berbagai Peraturan Perundang-Undangan lainnya, seperti UU. No. 5
Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, UU No. 9 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta dan
sebagainya
Asas-Asas
Hukum Pidana Antara lain Ialah:
Asas
Legalitas, tidak ada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan
aturan pidana dalam Peraturan Perundang-Undangan yang telah ada sebelum
perbuatan itu dilakukan (Pasal 1 Ayat (1) KUHP).[butuh rujukan] Jika sesudah
perbuatan dilakukan ada perubahan dalam Peraturan Perundang-Undangan, maka yang
dipakai adalah aturan yang paling ringan sanksinya bagi terdakwa (Pasal 1 Ayat
(2) KUHP)
Asas
Tiada Pidana Tanpa Kesalahan, Untuk menjatuhkan pidana kepada orang yang telah
melakukan tindak pidana, harus dilakukan bilamana ada unsur kesalahan pada diri
orang tersebut.
Asas
teritorial, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku atas semua
peristiwa pidana yang terjadi di daerah yang menjadi wilayah teritorial Negara
Kesatuan Republik Indonesia, termasuk pula kapal berbendera Indonesia, pesawat
terbang Indonesia, dan gedung kedutaan dan konsul Indonesia di negara asing
(pasal 2 KUHP).
Asas
nasionalitas aktif, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi semua
WNI yang melakukan tindak pidana di mana pun ia berada (pasal 5 KUHP).
Asas nasionalitas pasif, artinya
ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi semua tindak pidana yang
merugikan kepentingan negara (pasal 4 KUHP).
Berkaitan dengan permasalahan yang telah di sebutkan di atas
bahwa pada era global banyak pelanggar hukum yang melanggar hukum di luar
wilayah Indonesia jadi apakah mereka dapat di jerat dengan hukum dan apa sanksi
yang pantas bagi mereka berdasarkan asas nasional aktif.
Sebagai warga negara yang tunduk
pada aturan hukum yang berlaku, sudah
tentu setiap melakukan tindakan yang melawan hukum akan dikenakan sanksi
sesuai dengan perbuatan yang dilakukan. Tidak menjadi masalah dimanapun kita
berada, karena sekalipun kita berada di luar wilayah negara Indonesia hukum
pidana Indonesia tetap berlaku.
KUHP (Kitab Undang – Undang Hukum
Pidana) mengatur mengenai kejahatan dan pelanggaran terhadap kepentingan
individu dan umum. Di dalam KUHP inilah terkandung asas personal yang bertitik
tolak pada orang yang melakukan perbuatan pidana. Di dalam KUHP pasal 5 ayat
(1) menentukan sejumlah pasal yang jika dilakukan oleh orang Indonesia di
luar negeri maka diberlakukan hukum pidana Indonesia.
Tetapi memang tidak semua
perbuatan pidana yang dilakukan oleh WNI dapat diadili di negara Indonesia
karena bisa saja terjadi double criminality, yang menyatakan tindak pidana yang dilakukan oleh WNI
ini juga merupakan tindak pidana di negara tempat ia melakukan tindak pidana
itu. Sehingga WNI dapat diadili dan di eksekusi di negara tempat ia melakukan
perbuatan pidana tersebut, walaupu begitu Negara Indonesia tetap mempunyai
kewajiban untuk membela warga negaranya.
Sebagaimana yang telah diuraikan
di atas, bahwa asas personal ini berlaku hanya untuk kejahatan – kejahatan
tertentu saja artinya tidak semua ketentuan pidana dalam perundang – undangan
Indonesia berlaku terhadap warga negara Indonesia ketika warga negara itu
sedang berada di luar wilayah negara Indonesia, melainkan pada ketentuan
perundang – undangan pidana tertentu dan atau dengan syarat – syarat tertentu.
Ketentuan pidana tertentu ialah
ketentuan pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat (1) sub 1, yakni
terhadap semua kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan Bab II Buku II, dan
pasal – pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I adalah Mengenai
Kejahataan Terhadap Keamanan Negara (104-129), dan Bab II adalah Mengenai
Kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden (130-139), dan
sebagaimana pasal – pasal yang telah ditentukan yaitu mengenai penghasutan,
penyebaran surat – surat yang mengandunng penghasutan, membuat tidak cakap
untuk dinas militer, bigami dan perampokan. Pengaturan asas personal ini untuk
lebih jelasnya dapat kita lihat dalam pasal 5 s.d 8 KUHP, tetapi pasal – pasal
tersebut dibatasi oleh pasal 9 KUHP yaitu oleh pengecualian – pengecualian yang
diakui dalam hukum internasional. Mengenai hukuman apa yang dapat
dijatuhkan terhadap seseorang yang telah bersalah melanggar ketentuan-ketentuan
dalam undang-undang hukum pidana, dalam Pasal 10 KUHP ditentukan macam-macam
hukuman yang dapat dijatuhkan, yaitu sebagai berikut:
Hukuman-Hukuman
Pokok
Hukuman
mati, tentang hukuman mati ini terdapat negara-negara yang telah menghapuskan
bentuknya hukuman ini, seperti Belanda, tetapi di Indonesia sendiri hukuman
mati ini kadang masih diberlakukan untuk beberapa hukuman walaupun masih
banyaknya pro-kontra terhadap hukuman ini.
Hukuman
penjara, hukuman penjara sendiri dibedakan ke dalam hukuman penjara seumur
hidup dan penjara sementara. Hukuman penjara sementara minimal 1 tahun dan
maksimal 20 tahun. Terpidana wajib tinggal dalam penjara selama masa hukuman
dan wajib melakukan pekerjaan yang ada di dalam maupun di luar penjara dan
terpidana tidak mempunyai Hak Vistol.
Hukuman
kurungan, hukuman ini kondisinya tidak seberat hukuman penjara dan dijatuhkan
karena kejahatan-kejahatan ringan atau pelanggaran.[butuh rujukan]
Biasanyapterhukum dapat memilih antara hukuman kurungan atau hukuman
denda.[butuh rujukan] Bedanya hukuman kurungan dengan hukuman penjara adalah
pada hukuman kurungan terpidana tidak dapat ditahan di luar tempat daerah
tinggalnya kalau ia tidak mau sedangkan pada hukuman penjara dapat dipenjarakan
di mana saja, pekerjaan paksa yang dibebankan kepada terpidana penjara lebih
berat dibandingkan dengan pekerjaan yang harus dilakukan oleh terpidana
kurungan dan terpidana kurungan mempunyai Hak Vistol (hak untuk memperbaiki
nasib) sedangkan pada hukuman penjara tidak demikian.
Hukuman
denda, Dalam hal ini terpidana boleh memilih sendiri antara denda dengan
kurungan. Maksimum kurungan pengganti denda adalah 6 Bulan.
Hukuman
tutupan, hukuman ini dijatuhkan berdasarkan alasan-alasan politik terhadap
orang-orang yang telah melakukan kejahatan yang diancam dengan hukuman penjara
oleh KUHP.
Hukuman
Tambahan Hukuman tambahan tidak dapat dijatuhkan secara tersendiri melainkan
harus disertakan pada hukuman pokok, hukuman tambahan tersebut antara lain:
Pencabutan
hak-hak tertentu.
Penyitaan
barang-barang tertentu
Pengumuman
keputusan hakim
Namun kembali pada persoalan di
atas mengenai warga Negara Indonesia yang melanggar hokum di luar wilayah
Indonesia terdapat pengucualian Ketentuan pidana tertentu ialah ketentuan
pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat (1) sub 1, yakni terhadap semua
kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan Bab II Buku II, dan pasal – pasal
160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I adalah Mengenai Kejahataan Terhadap
Keamanan Negara (104-129), dan Bab II adalah Mengenai Kejahatan Terhadap
Martabat Presiden dan Wakil Presiden (130-139), dan sebagaimana pasal – pasal
yang telah ditentukan yaitu mengenai penghasutan, penyebaran surat – surat yang
mengandunng penghasutan, membuat tidak cakap untuk dinas militer, bigami dan
perampokan. Pengaturan asas personal ini untuk lebih jelasnya dapat kita lihat
dalam pasal 5 s.d 8 KUHP, tetapi pasal – pasal tersebut dibatasi oleh pasal 9
KUHP yaitu oleh pengecualian – pengecualian yang diakui dalam hukum
internasional. Contoh dari pelanggaran hokum pidana di luar negeri contoh
sebuah kasus yang berkaitan dengan penerapan asas personal ini. contoh kasus
yang akan saya angkat dalam makalah ini salah satunya adalah mengenai kejahatan
pembunuhan yang dilakukan oleh WNI di negera Mesir, dalam kasus ini negara
Indonesia bisa saja mengadili warga
negaranya di Indonesia namun
ternyata hal ini tidak dapat dilakukan, faktanya bahwa kejahatan mengenai
pembunuhan ini juga diatur tegas di negara tempat WNI itu melakukan tindak
pidana (Mesir), maka kasus ini dikembalikan kepada hukum internasional
yang mengatur mengenai hukum pidana kemudian dilihat juga ada atau tidaknya
perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Mesir, sehingga dapat diketahui
akhirnya bahwa kewenangan menerapakan yuridiksi ada pada Mesir sebagai negaralocus
delicti. Selain itu Mesirpun memiliki asas territorial (berkaitan
dengan locus delicti) yang memperkokoh yuridiksi atas kasus
pembunuhan oleh WNI tersebut.
Mengenai kasus pembunuhan tersebut penerapan asas
personal ini mengalami kendala – kendala karena ada banyak faktor yang
menguatkan yuridiksi hukum Mesir, diantaranya adalah karena Mesir juga memiliki
batas berlakunya hukum pidana menurut tempat (locus delicti) dalam hal
ini asas personal seperti halnya Indonesia, kemudian tidak adanya perjanjian
ekstradisi antara Indonesia dengan Mesir sehingga negara Indonesia tidak dapat
meminta penyelesaian kasus di negaranya.
Jadi, KUHP Indonesia yang di dalamnya terkandung asas
personal ini dapat diterapkan dalam praktek bagi WNI yang berada di luar
wilayah Negara Indonesia, selama memang perbuatan pidana/tindak pidana yang
dilakukan adalah sesuai dengan apa yang di cantumkan dalam Bab I dan II Buku II
dan beberapa pasal dalam pasal 5 ayat (1) ke-1 yang telah disebutkan di atas.
Di sini tidak dipersoalkan apakah tindak pidana tersebut dianggap sebagai
kejahatan menurut hukum pidana negara tempat orang Indonesia itu berada. Karena
dianggap membahayakan kepentingan negara Indonesia,
maka
sejumlah pasal dalam Pasal 5 ayat (1) ke-1 tetap dapat diberlakukan hukum
pidana Indonesia. Namun beberapa pasal lain mengenai kejahatan bisa saja
diberlakukan asas personal, yang dapat dialihkan penyelesaian kasusnya di
negara Indonesia kalau memang sudah ada perjanjian ekstradisi antar dua negara
yang bersangkuta.
Semisal masalah tersebut di menangkan oleh Indonesia
untuk menyelesaikan hukuman bagi sang pelaku maka hokum yang pantai adalah
tindak pidana kejahatan terhadap nyawa orang lain yang mana telah di atur pada
Pasal 338
Barang siapa
dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan
pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 339
Pembunuhan
yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu perbuatan pidana, yang
dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya,
atau untuk melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana dalam hal
tertangkap tangan, ataupun untuk memastikan penguasaan barang yang diperolehnya
secara melawan hukum, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau selama
waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.
Pasal 340
Barang
siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang
lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana rnati atau pidana
penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.
Pasal 341
Seorang
ibu yang karena takut akan ketahuan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan
atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya, diancam karena
membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 342
Seorang
ibu yang untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut akan ketahuan
bahwa ia akan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian
merampas nyawa anaknya, diancam karena melakukan pembunuhan anak sendiri dengan
rencana, dengan pidana penjara paling lama semhi- lan tahun.
Pasal 343
Kejahatan
yang diterangkan dalam pasal 341 dan 342 dipandang bagi orang lain yang turut
serta melakukan, sebagai pembunuhan atau pembunuhan anak dengan rencana.
Pasal 344
Barang
siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas
dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara paling lama
dua belas tahun.
Pasal 345
Barang
siapa sengaja mendorong orang lain untuk bunuh diri, menolongnya dalam
perbuatan itu atau memberi sarana kepadanya untuk itu, diancam dengan pidana
penjara paling lama empat tahun kalau orang itu jadi bunuh diri.
Pasal 346
Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau
menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat
tahun.
Pasal 347
(1)
Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua
belas tahun.
(2)
Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut diancam dengan pidana
penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 348
(1)
Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima
tahun enam bulan.
(2)
Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana
penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 349
Jika
seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan
pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang
diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal
itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan
pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.
Pasal 350
Dalam
hal pemidanaan karena pembunuhan, karena pembunuhan dengan rencana, atau karena
salah satu kejahatan berdasarkan Pasal 344, 347 dan 348, dapat dijatuhkan
pencabutan hak berdasarkan pasal 35 No. 1- 5.
Jadi berdasarakan KUHP kejadian
pembunuhan tersebut dapat di jerat dengan Pasal 338 “Barang siapa dengan
sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana
penjara paling lama Lima belas tahun”.
BAB III
KESIMPULAN
Dapat kita ambil kesimpulan bahwa setiap warga Negara
Indonesia yang melakukan tindak pidana baik di
dalam wilayah Indonesia sendiri ataupun tidak dapat dijerat dengan
hukuman pidana sesuai dengan KUHP pasal 5 namun berlaku
hanya untuk kejahatan – kejahatan tertentu saja artinya tidak semua ketentuan
pidana dalam perundang – undangan Indonesia berlaku terhadap warga negara
Indonesia ketika warga negara itu sedang berada di luar wilayah negara
Indonesia, melainkan pada ketentuan perundang – undangan pidana tertentu dan
atau dengan syarat – syarat tertentu.
Ketentuan
pidana tertentu ialah ketentuan pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat
(1) sub 1, yakni terhadap semua kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan
Bab II Buku II, dan pasal – pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I
adalah Mengenai Kejahataan Terhadap Keamanan Negara (104-129), dan Bab II
adalah Mengenai Kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden
(130-139), dan sebagaimana pasal – pasal yang telah ditentukan yaitu mengenai
penghasutan, penyebaran surat – surat yang mengandunng penghasutan, membuat
tidak cakap untuk dinas militer, bigami dan perampokan. Pengaturan asas
personal ini untuk lebih jelasnya dapat kita lihat dalam pasal 5 s.d 8 KUHP,
tetapi pasal – pasal tersebut dibatasi oleh pasal 9 KUHP yaitu oleh
pengecualian – pengecualian yang diakui dalam hukum internasional.
TUGAS MALAKAH HUKUM
PIDANA
“PENEGAKAN HUKUM
PIDANA INDONESIA BERDASARKAN ASAS NASIONALITAS AKTIF”
DISUSUN
OLEH:
INDRA KURNIAWAN
INDRA KURNIAWAN
(2015115002/SORE
K)
UNIVERSITAS MADURA
Kata pengantar
Puji syukur saya ucapkan pada Pemilik Seluruh Kerajaan
Semesta yang telah melimpahkan nikmat-Nya kepada kita semua. Sholawat dan salam
selalu tercurahkan pada teladan kita, Rasulullah SAW.
Dalam
proses penyusunan makalah . banyak bantuan dari berbagai pihak . karena itu
saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : kedua orang tua
yang telah memberi dukungan serta kepercayaan dari sanalah proses penyusunan
makalah ini dapat terselesaikan
Menyadari
banyaknya kekurangan dalam penyusunan makalah in karena itu sayan sangat
mengharap adanya kritik dan saran untuk melngkapi segala bentuk kekurangan yang
ada
Pamekasan
11 April 2016
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Hukum Pidana adalah
keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan apa yang
dilarang dan termasuk ke dalam tindak pidana, serta menentukan hukuman apa yang
dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya.
Menurut Prof.
Moeljatno, S.H. Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang
berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk
Menentukan perbuatan-perbuatan mana
yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang, dengan disertai ancaman atau
sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan
tersebut.
Menentukan kapan dan
dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu
dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.
Menentukan dengan cara
bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang
disangka telah melanggar larangan tersebut.
Sedangkan menurut
Sudarsono, pada prinsipnya Hukum Pidana adalah yang mengatur tentang kejahatan
dan pelanggaran terhadap kepentingan umum dan perbuatan tersebut diancam dengan
pidana yang merupakan suatu penderitaan.
Dengan demikian hukum
pidana bukanlah mengadakan norma hukum sendiri, melainkan sudah terletak pada
norma lain dan sanksi pidana. Diadakan untuk menguatkan ditaatinya norma-norma
lain tersebut, misalnya norma agama dan kesusilaan.
BAB II
PERMASALAHAN
Hukum pidana merupakan
gejala sosial budaya yang berfungsi untuk menerapkan kaidah-kaidah dan
pola-pola perilaku terhadap individu dalam masyarakat. Apabila hukum yang
berlaku di dalam masyarakat tidak sesuai dengan kebutuhan serta kepentingan
umum maka ia akan mencoba mencari jalan untuk menyimpang. Segala bentuk tingkah
laku yang meyimpang yang mengangngu serta merugikan dalam kehidupan masyarakat
tersebut dapat diartikan sebagai perilaku jahat. Hukum menetapkan apa yang
harus di lakukan dan tidak dilakukan. Sejak orde baru masalah stabilitas nasional
termasuk dalam penegekan hukum itu sendiri menjadi komponen utama dalam masalah
pembangunan dan kemajuan suatu bangsa banyaknya tindak kejahatan tentu saja
menimbulkan banyak kerugian bagi negara indonesia itu sendiri baik dalam sektor
ekonomi dan sosial budaya . Namun seiring perkembangan zaman di era global ini
banyak dari individu-individu melakukan penyimpangan-penyimpangan tersebut
tidak hanya dalam wilayah dimana dia tinggal melainkan mereka juga sekaranga
banyak yang melanggar hukum dan perilaku yang seharusnya tidak dilakukan di
luar negara yang mengatur hukum itu sendiri dalam hal ini indonesia tentu saja
hal seperti itu menimbulkan kerugian bagi hubungan diplomatik negara dengan
negara lain. Lantas apa bisa mereka di jerat dengan hukum yang berlaku di
negaranya sedangkan mereka melakukannya di luar batas negara indonesia dan
semisal bisa lantas hukuman apa yang akan di dapatkan para pelanggar hukum
tersebut
BAB III
PEMBAHASAN
Sebelum membahas
tentang masalah utama yang terjadi di era global sebagaimana di atas telah di
sebutkan kita terlebih dulu harus tau apa hukum pidana itu sendiri apa sumber
sumber-sumber dari hukum pidana itu sendiri apa saja asas-asas yang berlaku
pada hukum pidana Hukum
Pidana adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan
apa yang dilarang dan termasuk ke dalam tindak pidana, serta menentukan hukuman
apa yang dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya.
Menurut Prof.
Moeljatno, S.H. Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku
di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk
Menentukan perbuatan-perbuatan mana
yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang, dengan disertai ancaman atau
sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan
tersebut.
Sumber Hukum Pidana
dapat dibedakan atas sumber hukum tertulis dan sumber hukum yang tidak
tertulis. Di Indonesia sendiri, kita belum memiliki Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana Nasional, sehingga masih diberlakukan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
warisan dari pemerintah kolonial Hindia Belanda. Adapun sistematika Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana antara lain :
Buku I Tentang Ketentuan Umum (Pasal
1-103).
Buku II Tentang Kejahatan (Pasal
104-488).
Buku III Tentang Pelanggaran (Pasal
489-569).
Dan juga ada beberapa Undang-undang
yang mengatur tindak pidana khusus yang dibuat setelah kemerdekaan antara lain:
UU No. 8 Drt Tahun 1955 Tentang tindak
Pidana Imigrasi.
UU No. 9 Tahun 1967 Tentang Norkoba.
UU No. 16 Tahun Tahun 2003 Tentang Anti
Terorisme. dll
Ketentuan-ketentuan Hukum Pidana,
selain termuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana maupun UU Khusus, juga
terdapat dalam berbagai Peraturan Perundang-Undangan lainnya, seperti UU. No. 5
Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, UU No. 9 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta dan
sebagainya
Asas-Asas
Hukum Pidana Antara lain Ialah:
Asas
Legalitas, tidak ada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan
aturan pidana dalam Peraturan Perundang-Undangan yang telah ada sebelum
perbuatan itu dilakukan (Pasal 1 Ayat (1) KUHP).[butuh rujukan] Jika sesudah
perbuatan dilakukan ada perubahan dalam Peraturan Perundang-Undangan, maka yang
dipakai adalah aturan yang paling ringan sanksinya bagi terdakwa (Pasal 1 Ayat
(2) KUHP)
Asas
Tiada Pidana Tanpa Kesalahan, Untuk menjatuhkan pidana kepada orang yang telah
melakukan tindak pidana, harus dilakukan bilamana ada unsur kesalahan pada diri
orang tersebut.
Asas
teritorial, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku atas semua
peristiwa pidana yang terjadi di daerah yang menjadi wilayah teritorial Negara
Kesatuan Republik Indonesia, termasuk pula kapal berbendera Indonesia, pesawat
terbang Indonesia, dan gedung kedutaan dan konsul Indonesia di negara asing
(pasal 2 KUHP).
Asas
nasionalitas aktif, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi semua
WNI yang melakukan tindak pidana di mana pun ia berada (pasal 5 KUHP).
Asas nasionalitas pasif, artinya
ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi semua tindak pidana yang
merugikan kepentingan negara (pasal 4 KUHP).
Berkaitan dengan permasalahan yang telah di sebutkan di atas
bahwa pada era global banyak pelanggar hukum yang melanggar hukum di luar
wilayah Indonesia jadi apakah mereka dapat di jerat dengan hukum dan apa sanksi
yang pantas bagi mereka berdasarkan asas nasional aktif.
Sebagai warga negara yang tunduk
pada aturan hukum yang berlaku, sudah
tentu setiap melakukan tindakan yang melawan hukum akan dikenakan sanksi
sesuai dengan perbuatan yang dilakukan. Tidak menjadi masalah dimanapun kita
berada, karena sekalipun kita berada di luar wilayah negara Indonesia hukum
pidana Indonesia tetap berlaku.
KUHP (Kitab Undang – Undang Hukum
Pidana) mengatur mengenai kejahatan dan pelanggaran terhadap kepentingan
individu dan umum. Di dalam KUHP inilah terkandung asas personal yang bertitik
tolak pada orang yang melakukan perbuatan pidana. Di dalam KUHP pasal 5 ayat
(1) menentukan sejumlah pasal yang jika dilakukan oleh orang Indonesia di
luar negeri maka diberlakukan hukum pidana Indonesia.
Tetapi memang tidak semua
perbuatan pidana yang dilakukan oleh WNI dapat diadili di negara Indonesia
karena bisa saja terjadi double criminality, yang menyatakan tindak pidana yang dilakukan oleh WNI
ini juga merupakan tindak pidana di negara tempat ia melakukan tindak pidana
itu. Sehingga WNI dapat diadili dan di eksekusi di negara tempat ia melakukan
perbuatan pidana tersebut, walaupu begitu Negara Indonesia tetap mempunyai
kewajiban untuk membela warga negaranya.
Sebagaimana yang telah diuraikan
di atas, bahwa asas personal ini berlaku hanya untuk kejahatan – kejahatan
tertentu saja artinya tidak semua ketentuan pidana dalam perundang – undangan
Indonesia berlaku terhadap warga negara Indonesia ketika warga negara itu
sedang berada di luar wilayah negara Indonesia, melainkan pada ketentuan
perundang – undangan pidana tertentu dan atau dengan syarat – syarat tertentu.
Ketentuan pidana tertentu ialah
ketentuan pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat (1) sub 1, yakni
terhadap semua kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan Bab II Buku II, dan
pasal – pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I adalah Mengenai
Kejahataan Terhadap Keamanan Negara (104-129), dan Bab II adalah Mengenai
Kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden (130-139), dan
sebagaimana pasal – pasal yang telah ditentukan yaitu mengenai penghasutan,
penyebaran surat – surat yang mengandunng penghasutan, membuat tidak cakap
untuk dinas militer, bigami dan perampokan. Pengaturan asas personal ini untuk
lebih jelasnya dapat kita lihat dalam pasal 5 s.d 8 KUHP, tetapi pasal – pasal
tersebut dibatasi oleh pasal 9 KUHP yaitu oleh pengecualian – pengecualian yang
diakui dalam hukum internasional. Mengenai hukuman apa yang dapat
dijatuhkan terhadap seseorang yang telah bersalah melanggar ketentuan-ketentuan
dalam undang-undang hukum pidana, dalam Pasal 10 KUHP ditentukan macam-macam
hukuman yang dapat dijatuhkan, yaitu sebagai berikut:
Hukuman-Hukuman
Pokok
Hukuman
mati, tentang hukuman mati ini terdapat negara-negara yang telah menghapuskan
bentuknya hukuman ini, seperti Belanda, tetapi di Indonesia sendiri hukuman
mati ini kadang masih diberlakukan untuk beberapa hukuman walaupun masih
banyaknya pro-kontra terhadap hukuman ini.
Hukuman
penjara, hukuman penjara sendiri dibedakan ke dalam hukuman penjara seumur
hidup dan penjara sementara. Hukuman penjara sementara minimal 1 tahun dan
maksimal 20 tahun. Terpidana wajib tinggal dalam penjara selama masa hukuman
dan wajib melakukan pekerjaan yang ada di dalam maupun di luar penjara dan
terpidana tidak mempunyai Hak Vistol.
Hukuman
kurungan, hukuman ini kondisinya tidak seberat hukuman penjara dan dijatuhkan
karena kejahatan-kejahatan ringan atau pelanggaran.[butuh rujukan]
Biasanyapterhukum dapat memilih antara hukuman kurungan atau hukuman
denda.[butuh rujukan] Bedanya hukuman kurungan dengan hukuman penjara adalah
pada hukuman kurungan terpidana tidak dapat ditahan di luar tempat daerah
tinggalnya kalau ia tidak mau sedangkan pada hukuman penjara dapat dipenjarakan
di mana saja, pekerjaan paksa yang dibebankan kepada terpidana penjara lebih
berat dibandingkan dengan pekerjaan yang harus dilakukan oleh terpidana
kurungan dan terpidana kurungan mempunyai Hak Vistol (hak untuk memperbaiki
nasib) sedangkan pada hukuman penjara tidak demikian.
Hukuman
denda, Dalam hal ini terpidana boleh memilih sendiri antara denda dengan
kurungan. Maksimum kurungan pengganti denda adalah 6 Bulan.
Hukuman
tutupan, hukuman ini dijatuhkan berdasarkan alasan-alasan politik terhadap
orang-orang yang telah melakukan kejahatan yang diancam dengan hukuman penjara
oleh KUHP.
Hukuman
Tambahan Hukuman tambahan tidak dapat dijatuhkan secara tersendiri melainkan
harus disertakan pada hukuman pokok, hukuman tambahan tersebut antara lain:
Pencabutan
hak-hak tertentu.
Penyitaan
barang-barang tertentu
Pengumuman
keputusan hakim
Namun kembali pada persoalan di
atas mengenai warga Negara Indonesia yang melanggar hokum di luar wilayah
Indonesia terdapat pengucualian Ketentuan pidana tertentu ialah ketentuan
pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat (1) sub 1, yakni terhadap semua
kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan Bab II Buku II, dan pasal – pasal
160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I adalah Mengenai Kejahataan Terhadap
Keamanan Negara (104-129), dan Bab II adalah Mengenai Kejahatan Terhadap
Martabat Presiden dan Wakil Presiden (130-139), dan sebagaimana pasal – pasal
yang telah ditentukan yaitu mengenai penghasutan, penyebaran surat – surat yang
mengandunng penghasutan, membuat tidak cakap untuk dinas militer, bigami dan
perampokan. Pengaturan asas personal ini untuk lebih jelasnya dapat kita lihat
dalam pasal 5 s.d 8 KUHP, tetapi pasal – pasal tersebut dibatasi oleh pasal 9
KUHP yaitu oleh pengecualian – pengecualian yang diakui dalam hukum
internasional. Contoh dari pelanggaran hokum pidana di luar negeri contoh
sebuah kasus yang berkaitan dengan penerapan asas personal ini. contoh kasus
yang akan saya angkat dalam makalah ini salah satunya adalah mengenai kejahatan
pembunuhan yang dilakukan oleh WNI di negera Mesir, dalam kasus ini negara
Indonesia bisa saja mengadili warga
negaranya di Indonesia namun
ternyata hal ini tidak dapat dilakukan, faktanya bahwa kejahatan mengenai
pembunuhan ini juga diatur tegas di negara tempat WNI itu melakukan tindak
pidana (Mesir), maka kasus ini dikembalikan kepada hukum internasional
yang mengatur mengenai hukum pidana kemudian dilihat juga ada atau tidaknya
perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Mesir, sehingga dapat diketahui
akhirnya bahwa kewenangan menerapakan yuridiksi ada pada Mesir sebagai negaralocus
delicti. Selain itu Mesirpun memiliki asas territorial (berkaitan
dengan locus delicti) yang memperkokoh yuridiksi atas kasus
pembunuhan oleh WNI tersebut.
