Friday 17 June 2016

Tinjauan Tentang Motivasi dan Pendidikan


Motivasi adalah aspek-aspek psikologis yang dimiliki oleh setiap individu. Motivasi merupakan suatu kekuatan (power), tenaga (a complex state) dan kesiapsediaan (preparatory set) dalam diri individu (organisme) untuk bergerak (to move, motion, motive) ke arah tujuan tertentu, baik disadari maupun tidak disadari. Motivasi merupakan suatu kekuatan yang terpengaruh oleh faktor lain, seperti pengalaman masa lalu, taraf inteligensi, kemampuan fisik, situasi lingkungan, cita-cita hidup, dan sebagainya. Gibson menyatakan dalam mempertimbangkan motivasi, perlu diperhatikan faktor-faktor fisiologikal, psikologikal, dan lingkungan (environmental) sebagai faktor-faktor yang penting. Pada setiap individu, terdapat kecenderungan yang bersifat spontan. Dorongan ini timbul dengan sendirinya dan tidak ditimbulkan oleh individu dengan sengaja, bersifat alamiah, dan bekerja otomatis.[1] 

Motivasi merupakan salah satu determinan penting dalam belajar, para ahli sukar mendefinisikannya, akan tetapi motivasi berhubungan dengan (1) arah perilaku; (2) kekuatan respon (yakni usaha) setelah belajar peserta didik memilih mengikuti tindakan tertentu; dan (3) ketahanan perilaku, atau beberapa lama seseorang itu terus menerus berperilaku menurut cara tertentu.[2] 

Motivasi dapat memberikan energi postif terhadap perubahan seseorang ke arah yang lebih baik. Serta memberikan kekuatan untuk bisa berjuang dengan keras agar bisa mencapai apa yang diinginkan termasuk mencapai cita-citanya. Dengan motivasi, seseorang bisa bertahan terhadap apa yang sedang menimpa dirinya, baik itu suatu masalah ataupun kegagalan.

Manusia sebagai organisme mengalami proses perkembangan. Perkembangan ini berhubungan dengan upaya memenuhi kebutuhan hidupnya. Menurut Abraham maslow, kebutuhan hidup manusia meliputi:
  1.       Physiological needs (kebutuhan fisik, sandang, pangan, dan papan).
  2.        Safety needs (kebutuhan akan rasa aman).
  3.        Belongingness needs (kebutuhan untuk dihargai).
  4.        Self actualization (kebutuhan akan aktualisasi diri).[3]
Proses perkembangan dan pemenuhan kebutuhan hidup sangat berkaitan sekali dengan adanya motivasi, dengan motivasi seseorang akan berusaha supaya perkembangan dirinya bisa menjadi orang yang lebih baik dan berguna bagi orang lain. Serta kebutuhan hidupnya menuntut dirinya untuk bisa memenuhi segala kebutuhannya, baik itu kebutuhan dari segi fisik, kebutuhan rasa aman, kebutuhan untuk dihargai, dan sebagainya.
Banyak para ahli yang sudah mengemukakan pengertian motivasi dengan berbagai sudut pandang mereka masing-masing, namun intinya sama, yakni sebagai suatu pendorong  yang mengubah energi dalam diri seseorang ke dalam bentuk aktivitas nyata untuk mencapai tujuan tertentu.
Mc. Donald mengatakan bahwa, motivation is a energy change within the person characterized by affective arousal and anticipatory goal reactions. Motivasi adalah suatu perubahan energi di dalam pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya afektif (perasaan) dan reaksi untuk mencapai tujuan.[4]Dalam bukunya Martinis Yamin, pengertian yang dikemukakan oleh Mc. Donald mengandung tiga elemen/ciri pokok dalam motivasi itu, yakni motivasi itu mengawalinya terjadinya perubahan energi, ditandai dengan adanya feeling dan dirangsang karena adanya tujuan.[5]
Motivasi akan menimbulkan suatu perubahan melalui rangsangan dari dalam individu guna mencapai suatu tujuan yang ingin dicapainya.
