Analisis Pemakalah
1) Surat al-‘alaq berisi penjelasan tentang
perintah membaca dalam arti yang seluas-luasnya, dengan perintah untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan secara komprehensif.
2) Surat al-‘alaq berisi penjelasan
tentang kekuasaan Allah, bahwa Dia berkuasa untuk menciptakan manusia,
memberikan nikmat dan karunia berupa kemampuan membaca. Sifat Allah yang Maha
melihat terhadap segala perbuatan yang dilakukan manusia serta berkuasa untuk
memberikan balasan yang setimpal.
3) Surat al-‘alaq berisi tentang
perlunya alat dalam melakukan kegiatan dalam upaya mengembangkan dan
pemeliharaan ilmu pengetahuan sebagai sarana pendidikan.
3.
Al-Mujadalah Ayat 11
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي الْمَجَالِسِ
فَافْسَحُوا يَفْسَحِ اللهُ لَكُمْ وَإِذَا قِيلَ انْشُزُوا فَانْشُزُوا يَرْفَعِ
اللهُ الَّذِينَ آمَنُوْا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
وَاللهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ (11)
11.
Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu:
"Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah
akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah
kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang
beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa
derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
A.
TAFSIR MUFRODAT
تَفَسَّحُوا
|
:
|
Maksudnya adalah توسعوا yaitu saling meluaskan dan
mempersilahkan.
|
يَفْسَحِ
|
:
|
Maksudnya Allah akan melapangkan
rahmat dan rizki bagi mereka.
|
فَانْشُزُوا
|
:
|
Maksudnya saling merendahkan hati
untuk memberi kesempatan kepada setiap orang yang datang.
|
يَرْفَعِ
اللهُ الَّذِينَ
|
Allah akan mengangkat derajat
mereka yang telah memuliakan dan memiliki ilmu di akhirat pada tempat yang
khusus sesuai dengan kemuliaan dan ketinggian derajatnya.
|
B. ASBABUN NUZUL
Di riwayatkan oleh ibn abi hitam dari muqatil bin hibban, ia
mengatakan bahwa suatu hari yaitu hari jum’at , Rasulullah SAW berada di
shuffah mengadakan pertemuan di tempat yang sempit,dengan maksud menghormati
pahlawan perang badar yang terjadi antara kaum muhajirin dan anshar. Beberapa
pahlawan perang badar ini terlambat datang, diantaranya shabit dan qais,
sehingga mereka berdiri diluar ruanggan. Meraka mengucapkan salam “
Assalamu’alaikum ayyuhan nabi wabarokatu”, lalu nabi menjawabnya. Mereka pun
mengucapkan sama kepada orang-orang yang terlebih dahulu datang, dan dijawab
pula oleh mereka. Para pahlawan badar itu tetep berdiri, menungu tempat yang
disediakan bagi mereka tapi tidak ada yang memperdulikanya.melihat kejadian
tersebut rasulullah menjadi kecewa lalu menyuruh kedapa orang-orang sekitarnya
untuk birdiri. Diantar mereka ada yang berdiri tetapi rasa keenganan nampak di
wajah mereka. Maka orang-orang munafik memberikan reaksi dengan maksud mencela
nabi, sambil mengatakan “demai Allah, Muhammad tidak adil, ada orang ayng
datang lebih dahulu datng dengan maksud memproleh tempat duduk didekatnya,
tetapi disuruh berdiri untuk di berikan kepada orang yang datang terlambat
datang”. Lalu turunlah ayat ini.
C. . Munasabah Q.S Al- Mujadalah ayat 11
Menurut analisa kami, munasabahnya
terdapat pada ayat 7, 8, 9 yang mana disana dijelaskan bagaiman etika dalam
sebuah majelis itu. Pada ayat 7 8 9, ada hala-hal yang dilarang dalam sebuah
majelis, kemudia pada ayat 11, dijelaskan anjuran-anjuran yang dilakukan selama
dalam majelis.
D. Tafsir
Q.S Al-mujadalah ayat 11
Kata (تفسّحوا) tafassahu
dan (افسحوا ) ifsahu terambil dari kata (فسح) fasaha, yakni lapang.
Sedang kata (انشزوا) unsyzu
terambil dari kata (نشوز) nusyuz, yakni
tempat yang tinggi. Perintah tersebut pada mulanya berarti beralih ke
tempat yang tinggi. Yang dimaksud di sini pindah ke tempat lain untuk
memberi kesempatan kepada yang lebih wajar duduk atau berada di tempat yang
wajar pindah itu atau bangkit melakukan satu aktifitas positif. Ada juga yang
memahaminya berdirilah dari rumah Nabi, jangan lama-lama di sana, karena boleh
jadi ada kepentingan Nabi SAW yang lain dan yang perlu segera beliau hadapi.