Mengenai kasus pembunuhan tersebut penerapan asas
personal ini mengalami kendala – kendala karena ada banyak faktor yang
menguatkan yuridiksi hukum Mesir, diantaranya adalah karena Mesir juga memiliki
batas berlakunya hukum pidana menurut tempat (locus delicti) dalam hal
ini asas personal seperti halnya Indonesia, kemudian tidak adanya perjanjian
ekstradisi antara Indonesia dengan Mesir sehingga negara Indonesia tidak dapat
meminta penyelesaian kasus di negaranya.
Jadi, KUHP Indonesia yang di dalamnya terkandung asas
personal ini dapat diterapkan dalam praktek bagi WNI yang berada di luar
wilayah Negara Indonesia, selama memang perbuatan pidana/tindak pidana yang
dilakukan adalah sesuai dengan apa yang di cantumkan dalam Bab I dan II Buku II
dan beberapa pasal dalam pasal 5 ayat (1) ke-1 yang telah disebutkan di atas.
Di sini tidak dipersoalkan apakah tindak pidana tersebut dianggap sebagai
kejahatan menurut hukum pidana negara tempat orang Indonesia itu berada. Karena
dianggap membahayakan kepentingan negara Indonesia,
maka
sejumlah pasal dalam Pasal 5 ayat (1) ke-1 tetap dapat diberlakukan hukum
pidana Indonesia. Namun beberapa pasal lain mengenai kejahatan bisa saja
diberlakukan asas personal, yang dapat dialihkan penyelesaian kasusnya di
negara Indonesia kalau memang sudah ada perjanjian ekstradisi antar dua negara
yang bersangkuta.
Semisal masalah tersebut di menangkan oleh Indonesia
untuk menyelesaikan hukuman bagi sang pelaku maka hokum yang pantai adalah
tindak pidana kejahatan terhadap nyawa orang lain yang mana telah di atur pada
Pasal 338
Barang siapa
dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan
pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 339
Pembunuhan
yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu perbuatan pidana, yang
dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya,
atau untuk melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana dalam hal
tertangkap tangan, ataupun untuk memastikan penguasaan barang yang diperolehnya
secara melawan hukum, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau selama
waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.
Pasal 340
Barang
siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang
lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana rnati atau pidana
penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.
Pasal 341
Seorang
ibu yang karena takut akan ketahuan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan
atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya, diancam karena
membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 342
Seorang
ibu yang untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut akan ketahuan
bahwa ia akan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian
merampas nyawa anaknya, diancam karena melakukan pembunuhan anak sendiri dengan
rencana, dengan pidana penjara paling lama semhi- lan tahun.
Pasal 343
Kejahatan
yang diterangkan dalam pasal 341 dan 342 dipandang bagi orang lain yang turut
serta melakukan, sebagai pembunuhan atau pembunuhan anak dengan rencana.
Pasal 344
Barang
siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas
dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara paling lama
dua belas tahun.
Pasal 345
Barang
siapa sengaja mendorong orang lain untuk bunuh diri, menolongnya dalam
perbuatan itu atau memberi sarana kepadanya untuk itu, diancam dengan pidana
penjara paling lama empat tahun kalau orang itu jadi bunuh diri.
Pasal 346
Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau
menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat
tahun.
Pasal 347
(1)
Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua
belas tahun.
(2)
Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut diancam dengan pidana
penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 348
(1)
Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima
tahun enam bulan.
(2)
Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana
penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 349
Jika
seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan
pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang
diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal
itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan
pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.
Pasal 350
Dalam
hal pemidanaan karena pembunuhan, karena pembunuhan dengan rencana, atau karena
salah satu kejahatan berdasarkan Pasal 344, 347 dan 348, dapat dijatuhkan
pencabutan hak berdasarkan pasal 35 No. 1- 5.
Jadi berdasarakan KUHP kejadian
pembunuhan tersebut dapat di jerat dengan Pasal 338 “Barang siapa dengan
sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana
penjara paling lama Lima belas tahun”.
BAB III
KESIMPULAN
Dapat kita ambil kesimpulan bahwa setiap warga Negara
Indonesia yang melakukan tindak pidana baik di
dalam wilayah Indonesia sendiri ataupun tidak dapat dijerat dengan
hukuman pidana sesuai dengan KUHP pasal 5 namun berlaku
hanya untuk kejahatan – kejahatan tertentu saja artinya tidak semua ketentuan
pidana dalam perundang – undangan Indonesia berlaku terhadap warga negara
Indonesia ketika warga negara itu sedang berada di luar wilayah negara
Indonesia, melainkan pada ketentuan perundang – undangan pidana tertentu dan
atau dengan syarat – syarat tertentu.
Ketentuan
pidana tertentu ialah ketentuan pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat
(1) sub 1, yakni terhadap semua kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan
Bab II Buku II, dan pasal – pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I
adalah Mengenai Kejahataan Terhadap Keamanan Negara (104-129), dan Bab II
adalah Mengenai Kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden
(130-139), dan sebagaimana pasal – pasal yang telah ditentukan yaitu mengenai
penghasutan, penyebaran surat – surat yang mengandunng penghasutan, membuat
tidak cakap untuk dinas militer, bigami dan perampokan. Pengaturan asas
personal ini untuk lebih jelasnya dapat kita lihat dalam pasal 5 s.d 8 KUHP,
tetapi pasal – pasal tersebut dibatasi oleh pasal 9 KUHP yaitu oleh
pengecualian – pengecualian yang diakui dalam hukum internasional.
TUGAS MALAKAH HUKUM
PIDANA
“PENEGAKAN HUKUM
PIDANA INDONESIA BERDASARKAN ASAS NASIONALITAS AKTIF”
DISUSUN
OLEH:
INDRA KURNIAWAN
INDRA KURNIAWAN
(2015115002/SORE
K)
UNIVERSITAS MADURA
Kata pengantar
Puji syukur saya ucapkan pada Pemilik Seluruh Kerajaan
Semesta yang telah melimpahkan nikmat-Nya kepada kita semua. Sholawat dan salam
selalu tercurahkan pada teladan kita, Rasulullah SAW.
Dalam
proses penyusunan makalah . banyak bantuan dari berbagai pihak . karena itu
saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : kedua orang tua
yang telah memberi dukungan serta kepercayaan dari sanalah proses penyusunan
makalah ini dapat terselesaikan
Menyadari
banyaknya kekurangan dalam penyusunan makalah in karena itu sayan sangat
mengharap adanya kritik dan saran untuk melngkapi segala bentuk kekurangan yang
ada
Pamekasan
11 April 2016
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Hukum Pidana adalah
keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan apa yang
dilarang dan termasuk ke dalam tindak pidana, serta menentukan hukuman apa yang
dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya.
Menurut Prof.
Moeljatno, S.H. Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang
berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk
Menentukan perbuatan-perbuatan mana
yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang, dengan disertai ancaman atau
sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan
tersebut.
Menentukan kapan dan
dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu
dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.
Menentukan dengan cara
bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang
disangka telah melanggar larangan tersebut.
Sedangkan menurut
Sudarsono, pada prinsipnya Hukum Pidana adalah yang mengatur tentang kejahatan
dan pelanggaran terhadap kepentingan umum dan perbuatan tersebut diancam dengan
pidana yang merupakan suatu penderitaan.
Dengan demikian hukum
pidana bukanlah mengadakan norma hukum sendiri, melainkan sudah terletak pada
norma lain dan sanksi pidana. Diadakan untuk menguatkan ditaatinya norma-norma
lain tersebut, misalnya norma agama dan kesusilaan.
BAB II
PERMASALAHAN
Hukum pidana merupakan
gejala sosial budaya yang berfungsi untuk menerapkan kaidah-kaidah dan
pola-pola perilaku terhadap individu dalam masyarakat. Apabila hukum yang
berlaku di dalam masyarakat tidak sesuai dengan kebutuhan serta kepentingan
umum maka ia akan mencoba mencari jalan untuk menyimpang. Segala bentuk tingkah
laku yang meyimpang yang mengangngu serta merugikan dalam kehidupan masyarakat
tersebut dapat diartikan sebagai perilaku jahat. Hukum menetapkan apa yang
harus di lakukan dan tidak dilakukan. Sejak orde baru masalah stabilitas nasional
termasuk dalam penegekan hukum itu sendiri menjadi komponen utama dalam masalah
pembangunan dan kemajuan suatu bangsa banyaknya tindak kejahatan tentu saja
menimbulkan banyak kerugian bagi negara indonesia itu sendiri baik dalam sektor
ekonomi dan sosial budaya . Namun seiring perkembangan zaman di era global ini
banyak dari individu-individu melakukan penyimpangan-penyimpangan tersebut
tidak hanya dalam wilayah dimana dia tinggal melainkan mereka juga sekaranga
banyak yang melanggar hukum dan perilaku yang seharusnya tidak dilakukan di
luar negara yang mengatur hukum itu sendiri dalam hal ini indonesia tentu saja
hal seperti itu menimbulkan kerugian bagi hubungan diplomatik negara dengan
negara lain. Lantas apa bisa mereka di jerat dengan hukum yang berlaku di
negaranya sedangkan mereka melakukannya di luar batas negara indonesia dan
semisal bisa lantas hukuman apa yang akan di dapatkan para pelanggar hukum
tersebut
BAB III
PEMBAHASAN
Sebelum membahas
tentang masalah utama yang terjadi di era global sebagaimana di atas telah di
sebutkan kita terlebih dulu harus tau apa hukum pidana itu sendiri apa sumber
sumber-sumber dari hukum pidana itu sendiri apa saja asas-asas yang berlaku
pada hukum pidana Hukum
Pidana adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan
apa yang dilarang dan termasuk ke dalam tindak pidana, serta menentukan hukuman
apa yang dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya.
Menurut Prof.
Moeljatno, S.H. Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku
di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk
Menentukan perbuatan-perbuatan mana
yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang, dengan disertai ancaman atau
sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan
tersebut.
Sumber Hukum Pidana
dapat dibedakan atas sumber hukum tertulis dan sumber hukum yang tidak
tertulis. Di Indonesia sendiri, kita belum memiliki Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana Nasional, sehingga masih diberlakukan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
warisan dari pemerintah kolonial Hindia Belanda. Adapun sistematika Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana antara lain :
Buku I Tentang Ketentuan Umum (Pasal
1-103).
Buku II Tentang Kejahatan (Pasal
104-488).
Buku III Tentang Pelanggaran (Pasal
489-569).
Dan juga ada beberapa Undang-undang
yang mengatur tindak pidana khusus yang dibuat setelah kemerdekaan antara lain:
UU No. 8 Drt Tahun 1955 Tentang tindak
Pidana Imigrasi.
UU No. 9 Tahun 1967 Tentang Norkoba.
UU No. 16 Tahun Tahun 2003 Tentang Anti
Terorisme. dll
Ketentuan-ketentuan Hukum Pidana,
selain termuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana maupun UU Khusus, juga
terdapat dalam berbagai Peraturan Perundang-Undangan lainnya, seperti UU. No. 5
Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, UU No. 9 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta dan
sebagainya
Asas-Asas
Hukum Pidana Antara lain Ialah:
Asas
Legalitas, tidak ada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan
aturan pidana dalam Peraturan Perundang-Undangan yang telah ada sebelum
perbuatan itu dilakukan (Pasal 1 Ayat (1) KUHP).[butuh rujukan] Jika sesudah
perbuatan dilakukan ada perubahan dalam Peraturan Perundang-Undangan, maka yang
dipakai adalah aturan yang paling ringan sanksinya bagi terdakwa (Pasal 1 Ayat
(2) KUHP)
Asas
Tiada Pidana Tanpa Kesalahan, Untuk menjatuhkan pidana kepada orang yang telah
melakukan tindak pidana, harus dilakukan bilamana ada unsur kesalahan pada diri
orang tersebut.
Asas
teritorial, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku atas semua
peristiwa pidana yang terjadi di daerah yang menjadi wilayah teritorial Negara
Kesatuan Republik Indonesia, termasuk pula kapal berbendera Indonesia, pesawat
terbang Indonesia, dan gedung kedutaan dan konsul Indonesia di negara asing
(pasal 2 KUHP).
Asas
nasionalitas aktif, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi semua
WNI yang melakukan tindak pidana di mana pun ia berada (pasal 5 KUHP).
Asas nasionalitas pasif, artinya
ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi semua tindak pidana yang
merugikan kepentingan negara (pasal 4 KUHP).
Berkaitan dengan permasalahan yang telah di sebutkan di atas
bahwa pada era global banyak pelanggar hukum yang melanggar hukum di luar
wilayah Indonesia jadi apakah mereka dapat di jerat dengan hukum dan apa sanksi
yang pantas bagi mereka berdasarkan asas nasional aktif.
Sebagai warga negara yang tunduk
pada aturan hukum yang berlaku, sudah
tentu setiap melakukan tindakan yang melawan hukum akan dikenakan sanksi
sesuai dengan perbuatan yang dilakukan. Tidak menjadi masalah dimanapun kita
berada, karena sekalipun kita berada di luar wilayah negara Indonesia hukum
pidana Indonesia tetap berlaku.
KUHP (Kitab Undang – Undang Hukum
Pidana) mengatur mengenai kejahatan dan pelanggaran terhadap kepentingan
individu dan umum. Di dalam KUHP inilah terkandung asas personal yang bertitik
tolak pada orang yang melakukan perbuatan pidana. Di dalam KUHP pasal 5 ayat
(1) menentukan sejumlah pasal yang jika dilakukan oleh orang Indonesia di
luar negeri maka diberlakukan hukum pidana Indonesia.
Tetapi memang tidak semua
perbuatan pidana yang dilakukan oleh WNI dapat diadili di negara Indonesia
karena bisa saja terjadi double criminality, yang menyatakan tindak pidana yang dilakukan oleh WNI
ini juga merupakan tindak pidana di negara tempat ia melakukan tindak pidana
itu. Sehingga WNI dapat diadili dan di eksekusi di negara tempat ia melakukan
perbuatan pidana tersebut, walaupu begitu Negara Indonesia tetap mempunyai
kewajiban untuk membela warga negaranya.
Sebagaimana yang telah diuraikan
di atas, bahwa asas personal ini berlaku hanya untuk kejahatan – kejahatan
tertentu saja artinya tidak semua ketentuan pidana dalam perundang – undangan
Indonesia berlaku terhadap warga negara Indonesia ketika warga negara itu
sedang berada di luar wilayah negara Indonesia, melainkan pada ketentuan
perundang – undangan pidana tertentu dan atau dengan syarat – syarat tertentu.
Ketentuan pidana tertentu ialah
ketentuan pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat (1) sub 1, yakni
terhadap semua kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan Bab II Buku II, dan
pasal – pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I adalah Mengenai
Kejahataan Terhadap Keamanan Negara (104-129), dan Bab II adalah Mengenai
Kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden (130-139), dan
sebagaimana pasal – pasal yang telah ditentukan yaitu mengenai penghasutan,
penyebaran surat – surat yang mengandunng penghasutan, membuat tidak cakap
untuk dinas militer, bigami dan perampokan. Pengaturan asas personal ini untuk
lebih jelasnya dapat kita lihat dalam pasal 5 s.d 8 KUHP, tetapi pasal – pasal
tersebut dibatasi oleh pasal 9 KUHP yaitu oleh pengecualian – pengecualian yang
diakui dalam hukum internasional. Mengenai hukuman apa yang dapat
dijatuhkan terhadap seseorang yang telah bersalah melanggar ketentuan-ketentuan
dalam undang-undang hukum pidana, dalam Pasal 10 KUHP ditentukan macam-macam
hukuman yang dapat dijatuhkan, yaitu sebagai berikut:
Hukuman-Hukuman
Pokok
Hukuman
mati, tentang hukuman mati ini terdapat negara-negara yang telah menghapuskan
bentuknya hukuman ini, seperti Belanda, tetapi di Indonesia sendiri hukuman
mati ini kadang masih diberlakukan untuk beberapa hukuman walaupun masih
banyaknya pro-kontra terhadap hukuman ini.
Hukuman
penjara, hukuman penjara sendiri dibedakan ke dalam hukuman penjara seumur
hidup dan penjara sementara. Hukuman penjara sementara minimal 1 tahun dan
maksimal 20 tahun. Terpidana wajib tinggal dalam penjara selama masa hukuman
dan wajib melakukan pekerjaan yang ada di dalam maupun di luar penjara dan
terpidana tidak mempunyai Hak Vistol.
Hukuman
kurungan, hukuman ini kondisinya tidak seberat hukuman penjara dan dijatuhkan
karena kejahatan-kejahatan ringan atau pelanggaran.[butuh rujukan]
Biasanyapterhukum dapat memilih antara hukuman kurungan atau hukuman
denda.[butuh rujukan] Bedanya hukuman kurungan dengan hukuman penjara adalah
pada hukuman kurungan terpidana tidak dapat ditahan di luar tempat daerah
tinggalnya kalau ia tidak mau sedangkan pada hukuman penjara dapat dipenjarakan
di mana saja, pekerjaan paksa yang dibebankan kepada terpidana penjara lebih
berat dibandingkan dengan pekerjaan yang harus dilakukan oleh terpidana
kurungan dan terpidana kurungan mempunyai Hak Vistol (hak untuk memperbaiki
nasib) sedangkan pada hukuman penjara tidak demikian.
Hukuman
denda, Dalam hal ini terpidana boleh memilih sendiri antara denda dengan
kurungan. Maksimum kurungan pengganti denda adalah 6 Bulan.
Hukuman
tutupan, hukuman ini dijatuhkan berdasarkan alasan-alasan politik terhadap
orang-orang yang telah melakukan kejahatan yang diancam dengan hukuman penjara
oleh KUHP.
Hukuman
Tambahan Hukuman tambahan tidak dapat dijatuhkan secara tersendiri melainkan
harus disertakan pada hukuman pokok, hukuman tambahan tersebut antara lain:
Pencabutan
hak-hak tertentu.
Penyitaan
barang-barang tertentu
Pengumuman
keputusan hakim
Namun kembali pada persoalan di
atas mengenai warga Negara Indonesia yang melanggar hokum di luar wilayah
Indonesia terdapat pengucualian Ketentuan pidana tertentu ialah ketentuan
pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat (1) sub 1, yakni terhadap semua
kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan Bab II Buku II, dan pasal – pasal
160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I adalah Mengenai Kejahataan Terhadap
Keamanan Negara (104-129), dan Bab II adalah Mengenai Kejahatan Terhadap
Martabat Presiden dan Wakil Presiden (130-139), dan sebagaimana pasal – pasal
yang telah ditentukan yaitu mengenai penghasutan, penyebaran surat – surat yang
mengandunng penghasutan, membuat tidak cakap untuk dinas militer, bigami dan
perampokan. Pengaturan asas personal ini untuk lebih jelasnya dapat kita lihat
dalam pasal 5 s.d 8 KUHP, tetapi pasal – pasal tersebut dibatasi oleh pasal 9
KUHP yaitu oleh pengecualian – pengecualian yang diakui dalam hukum
internasional. Contoh dari pelanggaran hokum pidana di luar negeri contoh
sebuah kasus yang berkaitan dengan penerapan asas personal ini. contoh kasus
yang akan saya angkat dalam makalah ini salah satunya adalah mengenai kejahatan
pembunuhan yang dilakukan oleh WNI di negera Mesir, dalam kasus ini negara
Indonesia bisa saja mengadili warga
negaranya di Indonesia namun
ternyata hal ini tidak dapat dilakukan, faktanya bahwa kejahatan mengenai
pembunuhan ini juga diatur tegas di negara tempat WNI itu melakukan tindak
pidana (Mesir), maka kasus ini dikembalikan kepada hukum internasional
yang mengatur mengenai hukum pidana kemudian dilihat juga ada atau tidaknya
perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Mesir, sehingga dapat diketahui
akhirnya bahwa kewenangan menerapakan yuridiksi ada pada Mesir sebagai negaralocus
delicti. Selain itu Mesirpun memiliki asas territorial (berkaitan
dengan locus delicti) yang memperkokoh yuridiksi atas kasus
pembunuhan oleh WNI tersebut.
Mengenai kasus pembunuhan tersebut penerapan asas
personal ini mengalami kendala – kendala karena ada banyak faktor yang
menguatkan yuridiksi hukum Mesir, diantaranya adalah karena Mesir juga memiliki
batas berlakunya hukum pidana menurut tempat (locus delicti) dalam hal
ini asas personal seperti halnya Indonesia, kemudian tidak adanya perjanjian
ekstradisi antara Indonesia dengan Mesir sehingga negara Indonesia tidak dapat
meminta penyelesaian kasus di negaranya.
Jadi, KUHP Indonesia yang di dalamnya terkandung asas
personal ini dapat diterapkan dalam praktek bagi WNI yang berada di luar
wilayah Negara Indonesia, selama memang perbuatan pidana/tindak pidana yang
dilakukan adalah sesuai dengan apa yang di cantumkan dalam Bab I dan II Buku II
dan beberapa pasal dalam pasal 5 ayat (1) ke-1 yang telah disebutkan di atas.
Di sini tidak dipersoalkan apakah tindak pidana tersebut dianggap sebagai
kejahatan menurut hukum pidana negara tempat orang Indonesia itu berada. Karena
dianggap membahayakan kepentingan negara Indonesia,
maka
sejumlah pasal dalam Pasal 5 ayat (1) ke-1 tetap dapat diberlakukan hukum
pidana Indonesia. Namun beberapa pasal lain mengenai kejahatan bisa saja
diberlakukan asas personal, yang dapat dialihkan penyelesaian kasusnya di
negara Indonesia kalau memang sudah ada perjanjian ekstradisi antar dua negara
yang bersangkuta.
Semisal masalah tersebut di menangkan oleh Indonesia
untuk menyelesaikan hukuman bagi sang pelaku maka hokum yang pantai adalah
tindak pidana kejahatan terhadap nyawa orang lain yang mana telah di atur pada
Pasal 338
Barang siapa
dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan
pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 339
Pembunuhan
yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu perbuatan pidana, yang
dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya,
atau untuk melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana dalam hal
tertangkap tangan, ataupun untuk memastikan penguasaan barang yang diperolehnya
secara melawan hukum, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau selama
waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.
Pasal 340
Barang
siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang
lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana rnati atau pidana
penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.
Pasal 341
Seorang
ibu yang karena takut akan ketahuan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan
atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya, diancam karena
membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 342
Seorang
ibu yang untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut akan ketahuan
bahwa ia akan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian
merampas nyawa anaknya, diancam karena melakukan pembunuhan anak sendiri dengan
rencana, dengan pidana penjara paling lama semhi- lan tahun.
Pasal 343
Kejahatan
yang diterangkan dalam pasal 341 dan 342 dipandang bagi orang lain yang turut
serta melakukan, sebagai pembunuhan atau pembunuhan anak dengan rencana.
Pasal 344
Barang
siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas
dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara paling lama
dua belas tahun.
Pasal 345
Barang
siapa sengaja mendorong orang lain untuk bunuh diri, menolongnya dalam
perbuatan itu atau memberi sarana kepadanya untuk itu, diancam dengan pidana
penjara paling lama empat tahun kalau orang itu jadi bunuh diri.
Pasal 346
Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau
menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat
tahun.
Pasal 347
(1)
Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua
belas tahun.
(2)
Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut diancam dengan pidana
penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 348
(1)
Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima
tahun enam bulan.
(2)
Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana
penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 349
Jika
seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan
pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang
diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal
itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan
pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.
Pasal 350
Dalam
hal pemidanaan karena pembunuhan, karena pembunuhan dengan rencana, atau karena
salah satu kejahatan berdasarkan Pasal 344, 347 dan 348, dapat dijatuhkan
pencabutan hak berdasarkan pasal 35 No. 1- 5.
Jadi berdasarakan KUHP kejadian
pembunuhan tersebut dapat di jerat dengan Pasal 338 “Barang siapa dengan
sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana
penjara paling lama Lima belas tahun”.
BAB III
KESIMPULAN
Dapat kita ambil kesimpulan bahwa setiap warga Negara
Indonesia yang melakukan tindak pidana baik di
dalam wilayah Indonesia sendiri ataupun tidak dapat dijerat dengan
hukuman pidana sesuai dengan KUHP pasal 5 namun berlaku
hanya untuk kejahatan – kejahatan tertentu saja artinya tidak semua ketentuan
pidana dalam perundang – undangan Indonesia berlaku terhadap warga negara
Indonesia ketika warga negara itu sedang berada di luar wilayah negara
Indonesia, melainkan pada ketentuan perundang – undangan pidana tertentu dan
atau dengan syarat – syarat tertentu.
Ketentuan
pidana tertentu ialah ketentuan pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat
(1) sub 1, yakni terhadap semua kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan
Bab II Buku II, dan pasal – pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I
adalah Mengenai Kejahataan Terhadap Keamanan Negara (104-129), dan Bab II
adalah Mengenai Kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden
(130-139), dan sebagaimana pasal – pasal yang telah ditentukan yaitu mengenai
penghasutan, penyebaran surat – surat yang mengandunng penghasutan, membuat
tidak cakap untuk dinas militer, bigami dan perampokan. Pengaturan asas
personal ini untuk lebih jelasnya dapat kita lihat dalam pasal 5 s.d 8 KUHP,
tetapi pasal – pasal tersebut dibatasi oleh pasal 9 KUHP yaitu oleh
pengecualian – pengecualian yang diakui dalam hukum internasional.
TUGAS MALAKAH HUKUM
PIDANA
“PENEGAKAN HUKUM
PIDANA INDONESIA BERDASARKAN ASAS NASIONALITAS AKTIF”
DISUSUN
OLEH:
INDRA KURNIAWAN
INDRA KURNIAWAN
(2015115002/SORE
K)
UNIVERSITAS MADURA
Kata pengantar
Puji syukur saya ucapkan pada Pemilik Seluruh Kerajaan
Semesta yang telah melimpahkan nikmat-Nya kepada kita semua. Sholawat dan salam
selalu tercurahkan pada teladan kita, Rasulullah SAW.
Dalam
proses penyusunan makalah . banyak bantuan dari berbagai pihak . karena itu
saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : kedua orang tua
yang telah memberi dukungan serta kepercayaan dari sanalah proses penyusunan
makalah ini dapat terselesaikan
Menyadari
banyaknya kekurangan dalam penyusunan makalah in karena itu sayan sangat
mengharap adanya kritik dan saran untuk melngkapi segala bentuk kekurangan yang
ada
Pamekasan
11 April 2016
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Hukum Pidana adalah
keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan apa yang
dilarang dan termasuk ke dalam tindak pidana, serta menentukan hukuman apa yang
dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya.
Menurut Prof.
Moeljatno, S.H. Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang
berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk
Menentukan perbuatan-perbuatan mana
yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang, dengan disertai ancaman atau
sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan
tersebut.
Menentukan kapan dan
dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu
dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.
Menentukan dengan cara
bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang
disangka telah melanggar larangan tersebut.
Sedangkan menurut
Sudarsono, pada prinsipnya Hukum Pidana adalah yang mengatur tentang kejahatan
dan pelanggaran terhadap kepentingan umum dan perbuatan tersebut diancam dengan
pidana yang merupakan suatu penderitaan.
Dengan demikian hukum
pidana bukanlah mengadakan norma hukum sendiri, melainkan sudah terletak pada
norma lain dan sanksi pidana. Diadakan untuk menguatkan ditaatinya norma-norma
lain tersebut, misalnya norma agama dan kesusilaan.
BAB II
PERMASALAHAN
Hukum pidana merupakan
gejala sosial budaya yang berfungsi untuk menerapkan kaidah-kaidah dan
pola-pola perilaku terhadap individu dalam masyarakat. Apabila hukum yang
berlaku di dalam masyarakat tidak sesuai dengan kebutuhan serta kepentingan
umum maka ia akan mencoba mencari jalan untuk menyimpang. Segala bentuk tingkah
laku yang meyimpang yang mengangngu serta merugikan dalam kehidupan masyarakat
tersebut dapat diartikan sebagai perilaku jahat. Hukum menetapkan apa yang
harus di lakukan dan tidak dilakukan. Sejak orde baru masalah stabilitas nasional
termasuk dalam penegekan hukum itu sendiri menjadi komponen utama dalam masalah
pembangunan dan kemajuan suatu bangsa banyaknya tindak kejahatan tentu saja
menimbulkan banyak kerugian bagi negara indonesia itu sendiri baik dalam sektor
ekonomi dan sosial budaya . Namun seiring perkembangan zaman di era global ini
banyak dari individu-individu melakukan penyimpangan-penyimpangan tersebut
tidak hanya dalam wilayah dimana dia tinggal melainkan mereka juga sekaranga
banyak yang melanggar hukum dan perilaku yang seharusnya tidak dilakukan di
luar negara yang mengatur hukum itu sendiri dalam hal ini indonesia tentu saja
hal seperti itu menimbulkan kerugian bagi hubungan diplomatik negara dengan
negara lain. Lantas apa bisa mereka di jerat dengan hukum yang berlaku di
negaranya sedangkan mereka melakukannya di luar batas negara indonesia dan
semisal bisa lantas hukuman apa yang akan di dapatkan para pelanggar hukum
tersebut
BAB III
PEMBAHASAN
Sebelum membahas
tentang masalah utama yang terjadi di era global sebagaimana di atas telah di
sebutkan kita terlebih dulu harus tau apa hukum pidana itu sendiri apa sumber
sumber-sumber dari hukum pidana itu sendiri apa saja asas-asas yang berlaku
pada hukum pidana Hukum
Pidana adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan
apa yang dilarang dan termasuk ke dalam tindak pidana, serta menentukan hukuman
apa yang dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya.