Motivasi adalah kekuatan diri dalam individu yang menggerakkan individu untuk berbuat. Motivasi dibedakan antara dorongan dan kebutuhan. Dorongan adalah keadaan ketidakseimbangan dalam diri individu karena pengaruh dari dalam dan dari luar individu yang mengarahkan perbuatan individu dalam rangka mencapai keseimbangan kembali atau adaptasi. Dalam diri manusia terdapat dorongan makan, minum, menghindarkan diri dari bahaya, bekerja dan sebagainya. Sedangkan kebutuhan adalah dorongan yang telah ditentukan secara personal sosial dan kultur. Kebutuhan manusia yang terpenting adalah:[6]
1.      Kebutuhan untuk bersama orang lain
2.      Kebutuhan untuk berprestasi
3.      Kebutuhan afeksi
4.      Kebutuhan bebas dari rasa takut
5.      Kebutuhan bebas dari rasa bersalah
6.      Kebutuhan untuk turut serta dalam mengambil keputusan mengenai persolan-persoalan yang menyangkut dirinya
7.      Kebutuhan akan kepastian ekonomi, dan
8.      Kebutuhan akan terintegrasinya sikap, keyakinan dan nilai-nilai.
Dorongan itu timbul karena pengaruh dari dalam diri individu dan dari luar diri individu, sedangkan kebutuhan itu berasal dari individu secara fitrah manusia, seperti kebutuhan terhadap orang lain karena manusia itu tidak bisa hidup dengan sendiri.
A.      Teori-teori Motivasi
Berikut ini adalah macam-macam teori motivasi yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak, yaitu:[7]
1.    Teori insting, menurut teori ini tindakan setiap diri manusia diasumsikan seperti tingkah jenis binatang. Tindakan manusia itu dikatakan selalu berkait dengan insting atau pembawaan. Dalam memberikan resons terhadap adanya kebutuhan seolah-olah tanpa dipelajari.
2.    Teori fisiologis, teori ini juga disebutnya �Behaviour theories�.  Menurut teori ini semua tindakan manusia itu berakar pada usaha memenuhi kepuasan dan kebutuhan organik atau kebutuhan untuk kepentingan fisik. Atau disebut sebagai kebutuhan primer, seperti kebutuhan tentang makanan, minuman, udara dan lain-lain yang diperlukan untuk kepentingan tubuh seseorang. Dari teori inilah muncul perjuangan hidup, perjuangan untuk mempertahankan hidup, struggle for survival.
3.    Teori psikoanalitik, teori ini mirip dengan teori insting, tetapi lebih ditekankan pada unsur-unsur kejiwaan yang ada pada diri manusia. Bahwa setiap tindakan manusia karena adanya unsur pribadi manusia yakni id dan go.
Adapun fungsi motivasi di antaranya adalah sebagai berikut:[8]
1.    Sebagai energi atau motor penggerak bagi manusia, seperti halnya bahan bakar pada kendaraan.
2.    Untuk mengatur dalam memilih alternatif di antara dua atau lebih kegiatan yang bertentangan.
3.    Meruakan pengatur atau arah tujuan dalam melakukan aktivitas.
Dalam proses belajar, motivasi sangat diperlukan, sebab seseorang yang tidak mempunyai motivasi dalam belajar, tak akan mungkin melakukan aktivitas belajar. Hal ini merupakan pertanda bahwa sesuatu yang akan dikerjakan itu tidak menyentuh kebutuhannya. Segala sesuatu yang menarik minat orang lain belum tentu menarik minat orang tertentu selama sesuatu itu tidak bersentuhan dengan kebutuhannya.
  Aktivitas belajar bukanlah suatu kegiatan yang dilakukan yang terlepas dari faktor lain. Aktivitas belajar merupakan kegiatan yang melibatkan unsur jiwa dan raga. Belajar tak akan pernah dilakukan tanpa suatu dorongan yang kuat baik dari dalam yang lebih utama maupun dari luar sebagai upaya lain yang tak kalah pentingnya.
Motivasi mempunyai peranan yang strategis dalam aktivitas belajar seseorang. Tidak ada seorang pun yang belajar tanpa motivasi. Tidak ada motivasi berarti tidak ada kegiatan belajar. Agar peranan motivasi lebih optimal, maka prinsip-prinsip motivasi dalam belajar tidak hanya sekadar diketahui, tetapi harus diterangkan dalam aktivitas belajar mengajar.