Kata ( مجالس) majalis adalah
bentuk jamak dari kata ( مجلس) majlis. Pada mulanya
berarti tempat duduk. Dalam konteks ayat ini adalah tempat Nabi Muhammad
SAW. memberi tuntunan agama ketika itu. Tetapi, yang dimaksud di sini adalah tempat
keberadaan secara mutlak, baik tempat duduk, tempat berdiri, atau bahkan
tempat berbaring. Karena, tujuan perintah atau tuntunan ayat ini adalah memberi
tempat yang wajar serta mengalah kepada orang-orang yang dihormati atau
yang lemah. Seorang tua non-muslim sekalipun jika Anda-wahai yang muda-duduk di
bus atau di kereta, sedang dia tidak mendapat tempat duduk, adalah wajar dan
beradab jika Anda berdiri untuk memberinya tempat duduk.
Ayat di atas tidak menyebut secara tegas bahwa Allah akan meninggikan
derajat orang berilmu. Tetapi, menegaskan bahwa mereka memiliki
derejat-derajat, yakni yang lebih tinggi daripada yang sekedar beriman. Tidak
disebutnya kata meninggikan itu sebagai isyarat bahwa sebenarnya ilmu
yang dimilikinya itulah yang berperan besar dalam ketinggian derajat yang
diperolehnya, bukan akibat dari faktor di luar ilmu itu.
Tentu saja, yang dimaksud dengan ( الّذين
اوتواالعلم) alladzina utu al-‘ilm/ yang diberi pengetahuan adalah
mereka yang beriman dan menghiasi diri mereka dengan pengetahuan. Ini berati
ayat di atas membagi kaum beriman kepada dua kelompok besar, yang pertama
sekadar beriman dan beramal saleh dan yang kedua beriman dan beramal saleh
serta memiliki pengetahuan. Derajat kelompok yang kedua ini menjadi lebih
tinggi, bukan saja karena nilai ilmu yang disandangnya, tetapi juga amal dan
pengajarannya kepada pihak lain, baik secara lisan, atau tulisan, maupun dengan
keteladanan. Ilmu yang di maksud oleh ayat di atas bukan saja ilmu agama,
tetapi ilmu apapun yang bermanfaat.[1][6]
Kata ilmu berasal dari bahasa Arab ‘Ilmu yang berarti
pengetahuan, merupakan lawan kata jahl yang berarti ketidaktahuan atau
kebodohan. Sumber lain mengatakan bahwa kata ‘ilmu adalah bentuk masdar
dari ‘alima, ya’lamu-‘ilman. Menurut Ibn Zakaria, pengarang buku Mu’jam
Maqayis al-Lughab bahwa kata ‘ilm mempunyai arti denotatif “bekas
sesuatu yang dengannya dapat dibedakan sesuatu dari yang lainnya”. Menurut Ibn
Manzur ilmu adalah antonim dari tidak tahu (naqid al-jahl), sedangkan
menurut al-Asfahani dan al-Anbari, ilmu adalah mengetahui hakikat sesuatu (indrak
al-sya’i bi haqq qatib). Kata ilmu biasa disepadankan dengan kata Arab
lainnya, yaitu ma’rifah (pengetahuan), fiqh (pemahaman), hikmah
(kebijaksanaan), dan syu’ur (perasaan). Ma’rifah adalah padanan
kata yang paling sering digunakan.
E .
Hadits Pendukung
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا
يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّة رواه مسلم والترمذى وأحمد والبيهقى
Abu Hurairah meriwayatkan bahwa
Rasulullah saw. bersabda: “Siapa yang menempuh jalan menuntut ilmu, akan
dimudahkan Allah jalan untuknya ke sorga.