Menurut Prof.
Moeljatno, S.H. Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku
di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk
Menentukan perbuatan-perbuatan mana
yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang, dengan disertai ancaman atau
sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan
tersebut.
Sumber Hukum Pidana
dapat dibedakan atas sumber hukum tertulis dan sumber hukum yang tidak
tertulis. Di Indonesia sendiri, kita belum memiliki Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana Nasional, sehingga masih diberlakukan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
warisan dari pemerintah kolonial Hindia Belanda. Adapun sistematika Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana antara lain :
Buku I Tentang Ketentuan Umum (Pasal
1-103).
Buku II Tentang Kejahatan (Pasal
104-488).
Buku III Tentang Pelanggaran (Pasal
489-569).
Dan juga ada beberapa Undang-undang
yang mengatur tindak pidana khusus yang dibuat setelah kemerdekaan antara lain:
UU No. 8 Drt Tahun 1955 Tentang tindak
Pidana Imigrasi.
UU No. 9 Tahun 1967 Tentang Norkoba.
UU No. 16 Tahun Tahun 2003 Tentang Anti
Terorisme. dll
Ketentuan-ketentuan Hukum Pidana,
selain termuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana maupun UU Khusus, juga
terdapat dalam berbagai Peraturan Perundang-Undangan lainnya, seperti UU. No. 5
Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, UU No. 9 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta dan
sebagainya
Asas-Asas
Hukum Pidana Antara lain Ialah:
Asas
Legalitas, tidak ada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan
aturan pidana dalam Peraturan Perundang-Undangan yang telah ada sebelum
perbuatan itu dilakukan (Pasal 1 Ayat (1) KUHP).[butuh rujukan] Jika sesudah
perbuatan dilakukan ada perubahan dalam Peraturan Perundang-Undangan, maka yang
dipakai adalah aturan yang paling ringan sanksinya bagi terdakwa (Pasal 1 Ayat
(2) KUHP)
Asas
Tiada Pidana Tanpa Kesalahan, Untuk menjatuhkan pidana kepada orang yang telah
melakukan tindak pidana, harus dilakukan bilamana ada unsur kesalahan pada diri
orang tersebut.
Asas
teritorial, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku atas semua
peristiwa pidana yang terjadi di daerah yang menjadi wilayah teritorial Negara
Kesatuan Republik Indonesia, termasuk pula kapal berbendera Indonesia, pesawat
terbang Indonesia, dan gedung kedutaan dan konsul Indonesia di negara asing
(pasal 2 KUHP).
Asas
nasionalitas aktif, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi semua
WNI yang melakukan tindak pidana di mana pun ia berada (pasal 5 KUHP).
Asas nasionalitas pasif, artinya
ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi semua tindak pidana yang
merugikan kepentingan negara (pasal 4 KUHP).
Berkaitan dengan permasalahan yang telah di sebutkan di atas
bahwa pada era global banyak pelanggar hukum yang melanggar hukum di luar
wilayah Indonesia jadi apakah mereka dapat di jerat dengan hukum dan apa sanksi
yang pantas bagi mereka berdasarkan asas nasional aktif.
Sebagai warga negara yang tunduk
pada aturan hukum yang berlaku, sudah
tentu setiap melakukan tindakan yang melawan hukum akan dikenakan sanksi
sesuai dengan perbuatan yang dilakukan. Tidak menjadi masalah dimanapun kita
berada, karena sekalipun kita berada di luar wilayah negara Indonesia hukum
pidana Indonesia tetap berlaku.
KUHP (Kitab Undang – Undang Hukum
Pidana) mengatur mengenai kejahatan dan pelanggaran terhadap kepentingan
individu dan umum. Di dalam KUHP inilah terkandung asas personal yang bertitik
tolak pada orang yang melakukan perbuatan pidana. Di dalam KUHP pasal 5 ayat
(1) menentukan sejumlah pasal yang jika dilakukan oleh orang Indonesia di
luar negeri maka diberlakukan hukum pidana Indonesia.
Tetapi memang tidak semua
perbuatan pidana yang dilakukan oleh WNI dapat diadili di negara Indonesia
karena bisa saja terjadi double criminality, yang menyatakan tindak pidana yang dilakukan oleh WNI
ini juga merupakan tindak pidana di negara tempat ia melakukan tindak pidana
itu. Sehingga WNI dapat diadili dan di eksekusi di negara tempat ia melakukan
perbuatan pidana tersebut, walaupu begitu Negara Indonesia tetap mempunyai
kewajiban untuk membela warga negaranya.
Sebagaimana yang telah diuraikan
di atas, bahwa asas personal ini berlaku hanya untuk kejahatan – kejahatan
tertentu saja artinya tidak semua ketentuan pidana dalam perundang – undangan
Indonesia berlaku terhadap warga negara Indonesia ketika warga negara itu
sedang berada di luar wilayah negara Indonesia, melainkan pada ketentuan
perundang – undangan pidana tertentu dan atau dengan syarat – syarat tertentu.
Ketentuan pidana tertentu ialah
ketentuan pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat (1) sub 1, yakni
terhadap semua kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan Bab II Buku II, dan
pasal – pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I adalah Mengenai
Kejahataan Terhadap Keamanan Negara (104-129), dan Bab II adalah Mengenai
Kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden (130-139), dan
sebagaimana pasal – pasal yang telah ditentukan yaitu mengenai penghasutan,
penyebaran surat – surat yang mengandunng penghasutan, membuat tidak cakap
untuk dinas militer, bigami dan perampokan. Pengaturan asas personal ini untuk
lebih jelasnya dapat kita lihat dalam pasal 5 s.d 8 KUHP, tetapi pasal – pasal
tersebut dibatasi oleh pasal 9 KUHP yaitu oleh pengecualian – pengecualian yang
diakui dalam hukum internasional. Mengenai hukuman apa yang dapat
dijatuhkan terhadap seseorang yang telah bersalah melanggar ketentuan-ketentuan
dalam undang-undang hukum pidana, dalam Pasal 10 KUHP ditentukan macam-macam
hukuman yang dapat dijatuhkan, yaitu sebagai berikut:
Hukuman-Hukuman
Pokok
Hukuman
mati, tentang hukuman mati ini terdapat negara-negara yang telah menghapuskan
bentuknya hukuman ini, seperti Belanda, tetapi di Indonesia sendiri hukuman
mati ini kadang masih diberlakukan untuk beberapa hukuman walaupun masih
banyaknya pro-kontra terhadap hukuman ini.
Hukuman
penjara, hukuman penjara sendiri dibedakan ke dalam hukuman penjara seumur
hidup dan penjara sementara. Hukuman penjara sementara minimal 1 tahun dan
maksimal 20 tahun. Terpidana wajib tinggal dalam penjara selama masa hukuman
dan wajib melakukan pekerjaan yang ada di dalam maupun di luar penjara dan
terpidana tidak mempunyai Hak Vistol.
Hukuman
kurungan, hukuman ini kondisinya tidak seberat hukuman penjara dan dijatuhkan
karena kejahatan-kejahatan ringan atau pelanggaran.[butuh rujukan]
Biasanyapterhukum dapat memilih antara hukuman kurungan atau hukuman
denda.[butuh rujukan] Bedanya hukuman kurungan dengan hukuman penjara adalah
pada hukuman kurungan terpidana tidak dapat ditahan di luar tempat daerah
tinggalnya kalau ia tidak mau sedangkan pada hukuman penjara dapat dipenjarakan
di mana saja, pekerjaan paksa yang dibebankan kepada terpidana penjara lebih
berat dibandingkan dengan pekerjaan yang harus dilakukan oleh terpidana
kurungan dan terpidana kurungan mempunyai Hak Vistol (hak untuk memperbaiki
nasib) sedangkan pada hukuman penjara tidak demikian.
Hukuman
denda, Dalam hal ini terpidana boleh memilih sendiri antara denda dengan
kurungan. Maksimum kurungan pengganti denda adalah 6 Bulan.
Hukuman
tutupan, hukuman ini dijatuhkan berdasarkan alasan-alasan politik terhadap
orang-orang yang telah melakukan kejahatan yang diancam dengan hukuman penjara
oleh KUHP.
Hukuman
Tambahan Hukuman tambahan tidak dapat dijatuhkan secara tersendiri melainkan
harus disertakan pada hukuman pokok, hukuman tambahan tersebut antara lain:
Pencabutan
hak-hak tertentu.
Penyitaan
barang-barang tertentu
Pengumuman
keputusan hakim
Namun kembali pada persoalan di
atas mengenai warga Negara Indonesia yang melanggar hokum di luar wilayah
Indonesia terdapat pengucualian Ketentuan pidana tertentu ialah ketentuan
pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat (1) sub 1, yakni terhadap semua
kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan Bab II Buku II, dan pasal – pasal
160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I adalah Mengenai Kejahataan Terhadap
Keamanan Negara (104-129), dan Bab II adalah Mengenai Kejahatan Terhadap
Martabat Presiden dan Wakil Presiden (130-139), dan sebagaimana pasal – pasal
yang telah ditentukan yaitu mengenai penghasutan, penyebaran surat – surat yang
mengandunng penghasutan, membuat tidak cakap untuk dinas militer, bigami dan
perampokan. Pengaturan asas personal ini untuk lebih jelasnya dapat kita lihat
dalam pasal 5 s.d 8 KUHP, tetapi pasal – pasal tersebut dibatasi oleh pasal 9
KUHP yaitu oleh pengecualian – pengecualian yang diakui dalam hukum
internasional. Contoh dari pelanggaran hokum pidana di luar negeri contoh
sebuah kasus yang berkaitan dengan penerapan asas personal ini. contoh kasus
yang akan saya angkat dalam makalah ini salah satunya adalah mengenai kejahatan
pembunuhan yang dilakukan oleh WNI di negera Mesir, dalam kasus ini negara
Indonesia bisa saja mengadili warga
negaranya di Indonesia namun
ternyata hal ini tidak dapat dilakukan, faktanya bahwa kejahatan mengenai
pembunuhan ini juga diatur tegas di negara tempat WNI itu melakukan tindak
pidana (Mesir), maka kasus ini dikembalikan kepada hukum internasional
yang mengatur mengenai hukum pidana kemudian dilihat juga ada atau tidaknya
perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Mesir, sehingga dapat diketahui
akhirnya bahwa kewenangan menerapakan yuridiksi ada pada Mesir sebagai negaralocus
delicti. Selain itu Mesirpun memiliki asas territorial (berkaitan
dengan locus delicti) yang memperkokoh yuridiksi atas kasus
pembunuhan oleh WNI tersebut.
Mengenai kasus pembunuhan tersebut penerapan asas
personal ini mengalami kendala – kendala karena ada banyak faktor yang
menguatkan yuridiksi hukum Mesir, diantaranya adalah karena Mesir juga memiliki
batas berlakunya hukum pidana menurut tempat (locus delicti) dalam hal
ini asas personal seperti halnya Indonesia, kemudian tidak adanya perjanjian
ekstradisi antara Indonesia dengan Mesir sehingga negara Indonesia tidak dapat
meminta penyelesaian kasus di negaranya.
Jadi, KUHP Indonesia yang di dalamnya terkandung asas
personal ini dapat diterapkan dalam praktek bagi WNI yang berada di luar
wilayah Negara Indonesia, selama memang perbuatan pidana/tindak pidana yang
dilakukan adalah sesuai dengan apa yang di cantumkan dalam Bab I dan II Buku II
dan beberapa pasal dalam pasal 5 ayat (1) ke-1 yang telah disebutkan di atas.
Di sini tidak dipersoalkan apakah tindak pidana tersebut dianggap sebagai
kejahatan menurut hukum pidana negara tempat orang Indonesia itu berada. Karena
dianggap membahayakan kepentingan negara Indonesia,
maka
sejumlah pasal dalam Pasal 5 ayat (1) ke-1 tetap dapat diberlakukan hukum
pidana Indonesia. Namun beberapa pasal lain mengenai kejahatan bisa saja
diberlakukan asas personal, yang dapat dialihkan penyelesaian kasusnya di
negara Indonesia kalau memang sudah ada perjanjian ekstradisi antar dua negara
yang bersangkuta.
Semisal masalah tersebut di menangkan oleh Indonesia
untuk menyelesaikan hukuman bagi sang pelaku maka hokum yang pantai adalah
tindak pidana kejahatan terhadap nyawa orang lain yang mana telah di atur pada
Pasal 338
Barang siapa
dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan
pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 339
Pembunuhan
yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu perbuatan pidana, yang
dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya,
atau untuk melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana dalam hal
tertangkap tangan, ataupun untuk memastikan penguasaan barang yang diperolehnya
secara melawan hukum, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau selama
waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.
Pasal 340
Barang
siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang
lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana rnati atau pidana
penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.
Pasal 341
Seorang
ibu yang karena takut akan ketahuan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan
atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya, diancam karena
membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 342
Seorang
ibu yang untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut akan ketahuan
bahwa ia akan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian
merampas nyawa anaknya, diancam karena melakukan pembunuhan anak sendiri dengan
rencana, dengan pidana penjara paling lama semhi- lan tahun.
Pasal 343
Kejahatan
yang diterangkan dalam pasal 341 dan 342 dipandang bagi orang lain yang turut
serta melakukan, sebagai pembunuhan atau pembunuhan anak dengan rencana.
Pasal 344
Barang
siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas
dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara paling lama
dua belas tahun.
Pasal 345
Barang
siapa sengaja mendorong orang lain untuk bunuh diri, menolongnya dalam
perbuatan itu atau memberi sarana kepadanya untuk itu, diancam dengan pidana
penjara paling lama empat tahun kalau orang itu jadi bunuh diri.
Pasal 346
Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau
menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat
tahun.
Pasal 347
(1)
Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua
belas tahun.
(2)
Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut diancam dengan pidana
penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 348
(1)
Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima
tahun enam bulan.
(2)
Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana
penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 349
Jika
seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan
pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang
diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal
itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan
pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.
Pasal 350
Dalam
hal pemidanaan karena pembunuhan, karena pembunuhan dengan rencana, atau karena
salah satu kejahatan berdasarkan Pasal 344, 347 dan 348, dapat dijatuhkan
pencabutan hak berdasarkan pasal 35 No. 1- 5.
Jadi berdasarakan KUHP kejadian
pembunuhan tersebut dapat di jerat dengan Pasal 338 “Barang siapa dengan
sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana
penjara paling lama Lima belas tahun”.
BAB III
KESIMPULAN
Dapat kita ambil kesimpulan bahwa setiap warga Negara
Indonesia yang melakukan tindak pidana baik di
dalam wilayah Indonesia sendiri ataupun tidak dapat dijerat dengan
hukuman pidana sesuai dengan KUHP pasal 5 namun berlaku
hanya untuk kejahatan – kejahatan tertentu saja artinya tidak semua ketentuan
pidana dalam perundang – undangan Indonesia berlaku terhadap warga negara
Indonesia ketika warga negara itu sedang berada di luar wilayah negara
Indonesia, melainkan pada ketentuan perundang – undangan pidana tertentu dan
atau dengan syarat – syarat tertentu.
Ketentuan
pidana tertentu ialah ketentuan pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat
(1) sub 1, yakni terhadap semua kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan
Bab II Buku II, dan pasal – pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I
adalah Mengenai Kejahataan Terhadap Keamanan Negara (104-129), dan Bab II
adalah Mengenai Kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden
(130-139), dan sebagaimana pasal – pasal yang telah ditentukan yaitu mengenai
penghasutan, penyebaran surat – surat yang mengandunng penghasutan, membuat
tidak cakap untuk dinas militer, bigami dan perampokan. Pengaturan asas
personal ini untuk lebih jelasnya dapat kita lihat dalam pasal 5 s.d 8 KUHP,
tetapi pasal – pasal tersebut dibatasi oleh pasal 9 KUHP yaitu oleh
pengecualian – pengecualian yang diakui dalam hukum internasional.
TUGAS MALAKAH HUKUM
PIDANA
“PENEGAKAN HUKUM
PIDANA INDONESIA BERDASARKAN ASAS NASIONALITAS AKTIF”
DISUSUN
OLEH:
INDRA KURNIAWAN
INDRA KURNIAWAN
(2015115002/SORE
K)
UNIVERSITAS MADURA
Kata pengantar
Puji syukur saya ucapkan pada Pemilik Seluruh Kerajaan
Semesta yang telah melimpahkan nikmat-Nya kepada kita semua. Sholawat dan salam
selalu tercurahkan pada teladan kita, Rasulullah SAW.
Dalam
proses penyusunan makalah . banyak bantuan dari berbagai pihak . karena itu
saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : kedua orang tua
yang telah memberi dukungan serta kepercayaan dari sanalah proses penyusunan
makalah ini dapat terselesaikan
Menyadari
banyaknya kekurangan dalam penyusunan makalah in karena itu sayan sangat
mengharap adanya kritik dan saran untuk melngkapi segala bentuk kekurangan yang
ada
Pamekasan
11 April 2016
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Hukum Pidana adalah
keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan apa yang
dilarang dan termasuk ke dalam tindak pidana, serta menentukan hukuman apa yang
dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya.
Menurut Prof.
Moeljatno, S.H. Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang
berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk
Menentukan perbuatan-perbuatan mana
yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang, dengan disertai ancaman atau
sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan
tersebut.
Menentukan kapan dan
dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu
dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.
Menentukan dengan cara
bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang
disangka telah melanggar larangan tersebut.
Sedangkan menurut
Sudarsono, pada prinsipnya Hukum Pidana adalah yang mengatur tentang kejahatan
dan pelanggaran terhadap kepentingan umum dan perbuatan tersebut diancam dengan
pidana yang merupakan suatu penderitaan.
Dengan demikian hukum
pidana bukanlah mengadakan norma hukum sendiri, melainkan sudah terletak pada
norma lain dan sanksi pidana. Diadakan untuk menguatkan ditaatinya norma-norma
lain tersebut, misalnya norma agama dan kesusilaan.
BAB II
PERMASALAHAN
Hukum pidana merupakan
gejala sosial budaya yang berfungsi untuk menerapkan kaidah-kaidah dan
pola-pola perilaku terhadap individu dalam masyarakat. Apabila hukum yang
berlaku di dalam masyarakat tidak sesuai dengan kebutuhan serta kepentingan
umum maka ia akan mencoba mencari jalan untuk menyimpang. Segala bentuk tingkah
laku yang meyimpang yang mengangngu serta merugikan dalam kehidupan masyarakat
tersebut dapat diartikan sebagai perilaku jahat. Hukum menetapkan apa yang
harus di lakukan dan tidak dilakukan. Sejak orde baru masalah stabilitas nasional
termasuk dalam penegekan hukum itu sendiri menjadi komponen utama dalam masalah
pembangunan dan kemajuan suatu bangsa banyaknya tindak kejahatan tentu saja
menimbulkan banyak kerugian bagi negara indonesia itu sendiri baik dalam sektor
ekonomi dan sosial budaya . Namun seiring perkembangan zaman di era global ini
banyak dari individu-individu melakukan penyimpangan-penyimpangan tersebut
tidak hanya dalam wilayah dimana dia tinggal melainkan mereka juga sekaranga
banyak yang melanggar hukum dan perilaku yang seharusnya tidak dilakukan di
luar negara yang mengatur hukum itu sendiri dalam hal ini indonesia tentu saja
hal seperti itu menimbulkan kerugian bagi hubungan diplomatik negara dengan
negara lain. Lantas apa bisa mereka di jerat dengan hukum yang berlaku di
negaranya sedangkan mereka melakukannya di luar batas negara indonesia dan
semisal bisa lantas hukuman apa yang akan di dapatkan para pelanggar hukum
tersebut
BAB III
PEMBAHASAN
Sebelum membahas
tentang masalah utama yang terjadi di era global sebagaimana di atas telah di
sebutkan kita terlebih dulu harus tau apa hukum pidana itu sendiri apa sumber
sumber-sumber dari hukum pidana itu sendiri apa saja asas-asas yang berlaku
pada hukum pidana Hukum
Pidana adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan
apa yang dilarang dan termasuk ke dalam tindak pidana, serta menentukan hukuman
apa yang dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya.
Menurut Prof.
Moeljatno, S.H. Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku
di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk
Menentukan perbuatan-perbuatan mana
yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang, dengan disertai ancaman atau
sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan
tersebut.
Sumber Hukum Pidana
dapat dibedakan atas sumber hukum tertulis dan sumber hukum yang tidak
tertulis. Di Indonesia sendiri, kita belum memiliki Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana Nasional, sehingga masih diberlakukan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
warisan dari pemerintah kolonial Hindia Belanda. Adapun sistematika Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana antara lain :
Buku I Tentang Ketentuan Umum (Pasal
1-103).
Buku II Tentang Kejahatan (Pasal
104-488).
Buku III Tentang Pelanggaran (Pasal
489-569).
Dan juga ada beberapa Undang-undang
yang mengatur tindak pidana khusus yang dibuat setelah kemerdekaan antara lain:
UU No. 8 Drt Tahun 1955 Tentang tindak
Pidana Imigrasi.
UU No. 9 Tahun 1967 Tentang Norkoba.
UU No. 16 Tahun Tahun 2003 Tentang Anti
Terorisme. dll
Ketentuan-ketentuan Hukum Pidana,
selain termuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana maupun UU Khusus, juga
terdapat dalam berbagai Peraturan Perundang-Undangan lainnya, seperti UU. No. 5
Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, UU No. 9 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta dan
sebagainya
Asas-Asas
Hukum Pidana Antara lain Ialah:
Asas
Legalitas, tidak ada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan
aturan pidana dalam Peraturan Perundang-Undangan yang telah ada sebelum
perbuatan itu dilakukan (Pasal 1 Ayat (1) KUHP).[butuh rujukan] Jika sesudah
perbuatan dilakukan ada perubahan dalam Peraturan Perundang-Undangan, maka yang
dipakai adalah aturan yang paling ringan sanksinya bagi terdakwa (Pasal 1 Ayat
(2) KUHP)
Asas
Tiada Pidana Tanpa Kesalahan, Untuk menjatuhkan pidana kepada orang yang telah
melakukan tindak pidana, harus dilakukan bilamana ada unsur kesalahan pada diri
orang tersebut.
Asas
teritorial, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku atas semua
peristiwa pidana yang terjadi di daerah yang menjadi wilayah teritorial Negara
Kesatuan Republik Indonesia, termasuk pula kapal berbendera Indonesia, pesawat
terbang Indonesia, dan gedung kedutaan dan konsul Indonesia di negara asing
(pasal 2 KUHP).
Asas
nasionalitas aktif, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi semua
WNI yang melakukan tindak pidana di mana pun ia berada (pasal 5 KUHP).
Asas nasionalitas pasif, artinya
ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi semua tindak pidana yang
merugikan kepentingan negara (pasal 4 KUHP).
Berkaitan dengan permasalahan yang telah di sebutkan di atas
bahwa pada era global banyak pelanggar hukum yang melanggar hukum di luar
wilayah Indonesia jadi apakah mereka dapat di jerat dengan hukum dan apa sanksi
yang pantas bagi mereka berdasarkan asas nasional aktif.
Sebagai warga negara yang tunduk
pada aturan hukum yang berlaku, sudah
tentu setiap melakukan tindakan yang melawan hukum akan dikenakan sanksi
sesuai dengan perbuatan yang dilakukan. Tidak menjadi masalah dimanapun kita
berada, karena sekalipun kita berada di luar wilayah negara Indonesia hukum
pidana Indonesia tetap berlaku.
KUHP (Kitab Undang – Undang Hukum
Pidana) mengatur mengenai kejahatan dan pelanggaran terhadap kepentingan
individu dan umum. Di dalam KUHP inilah terkandung asas personal yang bertitik
tolak pada orang yang melakukan perbuatan pidana. Di dalam KUHP pasal 5 ayat
(1) menentukan sejumlah pasal yang jika dilakukan oleh orang Indonesia di
luar negeri maka diberlakukan hukum pidana Indonesia.
Tetapi memang tidak semua
perbuatan pidana yang dilakukan oleh WNI dapat diadili di negara Indonesia
karena bisa saja terjadi double criminality, yang menyatakan tindak pidana yang dilakukan oleh WNI
ini juga merupakan tindak pidana di negara tempat ia melakukan tindak pidana
itu. Sehingga WNI dapat diadili dan di eksekusi di negara tempat ia melakukan
perbuatan pidana tersebut, walaupu begitu Negara Indonesia tetap mempunyai
kewajiban untuk membela warga negaranya.
Sebagaimana yang telah diuraikan
di atas, bahwa asas personal ini berlaku hanya untuk kejahatan – kejahatan
tertentu saja artinya tidak semua ketentuan pidana dalam perundang – undangan
Indonesia berlaku terhadap warga negara Indonesia ketika warga negara itu
sedang berada di luar wilayah negara Indonesia, melainkan pada ketentuan
perundang – undangan pidana tertentu dan atau dengan syarat – syarat tertentu.
Ketentuan pidana tertentu ialah
ketentuan pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat (1) sub 1, yakni
terhadap semua kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan Bab II Buku II, dan
pasal – pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I adalah Mengenai
Kejahataan Terhadap Keamanan Negara (104-129), dan Bab II adalah Mengenai
Kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden (130-139), dan
sebagaimana pasal – pasal yang telah ditentukan yaitu mengenai penghasutan,
penyebaran surat – surat yang mengandunng penghasutan, membuat tidak cakap
untuk dinas militer, bigami dan perampokan. Pengaturan asas personal ini untuk
lebih jelasnya dapat kita lihat dalam pasal 5 s.d 8 KUHP, tetapi pasal – pasal
tersebut dibatasi oleh pasal 9 KUHP yaitu oleh pengecualian – pengecualian yang
diakui dalam hukum internasional. Mengenai hukuman apa yang dapat
dijatuhkan terhadap seseorang yang telah bersalah melanggar ketentuan-ketentuan
dalam undang-undang hukum pidana, dalam Pasal 10 KUHP ditentukan macam-macam
hukuman yang dapat dijatuhkan, yaitu sebagai berikut:
Hukuman-Hukuman
Pokok
Hukuman
mati, tentang hukuman mati ini terdapat negara-negara yang telah menghapuskan
bentuknya hukuman ini, seperti Belanda, tetapi di Indonesia sendiri hukuman
mati ini kadang masih diberlakukan untuk beberapa hukuman walaupun masih
banyaknya pro-kontra terhadap hukuman ini.
Hukuman
penjara, hukuman penjara sendiri dibedakan ke dalam hukuman penjara seumur
hidup dan penjara sementara. Hukuman penjara sementara minimal 1 tahun dan
maksimal 20 tahun. Terpidana wajib tinggal dalam penjara selama masa hukuman
dan wajib melakukan pekerjaan yang ada di dalam maupun di luar penjara dan
terpidana tidak mempunyai Hak Vistol.
Hukuman
kurungan, hukuman ini kondisinya tidak seberat hukuman penjara dan dijatuhkan
karena kejahatan-kejahatan ringan atau pelanggaran.[butuh rujukan]
Biasanyapterhukum dapat memilih antara hukuman kurungan atau hukuman
denda.[butuh rujukan] Bedanya hukuman kurungan dengan hukuman penjara adalah
pada hukuman kurungan terpidana tidak dapat ditahan di luar tempat daerah
tinggalnya kalau ia tidak mau sedangkan pada hukuman penjara dapat dipenjarakan
di mana saja, pekerjaan paksa yang dibebankan kepada terpidana penjara lebih
berat dibandingkan dengan pekerjaan yang harus dilakukan oleh terpidana
kurungan dan terpidana kurungan mempunyai Hak Vistol (hak untuk memperbaiki
nasib) sedangkan pada hukuman penjara tidak demikian.
Hukuman
denda, Dalam hal ini terpidana boleh memilih sendiri antara denda dengan
kurungan. Maksimum kurungan pengganti denda adalah 6 Bulan.
Hukuman
tutupan, hukuman ini dijatuhkan berdasarkan alasan-alasan politik terhadap
orang-orang yang telah melakukan kejahatan yang diancam dengan hukuman penjara
oleh KUHP.
Hukuman
Tambahan Hukuman tambahan tidak dapat dijatuhkan secara tersendiri melainkan
harus disertakan pada hukuman pokok, hukuman tambahan tersebut antara lain:
Pencabutan
hak-hak tertentu.