B.        Prinsip Motivasi
Ada beberapa prinsip motivasi dalam belajar seperti dalam uraian berikut:
1.    Motivasi sebagai dasar penggerak yang mendorong aktivitas belajar
2.    Motivasi intrinsik lebih utama dari pada motivasi ekstrinsik dalam belajar
3.    Motivasi berupa pujian lebih baik dari pada hukuman
4.    Motivasi berhubungan erat dengan kebutuhan dalam belajar
5.    Motivasi dapat memupuk optimisme dalam belajar
6.    Motivasi melahirkan prestasi dalam belajar
Meskipun motivasi itu merupakan suatu kekuatan, namun tidaklah merupakan suatu substansi yang dapat kita amati. Yang dapat kita lakukan ialah mengidentifikasi beberapa indikatornya dalam term-term tertentu, antara lain:[9]
1.    Durasinyakegiatan (berapa lama kemampuan penggunaan waktunya untuk melakukan kegiatan).
2.    Ketabahan, keuletan dan kemampuannya dalam menghadapi rintangan dan kesulitan untuk mencapai tujuan.
3.    Devasi (pengabdian) dan pengorbanan (uang, tenaga, pikiran bahkan jiwanya atau nyawanya) untuk mencapai tujuan.
4.    Arah sikapnya terhadap sasaran kegiatan (like or dislike, positif atau negatif).

C.      Jenis-jenis dan Karakteristik Motivasi Belajar
Ditinjau dari intensitasnya, motivasi terdiri dari berbagai jenis, yaitu sebagai berikut:[10]
1.    Motivasi Primer
Motivasi Primer adalah motivasi yang didasarkan pada motiv-motiv dasar, yang umumnya berasal dari segi biologis dan jasmani manusia. Manusia adalah makhluk berjasmani sehingga perilakunya terpengaruh oleh insting. Sedangkan insting mempunyai empat ciri, yaitu tekanan, sasaran, objek dan sumber. Tekanan adalah kekuatan yang memotivasi individu untuk bertingkah laku. Semakin besar energi dalam insting, maka tekanan terhadap individu semakin besar.  Objek insting adalah hal-hal yang memuaskan insting. Adapun sumber insting adalah keadaan jasmaniyah individu.
2.    Motivasi Sosial atau Motivasi Sekunder
Sangat penting dan memegang peranan yang besar dalam kehidupan manusia. Motivasi sekunder sebagaimana yang dinyatakan oleh Mc Clean terdiri dari:
a)      Berprestasi dalam bekerja dan kaulitas produksi tinggi
b)      Memperoleh kasih sayang
c)      Memperoleh kekuasaan
Sementara itu, berdasarkan asalnya ada dua jenis motivasi yang dapat dikaitkan dengan kegiatan belajar, yaitu motivasi ekstrinsik dan motivasi intrinsik.[11]
1.    Motivasi Ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik adalah dorongan untuk melakukan sesuatu dengan tujuan memperoleh sesuatu yang lain (sebagai alat mencapai tujuan akhir). Motivasi ekstrinsik biasanya dipengaruhi oleh insentif eksternal seperti hadiah dan hukuman. Contoh: seorang siswa belajar dengan keras untuk ujian agar dapat memperoleh nilai bagus di sekolah.
2.    Motivasi Intrinsik
Motivasi intrinsik adalah keterlibatan motivasi internal dari individu untuk melakukan sesuatu berdasarkan keinginannya sendiri. Contoh: seorang siwa belajar keras untuk ujian karena dia menyukai pelajarannya.   
Motivasi ekstrinsik dan motivasi intrinsik sangat berkaitan sekali dengan proses perkembangan pribadi seseorang dengan baik. Motivasi ekstrinsik itu berasal dari luar pribadi seseorang, seperti dorongan dari orang tua maupun lingkungan sekitar, sedangkan motivasi intrinsik berasal dari dalam pribadi seseorang, seperti kemauannya untuk mencapai keinginannya.