عن أبى دردائ قال سَمِعْتُ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا
يَبْتَغِي فِيهِ عِلْمًا سَلَكَ اللَّهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ وَإِنَّ
الْمَلاَئِكَةَ لَتَضَعُ أَجْنِحَتَهَا رِضَاءً لِطَالِبِ الْعِلْمِ وَإِنَّ
الْعَالِمَ لَيَسْتَغْفِرُ لَهُ مَنْ فِي السَّمَوَاتِ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ
حَتَّى الْحِيتَانُ فِي الْمَاءِ وَفَضْلُ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِ
الْقَمَرِ عَلَى سَائِرِ الْكَوَاكِبِ إِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ
إِنَّ الْأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلاَ دِرْهَمًا إِنَّمَا
وَرَّثُوا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَ بِهِ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ رواه الترمذى وأحمد والبيهقى وأبو داود والدارمى
Abu Dada’ berkata, saya mendengar
Rasulullah saw. bersabda: “Siapa yang menempuh jalan mencari ilmu,
akan dimudahkan Allah jalan untuknya ke sorga. Seungguhnya Malaikat
menghamparkan sayapnya karena senang kepada pencari ilmu. Sesungguhnya pencari
ilmu dimintakan ampun oleh orang yang ada di langit dan bumi, bahkan ikan yang
ada dalam air. Keutamaan orang berilmu dari orang yang beribadah adalah bagaikan kelebihan
bulan malam purnama dari semua bintang. Sesungguhnya ulama adalah pewaris Nabi.
Nabi tidak mewariskan emas dan perak, tetapi ilmu. Siapa yang mencari ilmu
hendaklah ia cari sebanyak-banyaknya.
لا يقم الرجل من مجلسه ولكن تفسحوا
وتوسعوا
Artinya:
Janganlah seseorang menyuruh berdiri, dari tempat-tempat duduk temannya yang lain, tetapi hendaklah ia mengatakan: lapangkanlah atau geserlah sedikit.
(H.R. Bukhari Muslim
F. ANALISIS PENDIDIKAN
1.
Etika Dalam Majlis
Etika dalam majlis ini maksudnya adalah bahwasanya ketika berada dalam suatu majlis, hendaklah kita memberikan kelapangan tempat duduk bagi yang baru datang. Dalam buku pembelajaran Al-Quran Hadits dikatakan bahwasanya yang sempit itu bukanlah tempatnya melainkan hatinya. Tabiat manusia yang mementingkan diri sendiri, membuat enggan memberikan tempat kepada orang yang baru datang, jadi dalam hal ini hati sangat berperan.
Berangkat dari kata Tafassahu dan Afsahu terambil dari kata Fasaha yakni lapang. Sedang kata unsyuzu terambil dari kata nusyuz yakni tempat yang tinggi. Perintah tersebut pada mulanya berarti beralih ke tempat yang tinggi. Yang dimaksud di sini pindah ke tempat lain untuk memberi kesempatan kepada yang lebih wajar duduk atau berada di tempat yang wajar pindah.[2][7]
2.
Manfaat beriman dan berilmu
pengetahuan
Selanjutnya dalam ayat tersebut dijelaskan ” Niscaya Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman diantaramu, dan orang –orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat”. Artinya ada orang yang akan diangkat derajatnya oleh Allah, yaitu orang-orang yang beriman dan orang-orang yang berilmu pengetahuan, dengan bebrapa derajat.
Orang yang beriman dan berilmu pengetahuan akan menunjukkan sikap yang arif dan bijaksana. Iman dan ilmu tersebut akan membuat orang mantap dan agung. Tentu saja yang dimaksud dengan / yang diberi pengetahuan. Ini berarti pada ayat tersebut membagi kaum beriman kepada dua kelompok besar, yang pertama sekedar berimnan dan beramal saleh, dan yang kedua beriman dan beramal saleh serta memiliki pengetahuan. Derajat kelompok kedua ini menjadi lebih tinggi, bukan saja karena nilai ilmu yang disandangnya, tetapi juga amal dan pengajatrannya kepada pihak lain baik secara lisan, tulisan maupun dengan keteladanan.[3][8]
Sedang Hasan Al-Basri berkata,
“Orang yang berilmu ialah orang yang takut kepada Allah Yang Maha Pengasih,
sekalipun dia tidak mengetahui-Nya. Dan menyukai apa yang disukai oleh Allah
dan menghindari apa yang dimurkai Allah[4][9].
Kita bisa saksikan, orang-orang yang dapat menguasai dunia ini adalah orang-orang yang berilmu, mereka dengan mudah mengumpulkan harta benda, mempunyai kedudukan dan dihormati orang. Ini merupakan suatu pertanda bahwa Allah mengangkat derajatnya.
Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa Allah mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan berilmu pengetahuan jika ilmu tersebut dimanfaatkan untuk kemaslahatan umat.. tetapi jika pengetahuan yang dimiliki tersebut hanya digunakan untuk mencelakakan atau membahayakan orang lain maka hal tersebut tidak dibenarkan.
Jadi antara iman dan ilmu harus selaras dan seimbang, sehingga kalau menajdi
ulama, ia menjadi ulama yang
berpengetahuan luas, kalau ia menjadi dokter, maka akan menajdi dokter yang
yang beriman dan sebagainya.