Penyitaan
barang-barang tertentu
Pengumuman
keputusan hakim
Namun kembali pada persoalan di
atas mengenai warga Negara Indonesia yang melanggar hokum di luar wilayah
Indonesia terdapat pengucualian Ketentuan pidana tertentu ialah ketentuan
pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat (1) sub 1, yakni terhadap semua
kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan Bab II Buku II, dan pasal – pasal
160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I adalah Mengenai Kejahataan Terhadap
Keamanan Negara (104-129), dan Bab II adalah Mengenai Kejahatan Terhadap
Martabat Presiden dan Wakil Presiden (130-139), dan sebagaimana pasal – pasal
yang telah ditentukan yaitu mengenai penghasutan, penyebaran surat – surat yang
mengandunng penghasutan, membuat tidak cakap untuk dinas militer, bigami dan
perampokan. Pengaturan asas personal ini untuk lebih jelasnya dapat kita lihat
dalam pasal 5 s.d 8 KUHP, tetapi pasal – pasal tersebut dibatasi oleh pasal 9
KUHP yaitu oleh pengecualian – pengecualian yang diakui dalam hukum
internasional. Contoh dari pelanggaran hokum pidana di luar negeri contoh
sebuah kasus yang berkaitan dengan penerapan asas personal ini. contoh kasus
yang akan saya angkat dalam makalah ini salah satunya adalah mengenai kejahatan
pembunuhan yang dilakukan oleh WNI di negera Mesir, dalam kasus ini negara
Indonesia bisa saja mengadili warga
negaranya di Indonesia namun
ternyata hal ini tidak dapat dilakukan, faktanya bahwa kejahatan mengenai
pembunuhan ini juga diatur tegas di negara tempat WNI itu melakukan tindak
pidana (Mesir), maka kasus ini dikembalikan kepada hukum internasional
yang mengatur mengenai hukum pidana kemudian dilihat juga ada atau tidaknya
perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Mesir, sehingga dapat diketahui
akhirnya bahwa kewenangan menerapakan yuridiksi ada pada Mesir sebagai negaralocus
delicti. Selain itu Mesirpun memiliki asas territorial (berkaitan
dengan locus delicti) yang memperkokoh yuridiksi atas kasus
pembunuhan oleh WNI tersebut.
Mengenai kasus pembunuhan tersebut penerapan asas
personal ini mengalami kendala – kendala karena ada banyak faktor yang
menguatkan yuridiksi hukum Mesir, diantaranya adalah karena Mesir juga memiliki
batas berlakunya hukum pidana menurut tempat (locus delicti) dalam hal
ini asas personal seperti halnya Indonesia, kemudian tidak adanya perjanjian
ekstradisi antara Indonesia dengan Mesir sehingga negara Indonesia tidak dapat
meminta penyelesaian kasus di negaranya.
Jadi, KUHP Indonesia yang di dalamnya terkandung asas
personal ini dapat diterapkan dalam praktek bagi WNI yang berada di luar
wilayah Negara Indonesia, selama memang perbuatan pidana/tindak pidana yang
dilakukan adalah sesuai dengan apa yang di cantumkan dalam Bab I dan II Buku II
dan beberapa pasal dalam pasal 5 ayat (1) ke-1 yang telah disebutkan di atas.
Di sini tidak dipersoalkan apakah tindak pidana tersebut dianggap sebagai
kejahatan menurut hukum pidana negara tempat orang Indonesia itu berada. Karena
dianggap membahayakan kepentingan negara Indonesia,
maka
sejumlah pasal dalam Pasal 5 ayat (1) ke-1 tetap dapat diberlakukan hukum
pidana Indonesia. Namun beberapa pasal lain mengenai kejahatan bisa saja
diberlakukan asas personal, yang dapat dialihkan penyelesaian kasusnya di
negara Indonesia kalau memang sudah ada perjanjian ekstradisi antar dua negara
yang bersangkuta.
Semisal masalah tersebut di menangkan oleh Indonesia
untuk menyelesaikan hukuman bagi sang pelaku maka hokum yang pantai adalah
tindak pidana kejahatan terhadap nyawa orang lain yang mana telah di atur pada
Pasal 338
Barang siapa
dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan
pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 339
Pembunuhan
yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu perbuatan pidana, yang
dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya,
atau untuk melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana dalam hal
tertangkap tangan, ataupun untuk memastikan penguasaan barang yang diperolehnya
secara melawan hukum, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau selama
waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.
Pasal 340
Barang
siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang
lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana rnati atau pidana
penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.
Pasal 341
Seorang
ibu yang karena takut akan ketahuan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan
atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya, diancam karena
membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 342
Seorang
ibu yang untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut akan ketahuan
bahwa ia akan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian
merampas nyawa anaknya, diancam karena melakukan pembunuhan anak sendiri dengan
rencana, dengan pidana penjara paling lama semhi- lan tahun.
Pasal 343
Kejahatan
yang diterangkan dalam pasal 341 dan 342 dipandang bagi orang lain yang turut
serta melakukan, sebagai pembunuhan atau pembunuhan anak dengan rencana.
Pasal 344
Barang
siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas
dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara paling lama
dua belas tahun.
Pasal 345
Barang
siapa sengaja mendorong orang lain untuk bunuh diri, menolongnya dalam
perbuatan itu atau memberi sarana kepadanya untuk itu, diancam dengan pidana
penjara paling lama empat tahun kalau orang itu jadi bunuh diri.
Pasal 346
Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau
menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat
tahun.
Pasal 347
(1)
Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua
belas tahun.
(2)
Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut diancam dengan pidana
penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 348
(1)
Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima
tahun enam bulan.
(2)
Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana
penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 349
Jika
seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan
pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang
diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal
itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan
pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.
Pasal 350
Dalam
hal pemidanaan karena pembunuhan, karena pembunuhan dengan rencana, atau karena
salah satu kejahatan berdasarkan Pasal 344, 347 dan 348, dapat dijatuhkan
pencabutan hak berdasarkan pasal 35 No. 1- 5.
Jadi berdasarakan KUHP kejadian
pembunuhan tersebut dapat di jerat dengan Pasal 338 “Barang siapa dengan
sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana
penjara paling lama Lima belas tahun”.
BAB III
KESIMPULAN
Dapat kita ambil kesimpulan bahwa setiap warga Negara
Indonesia yang melakukan tindak pidana baik di
dalam wilayah Indonesia sendiri ataupun tidak dapat dijerat dengan
hukuman pidana sesuai dengan KUHP pasal 5 namun berlaku
hanya untuk kejahatan – kejahatan tertentu saja artinya tidak semua ketentuan
pidana dalam perundang – undangan Indonesia berlaku terhadap warga negara
Indonesia ketika warga negara itu sedang berada di luar wilayah negara
Indonesia, melainkan pada ketentuan perundang – undangan pidana tertentu dan
atau dengan syarat – syarat tertentu.
Ketentuan
pidana tertentu ialah ketentuan pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat
(1) sub 1, yakni terhadap semua kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan
Bab II Buku II, dan pasal – pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I
adalah Mengenai Kejahataan Terhadap Keamanan Negara (104-129), dan Bab II
adalah Mengenai Kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden
(130-139), dan sebagaimana pasal – pasal yang telah ditentukan yaitu mengenai
penghasutan, penyebaran surat – surat yang mengandunng penghasutan, membuat
tidak cakap untuk dinas militer, bigami dan perampokan. Pengaturan asas
personal ini untuk lebih jelasnya dapat kita lihat dalam pasal 5 s.d 8 KUHP,
tetapi pasal – pasal tersebut dibatasi oleh pasal 9 KUHP yaitu oleh
pengecualian – pengecualian yang diakui dalam hukum internasional.
‘
TUGAS MALAKAH HUKUM
PIDANA
“PENEGAKAN HUKUM
PIDANA INDONESIA BERDASARKAN ASAS NASIONALITAS AKTIF”
DISUSUN
OLEH:
INDRA KURNIAWAN
INDRA KURNIAWAN
(2015115002/SORE
K)
UNIVERSITAS MADURA
Kata pengantar
Puji syukur saya ucapkan pada Pemilik Seluruh Kerajaan
Semesta yang telah melimpahkan nikmat-Nya kepada kita semua. Sholawat dan salam
selalu tercurahkan pada teladan kita, Rasulullah SAW.
Dalam
proses penyusunan makalah . banyak bantuan dari berbagai pihak . karena itu
saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : kedua orang tua
yang telah memberi dukungan serta kepercayaan dari sanalah proses penyusunan
makalah ini dapat terselesaikan
Menyadari
banyaknya kekurangan dalam penyusunan makalah in karena itu sayan sangat
mengharap adanya kritik dan saran untuk melngkapi segala bentuk kekurangan yang
ada
Pamekasan
11 April 2016
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Hukum Pidana adalah
keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan apa yang
dilarang dan termasuk ke dalam tindak pidana, serta menentukan hukuman apa yang
dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya.
Menurut Prof.
Moeljatno, S.H. Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang
berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk
Menentukan perbuatan-perbuatan mana
yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang, dengan disertai ancaman atau
sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan
tersebut.
Menentukan kapan dan
dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu
dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.
Menentukan dengan cara
bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang
disangka telah melanggar larangan tersebut.
Sedangkan menurut
Sudarsono, pada prinsipnya Hukum Pidana adalah yang mengatur tentang kejahatan
dan pelanggaran terhadap kepentingan umum dan perbuatan tersebut diancam dengan
pidana yang merupakan suatu penderitaan.
Dengan demikian hukum
pidana bukanlah mengadakan norma hukum sendiri, melainkan sudah terletak pada
norma lain dan sanksi pidana. Diadakan untuk menguatkan ditaatinya norma-norma
lain tersebut, misalnya norma agama dan kesusilaan.
BAB II
PERMASALAHAN
Hukum pidana merupakan
gejala sosial budaya yang berfungsi untuk menerapkan kaidah-kaidah dan
pola-pola perilaku terhadap individu dalam masyarakat. Apabila hukum yang
berlaku di dalam masyarakat tidak sesuai dengan kebutuhan serta kepentingan
umum maka ia akan mencoba mencari jalan untuk menyimpang. Segala bentuk tingkah
laku yang meyimpang yang mengangngu serta merugikan dalam kehidupan masyarakat
tersebut dapat diartikan sebagai perilaku jahat. Hukum menetapkan apa yang
harus di lakukan dan tidak dilakukan. Sejak orde baru masalah stabilitas nasional
termasuk dalam penegekan hukum itu sendiri menjadi komponen utama dalam masalah
pembangunan dan kemajuan suatu bangsa banyaknya tindak kejahatan tentu saja
menimbulkan banyak kerugian bagi negara indonesia itu sendiri baik dalam sektor
ekonomi dan sosial budaya . Namun seiring perkembangan zaman di era global ini
banyak dari individu-individu melakukan penyimpangan-penyimpangan tersebut
tidak hanya dalam wilayah dimana dia tinggal melainkan mereka juga sekaranga
banyak yang melanggar hukum dan perilaku yang seharusnya tidak dilakukan di
luar negara yang mengatur hukum itu sendiri dalam hal ini indonesia tentu saja
hal seperti itu menimbulkan kerugian bagi hubungan diplomatik negara dengan
negara lain. Lantas apa bisa mereka di jerat dengan hukum yang berlaku di
negaranya sedangkan mereka melakukannya di luar batas negara indonesia dan
semisal bisa lantas hukuman apa yang akan di dapatkan para pelanggar hukum
tersebut
BAB III
PEMBAHASAN
Sebelum membahas
tentang masalah utama yang terjadi di era global sebagaimana di atas telah di
sebutkan kita terlebih dulu harus tau apa hukum pidana itu sendiri apa sumber
sumber-sumber dari hukum pidana itu sendiri apa saja asas-asas yang berlaku
pada hukum pidana Hukum
Pidana adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan
apa yang dilarang dan termasuk ke dalam tindak pidana, serta menentukan hukuman
apa yang dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya.
Menurut Prof.
Moeljatno, S.H. Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku
di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk
Menentukan perbuatan-perbuatan mana
yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang, dengan disertai ancaman atau
sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan
tersebut.
Sumber Hukum Pidana
dapat dibedakan atas sumber hukum tertulis dan sumber hukum yang tidak
tertulis. Di Indonesia sendiri, kita belum memiliki Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana Nasional, sehingga masih diberlakukan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
warisan dari pemerintah kolonial Hindia Belanda. Adapun sistematika Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana antara lain :
Buku I Tentang Ketentuan Umum (Pasal
1-103).
Buku II Tentang Kejahatan (Pasal
104-488).
Buku III Tentang Pelanggaran (Pasal
489-569).
Dan juga ada beberapa Undang-undang
yang mengatur tindak pidana khusus yang dibuat setelah kemerdekaan antara lain:
UU No. 8 Drt Tahun 1955 Tentang tindak
Pidana Imigrasi.
UU No. 9 Tahun 1967 Tentang Norkoba.
UU No. 16 Tahun Tahun 2003 Tentang Anti
Terorisme. dll
Ketentuan-ketentuan Hukum Pidana,
selain termuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana maupun UU Khusus, juga
terdapat dalam berbagai Peraturan Perundang-Undangan lainnya, seperti UU. No. 5
Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, UU No. 9 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta dan
sebagainya
Asas-Asas
Hukum Pidana Antara lain Ialah:
Asas
Legalitas, tidak ada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan
aturan pidana dalam Peraturan Perundang-Undangan yang telah ada sebelum
perbuatan itu dilakukan (Pasal 1 Ayat (1) KUHP).[butuh rujukan] Jika sesudah
perbuatan dilakukan ada perubahan dalam Peraturan Perundang-Undangan, maka yang
dipakai adalah aturan yang paling ringan sanksinya bagi terdakwa (Pasal 1 Ayat
(2) KUHP)
Asas
Tiada Pidana Tanpa Kesalahan, Untuk menjatuhkan pidana kepada orang yang telah
melakukan tindak pidana, harus dilakukan bilamana ada unsur kesalahan pada diri
orang tersebut.
Asas
teritorial, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku atas semua
peristiwa pidana yang terjadi di daerah yang menjadi wilayah teritorial Negara
Kesatuan Republik Indonesia, termasuk pula kapal berbendera Indonesia, pesawat
terbang Indonesia, dan gedung kedutaan dan konsul Indonesia di negara asing
(pasal 2 KUHP).
Asas
nasionalitas aktif, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi semua
WNI yang melakukan tindak pidana di mana pun ia berada (pasal 5 KUHP).
Asas nasionalitas pasif, artinya
ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi semua tindak pidana yang
merugikan kepentingan negara (pasal 4 KUHP).
Berkaitan dengan permasalahan yang telah di sebutkan di atas
bahwa pada era global banyak pelanggar hukum yang melanggar hukum di luar
wilayah Indonesia jadi apakah mereka dapat di jerat dengan hukum dan apa sanksi
yang pantas bagi mereka berdasarkan asas nasional aktif.
Sebagai warga negara yang tunduk
pada aturan hukum yang berlaku, sudah
tentu setiap melakukan tindakan yang melawan hukum akan dikenakan sanksi
sesuai dengan perbuatan yang dilakukan. Tidak menjadi masalah dimanapun kita
berada, karena sekalipun kita berada di luar wilayah negara Indonesia hukum
pidana Indonesia tetap berlaku.
KUHP (Kitab Undang – Undang Hukum
Pidana) mengatur mengenai kejahatan dan pelanggaran terhadap kepentingan
individu dan umum. Di dalam KUHP inilah terkandung asas personal yang bertitik
tolak pada orang yang melakukan perbuatan pidana. Di dalam KUHP pasal 5 ayat
(1) menentukan sejumlah pasal yang jika dilakukan oleh orang Indonesia di
luar negeri maka diberlakukan hukum pidana Indonesia.
Tetapi memang tidak semua
perbuatan pidana yang dilakukan oleh WNI dapat diadili di negara Indonesia
karena bisa saja terjadi double criminality, yang menyatakan tindak pidana yang dilakukan oleh WNI
ini juga merupakan tindak pidana di negara tempat ia melakukan tindak pidana
itu. Sehingga WNI dapat diadili dan di eksekusi di negara tempat ia melakukan
perbuatan pidana tersebut, walaupu begitu Negara Indonesia tetap mempunyai
kewajiban untuk membela warga negaranya.
Sebagaimana yang telah diuraikan
di atas, bahwa asas personal ini berlaku hanya untuk kejahatan – kejahatan
tertentu saja artinya tidak semua ketentuan pidana dalam perundang – undangan
Indonesia berlaku terhadap warga negara Indonesia ketika warga negara itu
sedang berada di luar wilayah negara Indonesia, melainkan pada ketentuan
perundang – undangan pidana tertentu dan atau dengan syarat – syarat tertentu.
Ketentuan pidana tertentu ialah
ketentuan pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat (1) sub 1, yakni
terhadap semua kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan Bab II Buku II, dan
pasal – pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I adalah Mengenai
Kejahataan Terhadap Keamanan Negara (104-129), dan Bab II adalah Mengenai
Kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden (130-139), dan
sebagaimana pasal – pasal yang telah ditentukan yaitu mengenai penghasutan,
penyebaran surat – surat yang mengandunng penghasutan, membuat tidak cakap
untuk dinas militer, bigami dan perampokan. Pengaturan asas personal ini untuk
lebih jelasnya dapat kita lihat dalam pasal 5 s.d 8 KUHP, tetapi pasal – pasal
tersebut dibatasi oleh pasal 9 KUHP yaitu oleh pengecualian – pengecualian yang
diakui dalam hukum internasional. Mengenai hukuman apa yang dapat
dijatuhkan terhadap seseorang yang telah bersalah melanggar ketentuan-ketentuan
dalam undang-undang hukum pidana, dalam Pasal 10 KUHP ditentukan macam-macam
hukuman yang dapat dijatuhkan, yaitu sebagai berikut:
Hukuman-Hukuman
Pokok
Hukuman
mati, tentang hukuman mati ini terdapat negara-negara yang telah menghapuskan
bentuknya hukuman ini, seperti Belanda, tetapi di Indonesia sendiri hukuman
mati ini kadang masih diberlakukan untuk beberapa hukuman walaupun masih
banyaknya pro-kontra terhadap hukuman ini.
Hukuman
penjara, hukuman penjara sendiri dibedakan ke dalam hukuman penjara seumur
hidup dan penjara sementara. Hukuman penjara sementara minimal 1 tahun dan
maksimal 20 tahun. Terpidana wajib tinggal dalam penjara selama masa hukuman
dan wajib melakukan pekerjaan yang ada di dalam maupun di luar penjara dan
terpidana tidak mempunyai Hak Vistol.
Hukuman
kurungan, hukuman ini kondisinya tidak seberat hukuman penjara dan dijatuhkan
karena kejahatan-kejahatan ringan atau pelanggaran.[butuh rujukan]
Biasanyapterhukum dapat memilih antara hukuman kurungan atau hukuman
denda.[butuh rujukan] Bedanya hukuman kurungan dengan hukuman penjara adalah
pada hukuman kurungan terpidana tidak dapat ditahan di luar tempat daerah
tinggalnya kalau ia tidak mau sedangkan pada hukuman penjara dapat dipenjarakan
di mana saja, pekerjaan paksa yang dibebankan kepada terpidana penjara lebih
berat dibandingkan dengan pekerjaan yang harus dilakukan oleh terpidana
kurungan dan terpidana kurungan mempunyai Hak Vistol (hak untuk memperbaiki
nasib) sedangkan pada hukuman penjara tidak demikian.
Hukuman
denda, Dalam hal ini terpidana boleh memilih sendiri antara denda dengan
kurungan. Maksimum kurungan pengganti denda adalah 6 Bulan.
Hukuman
tutupan, hukuman ini dijatuhkan berdasarkan alasan-alasan politik terhadap
orang-orang yang telah melakukan kejahatan yang diancam dengan hukuman penjara
oleh KUHP.
Hukuman
Tambahan Hukuman tambahan tidak dapat dijatuhkan secara tersendiri melainkan
harus disertakan pada hukuman pokok, hukuman tambahan tersebut antara lain:
Pencabutan
hak-hak tertentu.
Penyitaan
barang-barang tertentu
Pengumuman
keputusan hakim
Namun kembali pada persoalan di
atas mengenai warga Negara Indonesia yang melanggar hokum di luar wilayah
Indonesia terdapat pengucualian Ketentuan pidana tertentu ialah ketentuan
pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat (1) sub 1, yakni terhadap semua
kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan Bab II Buku II, dan pasal – pasal
160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I adalah Mengenai Kejahataan Terhadap
Keamanan Negara (104-129), dan Bab II adalah Mengenai Kejahatan Terhadap
Martabat Presiden dan Wakil Presiden (130-139), dan sebagaimana pasal – pasal
yang telah ditentukan yaitu mengenai penghasutan, penyebaran surat – surat yang
mengandunng penghasutan, membuat tidak cakap untuk dinas militer, bigami dan
perampokan. Pengaturan asas personal ini untuk lebih jelasnya dapat kita lihat
dalam pasal 5 s.d 8 KUHP, tetapi pasal – pasal tersebut dibatasi oleh pasal 9
KUHP yaitu oleh pengecualian – pengecualian yang diakui dalam hukum
internasional. Contoh dari pelanggaran hokum pidana di luar negeri contoh
sebuah kasus yang berkaitan dengan penerapan asas personal ini. contoh kasus
yang akan saya angkat dalam makalah ini salah satunya adalah mengenai kejahatan
pembunuhan yang dilakukan oleh WNI di negera Mesir, dalam kasus ini negara
Indonesia bisa saja mengadili warga
negaranya di Indonesia namun
ternyata hal ini tidak dapat dilakukan, faktanya bahwa kejahatan mengenai
pembunuhan ini juga diatur tegas di negara tempat WNI itu melakukan tindak
pidana (Mesir), maka kasus ini dikembalikan kepada hukum internasional
yang mengatur mengenai hukum pidana kemudian dilihat juga ada atau tidaknya
perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Mesir, sehingga dapat diketahui
akhirnya bahwa kewenangan menerapakan yuridiksi ada pada Mesir sebagai negaralocus
delicti. Selain itu Mesirpun memiliki asas territorial (berkaitan
dengan locus delicti) yang memperkokoh yuridiksi atas kasus
pembunuhan oleh WNI tersebut.
Mengenai kasus pembunuhan tersebut penerapan asas
personal ini mengalami kendala – kendala karena ada banyak faktor yang
menguatkan yuridiksi hukum Mesir, diantaranya adalah karena Mesir juga memiliki
batas berlakunya hukum pidana menurut tempat (locus delicti) dalam hal
ini asas personal seperti halnya Indonesia, kemudian tidak adanya perjanjian
ekstradisi antara Indonesia dengan Mesir sehingga negara Indonesia tidak dapat
meminta penyelesaian kasus di negaranya.
Jadi, KUHP Indonesia yang di dalamnya terkandung asas
personal ini dapat diterapkan dalam praktek bagi WNI yang berada di luar
wilayah Negara Indonesia, selama memang perbuatan pidana/tindak pidana yang
dilakukan adalah sesuai dengan apa yang di cantumkan dalam Bab I dan II Buku II
dan beberapa pasal dalam pasal 5 ayat (1) ke-1 yang telah disebutkan di atas.
Di sini tidak dipersoalkan apakah tindak pidana tersebut dianggap sebagai
kejahatan menurut hukum pidana negara tempat orang Indonesia itu berada. Karena
dianggap membahayakan kepentingan negara Indonesia,
maka
sejumlah pasal dalam Pasal 5 ayat (1) ke-1 tetap dapat diberlakukan hukum
pidana Indonesia. Namun beberapa pasal lain mengenai kejahatan bisa saja
diberlakukan asas personal, yang dapat dialihkan penyelesaian kasusnya di
negara Indonesia kalau memang sudah ada perjanjian ekstradisi antar dua negara
yang bersangkuta.
Semisal masalah tersebut di menangkan oleh Indonesia
untuk menyelesaikan hukuman bagi sang pelaku maka hokum yang pantai adalah
tindak pidana kejahatan terhadap nyawa orang lain yang mana telah di atur pada
Pasal 338
Barang siapa
dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan
pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 339
Pembunuhan
yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu perbuatan pidana, yang
dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya,
atau untuk melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana dalam hal
tertangkap tangan, ataupun untuk memastikan penguasaan barang yang diperolehnya
secara melawan hukum, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau selama
waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.
Pasal 340
Barang
siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang
lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana rnati atau pidana
penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.
Pasal 341
Seorang
ibu yang karena takut akan ketahuan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan
atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya, diancam karena
membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 342
Seorang
ibu yang untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut akan ketahuan
bahwa ia akan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian
merampas nyawa anaknya, diancam karena melakukan pembunuhan anak sendiri dengan
rencana, dengan pidana penjara paling lama semhi- lan tahun.
Pasal 343
Kejahatan
yang diterangkan dalam pasal 341 dan 342 dipandang bagi orang lain yang turut
serta melakukan, sebagai pembunuhan atau pembunuhan anak dengan rencana.
Pasal 344
Barang
siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas
dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara paling lama
dua belas tahun.
Pasal 345
Barang
siapa sengaja mendorong orang lain untuk bunuh diri, menolongnya dalam
perbuatan itu atau memberi sarana kepadanya untuk itu, diancam dengan pidana
penjara paling lama empat tahun kalau orang itu jadi bunuh diri.
Pasal 346
Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau
menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat
tahun.
Pasal 347
(1)
Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua
belas tahun.
(2)
Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut diancam dengan pidana
penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 348
(1)
Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima
tahun enam bulan.
(2)
Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana
penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 349
Jika
seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan
pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang
diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal
itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan
pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.
Pasal 350
Dalam
hal pemidanaan karena pembunuhan, karena pembunuhan dengan rencana, atau karena
salah satu kejahatan berdasarkan Pasal 344, 347 dan 348, dapat dijatuhkan
pencabutan hak berdasarkan pasal 35 No. 1- 5.
Jadi berdasarakan KUHP kejadian
pembunuhan tersebut dapat di jerat dengan Pasal 338 “Barang siapa dengan
sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana
penjara paling lama Lima belas tahun”.
BAB III
KESIMPULAN
Dapat kita ambil kesimpulan bahwa setiap warga Negara
Indonesia yang melakukan tindak pidana baik di
dalam wilayah Indonesia sendiri ataupun tidak dapat dijerat dengan
hukuman pidana sesuai dengan KUHP pasal 5 namun berlaku
hanya untuk kejahatan – kejahatan tertentu saja artinya tidak semua ketentuan
pidana dalam perundang – undangan Indonesia berlaku terhadap warga negara
Indonesia ketika warga negara itu sedang berada di luar wilayah negara
Indonesia, melainkan pada ketentuan perundang – undangan pidana tertentu dan
atau dengan syarat – syarat tertentu.
Ketentuan
pidana tertentu ialah ketentuan pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat
(1) sub 1, yakni terhadap semua kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan
Bab II Buku II, dan pasal – pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I
adalah Mengenai Kejahataan Terhadap Keamanan Negara (104-129), dan Bab II
adalah Mengenai Kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden
(130-139), dan sebagaimana pasal – pasal yang telah ditentukan yaitu mengenai
penghasutan, penyebaran surat – surat yang mengandunng penghasutan, membuat
tidak cakap untuk dinas militer, bigami dan perampokan. Pengaturan asas
personal ini untuk lebih jelasnya dapat kita lihat dalam pasal 5 s.d 8 KUHP,
tetapi pasal – pasal tersebut dibatasi oleh pasal 9 KUHP yaitu oleh
pengecualian – pengecualian yang diakui dalam hukum internasional.
‘
TUGAS MALAKAH HUKUM
PIDANA
“PENEGAKAN HUKUM
PIDANA INDONESIA BERDASARKAN ASAS NASIONALITAS AKTIF”
DISUSUN
OLEH:
INDRA KURNIAWAN
INDRA KURNIAWAN
(2015115002/SORE
K)
UNIVERSITAS MADURA
Kata pengantar
Puji syukur saya ucapkan pada Pemilik Seluruh Kerajaan
Semesta yang telah melimpahkan nikmat-Nya kepada kita semua. Sholawat dan salam
selalu tercurahkan pada teladan kita, Rasulullah SAW.
Dalam
proses penyusunan makalah . banyak bantuan dari berbagai pihak . karena itu
saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : kedua orang tua
yang telah memberi dukungan serta kepercayaan dari sanalah proses penyusunan
makalah ini dapat terselesaikan
Menyadari
banyaknya kekurangan dalam penyusunan makalah in karena itu sayan sangat
mengharap adanya kritik dan saran untuk melngkapi segala bentuk kekurangan yang
ada
Pamekasan
11 April 2016
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Hukum Pidana adalah
keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan apa yang
dilarang dan termasuk ke dalam tindak pidana, serta menentukan hukuman apa yang
dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya.
Menurut Prof.
Moeljatno, S.H. Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang
berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk
Menentukan perbuatan-perbuatan mana
yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang, dengan disertai ancaman atau
sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan
tersebut.
Menentukan kapan dan
dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu
dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.
Menentukan dengan cara
bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang
disangka telah melanggar larangan tersebut.
Sedangkan menurut
Sudarsono, pada prinsipnya Hukum Pidana adalah yang mengatur tentang kejahatan
dan pelanggaran terhadap kepentingan umum dan perbuatan tersebut diancam dengan
pidana yang merupakan suatu penderitaan.
Dengan demikian hukum
pidana bukanlah mengadakan norma hukum sendiri, melainkan sudah terletak pada
norma lain dan sanksi pidana. Diadakan untuk menguatkan ditaatinya norma-norma
lain tersebut, misalnya norma agama dan kesusilaan.