D.      Kajian Tentang Pendidikan
1.      Pengertian pendidikan
Pendidikan sangat terkait dengan aktivitas mulia manusia yang tugas utamanya adalah membantu pengembangan humanitas manusia untuk menjadi manusia yang berkepribadian mulia dan utama menurut karakteristik idealitas manusia yang diinginkan. Hal ini sangat diperlukan mengingat manusia memiliki potensi-potensi dalam taraf kodrat human dignity (martabat manusia) yang memiliki kesadaran diri yang mendorongnya untuk merealisasikan berbagai potensinya, sehingga berkembang dengan baik menjadi self realization (realisasi diri) yang akan menentukan bagi penunjukan jati dirinya yang ideal, agar dapat berfungsi dan bermanfaat bagi  hidup dan kehidupannya secara individu maupun sosial kemasyarakat.[12]
Pendidikan itu sangat penting bagi semua orang untuk melanjutkan keberlangsungan hidup ke taraf yang lebih baik lagi. Menuntut ilmu hukumnya wajib, dengan menuntut ilmu akan menghilangkan kebodohan serta akan mendapatkan pengalaman baru berupa pengetahuan yang sebelumnya tidak diketahui. Maka dari itu melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi itu sangatlah penting.
Sedemikian berartinya pendidikan bagi proses kemajuan masyarakat, maka semestinyalah pendidikan ditata dan dipersiapkan sebaik-baiknya sehingga cita-cita luhurnya sebagai �pemanusiaan� dapat diwujudkan sejatinya. Perbaikan-perbaikan dalam sektor kehidupan sebagai bukti nyata adanya aktivitas pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan sebagai lembaga pembinaan dan penanaman nilai-nilai humanitas memang memiliki korelasi yang positif dengan proses modernisasi dan transformasi dalam kehidupan sosial masyarakat. Pendidikan merupakan sarana penting yang sangat diperlukan dalam proses perubahan sistem sosial budaya, ekonomi, dan politik.
Apabila dilihat dari pengertiannya, pendidikan berasal dari kata �didik� mendapat awalan pe� dan akhiran �an menjadi pendidikan yang mengandung arti perbuatan (hal, cara, dan sebagainya). Istilah pendidikan semula berasal dari bahasa Yunani, paedagogie yang berarti bimbingan yang diberikan kepada anak.  Dalam bahasa Inggris, pendidikan diterjemahkan dari kata education, yang berarti pengembangan atau bimbingan. Dalam bahasa Arab, pendidikan diterjemahkan dari kata tarbiyah.[13]
Pendidikan adalah proses membimbing manusia menjadi manusia yang berilmu, berakhlak baik, mengenal Tuhannya, menjadi anak yang patuh kepada kedua orang tuanya, memiliki solidaritas yang tinggi dan mampu bersosial dengan lingkungan disekitarnya. Jadi tujuan pendidikan itu memanusiakan manusia.
Pengertian pendidikan telah menjadi bahasan para tokoh pendidikan yang mempunyai daya tekan yang berbeda. Dari beberapa definisi pendidikan ini, ada titik temu dalam hal tujuan pendidikan. Secara sederhana, pendidikan berarti bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja terhadap anak didik oleh orang dewasa. Menurut Imam Barnadib, pendidikan berarti usaha yang dijalankan oleh seseorang atau sekelompok orang untuk mempengaruhi seseorang atau sekelompok orang agar menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup dan penghidupan yang lebih tinggi dalam arti mental.  Menurut Zuhairini, pendidikan dapat diartikan sebagai bimbingan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan ruhani peserta didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama. Definisi lain dijelaskan dalam ensiklopedi pendidikan bahwa pendidikan adalah suatu usaha sadar memfasilitasi orang sebagai pribadi yang utuh sehingga teraktualisasi dan terkembangkan potensinya mencapai taraf pertumbuhan dan perkembangan yang dikehendaki melalui belajar. [14]
Sementara itu, pendidikan dalam konteks islam lebih dikenal dengan istilah tarbiyyah, ta�lim, dan ta�dib. Masing-masing istilah tersebut memiliki makna yang berbeda-beda sesuai dengan teks dan konteksnya, meskipun memiliki makna yang sama dalam aspek tertentu.[15]
Kata tarbiyyah dapat dirujuk dari tiga akar kata, yaitu:
1.      Kata raba, yarbu, tarbiyah yang berarti berkembang. Dari akar kata ini, pendidikan islam dapat diartikan sebagai upaya menumbuhkembangkan potensi yang ada pada anak didik, baik secara fisik, psikis, sosial maupun spiritual.