Pada akhir ayat juga dijelaskan bahwasanya Allah itu selalu melihat apa yang kamu kerjakan, jadi tidak ada yang samar dihadapan Allah. Dan Allah akan mebalas semua apa yang kita kerjakan. Orang yang berbuat baik akan dibalas dengan kebaikan dan yang jahat akan dibalas sesuai dengan kejahatannya.
Pada akhir ayat juga dijelaskan bahwasanya Allah itu selalu melihat apa yang kamu kerjakan, jadi tidak ada yang samar dihadapan Allah. Dan Allah akan mebalas semua apa yang kita kerjakan. Orang yang berbuat baik akan dibalas dengan kebaikan dan yang jahat akan dibalas sesuai dengan kejahatannya.
3. Contoh semangat keilmuan
Adapun yang dapat dijadikan sebagai contoh dari semangat keilmuan adalah:
a.
Rasulullah itu sendiri merupakan
contoh teladan yang tidak mengenal lelah dalam mencari ilmu, Beliau senantiasa membaca
dan menimba ilmu dari alam rasa dan yang semuanya bersumber dari Allah SWT.
b.
Apabila ada suatu majlis maka
bergabunglah karena pasti disana akan didapatkan suatu pengetahuan baru yang
akan emnambah wawasan dan referensi sehingga kita dapat mengaplikasikan apa
yang didapatkan. Seperti contoh sahabat Nabi yang pulang dari medan perang.
Beliau tetap bergabung dalam majlis ilmu yang dilaksanakan oleh Nabi. Dalam
dunia kita saat ini yaitu seringlah mengikuti kegiatan yang dilaksanakan oleh
pihak-pihak yang peduli dengan bidang-bidang keilmuan.
c.
Ikutilah jejak para tokoh-tokoh
agamawan, ilmuan, tokoh pemikir yang selalu berupaya untuk menciptakan iklim
yang baru sehingga saat ini kita dapat menikmatinya dan dimasa mendatang.
Dari ketiga contoh diatas masih banyak lagi contoh-contoh yang lain yang dapat dijadikan sebagai bahan referensi seperti kita yang saat ini tengah duduk diantara teman-teman kita, ini juga merupakan contoh dari semangat keilmuan. Tentunya menjadi renungkan sebuah hadits yang menyuruh kita untuk menuntut ilmu dari buayian hingga keliang lahat.
G. ANALISIS PEMAKALAH
Ada
beberapa hal yang dijelaskan dalam surat al-mujadalah ayat 11, diantaranya :
1.
Etika dalam memuntut imu
Etika maksudnya disini, ketika dalam proses belajar wajib
atas peserta didik untuk mematuhi pendidik (guru), sopan santun dalam menutut
ilmu. Dan juga disini kita dituntut saling berbagi dalam menuntut ilmu. Sebagai
contoh dalam sebuah majelis ta’lim kita memberikan tempat kepada orang yang
baru datang.
2. Allah akan berikan kedudukan yang mulia bagi orang yang
menuntut ilmu
Hal ini sesuai dengan
ayat ” Niscaya Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman
diantaramu, dan orang –orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat”.
Artinya ada orang yang akan diangkat derajatnya oleh Allah, yaitu orang-orang
yang beriman dan orang-orang yang berilmu pengetahuan, dengan bebrapa derajat[5][10].
H. KESIMPULANYA
Tidak sama derajat antara orang yang mempunyai
ilmu pengetahuan dan mengesakan Allah, dengan orang yang tidak mau menutut ilmu
.
I.
DAFTAR
PUSTAKA
M. Quraisy Syihab, Tafsir al-Misbah Juz Amma.
Abi al-Hasan Ali bin Ahmad al-Wahdy al-Naisabury, Asbabun
Nuzul, (Beirut: Dar al-Fikr, 1311 H/1991 M)
Prof Dr Hamka (1982), Tafsir al-Azhar,Jilid 10 Jakarta
: PT Pustaka Panjimas
Shihab, M.Quraish (2002), Tafsir Al-Misbah vol. 13.
Jakarta: Lentera Hati
M.Arifin (1993). Filsafat Pendidikan Islam jakarta :
bumi aksara.
Uhbiyati Nur ( 1999). Ilmu Pendidikan Islam (IPI),
Bandung : Pustaka Setia
http://awalbarri.wordpress.com/2009/02/26/asal-usul-kejadian-manusia-tafsir-suratal
alaq,18-09-2012, 09.38
pesantren
Persatuan Islam (1991), Tafsir Jalalain Versi2.0, : Tasikmalaya