BAB II
PERMASALAHAN
Hukum pidana merupakan
gejala sosial budaya yang berfungsi untuk menerapkan kaidah-kaidah dan
pola-pola perilaku terhadap individu dalam masyarakat. Apabila hukum yang
berlaku di dalam masyarakat tidak sesuai dengan kebutuhan serta kepentingan
umum maka ia akan mencoba mencari jalan untuk menyimpang. Segala bentuk tingkah
laku yang meyimpang yang mengangngu serta merugikan dalam kehidupan masyarakat
tersebut dapat diartikan sebagai perilaku jahat. Hukum menetapkan apa yang
harus di lakukan dan tidak dilakukan. Sejak orde baru masalah stabilitas nasional
termasuk dalam penegekan hukum itu sendiri menjadi komponen utama dalam masalah
pembangunan dan kemajuan suatu bangsa banyaknya tindak kejahatan tentu saja
menimbulkan banyak kerugian bagi negara indonesia itu sendiri baik dalam sektor
ekonomi dan sosial budaya . Namun seiring perkembangan zaman di era global ini
banyak dari individu-individu melakukan penyimpangan-penyimpangan tersebut
tidak hanya dalam wilayah dimana dia tinggal melainkan mereka juga sekaranga
banyak yang melanggar hukum dan perilaku yang seharusnya tidak dilakukan di
luar negara yang mengatur hukum itu sendiri dalam hal ini indonesia tentu saja
hal seperti itu menimbulkan kerugian bagi hubungan diplomatik negara dengan
negara lain. Lantas apa bisa mereka di jerat dengan hukum yang berlaku di
negaranya sedangkan mereka melakukannya di luar batas negara indonesia dan
semisal bisa lantas hukuman apa yang akan di dapatkan para pelanggar hukum
tersebut
BAB III
PEMBAHASAN
Sebelum membahas
tentang masalah utama yang terjadi di era global sebagaimana di atas telah di
sebutkan kita terlebih dulu harus tau apa hukum pidana itu sendiri apa sumber
sumber-sumber dari hukum pidana itu sendiri apa saja asas-asas yang berlaku
pada hukum pidana Hukum
Pidana adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan
apa yang dilarang dan termasuk ke dalam tindak pidana, serta menentukan hukuman
apa yang dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya.
Menurut Prof.
Moeljatno, S.H. Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku
di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk
Menentukan perbuatan-perbuatan mana
yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang, dengan disertai ancaman atau
sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan
tersebut.
Sumber Hukum Pidana
dapat dibedakan atas sumber hukum tertulis dan sumber hukum yang tidak
tertulis. Di Indonesia sendiri, kita belum memiliki Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana Nasional, sehingga masih diberlakukan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
warisan dari pemerintah kolonial Hindia Belanda. Adapun sistematika Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana antara lain :
Buku I Tentang Ketentuan Umum (Pasal
1-103).
Buku II Tentang Kejahatan (Pasal
104-488).
Buku III Tentang Pelanggaran (Pasal
489-569).
Dan juga ada beberapa Undang-undang
yang mengatur tindak pidana khusus yang dibuat setelah kemerdekaan antara lain:
UU No. 8 Drt Tahun 1955 Tentang tindak
Pidana Imigrasi.
UU No. 9 Tahun 1967 Tentang Norkoba.
UU No. 16 Tahun Tahun 2003 Tentang Anti
Terorisme. dll
Ketentuan-ketentuan Hukum Pidana,
selain termuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana maupun UU Khusus, juga
terdapat dalam berbagai Peraturan Perundang-Undangan lainnya, seperti UU. No. 5
Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, UU No. 9 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta dan
sebagainya
Asas-Asas
Hukum Pidana Antara lain Ialah:
Asas
Legalitas, tidak ada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan
aturan pidana dalam Peraturan Perundang-Undangan yang telah ada sebelum
perbuatan itu dilakukan (Pasal 1 Ayat (1) KUHP).[butuh rujukan] Jika sesudah
perbuatan dilakukan ada perubahan dalam Peraturan Perundang-Undangan, maka yang
dipakai adalah aturan yang paling ringan sanksinya bagi terdakwa (Pasal 1 Ayat
(2) KUHP)
Asas
Tiada Pidana Tanpa Kesalahan, Untuk menjatuhkan pidana kepada orang yang telah
melakukan tindak pidana, harus dilakukan bilamana ada unsur kesalahan pada diri
orang tersebut.
Asas
teritorial, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku atas semua
peristiwa pidana yang terjadi di daerah yang menjadi wilayah teritorial Negara
Kesatuan Republik Indonesia, termasuk pula kapal berbendera Indonesia, pesawat
terbang Indonesia, dan gedung kedutaan dan konsul Indonesia di negara asing
(pasal 2 KUHP).
Asas
nasionalitas aktif, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi semua
WNI yang melakukan tindak pidana di mana pun ia berada (pasal 5 KUHP).
Asas nasionalitas pasif, artinya
ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi semua tindak pidana yang
merugikan kepentingan negara (pasal 4 KUHP).
Berkaitan dengan permasalahan yang telah di sebutkan di atas
bahwa pada era global banyak pelanggar hukum yang melanggar hukum di luar
wilayah Indonesia jadi apakah mereka dapat di jerat dengan hukum dan apa sanksi
yang pantas bagi mereka berdasarkan asas nasional aktif.
Sebagai warga negara yang tunduk
pada aturan hukum yang berlaku, sudah
tentu setiap melakukan tindakan yang melawan hukum akan dikenakan sanksi
sesuai dengan perbuatan yang dilakukan. Tidak menjadi masalah dimanapun kita
berada, karena sekalipun kita berada di luar wilayah negara Indonesia hukum
pidana Indonesia tetap berlaku.
KUHP (Kitab Undang – Undang Hukum
Pidana) mengatur mengenai kejahatan dan pelanggaran terhadap kepentingan
individu dan umum. Di dalam KUHP inilah terkandung asas personal yang bertitik
tolak pada orang yang melakukan perbuatan pidana. Di dalam KUHP pasal 5 ayat
(1) menentukan sejumlah pasal yang jika dilakukan oleh orang Indonesia di
luar negeri maka diberlakukan hukum pidana Indonesia.
Tetapi memang tidak semua
perbuatan pidana yang dilakukan oleh WNI dapat diadili di negara Indonesia
karena bisa saja terjadi double criminality, yang menyatakan tindak pidana yang dilakukan oleh WNI
ini juga merupakan tindak pidana di negara tempat ia melakukan tindak pidana
itu. Sehingga WNI dapat diadili dan di eksekusi di negara tempat ia melakukan
perbuatan pidana tersebut, walaupu begitu Negara Indonesia tetap mempunyai
kewajiban untuk membela warga negaranya.
Sebagaimana yang telah diuraikan
di atas, bahwa asas personal ini berlaku hanya untuk kejahatan – kejahatan
tertentu saja artinya tidak semua ketentuan pidana dalam perundang – undangan
Indonesia berlaku terhadap warga negara Indonesia ketika warga negara itu
sedang berada di luar wilayah negara Indonesia, melainkan pada ketentuan
perundang – undangan pidana tertentu dan atau dengan syarat – syarat tertentu.
Ketentuan pidana tertentu ialah
ketentuan pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat (1) sub 1, yakni
terhadap semua kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan Bab II Buku II, dan
pasal – pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I adalah Mengenai
Kejahataan Terhadap Keamanan Negara (104-129), dan Bab II adalah Mengenai
Kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden (130-139), dan
sebagaimana pasal – pasal yang telah ditentukan yaitu mengenai penghasutan,
penyebaran surat – surat yang mengandunng penghasutan, membuat tidak cakap
untuk dinas militer, bigami dan perampokan. Pengaturan asas personal ini untuk
lebih jelasnya dapat kita lihat dalam pasal 5 s.d 8 KUHP, tetapi pasal – pasal
tersebut dibatasi oleh pasal 9 KUHP yaitu oleh pengecualian – pengecualian yang
diakui dalam hukum internasional. Mengenai hukuman apa yang dapat
dijatuhkan terhadap seseorang yang telah bersalah melanggar ketentuan-ketentuan
dalam undang-undang hukum pidana, dalam Pasal 10 KUHP ditentukan macam-macam
hukuman yang dapat dijatuhkan, yaitu sebagai berikut:
Hukuman-Hukuman
Pokok
Hukuman
mati, tentang hukuman mati ini terdapat negara-negara yang telah menghapuskan
bentuknya hukuman ini, seperti Belanda, tetapi di Indonesia sendiri hukuman
mati ini kadang masih diberlakukan untuk beberapa hukuman walaupun masih
banyaknya pro-kontra terhadap hukuman ini.
Hukuman
penjara, hukuman penjara sendiri dibedakan ke dalam hukuman penjara seumur
hidup dan penjara sementara. Hukuman penjara sementara minimal 1 tahun dan
maksimal 20 tahun. Terpidana wajib tinggal dalam penjara selama masa hukuman
dan wajib melakukan pekerjaan yang ada di dalam maupun di luar penjara dan
terpidana tidak mempunyai Hak Vistol.
Hukuman
kurungan, hukuman ini kondisinya tidak seberat hukuman penjara dan dijatuhkan
karena kejahatan-kejahatan ringan atau pelanggaran.[butuh rujukan]
Biasanyapterhukum dapat memilih antara hukuman kurungan atau hukuman
denda.[butuh rujukan] Bedanya hukuman kurungan dengan hukuman penjara adalah
pada hukuman kurungan terpidana tidak dapat ditahan di luar tempat daerah
tinggalnya kalau ia tidak mau sedangkan pada hukuman penjara dapat dipenjarakan
di mana saja, pekerjaan paksa yang dibebankan kepada terpidana penjara lebih
berat dibandingkan dengan pekerjaan yang harus dilakukan oleh terpidana
kurungan dan terpidana kurungan mempunyai Hak Vistol (hak untuk memperbaiki
nasib) sedangkan pada hukuman penjara tidak demikian.
Hukuman
denda, Dalam hal ini terpidana boleh memilih sendiri antara denda dengan
kurungan. Maksimum kurungan pengganti denda adalah 6 Bulan.
Hukuman
tutupan, hukuman ini dijatuhkan berdasarkan alasan-alasan politik terhadap
orang-orang yang telah melakukan kejahatan yang diancam dengan hukuman penjara
oleh KUHP.
Hukuman
Tambahan Hukuman tambahan tidak dapat dijatuhkan secara tersendiri melainkan
harus disertakan pada hukuman pokok, hukuman tambahan tersebut antara lain:
Pencabutan
hak-hak tertentu.
Penyitaan
barang-barang tertentu
Pengumuman
keputusan hakim
Namun kembali pada persoalan di
atas mengenai warga Negara Indonesia yang melanggar hokum di luar wilayah
Indonesia terdapat pengucualian Ketentuan pidana tertentu ialah ketentuan
pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat (1) sub 1, yakni terhadap semua
kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan Bab II Buku II, dan pasal – pasal
160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I adalah Mengenai Kejahataan Terhadap
Keamanan Negara (104-129), dan Bab II adalah Mengenai Kejahatan Terhadap
Martabat Presiden dan Wakil Presiden (130-139), dan sebagaimana pasal – pasal
yang telah ditentukan yaitu mengenai penghasutan, penyebaran surat – surat yang
mengandunng penghasutan, membuat tidak cakap untuk dinas militer, bigami dan
perampokan. Pengaturan asas personal ini untuk lebih jelasnya dapat kita lihat
dalam pasal 5 s.d 8 KUHP, tetapi pasal – pasal tersebut dibatasi oleh pasal 9
KUHP yaitu oleh pengecualian – pengecualian yang diakui dalam hukum
internasional. Contoh dari pelanggaran hokum pidana di luar negeri contoh
sebuah kasus yang berkaitan dengan penerapan asas personal ini. contoh kasus
yang akan saya angkat dalam makalah ini salah satunya adalah mengenai kejahatan
pembunuhan yang dilakukan oleh WNI di negera Mesir, dalam kasus ini negara
Indonesia bisa saja mengadili warga
negaranya di Indonesia namun
ternyata hal ini tidak dapat dilakukan, faktanya bahwa kejahatan mengenai
pembunuhan ini juga diatur tegas di negara tempat WNI itu melakukan tindak
pidana (Mesir), maka kasus ini dikembalikan kepada hukum internasional
yang mengatur mengenai hukum pidana kemudian dilihat juga ada atau tidaknya
perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Mesir, sehingga dapat diketahui
akhirnya bahwa kewenangan menerapakan yuridiksi ada pada Mesir sebagai negaralocus
delicti. Selain itu Mesirpun memiliki asas territorial (berkaitan
dengan locus delicti) yang memperkokoh yuridiksi atas kasus
pembunuhan oleh WNI tersebut.
Mengenai kasus pembunuhan tersebut penerapan asas
personal ini mengalami kendala – kendala karena ada banyak faktor yang
menguatkan yuridiksi hukum Mesir, diantaranya adalah karena Mesir juga memiliki
batas berlakunya hukum pidana menurut tempat (locus delicti) dalam hal
ini asas personal seperti halnya Indonesia, kemudian tidak adanya perjanjian
ekstradisi antara Indonesia dengan Mesir sehingga negara Indonesia tidak dapat
meminta penyelesaian kasus di negaranya.
Jadi, KUHP Indonesia yang di dalamnya terkandung asas
personal ini dapat diterapkan dalam praktek bagi WNI yang berada di luar
wilayah Negara Indonesia, selama memang perbuatan pidana/tindak pidana yang
dilakukan adalah sesuai dengan apa yang di cantumkan dalam Bab I dan II Buku II
dan beberapa pasal dalam pasal 5 ayat (1) ke-1 yang telah disebutkan di atas.
Di sini tidak dipersoalkan apakah tindak pidana tersebut dianggap sebagai
kejahatan menurut hukum pidana negara tempat orang Indonesia itu berada. Karena
dianggap membahayakan kepentingan negara Indonesia,
maka
sejumlah pasal dalam Pasal 5 ayat (1) ke-1 tetap dapat diberlakukan hukum
pidana Indonesia. Namun beberapa pasal lain mengenai kejahatan bisa saja
diberlakukan asas personal, yang dapat dialihkan penyelesaian kasusnya di
negara Indonesia kalau memang sudah ada perjanjian ekstradisi antar dua negara
yang bersangkuta.
Semisal masalah tersebut di menangkan oleh Indonesia
untuk menyelesaikan hukuman bagi sang pelaku maka hokum yang pantai adalah
tindak pidana kejahatan terhadap nyawa orang lain yang mana telah di atur pada
Pasal 338
Barang siapa
dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan
pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 339
Pembunuhan
yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu perbuatan pidana, yang
dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya,
atau untuk melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana dalam hal
tertangkap tangan, ataupun untuk memastikan penguasaan barang yang diperolehnya
secara melawan hukum, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau selama
waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.
Pasal 340
Barang
siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang
lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana rnati atau pidana
penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.
Pasal 341
Seorang
ibu yang karena takut akan ketahuan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan
atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya, diancam karena
membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 342
Seorang
ibu yang untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut akan ketahuan
bahwa ia akan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian
merampas nyawa anaknya, diancam karena melakukan pembunuhan anak sendiri dengan
rencana, dengan pidana penjara paling lama semhi- lan tahun.
Pasal 343
Kejahatan
yang diterangkan dalam pasal 341 dan 342 dipandang bagi orang lain yang turut
serta melakukan, sebagai pembunuhan atau pembunuhan anak dengan rencana.
Pasal 344
Barang
siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas
dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara paling lama
dua belas tahun.
Pasal 345
Barang
siapa sengaja mendorong orang lain untuk bunuh diri, menolongnya dalam
perbuatan itu atau memberi sarana kepadanya untuk itu, diancam dengan pidana
penjara paling lama empat tahun kalau orang itu jadi bunuh diri.
Pasal 346
Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau
menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat
tahun.
Pasal 347
(1)
Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua
belas tahun.
(2)
Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut diancam dengan pidana
penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 348
(1)
Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima
tahun enam bulan.
(2)
Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana
penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 349
Jika
seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan
pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang
diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal
itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan
pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.
Pasal 350
Dalam
hal pemidanaan karena pembunuhan, karena pembunuhan dengan rencana, atau karena
salah satu kejahatan berdasarkan Pasal 344, 347 dan 348, dapat dijatuhkan
pencabutan hak berdasarkan pasal 35 No. 1- 5.
Jadi berdasarakan KUHP kejadian
pembunuhan tersebut dapat di jerat dengan Pasal 338 “Barang siapa dengan
sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana
penjara paling lama Lima belas tahun”.
BAB III
KESIMPULAN
Dapat kita ambil kesimpulan bahwa setiap warga Negara
Indonesia yang melakukan tindak pidana baik di
dalam wilayah Indonesia sendiri ataupun tidak dapat dijerat dengan
hukuman pidana sesuai dengan KUHP pasal 5 namun berlaku
hanya untuk kejahatan – kejahatan tertentu saja artinya tidak semua ketentuan
pidana dalam perundang – undangan Indonesia berlaku terhadap warga negara
Indonesia ketika warga negara itu sedang berada di luar wilayah negara
Indonesia, melainkan pada ketentuan perundang – undangan pidana tertentu dan
atau dengan syarat – syarat tertentu.
Ketentuan
pidana tertentu ialah ketentuan pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat
(1) sub 1, yakni terhadap semua kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan
Bab II Buku II, dan pasal – pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I
adalah Mengenai Kejahataan Terhadap Keamanan Negara (104-129), dan Bab II
adalah Mengenai Kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden
(130-139), dan sebagaimana pasal – pasal yang telah ditentukan yaitu mengenai
penghasutan, penyebaran surat – surat yang mengandunng penghasutan, membuat
tidak cakap untuk dinas militer, bigami dan perampokan. Pengaturan asas
personal ini untuk lebih jelasnya dapat kita lihat dalam pasal 5 s.d 8 KUHP,
tetapi pasal – pasal tersebut dibatasi oleh pasal 9 KUHP yaitu oleh
pengecualian – pengecualian yang diakui dalam hukum internasional.
‘
TUGAS MALAKAH HUKUM
PIDANA
“PENEGAKAN HUKUM
PIDANA INDONESIA BERDASARKAN ASAS NASIONALITAS AKTIF”
DISUSUN
OLEH:
INDRA KURNIAWAN
INDRA KURNIAWAN
(2015115002/SORE
K)
UNIVERSITAS MADURA
Kata pengantar
Puji syukur saya ucapkan pada Pemilik Seluruh Kerajaan
Semesta yang telah melimpahkan nikmat-Nya kepada kita semua. Sholawat dan salam
selalu tercurahkan pada teladan kita, Rasulullah SAW.
Dalam
proses penyusunan makalah . banyak bantuan dari berbagai pihak . karena itu
saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : kedua orang tua
yang telah memberi dukungan serta kepercayaan dari sanalah proses penyusunan
makalah ini dapat terselesaikan
Menyadari
banyaknya kekurangan dalam penyusunan makalah in karena itu sayan sangat
mengharap adanya kritik dan saran untuk melngkapi segala bentuk kekurangan yang
ada
Pamekasan
11 April 2016
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Hukum Pidana adalah
keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan apa yang
dilarang dan termasuk ke dalam tindak pidana, serta menentukan hukuman apa yang
dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya.
Menurut Prof.
Moeljatno, S.H. Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang
berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk
Menentukan perbuatan-perbuatan mana
yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang, dengan disertai ancaman atau
sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan
tersebut.
Menentukan kapan dan
dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu
dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.
Menentukan dengan cara
bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang
disangka telah melanggar larangan tersebut.
Sedangkan menurut
Sudarsono, pada prinsipnya Hukum Pidana adalah yang mengatur tentang kejahatan
dan pelanggaran terhadap kepentingan umum dan perbuatan tersebut diancam dengan
pidana yang merupakan suatu penderitaan.
Dengan demikian hukum
pidana bukanlah mengadakan norma hukum sendiri, melainkan sudah terletak pada
norma lain dan sanksi pidana. Diadakan untuk menguatkan ditaatinya norma-norma
lain tersebut, misalnya norma agama dan kesusilaan.
BAB II
PERMASALAHAN
Hukum pidana merupakan
gejala sosial budaya yang berfungsi untuk menerapkan kaidah-kaidah dan
pola-pola perilaku terhadap individu dalam masyarakat. Apabila hukum yang
berlaku di dalam masyarakat tidak sesuai dengan kebutuhan serta kepentingan
umum maka ia akan mencoba mencari jalan untuk menyimpang. Segala bentuk tingkah
laku yang meyimpang yang mengangngu serta merugikan dalam kehidupan masyarakat
tersebut dapat diartikan sebagai perilaku jahat. Hukum menetapkan apa yang
harus di lakukan dan tidak dilakukan. Sejak orde baru masalah stabilitas nasional
termasuk dalam penegekan hukum itu sendiri menjadi komponen utama dalam masalah
pembangunan dan kemajuan suatu bangsa banyaknya tindak kejahatan tentu saja
menimbulkan banyak kerugian bagi negara indonesia itu sendiri baik dalam sektor
ekonomi dan sosial budaya . Namun seiring perkembangan zaman di era global ini
banyak dari individu-individu melakukan penyimpangan-penyimpangan tersebut
tidak hanya dalam wilayah dimana dia tinggal melainkan mereka juga sekaranga
banyak yang melanggar hukum dan perilaku yang seharusnya tidak dilakukan di
luar negara yang mengatur hukum itu sendiri dalam hal ini indonesia tentu saja
hal seperti itu menimbulkan kerugian bagi hubungan diplomatik negara dengan
negara lain. Lantas apa bisa mereka di jerat dengan hukum yang berlaku di
negaranya sedangkan mereka melakukannya di luar batas negara indonesia dan
semisal bisa lantas hukuman apa yang akan di dapatkan para pelanggar hukum
tersebut
BAB III
PEMBAHASAN
Sebelum membahas
tentang masalah utama yang terjadi di era global sebagaimana di atas telah di
sebutkan kita terlebih dulu harus tau apa hukum pidana itu sendiri apa sumber
sumber-sumber dari hukum pidana itu sendiri apa saja asas-asas yang berlaku
pada hukum pidana Hukum
Pidana adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan
apa yang dilarang dan termasuk ke dalam tindak pidana, serta menentukan hukuman
apa yang dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya.
Menurut Prof.
Moeljatno, S.H. Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku
di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk
Menentukan perbuatan-perbuatan mana
yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang, dengan disertai ancaman atau
sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan
tersebut.
Sumber Hukum Pidana
dapat dibedakan atas sumber hukum tertulis dan sumber hukum yang tidak
tertulis. Di Indonesia sendiri, kita belum memiliki Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana Nasional, sehingga masih diberlakukan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
warisan dari pemerintah kolonial Hindia Belanda. Adapun sistematika Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana antara lain :
Buku I Tentang Ketentuan Umum (Pasal
1-103).
Buku II Tentang Kejahatan (Pasal
104-488).
Buku III Tentang Pelanggaran (Pasal
489-569).
Dan juga ada beberapa Undang-undang
yang mengatur tindak pidana khusus yang dibuat setelah kemerdekaan antara lain:
UU No. 8 Drt Tahun 1955 Tentang tindak
Pidana Imigrasi.
UU No. 9 Tahun 1967 Tentang Norkoba.
UU No. 16 Tahun Tahun 2003 Tentang Anti
Terorisme. dll
Ketentuan-ketentuan Hukum Pidana,
selain termuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana maupun UU Khusus, juga
terdapat dalam berbagai Peraturan Perundang-Undangan lainnya, seperti UU. No. 5
Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, UU No. 9 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta dan
sebagainya
Asas-Asas
Hukum Pidana Antara lain Ialah:
Asas
Legalitas, tidak ada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan
aturan pidana dalam Peraturan Perundang-Undangan yang telah ada sebelum
perbuatan itu dilakukan (Pasal 1 Ayat (1) KUHP).[butuh rujukan] Jika sesudah
perbuatan dilakukan ada perubahan dalam Peraturan Perundang-Undangan, maka yang
dipakai adalah aturan yang paling ringan sanksinya bagi terdakwa (Pasal 1 Ayat
(2) KUHP)
Asas
Tiada Pidana Tanpa Kesalahan, Untuk menjatuhkan pidana kepada orang yang telah
melakukan tindak pidana, harus dilakukan bilamana ada unsur kesalahan pada diri
orang tersebut.
Asas
teritorial, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku atas semua
peristiwa pidana yang terjadi di daerah yang menjadi wilayah teritorial Negara
Kesatuan Republik Indonesia, termasuk pula kapal berbendera Indonesia, pesawat
terbang Indonesia, dan gedung kedutaan dan konsul Indonesia di negara asing
(pasal 2 KUHP).
Asas
nasionalitas aktif, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi semua
WNI yang melakukan tindak pidana di mana pun ia berada (pasal 5 KUHP).
Asas nasionalitas pasif, artinya
ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi semua tindak pidana yang
merugikan kepentingan negara (pasal 4 KUHP).
Berkaitan dengan permasalahan yang telah di sebutkan di atas
bahwa pada era global banyak pelanggar hukum yang melanggar hukum di luar
wilayah Indonesia jadi apakah mereka dapat di jerat dengan hukum dan apa sanksi
yang pantas bagi mereka berdasarkan asas nasional aktif.
Sebagai warga negara yang tunduk
pada aturan hukum yang berlaku, sudah
tentu setiap melakukan tindakan yang melawan hukum akan dikenakan sanksi
sesuai dengan perbuatan yang dilakukan. Tidak menjadi masalah dimanapun kita
berada, karena sekalipun kita berada di luar wilayah negara Indonesia hukum
pidana Indonesia tetap berlaku.
KUHP (Kitab Undang – Undang Hukum
Pidana) mengatur mengenai kejahatan dan pelanggaran terhadap kepentingan
individu dan umum. Di dalam KUHP inilah terkandung asas personal yang bertitik
tolak pada orang yang melakukan perbuatan pidana. Di dalam KUHP pasal 5 ayat
(1) menentukan sejumlah pasal yang jika dilakukan oleh orang Indonesia di
luar negeri maka diberlakukan hukum pidana Indonesia.
Tetapi memang tidak semua
perbuatan pidana yang dilakukan oleh WNI dapat diadili di negara Indonesia
karena bisa saja terjadi double criminality, yang menyatakan tindak pidana yang dilakukan oleh WNI
ini juga merupakan tindak pidana di negara tempat ia melakukan tindak pidana
itu. Sehingga WNI dapat diadili dan di eksekusi di negara tempat ia melakukan
perbuatan pidana tersebut, walaupu begitu Negara Indonesia tetap mempunyai
kewajiban untuk membela warga negaranya.
Sebagaimana yang telah diuraikan
di atas, bahwa asas personal ini berlaku hanya untuk kejahatan – kejahatan
tertentu saja artinya tidak semua ketentuan pidana dalam perundang – undangan
Indonesia berlaku terhadap warga negara Indonesia ketika warga negara itu
sedang berada di luar wilayah negara Indonesia, melainkan pada ketentuan
perundang – undangan pidana tertentu dan atau dengan syarat – syarat tertentu.
Ketentuan pidana tertentu ialah
ketentuan pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat (1) sub 1, yakni
terhadap semua kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan Bab II Buku II, dan
pasal – pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I adalah Mengenai
Kejahataan Terhadap Keamanan Negara (104-129), dan Bab II adalah Mengenai
Kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden (130-139), dan
sebagaimana pasal – pasal yang telah ditentukan yaitu mengenai penghasutan,
penyebaran surat – surat yang mengandunng penghasutan, membuat tidak cakap
untuk dinas militer, bigami dan perampokan. Pengaturan asas personal ini untuk
lebih jelasnya dapat kita lihat dalam pasal 5 s.d 8 KUHP, tetapi pasal – pasal
tersebut dibatasi oleh pasal 9 KUHP yaitu oleh pengecualian – pengecualian yang
diakui dalam hukum internasional. Mengenai hukuman apa yang dapat
dijatuhkan terhadap seseorang yang telah bersalah melanggar ketentuan-ketentuan
dalam undang-undang hukum pidana, dalam Pasal 10 KUHP ditentukan macam-macam
hukuman yang dapat dijatuhkan, yaitu sebagai berikut:
Hukuman-Hukuman
Pokok
Hukuman
mati, tentang hukuman mati ini terdapat negara-negara yang telah menghapuskan
bentuknya hukuman ini, seperti Belanda, tetapi di Indonesia sendiri hukuman
mati ini kadang masih diberlakukan untuk beberapa hukuman walaupun masih
banyaknya pro-kontra terhadap hukuman ini.
Hukuman
penjara, hukuman penjara sendiri dibedakan ke dalam hukuman penjara seumur
hidup dan penjara sementara. Hukuman penjara sementara minimal 1 tahun dan
maksimal 20 tahun. Terpidana wajib tinggal dalam penjara selama masa hukuman
dan wajib melakukan pekerjaan yang ada di dalam maupun di luar penjara dan
terpidana tidak mempunyai Hak Vistol.
Hukuman
kurungan, hukuman ini kondisinya tidak seberat hukuman penjara dan dijatuhkan
karena kejahatan-kejahatan ringan atau pelanggaran.[butuh rujukan]
Biasanyapterhukum dapat memilih antara hukuman kurungan atau hukuman
denda.[butuh rujukan] Bedanya hukuman kurungan dengan hukuman penjara adalah
pada hukuman kurungan terpidana tidak dapat ditahan di luar tempat daerah
tinggalnya kalau ia tidak mau sedangkan pada hukuman penjara dapat dipenjarakan
di mana saja, pekerjaan paksa yang dibebankan kepada terpidana penjara lebih
berat dibandingkan dengan pekerjaan yang harus dilakukan oleh terpidana
kurungan dan terpidana kurungan mempunyai Hak Vistol (hak untuk memperbaiki
nasib) sedangkan pada hukuman penjara tidak demikian.
Hukuman
denda, Dalam hal ini terpidana boleh memilih sendiri antara denda dengan
kurungan. Maksimum kurungan pengganti denda adalah 6 Bulan.