2.      Kata raba, yarbu, tarbiyah yang berarti tumbuh (nasya�a) dan menjadi besar atau dewasa. Dari kata ini pendidikan dapat diartikan sebagai suatu upaya untuk menumbuhkan dan mendewasakan anak didik, baik secara fisik, psikis, sosial maupun spiritual. Pendidikan dimaksudkan untuk menumbuhkan kedewasaan pola  pikir, sikap dan emosinya, serta tindakan perbuatannya.
3.      Kata raba, yarbu, tarbiyah yang berarti memperbaiki, merawat, memelihara, memperindah, memberi makan, mengasuh, memiliki, mengatur dan menjaga  kelestarian dan eksistensinya. Dari kata ini, pendidikan islam dapat diartikan sebagai suatu kegiatan dalam merawat, memlihara, mengasuh, mengatur anak didik untuk mencapai kedewasaannya, agar ia dapat survive lebih baik dalam kehidupannya.
Meskipun demikian, ketiga istilah tersebut meletakkan penanaman sikap, perilaku dan akhlak menjadi titik tekan dan itu tergambar dari derivasi masing-masing istilah di atas, meskipun dua kata pertama, yaitu ta�lim dan tarbiyah menyebutkan secara implisit penanaman akhlak yang terpuji, sedangkan istilah terakhir yaitu ta�dib mencantumkan secara eksplisit hal tersebut.
2.      Kelembagaan Pendidikan
Pendidikan nasional dilaksanakan melalui lembaga-lembaga pendidikan baik dalam bentuk sekolah maupun dalam bentuk kelompok belajar.
Berdasarkan UU RI No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, kelembagaan pendidikan dapat dilihat dari segi jalur pendidikan dan program serta pengelolaan pendidikan.[16]
a.      Jalur Pendidikan
Penyelenggaraan sisdiknas melalui dua jalur yaitu, jalur pendidikan sekolah dan jalur pendidikan luar sekolah yang sering disingkat dengan PLS.
1)      Jalur Pendidikan Sekolah
Jalur pendidikan sekolah merupakan pendidikan yang diselenggarakan di sekolah melalui kegiatan belajar mengajar secara berjenjang dan bersinambungan (pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi). Sifatnya formal, diatur berdasarkan ketentuan-ketentuan pemerintah, dan mempunyai keseragaman pola yang bersifat nasional.
2)      Jalur Pendidikan Luar Sekolah
Jalur pendidikan luar sekolah (PLS) merupakan pendidikan yang bersifat kemasyarakatan yang diselenggarakan di luar sekolah melalui kegiatan belajar mengajar yang tidak berjenjang dan tidak bersinambungan, seperti kepramukaan, berbagai kursus, dan lain-lain. PLS memberikan kemungkinan perkembangan sosial, kultural seperti bahasa dan kesenian, keagamaan dan keterampilan yang dapat dimanfaatkan oleh anggota masyarakat untuk mengembangkan dirinya dan membangun masyarakatnya.
Pendidikan luar sekolah sifatnya tidak formal dalam arti tidak ada keseragaman pola yang bersifat nasional. Modelnya sangat beragam. Dalam hubungan ini pendidikan keluarga merupakan bagian dari jalur pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan dalam keluarga yang fungsi utamanya menanamkan keyakinan agama, nilai budaya dan moral, seta keterampilan praktis.         
b.      Jenjang Pendidikan
Jenjang pendidikan adalah suatu tahap dalam pendidikan berkelanjutan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik serta keluasan dan kedalaman bahan pengajaran (UU RI No. 2 Tahun 1989 Bab I, Pasal 1 Ayat 5).
Jalur pendidikan sekolah dilaksanakan secara berjenjang yang terdiri atas jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Sebagai persiapan untuk memasuki pendidikan dasar diselenggarakan kelompok belajar yang disebut pendidikan prasekolah (UU RI No. 2 Tahun 1989 Bab V, Pasal 2). Pendidikan prasekolah belum termasuk jenjang pendidikan formal, tetapi baru merupakan kelompok sepermainan yang menjembatani anak antara kehidupannya dalam keluarga dengan sekolah.