Hukuman
tutupan, hukuman ini dijatuhkan berdasarkan alasan-alasan politik terhadap
orang-orang yang telah melakukan kejahatan yang diancam dengan hukuman penjara
oleh KUHP.
Hukuman
Tambahan Hukuman tambahan tidak dapat dijatuhkan secara tersendiri melainkan
harus disertakan pada hukuman pokok, hukuman tambahan tersebut antara lain:
Pencabutan
hak-hak tertentu.
Penyitaan
barang-barang tertentu
Pengumuman
keputusan hakim
Namun kembali pada persoalan di
atas mengenai warga Negara Indonesia yang melanggar hokum di luar wilayah
Indonesia terdapat pengucualian Ketentuan pidana tertentu ialah ketentuan
pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat (1) sub 1, yakni terhadap semua
kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan Bab II Buku II, dan pasal – pasal
160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I adalah Mengenai Kejahataan Terhadap
Keamanan Negara (104-129), dan Bab II adalah Mengenai Kejahatan Terhadap
Martabat Presiden dan Wakil Presiden (130-139), dan sebagaimana pasal – pasal
yang telah ditentukan yaitu mengenai penghasutan, penyebaran surat – surat yang
mengandunng penghasutan, membuat tidak cakap untuk dinas militer, bigami dan
perampokan. Pengaturan asas personal ini untuk lebih jelasnya dapat kita lihat
dalam pasal 5 s.d 8 KUHP, tetapi pasal – pasal tersebut dibatasi oleh pasal 9
KUHP yaitu oleh pengecualian – pengecualian yang diakui dalam hukum
internasional. Contoh dari pelanggaran hokum pidana di luar negeri contoh
sebuah kasus yang berkaitan dengan penerapan asas personal ini. contoh kasus
yang akan saya angkat dalam makalah ini salah satunya adalah mengenai kejahatan
pembunuhan yang dilakukan oleh WNI di negera Mesir, dalam kasus ini negara
Indonesia bisa saja mengadili warga
negaranya di Indonesia namun
ternyata hal ini tidak dapat dilakukan, faktanya bahwa kejahatan mengenai
pembunuhan ini juga diatur tegas di negara tempat WNI itu melakukan tindak
pidana (Mesir), maka kasus ini dikembalikan kepada hukum internasional
yang mengatur mengenai hukum pidana kemudian dilihat juga ada atau tidaknya
perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Mesir, sehingga dapat diketahui
akhirnya bahwa kewenangan menerapakan yuridiksi ada pada Mesir sebagai negaralocus
delicti. Selain itu Mesirpun memiliki asas territorial (berkaitan
dengan locus delicti) yang memperkokoh yuridiksi atas kasus
pembunuhan oleh WNI tersebut.
Mengenai kasus pembunuhan tersebut penerapan asas
personal ini mengalami kendala – kendala karena ada banyak faktor yang
menguatkan yuridiksi hukum Mesir, diantaranya adalah karena Mesir juga memiliki
batas berlakunya hukum pidana menurut tempat (locus delicti) dalam hal
ini asas personal seperti halnya Indonesia, kemudian tidak adanya perjanjian
ekstradisi antara Indonesia dengan Mesir sehingga negara Indonesia tidak dapat
meminta penyelesaian kasus di negaranya.
Jadi, KUHP Indonesia yang di dalamnya terkandung asas
personal ini dapat diterapkan dalam praktek bagi WNI yang berada di luar
wilayah Negara Indonesia, selama memang perbuatan pidana/tindak pidana yang
dilakukan adalah sesuai dengan apa yang di cantumkan dalam Bab I dan II Buku II
dan beberapa pasal dalam pasal 5 ayat (1) ke-1 yang telah disebutkan di atas.
Di sini tidak dipersoalkan apakah tindak pidana tersebut dianggap sebagai
kejahatan menurut hukum pidana negara tempat orang Indonesia itu berada. Karena
dianggap membahayakan kepentingan negara Indonesia,
maka
sejumlah pasal dalam Pasal 5 ayat (1) ke-1 tetap dapat diberlakukan hukum
pidana Indonesia. Namun beberapa pasal lain mengenai kejahatan bisa saja
diberlakukan asas personal, yang dapat dialihkan penyelesaian kasusnya di
negara Indonesia kalau memang sudah ada perjanjian ekstradisi antar dua negara
yang bersangkuta.
Semisal masalah tersebut di menangkan oleh Indonesia
untuk menyelesaikan hukuman bagi sang pelaku maka hokum yang pantai adalah
tindak pidana kejahatan terhadap nyawa orang lain yang mana telah di atur pada
Pasal 338
Barang siapa
dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan
pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 339
Pembunuhan
yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu perbuatan pidana, yang
dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya,
atau untuk melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana dalam hal
tertangkap tangan, ataupun untuk memastikan penguasaan barang yang diperolehnya
secara melawan hukum, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau selama
waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.
Pasal 340
Barang
siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang
lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana rnati atau pidana
penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.
Pasal 341
Seorang
ibu yang karena takut akan ketahuan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan
atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya, diancam karena
membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 342
Seorang
ibu yang untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut akan ketahuan
bahwa ia akan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian
merampas nyawa anaknya, diancam karena melakukan pembunuhan anak sendiri dengan
rencana, dengan pidana penjara paling lama semhi- lan tahun.
Pasal 343
Kejahatan
yang diterangkan dalam pasal 341 dan 342 dipandang bagi orang lain yang turut
serta melakukan, sebagai pembunuhan atau pembunuhan anak dengan rencana.
Pasal 344
Barang
siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas
dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara paling lama
dua belas tahun.
Pasal 345
Barang
siapa sengaja mendorong orang lain untuk bunuh diri, menolongnya dalam
perbuatan itu atau memberi sarana kepadanya untuk itu, diancam dengan pidana
penjara paling lama empat tahun kalau orang itu jadi bunuh diri.
Pasal 346
Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau
menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat
tahun.
Pasal 347
(1)
Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua
belas tahun.
(2)
Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut diancam dengan pidana
penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 348
(1)
Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima
tahun enam bulan.
(2)
Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana
penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 349
Jika
seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan
pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang
diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal
itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan
pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.
Pasal 350
Dalam
hal pemidanaan karena pembunuhan, karena pembunuhan dengan rencana, atau karena
salah satu kejahatan berdasarkan Pasal 344, 347 dan 348, dapat dijatuhkan
pencabutan hak berdasarkan pasal 35 No. 1- 5.
Jadi berdasarakan KUHP kejadian
pembunuhan tersebut dapat di jerat dengan Pasal 338 “Barang siapa dengan
sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana
penjara paling lama Lima belas tahun”.
BAB III
KESIMPULAN
Dapat kita ambil kesimpulan bahwa setiap warga Negara
Indonesia yang melakukan tindak pidana baik di
dalam wilayah Indonesia sendiri ataupun tidak dapat dijerat dengan
hukuman pidana sesuai dengan KUHP pasal 5 namun berlaku
hanya untuk kejahatan – kejahatan tertentu saja artinya tidak semua ketentuan
pidana dalam perundang – undangan Indonesia berlaku terhadap warga negara
Indonesia ketika warga negara itu sedang berada di luar wilayah negara
Indonesia, melainkan pada ketentuan perundang – undangan pidana tertentu dan
atau dengan syarat – syarat tertentu.
Ketentuan
pidana tertentu ialah ketentuan pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat
(1) sub 1, yakni terhadap semua kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan
Bab II Buku II, dan pasal – pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I
adalah Mengenai Kejahataan Terhadap Keamanan Negara (104-129), dan Bab II
adalah Mengenai Kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden
(130-139), dan sebagaimana pasal – pasal yang telah ditentukan yaitu mengenai
penghasutan, penyebaran surat – surat yang mengandunng penghasutan, membuat
tidak cakap untuk dinas militer, bigami dan perampokan. Pengaturan asas
personal ini untuk lebih jelasnya dapat kita lihat dalam pasal 5 s.d 8 KUHP,
tetapi pasal – pasal tersebut dibatasi oleh pasal 9 KUHP yaitu oleh
pengecualian – pengecualian yang diakui dalam hukum internasional.
‘
TUGAS MALAKAH HUKUM
PIDANA
“PENEGAKAN HUKUM
PIDANA INDONESIA BERDASARKAN ASAS NASIONALITAS AKTIF”
DISUSUN
OLEH:
INDRA KURNIAWAN
INDRA KURNIAWAN
(2015115002/SORE
K)
UNIVERSITAS MADURA
Kata pengantar
Puji syukur saya ucapkan pada Pemilik Seluruh Kerajaan
Semesta yang telah melimpahkan nikmat-Nya kepada kita semua. Sholawat dan salam
selalu tercurahkan pada teladan kita, Rasulullah SAW.
Dalam
proses penyusunan makalah . banyak bantuan dari berbagai pihak . karena itu
saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : kedua orang tua
yang telah memberi dukungan serta kepercayaan dari sanalah proses penyusunan
makalah ini dapat terselesaikan
Menyadari
banyaknya kekurangan dalam penyusunan makalah in karena itu sayan sangat
mengharap adanya kritik dan saran untuk melngkapi segala bentuk kekurangan yang
ada
Pamekasan
11 April 2016
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Hukum Pidana adalah
keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan apa yang
dilarang dan termasuk ke dalam tindak pidana, serta menentukan hukuman apa yang
dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya.
Menurut Prof.
Moeljatno, S.H. Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang
berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk
Menentukan perbuatan-perbuatan mana
yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang, dengan disertai ancaman atau
sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan
tersebut.
Menentukan kapan dan
dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu
dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.
Menentukan dengan cara
bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang
disangka telah melanggar larangan tersebut.
Sedangkan menurut
Sudarsono, pada prinsipnya Hukum Pidana adalah yang mengatur tentang kejahatan
dan pelanggaran terhadap kepentingan umum dan perbuatan tersebut diancam dengan
pidana yang merupakan suatu penderitaan.
Dengan demikian hukum
pidana bukanlah mengadakan norma hukum sendiri, melainkan sudah terletak pada
norma lain dan sanksi pidana. Diadakan untuk menguatkan ditaatinya norma-norma
lain tersebut, misalnya norma agama dan kesusilaan.
BAB II
PERMASALAHAN
Hukum pidana merupakan
gejala sosial budaya yang berfungsi untuk menerapkan kaidah-kaidah dan
pola-pola perilaku terhadap individu dalam masyarakat. Apabila hukum yang
berlaku di dalam masyarakat tidak sesuai dengan kebutuhan serta kepentingan
umum maka ia akan mencoba mencari jalan untuk menyimpang. Segala bentuk tingkah
laku yang meyimpang yang mengangngu serta merugikan dalam kehidupan masyarakat
tersebut dapat diartikan sebagai perilaku jahat. Hukum menetapkan apa yang
harus di lakukan dan tidak dilakukan. Sejak orde baru masalah stabilitas nasional
termasuk dalam penegekan hukum itu sendiri menjadi komponen utama dalam masalah
pembangunan dan kemajuan suatu bangsa banyaknya tindak kejahatan tentu saja
menimbulkan banyak kerugian bagi negara indonesia itu sendiri baik dalam sektor
ekonomi dan sosial budaya . Namun seiring perkembangan zaman di era global ini
banyak dari individu-individu melakukan penyimpangan-penyimpangan tersebut
tidak hanya dalam wilayah dimana dia tinggal melainkan mereka juga sekaranga
banyak yang melanggar hukum dan perilaku yang seharusnya tidak dilakukan di
luar negara yang mengatur hukum itu sendiri dalam hal ini indonesia tentu saja
hal seperti itu menimbulkan kerugian bagi hubungan diplomatik negara dengan
negara lain. Lantas apa bisa mereka di jerat dengan hukum yang berlaku di
negaranya sedangkan mereka melakukannya di luar batas negara indonesia dan
semisal bisa lantas hukuman apa yang akan di dapatkan para pelanggar hukum
tersebut
BAB III
PEMBAHASAN
Sebelum membahas
tentang masalah utama yang terjadi di era global sebagaimana di atas telah di
sebutkan kita terlebih dulu harus tau apa hukum pidana itu sendiri apa sumber
sumber-sumber dari hukum pidana itu sendiri apa saja asas-asas yang berlaku
pada hukum pidana Hukum
Pidana adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan
apa yang dilarang dan termasuk ke dalam tindak pidana, serta menentukan hukuman
apa yang dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya.
Menurut Prof.
Moeljatno, S.H. Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku
di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk
Menentukan perbuatan-perbuatan mana
yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang, dengan disertai ancaman atau
sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan
tersebut.
Sumber Hukum Pidana
dapat dibedakan atas sumber hukum tertulis dan sumber hukum yang tidak
tertulis. Di Indonesia sendiri, kita belum memiliki Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana Nasional, sehingga masih diberlakukan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
warisan dari pemerintah kolonial Hindia Belanda. Adapun sistematika Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana antara lain :
Buku I Tentang Ketentuan Umum (Pasal
1-103).
Buku II Tentang Kejahatan (Pasal
104-488).
Buku III Tentang Pelanggaran (Pasal
489-569).
Dan juga ada beberapa Undang-undang
yang mengatur tindak pidana khusus yang dibuat setelah kemerdekaan antara lain:
UU No. 8 Drt Tahun 1955 Tentang tindak
Pidana Imigrasi.
UU No. 9 Tahun 1967 Tentang Norkoba.
UU No. 16 Tahun Tahun 2003 Tentang Anti
Terorisme. dll
Ketentuan-ketentuan Hukum Pidana,
selain termuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana maupun UU Khusus, juga
terdapat dalam berbagai Peraturan Perundang-Undangan lainnya, seperti UU. No. 5
Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, UU No. 9 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta dan
sebagainya
Asas-Asas
Hukum Pidana Antara lain Ialah:
Asas
Legalitas, tidak ada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan
aturan pidana dalam Peraturan Perundang-Undangan yang telah ada sebelum
perbuatan itu dilakukan (Pasal 1 Ayat (1) KUHP).[butuh rujukan] Jika sesudah
perbuatan dilakukan ada perubahan dalam Peraturan Perundang-Undangan, maka yang
dipakai adalah aturan yang paling ringan sanksinya bagi terdakwa (Pasal 1 Ayat
(2) KUHP)
Asas
Tiada Pidana Tanpa Kesalahan, Untuk menjatuhkan pidana kepada orang yang telah
melakukan tindak pidana, harus dilakukan bilamana ada unsur kesalahan pada diri
orang tersebut.
Asas
teritorial, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku atas semua
peristiwa pidana yang terjadi di daerah yang menjadi wilayah teritorial Negara
Kesatuan Republik Indonesia, termasuk pula kapal berbendera Indonesia, pesawat
terbang Indonesia, dan gedung kedutaan dan konsul Indonesia di negara asing
(pasal 2 KUHP).
Asas
nasionalitas aktif, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi semua
WNI yang melakukan tindak pidana di mana pun ia berada (pasal 5 KUHP).
Asas nasionalitas pasif, artinya
ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi semua tindak pidana yang
merugikan kepentingan negara (pasal 4 KUHP).
Berkaitan dengan permasalahan yang telah di sebutkan di atas
bahwa pada era global banyak pelanggar hukum yang melanggar hukum di luar
wilayah Indonesia jadi apakah mereka dapat di jerat dengan hukum dan apa sanksi
yang pantas bagi mereka berdasarkan asas nasional aktif.
Sebagai warga negara yang tunduk
pada aturan hukum yang berlaku, sudah
tentu setiap melakukan tindakan yang melawan hukum akan dikenakan sanksi
sesuai dengan perbuatan yang dilakukan. Tidak menjadi masalah dimanapun kita
berada, karena sekalipun kita berada di luar wilayah negara Indonesia hukum
pidana Indonesia tetap berlaku.
KUHP (Kitab Undang – Undang Hukum
Pidana) mengatur mengenai kejahatan dan pelanggaran terhadap kepentingan
individu dan umum. Di dalam KUHP inilah terkandung asas personal yang bertitik
tolak pada orang yang melakukan perbuatan pidana. Di dalam KUHP pasal 5 ayat
(1) menentukan sejumlah pasal yang jika dilakukan oleh orang Indonesia di
luar negeri maka diberlakukan hukum pidana Indonesia.
Tetapi memang tidak semua
perbuatan pidana yang dilakukan oleh WNI dapat diadili di negara Indonesia
karena bisa saja terjadi double criminality, yang menyatakan tindak pidana yang dilakukan oleh WNI
ini juga merupakan tindak pidana di negara tempat ia melakukan tindak pidana
itu. Sehingga WNI dapat diadili dan di eksekusi di negara tempat ia melakukan
perbuatan pidana tersebut, walaupu begitu Negara Indonesia tetap mempunyai
kewajiban untuk membela warga negaranya.
Sebagaimana yang telah diuraikan
di atas, bahwa asas personal ini berlaku hanya untuk kejahatan – kejahatan
tertentu saja artinya tidak semua ketentuan pidana dalam perundang – undangan
Indonesia berlaku terhadap warga negara Indonesia ketika warga negara itu
sedang berada di luar wilayah negara Indonesia, melainkan pada ketentuan
perundang – undangan pidana tertentu dan atau dengan syarat – syarat tertentu.
Ketentuan pidana tertentu ialah
ketentuan pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat (1) sub 1, yakni
terhadap semua kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan Bab II Buku II, dan
pasal – pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I adalah Mengenai
Kejahataan Terhadap Keamanan Negara (104-129), dan Bab II adalah Mengenai
Kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden (130-139), dan
sebagaimana pasal – pasal yang telah ditentukan yaitu mengenai penghasutan,
penyebaran surat – surat yang mengandunng penghasutan, membuat tidak cakap
untuk dinas militer, bigami dan perampokan. Pengaturan asas personal ini untuk
lebih jelasnya dapat kita lihat dalam pasal 5 s.d 8 KUHP, tetapi pasal – pasal
tersebut dibatasi oleh pasal 9 KUHP yaitu oleh pengecualian – pengecualian yang
diakui dalam hukum internasional. Mengenai hukuman apa yang dapat
dijatuhkan terhadap seseorang yang telah bersalah melanggar ketentuan-ketentuan
dalam undang-undang hukum pidana, dalam Pasal 10 KUHP ditentukan macam-macam
hukuman yang dapat dijatuhkan, yaitu sebagai berikut:
Hukuman-Hukuman
Pokok
Hukuman
mati, tentang hukuman mati ini terdapat negara-negara yang telah menghapuskan
bentuknya hukuman ini, seperti Belanda, tetapi di Indonesia sendiri hukuman
mati ini kadang masih diberlakukan untuk beberapa hukuman walaupun masih
banyaknya pro-kontra terhadap hukuman ini.
Hukuman
penjara, hukuman penjara sendiri dibedakan ke dalam hukuman penjara seumur
hidup dan penjara sementara. Hukuman penjara sementara minimal 1 tahun dan
maksimal 20 tahun. Terpidana wajib tinggal dalam penjara selama masa hukuman
dan wajib melakukan pekerjaan yang ada di dalam maupun di luar penjara dan
terpidana tidak mempunyai Hak Vistol.
Hukuman
kurungan, hukuman ini kondisinya tidak seberat hukuman penjara dan dijatuhkan
karena kejahatan-kejahatan ringan atau pelanggaran.[butuh rujukan]
Biasanyapterhukum dapat memilih antara hukuman kurungan atau hukuman
denda.[butuh rujukan] Bedanya hukuman kurungan dengan hukuman penjara adalah
pada hukuman kurungan terpidana tidak dapat ditahan di luar tempat daerah
tinggalnya kalau ia tidak mau sedangkan pada hukuman penjara dapat dipenjarakan
di mana saja, pekerjaan paksa yang dibebankan kepada terpidana penjara lebih
berat dibandingkan dengan pekerjaan yang harus dilakukan oleh terpidana
kurungan dan terpidana kurungan mempunyai Hak Vistol (hak untuk memperbaiki
nasib) sedangkan pada hukuman penjara tidak demikian.
Hukuman
denda, Dalam hal ini terpidana boleh memilih sendiri antara denda dengan
kurungan. Maksimum kurungan pengganti denda adalah 6 Bulan.
Hukuman
tutupan, hukuman ini dijatuhkan berdasarkan alasan-alasan politik terhadap
orang-orang yang telah melakukan kejahatan yang diancam dengan hukuman penjara
oleh KUHP.
Hukuman
Tambahan Hukuman tambahan tidak dapat dijatuhkan secara tersendiri melainkan
harus disertakan pada hukuman pokok, hukuman tambahan tersebut antara lain:
Pencabutan
hak-hak tertentu.
Penyitaan
barang-barang tertentu
Pengumuman
keputusan hakim
Namun kembali pada persoalan di
atas mengenai warga Negara Indonesia yang melanggar hokum di luar wilayah
Indonesia terdapat pengucualian Ketentuan pidana tertentu ialah ketentuan
pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat (1) sub 1, yakni terhadap semua
kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan Bab II Buku II, dan pasal – pasal
160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I adalah Mengenai Kejahataan Terhadap
Keamanan Negara (104-129), dan Bab II adalah Mengenai Kejahatan Terhadap
Martabat Presiden dan Wakil Presiden (130-139), dan sebagaimana pasal – pasal
yang telah ditentukan yaitu mengenai penghasutan, penyebaran surat – surat yang
mengandunng penghasutan, membuat tidak cakap untuk dinas militer, bigami dan
perampokan. Pengaturan asas personal ini untuk lebih jelasnya dapat kita lihat
dalam pasal 5 s.d 8 KUHP, tetapi pasal – pasal tersebut dibatasi oleh pasal 9
KUHP yaitu oleh pengecualian – pengecualian yang diakui dalam hukum
internasional. Contoh dari pelanggaran hokum pidana di luar negeri contoh
sebuah kasus yang berkaitan dengan penerapan asas personal ini. contoh kasus
yang akan saya angkat dalam makalah ini salah satunya adalah mengenai kejahatan
pembunuhan yang dilakukan oleh WNI di negera Mesir, dalam kasus ini negara
Indonesia bisa saja mengadili warga
negaranya di Indonesia namun
ternyata hal ini tidak dapat dilakukan, faktanya bahwa kejahatan mengenai
pembunuhan ini juga diatur tegas di negara tempat WNI itu melakukan tindak
pidana (Mesir), maka kasus ini dikembalikan kepada hukum internasional
yang mengatur mengenai hukum pidana kemudian dilihat juga ada atau tidaknya
perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Mesir, sehingga dapat diketahui
akhirnya bahwa kewenangan menerapakan yuridiksi ada pada Mesir sebagai negaralocus
delicti. Selain itu Mesirpun memiliki asas territorial (berkaitan
dengan locus delicti) yang memperkokoh yuridiksi atas kasus
pembunuhan oleh WNI tersebut.
Mengenai kasus pembunuhan tersebut penerapan asas
personal ini mengalami kendala – kendala karena ada banyak faktor yang
menguatkan yuridiksi hukum Mesir, diantaranya adalah karena Mesir juga memiliki
batas berlakunya hukum pidana menurut tempat (locus delicti) dalam hal
ini asas personal seperti halnya Indonesia, kemudian tidak adanya perjanjian
ekstradisi antara Indonesia dengan Mesir sehingga negara Indonesia tidak dapat
meminta penyelesaian kasus di negaranya.
Jadi, KUHP Indonesia yang di dalamnya terkandung asas
personal ini dapat diterapkan dalam praktek bagi WNI yang berada di luar
wilayah Negara Indonesia, selama memang perbuatan pidana/tindak pidana yang
dilakukan adalah sesuai dengan apa yang di cantumkan dalam Bab I dan II Buku II
dan beberapa pasal dalam pasal 5 ayat (1) ke-1 yang telah disebutkan di atas.
Di sini tidak dipersoalkan apakah tindak pidana tersebut dianggap sebagai
kejahatan menurut hukum pidana negara tempat orang Indonesia itu berada. Karena
dianggap membahayakan kepentingan negara Indonesia,
maka
sejumlah pasal dalam Pasal 5 ayat (1) ke-1 tetap dapat diberlakukan hukum
pidana Indonesia. Namun beberapa pasal lain mengenai kejahatan bisa saja
diberlakukan asas personal, yang dapat dialihkan penyelesaian kasusnya di
negara Indonesia kalau memang sudah ada perjanjian ekstradisi antar dua negara
yang bersangkuta.
Semisal masalah tersebut di menangkan oleh Indonesia
untuk menyelesaikan hukuman bagi sang pelaku maka hokum yang pantai adalah
tindak pidana kejahatan terhadap nyawa orang lain yang mana telah di atur pada
Pasal 338
Barang siapa
dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan
pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 339
Pembunuhan
yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu perbuatan pidana, yang
dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya,
atau untuk melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana dalam hal
tertangkap tangan, ataupun untuk memastikan penguasaan barang yang diperolehnya
secara melawan hukum, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau selama
waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.
Pasal 340
Barang
siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang
lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana rnati atau pidana
penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.
Pasal 341
Seorang
ibu yang karena takut akan ketahuan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan
atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya, diancam karena
membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 342
Seorang
ibu yang untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut akan ketahuan
bahwa ia akan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian
merampas nyawa anaknya, diancam karena melakukan pembunuhan anak sendiri dengan
rencana, dengan pidana penjara paling lama semhi- lan tahun.
Pasal 343
Kejahatan
yang diterangkan dalam pasal 341 dan 342 dipandang bagi orang lain yang turut
serta melakukan, sebagai pembunuhan atau pembunuhan anak dengan rencana.
Pasal 344
Barang
siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas
dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara paling lama
dua belas tahun.
Pasal 345
Barang
siapa sengaja mendorong orang lain untuk bunuh diri, menolongnya dalam
perbuatan itu atau memberi sarana kepadanya untuk itu, diancam dengan pidana
penjara paling lama empat tahun kalau orang itu jadi bunuh diri.
Pasal 346
Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau
menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat
tahun.
Pasal 347
(1)
Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua
belas tahun.
(2)
Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut diancam dengan pidana
penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 348
(1)
Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima
tahun enam bulan.
(2)
Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana
penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 349
Jika
seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan
pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang
diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal
itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan
pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.
Pasal 350
Dalam
hal pemidanaan karena pembunuhan, karena pembunuhan dengan rencana, atau karena
salah satu kejahatan berdasarkan Pasal 344, 347 dan 348, dapat dijatuhkan
pencabutan hak berdasarkan pasal 35 No. 1- 5.
Jadi berdasarakan KUHP kejadian
pembunuhan tersebut dapat di jerat dengan Pasal 338 “Barang siapa dengan
sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana
penjara paling lama Lima belas tahun”.
BAB III
KESIMPULAN
Dapat kita ambil kesimpulan bahwa setiap warga Negara
Indonesia yang melakukan tindak pidana baik di
dalam wilayah Indonesia sendiri ataupun tidak dapat dijerat dengan
hukuman pidana sesuai dengan KUHP pasal 5 namun berlaku
hanya untuk kejahatan – kejahatan tertentu saja artinya tidak semua ketentuan
pidana dalam perundang – undangan Indonesia berlaku terhadap warga negara
Indonesia ketika warga negara itu sedang berada di luar wilayah negara
Indonesia, melainkan pada ketentuan perundang – undangan pidana tertentu dan
atau dengan syarat – syarat tertentu.
Ketentuan
pidana tertentu ialah ketentuan pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat
(1) sub 1, yakni terhadap semua kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan
Bab II Buku II, dan pasal – pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I
adalah Mengenai Kejahataan Terhadap Keamanan Negara (104-129), dan Bab II
adalah Mengenai Kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden
(130-139), dan sebagaimana pasal – pasal yang telah ditentukan yaitu mengenai
penghasutan, penyebaran surat – surat yang mengandunng penghasutan, membuat
tidak cakap untuk dinas militer, bigami dan perampokan. Pengaturan asas
personal ini untuk lebih jelasnya dapat kita lihat dalam pasal 5 s.d 8 KUHP,
tetapi pasal – pasal tersebut dibatasi oleh pasal 9 KUHP yaitu oleh
pengecualian – pengecualian yang diakui dalam hukum internasional.
‘
‘
TUGAS MALAKAH HUKUM
PIDANA
“PENEGAKAN HUKUM
PIDANA INDONESIA BERDASARKAN ASAS NASIONALITAS AKTIF”
DISUSUN
OLEH:
INDRA KURNIAWAN
INDRA KURNIAWAN
(2015115002/SORE
K)
UNIVERSITAS MADURA
Kata pengantar
Puji syukur saya ucapkan pada Pemilik Seluruh Kerajaan
Semesta yang telah melimpahkan nikmat-Nya kepada kita semua. Sholawat dan salam
selalu tercurahkan pada teladan kita, Rasulullah SAW.
Dalam
proses penyusunan makalah . banyak bantuan dari berbagai pihak . karena itu
saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : kedua orang tua
yang telah memberi dukungan serta kepercayaan dari sanalah proses penyusunan
makalah ini dapat terselesaikan
Menyadari
banyaknya kekurangan dalam penyusunan makalah in karena itu sayan sangat
mengharap adanya kritik dan saran untuk melngkapi segala bentuk kekurangan yang
ada
Pamekasan
11 April 2016
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Hukum Pidana adalah
keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan apa yang
dilarang dan termasuk ke dalam tindak pidana, serta menentukan hukuman apa yang
dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya.
Menurut Prof.
Moeljatno, S.H. Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang
berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk
Menentukan perbuatan-perbuatan mana
yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang, dengan disertai ancaman atau
sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan
tersebut.