1)      Jenjang Pendidikan Dasar 
Pendidikan dasar diselenggarakan untuk memberikan bekal dasar yang diperluakan untuk hidup dalam masyarakat berupa pengembangan sikap, pengetahuan dan keterampilan dasar. Di samping itu juga berfungsi mempersiapkan peserta didik yang memenuhi persyaratan untuk mengikuti pendidikan menengah. Oleh karena itu pendidikan dasar menyediakan kesempatan bagi seluruh warga negara untuk memperoleh pendidikan yang bersifat dasar, dan tiap-tiap warga Negara diwajibkan menempuh pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi.
2)      Jenjang Pendidikan Menengah
Pendidikan menengah yang lamanya tiga tahun sesudah pendidikan dasar, diselengaarakan di SLTA (Sekolah Lanjutan Tingkat Atas) atau satuan pendidikan yang sederajat. Pendidikan menengah dalam hubungan kebawah befungsi sebagai lanjutan dan perluasan pendidikan dasar, dan dalam hubungan ke atas mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan tinggi ataupun memasuki lapangan kerja.
Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah umum, pendidikan menengah kejuruan, dan pendidikan menengah luar biasa, pendidikan menengah kedinasan dan pendidikan menengah keagamaan.
3)      Jenjang Pendidikan Tinggi 
Pendidikan tinggi merupakan kelanjutan pendidikan menengah, yang diselenggarakan untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akdemik dan/atau menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian.
Untuk dapat mencapai tujuan tersebut lembaga pendidikan tinggi melaksanakan misi �Tridharma� pendidikan tinggi yang meliputi pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat dalam ruang lingkup tanah air Indonesia sebagai kesatuan wilayah pendidikan nasional.
Pendidikan tinggi juga berfungsi sebagai jembatan antara pengembangan bangsa dan kebudayaan nasional dengan perkembangan internasional. Untuk itu dengan tujuan kepentingan nasional, pendidikan tinggi secara terbuka dan selektif mengikuti perkembangan kebudayaan yang terjadi di luar Indonesia untuk diambil manfaatnya bagi perkembangan bangsa dan kebudayaan nasional. Untuk dapat mencapai tujuan dan kebebasan akdemik, melaksanakan misinya, pada lembaga pendidikan tinggi berlaku kebebasan mimbar akademik serta otonomi keilmuan dan otonomi dalam pengelolaan lembaganya.



[1]Didin Kurniadin & Imam Machali, Manajemen Pendidikan, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012) hlm.331
[2]Martinis Yamin, Paradigma Baru Pendidikan, (Jakarta: Gaung Persada (GP) Press Jakarta, 2011) hlm. 216
[3]Yudrik Jahja, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Kencana, 2011) hlm.64
[4]Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2011) hlm.148
[5]Martinis Yamin, Paradigma Baru Pendidikan, hlm.216
[6]Moh. Padil dan Triyo Suprayitno, Sosiologi Pendidikan, (Malang: UIN-Maliki Press, 2010) hlm.83-84
[7]Sadirman, Interaksi Dan Motivasi Belajar Mengajar, hlm.82-83
[8]Didin Kurniadin & Imam Machali, Manajemen Pendidikan, hlm.336
[9]Abin Syamsuddin Makmun, Psikologi Kependidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012) hlm.40
[10]Muchlis Solichin, Psikologi Belajar, (Surabaya: Pena Salsabila, 2013) hlm.172
[11]Ibid, hlm.173
[12]Muhmidayeli, Filsafat Pendidikan, (Bandung: PT Refika Aditama, 2013) hlm.36-37
[13]Moh. Padil dan Triyo Suprayitno, Sosiologi Pendidikan, hlm.3
[14]Ibid, hlm.4
[15]Siswanto, Filsafat dan Pemikiran Pendidikan Islam, (Surabaya: Pena Salsabila, 2015) hlm.11-12
[16]Umar Tirtarahardja, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005) hlm.263-267