Menentukan kapan dan
dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu
dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.
Menentukan dengan cara
bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang
disangka telah melanggar larangan tersebut.
Sedangkan menurut
Sudarsono, pada prinsipnya Hukum Pidana adalah yang mengatur tentang kejahatan
dan pelanggaran terhadap kepentingan umum dan perbuatan tersebut diancam dengan
pidana yang merupakan suatu penderitaan.
Dengan demikian hukum
pidana bukanlah mengadakan norma hukum sendiri, melainkan sudah terletak pada
norma lain dan sanksi pidana. Diadakan untuk menguatkan ditaatinya norma-norma
lain tersebut, misalnya norma agama dan kesusilaan.
BAB II
PERMASALAHAN
Hukum pidana merupakan
gejala sosial budaya yang berfungsi untuk menerapkan kaidah-kaidah dan
pola-pola perilaku terhadap individu dalam masyarakat. Apabila hukum yang
berlaku di dalam masyarakat tidak sesuai dengan kebutuhan serta kepentingan
umum maka ia akan mencoba mencari jalan untuk menyimpang. Segala bentuk tingkah
laku yang meyimpang yang mengangngu serta merugikan dalam kehidupan masyarakat
tersebut dapat diartikan sebagai perilaku jahat. Hukum menetapkan apa yang
harus di lakukan dan tidak dilakukan. Sejak orde baru masalah stabilitas nasional
termasuk dalam penegekan hukum itu sendiri menjadi komponen utama dalam masalah
pembangunan dan kemajuan suatu bangsa banyaknya tindak kejahatan tentu saja
menimbulkan banyak kerugian bagi negara indonesia itu sendiri baik dalam sektor
ekonomi dan sosial budaya . Namun seiring perkembangan zaman di era global ini
banyak dari individu-individu melakukan penyimpangan-penyimpangan tersebut
tidak hanya dalam wilayah dimana dia tinggal melainkan mereka juga sekaranga
banyak yang melanggar hukum dan perilaku yang seharusnya tidak dilakukan di
luar negara yang mengatur hukum itu sendiri dalam hal ini indonesia tentu saja
hal seperti itu menimbulkan kerugian bagi hubungan diplomatik negara dengan
negara lain. Lantas apa bisa mereka di jerat dengan hukum yang berlaku di
negaranya sedangkan mereka melakukannya di luar batas negara indonesia dan
semisal bisa lantas hukuman apa yang akan di dapatkan para pelanggar hukum
tersebut
BAB III
PEMBAHASAN
Sebelum membahas
tentang masalah utama yang terjadi di era global sebagaimana di atas telah di
sebutkan kita terlebih dulu harus tau apa hukum pidana itu sendiri apa sumber
sumber-sumber dari hukum pidana itu sendiri apa saja asas-asas yang berlaku
pada hukum pidana Hukum
Pidana adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan
apa yang dilarang dan termasuk ke dalam tindak pidana, serta menentukan hukuman
apa yang dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya.
Menurut Prof.
Moeljatno, S.H. Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku
di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk
Menentukan perbuatan-perbuatan mana
yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang, dengan disertai ancaman atau
sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan
tersebut.
Sumber Hukum Pidana
dapat dibedakan atas sumber hukum tertulis dan sumber hukum yang tidak
tertulis. Di Indonesia sendiri, kita belum memiliki Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana Nasional, sehingga masih diberlakukan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
warisan dari pemerintah kolonial Hindia Belanda. Adapun sistematika Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana antara lain :
Buku I Tentang Ketentuan Umum (Pasal
1-103).
Buku II Tentang Kejahatan (Pasal
104-488).
Buku III Tentang Pelanggaran (Pasal
489-569).
Dan juga ada beberapa Undang-undang
yang mengatur tindak pidana khusus yang dibuat setelah kemerdekaan antara lain:
UU No. 8 Drt Tahun 1955 Tentang tindak
Pidana Imigrasi.
UU No. 9 Tahun 1967 Tentang Norkoba.
UU No. 16 Tahun Tahun 2003 Tentang Anti
Terorisme. dll
Ketentuan-ketentuan Hukum Pidana,
selain termuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana maupun UU Khusus, juga
terdapat dalam berbagai Peraturan Perundang-Undangan lainnya, seperti UU. No. 5
Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, UU No. 9 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta dan
sebagainya
Asas-Asas
Hukum Pidana Antara lain Ialah:
Asas
Legalitas, tidak ada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan
aturan pidana dalam Peraturan Perundang-Undangan yang telah ada sebelum
perbuatan itu dilakukan (Pasal 1 Ayat (1) KUHP).[butuh rujukan] Jika sesudah
perbuatan dilakukan ada perubahan dalam Peraturan Perundang-Undangan, maka yang
dipakai adalah aturan yang paling ringan sanksinya bagi terdakwa (Pasal 1 Ayat
(2) KUHP)
Asas
Tiada Pidana Tanpa Kesalahan, Untuk menjatuhkan pidana kepada orang yang telah
melakukan tindak pidana, harus dilakukan bilamana ada unsur kesalahan pada diri
orang tersebut.
Asas
teritorial, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku atas semua
peristiwa pidana yang terjadi di daerah yang menjadi wilayah teritorial Negara
Kesatuan Republik Indonesia, termasuk pula kapal berbendera Indonesia, pesawat
terbang Indonesia, dan gedung kedutaan dan konsul Indonesia di negara asing
(pasal 2 KUHP).
Asas
nasionalitas aktif, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi semua
WNI yang melakukan tindak pidana di mana pun ia berada (pasal 5 KUHP).
Asas nasionalitas pasif, artinya
ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi semua tindak pidana yang
merugikan kepentingan negara (pasal 4 KUHP).
Berkaitan dengan permasalahan yang telah di sebutkan di atas
bahwa pada era global banyak pelanggar hukum yang melanggar hukum di luar
wilayah Indonesia jadi apakah mereka dapat di jerat dengan hukum dan apa sanksi
yang pantas bagi mereka berdasarkan asas nasional aktif.
Sebagai warga negara yang tunduk
pada aturan hukum yang berlaku, sudah
tentu setiap melakukan tindakan yang melawan hukum akan dikenakan sanksi
sesuai dengan perbuatan yang dilakukan. Tidak menjadi masalah dimanapun kita
berada, karena sekalipun kita berada di luar wilayah negara Indonesia hukum
pidana Indonesia tetap berlaku.
KUHP (Kitab Undang – Undang Hukum
Pidana) mengatur mengenai kejahatan dan pelanggaran terhadap kepentingan
individu dan umum. Di dalam KUHP inilah terkandung asas personal yang bertitik
tolak pada orang yang melakukan perbuatan pidana. Di dalam KUHP pasal 5 ayat
(1) menentukan sejumlah pasal yang jika dilakukan oleh orang Indonesia di
luar negeri maka diberlakukan hukum pidana Indonesia.
Tetapi memang tidak semua
perbuatan pidana yang dilakukan oleh WNI dapat diadili di negara Indonesia
karena bisa saja terjadi double criminality, yang menyatakan tindak pidana yang dilakukan oleh WNI
ini juga merupakan tindak pidana di negara tempat ia melakukan tindak pidana
itu. Sehingga WNI dapat diadili dan di eksekusi di negara tempat ia melakukan
perbuatan pidana tersebut, walaupu begitu Negara Indonesia tetap mempunyai
kewajiban untuk membela warga negaranya.
Sebagaimana yang telah diuraikan
di atas, bahwa asas personal ini berlaku hanya untuk kejahatan – kejahatan
tertentu saja artinya tidak semua ketentuan pidana dalam perundang – undangan
Indonesia berlaku terhadap warga negara Indonesia ketika warga negara itu
sedang berada di luar wilayah negara Indonesia, melainkan pada ketentuan
perundang – undangan pidana tertentu dan atau dengan syarat – syarat tertentu.
Ketentuan pidana tertentu ialah
ketentuan pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat (1) sub 1, yakni
terhadap semua kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan Bab II Buku II, dan
pasal – pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I adalah Mengenai
Kejahataan Terhadap Keamanan Negara (104-129), dan Bab II adalah Mengenai
Kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden (130-139), dan
sebagaimana pasal – pasal yang telah ditentukan yaitu mengenai penghasutan,
penyebaran surat – surat yang mengandunng penghasutan, membuat tidak cakap
untuk dinas militer, bigami dan perampokan. Pengaturan asas personal ini untuk
lebih jelasnya dapat kita lihat dalam pasal 5 s.d 8 KUHP, tetapi pasal – pasal
tersebut dibatasi oleh pasal 9 KUHP yaitu oleh pengecualian – pengecualian yang
diakui dalam hukum internasional. Mengenai hukuman apa yang dapat
dijatuhkan terhadap seseorang yang telah bersalah melanggar ketentuan-ketentuan
dalam undang-undang hukum pidana, dalam Pasal 10 KUHP ditentukan macam-macam
hukuman yang dapat dijatuhkan, yaitu sebagai berikut:
Hukuman-Hukuman
Pokok
Hukuman
mati, tentang hukuman mati ini terdapat negara-negara yang telah menghapuskan
bentuknya hukuman ini, seperti Belanda, tetapi di Indonesia sendiri hukuman
mati ini kadang masih diberlakukan untuk beberapa hukuman walaupun masih
banyaknya pro-kontra terhadap hukuman ini.
Hukuman
penjara, hukuman penjara sendiri dibedakan ke dalam hukuman penjara seumur
hidup dan penjara sementara. Hukuman penjara sementara minimal 1 tahun dan
maksimal 20 tahun. Terpidana wajib tinggal dalam penjara selama masa hukuman
dan wajib melakukan pekerjaan yang ada di dalam maupun di luar penjara dan
terpidana tidak mempunyai Hak Vistol.
Hukuman
kurungan, hukuman ini kondisinya tidak seberat hukuman penjara dan dijatuhkan
karena kejahatan-kejahatan ringan atau pelanggaran.[butuh rujukan]
Biasanyapterhukum dapat memilih antara hukuman kurungan atau hukuman
denda.[butuh rujukan] Bedanya hukuman kurungan dengan hukuman penjara adalah
pada hukuman kurungan terpidana tidak dapat ditahan di luar tempat daerah
tinggalnya kalau ia tidak mau sedangkan pada hukuman penjara dapat dipenjarakan
di mana saja, pekerjaan paksa yang dibebankan kepada terpidana penjara lebih
berat dibandingkan dengan pekerjaan yang harus dilakukan oleh terpidana
kurungan dan terpidana kurungan mempunyai Hak Vistol (hak untuk memperbaiki
nasib) sedangkan pada hukuman penjara tidak demikian.
Hukuman
denda, Dalam hal ini terpidana boleh memilih sendiri antara denda dengan
kurungan. Maksimum kurungan pengganti denda adalah 6 Bulan.
Hukuman
tutupan, hukuman ini dijatuhkan berdasarkan alasan-alasan politik terhadap
orang-orang yang telah melakukan kejahatan yang diancam dengan hukuman penjara
oleh KUHP.
Hukuman
Tambahan Hukuman tambahan tidak dapat dijatuhkan secara tersendiri melainkan
harus disertakan pada hukuman pokok, hukuman tambahan tersebut antara lain:
Pencabutan
hak-hak tertentu.
Penyitaan
barang-barang tertentu
Pengumuman
keputusan hakim
Namun kembali pada persoalan di
atas mengenai warga Negara Indonesia yang melanggar hokum di luar wilayah
Indonesia terdapat pengucualian Ketentuan pidana tertentu ialah ketentuan
pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat (1) sub 1, yakni terhadap semua
kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan Bab II Buku II, dan pasal – pasal
160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I adalah Mengenai Kejahataan Terhadap
Keamanan Negara (104-129), dan Bab II adalah Mengenai Kejahatan Terhadap
Martabat Presiden dan Wakil Presiden (130-139), dan sebagaimana pasal – pasal
yang telah ditentukan yaitu mengenai penghasutan, penyebaran surat – surat yang
mengandunng penghasutan, membuat tidak cakap untuk dinas militer, bigami dan
perampokan. Pengaturan asas personal ini untuk lebih jelasnya dapat kita lihat
dalam pasal 5 s.d 8 KUHP, tetapi pasal – pasal tersebut dibatasi oleh pasal 9
KUHP yaitu oleh pengecualian – pengecualian yang diakui dalam hukum
internasional. Contoh dari pelanggaran hokum pidana di luar negeri contoh
sebuah kasus yang berkaitan dengan penerapan asas personal ini. contoh kasus
yang akan saya angkat dalam makalah ini salah satunya adalah mengenai kejahatan
pembunuhan yang dilakukan oleh WNI di negera Mesir, dalam kasus ini negara
Indonesia bisa saja mengadili warga
negaranya di Indonesia namun
ternyata hal ini tidak dapat dilakukan, faktanya bahwa kejahatan mengenai
pembunuhan ini juga diatur tegas di negara tempat WNI itu melakukan tindak
pidana (Mesir), maka kasus ini dikembalikan kepada hukum internasional
yang mengatur mengenai hukum pidana kemudian dilihat juga ada atau tidaknya
perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Mesir, sehingga dapat diketahui
akhirnya bahwa kewenangan menerapakan yuridiksi ada pada Mesir sebagai negaralocus
delicti. Selain itu Mesirpun memiliki asas territorial (berkaitan
dengan locus delicti) yang memperkokoh yuridiksi atas kasus
pembunuhan oleh WNI tersebut.
Mengenai kasus pembunuhan tersebut penerapan asas
personal ini mengalami kendala – kendala karena ada banyak faktor yang
menguatkan yuridiksi hukum Mesir, diantaranya adalah karena Mesir juga memiliki
batas berlakunya hukum pidana menurut tempat (locus delicti) dalam hal
ini asas personal seperti halnya Indonesia, kemudian tidak adanya perjanjian
ekstradisi antara Indonesia dengan Mesir sehingga negara Indonesia tidak dapat
meminta penyelesaian kasus di negaranya.
Jadi, KUHP Indonesia yang di dalamnya terkandung asas
personal ini dapat diterapkan dalam praktek bagi WNI yang berada di luar
wilayah Negara Indonesia, selama memang perbuatan pidana/tindak pidana yang
dilakukan adalah sesuai dengan apa yang di cantumkan dalam Bab I dan II Buku II
dan beberapa pasal dalam pasal 5 ayat (1) ke-1 yang telah disebutkan di atas.
Di sini tidak dipersoalkan apakah tindak pidana tersebut dianggap sebagai
kejahatan menurut hukum pidana negara tempat orang Indonesia itu berada. Karena
dianggap membahayakan kepentingan negara Indonesia,
maka
sejumlah pasal dalam Pasal 5 ayat (1) ke-1 tetap dapat diberlakukan hukum
pidana Indonesia. Namun beberapa pasal lain mengenai kejahatan bisa saja
diberlakukan asas personal, yang dapat dialihkan penyelesaian kasusnya di
negara Indonesia kalau memang sudah ada perjanjian ekstradisi antar dua negara
yang bersangkuta.
Semisal masalah tersebut di menangkan oleh Indonesia
untuk menyelesaikan hukuman bagi sang pelaku maka hokum yang pantai adalah
tindak pidana kejahatan terhadap nyawa orang lain yang mana telah di atur pada
Pasal 338
Barang siapa
dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan
pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 339
Pembunuhan
yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu perbuatan pidana, yang
dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya,
atau untuk melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana dalam hal
tertangkap tangan, ataupun untuk memastikan penguasaan barang yang diperolehnya
secara melawan hukum, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau selama
waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.
Pasal 340
Barang
siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang
lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana rnati atau pidana
penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.
Pasal 341
Seorang
ibu yang karena takut akan ketahuan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan
atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya, diancam karena
membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 342
Seorang
ibu yang untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut akan ketahuan
bahwa ia akan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian
merampas nyawa anaknya, diancam karena melakukan pembunuhan anak sendiri dengan
rencana, dengan pidana penjara paling lama semhi- lan tahun.
Pasal 343
Kejahatan
yang diterangkan dalam pasal 341 dan 342 dipandang bagi orang lain yang turut
serta melakukan, sebagai pembunuhan atau pembunuhan anak dengan rencana.
Pasal 344
Barang
siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas
dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara paling lama
dua belas tahun.
Pasal 345
Barang
siapa sengaja mendorong orang lain untuk bunuh diri, menolongnya dalam
perbuatan itu atau memberi sarana kepadanya untuk itu, diancam dengan pidana
penjara paling lama empat tahun kalau orang itu jadi bunuh diri.
Pasal 346
Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau
menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat
tahun.
Pasal 347
(1)
Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua
belas tahun.
(2)
Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut diancam dengan pidana
penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 348
(1)
Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima
tahun enam bulan.
(2)
Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana
penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 349
Jika
seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan
pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang
diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal
itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan
pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.
Pasal 350
Dalam
hal pemidanaan karena pembunuhan, karena pembunuhan dengan rencana, atau karena
salah satu kejahatan berdasarkan Pasal 344, 347 dan 348, dapat dijatuhkan
pencabutan hak berdasarkan pasal 35 No. 1- 5.
Jadi berdasarakan KUHP kejadian
pembunuhan tersebut dapat di jerat dengan Pasal 338 “Barang siapa dengan
sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana
penjara paling lama Lima belas tahun”.
BAB III
KESIMPULAN
Dapat kita ambil kesimpulan bahwa setiap warga Negara
Indonesia yang melakukan tindak pidana baik di
dalam wilayah Indonesia sendiri ataupun tidak dapat dijerat dengan
hukuman pidana sesuai dengan KUHP pasal 5 namun berlaku
hanya untuk kejahatan – kejahatan tertentu saja artinya tidak semua ketentuan
pidana dalam perundang – undangan Indonesia berlaku terhadap warga negara
Indonesia ketika warga negara itu sedang berada di luar wilayah negara
Indonesia, melainkan pada ketentuan perundang – undangan pidana tertentu dan
atau dengan syarat – syarat tertentu.
Ketentuan
pidana tertentu ialah ketentuan pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat
(1) sub 1, yakni terhadap semua kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan
Bab II Buku II, dan pasal – pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I
adalah Mengenai Kejahataan Terhadap Keamanan Negara (104-129), dan Bab II
adalah Mengenai Kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden
(130-139), dan sebagaimana pasal – pasal yang telah ditentukan yaitu mengenai
penghasutan, penyebaran surat – surat yang mengandunng penghasutan, membuat
tidak cakap untuk dinas militer, bigami dan perampokan. Pengaturan asas
personal ini untuk lebih jelasnya dapat kita lihat dalam pasal 5 s.d 8 KUHP,
tetapi pasal – pasal tersebut dibatasi oleh pasal 9 KUHP yaitu oleh
pengecualian – pengecualian yang diakui dalam hukum internasional.
TUGAS MALAKAH HUKUM
PIDANA
“PENEGAKAN HUKUM
PIDANA INDONESIA BERDASARKAN ASAS NASIONALITAS AKTIF”
DISUSUN
OLEH:
INDRA KURNIAWAN
INDRA KURNIAWAN
(2015115002/SORE
K)
UNIVERSITAS MADURA
Kata pengantar
Puji syukur saya ucapkan pada Pemilik Seluruh Kerajaan
Semesta yang telah melimpahkan nikmat-Nya kepada kita semua. Sholawat dan salam
selalu tercurahkan pada teladan kita, Rasulullah SAW.
Dalam
proses penyusunan makalah . banyak bantuan dari berbagai pihak . karena itu
saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : kedua orang tua
yang telah memberi dukungan serta kepercayaan dari sanalah proses penyusunan
makalah ini dapat terselesaikan
Menyadari
banyaknya kekurangan dalam penyusunan makalah in karena itu sayan sangat
mengharap adanya kritik dan saran untuk melngkapi segala bentuk kekurangan yang
ada
Pamekasan
11 April 2016
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Hukum Pidana adalah
keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan apa yang
dilarang dan termasuk ke dalam tindak pidana, serta menentukan hukuman apa yang
dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya.
Menurut Prof.
Moeljatno, S.H. Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang
berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk
Menentukan perbuatan-perbuatan mana
yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang, dengan disertai ancaman atau
sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan
tersebut.
Menentukan kapan dan
dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu
dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.
Menentukan dengan cara
bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang
disangka telah melanggar larangan tersebut.
Sedangkan menurut
Sudarsono, pada prinsipnya Hukum Pidana adalah yang mengatur tentang kejahatan
dan pelanggaran terhadap kepentingan umum dan perbuatan tersebut diancam dengan
pidana yang merupakan suatu penderitaan.
Dengan demikian hukum
pidana bukanlah mengadakan norma hukum sendiri, melainkan sudah terletak pada
norma lain dan sanksi pidana. Diadakan untuk menguatkan ditaatinya norma-norma
lain tersebut, misalnya norma agama dan kesusilaan.
BAB II
PERMASALAHAN
Hukum pidana merupakan
gejala sosial budaya yang berfungsi untuk menerapkan kaidah-kaidah dan
pola-pola perilaku terhadap individu dalam masyarakat. Apabila hukum yang
berlaku di dalam masyarakat tidak sesuai dengan kebutuhan serta kepentingan
umum maka ia akan mencoba mencari jalan untuk menyimpang. Segala bentuk tingkah
laku yang meyimpang yang mengangngu serta merugikan dalam kehidupan masyarakat
tersebut dapat diartikan sebagai perilaku jahat. Hukum menetapkan apa yang
harus di lakukan dan tidak dilakukan. Sejak orde baru masalah stabilitas nasional
termasuk dalam penegekan hukum itu sendiri menjadi komponen utama dalam masalah
pembangunan dan kemajuan suatu bangsa banyaknya tindak kejahatan tentu saja
menimbulkan banyak kerugian bagi negara indonesia itu sendiri baik dalam sektor
ekonomi dan sosial budaya . Namun seiring perkembangan zaman di era global ini
banyak dari individu-individu melakukan penyimpangan-penyimpangan tersebut
tidak hanya dalam wilayah dimana dia tinggal melainkan mereka juga sekaranga
banyak yang melanggar hukum dan perilaku yang seharusnya tidak dilakukan di
luar negara yang mengatur hukum itu sendiri dalam hal ini indonesia tentu saja
hal seperti itu menimbulkan kerugian bagi hubungan diplomatik negara dengan
negara lain. Lantas apa bisa mereka di jerat dengan hukum yang berlaku di
negaranya sedangkan mereka melakukannya di luar batas negara indonesia dan
semisal bisa lantas hukuman apa yang akan di dapatkan para pelanggar hukum
tersebut
BAB III
PEMBAHASAN
Sebelum membahas
tentang masalah utama yang terjadi di era global sebagaimana di atas telah di
sebutkan kita terlebih dulu harus tau apa hukum pidana itu sendiri apa sumber
sumber-sumber dari hukum pidana itu sendiri apa saja asas-asas yang berlaku
pada hukum pidana Hukum
Pidana adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan
apa yang dilarang dan termasuk ke dalam tindak pidana, serta menentukan hukuman
apa yang dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya.
Menurut Prof.
Moeljatno, S.H. Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku
di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk
Menentukan perbuatan-perbuatan mana
yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang, dengan disertai ancaman atau
sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan
tersebut.
Sumber Hukum Pidana
dapat dibedakan atas sumber hukum tertulis dan sumber hukum yang tidak
tertulis. Di Indonesia sendiri, kita belum memiliki Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana Nasional, sehingga masih diberlakukan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
warisan dari pemerintah kolonial Hindia Belanda. Adapun sistematika Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana antara lain :
Buku I Tentang Ketentuan Umum (Pasal
1-103).
Buku II Tentang Kejahatan (Pasal
104-488).
Buku III Tentang Pelanggaran (Pasal
489-569).
Dan juga ada beberapa Undang-undang
yang mengatur tindak pidana khusus yang dibuat setelah kemerdekaan antara lain:
UU No. 8 Drt Tahun 1955 Tentang tindak
Pidana Imigrasi.
UU No. 9 Tahun 1967 Tentang Norkoba.
UU No. 16 Tahun Tahun 2003 Tentang Anti
Terorisme. dll
Ketentuan-ketentuan Hukum Pidana,
selain termuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana maupun UU Khusus, juga
terdapat dalam berbagai Peraturan Perundang-Undangan lainnya, seperti UU. No. 5
Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, UU No. 9 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta dan
sebagainya
Asas-Asas
Hukum Pidana Antara lain Ialah:
Asas
Legalitas, tidak ada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan
aturan pidana dalam Peraturan Perundang-Undangan yang telah ada sebelum
perbuatan itu dilakukan (Pasal 1 Ayat (1) KUHP).[butuh rujukan] Jika sesudah
perbuatan dilakukan ada perubahan dalam Peraturan Perundang-Undangan, maka yang
dipakai adalah aturan yang paling ringan sanksinya bagi terdakwa (Pasal 1 Ayat
(2) KUHP)
Asas
Tiada Pidana Tanpa Kesalahan, Untuk menjatuhkan pidana kepada orang yang telah
melakukan tindak pidana, harus dilakukan bilamana ada unsur kesalahan pada diri
orang tersebut.
Asas
teritorial, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku atas semua
peristiwa pidana yang terjadi di daerah yang menjadi wilayah teritorial Negara
Kesatuan Republik Indonesia, termasuk pula kapal berbendera Indonesia, pesawat
terbang Indonesia, dan gedung kedutaan dan konsul Indonesia di negara asing
(pasal 2 KUHP).
Asas
nasionalitas aktif, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi semua
WNI yang melakukan tindak pidana di mana pun ia berada (pasal 5 KUHP).
Asas nasionalitas pasif, artinya
ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi semua tindak pidana yang
merugikan kepentingan negara (pasal 4 KUHP).
Berkaitan dengan permasalahan yang telah di sebutkan di atas
bahwa pada era global banyak pelanggar hukum yang melanggar hukum di luar
wilayah Indonesia jadi apakah mereka dapat di jerat dengan hukum dan apa sanksi
yang pantas bagi mereka berdasarkan asas nasional aktif.
Sebagai warga negara yang tunduk
pada aturan hukum yang berlaku, sudah
tentu setiap melakukan tindakan yang melawan hukum akan dikenakan sanksi
sesuai dengan perbuatan yang dilakukan. Tidak menjadi masalah dimanapun kita
berada, karena sekalipun kita berada di luar wilayah negara Indonesia hukum
pidana Indonesia tetap berlaku.
KUHP (Kitab Undang – Undang Hukum
Pidana) mengatur mengenai kejahatan dan pelanggaran terhadap kepentingan
individu dan umum. Di dalam KUHP inilah terkandung asas personal yang bertitik
tolak pada orang yang melakukan perbuatan pidana. Di dalam KUHP pasal 5 ayat
(1) menentukan sejumlah pasal yang jika dilakukan oleh orang Indonesia di
luar negeri maka diberlakukan hukum pidana Indonesia.
Tetapi memang tidak semua
perbuatan pidana yang dilakukan oleh WNI dapat diadili di negara Indonesia
karena bisa saja terjadi double criminality, yang menyatakan tindak pidana yang dilakukan oleh WNI
ini juga merupakan tindak pidana di negara tempat ia melakukan tindak pidana
itu. Sehingga WNI dapat diadili dan di eksekusi di negara tempat ia melakukan
perbuatan pidana tersebut, walaupu begitu Negara Indonesia tetap mempunyai
kewajiban untuk membela warga negaranya.
Sebagaimana yang telah diuraikan
di atas, bahwa asas personal ini berlaku hanya untuk kejahatan – kejahatan
tertentu saja artinya tidak semua ketentuan pidana dalam perundang – undangan
Indonesia berlaku terhadap warga negara Indonesia ketika warga negara itu
sedang berada di luar wilayah negara Indonesia, melainkan pada ketentuan
perundang – undangan pidana tertentu dan atau dengan syarat – syarat tertentu.
Ketentuan pidana tertentu ialah
ketentuan pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat (1) sub 1, yakni
terhadap semua kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan Bab II Buku II, dan
pasal – pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I adalah Mengenai
Kejahataan Terhadap Keamanan Negara (104-129), dan Bab II adalah Mengenai
Kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden (130-139), dan
sebagaimana pasal – pasal yang telah ditentukan yaitu mengenai penghasutan,
penyebaran surat – surat yang mengandunng penghasutan, membuat tidak cakap
untuk dinas militer, bigami dan perampokan. Pengaturan asas personal ini untuk
lebih jelasnya dapat kita lihat dalam pasal 5 s.d 8 KUHP, tetapi pasal – pasal
tersebut dibatasi oleh pasal 9 KUHP yaitu oleh pengecualian – pengecualian yang
diakui dalam hukum internasional. Mengenai hukuman apa yang dapat
dijatuhkan terhadap seseorang yang telah bersalah melanggar ketentuan-ketentuan
dalam undang-undang hukum pidana, dalam Pasal 10 KUHP ditentukan macam-macam
hukuman yang dapat dijatuhkan, yaitu sebagai berikut:
Hukuman-Hukuman
Pokok
Hukuman
mati, tentang hukuman mati ini terdapat negara-negara yang telah menghapuskan
bentuknya hukuman ini, seperti Belanda, tetapi di Indonesia sendiri hukuman
mati ini kadang masih diberlakukan untuk beberapa hukuman walaupun masih
banyaknya pro-kontra terhadap hukuman ini.
Hukuman
penjara, hukuman penjara sendiri dibedakan ke dalam hukuman penjara seumur
hidup dan penjara sementara. Hukuman penjara sementara minimal 1 tahun dan
maksimal 20 tahun. Terpidana wajib tinggal dalam penjara selama masa hukuman
dan wajib melakukan pekerjaan yang ada di dalam maupun di luar penjara dan
terpidana tidak mempunyai Hak Vistol.
Hukuman
kurungan, hukuman ini kondisinya tidak seberat hukuman penjara dan dijatuhkan
karena kejahatan-kejahatan ringan atau pelanggaran.[butuh rujukan]
Biasanyapterhukum dapat memilih antara hukuman kurungan atau hukuman
denda.[butuh rujukan] Bedanya hukuman kurungan dengan hukuman penjara adalah
pada hukuman kurungan terpidana tidak dapat ditahan di luar tempat daerah
tinggalnya kalau ia tidak mau sedangkan pada hukuman penjara dapat dipenjarakan
di mana saja, pekerjaan paksa yang dibebankan kepada terpidana penjara lebih
berat dibandingkan dengan pekerjaan yang harus dilakukan oleh terpidana
kurungan dan terpidana kurungan mempunyai Hak Vistol (hak untuk memperbaiki
nasib) sedangkan pada hukuman penjara tidak demikian.
Hukuman
denda, Dalam hal ini terpidana boleh memilih sendiri antara denda dengan
kurungan. Maksimum kurungan pengganti denda adalah 6 Bulan.
Hukuman
tutupan, hukuman ini dijatuhkan berdasarkan alasan-alasan politik terhadap
orang-orang yang telah melakukan kejahatan yang diancam dengan hukuman penjara
oleh KUHP.
Hukuman
Tambahan Hukuman tambahan tidak dapat dijatuhkan secara tersendiri melainkan
harus disertakan pada hukuman pokok, hukuman tambahan tersebut antara lain:
Pencabutan
hak-hak tertentu.
Penyitaan
barang-barang tertentu
Pengumuman
keputusan hakim
Namun kembali pada persoalan di
atas mengenai warga Negara Indonesia yang melanggar hokum di luar wilayah
Indonesia terdapat pengucualian Ketentuan pidana tertentu ialah ketentuan
pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat (1) sub 1, yakni terhadap semua
kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan Bab II Buku II, dan pasal – pasal
160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I adalah Mengenai Kejahataan Terhadap
Keamanan Negara (104-129), dan Bab II adalah Mengenai Kejahatan Terhadap
Martabat Presiden dan Wakil Presiden (130-139), dan sebagaimana pasal – pasal
yang telah ditentukan yaitu mengenai penghasutan, penyebaran surat – surat yang
mengandunng penghasutan, membuat tidak cakap untuk dinas militer, bigami dan
perampokan. Pengaturan asas personal ini untuk lebih jelasnya dapat kita lihat
dalam pasal 5 s.d 8 KUHP, tetapi pasal – pasal tersebut dibatasi oleh pasal 9
KUHP yaitu oleh pengecualian – pengecualian yang diakui dalam hukum
internasional. Contoh dari pelanggaran hokum pidana di luar negeri contoh
sebuah kasus yang berkaitan dengan penerapan asas personal ini. contoh kasus
yang akan saya angkat dalam makalah ini salah satunya adalah mengenai kejahatan
pembunuhan yang dilakukan oleh WNI di negera Mesir, dalam kasus ini negara
Indonesia bisa saja mengadili warga
negaranya di Indonesia namun
ternyata hal ini tidak dapat dilakukan, faktanya bahwa kejahatan mengenai
pembunuhan ini juga diatur tegas di negara tempat WNI itu melakukan tindak
pidana (Mesir), maka kasus ini dikembalikan kepada hukum internasional
yang mengatur mengenai hukum pidana kemudian dilihat juga ada atau tidaknya
perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Mesir, sehingga dapat diketahui
akhirnya bahwa kewenangan menerapakan yuridiksi ada pada Mesir sebagai negaralocus
delicti. Selain itu Mesirpun memiliki asas territorial (berkaitan
dengan locus delicti) yang memperkokoh yuridiksi atas kasus
pembunuhan oleh WNI tersebut.
Mengenai kasus pembunuhan tersebut penerapan asas
personal ini mengalami kendala – kendala karena ada banyak faktor yang
menguatkan yuridiksi hukum Mesir, diantaranya adalah karena Mesir juga memiliki
batas berlakunya hukum pidana menurut tempat (locus delicti) dalam hal
ini asas personal seperti halnya Indonesia, kemudian tidak adanya perjanjian
ekstradisi antara Indonesia dengan Mesir sehingga negara Indonesia tidak dapat
meminta penyelesaian kasus di negaranya.
Jadi, KUHP Indonesia yang di dalamnya terkandung asas
personal ini dapat diterapkan dalam praktek bagi WNI yang berada di luar
wilayah Negara Indonesia, selama memang perbuatan pidana/tindak pidana yang
dilakukan adalah sesuai dengan apa yang di cantumkan dalam Bab I dan II Buku II
dan beberapa pasal dalam pasal 5 ayat (1) ke-1 yang telah disebutkan di atas.
Di sini tidak dipersoalkan apakah tindak pidana tersebut dianggap sebagai
kejahatan menurut hukum pidana negara tempat orang Indonesia itu berada. Karena
dianggap membahayakan kepentingan negara Indonesia,
maka
sejumlah pasal dalam Pasal 5 ayat (1) ke-1 tetap dapat diberlakukan hukum
pidana Indonesia. Namun beberapa pasal lain mengenai kejahatan bisa saja
diberlakukan asas personal, yang dapat dialihkan penyelesaian kasusnya di
negara Indonesia kalau memang sudah ada perjanjian ekstradisi antar dua negara
yang bersangkuta.
Semisal masalah tersebut di menangkan oleh Indonesia
untuk menyelesaikan hukuman bagi sang pelaku maka hokum yang pantai adalah
tindak pidana kejahatan terhadap nyawa orang lain yang mana telah di atur pada
Pasal 338
Barang siapa
dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan
pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 339
Pembunuhan
yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu perbuatan pidana, yang
dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya,
atau untuk melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana dalam hal
tertangkap tangan, ataupun untuk memastikan penguasaan barang yang diperolehnya
secara melawan hukum, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau selama
waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.
Pasal 340
Barang
siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang
lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana rnati atau pidana
penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.
Pasal 341
Seorang
ibu yang karena takut akan ketahuan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan
atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya, diancam karena
membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 342
Seorang
ibu yang untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut akan ketahuan
bahwa ia akan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian
merampas nyawa anaknya, diancam karena melakukan pembunuhan anak sendiri dengan
rencana, dengan pidana penjara paling lama semhi- lan tahun.
Pasal 343
Kejahatan
yang diterangkan dalam pasal 341 dan 342 dipandang bagi orang lain yang turut
serta melakukan, sebagai pembunuhan atau pembunuhan anak dengan rencana.
Pasal 344
Barang
siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas
dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara paling lama
dua belas tahun.
Pasal 345
Barang
siapa sengaja mendorong orang lain untuk bunuh diri, menolongnya dalam
perbuatan itu atau memberi sarana kepadanya untuk itu, diancam dengan pidana
penjara paling lama empat tahun kalau orang itu jadi bunuh diri.
Pasal 346
Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau
menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat
tahun.
Pasal 347
(1)
Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua
belas tahun.
(2)
Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut diancam dengan pidana
penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 348
(1)
Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima
tahun enam bulan.
(2)
Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana
penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 349
Jika
seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan
pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang
diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal
itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan
pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.
Pasal 350
Dalam
hal pemidanaan karena pembunuhan, karena pembunuhan dengan rencana, atau karena
salah satu kejahatan berdasarkan Pasal 344, 347 dan 348, dapat dijatuhkan
pencabutan hak berdasarkan pasal 35 No. 1- 5.
Jadi berdasarakan KUHP kejadian
pembunuhan tersebut dapat di jerat dengan Pasal 338 “Barang siapa dengan
sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana
penjara paling lama Lima belas tahun”.
BAB III
KESIMPULAN
Dapat kita ambil kesimpulan bahwa setiap warga Negara
Indonesia yang melakukan tindak pidana baik di
dalam wilayah Indonesia sendiri ataupun tidak dapat dijerat dengan
hukuman pidana sesuai dengan KUHP pasal 5 namun berlaku
hanya untuk kejahatan – kejahatan tertentu saja artinya tidak semua ketentuan
pidana dalam perundang – undangan Indonesia berlaku terhadap warga negara
Indonesia ketika warga negara itu sedang berada di luar wilayah negara
Indonesia, melainkan pada ketentuan perundang – undangan pidana tertentu dan
atau dengan syarat – syarat tertentu.
Ketentuan
pidana tertentu ialah ketentuan pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat
(1) sub 1, yakni terhadap semua kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan
Bab II Buku II, dan pasal – pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I
adalah Mengenai Kejahataan Terhadap Keamanan Negara (104-129), dan Bab II
adalah Mengenai Kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden
(130-139), dan sebagaimana pasal – pasal yang telah ditentukan yaitu mengenai
penghasutan, penyebaran surat – surat yang mengandunng penghasutan, membuat
tidak cakap untuk dinas militer, bigami dan perampokan. Pengaturan asas
personal ini untuk lebih jelasnya dapat kita lihat dalam pasal 5 s.d 8 KUHP,
tetapi pasal – pasal tersebut dibatasi oleh pasal 9 KUHP yaitu oleh
pengecualian – pengecualian yang diakui dalam hukum internasional.
‘
TUGAS MALAKAH HUKUM
PIDANA
“PENEGAKAN HUKUM
PIDANA INDONESIA BERDASARKAN ASAS NASIONALITAS AKTIF”
DISUSUN
OLEH:
INDRA KURNIAWAN
INDRA KURNIAWAN
(2015115002/SORE
K)
UNIVERSITAS MADURA
Kata pengantar
Puji syukur saya ucapkan pada Pemilik Seluruh Kerajaan
Semesta yang telah melimpahkan nikmat-Nya kepada kita semua. Sholawat dan salam
selalu tercurahkan pada teladan kita, Rasulullah SAW.
Dalam
proses penyusunan makalah . banyak bantuan dari berbagai pihak . karena itu
saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : kedua orang tua
yang telah memberi dukungan serta kepercayaan dari sanalah proses penyusunan
makalah ini dapat terselesaikan
Menyadari
banyaknya kekurangan dalam penyusunan makalah in karena itu sayan sangat
mengharap adanya kritik dan saran untuk melngkapi segala bentuk kekurangan yang
ada
Pamekasan
11 April 2016
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Hukum Pidana adalah
keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan apa yang
dilarang dan termasuk ke dalam tindak pidana, serta menentukan hukuman apa yang
dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya.
Menurut Prof.
Moeljatno, S.H. Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang
berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk
Menentukan perbuatan-perbuatan mana
yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang, dengan disertai ancaman atau
sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan
tersebut.
Menentukan kapan dan
dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu
dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.
Menentukan dengan cara
bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang
disangka telah melanggar larangan tersebut.
Sedangkan menurut
Sudarsono, pada prinsipnya Hukum Pidana adalah yang mengatur tentang kejahatan
dan pelanggaran terhadap kepentingan umum dan perbuatan tersebut diancam dengan
pidana yang merupakan suatu penderitaan.
Dengan demikian hukum
pidana bukanlah mengadakan norma hukum sendiri, melainkan sudah terletak pada
norma lain dan sanksi pidana. Diadakan untuk menguatkan ditaatinya norma-norma
lain tersebut, misalnya norma agama dan kesusilaan.
BAB II
PERMASALAHAN
Hukum pidana merupakan
gejala sosial budaya yang berfungsi untuk menerapkan kaidah-kaidah dan
pola-pola perilaku terhadap individu dalam masyarakat. Apabila hukum yang
berlaku di dalam masyarakat tidak sesuai dengan kebutuhan serta kepentingan
umum maka ia akan mencoba mencari jalan untuk menyimpang. Segala bentuk tingkah
laku yang meyimpang yang mengangngu serta merugikan dalam kehidupan masyarakat
tersebut dapat diartikan sebagai perilaku jahat. Hukum menetapkan apa yang
harus di lakukan dan tidak dilakukan. Sejak orde baru masalah stabilitas nasional
termasuk dalam penegekan hukum itu sendiri menjadi komponen utama dalam masalah
pembangunan dan kemajuan suatu bangsa banyaknya tindak kejahatan tentu saja
menimbulkan banyak kerugian bagi negara indonesia itu sendiri baik dalam sektor
ekonomi dan sosial budaya . Namun seiring perkembangan zaman di era global ini
banyak dari individu-individu melakukan penyimpangan-penyimpangan tersebut
tidak hanya dalam wilayah dimana dia tinggal melainkan mereka juga sekaranga
banyak yang melanggar hukum dan perilaku yang seharusnya tidak dilakukan di
luar negara yang mengatur hukum itu sendiri dalam hal ini indonesia tentu saja
hal seperti itu menimbulkan kerugian bagi hubungan diplomatik negara dengan
negara lain. Lantas apa bisa mereka di jerat dengan hukum yang berlaku di
negaranya sedangkan mereka melakukannya di luar batas negara indonesia dan
semisal bisa lantas hukuman apa yang akan di dapatkan para pelanggar hukum
tersebut
BAB III
PEMBAHASAN
Sebelum membahas
tentang masalah utama yang terjadi di era global sebagaimana di atas telah di
sebutkan kita terlebih dulu harus tau apa hukum pidana itu sendiri apa sumber
sumber-sumber dari hukum pidana itu sendiri apa saja asas-asas yang berlaku
pada hukum pidana Hukum
Pidana adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan
apa yang dilarang dan termasuk ke dalam tindak pidana, serta menentukan hukuman
apa yang dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya.
Menurut Prof.
Moeljatno, S.H. Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku
di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk
Menentukan perbuatan-perbuatan mana
yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang, dengan disertai ancaman atau
sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan
tersebut.
Sumber Hukum Pidana
dapat dibedakan atas sumber hukum tertulis dan sumber hukum yang tidak
tertulis. Di Indonesia sendiri, kita belum memiliki Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana Nasional, sehingga masih diberlakukan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
warisan dari pemerintah kolonial Hindia Belanda. Adapun sistematika Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana antara lain :
Buku I Tentang Ketentuan Umum (Pasal
1-103).
Buku II Tentang Kejahatan (Pasal
104-488).
Buku III Tentang Pelanggaran (Pasal
489-569).
Dan juga ada beberapa Undang-undang
yang mengatur tindak pidana khusus yang dibuat setelah kemerdekaan antara lain:
UU No. 8 Drt Tahun 1955 Tentang tindak
Pidana Imigrasi.
UU No. 9 Tahun 1967 Tentang Norkoba.
UU No. 16 Tahun Tahun 2003 Tentang Anti
Terorisme. dll
Ketentuan-ketentuan Hukum Pidana,
selain termuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana maupun UU Khusus, juga
terdapat dalam berbagai Peraturan Perundang-Undangan lainnya, seperti UU. No. 5
Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, UU No. 9 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta dan
sebagainya
Asas-Asas
Hukum Pidana Antara lain Ialah:
Asas
Legalitas, tidak ada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan
aturan pidana dalam Peraturan Perundang-Undangan yang telah ada sebelum
perbuatan itu dilakukan (Pasal 1 Ayat (1) KUHP).[butuh rujukan] Jika sesudah
perbuatan dilakukan ada perubahan dalam Peraturan Perundang-Undangan, maka yang
dipakai adalah aturan yang paling ringan sanksinya bagi terdakwa (Pasal 1 Ayat
(2) KUHP)
Asas
Tiada Pidana Tanpa Kesalahan, Untuk menjatuhkan pidana kepada orang yang telah
melakukan tindak pidana, harus dilakukan bilamana ada unsur kesalahan pada diri
orang tersebut.
Asas
teritorial, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku atas semua
peristiwa pidana yang terjadi di daerah yang menjadi wilayah teritorial Negara
Kesatuan Republik Indonesia, termasuk pula kapal berbendera Indonesia, pesawat
terbang Indonesia, dan gedung kedutaan dan konsul Indonesia di negara asing
(pasal 2 KUHP).
Asas
nasionalitas aktif, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi semua
WNI yang melakukan tindak pidana di mana pun ia berada (pasal 5 KUHP).
Asas nasionalitas pasif, artinya
ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi semua tindak pidana yang
merugikan kepentingan negara (pasal 4 KUHP).
Berkaitan dengan permasalahan yang telah di sebutkan di atas
bahwa pada era global banyak pelanggar hukum yang melanggar hukum di luar
wilayah Indonesia jadi apakah mereka dapat di jerat dengan hukum dan apa sanksi
yang pantas bagi mereka berdasarkan asas nasional aktif.
Sebagai warga negara yang tunduk
pada aturan hukum yang berlaku, sudah
tentu setiap melakukan tindakan yang melawan hukum akan dikenakan sanksi
sesuai dengan perbuatan yang dilakukan. Tidak menjadi masalah dimanapun kita
berada, karena sekalipun kita berada di luar wilayah negara Indonesia hukum
pidana Indonesia tetap berlaku.
KUHP (Kitab Undang – Undang Hukum
Pidana) mengatur mengenai kejahatan dan pelanggaran terhadap kepentingan
individu dan umum. Di dalam KUHP inilah terkandung asas personal yang bertitik
tolak pada orang yang melakukan perbuatan pidana. Di dalam KUHP pasal 5 ayat
(1) menentukan sejumlah pasal yang jika dilakukan oleh orang Indonesia di
luar negeri maka diberlakukan hukum pidana Indonesia.
Tetapi memang tidak semua
perbuatan pidana yang dilakukan oleh WNI dapat diadili di negara Indonesia
karena bisa saja terjadi double criminality, yang menyatakan tindak pidana yang dilakukan oleh WNI
ini juga merupakan tindak pidana di negara tempat ia melakukan tindak pidana
itu. Sehingga WNI dapat diadili dan di eksekusi di negara tempat ia melakukan
perbuatan pidana tersebut, walaupu begitu Negara Indonesia tetap mempunyai
kewajiban untuk membela warga negaranya.
Sebagaimana yang telah diuraikan
di atas, bahwa asas personal ini berlaku hanya untuk kejahatan – kejahatan
tertentu saja artinya tidak semua ketentuan pidana dalam perundang – undangan
Indonesia berlaku terhadap warga negara Indonesia ketika warga negara itu
sedang berada di luar wilayah negara Indonesia, melainkan pada ketentuan
perundang – undangan pidana tertentu dan atau dengan syarat – syarat tertentu.
Ketentuan pidana tertentu ialah
ketentuan pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat (1) sub 1, yakni
terhadap semua kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan Bab II Buku II, dan
pasal – pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I adalah Mengenai
Kejahataan Terhadap Keamanan Negara (104-129), dan Bab II adalah Mengenai
Kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden (130-139), dan
sebagaimana pasal – pasal yang telah ditentukan yaitu mengenai penghasutan,
penyebaran surat – surat yang mengandunng penghasutan, membuat tidak cakap
untuk dinas militer, bigami dan perampokan. Pengaturan asas personal ini untuk
lebih jelasnya dapat kita lihat dalam pasal 5 s.d 8 KUHP, tetapi pasal – pasal
tersebut dibatasi oleh pasal 9 KUHP yaitu oleh pengecualian – pengecualian yang
diakui dalam hukum internasional. Mengenai hukuman apa yang dapat
dijatuhkan terhadap seseorang yang telah bersalah melanggar ketentuan-ketentuan
dalam undang-undang hukum pidana, dalam Pasal 10 KUHP ditentukan macam-macam
hukuman yang dapat dijatuhkan, yaitu sebagai berikut:
Hukuman-Hukuman
Pokok
Hukuman
mati, tentang hukuman mati ini terdapat negara-negara yang telah menghapuskan
bentuknya hukuman ini, seperti Belanda, tetapi di Indonesia sendiri hukuman
mati ini kadang masih diberlakukan untuk beberapa hukuman walaupun masih
banyaknya pro-kontra terhadap hukuman ini.
Hukuman
penjara, hukuman penjara sendiri dibedakan ke dalam hukuman penjara seumur
hidup dan penjara sementara. Hukuman penjara sementara minimal 1 tahun dan
maksimal 20 tahun. Terpidana wajib tinggal dalam penjara selama masa hukuman
dan wajib melakukan pekerjaan yang ada di dalam maupun di luar penjara dan
terpidana tidak mempunyai Hak Vistol.
Hukuman
kurungan, hukuman ini kondisinya tidak seberat hukuman penjara dan dijatuhkan
karena kejahatan-kejahatan ringan atau pelanggaran.[butuh rujukan]
Biasanyapterhukum dapat memilih antara hukuman kurungan atau hukuman
denda.[butuh rujukan] Bedanya hukuman kurungan dengan hukuman penjara adalah
pada hukuman kurungan terpidana tidak dapat ditahan di luar tempat daerah
tinggalnya kalau ia tidak mau sedangkan pada hukuman penjara dapat dipenjarakan
di mana saja, pekerjaan paksa yang dibebankan kepada terpidana penjara lebih
berat dibandingkan dengan pekerjaan yang harus dilakukan oleh terpidana
kurungan dan terpidana kurungan mempunyai Hak Vistol (hak untuk memperbaiki
nasib) sedangkan pada hukuman penjara tidak demikian.
Hukuman
denda, Dalam hal ini terpidana boleh memilih sendiri antara denda dengan
kurungan. Maksimum kurungan pengganti denda adalah 6 Bulan.
Hukuman
tutupan, hukuman ini dijatuhkan berdasarkan alasan-alasan politik terhadap
orang-orang yang telah melakukan kejahatan yang diancam dengan hukuman penjara
oleh KUHP.
Hukuman
Tambahan Hukuman tambahan tidak dapat dijatuhkan secara tersendiri melainkan
harus disertakan pada hukuman pokok, hukuman tambahan tersebut antara lain:
Pencabutan
hak-hak tertentu.
Penyitaan
barang-barang tertentu
Pengumuman
keputusan hakim
Namun kembali pada persoalan di
atas mengenai warga Negara Indonesia yang melanggar hokum di luar wilayah
Indonesia terdapat pengucualian Ketentuan pidana tertentu ialah ketentuan
pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat (1) sub 1, yakni terhadap semua
kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan Bab II Buku II, dan pasal – pasal
160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I adalah Mengenai Kejahataan Terhadap
Keamanan Negara (104-129), dan Bab II adalah Mengenai Kejahatan Terhadap
Martabat Presiden dan Wakil Presiden (130-139), dan sebagaimana pasal – pasal
yang telah ditentukan yaitu mengenai penghasutan, penyebaran surat – surat yang
mengandunng penghasutan, membuat tidak cakap untuk dinas militer, bigami dan
perampokan. Pengaturan asas personal ini untuk lebih jelasnya dapat kita lihat
dalam pasal 5 s.d 8 KUHP, tetapi pasal – pasal tersebut dibatasi oleh pasal 9
KUHP yaitu oleh pengecualian – pengecualian yang diakui dalam hukum
internasional. Contoh dari pelanggaran hokum pidana di luar negeri contoh
sebuah kasus yang berkaitan dengan penerapan asas personal ini. contoh kasus
yang akan saya angkat dalam makalah ini salah satunya adalah mengenai kejahatan
pembunuhan yang dilakukan oleh WNI di negera Mesir, dalam kasus ini negara
Indonesia bisa saja mengadili warga
negaranya di Indonesia namun
ternyata hal ini tidak dapat dilakukan, faktanya bahwa kejahatan mengenai
pembunuhan ini juga diatur tegas di negara tempat WNI itu melakukan tindak
pidana (Mesir), maka kasus ini dikembalikan kepada hukum internasional
yang mengatur mengenai hukum pidana kemudian dilihat juga ada atau tidaknya
perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Mesir, sehingga dapat diketahui
akhirnya bahwa kewenangan menerapakan yuridiksi ada pada Mesir sebagai negaralocus
delicti. Selain itu Mesirpun memiliki asas territorial (berkaitan
dengan locus delicti) yang memperkokoh yuridiksi atas kasus
pembunuhan oleh WNI tersebut.
Mengenai kasus pembunuhan tersebut penerapan asas
personal ini mengalami kendala – kendala karena ada banyak faktor yang
menguatkan yuridiksi hukum Mesir, diantaranya adalah karena Mesir juga memiliki
batas berlakunya hukum pidana menurut tempat (locus delicti) dalam hal
ini asas personal seperti halnya Indonesia, kemudian tidak adanya perjanjian
ekstradisi antara Indonesia dengan Mesir sehingga negara Indonesia tidak dapat
meminta penyelesaian kasus di negaranya.
Jadi, KUHP Indonesia yang di dalamnya terkandung asas
personal ini dapat diterapkan dalam praktek bagi WNI yang berada di luar
wilayah Negara Indonesia, selama memang perbuatan pidana/tindak pidana yang
dilakukan adalah sesuai dengan apa yang di cantumkan dalam Bab I dan II Buku II
dan beberapa pasal dalam pasal 5 ayat (1) ke-1 yang telah disebutkan di atas.
Di sini tidak dipersoalkan apakah tindak pidana tersebut dianggap sebagai
kejahatan menurut hukum pidana negara tempat orang Indonesia itu berada. Karena
dianggap membahayakan kepentingan negara Indonesia,
maka
sejumlah pasal dalam Pasal 5 ayat (1) ke-1 tetap dapat diberlakukan hukum
pidana Indonesia. Namun beberapa pasal lain mengenai kejahatan bisa saja
diberlakukan asas personal, yang dapat dialihkan penyelesaian kasusnya di
negara Indonesia kalau memang sudah ada perjanjian ekstradisi antar dua negara
yang bersangkuta.
Semisal masalah tersebut di menangkan oleh Indonesia
untuk menyelesaikan hukuman bagi sang pelaku maka hokum yang pantai adalah
tindak pidana kejahatan terhadap nyawa orang lain yang mana telah di atur pada
Pasal 338
Barang siapa
dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan
pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 339
Pembunuhan
yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu perbuatan pidana, yang
dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya,
atau untuk melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana dalam hal
tertangkap tangan, ataupun untuk memastikan penguasaan barang yang diperolehnya
secara melawan hukum, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau selama
waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.
Pasal 340
Barang
siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang
lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana rnati atau pidana
penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.
Pasal 341
Seorang
ibu yang karena takut akan ketahuan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan
atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya, diancam karena
membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 342
Seorang
ibu yang untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut akan ketahuan
bahwa ia akan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian
merampas nyawa anaknya, diancam karena melakukan pembunuhan anak sendiri dengan
rencana, dengan pidana penjara paling lama semhi- lan tahun.
Pasal 343
Kejahatan
yang diterangkan dalam pasal 341 dan 342 dipandang bagi orang lain yang turut
serta melakukan, sebagai pembunuhan atau pembunuhan anak dengan rencana.
Pasal 344
Barang
siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas
dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara paling lama
dua belas tahun.
Pasal 345
Barang
siapa sengaja mendorong orang lain untuk bunuh diri, menolongnya dalam
perbuatan itu atau memberi sarana kepadanya untuk itu, diancam dengan pidana
penjara paling lama empat tahun kalau orang itu jadi bunuh diri.
Pasal 346
Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau
menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat
tahun.
Pasal 347
(1)
Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua
belas tahun.
(2)
Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut diancam dengan pidana
penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 348
(1)
Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima
tahun enam bulan.
(2)
Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana
penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 349
Jika
seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan
pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang
diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal
itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan
pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.
Pasal 350
Dalam
hal pemidanaan karena pembunuhan, karena pembunuhan dengan rencana, atau karena
salah satu kejahatan berdasarkan Pasal 344, 347 dan 348, dapat dijatuhkan
pencabutan hak berdasarkan pasal 35 No. 1- 5.
Jadi berdasarakan KUHP kejadian
pembunuhan tersebut dapat di jerat dengan Pasal 338 “Barang siapa dengan
sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana
penjara paling lama Lima belas tahun”.
BAB III
KESIMPULAN
Dapat kita ambil kesimpulan bahwa setiap warga Negara
Indonesia yang melakukan tindak pidana baik di
dalam wilayah Indonesia sendiri ataupun tidak dapat dijerat dengan
hukuman pidana sesuai dengan KUHP pasal 5 namun berlaku
hanya untuk kejahatan – kejahatan tertentu saja artinya tidak semua ketentuan
pidana dalam perundang – undangan Indonesia berlaku terhadap warga negara
Indonesia ketika warga negara itu sedang berada di luar wilayah negara
Indonesia, melainkan pada ketentuan perundang – undangan pidana tertentu dan
atau dengan syarat – syarat tertentu.
Ketentuan
pidana tertentu ialah ketentuan pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam ayat
(1) sub 1, yakni terhadap semua kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan
Bab II Buku II, dan pasal – pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451. Bab I
adalah Mengenai Kejahataan Terhadap Keamanan Negara (104-129), dan Bab II
adalah Mengenai Kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden
(130-139), dan sebagaimana pasal – pasal yang telah ditentukan yaitu mengenai
penghasutan, penyebaran surat – surat yang mengandunng penghasutan, membuat
tidak cakap untuk dinas militer, bigami dan perampokan. Pengaturan asas
personal ini untuk lebih jelasnya dapat kita lihat dalam pasal 5 s.d 8 KUHP,
tetapi pasal – pasal tersebut dibatasi oleh pasal 9 KUHP yaitu oleh
pengecualian – pengecualian yang diakui dalam hukum internasional.